• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KEMANDIRIAN DI PONDOK PESANTR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN KEMANDIRIAN DI PONDOK PESANTR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Mengenai Realitas Kemandirian Santri di Pondok Pesantren al-Istiqlal Cianjur dan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tasikmalaya)

Oleh: Uci Sanusi

Abstract

This research has several backgrounds. The first, the self reliance is one of the formulas in the goals of national education. The second, it is the character of nation that must be built. The third, the self reliance crisis appears in formal education. The forth, school education is not as a guarantee in building the self reliance in accordance with the goal of national education. The fifth, Islamic pondok pesantren is considered as the foundation that can create the self reliance for students (called as santri).

The formulas of the issues proposed are how the self reliance in students in pondok pesantren is practiced, how the pondok pesantren creates the self reliance habit to the students, what is the supporting factor in creating the self reliance students, what is the inhibitor factor in creating the self reliance students, and how is a developing model of the self reliance in students.

The approach used is qualitative approach by means of analytic descriptive method. A research locus is focused on al-Istiqlal, Cianjur and Bahrul Ulum, Tasikmalaya. Data collecting used by using observational technique and deep-interview on research object. The research produces some conclusions. The first, the students researched at the school indicate the good self reliance level. The good indicators are reflected with self-confident, trust, self-control, problem solver, responsible, helping others, hoping success, creative and innovative thinking; the awareness in study; and capability in managing their life. The second, the efforts of the school in creating self reliance students are; (a) the mature and the immature students are in the same place; (b) peer teaching; (c) good facilities; (d) creating organizations; and (e) entrepreneurship with agriculture. The third, supporting factors are; (a) the school uses available means in fulfillment the students’ needs; (b) strong wishes for success with the self reliance life; (c) guidance in higher to lower level of students; (d) the instruction motivating students in the self reliance. The forth, the inhibitor factors are; (a) a fraction of students can’t stand the Islamic Boarding School’s condition (b) they (students) dislike the regulations of the school; (c) the development of science and information technology; and (d) indulgent parenting, in serving the new students. The fifth, independence development model begins from internalizing values created with the dynamic process in the first time of attending in the school, peer teaching, assignment of management activities, and giving life skills in building self reliance character and self-entrepreneurship.

(2)

A. PENDAHULUAN

.

Pada perfektif pendidikan Nasional, pondok pesantren merupakan salah satu subsistem pendidikan yang memiliki karakteristik khusus. Secara legalitas, eksistensi pondok pesantren diakui oleh semangat Undang Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu ciri khas kehidupan di pondok pesantren adalah kemandirian santri, sebagai subjek yang memperdalam ilmu keagamaan di pondok pesantren. Kemandirian tersebut koheren dengan tujuan pendidikan nasional. Pada Undang-Undang RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 disebutkan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab1

Berdasarkan pernyataan di atas, kemandirian merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan. Pendidikan nasional tidak hanya bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, akan tetapi bertujuan pula membentuk peserta didik yang mandiri.

Tujuan pendidikan nasional di atas merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, jika dihubungkan dengan pendidikan karakter, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.2

Di antara lembaga pendidikan yang berkembang, pondok pondok pesantren memiliki karakteristik yang kuat dalam rangka pembentukan peserta didik (santri) yang mandiri. Hal ini terbukti secara empiris di beberapa pondok pesantren terutama pada pondok pesantren yang berkategori tradisional.

Kemandirian santri terlihat dalam kehidupan di pondok pesantren yang berhubungan dengan bagaimana santri mandiri untuk makan, minum, mencuci

1 Anonimous, Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional,(Jakarta: Grafika, 2008), hlm. 4

2Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, P engembangan Pendidikan

(3)

pakaian, sampai kemandirian dalam belajar. Kemandirian seperti ini kurang nampak pada peserta didik di lembaga pendidikan formal (sekolah).

Pada perjalanan lembaga pendidikan terdapat masalah yang berhubungan dengan kemandirian peserta didik. Pertama, munculnya krisis kemandirian peserta didik, khususnya di lembaga pendidikan formal. Kedua, pendidikan sekolah tidak menjamin pembentukan kemandirian peserta didik sesuai dengan semangat tujuan pendidikan nasional.

Berkaitan dengan hal ini, jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal, pondok pesantren dipandang mampu untuk membentuk peserta didik (santri) untuk hidup mandiri. Sistem asrama pada kehidupan pondok pesantren dan karakteristik kehidupan di dalamnya mendorong peserta didik agar mampu memenuhi dan menjalani tugas kehidupan sehari-hari dengan mandiri.

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga yang mampu memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, baik jasmani, ruhani, maupun intelegensi, karena sumber nilai dan norma-norma agama merupakan kerangka acuan dan berfikir serta sikap ideal para santri. Sehingga pondok pesantren sering disebut sebagai alat tranformasi kultural. Fungsi pokok pondok pesantren adalah mencetak ulama dan ahli agama. Kegiatan pembelajaran yang terjadi di pondok pesantren tidak sekedar pemindahan ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu tetapi yang terpenting adalah penanaman dan pembentukan nilai-nilai tertentu kepada santri. Tiga aspek pendidikan yang terpenting yaitu psikomotorik, afektif, dan kognitif diberikan secara stimulan dan seimbang kepada peserta didik.3

Di antara cita-cita pendidikan pondok pesantren adalah menghasilkan anak didik (santri) yang mandiri dan membina diri agar tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain.4Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pondok pesantren telah membuktikan bahwa dirinya telah berhasil mencetak santri-santri yang mandiri, minimal tidak selalu menggantungkan hidupnya pada orang lain. Hal ini disebabkan selama di pondok pesantren para santri tinggal jauh dari orang tua. Para santri dituntut untuk dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Kemandirian dalam belajar maupun bekerja didasarkan pada disiplin terhadap diri sendiri, santri dituntut untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif.

Studi pendahuluan dan observasi terhadap Pondok Pesantren al-Istiqlal Cicantu Cianjur terdapat fenomena yang berhubungan dengan kemandirian santri dalam menjalani kehidupan di pondok pesantren. Pondok Pesantren al-Istiqlal yang dikenal dengan Pondok Pesantren Cicantu merupakan pondok pesantren yang cukup lama berdiri di wilayah Cianjur (berdiri sekitar tahun 1949). Pondok pesantren yang masih mempunyai pendiri sekaligus pimpinan ini, yaitu KH Jalaludin Mahalli, sudah banyak mengeluarkan lulusan, menyebar ke berbagai daerah, dan banyak pula alumni yang mendirikan pondok pesantren di daerahnya masing-masing. Pondok

(4)

pesantren yang mempertahankan sisi tradisionalitasnya ini masih tetap eksis dalam rangka mendidik santri dalam pendalaman ilmu agama Islam dan pembentukan kemandirian santri.

Di pondok pesantren tersebut masih dikenal nama “tungku” sebagai sebuah tempat memasak santri dengan kayu bakar yang diambil sendiri oleh mereka. Di “tungku” ini, mereka saling berbagi tugas dan berbagi bahan makanan yang akan dimasak. Satu kali memasak mereka “patungan” 1 (sat) gelas beras dan beberapa peser rupiah untuk membeli lauk pauknya. Media yang biasa mereka gunakan adalah “kastrol’ sejenis wajan tertentu.

Selain masak, mereka mencuci pakaian sendiri di sungai atau di kolam sekitar pondok pesantren. Dalam proses pembelajaran, yang dalam istilah teknis pondok pesantren disebut pengajian, santri yang senior dapat mendidik santri yang junior, terutama pada santri yang baru masuk pondok pesantren pada beberapa minggu pertama. Fenomena dan kenyataan empiris seperti ini memiliki sisi signifikan dalam rangka pengembangan kemandirian peserta, jika diteliti lebih mendalam.5

Begitu pula dengan salah satu pondok pesantren terbesar di Tasikmalaya, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Awipari, fenomena seperti di Pondok Pesantren al-Istiqlal dapat dilihat. Pondok pesantren yang berkembang pesat di bawah kepemimpinan KH Busthomi memiliki banyak santri. Pada tahun 2011, tercatat bahwa jumlah santri yang belajar di pondok pesantren ini mencapai 250 orang lebih.6 Pola pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren ini mendorong santri untuk mandiri baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup, merapikan diri, merapikan lingkungan sekitar, serta kemandirian belajar.

Pengamatan pendahuluan di pondok pesantren ini terlihat bahwa kehidupan santri dijalankan secara sederhana, pemenuhan kebutuhan pangan dilakukan secara sederhana dengan masak sendiri di “tungku” (istilah dapur bagi santri), dan pola kehidupan serta belajar lainnya. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa santri di pondok pesantren ini memperlihatkan secara deskriptif pola kemandirian dalam kehidupan yang dijalankan.

Secara konseptual, kemandirian peserta didik sebagai orientasi pencapaian tujuan pendidikan itu penting dalam rangka mempersiapkan generasi yang siap dan tangguh menghadapi kompleksitas hidup yang tidak terelakkan pada abad modern seperti ini. Berdasarkan pemaparan di atas, kemandirian peserta didik dan tradisi santri di pondok pesantren memiliki karakteristik khusus yang jika dikonseptualkan dari empiris menjadi sebuah asumsi, muncul sebuah asumsi bahwa kemandirian itu memiliki aspek urgen dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan, yang pada tataran empiris diwakili oleh pola kehidupan santri di pondok pesantren.

Berdasarkan pemaparan di atas, fokus masalah penelitian ini adalah model pendidikan kemandirian dalam persfektif pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini

5Hasil pengamatan pendahuluan pada tanggal 1 Oktober 2011 6

(5)

didasari oleh asumsi bahwa pencapaian tujuan pendidikan lebih mengarah pada kecerdasan intelektual dan keterampilan, sementara kemandirian belum diperhatikan secara serius. Dengan memotret pola kehidupan santri di pondok pesantren, penelitian ini diharapkan dapat mengeksplorasi dan mendeskripsikan secara analitis mengenai kemandirian santri di pondok pesantren.

Dalam penelitian ini, model yang dikembangkan adalah model deskriptif. Model ini digunakan didasari oleh sebuah pertimbangan bahwa peneliti menempatkan posisi tidak untuk menerapkan model yang dibuatnya lalu diterapkan pada lokus penelitian, melainkan menelaah, memahami, dan mendekripsikan proses yang terdapat dalam model pada lokus penelitian. Akhirnya, dapat dipahami secara menyeluruh point-point penting dalam kerangka pengembangan model tersebut dalam situasi yang terjadi pada lokus penelitian.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengeskplorasi dan mendeskripsikan kemandirian santri di pondok pesantren. 2. Mendeskripsikan secara mendalam upaya pondok pesantren dalam membentuk

tradisi kemandirian pada santri.

3. Menganalisis faktor pendukung pembentukan santri yang mandiri. 4. Menganalisis faktor penghambat pembentukan santri yang mandiri. 5. Menganalisis model pengembangan kemandirian santri.

C. ASUMSI PENTINGNYA KEMANDIRIAN

Penelitian ini mempunyai kecenderungan fokus pada wilayah kajian ilmu pendidikan. Fokus tersebut memberikan indikasi bahwa tema dan kondisi yang diteliti berkaitan dengan kemandirian merupakan salah satu indikator atau point tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:

1. Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan yang hendak dicapai adalah peserta didik yang mandiri.

2. Kebijakan pendidikan nasional tahun 2010 yang memfokuskan pada penguatan dan internalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Kemandirian merupakan salah satu nilai internalisasi karakter yang diharapkan dalam delapan belas (18) nilai pendidikan karakter.

(6)

Ketiga asumsi yang digunakan oleh peneliti sebagaimana disebutkan di atas menguatkan dasar penelitian bahwa pendidikan kemandirian penting untuk dikembangkan. Pondok pesantren, sebagai lokus penelitian, dipandang memiliki kekuatan tertentu untuk membentuk kemandirian santri dibandingkan dengan lembaga pendidikan sekolah.

Beberapa asumsi di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Asumsi Kemandirian dalam Persfektif Pendidikan

Berkaitan dengan pondok pesantren, lembaga ini tetap dipandang sebagai sebuah lembaga pendidikan yang mampu menerapkan kemandirian pada santrinya sebagai sebuah bekal kehidupan baik dalam situasi kehidupan pondok pesantren maupun setelah santri tersebut menjadi alumni. Kemandirian santri di pondok pesantren setidaknya dikuatkan oleh beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut:

1. Pondok pesantren menanamkan prinsip kemandirian dalam proses pembelajaran (pengajian) dan kurikulum;

Asumsi Kemandirian dalam Persfektif Pendidikan

Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan yang hendak dicapai adalah peserta didik yang mandiri

Kebijakan pendidikan nasional tahun 2010 yang memfokuskan pada penguatan dan internalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Kemandirian merupakan salah satu nilai internalisasi karakter yang diharapkan dalam delapan belas (18) nilai pendidikan karakter

(7)

2. Pondok pesantren memberikan bekal berbagai macam life skill keterampilan pada santri sehingga mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari;

3. Pondok pesantren memberikan bekal pengetahuan leadership (kepemimpinan) dan mengarahkan aplikasinya pada saat santri masih di pondok pesantren atau sudah terjun ke masyarakat;

4. Pondok pesantren memberikan bekal pengetahuan entrepreneursip

(kewirausahaan) kepada santri agar mereka mampu meningkatkan taraf ekonomi dan lingkungan sosialnya;

5. Pondok pesantren tetap mempertahankan cara hidup yang penuh “ikhtiar”, tidak mengandalkan cara hidup yang instan.

Beberapa asumsi mengenai kemandirian santri di pondok pesantren digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2

Asumsi Kemandirian Santri di Pondok pesantren

Pondok pesantren menanamkan prinsip kemandirian dalam proses pembelajaran (pengajian) dan kurikulum

Pondok pesantren memberikan bekal berbagai macam life skill keterampilan pada santri sehingga mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

Pondok pesantren memberikan bekal pengetahuan leadership (kepemimpinan) dan mengarahkan aplikasinya pada saat santri masih di pondok pesantren atau sudah terjun ke masyarakat

Pondok pesantren memberikan bekal pengetahuan entrepreneursip (kewirausahaan) kepada santri agar mereka mampu meningkatkan taraf ekonomi dan lingkungan sosialnya

Pondok pesantren mempertahankan cara hidup yang penuh “ikhtiar” tidak mengandalkan cara hidup yang instan

(8)

Kemandirian tidak hanya dibentuk oleh dorongan pribadi. Faktor luar dapat mempengaruhi individu atau komunitas tertentu untuk mandiri. Dikaitkan dengan pondok pesantren, lingkungan sosial pondok pesantren, peranan dan konsep kyai mengenai hidup, dan sarana yang dimiliki oleh pondok pesantren dapat mendorong santri untuk berperilaku mandiri. Sebagai sebuah contoh, dalam pemenuhan kebutuhan pangan, santri melakukan proses masak sendiri, mencari bahan sendiri, mengolah penganan makanan sendiri; dalam pemenuhan kerapian berpenampilan, mereka mencuci dan mensetrika sendiri; merapikan tempat tidur sendiri; pembelajaran mandiri (seperti dalam penerapan metode sorogan); dan perilaku lainnya. Hal ini semakin menunjukkan sebuah asumsi bahwa pondok pesantren khususnya pondok pesantren tradisional masih tetap mempertahankan penerapan pendidikan yang berbasis pada kemandirian diri.

Pada pemaparan di atas terdapat sebuah penjelasan bahwa pondok pesantren lebih memberikan kesempatan kepada santri untuk hidup mandiri. Pondok pesantren yang dimaksud adalah pondok pesantren salafi, bukan pondok pesantren khalafi (modern). Pondok pesantren salafi memiliki karakter yang dapat mendorong santri untuk hidup mandiri dengan indikator minimal dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan di pondok.

D. METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Lokus penelitian diarahkan pada Pondok Pesantren al-Istiqlal Cianjur dan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tasikmalaya. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap subjek penelitian.

E. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, berikut ini adalah hasil penelitian: 1. Santri pada pondok pesantren yang diteliti menunjukkan tingkat kemandirian

(9)

pengajian; i) santri menunjukkan tingkat kemandirian belajar mandiri yang baik; j) santri memiliki keterampilan tertentu dalam mengelola kehidupan; dan k) motivasi belajar santri paling banyak berasal dari dorongan diri sendiri. 2. Upaya yang dilakukan oleh pondok pesantren dalam membentuk kemandirian

santri yaitu: a) santri yang muda terutama yang baru masuk ke pondok pesantren, tempat tidurnya disatukan dengan santri yang dewasa; b) pembelajaran teman sebaya (peer teaching); c) penyediaan fasilitas pondok pesantren yang sederhana; d) pondok pesantren memberikan kebebasan pada santri untuk membentuk kemandirian dalam berorganisasi; dan e) menumbuhkan jiwa kewirausahaan dengan tugas pengelolaan lahan pertanian, pemeliharaan ternak dan budidaya walet.

3. Faktor pendukung pembentukan kemandirian santri yaitu: a) penggunaan piranti-piranti sederhana untuk pemenuhan kebutuhan santri di pondok pesantren; b) keinginan yang kuat dari para santri untuk hidup mandiri dan dorongan untuk sukses; c) bimbingan santri dewasa ke santri yang lebih muda; dan d) pelajaran pondok pesantren yang mendorong santri untuk hidup mandiri. 4. Faktor penghambat pembentukan kemandirian santri yaitu: a) sebagian kecil

santri yang tidak tahan dengan kondisi lingkungan di pondok pesantren; b) sebagian kecil santri yang tidak senang dengan aturan pondok pesantren; c) perkembangan dunia modern terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi turut mewarnai kemandirian santri di pondok pesantren; dan d) pola asuh orang tua yang memanjakan anak, khususnya pada santri muda yang baru datang ke pondok pesantren.

(10)

Gambar 3

Model Pengembangan Kemandirian

Pada gambar di atas terdapat beberapa hal yang dapat dijelaskan. Bagian A adalah mekanisme pembentukan kemandirian. Ini adalah titik awal bagian dari bagan. Bagian B adalah beberapa faktor pembentukan kemandirian. Bagian C adalah proses pembentukan kemandirian santri. Alur bagan bagian A, B, dan C dapat dijelaskan bahwa mekanisme proses pembentukan kemandirian santri berawal dari pembahasan mengenai faktor-faktor pembentukan (B) lalu dilanjutkan pada proses pembentukannya (C). Secara simbolik hubungan A, B, dan C dapat digambarkan sebagai berikut: A= B --- C.

Setelah bagian C dilaksanakan, yaitu bagian proses pembentukan, maka kemandirian akan terwujud (bagian D). Artinya, kemandirian akan terwujud (D) setelah proses pembentukan dengan beberapa tahapannya terlaksana (C). Kemandirian santri di pondok pesantren akan lebih menguat dengan upaya pesantren pada pembentukan etos kerja santri dan kewirausahaan, bagian E.

Gambar model di atas termasuk model deskriptif jika dilihat dari fungsinya. Model deskriptif merupakan pola dan alur yang menggambarkan dan menjelaskan

Faktor Pembentukan: 1. Ajaran agama; 2. Kesederhanaan; 3. Pendirian pesantren

yang mandiri; 4. Pengelolaan yang

mandiri;

5. penggunaan piranti fasilitas yang sederhana,

A C B

D

E Mekanisme internalisasi

kemandirian Mulai dari pengelolaan

kehidupan sehari-hari Diserahi tanggungjawab mengurus satu kegiatan

Membimbing junior

Diberi tanggungjawab memimpin program pesantren

Kemandirian Santri

entrepreneurship Mulai dari mengelola

kehidupan sehari-hari

(11)

sebuah fakta yang terjadi melalui tahapan-tahapan tertentu. Dalam konteks penelitian ini, model deskriptif menjelaskan proses dan tahapan-tahapan mengenai pembentukan kemandirian santri.

Gambar di atas menunjukkan bahwa proses pembentukan kemandirian santri merupakan sebuah internalisasi nilai dan kebiasaan yang membentuk kemandirian. Faktor yang membentuk kemandirian santri yang ditemukan di lapangan di antaranya adalah faktor ajaran agama, figur kyai yang sederhana, piranti dan fasilitas kehidupan yang sederhana, pendirian pesantren yang tidak mengandalkan pihak lain, dan proses pembelajaran teman sebaya (peer teaching). Alur proses yang dilakukan oleh pondok pesantren yang diteliti untuk membentuk kemandirian santri berawal dari pengelolaan kehidupan sehari-hari seperti makan dan mencuci; sebagian santri diserahi tanggungjawab untuk mengelola satu kegiatan; santri yang dewasa membimbing santri yang muda; santri yang dewasa diberi tugas untuk mengelola beberapa kegiatan di pesantren; dan santri yang dewasa diberi tanggungjawab untuk mengelola lahan pertanian, kegiatan ternak unggas dan ikan, dan diperbantukan pada kegiatan membangun gedung dan fasilitas pesantren. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan santri di pesantren.

Kegiatan-kegiatan yang dibebankan pengelolaannya pada santri akhirnya membentuk sebuah etos kerja dan jiwa kewirausahaan santri. Kedua nilai yang menjadi kebiasaan santri di pesantren ini menjadi bekal mereka di masyarakat.

F. PENUTUP

Setelah dipaparkan hasil penelitian di atas terdapat beberapa informasi penting hasil kajian lapangan (broadfield research) yang dapat disampaikan:

1. Pondok pesantren yang dihubungkan dengan terma kemandirian santri termasuk pada tipe pondok pesantren tradisional.

2. Pondok Pesantren al-Istiqlal, walaupun menyelenggarakan Paket B dan C, masih dikategorikan pondok pesantren tradisional. Program Paket B dan C lebih bersifat suplemen pembelajaran pondok; dilaksanakan oleh pihak luar bertempat di pondok pesantren; pengajian dilakukan dengan model yang sederhana; dan masih terlihat mempergunakan piranti sederhana. Penjelasan mengenai Paket B dan C bersifat mendeskripsikan kondisi objektif lapangan, tidak mengubah fokus dan arah penelitian.

(12)

4. Kurikulum yang dikembangkan pada kedua pondok pesantren yang diteliti masih sederhana, tidak terstruktur dengan rapi, dan tidak terdokumentasikan dengan baik. Kurikulum dan pembelajaran berjalan menurut jadwal hasil inisiatif kyai dan dewan ustadz.

5. Penelitian ini tidak pula mengarah pada tipologi kekhasan pengajian, apakah termasuk pondok pesantren “alat” (nahwu dan sharaf), pondok pesantren tawhid, atau pondok pesantren lainnya. Pada kedua pondok pesantren yang diteliti, hampir setiap disiplin ilmu keislaman dikaji, meskipun dalam porsi yang berbeda. Pemahaman mengenai tipologi kekhasan pengajian lebih baik diteliti dalam konteks penelitian mengenai kurikulum pondok pesantren. Hal ini dilakukan untuk kehati-hatian dalam justifikasi tipe.

Proses penelitian di lapangan menghasilkan beberapa temuan, yaitu sebagai berikut:

1. Kreatifitas santri sebagai indikator kemandirian tidak ditemukan pada proses pembelajaran atau pengajian. Kreatifitas muncul pada kegiatan di luar pengajian, seperti membuat kaligrafi untuk hiasan dinding dan panggung pengajian ceramah umum.

2. Pengelolaan diri untuk hidup bersih tidak semuanya dilakukan oleh santri. Fenomena ketidakrapian dan ketidakbersihan masih terlihat di lokus penelitian. Namun, secara umum indikator kemandirian yang diajukan menunjukkan hasil yang cukup baik terutama dalam proses yang dijalankan di pondok pesantren. 3. Fasilitas yang sederhana mendorong santri untuk mengelola kehidupan oleh

dirinya sendiri tanpa mengandalkan orang lain.

4. Penyerahan tugas pengelolaan lahan pertanian kyai memberikan bekal pengetahuan bagi santri untuk menjalani kehidupan di masa depan.

5. Ketergantungan pada pemerintah dan lembaga lain relatif rendah

G. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Taufik.1974.Islam di Indonesia.Jakarta: Tinta Mas Ahmadi, Abu. 2001.Sosiologi Pendidikan.Jakarta : Rineka Cipta Al-Bukhary.t.t.Shahih al-Bukhary.Beirut: Dar al-Fikr

Ali,Atabik.2003.Kamus Inggris Indonesia Arab.Yogyakarta: Multi Karya Grafika Al-Istanbuli, Mahmud Mahdi.2006.Parenting Guide: Dialog Imajiner tentang Cara

Mendidik Anak Berdasarkan al-Quran, Sunnah, dan Psikologi.Jakarta: Hikmah

Al-Khuli,Muhammad Amin.1981. Qâmȗs al-Tarbiyah.Lebanon: Dar ‘Ilm li al-Malayin

(13)

Anany, Ashifatul.2010.Pemikiran Humanistik dalam Pendidikan (Skripsi).Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim

Anonimous.2008.Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: Grafika

---.2010. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional

Arifin,HM. 1999.Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum).Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi.2000.Prosedur Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta

Asrohah, Hanun.2000.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Logos Wacana Ilmu Azra, Azyumardi.2000.Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam.Jakarta:

Logos Wacana Imu

Bachtiar,Wardi.1998.Metode Penelitian Sosial.Bandung: Gunung Djati Press Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.2010 Pengembangan

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Bahan Pelatihan:Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa).Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional ----.2010.Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian

Pendidikan Nasional

Baharudin dan Makin.2009.Pendidikan Humanistik, Konsep, Teori, dan

Barizi, Ahmad dan Tolkhah, Imam. 2004. Membuka Jendela Pendidikan:Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. Jakarta : Rajawali Press

Barnadib, Imam.1996. Beberapa Aspek Susbtansial Ilmu Pendidikan.Yogyakarta: Andi Offset

----.1982.Arti dan Metode Sejarah Pendidikan.Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta

Bastow et.al.1986. Another 20 Investigational Work. Perth: The Mathematical Association of Western Australia (MAWA)

Bridges, David. Education, Autonomy, and Democratic Citizenship.London: Routledge

Bruissen, Martin Van.1995.Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat.Bandung: Mizan Chirzin,M Habib.1995.Ilmu dan Agama dalam Pesantren.Jakarta : LP3S

Dahar,Ratna Wilis.1999.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Erlangga

Dahlan,Zaini.1995.Dunia Pemikiran Kaum Santri.Yogyakarta :LPKSM

Departemen Agama.2004. Grand Design Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren 2004-2009.Jakarta: Departemen Agama

(14)

----.2004.Pengembangan Metodologi Pembelajaran di Salafiyah.Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam

----.2004.Pengembangan Metodologi Pembelajaran di Salafiyah.Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam

Dewey, John.1964.Democracy and Education.New York: Macmillan Company Dhofier,Zamakhsyari.1982 Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup

Kyai.Jakarta: LP3ES

Djamaludin.1998.Kapita Selekta Pendidikan Islam.Bandung : Pustaka Setia

Djumransyah, “Pendidikan Pesantren dan Kemandirian Santri”, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 8 Nomor 1 tahun 2001

Duhao,Ibtisham Abu.2002.Manajemen Berbasis Sekolah.Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Durkheim.1990.Pendidikan Moral: Suatu Suatu Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan.Jakarta: Erlangga

Dworkin.1988.The Theory and Practice of Autonomy.Cambridge: Cambridge University Press

Fatah, Nanang.2004.Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan.Bandung: Rosdakarya Fathiya,Anna, “Analisis Teori Belajar Orang Dewasa dan Penerapannya dalam

Pengembangan Kemandirian Pengadaan Energi Alternatif pada Masyarakat Nelayan”, dalam Buletin Ekonomi Perikanan IPB Volume VII Nomor 5 tahun 2007.

Flavel.1970.Charmichael’s Manual of Child Psychology.New York: Wiley Geertz, Clifford.1982.Islam Observed.New York: McMillan

Goble, Frank G.1987.Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, terj. A Supratinya.Yogyakarta: Kanisius

Haedari,Amin.2004. Sinergi Madrasah dan Pondok Pesantren.Jakarta: Departemen Agama

Haningsih,Sri. Peran Strategis Pesantren, Madrasah, dan Sekolah Islam, dalam al-Tarbawi Jurnal Pendidikan Islam Nomor 1 volume 1 tahun 2008, hlm. 1 Harbison and Mayers.1974.Education, Manpower, and Economic Growth:

Strategies of Human Resource Development.New Delhi: Oxford IBH Publishing

Hasbullah.2000.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Rajawali Press

Ismail,Faisal.1998. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis.Yogyakarta: Titian Ilahi Press

Langgulung, Hasan.1987.Asas-Asas Pendidikan Islam.Jakarta: al-Husna Madjid,Nurcholish.1997.Bilik-Bilik Pesantren.Jakarta: Paramadina

Mahmud dan Priatna,Tedi.2007.Pemikiran Pendidikan Islam.Bandung: Sahifa Majah,Ibn. t.t.Sunan Ibn Majah.Beirut: Dar al-Fikr

(15)

Mardiyah, Irma.2007. Pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun di Pesantren,(Tesis). Bandung: Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Marzuki.2002.Metodologi Riset.Yogyakarta : FE UGM

Mas’ud,Abdurrahman.2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah.Yogyakarta: Pustaka Pelajara

Maslow,Abraham.1988.Motivation and Personality.New York: Harper and Row Masrun, dkk.1986. Studi Mengenai Kemandirian pada Penduduk di Tiga Suku

Bangsa (Jawa, Batak, Bugis).Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM Mastuhu.1998.Dinamika Pesantren.Jakarta : LP3S

Mastuki dan El-Saha, Isham (ed).2004.Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren.Jakarta: Diva Pustaka Mill,J.S.1971.Representative Government.London: Oxford University Press Moeloeng, Lexy J.2005.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Muhadjir, Noeng.1993.Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial.Yogyakarta: Rake

Sarasin

Muhtadi, Asep S dan Syafei, Agus Ahmad (ed).2006.Pengembangan Pendidikan Berbasis Umat.Bandung: LPTQ Jabar

Mulyasa,E. 2003.Manajemen Berbasis Sekolah.Bandung: Rosdakarya

----.2004.Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah.Jakarta: Departemen Agama Munadi, Imam.2007. Super Muslim: Positif-Semangat-Visioner.Jakarta: Hikmah

Populer

Munawwir,Ahmad Warson.1997.Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Progressif

Mussen, dkk.1989.Perkembangan dan Kepribadian Anak..Jakarta: Arcan Nasri dan Sundarini.2004.Kewirausahaan Santri.Jakarta: Citrayudha Nata, Abudin.2000.Metodologi Studi Islam.Jakarta : Raja Grafindo Nawawi, Hadari.1993.Pendidikan dalam Islam.Surabaya: al-Ishlah

Nawawi.2009. “Sejarah Perkembangan Pesantren” dalam Jurnal Ibda: Jurnal Studi Islam dan Budaya. Purwokerto: STAIN Purwokerto

Nazir,Moh.1985.Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia

Nuryoto.1993. Hubungan Antara Peran Jenis dengan Kemandirian Siswa SMU. (Disertasi).Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Parry (ed.).1972.Participation in Politics.Manchester: Manchester University Press Patriana,Pradnya.2007. “Hubungan antara Kemandirian dengan Motivasi Bekerja

sebagai Pengajar Les Privat pada Mahasiswa di Semarang” (Skripsi). Semarang: Fakultas Psikologi Uiniversitas Diponegoro.

Pidarta, Made.1997. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta

(16)

Purwoko, Dwi dkk, “Hubungan Karakteristik Santri dengan Persepsi Mereka tentang Kemandirian di Pondok Pesantren, dalam Jurnal Penyuluhan Institut Pertanian Bogor (IPB) September 2007 Volume 3 Nomor 2, hlm. 71

Purwoko, Dwi, “Interaksi Santri Kyai dengan Kemandirian Santri di Pondok Pesantren”,dalam Jurnal Universitas Nasional tahun 2007

Rachbini,Didik.2001.Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia.Jakarta: Grasindo

Rahadjo, M Dawam.1988Pesantren dan Pembaharuan.Jakarta: LP3ES Ramayulis.2002.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta : Pustaka Hikmah Rosser.1984.Educational Psychology.Boston: Little Brown

Said,Muhammad.1987Pendidikan dari Zaman ke Zaman.Bandung: Tarsito Santrock.1999.Life Span Development.New York: The McGraw-Hill

Saridjo,Marwan.1999. Bunga Rampai Pendidikan Islam.Jakarta: Dirjen Binbaga Islam

Steinberg.2002.Adolescence.New York: McGraw-Hill

Stenbrink, Karel A.1994. Pesantren, Madrasah, dan Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern.Jakarta: LP3ES

Suci, Nurjanah.2010. “Peran Pendidikan Pesantren dalam Membentuk Kemandirian Belajar Santri” (Skripsi). Surakarta:Fakultas Agama Islam

Sugiyono.2004.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Alpabeta

Sukadji.1998. Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan.Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Sukarjo dan Komarudin.2010.Landasan Kependidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sullivan, Carol et.al,.1998.The Cyclopedic Education Dictionary.Washington: Delmars Publishers

Surakhmad.1982.Pengantar Penelitian Ilmiah.Bandung: Tarsito

Suryadi, Rudi Ahmad.2010.Diskursus Pemikiran Pendidikan Islam. Cianjur: STIT NH

----.2011.Tujuan Pendidikan dalam Persfektif al-Qur’an, (Disertasi). Bandung: Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati

Syaodih,Nana.2005.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Rosdakarya

Tafsir, Ahmad.2000.Ilmu Pendidikan dan Persfektif Islam.Bandung: Rosda Karya ----.2005.Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam.Bandung:Rosdakarya

Taqiyuddin.2008.Sejarah Pendidikan Islam: Melacak Geneologi Pendidikan Islam di Indonesia.Bandung: Mulia Press

Tilaar,HAR.1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional:Dalam Persfektif Abad 21.Magelang: Indonesia Tera

(17)

---.2010.Desain Induk Pendidikan Karakter.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional RI

---.2010.Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional RI

---.2010.Pedoman Pendidikan Karakter di SMP.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Dirjen Manajemen Pendidkan Dasar dan Menegah

Tobroni.2008.Pendidikan Islam: Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas.

Malang: UMM Press

Utari Sumarmo, ”Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik, dalam Jurnal Matematika Sekolah Pascasarjana UPI tahun 2010, hlm.1

Wahab, Rochidin.2004.Sejarah Pendidikan Islam.Bandung: Alfabeta Wahid,Marzuki dkk. 2001. Pesantren Masa Depan.Jakarta: Pustaka al-Husna Wahyudin, Dinn dkk.2008.Pengantar Pendidikan.Jakarta: Universitas Terbuka Widyastuti dan Andriyanti, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep-Konsep Dasar

Linguistik dalam Mata Kuliah Introduction To Linguistics” ,

www.staffuny.ac.id, tahun 2010, hlm. 5

Yunus,Mahmud.1990.Sejarah Pendidikan di Indonesia.Jakarta: Hidakarya Yusuf, Syamsu dan Juntika.2007.Psikologi Kepribadian.Bandung: Rosda Karya

Sumber Internet

www.pendidikan.com

http:/tugasayan.blogspot.com/2010/10/kemandirian.html www.artikata.com/arti-118392-model.html.

http;/www.damandiri.or.idfileabdwahidchairulahunairbab2.pdf http://www.citcat.com

http://www.kamus-online.com/index.php?lang=id http://id.wikipedia.org/wiki/Konsep

Gambar

Gambar 1Asumsi Kemandirian dalam Persfektif Pendidikan
Gambar 2Asumsi Kemandirian Santri di Pondok pesantren
Gambar model di atas termasuk model deskriptif jika dilihat dari fungsinya.Model deskriptif merupakan pola dan alur yang menggambarkan dan menjelaskan

Referensi

Dokumen terkait

Referring to the functions F and G in the preceding section, old-time Lispers would say ‘‘the symbol A is bound to 3 by F.’’ This is not proper language if you are speaking

Sebelum mulai mendaftar, siapkan data-data anda untuk membuat account PayPal Sebelum mulai mendaftar, siapkan data-data anda untuk membuat account PayPal seperti Email, Nama,

Laporan Keuangan Konsolidasian Interim untuk Periode Sembilan Bulan yang Berakhir pada 30 September 2020 dan 2019 (Tidak Diaudit), serta Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian

27 MUHAMMAD SYAHRUL RAMADHAN L SMP AL FAJAR AFIRMASI 28 MUHAMMAD ZAINUL BAQIR TARIGAN L SMP NEGERI 19 ZONASI 29 NABILA ZAHRA WULANDARI P SMP NEGERI 85 TAHAP AKHIR 30 NABILAH

Para Dosen yang telah memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan dan suri tauladan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas

Penelitian yang penulis lakukan pada tesis ini dilakukan dengan membuat suatu susunan pertanyaan yang berkaitan dengan variabel-variabel kualitas pelayanan yang

dovoljno je odabrati Dual Domain vrstu analize gdje će se brže doći do rezultata, dok je u slučaju debljih otpresaka, uputno odabrati 3D analizu kako bi se dobio uvid u tok

Oleh itu, melihat kepada latar belakang masalah yang dinyatakan di atas, pengkaji telah membangunkan satu projek berasaskan pengawal mikro yang terkini (PIC16F84) dibina untuk