10
TINJAUAN TEORETIS
2.1. Tuberkulosis
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala klinik sangat bervariasi dan menyerang pada bagian organ tubuh tertentu misalnya paru-paru, kelenjar getah bening, selaput otak, tulang ginjal, dan kulit (Djojodibroto,2009)
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding, granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa (Djojodibroto,2009)
2.1.2 Pengobatan TB Paru
Pengobatan TB paru bertujuan yaitu untuk menyembuhkan pasien, mencegah terjadinya kematian, mencegah kekambuhan, mumutuskan rantai penularan serta mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberculosis). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan (Maesaroh,2009).
1. Tahap Awal (Intensif)
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
2.1.3 Penatalaksanaan Tb Paru
Tabel 2.1 Dosis Obat Tuberkulosis
Nama
obat
Dosis yang direkomendasikan
Dosis pemberian setiap hari Dosis pemberian
intermittren
2.2Efek Samping ringan Obat Anti Tuberculosis
Efek samping Penyebab Tatalaksana
Tidak ada nafsu makan,
mual, sakit perut
Ramficin Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi PIRAZINAMID Beri aspirin
Kesemutan sampai rasa
Rafampicin Tidak perlu diberi apa-apa,
pasien
Sumber Depkes RI, 2008
2.3Efek samping berat Obat Anti Tuberkulosis
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Tuli Semua jenis obat Ikuti petunjuk
penatalaksanaan
Gangguan keseimbangan Streptomycin Streptomycin dihentikan
ganti dengan atambututol
Icterus tanpa penyebab
lain
Gangguan penglihatan etambutol Hentikan etambutol
Purpura dan renjatan rafampicin Hentikan rifampicin
Sumber Depkes RI, 2008
tetap yang terdiri dari fase intensif dan fase lanjutan. Keuntungan dari kombinasi fase tetap antara lain: 1). Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep dapat berkurang 2). Meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja 3). Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan obat anti tuberkulosis yang benar dan standar 4). Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit 5). Menurunkan resiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.
2.2 Konsep Perilaku
Menurut Notoatmojo (dalam Maesaroh 2009)mengatakan bahwa perilaku itu merupakan respon dan reaksi orang terhadap rangsangan atau stimulus dari luar. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit, sistem pelayanan kesehatan, makan, minum, dan lingkungan.
paru, saat ini merupakan masalah kesehatan global. TB paru merupakan penyakit infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita TB HIV. Penularan yang muncul akibat reaktivitas infeksi laten pada pasien imunokompromais atau infeksi primer. Peningkatan resiko munculnya TB paru dalam waktu singkat setelah terinfeksi HIV dapat dijelaskan dengan adanya serokonversi penyakit atau sedang bersamaan terinfeksi HIV dan TB (Permatasari, 2012). Ketidakpatuhan berobat penderita TB dapat kambuh dengan kuman yang resisten terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis), Sehingga menjadi sumber penularan kuman resisten dan gagal pengobatan. Hal itu mengakibatkan pengobatan ulang TB paru lebih sulit dikarenakan waktu pengobatan lebih lama dan dana yang dikeluarkan untuk berobat besar. Menurut Notoatmojo (dalam Measaroh 2009), ketidakpatuhan dalam berobat merupakan masalah perilaku dan dibagi menjadi tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu :
1. Faktor Predisposisi a. Pengetahuan
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga serta daya serap seseorang dalam menerima informasi Menurut Notoatmojo (dalam Measaroh 2009)
dengan kepatuhan seseorang menjalani pengobatan secara teratur. Makin tinggi tingkat pendidikanya semakin dia menyadari pentingnya hidup sehat. Oleh karena itu, seseorang yang berpendidikan rendah tidak menyadari dampak dari penyakit yang dialami sehingga cenderung untuk mengabaikan kepatuhan dalam berobat.
b. Sikap
Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberikan warna atau corak tingkah laku dalam perbuatan individu yang bersangkutan, dengan memahami dan mengetahui sikap individu, merupakan respon ataupun perilaku yang diambil oleh individu yang bersangkutan (Sunaryo,2010)
Menurut Walgito (dalam Sunaryo, 2010), sikap merupakan organisasi pendapat dan keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif dan disertai adanya perasaan tertentu serta memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.
memiliki pengaruh yang mengarahkan terhadap suatu objek baik yang disenangi ataupun tidak disenangi. Sikap yang terbentuk dari adanya interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan yang lain agar terjadi hubungan timbal balik. Sehingga dapat mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu atau anggota masyarakat dalam pembentukan sikap dan kebudayaan orang lain yang dianggap penting seperti media massa, institusi atau lembaga pendidikan, lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu.
untuk bertindak. Sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
2. Faktor Pemungkin
a. Akses Pelayanan Kesehatan
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukanya (Asuti, 2008).
Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan yang mahal, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocked , kondisi georafis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan (Astuti, 2008)
b. Peran PMO
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course), setiap pasien yang baru ditemukan dan mendapatkan pengobatan harus diawasi dalam menelan obat. Sebelum pengobatan pertama kali dimulai pasien dan PMO harus memberikan penyuluhan secara singkat tentang pengawasan menelan obat setiap hari (WHO,1998 dalam Maesaroh 2009)
3. Faktor Penguat a. Keluarga
Menurut Niven (2000) dalam Maesaroh(2009) mengatakan bahwa keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan serta kesehatan individu dalam menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.
2.3 Perspektif Teoretis
Pasien TB MDR yang sedang melakukan pengobatan
Faktor penyebab MDR (Multi Drugs Resistance)
Faktor predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap
Faktor pemungkin
1. Akses pelayanan kesehatan 2. Peran PMO (Pengawasan
menelan obat)
Faktor penguat 1. Keluarga
Keterangan :
= yang akan diteliti
= kaitan antara pasien TB MDR dengan aspek yang akan diteliti