• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gender dan Pendidikan dalam Pandangan Is

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gender dan Pendidikan dalam Pandangan Is"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Gender dan Pendidikan dalam Pandangan Islam

Khusnul Khotimah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro E-mail : Khusnulmoon1@gmail.com

Abstrak

Di dalam kehidupan nyata masyarakat khususnya umat Islam telah terjadi proses ketimpangan dalam relasi gender yang berlawanan. Ketimpangan yang dimaksud yaitu seringkali di juruskan oleh tafsir ajaran agama, sehingga untuk mengubahnya sangat diperlukan kemauan yang kuat dalam mengubah pemikiran pendidikan agama Islam menuju kualitas gender yang lebih baik. Tulisan ini berusaha mendeskripsikan beberapa strategi dalam memahami gender dan pendidikan secara lebih dalam. Dan untuk kedepannya dengan menerapkan pendidikan Islam kepada setiap gender akan menjadikan kehidupan yang lebih mulia akhlaknya serta dapat mempelajari mana hakikat atau kewajiban yang harusnya dikerjakan melalui pendidikan yang disebutkan.

Kata kunci : Pendidikan Agama Islam, Gender Kesetaraan.

Abstrak

In real life people especially Muslims has been a process of inequality in gender relations opposite. Inequality in question are often in step by interpretation of religion, so to change it is indispensable a strong will to change the thinking of Islamic religious education towards a better gender quality. This article tries to describe some of the strategies in the understanding of gender and education are deeper. And for the future by implementing Islamic education to each gender will make life more noble moral as well as be able to learn where the nature or liability that should be done through education mentioned.

Keywords: Islamic Education, Gender Equality.

A. Pendahuluan

(2)

dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisk dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.” Pendapat lain dikemukakan oleh M.J. Langeveld yangmenyatakan “Pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.1

Setiap orang, baik orang tersebut laki-laki atau perempuan pada dasarnya dilahirkan sama tanpa adanya perbedaan. Oleh karena itu, seharusnya mereka memiliki akses yang sama di setiap hal, di antaranya yaitu : pendidikan, membuat sebuah keputusan, kesehatan, dan hal-hal penting lainnya. Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah hak asasi manusia. Tetapi, untuk sekarang masih ada saja pihak yang menganggap sebuah pendidikan belum termasuk sebagai hak asasi manusia, terutama bagi para perempuan. Sering kali pihak perempuanlah yang menjadi sasaran tidak mendapatkan hak asasinya. Sangat disayangkan, padahal dengan memiliki pendidikan manusia dapat terbebas dari kemiskinan yang dapat menyulitkan kehidupannya kelak. Dengan masih adanya pembedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan, maka dari itu pihak perempuan akan sulit terlepas dari kemiskinan. Tanpa adanya akses pendidikan yang kuat maka, para perempuan hanya memiliki sedikit peluang untuk mengatasi masalah kemiskinan dan yang lainnya dilingkungan masyarakat.

B. Pengertian Gender dan Pendidikan

Gender sering dimaknai dengan salah yaitu dengan pengertian "jenis kelamin" seperti halnya seks. Dilihat dari artinya di dalam kamus tidak jelas perbedaan antara seks dan gender. Kata-kata ini terbilang baru sehingga pengertiannya belum ditemukan dalam kamus besar bahasa Indonesia. Meskipun demikian, istilah tersebut sudah lazim dan banyak digunakan. Meskipun kata gender belum masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, misalnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan "Jender" dengan diartikan sebagai "interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Yang biasanya digunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang tepat bagi laki-laki dan Gender secara terminologis cukup banyak ditemukan oleh pakar feminis dan pemerhati perempuan.2

Menurut Undang-undang No 12 tahun 2012 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

1 Harum Natasha, “Ketidaksetaraan Gender Bidang Pendidikan: Faktor Penyebab Dampak, Dan Solusi”, Marwah, vol. XII, no. 1 (2013).

(3)

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian dari Undang-Undang diatas dapat diartikan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha atau sebuah ambisi agar setiap orang mampu menempatkan dirinya di segala suasana kehidupan. Dari sebuah pendidikan tersebut orang tersebut diharapkan mempunyai keahlian, keterampilan juga akhlak yang dapat menjadi bekal untuk kehidupannya. Suatu saat orang tersebut akan menjadi panutan sebagai orang tua, dan mampu mendidik anak-anak menjadi suatu generasi yang baik lagi kedepannya.

“Proses pembelajaran pendidikan akhlak diberikan sebagian besar dengan metode, hafalan, ceramah, dan mencatat sehingga peserta didik mengalami kejenuhan dalam proses pengajaran. Materi pembelajaran yang begitu banyaknya hanya disampaikan ringkasannya saja oleh guru sehingga kadang peserta didik justru bingung memahmi sebuah meteri pembelajaran3

C. Permasalahan Gender Dan Pendidikan

Sementara, fakta dari UNICEF menyatakan bahwa data dari Departemen Pendidikan terdapat kesenjangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan. Dari 10 anak yang putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar terdapat enam anak perempuan dan empatanaklaki-laki. Sedangkanpada tingkat Sekolah Menengah Pertama dari 10 anak yang putus sekolah terdapat 7 anak perempuan dan 3 anak laki-laki.4 Data tersebut jelas membuktikan bahwa adanya ketidakseimbangan tingkat

pendidikan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Ketidaksetaraan gender yang telah terjadi di lingkungan sekolah di sering kali tidak disadari oleh pengajar atau guru, ataupun orang tua dan murid-murid. Pada umumnya seorang guru merasa telah memperlakukan murid perempuan dan murid laki-laki secara adil tanpa membeda-bedakannya. tetapi mereka tidak memperhatikan dan memahami apakah buku-buku yang murid-muridnya pelajari adalah diwajibkan dengan adanya keadilan gender.

Apakah kurikulum yang diterapkan termasuk ekstra kurikuler telah diberlakukan secara adil. Pembedaan perlakuan antara murid perempuan dengan murid laki-laki juga terjadi pada upacara-upacara yang digelar di sekolah. Kita ambil contoh anak laki-laki selalu dipilih sebagai pemimpin upacara karena suara anak laki-laki lebih keras dari perempuan. Mereka tidaklah menyadari bahwa murid perempuan juga ada yang suaranya keras dan lantang yang pantas sebagai pemimpin upacara.

3 Wahyudi, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak dengan Program Prezi.

(4)

Dan dapat disimpulkan bahwa hal tersebut sudah dianggap wajar, sehingga akses untuk murid perempuan menjadi seorang pemimpin upacara menjadi tersingkirkan karena dianggap bahwa murid laki-laki sajalah yang pantas menjadi seorang pemimpin.

Perempuan dan pendidikan dapat dikaji sevara struktur fungsional. Secara umum, para analis fungsional, melihat fungsi dan pelaksanaan yang positif pendidikan dalam memelihara atau mempertahankan keberlangsungan sistem sosial. Para pengikut materi ini menyatakan bahwa pendidikan merupakan pelatihan guna meningkatkan modal manusia secara individual, yakni keahlian dan kecakapan yang kita peroleh. Sekolah, menurut Durkhiem (Haralambos, 2004), mempunyai tugas dan fungsi untuk menanamkan nilai-nilai yang bermanfaat guna mempertahankan sistem sosial. Sekolah adalah representasi (miniatur) dari masyarakat5. Untuk itu, norma-norma yang berlaku di masyarakat juga ditanamkan di sekolah melalui proses sosialisasi. Sebagaimana kita ketahui, di dalam masyarakat, perempuan diposisikan sebagai “orang kedua” dalam struktur hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Dalam relasi sosial yang setara, perempuan dan laki-laki merupakan faktor yang sama pentingnya dalam menentukan berbagai hal yang menyangkut kehidupan, baik di lingkungan keluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Sehingga diperlukan jalur alternatif untuk studi atau penelitian tentang gender di masa mendatang dengan memperhatikan peran perempuan di Indonesia baik dari segi budaya, sosial, maupun ekonomi dan bermasyarakat, maka perlu dilakukan penilaian kebutuhan di tingkat individu, maupun di tingkat lembaga, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan perempuan, dan lembaga-lembaga/institusi pelaksana di masing-masing wilayah, sehingga diharapkan kebijakan akan menjadi lebih tepat, dan direspons oleh perempuan.

Kondisi ini tentu saja memprihatinkan dan menjadi perhatian di kalangan pendidik sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah kondisi seperti ini juga terdapat dalam buku-buku yang digunakan di perguruan tinggi. Namun demikian penelitian Dewiki dan Mutiara (2008) mendeskripsikan bahwa bahan ajar cetak sebagian besar (76,19%) dapat dikatakan netral dan tidak mengistimewakan salah satu gender. Selain itu persentase terbesar (44,10%) dari semua ilustrasi yang dibuat adalah netral, atau tidak mengacu ke bentuk manusia secara eksplisit.6 Sebagaimana pada beberapa bahan ajar cetak penggambaran laki-laki sebagai subjek dalam ilustrasi lebih diunggulkan dibandingkan

5 Rakhmat Hidayat, “Studi tentang Perbandingan Prestasi Akademik Siswa Laki-laki dan Perempuan di SMA 12 Bekasi”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 17, no. 4.

(5)

dengan perempuan. Keterbatasan perolehan pendidikan bagi perempuan tidak seleluasa sebagaimana laki-laki mencari pendidikan. Ketidakleluasaan perolehan pendidikan tersebut berlangsung sejalan dengan anggapan ketidakumuman pendidikan bagi perempuan yang terbatasi oleh permasalahan sexisme dalam perempuan.

Secara garis besar teori-teori gender dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama adalah kelompok teori-teori nature yang mengatakan bahwa perbedaan peran laki-laki dan perempuan ditentukan oleh faktor biologis.7 Anatomi laki-laki, dengan sederet perbedaannya, dengan perempuan menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin. Laki-laki menjalankan peranperan utama dalam masyarakat karena secara umum dianggap lebih potensial, lebih kuat, dan lebih produktif. Kedua, adalah kelompok teori-teori nurture yang melihat bahwa perbedaan karakter dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan lebih ditentukan oleh faktor sosial-budaya. Perspektif ini menyimpulkan bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak ditentukan oleh faktor biologis, melainkan dikonstruksikan oleh budaya, yakni relasi kuasa (power relation) yang secara turun-temurun dipertahankan oleh laki-laki. Pandangan ini didukung oleh teori-teori konflik dan teori-teori feminis.

Dalam hukum islam seorang ibu jauh lebih berhak terhadap pemeliharaan anak dari seorang ayah. Seorang perempuan lebih didahulukan tentang masalah pemeliharaan baru berikutnya orang laki-laki. Oleh karena itu hak pemeliharaan didahulukan kepada orang-orang perempuan dari mahram anak, ditinjau dari segi nasab, kemudian baru kepada perempuan mahram dari selain ashabah. Dengan kata lain lebih diutamakan keluarga yang terdekat dan seterusnya guna menjaga rasa belas kasih terhadap si kecil.

Dari dampak negative yang kemudian berangsur positif yang ditimbulkan dari pengasuhan orang tua setelah perceraian menyebabkan timbulnya perilaku yang membawa manfaat khususnya kepada hubungan kekeluargaan anak terhadap keluarga ibu dimana anak lebih banyak berkomunikasi, maka manfaat lain yang diperoleh adalah anak lebih memahami dan lebih mengerti situasi orangtuanya terutama ibu, sehingga mereka kebanyakan tidak memberikan respon negative bahkan tidak menimbulkan problem yang ekstrim kepada ibu dan keluarga besarnya seperti yang ditunjukkan anak-anak broken home biasanya. Penyebab utama keadaan seperti tersebut adalah pengasuhan yang melekat terutama didalam pembinaan ibadah dan mental anak oleh ibu dan keluarga besar ibu. Faktor lain adalah lingkungan tempat mereka tinggal yang memberikan kontribusi positif didalam memandang kehidupan dan realita kehidupan yang harus mereka jalani.

(6)

Banyak orang beranggapan bahwa masalah perempuan adalah masalah kecil, berbeda dengan pendapat Husain bahwa masalah dunia perempuan, yaitu ketidakadilan terhadap perempuan dan subordinasi kepadanya adalah masalah besar. Baginya perempuan adalah bagian dari manusia. Ketika dijadikan nomor dua, maka ini sebenarnya adalah masalah besar bagi kemanusiaan (Nuruzzaman, 2005: 195)8.

Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, te-tapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan da-pat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

Bias gender ialah mengunggulkan salah satu jenis kelamin dalam kehidupan sosial atau kebijakan publik. Bias gender dalam pendidikan adalah realitas pendidikan yang mengunggulkan satu jenis kelamin ter-tentu sehingga menyebabkan ketimpangan gender.9 Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan ma-syarakat, terpresentasi juga dalam dunia pendidikan. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat. Sedangkan ketimpangan pada hasil pendidikan adalah perbedaan akhir pendidikan. Ketimpangan pada hasil pendidikan menunjukkan ada-nya perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada prestasi pendidikan. Prestasi di antara mereka tidak sepadan. Prestasi laki-laki lebih tinggi atau lebih baik dari pada perempuan. Ketimpangan akses pendidikan dapat berdampak pada feminisasi dalam pendidikan.

Apa yang telah terpaparkan dalam lembar sejarah pendidikan, pada kenyataannya bertolak belakang dengan apa yang terjadi di masa sesudahnya dan masa kini. Catatan sejarah yang berisikan capaian pendidikan perempuan seolah terabaikan di banyak negara Islam. Apa yang kita dapati sekarang adalah fakta bahwa pendidikan perempuan, acap kali tidak mendapatkan perhatian.

8 Zumrodi, “Pendidikan Sensitif Gender dalam Islam: Telaah Paradigmatis dalam Sejarah Intelektualisme Islam Indonesia”, Palastren, vol. 8, no. 2 (2015).

(7)

Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun keluarga berkualitas. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender adalah suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di masyarakat. Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relavan dengan tuntutan zaman, yaitu kualitas yang memiliki kaimanan dan hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali, menghayati, dan menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka pada hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, dan bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.

D. Solusi Permasalahan Gender Dan Pendidikan

Sehubungan dengan itu, sebuah jalur pendidikan yang berawal dari rumah yang menjadi

(8)

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena masing-masing akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya (QS. al-Nahl : 97). Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal (QS. al-Hujurât : 19). Kekhususan yang diperuntukkan kepada laki-laki seperti suami lebih tinggi di atas isteri, laki-laki pelindung perempuan, laki-laki memperoleh warisan lebih banyak dan diperkenankannya laki-laki berpoligami, tidak serta merta menyebabkan laki-laki menjadi hamba-hamba utama. Kelebihan-kelebihan tersebut diberikan kepada laki-laki dalam kapasitasnya sebagai anggota masyarakat yang memiliki peran publik dan sosial “lebih”3 ketika ayat-ayat al-Qur’ân tersebut diturunkan.10

Solusi permasalahan gender yang kebanyakan terjadi bahwa pendidikan biasanya membedakan antara laki-laki dan perempuan yaitu dengan cara jangan membandingkan antara laki-laki dan perempuan apalagi dizaman modern seperti sekarang. Karena dizaman modern perempuan sudah sama seperti laki-laki, dan malah banyak yang melebihi laki-laki. Contohnya Ibu Megawati Soekarno Putri beliau adalah seorang perempuan yang memimpin negara.

Seharusnya di dalam dunia pendidikan seorang guru pun memberikan kesempatan untuk murid perempuan belajar menjadi seorang pemimpin di upacara, tidak hanya memandang jika perempuan itu lemah dan tidak tegas. Malah sebaliknya murid perempuan yang diberi kesemppatan mereka akan berfikir bahwa mereka bisa menjadi seorang pemimpin dan termotivasi untuk menjadi yang terbaik.

E. Simpulan

Ketidaksetaraan gender yang masih saja berkembang terutama di negaranegara berpenghasilan rendah menjadikan perempuan tidakmemiliki kesamaan kesempatan bila dibandingkan dengan kaum laki-laki. Ketidaksetaraan gender yang terjadi diberbagai bidang kehidupan khususnya di Indonesia, seyogianya saling berkaitan satu sama lain. Kesenjangan yang terjadi dibidang pendidikan, ekonomi, sosial, serta budaya membuat kaum perempuan tidak mampu berkembang dan mengembangkan diri untuk menunjukkan aktualisasi diri mereka. Ketidaksetaraan gender terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor yang pada dasarnya berasal dari pemikiran yang ortodok dan parsial. Pemahaman patriakat yang tertanam dikalangan masyarakat kita bahwa wanita hanya bisa mengurus rumah saja menyebabkan keengganan bagi kaum perempuan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan pernikahan dan masalah biaya menjadi sebuah alasan untuk meninggalkan bangku sekolah. Hal ini banyak banyak terjadi di daerah pedesaan dan

(9)

tempat terpencil. Sayangnya kesenjangan yang ada membuat dampak yang buruk bagi perkembangan bangsa dan negara. Rendahnya pendidikan kaum perempuan menjadikan mereka merasa tidak mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, serta demi meningkatkan taraf kehidupan mereka. Yang terburuk adalah, adanya ketidaksetaraan gender berarti lemahnya sebuah pemerintahan negara.[.]

REFERENSI

Hidayat, Rakhmat, “Studi tentang Perbandingan Prestasi Akademik Siswa Laki-laki dan Perempuan di SMA 12 Bekasi”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 17, no. 4.

Ismanto, “Evaluasi Pembelajaran Perspektif Kesetaraan Gender Dalam Sistem Pendidikan Nasional”, Palastren, vol. 8, no. 2, 2015.

Mardliyah, “Isu Gender Dalam Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, vol. 25, no. 2, 2015.

Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, Dan Lembaga Pendidikan”, Karsa, vol. 19, no. 2, 2011.

Natasha, Harum, “Ketidaksetaraan Gender Bidang Pendidikan: Faktor Penyebab Dampak, Dan Solusi”, Marwah, vol. XII, no. 1, 2013.

----, “Ketidaksetaraan Gender Bidang Pendidikan: Faktor Penyebab Dampak, Dan Solusi”, Marwah, vol. XII, no. 1, 2013.

Sa’i, Mad, “Pendidikan Islam Dan Gender”, Islamuna, vol. 2, no. 1, 2015.

Solichin, Mohammad Muchlis, “Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender”, Tadris, vol. 1, no. 1, 2006.

Wahyudi Dedi, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak dengan Program Prezi.

Referensi

Dokumen terkait

Prospektif Pelibatan Mahkamah Konstitusi Dalam Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 didasarkan pada beberapa hal, antara lain: Pertama, MPR

Metode Vernam Cipher merupakan algoritma berjenis symmetric key kunci yang digunakan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi yang menggunakan kunci yang

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat islam, iman, dan ihsan kepada kita semua, terutama dalam kesempatan kali ini, sehingga

Berada pada object FORM, dan klik create form by using wizard, klik design, pilih dan klik table2, klik symbol >>, pilih dan klik table3, dan pindah field, D/K ( klik >),

Namun demikian angka completeness ini dapat dimanfaatkan sebagai angka koreksi berbagai perhitungan ukuran kematian yang dihasilkan baik dari hasil Sensus Penduduk 2010

Proses pemekatan lateks kebun dipusingkan dengan menggunakan alat sentrifugasi pada kecepatan 5000-7000 rpm (putaran permenit) sehingga menimbulkan gaya centrifugasi partikel

Apabila dalam proses pendugaan parameter di dapat persamaan akhir yang non linear maka tidak mudah memperoleh pendugaan parameter tersebut, sehingga diperlukan

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian