• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI OMBUDSMAN DALAM UPAYA ADMIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "OPTIMALISASI OMBUDSMAN DALAM UPAYA ADMIN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1. JUDUL:

OPTIMALISASI OMBUDSMAN DALAM UPAYA ADMINISTRASI

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA

2. ABSTRAK

Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya memberikan pelayanan publik harus mematuhi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Pelanggaran administrasi yang mengakibatkan kerugian bagi warga masyarakat dapat dilaporkan ke Ombudsman RI atau Pengadilan Tata Usaha Negara. Kedua lembaga ini memiliki irisan peran yang sama dalam upaya administrasi penyelesaian kasus maladministrasi. Ombudsman sebagai lembaga pengawas layanan publik oleh pejabat tata usaha negara terdapat di tiap propinsi. Mekanisme pendekatan persuasive dilakukan ombudsman selaku mediator dalam upaya administrasi. Optimalisasi peran dan potensi Ombudsman perlu didukung sehingga masyarakat lebih mudah mengakses keadilan dan pelayanan publik yang lebih prima.

Kata kunci : ombudsman, maladministrasi, upaya administrasi, tata usaha negara.

Administrative officials in carrying out its duties and functions provide the public service must comply with the General principles of Good Governanc. Administrative offences that result in harm to citizens can be reported to the Ombudsman or the Administrative Court. Both these institutions have sliced the same roles in the administration effort for resolving cases of maladministration. The Ombudsman as an institution of public service supervisors by state administrative officials in each province. Mechanism of persuasive approach made the ombudsman as a mediator in the efforts of the administration. Optimization of the role and potential of the Ombudsman needs to be supported so that the public easier access to justice and public services a more prime.

Keywords: maladministrasi, the ombudsman, administrative efforts, state adminstration.

(2)

A. PENDAHULUAN

Perselisihan masyarakat dengan penguasa tidak dapat dipungkiri dalam tatanan sebuah negara. Jumlah pengaduan yang masuk di Ombudsman setiap tahun mengalami peningkatan. Tahun 2012 terdapat 2.224 aduan sedangkan tahun sebelumnya hanya 1.867 laporan terhadap pelayanan publik oleh penyelenggara negara1. Artinya terdapat peningkatan jumlah keluahan masyarakat sebesar 8,41%. Sepertiga jumlah pengaduan tersebut ditujukan bagi pemerintahan daerah.

Otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 memberikan banyak kemajuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) sebagai pelaksana program pemerintah daerah selalu berinteraksi dengan masyarakat. 33% laporan keluhan di Ombudsman adalah mengenai pelayanan SKPD yang kurang optimal. Aduan masyarakat merupakan bukti kontrol publik terhadap kualitas pejabat tata usaha negara.

Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) adalah pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangan2. Paham negara kesejahteraan (walfare state) mendorong perluasan tanggungjawab negara dalam urusan kemasyarakatan. Sehingga dibutuhakn fungsi pengawasan kinerja pemerintahan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara salah satunya3. Kian meningkatnya kuantitas urusan pemerintahan maka kian meningkat juga potensi terjadinya maladministrasi yang mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Maladministrasi adalah tindakan administrasi yang dilakukukan pemerintah kaidah atau prinsip penyelenggaraan pemerintahan. Mereka yang menderita kerugian dari tindakan maladministrasi berhak mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai kompetensi absolute dan relative dari lembaga peradilan yang bersangkutan.

Putusan pengadilan tata usaha negara beragam dan bersifat eksekutorial ketika telah memiliki kekuatan hukum yang sah (in kracht van gewijsde). Pada kenyataannya, warga negara sebagai pengadu masih mengalami kesulitan

1

http://www.ombudsman.go.id/index.php/beritaartikel/berita/455-ombudsman-pengaduan-masyarakat-bisa-naik-20-tahun-2013.html. Diakses tanggal 10 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.

2R Soegijatno Tjakranegara. 1994.Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika. Hlm.5.

3W.Riawan Tjandra . 2009. Peradilan Tata Usaha Negara, Mendorong Terwujudnya Pemerintahan

(3)

mendapatkan keadilan karena tergugat, dalam hal ini pemerintah, masih enggan atau mengabaikan putusan yang ada. Indroharto menyampaikan dalam bukunya bahwa pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara yang telah memiliki kekuatan huku tetap pun di waktu yang akan datang tidak akan semudah yang diharapakan4.

Dua kemungkinan putusan pengadilan tidak dilaksanakan berupa pertama putusan yang membebankan kewajiban bagi tergugat atau pejabat tata usaha negara untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Misalnya mencabut suatu keputusan tata usaha atau menerbitan keputusan yang yang sesuai dengan isi amar putusan pengadilan tata usaha negara. Kedua, mematuhi perintah penetapan hakim untuk menangguhkan pelaksanaan sebuah keputusan tata usaha yang sedang disengketakan5.

Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara diperlukan untuk meningkatkan kesadaran hukum pejabat tata usaha negara. Salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prima. Pelaksanaan isi putusan pengadilan menjadi salah satu penilaian masyarakat terhadap kualitas kinerja pemerintahan. Kontrol masyarakat dibutuhkan dalam rangka optimalisasi mutu layanan pemerintah.

Ombudsman adalah salah satu lembaga negara yang dibentuk sejak tahun 2000 dan dikukuhkan lewat Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa lembaga negara adalah bagian dari kesatuan organisasi sebuah negara. Kenyataannya birokrasi pemerintah belum mampu memenuhi tuntutan masyarakat terhadap layanan yang berstandart baik, efektif dan efisien. Sejalan perkembangan kebutuhan masyarakat maka mendorong lahirnya lembaga independen, seperti Komisi Ombudsman Nasional6.

Sejalan dengan kebutuhan pengawasan atas pelayanan oleh penyelenggara negara dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersihm dan efisien.

4Indroharto. 2005. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Buku

II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 244.

5Supandi. 2005. Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

di Medan. Ringkasan Penelitian Desertasi pada Universitas Sumatera Utara. Hlm.6.

(4)

Pemerintah sebelumnya telah membentuk Komisi Ombudsman Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Kemudian lembaga ini dikuatkan melalui Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008. Pasal 1 menyebutkan:

“Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan

mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh

penyelenggara negaradan pemerintah, termasuk yang diselenggarakan oleh

Badan Usaha Milik Negara, BAdan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum

Milik Negara serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas

menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagaian atau seluruh

dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau

anggarapan pendapatan dan belanja daerah.”

Data dari Mahkamah Agung (MA) terdapat 33 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dengan jumlah putusan yang telah terpublikasi sebanyak 3.514 kasus7. Jumlah yang sangat besar untuk sengketa tata usaha negara yang ditangani oleh MA. Sedangkan aduan yang masuk ke Ombudsman terdapat sekitar dua ribu per tahunnya. Obyek konsentrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara dan Ombudsman memiliki kesamaan yakni mengenai ketidakpuasan masyarakat terhadap produk pemerintah berupa tata usaha negara sesuai Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dan peraturan yang berlaku.

Irisan focus perhatian ini menarik untuk dibahas. Timbunan perkara tata usaha negara di MA tentunya memberikan dampak pada proses hukum yang lebih lama dan sisi anggaran tidaklah sedikit. Peran ombudsman lebih dioptimalkan dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara yang dengan prosedur upaya administratif.

B. RUMUSAN MASALAH

Narasi di atas mengantarkan pada pertanyaan sebagai berikut yakni bagaimanakah kedudukan Ombudsman Republik Indonesia dalam sengketa tata usaha negara dengan upaya administratif?

7

(5)

C. METODE PENELITIAN

Penulisan makalah ini merupakan hasil dari penelitian normatif atas rumusan masalah di atas. Sumber data yang digunakan berupa data sekunder atau bahan kepustakaan yakni tidak langsung dari narasumber utama. Bahan hukum primer dan sekunder diolah untuk mendukung kajian mengenai permasalahan yang hendak diteliti.

D. LANDASAN TEORI

1. Kedudukan Lembaga Negara

Dewasa ini pembentukan lembaga negara seakan menjawab kebutuhan peningkatan peran pemerintah. R. Rhodes dalam bukunya Jimly Asshiddiqie menyampaikan variasi bentuk lembaga atau organ negara atau pemerintahan yang deconcetrated dan decentralized8. Lemabaga ini memiliki tiga peran

utama sebagai:

a. Lembaga yang mengelola tugas dari pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lainnya.

b. Melakukan pemantauan dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah pusat.

c. Mewakili kepentingan pemerinta daerah dalam berhadapan dengan pemerintah pusat.

Pasca reformasi tahun 1998, dinamika pemerintahan Indonesia

mengalami perubahan bentuk. Amandemen UUD RI 1945 dilakukan berulang adalah salah satu wujudnya. Puluhan lembaga dan komisi independen

terbentuk. Masyarakat dibuat kebingungan dengan banyaknya lemaga yang ada dengan fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah klasifikasi lembaga negara9:

a. Lembaga tinggi negara yang sederajat dan bersifat independen, yakni: 1) Presiden dan Wakil Presiden

2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

(6)

3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

4) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 5) Mahkamah Konstitusi (MK)

6) Mahkamah Agung (MA)

7) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

b. Lembaga negara dan komisi negara bersifat independen yang berdasarkan konstitusi, atau memiliki constitutional importance :

1) Komisi Yudisial (KY) 2) Bank Indonesia (BI)

3) Tentara Nasional Indonesia (TNI)

4) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) 5) Komisi Pemilihan Umum (KPU)

6) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

7) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) 8) Kejaksaan Agung10

c. Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang: 1) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

3) Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)

d. Lembaga atau komisi yang berada di lingkungan pemerintahan dan bersifat khusus:

1) Konsil Kedokteran Indonesia 2) Komisi Pendidikan Nasional

3) Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) 4) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 5) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolgi (BPPT) 6) Badan Pertanahan Nasional (BPN)

7) Badan Kepegawaian Nasional (BKN)

(7)

8) Lembaga Administrasi Negara (LAN)

e. Lembaga dan komisi di lingkungan pemerintahan lainnya: 1) Mentri dan Kementrian Negara

2) Dewan Pertimbangan Presiden 3) Komisi Hukum Nasional (KHN)

4) Komisi Ombudsman Nasional (KON)11 5) Komisi Kepolisian

6) Komisi Kejaksaan

f. Lembaga, komisi, badan hukum milik negara, atau badan hukum lainnya yang dibentuk untuk kepentingan pemerintah atau kepentingan umum lainnya:

1) Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA 2) KAmar Dagang dan Industri (KADIN) 3) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) 4) BHMN Perguruan Tinggi

5) BHMN Rumah Sakit

6) Koprs Pegawai Negeri Sipil Indonesia (KORPRI) 7) Ikatan Notaris Indonesia (INI)

8) Persatuan Advokat Indonesia (PERADI)

Rincian lembaga tersebut, saat ini mengalami penambahan misalnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasaan terhadap Perempuan, dan sebagainya. Kenyataan ini tidak hanya dialami Indonesia, namun sudah mengglobal. Menjawab bahwa birokrasi di lingkungan pemerintahan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atas pelayanan yang efektif, efisien, dan berstandar kian meningkat.

Ombudsman berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 adalah lembaga negara yang mandiri dan tidak memiliki hubungan organic dengan lembaga negara dan institusi pemerintahan lainnya.

(8)

Kedudukan ombudsman yang independen selaras dengan tugas dan kewenangannya12. Dalam ranah tata pemerintahan, semua lembaga negara berada dalam posisi yang seimbang dan saling mengkontrol. Tidak ada lembaga yang lebih superior dibanding yang lain, sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945.

2. Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dan Prinsip Good Governance Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,13. Penyelenggara negara yang bersih adalah penyelenggara negara mentaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek

korupsi, kolusi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya

Crince Le Roy mengemukakan sebelas butir Asas-asas sebagai peradilan tata usaha yang berlaku di Belanda pada tahun 1976 sebagai berikut:

a. Asas bertindak cermat (principle of carefulness).

b. Asas motivasi dalam setiap keputusan (principle motivation).

c. Asas larangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non

d. Asas kepastian hukum (principle of legal security). e. Asas keseimbangan (principle of proportionality).

f. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality). g. Asas permainan yang baik (principle of fair play).

h. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonable or prohibition of

arbitrainess).

i. Asas menanggapi penghargaan yang wajar (principle of meeting raised

expectation).

j. Asas meniadakan akibat keputusan yang batal (principle of undoing the

cosequences of unnulled decision).

(9)

k. Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi (principle of

protecting the personal way of life).

Kesebelas asas tersebut kemudian disebarluaskan oleh Kuntjoro Purbopranoto dengan menambahkan dua asas lainnya, yakni:

1) Asas kebijakan (principle of sapiently).

2) Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public

service)14.

Sejak saat itu Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik mulai banyak ditemukan dalam berbagai literatur hukum tata usaha negara di Indonesia.

Semangat good governance mulai marak sejak masa reformasi. Kebutuhan masyarakat terhadap birokrasi pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi mendorong lahirnya Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Setahun berikutnya lahirlah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai permasalahan yang sama. Mendukung pelaksanaan undang-undang tersebut, segeralah terbit empat peraturan pemerintah seperti: a. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1999 tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa. c. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.

Beberapa prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih berupa15:

a. Kepastian hukum.

14S.F. Marbun .1997.Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administrasi Di Indonesia. Cetakan Pertama. Yogjakarta: LIBERTY. Hlm.349.

(10)

b. Tertib penyelenggaraan negara c. Kepentingan umum

d. Keterbukaan e. Proporsionalitas f. Profesionalitas g. Akuntabilitas

Ketujuh asas tersebut juga tercantum dalam penjelasan Pasal 53 Ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, namun terdapat penambahan satu asas lagi. Yakni asas kepentingan umum16.

Upaya memberikan kepastian hukum bagi seseorang yang memperoleh hak berdasarkan suatu keputusan pemerintah, maka keputusan tersebut tidak dapat dicabut kembali. Penyelenggara negara didorong untuk memiliki kepatuhan terhadap norma hukum sebagai wujud penegakan supremasi hukum. Sehingga keputusan yang dibuat juga tidak diperkenankan melanggar norma hukum.

Prinsip akuntabilitas pertanggungjawaban kegiatan penyelenggaraan negara diperlukan. Menurut Willian C. Johnson yang ditulis oleh Saldi Isra17 bahwa pertanggungjawaban dapat dilakukan dengan berbagai saluran:

a. Bersifat internal-formal yang dilakukan dalam bentuk

(1) executive control, (2) budget preparation and management, (3)

rule-making procedure, (4) inspector general and auditors, (5) chief financial

officers, (6) investigative commission

b. Bersifat external-formal melalui

(1) legislative oversight, (2) budgetary review and enactment, (3)

legislative rule-making, (4) legislative veto, (5) legislative investigation,

(6) legislative casework, (7) legislative audits, (8) ratification and

(11)

appointments, (9) judicial review and takeover, (10) intergovernmental

controls, dan (11) electoral process.

c. Bersifat external-informal, dilakukan dengan bentuk :

(1) monitoring by interest/ clientele groups, (2) professional communities,

(3) informational media, dan (4) freedom of information law.

d. Bersifat internal-informal dilakukan dalam bentuk:

(1) professional standars, (2) ethical codes and values, dan (4)

whistle-blowers.

Kehadiran Ombudsman merupakan upaya pemerintah melakukan pertanggungjawaban yang bersifat external – informal yakni monitoring by interest. Melalui lembaga negara dengan fungsi pengawasan ini, pemerintah

dapat meningkatkan kinerjanya yang lebih berdaya guna dan tepat guna sebagai bagian dari upaya pelayanan publik.

Keputusan Men-PAN RI No.63 Tahun 2004 mengatur hakikat pelayaan publik yakni pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebaagai abdi masyarakat. Asas dalam pelayanan publik adalah transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban. Berdasarkan definisi tersebut, pelayanan publik dapat dibedakan dalam tiga jenis, sebagai berikut18:

a. Kelompok pelayanan administrative. Yakni pelayanan yang menghasilkan berbagai dokumen resmi yang dibutuhkan publik. Contohnya akte kelahiran, surat ijin pendirian bangunan.

b. Kelompok pelayanan barang berupa pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk barang yang dapat dimanfaatkan oleh publik. Misal jaringan listrik, telepon.

(12)

c. Kelompok pelayanan jasa, yakni pelayanan yang menghasilkan bentuk jasa yang dibutuhkan publik. Misalnya pendidikan, kesehatan.

E. PEMBAHASAAN

Ombudsman pada awal kehadirannya bernama Komisi Ombudsman Nasional (KON) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Gagasan awal pendirian Ombudsman datang semasa Presiden Abdurrahman Wahid melalui Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman19.

Kehadiran Ombudsman merupakan wujud peran serta dan pemberdaayaan masyarakat dalam fungsi pengawasan. Misi ini sejalan dengan iklim demokrasi dimana kran partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara dibuka agar penyelewengan atau tindakan semena-mena dapat diminimalisir. Negara di daratan Eropa telah memiliki lembaga ombudsman jauh sebelum Indonesia merdeka. Swedia mengenai justite ombudsman sejak tahun 1809. Perkembangan berikutnya merebak sejak tahun 1960-an, hampir tiap negara di Eropa memiliki Ombudsman sebagai fungsi monitoring kegiatan pemerintahan.

Undang-undang Noor 37 Tahun 2008 memberikan semangat baru bagi Ombudsman yang semula berbentuk komisi menjadi lembaga negara yang sejajar dengan kejaksaan atau kementrian. Rekomendasi sebagai salah satu hasil kerja investigasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum. Akibatnya banyak rekomendasi yang tidak dipatuhi atau bahkan diabaikan20. Perubahan melalui peraturan perundangan memberikan kekuatan pada rekomendasi Ombudsman yang bersifat wajib. Bagi terlapor penyelenggara negara wajib melaksanakan rekomendasi tersebut dan dapat dikenai sanksi administrative bilamana mengabaikannya. Kewenangan Ombudsman telah diperluas juga hingga menjangkau ke propinsi dan daerah.

Laporan atau aduan dari masyarakat yang diterima kemudian akan dilakukan langkah investigas. Ombudsman mengenal dua tahapan investigasi

19Antonius Sujata, dkk. 2002.Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang. Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional. hlm, 2

20Antonius Sujata. 2003.Efektifitas Ombudsman Indonesia: Kajian atas Kasus-kasus Tindak Lanjut

(13)

yakni investigasi di belakang meja. Artinya kegiatan memeriksa keputusan, surat, atau dokumen yang disampaikan pelapor untuk memperoleh kebenaran atas laporan tersebut. Tahap berikutnya adalah investigasi lapangan dengan meminta keteranngan lisan dari terlapor dan pelapor atau pihak lainnya yang berkaitan21.

Tugas dan wewenang Ombudsman dijalankan dengan memegang prinsip kepatutan, keadilan, non diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, dan kerahasiaan22. Tugas Ombudsman sebagaimana Pasal 7 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 yakni:

1. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik

2. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan

3. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman

4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik

5. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan

6. Membangun jaringan kerja

7. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

8. Melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang

Maladministrasi merupakan obyek dominan dari materi pemeriksaan Ombudsman. Dalam spectrum penyelenggaraan negara, maladministrasi dipahami secara luas mencakup penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik oleh pejabat pemerintahan. Tindakan maladministrasi tidak terbatas dalam urusan administrasi belaka, namun dapat berupa perbuatan, sikap, maupun prosedur.

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 menjelaskan pengertian maladministrasi sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum,

21Sunaryati Hartono, dkk. 2003.Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia.Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional. Hlm.30.

(14)

melampaui kewenangan, menggunakan kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan kewenangan tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat dan perseorangan.

Ombudsman memberikan indikator wujud maladministrasi yakni melakukan tindakan yang janggal (inappropriate) karena tidak melakukan sebagaimana mestinya; penyimpangan (deviate); sewenang-wenang (arbitrary); melanggar ketentuan (irregular/illegitimate); penyalahgunaan wewenang (abuse

of power); keterlambatan yang tidak perlu (undue delay) karena penundaan yang

tidak perlu; atau pelanggaran kepatutan (equity23).

Tindakan maladministrasi yang dilakukan aparatur pemerintah dapat dikarenakan adanya beberapa kondisi sebagai berikut:

1. Mis Conduct yakni melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan yang semestinya.

2. Deceitful Practice merupakan praktek tidak jujur terhadap masyarakat. 3. Corruption karena penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki.

4. Defective Policy Implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan sebuah implementasi.

5. Beureu Pathologic adalah penyakit birokrasi seperti pelayanan yang berbelit-belit, penggunan kata-kata yang banyak, bersifat kaku, pembengkakan staf, atau laporan keuangan yang cacat.

Maladministrasi dapat tersurat dalam suatu surat keputusan dari pejabat tata usaha negara yang merugikan warga masyarakat. Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berdasarkan Pasal 53 Ayat (2) UU Nomor 9 Tahun 2004, dari sudut normative yakni jika KTUN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan KTUN sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. MAnakala terdapat KTUN yang bertentangan dengan isi pasal tersebut maka masyarakat sebagai pihak yang dirugikan dapat megajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.

(15)

Penyelesaian sengketa tata usaha negara dapat dilakukan dengan tiga cara yakni:

1. Upaya Administratif, adalah prosedur yang dapat ditempu oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu KTUN (Pasal 48 Ayat(1) UU No.5 Tahun 1986)

2. Gugatan, terhadap sengketa Tata Usaha Negara yang dalam penyelesaiannya tidak tersedia peluang upaya administratif karena peraturan perundangan yang mengatur KTUN tersebut memang tidak ada ketentuan tentang upaya administratif. Atau sengketa Tata Usaha Negara yang telah melalui upaya administratif namun pelapor yang merasa dirugikan belum dapat menerima keputusan dari upaya administratif.

3. Perdamaian, yang terjadi di luar pengadilan dan dilakukan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 199124.

Penyelesaian sengketa TUN dengan upaya administrative cenderung lebih sedikit daripada gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Karena materi sengketa yang dapat ditempu upaya administratif masih terbatas. Bentuk upaya administratif yakni keberatan dan banding administratif. Keberatan merupakan prosedur yang dapat ditempuh seseorang atau badan hukum perdata terhdap KTUN yang kurang memuaskan. Penyelesaian keberatan ini dilakukan sendiri oleh Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN tersebut. Banding administratif adalah prosedur penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN tersebut.

Jumlah kasus yang diterima oleh Ombudsman tahun 2013 mengalami kenaikan 20% dari tahun sebelumnya25. Maladministrasi yang dilakukan aparatur pemerintahan ada yang termasuk dalam kategori sengketa Tata Usaha Negara dimana penyelesaiannya dapat menggunakan upaya administratif, sebagai alternatif pilihan. Sepanjang peraturan perundangan yang menaungi produk Tata

24R. Wiyono. 2007.Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.Jakarta: Sinar Grafika. Hlm.109 25

(16)

Usaha Negara tersebut mengatur peluang upaya administratif, maka upaya tersebut dapat dilakukan.

Tahapan dalam upaya administratif tersebut dapat dilakukan oleh Ombudsman sebagai lembaga pengawas pejabat atau badan tata usaha negara sebagai pelayan publik. Ombudsman memiliki kekhasan prosedur penyelesaian yakni dengan pendekatan persuasive. Ombudsman tidak melulu menyelesaikan semua pengaduan yan masuk dengan mekanisme rekomendasi. Namun dapat melakukan pendekatan dengan para pihak yang bersengeta dan bertindak sebagai mediator dalam upaya administratif apabila terdapat penyimpangan prosedur administrasi. Penyelesaian model seperti ini diharapkan lebih mampu menjembatani kebutuhan pelapor dan kepentingan terlapor.

F. KESIMPULAN & REKOMENDASI

Hakekatnya, hukum administrasi negara mengatur hubungan alat-alat pemerintahan dengan masyarakat dan memberikan jaminan perlindungan bagi warna negara dari tindakan sewenang-wenang aparatut pemerintah. Selama ini masyarakat menangkap kesan bahwa Ombudsman berseberangan dengan Pengadilan Tata Usaha Negara. Situasi demikian didukung juga dengan belum terkodifikasinya peraturan perundangan tentang administrasi negara.

Rancangan Undang-undang (RUU) Administrasi Pemerintahan masih dalam pembahasan oleh legislative. Namun dalam pembukaan dan pasalnya terdapat uraian peran Ombudsman dalam mewujudkan pelayanan pemerintah yang berkualitas. Pasal 31 RUU Administrasi Pemerintahan menguraikan bahwa keputusan administasi pemerintahan yang memberatkan penerima keputusan dapat ditarik sebagaian atau seluruhnya. Penjelasan pasal tersebut memberikan ruang penyelesaian melalui Ombudsman dengan mekanisme yang ada.

(17)

dimungkinkan namun masih diperlukan pemahaman bersama antara Mahkamah Agung, Ombudsman, dan institusi terkait lainnya.

Jumlah kantor Ombudsman yang tersebar di setiap propinsi diharapkan dapat mendukung pengembangan peran tersebut. Namun perlu juga ditingkatkan personel atau anggota dari setiap perwakilan Ombudsman di daerah. Edukasi ke masyarakat tentang tugas dan wewenang Ombudsman harus dilakukan secara berkala. Sehingga masyarakat sebagai penerima layanan publik menjadi meingkat pemahamanannya mengenai Ombudsman dan lebih mudah aksesnya untuk melakukan aduan atau keberatan.

G. DAFTAR PUSTAKA Buku:

Antonius Sujata, dkk. 2002. Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan

Masa Mendatang. Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional.

---. 2003. Efektifitas Ombudsman Indonesia: Kajian atas Kasus-kasus

Tindak Lanjut 2000–2003. Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional.

Indroharto. 2005. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata

Usaha Negara. Buku II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi.

M. Makhfudz. 2012. Hukum Administrasi Negara. Bandung: Graha Ilmu.

Ni’matul Huda. 2007. Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi.

Yogyakarta: UII Press.

R Soegijatno Tjakranegara. 1994. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Saldi Isra. 2003. Menciptakan Pemerintah yang Baik dan Bersih di Daerah. Pekanbaru: Makalah Promosi Program Studi Ilmu Hukum Kerjasama Pascasarjana Universitas Andalas dan Universitas Riau.

S.F. Marbun .1997. Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administrasi Di

(18)

Sunaryati Hartono, dkk. 2003. Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia. Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional.

Supandi. 2005. Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusan Pengadilan

Tata Usaha Negara di Medan. Ringkasan Penelitian Desertasi pada

Universitas Sumatera Utara

R. Wiyono. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika.

W. Riawan Tjandra. 2008. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

---. 2009. Peradilan Tata Usaha Negara, Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, Yogyakarta:

Penerbit Universitas Atmajaya.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional

Jurnal:

Saldi Isra. 2003. Menciptakan Pemerintah yang Baik dan Bersih di Daerah. Pekanbaru: Makalah Promosi Program Studi Ilmu Hukum Kerjasama Pascasarjana Universitas Andalas dan Universitas Riau. Mei 2003.

Nike K Rumokoy. 2010. Tinjauan terhadap Asas-asas Umum Pemerintahan yang

Baik dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan. Manado: Jurnal

(19)

http://www.ombudsman.go.id/index.php/beritaartikel/berita/455-ombudsman-pengaduan-masyarakat-bisa-naik-20-tahun-2013.html. Diakses tanggal 10

Juli 2014 pukul 21.00 WIB.

www.suarapembaruan.com/home/laporan-pengaduan-masyarakat-ke-ombudsman-meningkat/28444. Diakses tanggal 11 Juli 2014 pukul 15.50.

http://putusan.mahkamahagung.go.id/ditjen/tun/index.html?keyword=&sort_by=n

Count&sort_method=asc&mode=cari. Diakses tanggal 10 Juli 2014 pukul

Referensi

Dokumen terkait

Jika subjek tidak menjawab pertanyaan primer atau subjek memberikan informasi yang tidak berkaitan dengan pertanyaan pewawancara, maka, daripada membuat pertanyaan sekunder akan

Hal ini sejalan dengan Ardiana (2009) yang menyatakan bahwa pemberian 0,50 mg/l BAP menunjukkan pengaruh yang terbaik terhadap panjang tunas melon, serta Anis (2005)

merasa dirugikan dan menjadi hilang atau terhalang untuk mendapatkan hak-haknya tersebut karena telah diakui oleh Pemerintahan Kota Bekasi sebagai tanah miliknya

Lubis (2004:14) adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun

Dari hasil perlakuan yang sudah diberikan, dapat diketahui bahwa dengan adanya pemberian bimbingan kelompok permainan scrabble interaksi sosial pada siswa,

Berdasarkan hasil olah data lapangan didapatkan hasil penilaian yang dilakukan oleh para wisatawan berupa 40% wisatawan menilai bahwa variasi atraksi yang terdapat di Taman

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dan lama ekstraksi terhadap rendemen dan mutu minyak melati dan mengetahui perbandingan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur audit, budaya organisasi, komitmen organisasi dan pelatihan profesional memiliki pengaruh terhadap kinerja auditor,