• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan

komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan

pengusaha/pedagang dengan petani dalam rangka menjalin kerjasama bisnis. STA

merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan

pemasaran komoditas pertanian dan sekaligus sebagai bagian dari rangkaian

kegiatan agribisnis, dimana selama ini pemasaran komoditas pertanian pada

umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen,

pedagang pengumpul, pedagang besar hingga mengakibatkan kecilnya

keuntungan yang diperoleh petani serta konsumen membayar lebih mahal dari

harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya pemasaran dari produsen ke

konsumen menjadi cukup tinggi. (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara,

2008).

Fenomena lain menunjukkan bahwa jaminan pasar merupakan prasyarat

utama yang menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas, termasuk di

dalamnya indikasi tentang daya tampung dan potensi pengembangan pasar,

tingkat efisisensi distribusi, kesesuaian agroekosistem, ketersediaan dan peluang

pengembangan teknologi pertanian. Di sisi lain, pola pemasaran tidak mampu

menunjang upaya pengembangan berbagai jenis komoditas. Lemahnya posisi

rebut tawar petani serta semakin banyaknya produksi pesaing dari impor

komoditas yang sama di pasar dalam negeri, menuntut upaya peningkatan

efisiensi pemasaran dengan mengembangkan infrastuktur pemasaran

(2)

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran

untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang,

langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market), yang

terletak di sentra produksi. STA juga merupakan wadah yang dapat

mengakomodasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti layanan

informasi manajemen produksi sesuai permintaan pasar, manajemen pengadaan

sarana produksi, manajemen pasca panen (pengemasan, sortir, grading,

penyimpanan) serta kegiatan-kegiatan lainnya, seperti ruang pamer, promosi,

transportasi dan pelatihan (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000;

Tanjung, 2001; Sukmadinata, 2001 dalam Pujiharto, 2010).

Sasaran utama pembangunan Sub Terminal Agribisnis pada dasarnya

adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar. Sasaran

lainnya adalah mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produk, sekaligus

mengubah pola pikir ke arah agribisnis sehingga menjadi salah satu sumber

pendapatan asli daerah serta mengembangkan akses pasar (Dinas Pertanian

Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen

Pertanian (2006), pada dasarnya tugas dan fungsi STA diarahkan pada usaha

pemasaran dan pembinaan terhadap petani produsen lewat kelompok. Dengan

demikian STA bertugas untuk :

1. Melayani konsumen umum ataupun konsumen lembaga seperti pasar induk,

supermarket, eksportir, maupun melakukan perdagangan antar daerah/antar

(3)

2. Selain menjual secara langsung pada kios/lapak-lapak yang disediakan, STA

juga melakukan sistem penjualan melalui mekanisme lelang yang dikelola

oleh manajemen STA, baik dengan lelang secara langsung (spot) maupun

berjangka (forward);

3. Mengarahkan petani untuk memproduksi komoditi pertanian sesuai dengan

permintaan pasar atau mitra pasar STA (sesuai informasi pasar yang

disampaikan STA).

4. Mendampingi Gapoktan agar mampu dalam manajemen usaha, penanganan

teknis pasca panen, penanganan mutu, packaging, kemitraan dan pemasaran

serta mampu mendapatkan kredit dari sumber permodalan seperti Koperasi,

Lembaga Keuangan Mikro, dan Perbankan (SP3).

STA dinilai memadai bila memiliki sarana dan prasarana sebagai faktor

penggerak pembangunan, yaitu : (1) infrastruktur fisik berupa bangunan utama

untuk transaksi jual beli, (2) tempat penanganan pasca panen (pencucian, sortasi,

pengepakan) serta gudang sebagai tempat penyimpanan, (3) sarana seperti

keranjang, timbangan dan meja, (4) kantor pengelola, (5) tempat bongkar muat

dan jasa angkut, serta (6) prasarana jalan termasuk tempat parkir.

Pemasaran yang terjadi di STA diharapkan lebih efisien dibandingkan

dengan pemasaran di pasar-pasar biasa. Kegiatan jual beli yang berlangsung di

STA terjadi antara penjual produk hortikultuta sayuran dataran tinggi dalam hal

ini produsen (petani) atau pedagang pengumpul dengan pembeli baik pedagang

besar maupun konsumen dengan cara negosiasi (tawar menawar) dengan patokan

(4)

Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, struktur organisasi dan

manajemen STA harus dilakukan secara terpadu dan profesional. Kepengurusan

STA harus terdiri dari orang-orang yang banyak terlibat dalam struktur pemasaran

dan komoditi agribisnis yang ditangani di daerah yang bersangkutan, serta

memiliki kemampuan manajemen yang memadai. Pengelolaan STA tidak hanya

mengutamakan aspek komersialisasi pemasaran, melainkan juga aspek pelayanan

pemasaran. Struktur organisasi STA sebagaimana pada Gambar 1 (Ditjen P2HP

Departemen Pertanian, 2006).

Gambar 1. Struktur Organisasi STA Badan Musyawarah -Fasilitas Umum dan

Penunjang

- Tata Tertib Pengelolaan

Perencanaan dan Pengadaan

Produk

Pemasaran Promosi dan

Informasi Pasar Simpan Pinjam

(5)

2.2. Penelitian Terdahulu

Sobang (2007), meneliti Pengaruh Pembangunan Sub Terminal Agribisnis

Mantung Terhadap Pedagang Konsumen dan Pemberdayaan Ekonomi Daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan Sub Terminal Agribisnis

Mantung berpengaruh terhadap pemberdayaan ekonomi daerah yaitu berpengaruh

terhadap Pendapatan Asli Daerah, tidak berpengaruh terhadap persepsi pedagang

tentang pendapatan dan kualitas sayuran yang diperoleh dari petani khususnya

pedagang di tingkat kecamatan Pujon sedangkan bagi pedagang di STA Mantung,

adanya pembangunan STA Mantung memberikan pengaruh terhadap persepsi

pedagang tentang pendapatan dan kualitas sayuran yang diperoleh. Pembangunan

STA Mantung berpengaruh terhadap kuantitas komoditas sayuran yang diperoleh

pedagang di tingkat kecamatan Pujon tetapi tidak berpengaruh terhadap

pendapatan. Sedangkan bagi pedagang di STA Mantung, adanya pembangunan

STA Mantung memberikan pengaruh terhadap kuantitas dan pendapatan yang

diperoleh. Pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap persepsi konsumen

baik konsumen yang berasal dari luar kecamatan Pujon maupun konsumen yang

setiap hari berbelanja tentang kualitas dan kuantitas sayuran yang diperoleh dari

pedagang. Demikian halnya bagi konsumen yang setiap hari berbelanja di STA

Mantung bahwa pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap kualitas dan

kuantitas sayuran yang diperoleh dari pedagang.

Suranto (2010), meneliti Manajemen dan Tingkat Kepuasan Pedagang

Pengguna pada Sub Terminal Agribisnis Sewukan di Kabupaten Magelang.

Metode analisis data dengan menggunakan regresi linier berganda (multiple linear

(6)

pengorganisasian berpengaruh positif, sedangkan fungsi perencanaan,

pelaksanaan pengendalian, dan evaluasi tidak berpengaruh nyata dalam pengelola

di STA Sewukan Magelang, 2) Manajemen STA Sewukan Magelang yang

dilakukan oleh pengelola STA yang meliputi : Perencanaan dengan total skor 4,2

(sangat baik), pengorganisasian dengan total skor 3,9 (mampu), pelaksanaan

dengan total skor 4,3 (sangat mampu), pengendalian dan evaluasi dengan total

skor 4,0 (sangat mampu), 3) Rata-rata tingkat pendapatan pedagang pengguna

STA Sewukan setiap harinya sebesar Rp. 365.675,- 4) Persepsi pedagang STA

Sewukan terhadap kondisi tempat adalah nyaman, terhadap tingkat pelayanan

adalah memadai, dan terhadap harga sewa lokasi cukup sesuai dan tidak

memberatkan 5) Secara partial kondisi tempat berpengaruh nyata terhadap

pendapatan pedagang STA Sewukan, tingkat pelayanan dan harga sewa lokasi

tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang STA Sewukan,

6) Pedagang di STA Sewukan sangat puas terhadap STA yang ada di Sewukan

Magelang.

Paramastri (2011), meneliti Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub

Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat. Tujuan penelitian ini

adalah (1) mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, (2)

menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, dan (3)

menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya.

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program

(7)

menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer). Hasil

optimalisasi menunjukkan bahwa alokasi buah pepaya yang dilakukan STA sudah

baik, tercermin dari perbedaan total biaya distribusi yang tidak besar. Namun

dalam hal penerimaan, nilai penjualan yang dihasilkan cukup berbeda jauh

sehingga berdampak pada kecilnya laba yang diperoleh. Nilai penjualan yang

kecil tersebut terjadi akibat banyaknya buah pepaya yang diretur atau

dikembalikan. Oleh karena itu STA sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi

produk yang tidak diterima karena besarnya jumlah produk yang tidak diterima

sangat berpengaruh pada ketidakefisienan distribusi optimal.

Saswita (2010), meneliti Perbedaan Pendapatan Petani yang Menggunakan

Sub Terminal Agribisnis (STA) Dengan yang Tidak Menggunakan STA Sebagai

Lembaga Pemasaran Di Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat. Metode yang

digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan regresi linier berganda dan

deskrptif kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa STA tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani di Kota Payakumbuh,

tetapi setelah dilakukan analisis regresi masing-masing untuk petani pengguna

STA dan petani yang tidak menggunakan STA diperoleh hasil bahwa terdapat

peningkatan pendapatan yang lebih tinggi untuk petani yang menggunakan STA

dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan STA.

2.3. Landasan Teori

Menurut Mubyarto (1989), istilah tataniaga diartikan sama dengan

pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi

membawa atau menyampaikan barang dari produksi ke konsumen. Kotler (2005),

(8)

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa

yang bernilai dengan pihak lain.

Pemasaran hasil sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah usaha masih

menjadi kendala utama bagi petani kita. Posisi petani dalam rantai tata niaga

(pemasaran) sangat lemah. Beberapa sebab yang menjadikan lemahnya posisi

petani dalam rantai tata niaga adalah pertama, market share (pangsa pasar) petani

relatif terbatas, sehingga petani hanya akan bertindak sebagai penerima harga,

bukan penentu harga. Kedua, komoditas yang dihasilkan umumnya cepat rusak,

sehingga mengharuskan untuk menjualnya secepat mungkin. Ketiga, lokasi

produksi yang relatif terpencil sehingga kesulitan akses transportasi pengangkutan

hasil produksi. Faktor keempat adalah kurangnya informasi harga, kualitas dan

kuantitas yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat petani dengan

mudah diperdaya oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung

dengan petani. Kelima, kebijakan pemerintah masih jauh dari menguntungkan

petani. Kebijakan-kebijakan yang ada lebih menguntungkan mereka-mereka yang

terlibat dalam rantai tata niaga ketimbang petani. Dan faktor kelima inilah yang

selalu dipandang menjadi biang keladi miskinnya kaum tani (Indonesia di Mata

Kaumbiasa, 2011).

Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda.

Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen.

Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke

tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut

(9)

khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapai pada

pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain (Syahza A, 2008) :

1. Kesinambungan produksi

Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil pertanian

berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu : a) volume

produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil, b) produksi

bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, c)

lokasi usahatani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses

pengumpulan produksi, sehingga memperbesar biaya pemasaran, d) sifat

produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat.

2. Kurang memadainya pasar

Kurang memdainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara

penetapan harga dan pembayaran. Ada 3 cara penetapan harga jual produk

pertanian yaitu : a) sesuai dengan harga yang berlaku, b) tawar menawar, c)

dan borongan.

3. Panjangnya saluran pemasaran

Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang

dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang

dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang.

4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar

Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas

karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan

(10)

5. Berfluktuasinya harga

Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari

perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga

dapat terjadi dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang. Pada saat

musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim

harga meningkat drastis.

6. Kurang tersedianya informasi pasar

Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi,

dimana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan

keuntungan terbaik.

7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran

Produsen atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan

pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam

jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui.

8. Rendahnya kualitas produksi

Rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan karena penanganan yang

dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan

kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan

dengan baik. Masalah mutu juga ditentukan pada kegiatan pasca panen,

seperti melalui standarisasi dan grading.

9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh

fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra

(11)

Beberapa fungsi penting dalam pemasaran hasil pertanian antara lain

fungsi penyimpanan, transportasi, grading dan standardisasi, serta periklanan.

Fungsi penyimpanan dimaksudkan untuk menyeimbangkan periode panen dan

periode paceklik. Ada empat alasan pentingnya penyimpanan untuk

produk-produk pertanian, yaitu : a). produk-produk bersifat musiman, b). adanya permintaan akan

produk pertanian yang berbeda sepanjang tahun, c). perlunya waktu untuk

menyalurkan produk dari produsen ke konsumen, d). perlunya stok persediaan

produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen.

Fungsi transportasi dimaksudkan untuk menjadikan suatu produk berguna

dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen. Biaya transportasi

ditentukan oleh: a). lokasi produksi, b). area pasar yang dilayani, c). bentuk

produk yang dipasarkan, d). ukuran dan kualitas produk yang dipasarkan.

Fungsi standardisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan

dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui

saluran pemasaran. Grading atau penyortiran produk-produk ke dalam satuan

atau unit tertentu, standardisasi atau justifikasi kualitas yang seragam antara

pembeli dan penjual, antar tempat dan antar waktu.

Fungsi periklanan dimaksudkan untuk menginformasikan ke konsumen

apa yang tersedia untuk dibeli dan untuk mengubah permintaan atas suatu produk.

Masalah yang timbul dalam periklanan produk pertanian terutama berkaitan

dengan karakteristik produk pertanian itu sendiri (Anindita, 2004).

Pada dasarnya kegiatan pemasaran komoditas hasil pertanian Indonesia

selama ini sangat dipengaruhi oleh adanya keterkaitan antara para petani dengan

(12)

terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian tersebut (Anugrah, 2004).

Menurut Nuhung (2002) dalam Rizal M. (2010), terdapat beberapa tipe pengusaha

perantara antara lain:

1. Pedagang Pengumpul, yaitu pedagang yang mengumpulkan barang-barang

hasil pertanian dari pengusaha atau petani produsen dan kemudian

memasarkannya kembali dalam partai besar kepada pedagang lain.

2. Pedagang Besar, yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang

pengumpul atau langsung dari pengusaha/produsen, serta menjual kembali

kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pembeli untuk industri,

lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang

sama pada konsumen akhir.

3. Pedagang Pengecer, yaitu pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke

konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen

dalam partai kecil.

Dari kondisi empiris sistem pemasaran yang ada maka secara umum

sistem pemasaran komoditas tanaman pangan dan hortikultura dapat dilihat pada

Gambar 2.

Sebagian besar petani, terutama petani dengan skala usaha kecil dan

menengah lebih banyak memasarkan produksinya melalui pedagang pengumpul

desa, selain itu ada juga ke pedagang kecamatan (bandar) atau bahkan ke

pedagang dari pasar induk dan pedagang besar lainnya yang datang langsung ke

(13)

Keterangan : sudah biasa dilakukan kadang-kadang dilakukan Sumber : Anugrah, 2004

Gambar 2. Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi

Alur pemasaran lainnya adalah petani menjual ke pedagang pengumpul

kemudian dari pedagang pengumpul dipasarkan ke pedagang besar bahkan kepada

pedagang dari pasar induk. Bagi para petani dengan usaha tani skala besar,

pemasaran produksi juga kadang-kadang dilakukan langsung ke pedagang pasar

induk.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kehadiran STA Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten

Asahan seyogyanya menjadi pusat transaksi bisnis hasil pertanian lokal. Dengan

menelaah faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi, maka dapat

dirumuskan strategi untuk mengoptimalkan peranan STA. Dengan optimalnya Petani

Kelompok Tani

Pasar Kecamatan

Pedagang besar/ bandar Pedagang pengumpul

desa/ kecamatan

Pedagang pasar induk A

(14)

peranan STA, maka secara langsung juga akan meningkatkan pemasaran hasil

produksi sayur-sayuran dan menjadi pusat transaksi bisnis. Dengan demikian

STA diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup petani di Kabupaten Asahan

dan juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Gambar 3. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Dinas Pertanian Kab. Asahan

Strategi

Strengths Weaknesses Opportunities Threats STA Hessa Air Genting

Pedagang Petani

Faktor Internal

- Kec. Kisaran Timur

- Kec. Sei Dadap

- Kec. Air Batu

- Kec. Air Joman

- Kec.Simpang Empat

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi STA
Gambar 2. Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi
Gambar 3.  Skema Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Seperti halnya pada kemampuan berpikir formal, realitas yang menunjukkan adanya hubungan antara kecerdasan visual-spasial dengan kemampuan menggambarkan bentuk molekul

Intermoda Transportasi adalah Pengangkutan barang atau penumpang dari tempat asal sampai.. ketempat tujuan dengan menggunakan lebih dari satu moda transport tanpa terputus

Pada hydrocephalus yang tidak berhubungan (obstruksi), yang terjadi lebih sering daripada jenis yang lain, cairan cerebrospinal dari ventrikel tidak dapat mencapai rongga

Paradigma kegiatan guru-siswa di kelas, pada umumnya masih bersifat kumunikasi satu arah, guru mengajar dan siswa belajar, guru pemain dan siswa penonton, yang

HADAR NAFIS GUMAY SIGIT PAMUNGKAS, S.IP.,

(b) Rajah 7 menunjukkan jenis jenis hakisan tanah, nyatakan jenis hakisan tanah tersebut dalam dalam ruangan yang disediakan..

Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Natuna Nomor KPTS.05/DPRD/2006 tanggal 22 Maret 2006