• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Sambang Darah (Excoecaria Cochinchinensis Lour.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Sambang Darah (Excoecaria Cochinchinensis Lour.)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Sambang Darah

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Sambang Darah

Sistematika tumbuhan Sambang Darah adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Excoecaria

Spesies : Excoecaria cochinchinensis Lour. Nama Lokal : Sambang Darah

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Sambang Darah

(2)

banyak daripada bunga betina. Buah tiga keping, bundar, dengan diameter sekitar 1 cm. Mudah diperbanyak dengan stek batang atau cangkokan.

Kandungan kimia dari tumbuhan sambang darah adalah Tanin, asam bahenat, triterpenoid eksokarol, silosterol. Getahnya mengandung resin dan senyawa yang sangat beracun (Dalimartha, 2003).

2.1.3 Khasiat Tumbuhan Sambang Darah

Tumbuhan sambang darah digunakan untuk mengatasi gangguan yang berhubungan dengan pendarahan seperti haid terlalu berlebihan, muntah darah, batuk darah. Penyakit lain amandel dan disentri. Sebagai obat luar untuk eksim, gatal-gatal, dan kulit bersisik (Anonim, 2010). Daunnya biasanya digunakan rakyat Vietnam untuk mengobati berbagai penyakit, seperti diare berkepanjangan dan disentri (Do T. L, 1991).

2.2 Klasifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam berbagai bahan alam, berkembang juga system klasifikasi senyawa yang berasal dari bahan alam, tetapi biasanya ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan, antara lain :

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia

Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul, yaitu : a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak, gula, dan

hampir semua asam amino.

b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan beberapa alkaloid.

c. Senyawa benzoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.

(3)

Karena klasifikasi ini hanya didasarkan pada kerangka molekul, banyak molekul bahan alam yang terkait akan masuk ke dalam lebih dari satu golongan. Misalnya geraniol, farnesol, dan skualena termasuk golongan a, dan timol termasuk golongan c, namun berdasarkan pertimbangan biogenetic, molekul-molekul tersebut diperlakukan seperti terpenoid dan steroid pada golongan b.

2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi

Biasanya pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan pengalaman empiric khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Oleh karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan atau bahan alam lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat farmakologi ekstrak, diikuti dengan isolasi komponen murni.

Sebenarnya hampir separuh dari obat yang digunakan sekarang adalah bahan alam, seperti berbagai jenis alkaloid, antibiotik atau steroid. Oleh karena itu, suatu klasifikasi yang menggunakan landasan aktivitas fisiologi banyak digunakan, misalnya hormone, vitamin, antiobiotik, dan mikotoksin. Walaupun senyawa yang termasuk dalam golongan itu memiliki berbagai struktur dan asal-usul biosintetik, aspek dan aktivitas yang dimilikinya sama.

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

(4)

Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan sangat pesat karena berkembangnya metode ekstraksi, isolasi, dan karakterisasinya. Hal ini mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang disebut kemotaksonomi

(chemotaxonomy) atau sistematik kimia (chemosystematic) yang mengarah ke

pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan. Dengan kata lain, isi kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi dan klasifikasi tumbuhan.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan tanpa perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi pembentukan yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut telah dibuktikan secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis. Sebagian besar, bahkan hampir semua senyawa kandungan kimia bahan alam adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa organik ini adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan autotropik atau diperoleh dari organism heterotrof.

(5)

2.3 Senyawa Flavonoida

Istilah “flavonoid” dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, dimana terdapat suatu jembatan oksigen di antara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak di sebelah cincin B, membentuk cincin tipe 4-piron. Senyawa heterosiklis ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Senyawa-senyawa flavonoid biasanya terdapat dalam sel-sel jaringan dalam bunga. Banyaknya ragam warna yang ada dalam bunga, terutama disebabkan karena adanya senyawa-senyawa flavonoid, terutama antosianin yang merupakan pigmen tumbuhan yang penting setelah klorofil dan karotena (Manitto, 1992).

Senyawa flavonoid diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA, yang bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal triketida. Oleh karena itu flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.

(6)

Selain flavonoid, golongan bahan alam lain yang memberikan rasa kesat dan pahit dan sering dijumpai bersamaan dalam tanaman adalah senyawa tannin. Golongan ini terdiri atas senyawa polifenol larut-air, yang memiliki bobot molekul yang tinggi. Secara garis besar, tannin terbagi menjadi dua golongan yaitu tannin dapat terhidrolisis, yang terbentuk dari esterifikasi gula (misalnya glukosa) dengan asam fenolat sederhana yang merupakan tannin turunan-sikimat (misalnya asam galat), dan tannin tidak dapat terhidrolisis, yang kadang disebut sebagai tannin terkondensasi, yang berasal dari reaksi polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid. Sesuai dengan namanya, tannin dapat terhidrolisis dapat dihidrolisis oleh basa untuk membentuk asam sederhana dan gula. Sifat utama tanin ini adalah kemampuannya berikatan dengan protein. Senyawa ini digunakan untuk menyamak kulit, menjernihkan bir dan sebagai astringen dalam sediaan farmasi. Tanin tersebar luas di dunia tanaman dan dapat diproduksi oleh tanaman sebagai penghalang pakan, karena ikatannya dengan protein membuat tanaman ini tidak menarik untuk dimakan (Heinrich dkk, 2009).

2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.

C C C

A B

(7)

Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid adalah sebagai berikut :

(Robinson, 1995)

2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Di alam flavonoida terdapat dalam berbagai bentuk. Hal ini disebabkan adanya modifikasi lebih lanjut seperti dimerisasi, glikosilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, pembentukan bisulfat, yang diuraikan sebagai berikut :

1. Flavonoida O-glikosida

Flavonoida biasanya terdapat sebagai flavonoida O-glikosida. Pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air ataupun cairan. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa juga sering ditemukan.

2. Flavonoida C-glikosida

Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan gula pada O-glikosida.

(8)

3. Flavonoida Sulfat

Flavonoida sulfat adalah golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada suatu gula.

4. Biflavonoida

Biflavonoida merupakan flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Banyak sifat fisika dan kimia biflavonoida menyerupai sifat monoflavonoida pembentuknya dan akibatnya kadang-kadang biflavonoida sukar dikenali. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida.

5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik

(9)

Menurut Harborne (1987), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida. Semua flavonoida menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon dan memiliki sifat tertentu yaitu:

Tabel 2.1 Sifat Golongan Flavonoida Golongan

flavonoida

Penyebaran Ciri khas

Antosianin

Terutama tidak berwarna, dalam daun tumbuhan yang berkayu.

Terutama ko-pigmen tidak berwarna dalam bunga sianik dan asianik tersebar luas dalam daun.

Seperti flavonol

Seperti flavonol

Tidak berwarna dan hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae

Pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain

Tidak berwarna, dalam daun dan buah (terutama dalam Citrus)

Tidak berwarna, sering kali dalam akar, hanya terdapat dalam suku Leguminosae

Larut dalam air, λ maks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

Menghasilkan antosianidin bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.

Setelah hidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari sinar UV, maksimal spektrum pada 330 – 350 nm. Setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal mak-simal spektrum pada 330-350 nm.

Mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C, bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa. Pada kromatogram BAA berupa bercak redup dengan RF tinggi .

Dengan amonia berwarna merah (perubahan warna dapat diamati in situ), maksimal spektrum 370-410 nm.

Berwarna merah kuat dengan Mg/HCl, kadang – kadang sangat pahit .

(10)

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu:

1. Flavonol

Flavonol sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuarsetin dan miresetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi.Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

O

O O

O

(11)

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O

O

O

(12)

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

O

O

OH

O

OH

O

(13)

8. Antosianidin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu dan biru dalam daun, bunga dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan struktur aromatik tunggal yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

9. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air.

O

O

(14)

10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia.

2.3.3. Sifat Kelarutan Flavonoida

Flavonoid yang berupa aglikon merupakan golongan polifenol yang memiliki sifat senyawa fenol yaitu bersifat agak asam, oleh karena itu dapat larut dalam basa. Namun apabila terlalu lama dibiarkan di dalam larutan basa dan terdapat cukup banyak oksigen, maka dapat terjadi penguraian pada senyawa tersebut. Senyawa flavonoid termasuk senyawa polar, karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil ataupun suatu gugus gula. Hal ini memungkinkan flavonoid dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol, aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Keberadaan gugus gula yang terikat pada flavonoid (glikosida) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah terlarut dalam air. Hal ini memberikan pilihan pelarut yang luas karena air dapat dicampurkan dengan pelarut-pelarut di atas. Namun hal sebaliknya tidak berlaku pada aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

O

O

(15)

2.4. Teknik Pemisahan 2.4.1. Ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi dapat digunakan untuk mengekstrak suatu konstituen dalam suatu bahan tanaman, yang diantaranya adalah maserasi, perkolasi, ekstraksi sokletasi, ekstraksi pelarut bertekanan, ekstraksi dengan refluks, dan destilasi uap. Dalam ekstraksi padat-cair, bahan tanaman ditempatkan dalam sebuah wadah, dan dibiarkan terjadi kontak dengan pelarut. Proses yang terjadi dari seluruh proses dinamis tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pertama pelarut akan berdifusi ke dalam sel, kemudian pelarut akan melarutkan metabolit, dan pada proses akhir pelarut akan berdifusi keluat dari sel bersama dengan metabolit (Sarker, 2007).

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, namun yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin. Dengan cara ini bahan kering diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya semakin tinggi, yaitu heksana, kloroform, etil asetat, aseton, metanol, dan air. Keuntungan utama dari cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstraksi tidak dipanaskan sehingga sangat kecil kemungkinan bahan alam tidak terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam berdasarkan kelarutannnya dan polaritasnya dalam pelarut. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, walaupun beberapa senyawa memiliki kelarutan yang terbatas dalam pelarut pada suhu kamar (Heinrich dkk, 2009).

2.4.2. Kromatografi

(16)

terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak. Kekuatan tarik fase diam terhadap solute menghasilkan suatu perlambatan pergerakan untuk melewati sistem (Braithwaite, 1999)

Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat adalah : (1) kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2) kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan), dan (3) kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian). Dalam sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut.

Fase padat yang bertindak sebagai fase diam dalam kromatografi cair-padat (KCP) ataupun gas-padat (KGP) disebut sebagai adsorben atau penjerap, sedangkan bahan tempat melekatnya fase diam disebut sebagai penyangga. Jika fase gerak digerakkan melalui fase diam untuk menghasilkan pemisahan kromatografi, proses ini dikenal sebagai pengembangan. Setelah senyawa-senyawa dipisahkan dengan pengembangan, hasilnya didekteksi atau divisualisasi. Jika senyawa-senyawa yang dipisahkan benar-benar dikeluarkan dari sistem, maka senyawa itu telah dielusi atau elusi telah terjadi. Senyawa yang dipisahkan biasanya disebut sebagai linarut, atau secara kelompok disebut cuplikan. Dan hasil keseluruhan dari kromatografi disebut sebagai kromatogram (Gritter, 1991).

2.4.2.1. Kromatografi Lapis Tipis

(17)

dihasilkan sangat rapat, sehingga memungkinkan untuk mendeteksi senyawa dalam konsentrasi rendah. Senyawa yang dipisahkan dapat didekteksi dengan semprotan korosif pada suhu tinggi, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada kromatografi kertas.

Hal yang harus diperhatikan adalah atmosfer ruang pemisahan harus jenuh dengan pelarut, karena menentukan besar kecilnya nilai Rf. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan wadah yang sekecil mungkin, dan menghubungkan dinding dengan kertas yang terendam dalam pelarut. Pengembangan pelarut dalam lempeng biasanya menggunakan teknik ascending, yang berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan teknik descending. Letak senyawa hasil pemisahan dapat diketahui dengan menyemprot lempeng tipis dengan pereaksi atau dengan scanning bila menggunakan senyawa radioaktif (Bintang, 2010).

Kromatografi lapis tipis menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan penyerap (misalnya silica gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah bahan yang akan dimuat ke dalam lempeng. Pelapisan ke dalam lempeng analisis biasanya memiliki ketebalan 0,2 mm; lempeng preparatif memiliki ketebalan hingga 1-2 cm. Campuran senyawa diisikan 1-2 cm dari tepi dasar lempeng berupa bercak ataupun pita memanjang. Lempeng kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi berisi pelarut yang telah ditentukan sebelumnya yang akan meresap naik di dalam lempeng dan memisahkan campuran senyawa berdasarkan polaritas komponennya. Lempeng lapis-penyerap sering menggunakan indikator fluoresensi (F254) sehingga bahan alam yang mengabsorpsi sinar UV gelombang pendek (254 nm) akan tampak sebagai bercak hitam pada latar hijau. Pada sinar UV gelombang-panjang, senyawa tertentu dapat menampakkan fluoresensi biru atau kuning terang. Baik sifat absorbans UV maupun fluoresensi dapat digunakan untuk memantau pemisahan senyawa pada lempeng KLT. Metode ini memiliki sejumlah keuntungan untuk anailsis dan isolasi bahan alam yang aktif secara biologis :

a. Biayanya murah dibandingkan metode instrumental dan hanya butuh sedikit pelatihan atau pengetahuan tentang kromatografi.

(18)

c. Fleksibilitas dalam pemilihan fase gerak dan fase diam

d. Pemisahan mudah dioptimalkan dengan menargetkan satu komponen dan metode dapat segera dikembangkan.

e. Secara praktis semua pemisahan dapat dicapai dengan fase gerak dan fase diam yang tepat.

f. Sejumlah besar sampel dapat dianalisis atau dipisahkan secara simultan (Heinrich dkk, 2009).

Banyak sistem pelarut yang berbeda telah digunakan untuk pemisahan flavonoid dengan menggunakan KLT, antara lain :

Tabel 2.2 Sistem Pelarut pada Kromatografi lapis tipis untuk senyawa flavonoid

Sampel Eluen

Aglikon Flavonoid EtOAc-i-PrOH-H2O, 100:17:13 EtOAc-CHCl3, 60:40

CHCl3-MeOH, 96:4

Toluene-CHCl3-MeCOMe, 8:5:7 Toluene–HCOOEt–HCOOH, 5:4:1 Toluene–EtOAc–HCOOH, 10:4:1 Toluene–EtOAc–HCOOH, 58:33:9 Toluene–EtCOMe–HCOOH, 18:5:1 Toluene–dioxane–HOAc, 90:25:4 Flavonoid Glikosida n-BuOH–HOAc–H2O, 65:15:25

n-BuOH–HOAc–H2O, 3:1:1 EtOAc–MeOH–H2O, 50:3:10

EtOAc–MeOH–HCOOH–H2O, 50:2:3:6 EtOAc–EtOH–HCOOH–H2O,

100:11:11:26

(19)

EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 100:11:11:26

EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 25:2:2:4 THF–toluene–HCOOH–H2O, 16:8:2:1 CHCl3–MeCOMe–HCOOH, 50:33:17 CHCl3–EtOAc–MeCOMe, 5:1:4 CHCl3–MeOH–H2O, 65:45:12 CHCl3–MeOH–H2O, 40:10:1

MeCOMe–butanone–HCOOH, 10:7:1 MeOH–butanone–H2O, 8:1:1

Flavonoid glukuronida EtOAc–Et2O–dioxane–HCOOH–H2O, 30:50:15:3:2

EtOAc–EtCOMe–HCOOH–H2O, 60:35:3:2

Aglikon Flavanone CH2Cl2–HOAc–H2O, 2:1:1 Flavanone glikosida CHCl3–HOAc, 100:4

CHCl3–MeOH–HOAc, 90:5:5

n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:5 (upper layer)

Khalkon EtOAc–hexane, 1:1

Isoflavon CHCl3–MeOH, 92:8

CHCl3–MeOH, 3:1

Isoflavon glikosida n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:5 (upper layer)

Dihidroflavonol CHCl3–MeOH–HOAc, 7:1:1

Biflavonoid CHCl3–MeCOMe–HCOOH, 75:16.5:8.5

Toluene–HCOOEt–HCOOH, 5:4:1 Antosianidin dan Antosianin EtOAc–HCOOH–2 M HCl, 85:6:9

n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:2

(20)

EtOAc–butanone–HCOOH–H2O, 6:3:1:1

Proantosianidin EtOAc–MeOH–H2O, 79:11:10

EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 30:1.2:0.8:8

(Andersen, 2006)

2.4.2.2. Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan di dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari kolom. Untuk pemisahan normal, nisbah bobot 30 : 1 ternyata memadai jika pemisahan tidak terlalu sulit, yang biasanya ditunjukkan dengan bercak-bercak yang letaknya berjauhan pada KLT. Jika pemisahan lebih sulit, harus digunakan nisbah penjerap : linarut yang lebih tinggi yaitu 100 : 1 atau bahkan 300 : 1, dan lebih sering digunakan kolom kecil panjang.

Ukuran partikel penjerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250 µm untuk kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi. Kolom yang dijalankan memakai tekanan udara atau pompa, biasanya mengandung partikel 40-63 µm atau lebih halus. Penjerap KLT biasanya dapat melewati ayakan 250 mesh dan mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari 63 µm (Gritter, 1991).

(21)

kromatografi. Kolom kromatogafi biasanya terbuat dari gelas. Panjang kolom biasanya disesuaikan dengan jumlah komponen yang akan dianalisis dalam suatu senyawa, sedangkan lebar kolom disesuaikan dengan jumlah senyawa yang akan dianalisis. Bahan yang dapat dipakai untuk sediaan kromatografi sebagai pengisi kolom cukup banyak jenisnya. Selama proses kesetimbangan dengan pelarut, bahan pengisi kolom dibiarkan mengendap, dan partikel-partikel halus yang tertinggal dalam suspensi dibuang dengan cara dekantasi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka laju alir pelarut yang menuruni kolom akan menurun karena tersumbat oleh partikel-partikel halus.

Kolom kromatografi harus benar-benar padat, bahan kolom kira-kira sepertiga pelarutnya. Suspensi akan tetap tinggal pada kolom, sedangkan kelebihan pelarut akan turun meninggalkan kolom. Lebih baik pada proses turunnya pelarut pada kolom dibantu dengan membuka kran agar larutan menetes, sehingga isi kolom lebih cepat turun. Saat meneteskan sampel dengan pada permukaan kolom, sebaiknya kran kolom dibuka, agar eluen menetes dan sampel masuk ke dalam kolom.

Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen di antara fase gerak dan fase diam berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Komponen akan bergerak lebih cepat meninggalkan kolom bila molekul-molekul komponen tersebut berinteraksi secara lemah dengan fase diam. Daya interaksi komponen yang akan dipisahkan dengan fase diam sangat menentukan tingkat keberhasilan kromatografi (Bintang, 2010).

2.4.2.3. Harga Rf (Reterdation Factor)

(22)

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1996)

2.5 Teknik Spektroskopi

Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi antara energi cahaya dan materi. Warna-warna yang tampak dan fakta bahwa orang bisa melihat, adalah akibat-akibat absorpsi energi oleh senyawaan organik maupun anorganik. Yang merupakan perhatian utama dalam kimia organik adalah fakta bahwa panjang gelombang pada mana suatu senyawaan organik menyerap energi cahaya, bergantung pada struktur senyawaan itu. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawaan yang tidak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawaan yang diketahui (Fessenden, 1982).

2.5.1. Spektrofotometri Ultra Violet

(23)

Tabel 2.3 Rentangan serapan spektrum UV-tampak flavonoid

Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoid

250-280 310-350 Flavon

250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)

245-275 310-330 bahu

Kira-kira 320 puncak

Isoflavon

Isoflavon (5-deoksi-6,7-dioksigenasi) 275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol

230-270 (kekuatan rendah)

340-390 Khalkon

230-270 (kekuatan rendah)

380-430 Auron

270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin

(Markham, 1988)

2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)

(24)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer inframerah. Pita-pita inframerah dalam sebuah spektrum dapat dikelompokkan menurut intensitasnya, yaitu: kuat (s, strong), medium (m), dan lemah (w, weak). Daerah antara 1400 – 4000 cm-1 (2,5 sampai kira-kira 7,1 µm) yang merupakan bagian kira spektrum inframerah, merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorpsi yang disebabkan modus uluran. Daerah dikanan 1400 cm-1 seringkali sangat rumit karena baik modus uluran maupun modus tekukan mengakibatkan absorpsi pada daerah tersebut. Dalam daerah ini biasanya korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional spesifik tidak dapat ditarik dengan cermat, namun tiap senyawaan organik mempunyai resapan yang khas disini. Oleh karena itu bagian spektrum ini disebut daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun bagian kiri suatu spektrum nampaknya sama untuk senyawaan-senyawaan yang mirip, daerah sidik jari harus sesuai antara dua spektra, agar dapat disimpulkan bahwa kedua senyawaan itu identik (Fessenden, 1982).

(25)

2.5.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Inti-inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan sebagai inti yang mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Suatu inti berspin akan menimbulkan medan magnet kecil, yang diperikan oleh suatu momen magnetik nuklir, suatu vektor. Jika molekul yang mengandung atom-atom hidrogen diletakkan dalam medan magnetik luar, maka momen magnetik dari tiap inti hidrogen atau proton, akan mengambil salah satu dari dua orientasi dilihat dari medan magnet luar itu. Kedua orientasi yang diambil oleh momen magnetik nuklir itu adalah paralel atau antiparalel terhadap medan luar. Dalam keadaan paralel, arah momen magnetik proton sama dengan arah medan luar. Dalam keadaan antiparalel, momen magnetik proton berlawanan arah dengan medan luar (Fessenden, 1982).

Sesuai dengan persamaan dasar TMI, dengan nisbah magnetorik yang merupakan sifat hakiki inti, maka antaraksi energi kerapan-radio dengan medan magnet kuat pada suatu proton, hanya satu puncak tunggal. Luas puncak (yang diukur dengan perangkun) sebanding dengan jumlah proton yang terwakili (Silverstein, 1986). Spektrum Resonansi Mangetik Inti pada umunya digunakan untuk:

1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik.

2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik.

Pada beberapa spektrum NMR akan terlihat sinyal TMS pada angka nol sehingga sinyal ini tidak perlu dianalisa. TMS dipilih sebagai standar karena:

1. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang keseluruhannya mempunyai lingkungan kimia yang sama, sehingga menghasilkan sinyal singlet yang kuat karena mengandung banyak atom hidrogen

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Dasar senyawa flavonoid
Tabel 2.2 Sistem Pelarut pada Kromatografi lapis tipis untuk senyawa flavonoid
Tabel 2.3 Rentangan serapan spektrum UV-tampak flavonoid

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Kemampuan Profesional Guru SD Diklat melalui Siaran Radio Pendidikan Paket I Diklat melalui Siaran Radio Pendidikan Paket II Diklat melalui Siaran Radio Pendidikan Paket

Universitas Negeri

Silahkan berikan komentar tentang pengembangan keprofesian pelamar saat ini yang dianggap berkontribusi pada peningkatan kegiatan-kegiatan profesionalan

[r]

Silahkan berikan komentar tentang pengembangan keprofesian pelamar saat ini yang dianggap berkontribusi pada peningkatan kegiatan-kegiatan profesionalan

Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan keterampilan bedah pada diri saya tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis

Selain itu digunakan juga media luar negeri seperti di Singapura dan Hongkong, pemilihan kedua negara ini karena banyak tamu yang berasal dari dua negara tersebut; (5) decoding

Health education on transmission prevention and use of masks in families with tuberculosis patient: experience from Johar Baru, Central Jakarta.. Penyuluhan cara pencegahan