• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilis Wiild.) Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilis Wiild.) Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN BERBAGAI UKURAN DIAMETER BATANG STEK

BUGENVIL (Bougainvillea spectabilisWilld.) TERHADAP PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

SKRIPSI

Oleh :

LEO RICHI H PANJAITAN 080301039 / BDP - AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN BERBAGAI UKURAN DIAMETER BATANG STEK

BUGENVIL (Bougainvillea spectabilisWilld.) TERHADAP PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

SKRIPSI

Oleh :

LEO RICHI H PANJAITAN 080301039 / BDP - AGRONOMI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Usulan Penilitian : Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilis Wiild.) Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh

Nama : Leo Richi H Panjaitan NIM : 080301039

Program studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Jasmani Ginting, MP.) (Ir. Haryati, MP.) Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

LEO RICHI H PANJAITAN: Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter

Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilis willd.) terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh, dibimbing oleh JASMANI GINTING dan HARYATI.

Perbanyakan tanaman melalui metode stek memiliki persentase keberhasilan yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan dan zat pengatur tumbuh endogen pada bahan stek tersebut. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan zat pengatur tumbuh eksogen dan pemilihan ukuran bahan stek yang tepat. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan dengan tujuan mempelajari respons pertumbuhan berbagai ukuran diameter batang stek bugenvil terhadap pemberian zat pengatur tumbuh. Penelitian dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan Januari sampai April 2013. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 12 kombinasi

perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan ukuran diameter batang stek yaitu diameter 6 mm, 12 mm, dan 18 mm. Perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh

yaitu aquades, 400 ppm IBA + 400 ppm BAP, 600 ppm IBA + 600 ppm BAP, dan 800 ppm IBA + 800 ppm BAP. Parameter yang diamati adalah umur bertunas,

panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tunas dan bobot kering tunas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran berbagai diameter stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap semua parameter, kecuali umur bertunas. Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

(5)

ABSTRACT

LEO RICHI H PANJAITAN: Growth responses of size of diameter stem cutting (Bougainvillea spectabilis willd.) with application of the plant growth regulators, supervised by JASMANI and HARYATI.

Plant propagation by cutting method has successive percentage which is very influenced by the availability of carbohydrate source and endogen plant growth regulator in the stem cutting. A solution to solve this problem is giving the exsogen plant growth regulator and selection of the size of stem. Because of that, this research was conducted to study the growth of sizes of diameter stem cutting with application of the growth regulators. The research was conducted in screen house, from January until August 2013. The design of the research using Randomized Block Design of factorial with twelve combinations of treatment and three replications. The diameters of stem cutting treatment were 6 mm, 12 mm and 18 mm. The applications of the plant growth regulator treatment were aquadest, 400 ppm IBA + 400 ppm BAP, 600 ppm IBA + 600 ppm BAP and 800 ppm IBA + 800 ppm BAP Parameters were: age of shooting, shoot height, shoot diameter, leaf number of sample, root fresh weight of sample, root dry weight of sample, shoot fresh weight of sample, and shoot dry weight of sample. The results showed that sizes of diameter stem cuttings and application of plant growth regulators had significant effects on all parameters, except for age of shooting. The interaction of both factors had not significant effect on all parameters.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Leo Richi Hamonangan Panjaitan lahir di Asahan pada tanggal 06 Agustus 1990 anak ketiga dari empat bersaudara, putra dari pasangan Bapak S.E.Panjaitan dan Ibu G.Siahaan.

Pendidikan yang ditempuh adalah SD Negeri 3 Asahan lulus tahun 2002, SLTP N 1 Medan lulus tahun 2005, SMU Swasta Kristen Immanuel Medan lulus tahun 2008. Terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008 melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Skripsi ini berjudul “Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilis Willd.) Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah mendukung secara materil dan moral untuk menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada Bapak Ir. Jasmani Ginting, MP selaku ketua dan Ibu Ir. Haryati, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran sampai penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ika Litha, Christian, Dewi, Efrida, Arnen, Hardianti, Fitri, Ilham, dan semua teman – teman MILITAN 2008 yang tidak bisa disebutkan satu per satu serta adik – adik angkatan 2011.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat menjadi sumber informasi bagi yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2013

(8)

DAFTAR ISI

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA

Zat Pengatur Tumbuh ... 13

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Sungkup ... 18

Persiapan Media Tanam ... 18

Persiapan Bahan Stek ... 18

Persiapan ZPT ... 19

Aplikasi ZPT ... 19

(9)

Pemeliharaan ... 19

Penyiraman ... 19

Penyiangan ... 20

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20

Pengamatan Parameter ... 20

Umur Bertunas (hari) ... 20

Panjang Tunas (mm) ... 20

Diameter Tunas (mm) ... 20

Jumlah Daun (helai) ... 21

Bobot Basah Akar per Sampel (g) ... 21

Bobot Kering Akar per Sampel (g) ... 21

Bobot Basah Tunas per Sampel (g) ... 21

Bobot Kering Tunas per Sampel (g) ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Pembahasan ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal. 1. Umur bertunas (hari) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian

zat pengatur tumbuh ... 22 2. Panjang tunas (cm) 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek dan

pemberian zat pengatur tumbuh ... 24 3. Diameter tunas (mm) 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek dan

pemberian zat pengatur tumbuh ... 28 4. Jumlah daun (helai) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh ... 30 5. Bobot basah akar per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek

dan pemberian zat pengatur tumbuh ... 32 6. Bobot kering akar per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek

dan pemberian zat pengatur tumbuh ... 34 7. Bobot basah tunas per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek

dan pemberian zat pengatur tumbuh ... 36 8. Bobot kering tunas per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal. 1. Perkembangan panjang tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan

diameter batang stek ... 23 2. Perkembangan panjang tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan

pemberian zat pengatur tumbuh ... 24 3. Hubungan antara panjang tunas dengan diameter batang stek ... 25 4. Hubungan antara panjang tunas dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh ... 26

5. Perkembangan diameter tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan diameter batang stek ... 27

6. Perkembangan diameter tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan

pemberian zat pengatur tumbuh ... 27 7. Hubungan antara diameter tunas dengan diameter batang stek ... 29 8. Hubungan antara diameter tunas dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh .... 29 9. Hubungan antara jumlah daun dengan diameter batang stek ... 31 10.Hubungan antara jumlah daun dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh ... 31 11.Hubungan antara bobot basah akar per sampel dengan diameter batang 16.Hubungan antara bobot basah tunas per sampel dengan konsentrasi zat

pengatur tumbuh ... 37 17.Hubungan antara bobot kering tunas per sampel dengan diameter batang

(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Perhitungan pembuatan larutan zpt ... 49

2. Bagan plot penelitian ... 50

3. Jadwal kegiatan penelitian ... 51

4. Data pengamatan umur bertunas ... 52

5. Data pengamatan umur bertunas yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 52

6. Sidik ragam umur bertunas ... 53

7. Data pengamatan panjang tunas 4 MST ... 54

8. Data pengamatan panjang tunas 4 MST yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 54

9. Sidik ragam panjang tunas 4 MST ... 55

10.Data pengamatan panjang tunas 5 MST ... 56

11.Data pengamatan panjang tunas 5 MST yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 56

12.Sidik ragam panjang tunas 5 MST ... 57

13.Data pengamatan panjang tunas 6 MST ... 58

14.Data pengamatan panjang tunas 6 MST yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 58

15.Sidik ragam panjang tunas 6 MST ... 59

16.Data pengamatan panjang tunas 7 MST ... 60

17.Data pengamatan panjang tunas 7 MST yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 60

18.Sidik ragam panjang tunas 7 MST ... 61

19.Data pengamatan panjang tunas 8 MST ... 62

(14)

21.Sidik ragam panjang tunas 8 MST ... 63 22.Data pengamatan panjang tunas 9 MST ... 64 23.Data pengamatan panjang tunas 9 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 64 24.Sidik ragam panjang tunas 9 MST ... 65 25.Data pengamatan panjang tunas 10 MST ... 66 26.Data pengamatan panjang tunas 10 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 66 27.Sidik ragam panjang tunas 10 MST ... 67 28.Data pengamatan panjang tunas 11 MST ... 68 29.Data pengamatan panjang tunas 11 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 68 30.Sidik ragam panjang tunas 11 MST ... 69 31.Data pengamatan panjang tunas 12 MST ... 70 32.Data pengamatan panjang tunas 12 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 70

33.Sidik ragam panjang tunas 12 MST ... 71 34.Data pengamatan panjang tunas 13 MST ... 72 35.Data pengamatan panjang tunas 13 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 72

36.Sidik ragam panjang tunas 13 MST ... 73 37.Data pengamatan panjang tunas 14 MST ... 74 38.Data pengamatan panjang tunas 14 MST yang ditransformasi dengan

(15)

41.Data pengamatan diameter tunas 4 MST yang ditransformasi dengan 52.Data pengamatan diameter tunas 8 MST ... 84 53.Data pengamatan diameter tunas 8 MST yang ditransformasi dengan 58.Data pengamatan diameter tunas 10 MST ... 88 59.Data pengamatan diameter tunas 10 MST yang ditransformasi dengan

(16)

62.Data pengamatan diameter tunas 11 MST yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 90 63.Sidik ragam diameter tunas 11 MST ... 91 64.Data pengamatan diameter tunas 12 MST ... 92 65.Data pengamatan diameter tunas 12 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 92 66.Sidik ragam diameter tunas 12 MST ... 93 67.Data pengamatan diameter tunas 13 MST ... 94 68.Data pengamatan diameter tunas 13 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 94 69.Sidik ragam diameter tunas 13 MST ... 95 70.Data pengamatan diameter tunas 14 MST ... 96 71.Data pengamatan diameter tunas 14 MST yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 96 72.Sidik ragam diameter tunas 14 MST ... 97 73.Data pengamatan jumlah daun ... 98 74.Data pengamatan jumlah daun yang ditransformasi dengan transformasi

akar (X+0.5)1/2 ... 98 75.Sidik ragam jumlah daun ... 99 76.Data pengamatan bobot basah akar ... 100 77.Data pengamatan bobot basah akar yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 100 78.Sidik ragam bobot basah akar ... 101 79.Data pengamatan bobot kering akar ... 102 80.Data pengamatan bobot kering akar yang ditransformasi dengan

(17)

83.Data pengamatan bobot basah tunas yang ditransformasi dengan

transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 104

84.Sidik pengamatan ragam bobot basah tunas ... 105

85.Data pengamatan bobot kering tunas ... 106

86.Data pengamatan bobot kering tunas yang ditransformasi dengan transformasi akar (X+0.5)1/2 ... 106

87.Sidik ragam bobot kering tunas ... 107

88.Rangkuman hasil penelitian ... 108

(18)

ABSTRAK

LEO RICHI H PANJAITAN: Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter

Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilis willd.) terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh, dibimbing oleh JASMANI GINTING dan HARYATI.

Perbanyakan tanaman melalui metode stek memiliki persentase keberhasilan yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan dan zat pengatur tumbuh endogen pada bahan stek tersebut. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan zat pengatur tumbuh eksogen dan pemilihan ukuran bahan stek yang tepat. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan dengan tujuan mempelajari respons pertumbuhan berbagai ukuran diameter batang stek bugenvil terhadap pemberian zat pengatur tumbuh. Penelitian dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan Januari sampai April 2013. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 12 kombinasi

perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan ukuran diameter batang stek yaitu diameter 6 mm, 12 mm, dan 18 mm. Perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh

yaitu aquades, 400 ppm IBA + 400 ppm BAP, 600 ppm IBA + 600 ppm BAP, dan 800 ppm IBA + 800 ppm BAP. Parameter yang diamati adalah umur bertunas,

panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tunas dan bobot kering tunas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran berbagai diameter stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap semua parameter, kecuali umur bertunas. Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

(19)

ABSTRACT

LEO RICHI H PANJAITAN: Growth responses of size of diameter stem cutting (Bougainvillea spectabilis willd.) with application of the plant growth regulators, supervised by JASMANI and HARYATI.

Plant propagation by cutting method has successive percentage which is very influenced by the availability of carbohydrate source and endogen plant growth regulator in the stem cutting. A solution to solve this problem is giving the exsogen plant growth regulator and selection of the size of stem. Because of that, this research was conducted to study the growth of sizes of diameter stem cutting with application of the growth regulators. The research was conducted in screen house, from January until August 2013. The design of the research using Randomized Block Design of factorial with twelve combinations of treatment and three replications. The diameters of stem cutting treatment were 6 mm, 12 mm and 18 mm. The applications of the plant growth regulator treatment were aquadest, 400 ppm IBA + 400 ppm BAP, 600 ppm IBA + 600 ppm BAP and 800 ppm IBA + 800 ppm BAP Parameters were: age of shooting, shoot height, shoot diameter, leaf number of sample, root fresh weight of sample, root dry weight of sample, shoot fresh weight of sample, and shoot dry weight of sample. The results showed that sizes of diameter stem cuttings and application of plant growth regulators had significant effects on all parameters, except for age of shooting. The interaction of both factors had not significant effect on all parameters.

(20)

PENDAHULUAN Latar belakang

(21)

Di beberapa tempat di Indonesia, di Eropa, Amerika, Asia pemeliharaan bunga – bunga menjadi pokok penghasilan bagi sebagian penduduk. Penjual bunga makin banyak dari tahun – tahun yang lampau. Dengan adanya pemeliharaan bunga secara besar – besaran seperti di eropa banyak didirikan toko – toko bunga. Selain toko – toko bunga, pabrik – pabrik gelas turut aktif bekerja untuk menyediakan jambangan – jambangan yang beraneka bentuknya guna keperluan menyimpan bunga – bunga. Tak boleh dilupakan disana – sini diadakan kursus – kursus mengarang bunga. Dalam menyusun bunga di rumah memang mendapat kemajuan. Perasaan indah semakin maju (Atjung, 1988).

Bugenvil berasal dari nama Louis Antoine de Bougainviilea, yaitu seorang pelaut berkebangsaan Perancis. Penemu tanaman ini adalah seorang ilmuwan yang bernama Philbert Comerson. Pada tahun 1769 – 1776 ilmuwan tersebut mengikuti pelayaran di samudra pasifik bersama dengan Louis Antoine de Bougainvillea. Untuk mengenang hal tersebut maka tanaman ini diberi nama Bougainvillea (Suryowinoto, 1997).

Bugenvil merupakan tanaman tropis yang berasal dari Brazilia yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Tanaman ini digunakan sebagai penghias taman rumah maupun taman kota karena keindahan dan keragaman warna bunga. Disamping itu bugenvil adalah salah satu tanaman yang digunakan pewarna cokelat alami pada kain batik. Untuk menghasilkan warna tersebut dengan

merebus bunga sampai hasil rebusan mengeluarkan warna.

(22)

dengan cara okulasi bisa dilakukan dengan menggunakan okulasi beberapa batang yang masing – masing ditempeli dengan mata okulasi yang mempunyai bermacam – macam warna bunga. Dengan cara okulasi semacam ini, dalam satu tanaman bisa terlihat beberapa macam warna bunga (Suryowinoto, 1997).

Terlepas dari keelokan warna – warni bunga dan bayangan mitos yang menyelimutinya. Tanaman berduri yang dapat tumbuh di ketinggian 1 – 1400 meter diatas permukaan laut ini, dapat difungsikan sebagai obat hepatitis alami. Bagian yang digunakan untuk pengobatan hepatitis adalah batang yang sudah dikeringkan. Pengolahan sangat sederhana, cukup dengan cara direbus saja. Bagian kuntum bunga bugenvil juga berfungsi sebagai obat. Khasiatnya antara lain mengobati penyakit bisul, biang keringat, keputihan, nyeri haid, serta lancarkan haid yang tidak teratur. Sebagai obat, ramuan tanaman bugenvil ini tidak enak dilidah. Rasanya yang pahit, kelat dan hangat. Namun dalam ilmu pengobatan tradisional, perpaduan rasa pahit, kelat dan hangat tersebut mencirikan adanya khasiat obat, terutama berguna membantu memperlancar peredaran darah didalam t

Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggunakan sebagian batang, akar atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus, cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya

(23)

naphthalene acetic acid) atau bubuk seradox. Hal ini telah diamati oleh peneliti seperti Shobra, Pearl, Thimma, Mary plamer, Dr. Rao pada varietas bugenvil yang dimana tanaman ini sulit untuk berakar (Grewal, 1998).

Secara alami tanaman menghasilkan hormon tumbuh sendiri, yaitu auksin. Namun kadang-kadang jumlahnya tidak mencukupi untuk membantu pembentukan akar. Oleh karena itu, perlu tambahan auksin dari luar untuk memacunya. Hormon auksin yang digunakan dapat berupa IBA, IAA, atau NAA. Hormon-hormon ini berbentuk kristal sehingga harus dilarutkan terlebih dahulu kedalam larutan alkohol

Sitokinin adalah salah satu hormon tumbuhan yang terlibat langsung dalam pembelahan sel dan differensiasi. Contoh hormon sitokinin yang bersifat alami dan buatan adalah zeatin, kinetin dan BA (benzil adenin). Sitokinin berperan aktif dalam pembentukan tunas. (Hartman et al, 2002).

Menurut Arteca (2006), auksin adalah satu-satunya kelas hormon tumbuhan yang mempengaruhi pengakaran dan digunakan secara komersial untuk menstimulasi pengakaran adventif. Zong et al. (2008) menambahkan bahwa peran utama auksin pada perbanyakan tanaman adalah menstimulasi akar pada setek batang dan daun dan meningkatkan cabang akar.

(24)

Dengan memilih nisbah atau rasio yang tepat dan seimbang maka akan mendorong perkembangan kalus disertai pertumbuhan tunas dengan baik sehingga menghasilkan tumbuhan baru yang utuh (Salisbury dan Ross,1985).

Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter Batang Stek (Bougainvillea spectabilis Wiild.)Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh”

Tujuan Penelitian

Untuk Mengetahui Respons Pertumbuhan Berbagai Ukuran Diameter Batang Stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilisWilld.) Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di fakultas pertanian universitas sumatra utara, medan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Hipotesis Penelitian

1. Semakin besar diameter batang stek yang digunakan akan mampu meningkatkan keberhasilan stek dan jumlah akar tanaman bugenvil (Bougainvillea spectabilis Willd.).

2. Pemberian zat pengatur tumbuh akan mampu meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas stek tanaman bugenvil (Bougainvillea spectabilis Willd.).

(25)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Rukmana (1995), klasifikasi dari tanaman bugenvil adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Caryophyllales Famili : Nyctaginaceae Genus : Bougainvillea

Spesies : Bougainvillea spectabilis Willd.

Bugenvil termasuk tanaman perdu tegak, tinggi tanaman kira – kira 2 -4 meter. Sistem dari perakarannya adalah tunggang. Dengan akar – akar cabang yang melebar ke semua arah dengan kedalaman 40 – 80 cm. Akar yang terletak dekat ke permukaan tanah kadang tumbuh terus atau akar bakal tanaman baru (Hasim, 1995).

Struktur batang merupakan pohon yang berkayu penampangnya bulat, bercabang dan beranting banyak, sehingga bila tanaman ini dibiarkan tumbuh alami dapat mencapai ketinggian 15 meter. Pada bagian batang, cabang ataupun ranting terdapat duri – duri yang bentuknya “kait” sebagai alat pemanjat (Rukmana, 1995).

(26)

belang – belang (varigata) antara hijau dengan putih atau hijau kekuning – kuningan (Rukmana,1995).

Bunganya majemuk campuran tersusun dalam malai anak payung yang bertangkai, terletak di ketiak daun, berjumlah 1 – 7 masing – masing anak payung terdiri dari tiga bunga atau menggerombol tiga – tiga. Anak payung terkumpul menjadi malai dengan ujungnya yang berdaun. Anak tangkai bunga pada setiap

bunga melekat dengan tulang daun tengah dari daun pelindung yang besar (Suryowinoto, 1997).

Bugenvil memiliki buah buni yang masak hitam mengkilat, memiliki panjang satu sentimeter, berbiji dua atau karena kegagalan berbiji satu dan tidak memiliki lekukan (Steenis, 1978)

Syarat tumbuh Iklim

Tanaman Bugenvil dapat hidup dengan baik di tempat – tempat yang terbuka atau di tempat yang terlalu terlindungi oleh cahaya matahari, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, yakni pada ketinggian 1 – 1000 m diatas permukaan laut (Suryowinoto, 1997).

(27)

Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan melalui pengaturan intensitas naungan. Ruangan untuk penyetekan diusahakan memiliki intensitas cahaya sekitar 5 – 12 %. Sungkup plastik umum digunakan untuk meningkatkan kelembaban sehingga meminimumkan perbedaan tekanan uap daun dan udara (Subiakto et al., 2005).

Kramer dan Kozlowski (1960) menyatakan bahwa, suhu udara yang tepat untuk merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis tanaman berbeda- beda. Kisaran suhu lingkungan yang baik untuk merangsang pembentukan akar adalah 21 - 27° C (70 – 80 °F). Pada umumnya suhu yang optimum digunakan adalah 29°C, sedangkan suhu media sekitar 24°C, karena pada kisaran suhu tersebut terjadi pembagian sel dalam daerah perakaran yang distimulir. Suhu rendah mampu membantu terbentuknya jaringan kalus dan suhu yang tinggi dapat membantu pertumbuhan akar.

Tanah

Menurut Kramer dan Kozlowski (1960), lingkungan perakaran atau media tumbuh ideal adalah media yang dapat memberikan porositas yang cukup dengan kemampuan drainase yang baik, serta bebas dari hama penyakit, sedangkan pH yang baik adalah berkisar antara pH 7 (netral).

Menurut Prastowo et al., (2006), syarat media tumbuh yang baik adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Media yang digunakan untuk penyetekan diusahakan lembut, beraerasi baik dan steril. Media yang baik tersebut antara lain vermikulite, perlite, gambut dan pasir. Selain itu, media yang berasal dari sabut kelapa dan sekam padi sangat cocok untuk pertumbuhan stek.

(28)

Menurut Rochiman dan Haryadi (1973), penyetekan dapat didefinisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian – bagian tersebut membentuk akar.

Cara stek banyak dipilih orang, apalagi bagi pengebun buah – buahan dan tanaman hias. Alasannya, karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tetapi dapat diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak. Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit, dan sifat – sifat lainnya. Selain itu kita juga memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah memiliki akar, batang dan daun dalam waktu relatif singkat (Wudianto, 1998)

Stek cabang atau stek kayu meliputi stek cabang yang telah tua dan cabang yang setengah tua. Pohon buah – buahan yang biasanya dapat distek cabang tuanya adalah kedondong, jambu air, jambu semarang, beberapa jenis jeruk (seperti rough lemon, japansche citroen), buah negeri, markisa, delima, ceremai, adpokat, dan anggur. Sedang tanaman hias yang dapat dikembangbiakkan dengan stek cabang biasanya memerlukan cabang yang setengah tua, misalnya bugenvil, melati, mawar, dan klerodendron. Walaupun demikian ada juga tanaman hias yang dapat diperbanyak dengan stek cabang yang telah tua, misalnya kembang sepatu (Wudianto, 1998).

(29)

Kondisi fisiologis tanaman yang mempengaruhi penyetekan adalah umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh (Kramer dan Kozlowzky, 1960)

a. Umur Bahan Stek

Menurut Hartman dan Kester (1983), stek yang berasal dari tanaman muda akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman tua, hal ini disebabkan apabila umur tanaman semakin tua maka terjadi peningkatan produksi zat-zat penghambat perakaran dan penurunan senyawa fenolik yang berperan sebagai auksin kofaktor yang mendukung inisiasi akar pada stek.

b. Jenis Tanaman

Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan dengan stek. Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit. Kandungan lignin yang tinggi dan kehadiran cincin sklerenkim yang kontinu merupakan penghambat anatomi pada jenis - jenis tanaman yang sulit berakar, dengan cara menghalangi tempat munculnya akar adventif (Kramer dan Kozlowski, 1960).

c. Adanya Tunas dan Daun pada Stek

Adanya tunas dan daun pada stek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas berfungsi menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan Rhizokalin (Hartman dan Kester, 1983). d. Persediaan Bahan Makanan dan zat pengatur tumbuh

(30)

ratio). Ratio C/N yang tinggi sangat diperlukan untuk pembentukan akar stek yang diambil dari tanaman dengan C/N ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak dari pada tanaman dengan C/N ratio rendah.

Stek batang pada umumnya sangat mudah dan sangat menguntungkan, karena batang mempunyai persedian bahan seperti karbohidrat dan nitrogen yang cukup dan terdapat mata tunas untuk pertumbuahan tajuk. Pertumbuhan akar akan diinisiasi oleh jaringan meristem yang aktif oleh adanya hormon seperti auksin. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, stek batang lebih mudah membentuk bagian-bagian vegetatif yang lain dan tumbuh menjadi individu yang sempurna (Hartmann dan Kester, 1983)

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaturan pertumbuhan ini dilakukan dengan cara pembentukan hormon-hormon yang sama, mempengaruhi sintesis hormon, perusakan translokasi atau dengan cara perubahan tempat pembentukan hormon (Wattimena, 1992).

Media Tanam

(31)

Media tanam dapat berupa tanah saja atau campuran tanah dengan pasir, green leaf, atau arang sekam atau bentuk media lainnya. Menurut Harjadi (1989), apabila media tanam yang digunakan hanya terdiri dari media tanah saja, pada umumnya kurang memenuhi syarat media tanam yang baik. Media tanah saja dapat bersifat terlalu liat atau terlalu berpasir sehingga kurang memenuhi syarat pertumbuhan tanaman yang baik. Oleh karena itu, media tanah perlu dicampur dengan media lainnya.

Fungsi media tanam sebagai tempat tumbuh tanaman menunjukkan bahwa tanaman tersebut membentuk akarnya pada media tanam dengan baik, selain itu akar tanaman pun dapat tumbuh dengan sempurna karena didukung oleh aerase dan drainase media tanam yang terjamin. Sirkulasi dan ketersediaan udara yang memadai sangat dibutuhkan oleh sel – sel akar untuk bernafas. Kekurangan oksigen menyebabkan root dieback (kematian akar) . pembuangan kelebihan air (drainase) yang berjalan lancar akan mendukung akar – akar tanaman leluasa bernafas, member kesempatan yang besar bagi akar untuk menyerap zat – zat makanan untuk pertumbuhan tanaman dan menghindarkan akar dari serangan penyakit seperti penyakit busuk akar atau busuk batang (Agoes, 1994).

Zat Pengatur Tumbuh

(32)

Menurut Wattimena (1992) beberapa golongan senyawa organik sebagai zat-zat penggerak atau pemacu ini dikenal sebagai fitohormon, yang mengawali reaksi-reaksi biokimia mengubah komposisi di dalam tanaman. Sebagai akibat dari perubahan komposisi kimia, terjadilah pembentukan organ-organ tanaman seperti tunas, daun, akar, dan lain-lain. Hormon alami yang terdapat di dalam jaringan stek umumnya kurang memadai dan aktivitasnya relatif lambat sehingga tidak dapat langsung berfungsi dengan cepat untuk menginduksi pembentukan akar. Oleh karena itu, diperlukan penambahan hormon yang berasal dari luar jaringan stek.

Di dalam praktek pemakaian, IBA dan NAA lebih stabil sifat kimianya dan mobilitasnya di dalam tanaman. Sedangkan IAA dapat tersebar ketunas – tunas dan menghalangi perkembangan serta pertumbuhan tunas – tunas tersebut. Kelemahan NAA yaitu kisaran konsentrasi sempit, sehingga penggunaannya harus hati – hati agar konsentrasi optimum tidak terlampaui. IBA bersifat lebih baik daripada IAA dan NAA, karena kandungan kimianya lebih stabil serta tidak bersifat toksik dalam konsentrasi tinggi, dan daya kerjanya lebih lama dan relatif lebih lambat di translokasikan di dalam tanaman, sehingga memungkinkan memperoleh respon yang lebih baik terhadap perakaran stek (Kusumo, 1984).

Arteca (2006) menyatakan bahwa auksin terlibat dalam banyak proses fisiologi tanaman seperti menginduksi pemanjangan sel, fototropisme, gravitropisme, dominansi apikal, inisiasi akar, produksi etilen, perkembangan buah, ekspresi seks dan pengendalian gulma.

(33)

pembelahan sel dan pembentukan organ, (2) menunda penuaan dan meningkatkan aktifitas wadah penampung hara, (3) memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil, (4) memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil, dan (5) memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil (Salisbury dan Ross, 1985).

(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut, yang dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan stek tanaman bugenvil (Bougainvillea spectabilis Willd.) sebagai objek pengamatan, topsoil, pasir serta kompos sebagai campuran media tanam, kotak stek sebagai tempat media tanam, fungisida Dithane – M 45 untuk mengendalikan jamur, zat pengatur tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzyl Adenin Purin (BAP) sebagai perlakuan yang diberikan, plastik polyetilene sebagai sungkup.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul/sekop untuk memindahkan media tanam ke dalam kotak stek, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, timbangan analitik untuk mengukur bobot akar kering/basah, jangka sorong untuk mengukur diameter batang, termometer untuk mengukur suhu didalam sungkup, ember sebagai wadah rendam zat pengatur tumbuh, label untuk menandai perlakuan, oven sebagai alat penurun kadar air tanaman, desikator untuk menjaga kadar air objek agar tidak terpengaruh dari kelembaban udara luar.

Metode Penelitian

(35)

Faktor I : Diameter Batang (D) dengan 3 taraf, yaitu : D1 = Diameter 6 mm

D2 = Diameter 12 mm D3 = Diameter 18 mm

Faktor II : Konsentrasi (K) ZPT IBA dan BAP K0 = 0 (aquades) ppm

K1 = 400 + 400 ppm K2 = 600 + 600 ppm K3 = 800 + 800 ppm

Sehinggaa diperoleh 12 kombinasi sebagai berikut:

D1K0 D2K0 D3K0

D1K1 D2K1 D3K1

D1K2 D2K2 D3K2

D1K3 D2K3 D3K3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 12

Jumlah plot seluruhnya : 36

Panjang plot : 60 cm

Lebar plot : 40 cm

(36)

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut :

Yijk = μ + ρi + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Yijk = Hasil pengamatan perlakuan ZPT pada taraf ke-i dan diameter batang pada

taraf ke-j μ = Nilai tengah

ρi = Efek blok ke-i

αi = Pengaruh ZPT pada taraf ke-i

βj = Pengaruh diameter batang pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi ZPT pada taraf i dan diameter batang pada taraf

ke-j

eijk = Pengaruh galat yang disebabkan perlakuan ZPT pada taraf ke-i dan diameter batang pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

(37)

PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan sungkup

Sebelum pembuatan sungkup, kotak stek yang berasal dari keranjang dipersiapkan dengan ukuran (p)60 cm x (l)40 cm x (t)30 cm dan terdiri dari 36 plot dimana tiap plot terdiri dari 1 kotak stek. Dibagian dalam kotak stek dilapisi dengan plastik polyetilen dan bagian bawah kotak stek dilubangi untuk drainase. Kemudian batang bambu direkatkan sebagai rangka sungkup. Lalu, sungkup yang terbuat dari plastik polyetilene bening dirangkai sesuai dengan rangka bambu tersebut.

Persiapan media tanam

Sebelum digunakan, media tanam yang terdiri dari topsoil, pasir dan kompos disterilkan dengan cara dikukus terlebih dahulu hingga mengeluarkan uap lalu media tanam dibalik dari bawah ke atas agar merata terkena panas. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyakit dan jamur dalam media tanam. Lalu, topsoil, pasir dan kompos dicampur dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Lalu media tanam langsung dimasukkan kedalam hingga ¾ tinggi kotak stek..

Persiapan bahan stek

Bahan stek diambil dari indukan dengan cara memotongnya menggunakan pisau/gunting stek yang tajam. Pemotongan dilakukan pada saat pagi hari. Bahan stek yang diambil memiliki setidaknya 5 mata tunas dengan panjang yang sudah ditentukan. Lalu bagian pangkal stek dipotong miring ujungnya.

Persiapan ZPT

(38)

campurannya sesuai dengan perlakuan, yaitu 0 (Aquades) ppm (K0), 400 ppm + 400 ppm (K1), 600 ppm + 600 ppm (K2) dan 800 ppm + 800 ppm (K3). Perhitungan dan pembuatan ZPT tersebut dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Aplikasi ZPT

Aplikasi ZPT IBA dan BAP dilakukan tepat sebelum penanaman bahan stek, dimana aplikasinya menggunakan metode perendaman bahan stek kedalam larutan ZPT selama 30 menit.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menancapkan bahan stek kedalam media tanam yang sudah tersedia di kotak stek hingga ¼ bagian stek atau hingga 2 mata tunas tertutup media tanam.

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap kondisi media tanam dan tingkat kelembaban didalam sungkup tidak lembab lagi. Hal ini dapat diketahui dengan melihat kondisi higrometer yang terdapat dalam sungkup.

Penyiangan

(39)

Pengendalian penyakit

Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 1 g/l air. Penyemprotan dilakukan sesuai dengan kondisi serangan penyakit pada tanaman.

Pengamatan parameter Umur bertunas

Pengamatan dilakukan setiap hari sejak 1 MST pada setiap sampel untuk mengetahui munculnya tunas pertama kali. Dikatakan bertunas setelah panjang tunas mencapai 2 mm dan telah mengeluarkan bakal daun.

Panjang tunas (cm)

Panjang tunas diukur 1 cm dari pangkal tumbuhnya tunas sampai titik tumbuh tertinggi. Tunas yang dapat diukur adalah tunas yang telah memiliki panjang 1 cm dan pengukuran dilakukan 1 minggu sekali sejak 4 MST sampai 14 MST dengan menggunakan penggaris.

Diameter tunas (mm)

Diameter tunas ditandai dengan spidol 1 cm dari pangkal tunas terlebih dahulu dan diukur dari 2 sisi tunas dengan menggunakan jangka sorong, kemudian dijumlahkan lalu dirata – ratakan. Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali sejak 4 MST sampai 14 MST.

Jumlah daun (helai)

(40)

Bobot Basah Akar per sampel (g)

Bobot basah akar diukur dengan cara menimbang akar yang telah dipotong dan dibersihkan. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Kering Akar per sampel (g)

Akar yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar tadi diovenkan dengan suhu 750 C selama 24 jam. Setelah itu akar dikeluarkan dari amplop dan dihitung bobot

kering akar dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Basah Tunas per sampel (g)

Bobot basah tunas diukur dengan cara menimbang tunas yang telah dipisahkan dari batang utama. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Kering Tunas per sampel (g)

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Umur Bertunas (hari)

Data dan daftar sidik ragam dari umur bertunas dapat dilihat pada Lampiran 4 – 6. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh serta interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan umur bertunas dari perlakuan diameter batang stek dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Umur bertunas (hari) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh.

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Umur bertunas tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 46,33 hari dan terendah pada perlakuan D2 (6 mm) yaitu 40,54 hari.

Umur bertunas tertinggi pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K0 (aquades) yaitu 48,67 hari dan terendah pada perlakuan K2 (600 + 600 ppm) yaitu 39,78 hari.

Panjang tunas (cm)

(42)

pengatur tumbuh berpengaruh nyata pada 6 – 14 MST dan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata pada 5 – 9 MST. Sedangkan pada 10 – 14 MST terlihat bahwa interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Perkembangan panjang tunas stek 4 – 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan panjang tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan diameter batang stek.

Perkembangan panjang tunas stek 4 – 14 MST dengan perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 2.

(43)

Gambar 2. Perkembangan panjang tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh.

Rataan panjang tunas dari perlakuan diameter batang stek dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Panjang tunas (cm) 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh.

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Panjang tunas tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 54,86 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 26,65 cm.

Panjang tunas tertinggi pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K2 (600 + 600 ppm) yaitu 47,35 cm berbeda nyata

(44)

dengan K0 tetapi berbeda tidak nyata dengan K1, K3 dan terendah pada perlakuan K0 (aquades) yaitu 22,87 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Grafik rataan panjang tunas 14 MST terhadap perlakuan diameter batang stek tertera pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara panjang tunas dengan diameter batang stek.

Grafik rataan panjang tunas 14 MST terhadap perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 4.

(45)

Diameter Tunas (mm)

Data dan daftar sidik ragam dari diameter tunas 4 – 14 MST dapat dilihat pada Lampiran 40 - 72. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata pada 5 – 14 MST serta interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata pada 5 – 6 MST. Sedangkan pada 7 – 14 MST terlihat bahwa interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Perkembangan diameter tunas 4 – 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek tertera pada Gambar 5.

Gambar 5. Perkembangan diameter tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan diameter batang stek.

Perkembangan diameter tunas 4 – 14 MST dengan perlakuan zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 6.

(46)

Gambar 6. Perkembangan diameter tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh.

Rataan diameter tunas dari perlakuan diameter batang stek dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Diameter tunas (mm) 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh.

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Diameter tunas tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 5,17 mm berbeda nyata dengan perlakuan D1, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2 dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 2,55 mm yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Diameter tunas tertinggi pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K2 (600 + 600 ppm) yaitu 4,70 mm berbeda nyata dengan

(47)

perlakuan K0 (aquades) yaitu 2,36 mm yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Grafik rataan diameter tunas 14 MST terhadap perlakuan diameter batang stek tertera pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan antara diameter tunas dengan diameter batang stek.

Grafik rataan diameter tunas 14 MST terhadap perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 8.

(48)

Jumlah Daun (helai)

Data dan daftar sidik ragam dari jumlah daun dapat dilihat pada Lampiran 73 - 75. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata. Sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan jumlah daun dari perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah daun (helai) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh.

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Jumlah daun tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 38,67 helai berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 19,87 helai yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D3.

(49)

Grafik rataan jumlah daun terhadap perlakuan diameter batang stek tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan antara jumlah daun dengan diameter batang stek.

Grafik rataan jumlah daun pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 10.

(50)

Bobot Basah Akar per Sampel (g)

Data dan daftar sidik ragam dari bobot basah akar per sampel dapat dilihat pada Lampiran 76 - 78. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata. Sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot basah akar per sampel dari perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot basah akar per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh.

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Bobot basah akar per sampel tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 9,00 g berbeda nyata dengan perlakuan

D1 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2 dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 4,61 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot basah akar per sampel tertinggi pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K2 (600+600 ppm) yaitu 7,99 g berbeda nyata dengan perlakuan K0, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan K1, K3 dan terendah pada perlakuan K0 (aquades) yaitu 4,63 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

(51)

Gambar 11. Hubungan antara bobot basah akar per sampel dengan diameter batang stek.

Grafik rataan bobot basah akar per sampel pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan antara bobot basah per sampel akar dengan pemberian zat pengatur tumbuh.

Bobot Kering Akar per Sampel (g)

Data dan daftar sidik ragam dari bobot kering akar per sampel dapat dilihat pada Lampiran 79 - 81. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan diameter

(52)

batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata. Sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot kering akar per sampel dari perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot kering akar per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek dan konsentrasi zat pengatur tumbuh .

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Bobot kering akar per sampel tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 4,15 g berbeda nyata dengan perlakuan D1 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2 dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 1,96 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot kering akar per sampel tertinggi pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K3 (800+800 ppm) yaitu 3,74 g berbeda nyata dengan perlakuan K0, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya dan terendah pada perlakuan K0 (aquades) yaitu 1,98 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

(53)

Gambar 13. Hubungan antara bobot kering akar per sampel dengan diameter batang stek.

Grafik rataan bobot kering akar per sampel terhadap perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 14.

Gambar 14. Hubungan antara bobot kering akar per sampel dengan pemberian zat pengatur tumbuh.

Bobot Basah Tunas per Sampel (g)

Data dan daftar sidik ragam dari bobot basah tunas per sampel dapat dilihat pada Lampiran 82 - 84. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan

(54)

diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata. Sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot basah tunas per sampel dari perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot basah tunas per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh .

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Bobot basah tunas per sampel tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 39,42 g berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 22,18 g yang berbeda nyata dengan perlakuan D3, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2.

Bobot basah tunas per sampel tertinggi pada perlakuan pemberia zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K1 (400+400 ppm) yaitu 34,58 g berbeda nyata dengan perlakuan K0, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan K2, K3 dan terendah pada perlakuan K0 (aquades) yaitu 20,00 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

(55)

Gambar 15. Hubungan antara bobot basah tunas per sampel dengan diameter batang stek.

Grafik rataan bobot basah tunas per sampel terhadap pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 16.

Gambar 16. Hubungan antara bobot basah tunas per sampel dengan pemberian zat pengatur tumbuh.

Bobot Kering Tunas per Sampel (g)

Data dan daftar sidik ragam dari bobot kering tunas per sampel dapat dilihat pada Lampiran 85 - 87. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa perlakuan

(56)

diameter batang stek dan konsentrasi zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata. Sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot kering tunas per sampel dari perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot kering tunas per sampel (g) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh.

Diameter Batang (mm) Konsentrasi (ppm) Rataan

K0 K1 K2 K3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Bobot kering tunas per sampel tertinggi pada perlakuan diameter batang stek terdapat pada perlakuan D3 (18 mm) yaitu 20,28 g berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan terendah pada perlakuan D1 (6 mm) yaitu 12,89 g yang berbeda nyata dengan perlakuan D3, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2.

Bobot kering tunas per sampel tertinggi pada perlakuan zat pengatur tumbuh terdapat pada perlakuan K1 (400+400 ppm) yaitu 18,34 g berbeda nyata dengan perlakuan K0, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan K2, K3 dan terendah pada perlakuan K0 (aquades) yaitu 9,65 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

(57)

Gambar 17. Hubungan antara bobot kering tunas per sampel dengan diameter batang stek

Grafik rataan bobot kering tunas per sampel terhadap perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh tertera pada Gambar 18.

(58)

Pembahasan

Pengaruh Ukuran Diameter Batang Stek Terhadap Respons Pertumbuhan stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilisWilld.)

Ukuran diameter stek berpengaruh nyata terhadap panjang tunas pada 5 – 14 MST, diameter tunas pada 5 – 14 MST, jumlah daun, bobot basah akar per sampel, bobot kering akar per sampel, bobot basah tunas per sampel, dan bobot kering tunas per sampel.

Adanya pengaruh nyata ukuran diameter stek terhadap panjang tunas dan diameter tunas pada 5 – 14 MST disebabkan oleh banyaknya jumlah ketersediaan cadangan makanan pada batang stek yang dapat dipakai oleh stek sebagai sumber energi untuk pembentukan akar sehingga tunas dapat tumbuh dengan optimum dimana ukuran diameter batang stek berbanding lurus dengan banyaknya jumlah cadangan makanan yang tersedia. Tidak adanya akar pada stek diawal penanaman memaksa stek memanfaatkan sumber cadangan dari batang. Hal ini sesuai dengan literatur Suwasono (1989) yang menyatakan bahwa pada batang berdiameter besar ketersediaan cadangan makanan lebih banyak dibanding dengan diameter lebih kecil. Hal ini didukung oleh literatur Hartmann et al (2002) yang menyatakan bahwa umumnya semakin menjauh dari pucuk maka diameter batang semakin membesar dan perbedaan diameter tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan stek membentuk akar dan tunas karena adanya perbedaan pada tipe serta variabilitas karbohidrat dan bahan tersimpan lainnya.

(59)

pembentukan akar adventif. Selain karbohidrat, nitrogen dalam ratio C/N bahan stek juga mempengaruhi proses pembentukan akar. Pengaturan kadar nitrogen dalam stek dapat dilakukan dengan cara tidak memberikan pemupukan unsur N dalam penelitian stek sehingga ratio C/N yang tinggi dapat memproduksi akar yang banyak. Hal ini sesuai dengan literatur Hartmann dan Kester (1983) yang menyatakan bahwa bahan stek dengan ratio C/N tinggi akan memproduksi akar yang banyak dengan tunas yang lemah, sedangkan bila ratio C/N rendah akan memproduksi akar yang sedikit dengan tunas yang kuat.

(60)

Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh Terhadap Respons Pertumbuhan stek Bugenvil (Bougainvillea spectabilisWilld.)

Pemberian zat pengatur tumbuh (IBA + BAP) berpengaruh nyata terhadap panjang tunas pada 6 – 14 MST, diameter tunas pada 5 – 14 MST, jumlah daun, bobot basah akar per sampel, bobot kering akar per sampel, bobot basah tunas per sampel, dan bobot kering tunas per sampel.

(61)

mandiri tidak mempunyai efek optimal, akan tetapi apabila sitokinin tersebut dikombinasikan dengan auksin maka pembelahan sel dapat terjadi.

Perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh memiliki pengaruh nyata terhadap parameter bobot basah akar per sampel dan bobot kering akar per sampel. Hal ini disebabkan zat pengatur tumbuh mampu meningkatkan pertumbuhan akar pada stek. Auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang menstimulus pembentukan akar atau inisiasi akar pada stek serta auksin khususnya IBA juga mempengaruhi penyebaran fotosintat, dimana fotosintat yang dialokasikan pada akar akan meningkatkan pertumbuhan akar tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Zong et al (2008) yang menyatakan bahwa peran utama auksin pada perbanyakan tanaman adalah menstimulasi akar pada setek batang dan daun dan meningkatkan cabang akar. Mcdonald et al (1978) menambahkan bahwa kegunaan dari hormon pengakaran yaitu secara keseluruhan meningkatkan persentase pengakaran, mempercepat inisiasi pengakaran, meningkatkan jumlah dan kualitas dari akar dan mendorong pengakaran yang seragam. Hal ini didukung literatur Nickell (2000) yang menyatakan bahwa IBA meningkatkan perpindahan fotosintat ke tempat inisiasi akar di bagian dasar stek.

(62)
(63)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ukuran diameter stek berpengaruh nyata terhadap panjang tunas pada 5 – 14 MST, diameter tunas pada 5 – 14 MST, jumlah daun, bobot basah akar

per sampel, bobot kering akar per sampel, bobot basah tunas per sampel, dan bobot kering tunas per sampel.

2. Pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap panjang tunas pada 6 – 14 MST, diameter tunas pada 5 – 14 MST, jumlah daun, bobot basah akar per sampel, bobot kering akar per sampel, bobot basah tunas per sampel, dan bobot kering tunas per sampel.

3. Interaksi ukuran berbagai diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter.

Saran

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S.D., 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Penebar. Swadaya. Jakarta

Arteca, R. N. 2006. Introduction to Horticultural Science. Thompson Delmar Learning, a part of the Thomson corporation. CABI Publisher. USA. Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press.

Jakarta

Atjung. 1988. Tanaman Hias Memelihara, Menanam dan Gunanya. CV Yasaguna. Jakarta.

Bhojwani, S. S and M. K. Razdan. 1983. Plant Tissue culture; Theory and Practice. p.25 - 43. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam Danielson, R. 1991. Ballredbook in Vic Ball (ed). Geo J Ball Publisher. Chicago,

USA.

Dewi, I.R. (2008). Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Gardner, Franklin P and R. B. Pearce. 1985. Physiologi of Crop Plants. The Iowa State University Press. Iowa, USA.

George E.,F. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetics Ltd. England.

Grewal. 1998. Propagation of Ornamental Plants. Kalyani Publisher. New Delhi. Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Program Studi Hortikultura.

Departemen Budidaya Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Hasim, I. 1995. Aneka Permasalahan Tanaman Hias dan Pemecahannya. Penebar Swadaya. Jakarta

Hartmann, H. T and D. E. Kester.1978. Plant Propagation Principle and Practise. 2nd edition. Pentice Hall, Inc. Englewood, New Jersey

Hartmann, H.T and D.E. Kester, 1983. Plant Propagation: Principle and Practise. Prentice Hall Inc. Engelwoods Clifs. New Jersey. 253-341.

(65)

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, Jr, R.L. Geneve. 2002. Plant Propagation: Principles and Practices. 6th edition. Prentice Hall Inc. Engelwoods Clifs. New Jersey

Stek Batang. Diakses pada tanggal 28 Mei 2012.

Diakses pada tanggal 28 Mei 2012.

pada tanggal 28 Mei 2012.

Kramer, P. J. and T. T. Kozlowsky. 1960. Physiology of Tree. McGraw and Hill Book Co. Inc. New York.

Kusumo, 1984. Zat Pengatur Tumbuh. CV Yasaguna. Jakarta.

McDonald, B. E., Lloyd. E. L, and Crampton E. W.. 1978. Fundamental of Nutrition 2nd Edition. W. H. Freeman and Company, United States

Mahlstede JP, and Haber E.S. 1957. Plant Propagation. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Nickell LG. 2000. Plant Growth Regulating Chemicals 2nd Edition. Florida: CRC Press, Inc

Prastowo, N. H . , J. M. Roshetko dan G. E. S. Manurung. 2006. Teknik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International. Bogor

Rismunandar. 1995. Budidaya Bunga Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rochiman, K., dan Sri Setyati Haryadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Departemen Agromoni Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Rukmana, H.R. 1995. Bugenvil – seri tanaman hias. Kanisius. Yogyakarta

(66)

Subiakto, A, C Sakai, A Purnomo dan Taufiqurahman. 2005. Teknik Perbanyakan Stek Beberapa Spesies Dipterokarp di P3HKA, PT. SBK dan PT. ITCIKU. Prosiding Peran Konservasi Sumberdaya Genetik,Pemuliaan dan Silvikultur dalam Mendukung Rehabilitasi Hutan; Yogyakarta 26 – 27 Mei 2005. Yogyakarta : Proyek ITTO Fakultas Kehutanan UGM. Suryowinoto, M. S. 1997. Flora eksotika; Tanaman hias berbunga. Kanisius.

Yogyakarta.

Suwasono, H. 1989. Hormon Tumbuhan. Rajawali. Jakarta

Wattimena, G. A. 1992. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.

Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta

Wudianto, 1998. Membuat Stek. Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

(67)

Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan zpt

���= ZatTerlarut

ZatTerlarut+ZatPelarut x 10 6

Berdasarkan rumus diatas maka pada perlakuan K1 = 200 + 200 ppm dalam 1 liter air diperoleh perhitungan,

������= ZatTerlarut 200x + 100000 = 1000000x 100000 = 999800x

x = 0.10002 g

x = 0.1 g IBA per 500 ml air (larutan 1)

�����= ZatTerlarut

ZatTerlarut+ZatPelarut x 10 6

200 ����� = x

x+500ml x 10 6

200 (x + 500) = 106x 200x + 100000 = 1000000x 100000 = 999800x

x = 0.10002 g

x = 0.1 g BA per 500 ml air (larutan 2)

(68)

Lampiran 2. Bagan plot penelitian

U

S

D2K0 D1K0 D2K0

D1K3 D3K0 D3K3

D2K0 D3K1 D2K1

D3K3 D1K1 D2K3

D3K1 D3K0 D1K0

D1K2 D2K2 D3K2

D2K3 D3K3 D2K2

D1K0 D1K1 D3K1

D3K2 D2K1 D1K3

D2K2 D2K3 D1K2

D1K1 D1K3 D3K0

D1K2 D3K2 D2K1 Blok I Blok II Blok III

40 cm

(69)

Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Pelaksanaan Percobaan Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Peyiangan Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Pengendalian Penyakit

Disesuaikan dengan kondisi lapangan

8. Pengamatan Parameter

(70)

Lampiran 4. Data Pengamatan Umur Bertunas (Hari)

Lampiran 5. Data Pengamatan Umur Bertunas (Hari) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

(71)

Lampiran 6. Daftar Sidik Ragam Umur Bertunas

Lampiran 7. Data Pengamatan Panjang Tunas 4 MST (cm)

(72)

Lampiran 8. Data Pengamatan Panjang Tunas 4 MST (cm) Yang Ditransformasi

Lampiran 9. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 4 MST

(73)

Lampiran 10. Data Pengamatan Panjang Tunas 5 MST (cm)

(74)

Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 5 MST

Lampiran 13. Data Pengamatan Panjang Tunas 6 MST (cm)

(75)

Lampiran 14. Data Pengamatan Panjang Tunas 6 MST (cm) Yang Ditransformasi

Lampiran 15. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 6 MST

(76)

Lampiran 16. Data Pengamatan Panjang Tunas 7 MST (cm)

(77)

Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 7 MST

Lampiran 19. Data Pengamatan Panjang Tunas 8 MST (cm)

(78)

Lampiran 20. Data Pengamatan Panjang Tunas 8 MST (cm) Yang Ditransformasi

Lampiran 21. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 8 MST

(79)

Lampiran 22. Data Pengamatan Panjang Tunas 9 MST (cm)

(80)

Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 9 MST

Lampiran 25. Data Pengamatan Panjang Tunas 10 MST (cm)

(81)

Lampiran 26. Data Pengamatan Panjang Tunas 10 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 27. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 10 MST

(82)

Lampiran 28. Data Pengamatan Panjang Tunas 11 MST (cm)

Lampiran 29. Data Pengamatan Panjang Tunas 11 MST (cm) Yang Ditransformasi Menggunakan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

(83)

Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 11 MST

Lampiran 31. Data Pengamatan Panjang Tunas 12 MST (cm)

(84)

Lampiran 32. Data Pengamatan Panjang Tunas 12 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 33. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 12 MST

(85)

Lampiran 34. Data Pengamatan Panjang Tunas 13 MST (cm)

Lampiran 35. Data Pengamatan Panjang Tunas 13 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

(86)

Lampiran 36. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 13 MST

Lampiran 37. Data Pengamatan Panjang Tunas 14 MST (cm)

(87)

Lampiran 38. Data Pengamatan Panjang Tunas 14 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 39. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 14 MST

(88)

Lampiran 40. Data Pengamatan Diameter Tunas 4 MST (cm)

Lampiran 41. Data Pengamatan Diameter Tunas 4 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

(89)

Lampiran 42. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 4 MST

Lampiran 43. Data Pengamatan Diameter Tunas 5 MST (cm)

(90)

Lampiran 44. Data Pengamatan Diameter Tunas 5 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 45. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 5 MST

(91)

Lampiran 46. Data Pengamatan Diameter Tunas 6 MST (cm)

Lampiran 47. Data Pengamatan Diameter Tunas 6 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

(92)

Lampiran 48. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 6 MST

Lampiran 49. Data Pengamatan Diameter Tunas 7 MST (cm)

(93)

Lampiran 50. Data Pengamatan Diameter Tunas 7 MST (cm) Yang Ditransformasi Dengan Transformasi Akar (X+0.5)1/2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 51. Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 7 MST

Gambar

Tabel 1. Umur bertunas (hari) dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian  zat pengatur tumbuh
Gambar 1. Perkembangan panjang tunas stek bugenvil pada beberapa perlakuan        diameter batang stek
Tabel 2. Panjang tunas (cm) 14 MST dengan perlakuan diameter batang stek dan pemberian zat pengatur tumbuh
Gambar 3. Hubungan antara panjang tunas dengan diameter batang stek.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2013: 10 + 32 Halaman + Daftar Gambar + Daftar Tabel + Lampiran) Perawatan dan perbaikan mesin pemisah minyak makanan gorengan dengan sistem gaya putar di kontrol

Penggunaan kerapatan tanaman tinggi (3 dan 4 tanaman per lubang) dapat memberikan hasil 30-50,5 % lebih tinggi untuk jumlah biji per satuan luas (hektar) dibandingkan dengan

Yang mengindikasikan bahwa semakin besar belanja daerah yang di keluarkan oleh pemerintah pada bidang pendidikan ini maka akan semakin besar juga tingkat partisipasi sekolah

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki kinerja peneliti sebagai seorang guru dan mendeskripsikan peningkatan aktivitas pembelajaran peserta didik melalui metode

a) Aplikasi mampu melakukan pengambilan data rekamedis yang merupakan file data excel. b) Aplikasi mampu melakukan proses pembersihan data, dimana data yang tidak lengkap

graph) [2]. Banyak penelitian terdahulu membahas tentang algoritma untuk pencarian rute menuju titik tertentu dan menghasilkan rute terpendek salah satunya penelitian yang

Kemudian dengan meninjau dari adanya kerjasama yang di lakukan Taiwan dengan Amerika Serikat dalam Persenjataan Militer, yang di pandang oleh Cina, Amerika Serikat

Serta peran guru ekonomi yang senantiasa membantu peneliti jika menghadapi kesulitan ketika sedang mengajar dan tentu saja karakteristik para siswa yang mampu