• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PEM 1001632 Chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PEM 1001632 Chapter3"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Nurul Ihsan, 2014

IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan

dari suatu penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:161), “objek penelitian

adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel input yang meliputi modal, tenaga kerja, bahan baku, bahan bakar dan bahan penolong. Adapun variabel Outputnya adalah hasil

produksi. Subjek penelitian ini adalah para pelaku industri tahu di Kabupaten Sumedang yaitu pengusaha pembuat tahu, dan pengusaha pembuat sekaligus

penjual tahu.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah metode yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto

(2010:203) yang menyatakan bahwa, “metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif menurut M. Nazir

(2005:54) adalah ”suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu

objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa

pada masa sekarang”. Metode ini menekankan pada studi untuk memperoleh informasi mengenai gejala yang muncul pada saat penelitian berlangsung yaitu

(2)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:173), “Populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian.” Populasi ini bisa berupa sekelompok manusia, nilai-nilai, tes, gejala, pendapat, peristiwa-peristiwa, benda dan lain-lain. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini para pengusaha tahu di Kabupaten Sumedang yang berjumlah 159 orang, yang terdiri dari 75 pengusaha pembuat tahu, dan 84 pengusaha pembuat sekaligus penjual tahu.

3.3.2 Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:174), “sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.” Oleh karena itu, sampel yang diambil dari populasi

harus betul-betul representatif atau mewakili.

Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Proportionate

Stratified Random Sampling ialah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis). Karena banyaknya jumlah populasi, keterbatasan waktu dan tenaga, maka untuk sampel diambil dengan menggunakan rumus perhitungan sampel yang dikemukakan oleh Taro Yamane (Riduwan,

2012:44). Adapun bentuk rumusnya seperti dibawah ini:

1

2

Nd

N

n

Dimana : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d2 = Presisi yang ditetapkan

Presisi yang ditetapkan dalam rumus tersebut yaitu 10%. Dengan menggunakan rumus tersebut, didapat sampel pengusaha tahu sebagai berikut:

N =

N=

N =

(3)

Sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 61 orang

pengusaha tahu yang tersebar di Kabupaten Sumedang. Berdasarkan temuan yang diperoleh dilapangan, bahwa pengusaha tahu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

pengusaha yang hanya memproduksi tahu, pengusaha yang hanya menjual tahu matang, dan pengusaha yang memproduksi sekaligus menjual tahu matang. Namun, untuk pengusaha penjual tahu tidak akan dijadikan sampel karena tidak melakukan produksi dan sulit untuk dilakukan perhitungan efisiensi.

Selanjutnya, pengambilan sampel dilakukan secara proporsional random sampling memakai rumusan alokasi proportional sebagai berikut:

ni = (Riduwan, 2012 : 45)

Dimana :

N = Jumlah populasi seluruhnya. Ni = Jumlah populasi menurut stratum.

ni = Jumlah sampel menurut stratum.

n = Jumlah sampel seluruhnya.

Adapun hasil penarikan sampel pengusaha tahu yang dilakukan secara proporsional dapat dilihat pada Tabel 3.1 ini :

Tabel 3.1

Sampel Pengusaha Tahu di Kabupaten Sumedang

No. Kelompok Jumlah Kelompok Sampel Kelompok

1 Pembuat Tahu 75

ni =

ni = 29

2 Pembuat dan Penjual Tahu 84

ni =

ni = 32

Jumlah 159 Orang 61 Orang

(4)

3.4 Operasional Variabel

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah hasil produksi

tahu (O1), sedangkan variabel independennya terdiri dari modal (I1), tenaga kerja

(I2), bahan baku (I3), bahan bakar (I4) dan bahan penolong (I5). Adapun

operasional variabelnya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Operasional Variabel

Variabel Konsep Teoritis Konsep Empiris Konsep Analitis Skala Ukuran

(1) (2) (3) (4) (5)

Modal (I1) Modal merupakan

faktor produksi yang meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain serta jasa-jasa. Modal juga mencangkup arti uang yang tersedia

Data diperoleh dari Responden tentang: 1. Jumlah seluruh modal tetap yang dimiliki pengusaha tahu seperti lahan pabrik, baik milik pribadi maupun sewa atau gerobak (dalam satuan rupiah).

2. Jumlah mesin dan peralatan produksi yang dimiliki selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak

Data diperoleh dari Responden tentang: 1. Jumlah seluruh tenaga kerja selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan 2014 (dalam satuan rupiah).

(5)

Bahan Baku (I3)

Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan

Data diperoleh dari Responden tentang: 1. Biaya keseluruhan kacang kedelai yang digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah).

Rasio

Sumber: Berbagai sumber penelitian terdahulu

Sambungan Tabel 3.2 Berdasarkan jenis dan wujudnya bahan bakar terbagi menjadi bahan bakar padat, bahan

Data diperoleh dari Responden tentang: 1. Biaya keseluruhan bahan bakar yang digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah). tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.

Data diperoleh dari Responden tentang: 1. Biaya keseluruhan minyak goreng yang digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah). 2. Biaya keseluruhan garam yang

digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah). 3. Biaya keseluruhan keresek yang

digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah). 4. Biaya keseluruhan kertas nasi yang

digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah). 5. Biaya keseluruhan bongsang yang

digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah). 6. Biaya keseluruhan cabai rawit yang

digunakan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan rupiah).

(6)

Hasil Produksi Tahu (O1)

Produksi adalah hasil akhir dari proses atau

Data diperoleh dari Responden tentang: 1. Jumlah produksi tahu yang dihasilkan selama bulan Mei-Juli 2014 (dalam satuan ancak).

Sumber: Berbagai sumber penelitian terdahulu

3.5 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelelitian ini yaitu bersumber dari data primer yang diperoleh melalui penyebaran angket kepada pengusaha tahu di

Kabupaten Sumedang yang dijadikan sampel. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sumedang, Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Sumedang, jurnal dan artikel dalam internet.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan teknik tertentu sangat diperlukan dalam analisis, karena teknik-teknik tersebut dapat menentukan lancar tidaknya suatu proses

penelitian. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Angket, yaitu pengumpulan data melalui penyebaran seperangkat pertanyaan maupun pernyataan tertulis yang telah disusun dan disebar

kepada responden yang menjadi anggota sampel dalam penelitian.

2. Wawancara, adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan responden yang

menggunakan alat panduan wawancara.

3. Studi observasi, yaitu penelitian melakukan pengamatan secara langsung ke

objek penelitian yaitu pada pengusaha tahu di Kabupaten Sumedang.

(7)

3.7 Teknik Analisis Data

Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan

bantuan program komputer, pendekatan frontier non-parametrik menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur dan menganalisis efisiensi teknik industri tahu. Penelitian ini akan menggunakan software

DEAWIN untuk pengolahan datanya.

3.7.1 Data Envelopment Analysis (DEA)

Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari suatu unit pengambilan keputusan

(unit kerja) yang bertanggungjawab menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu Output yang ditargetkan. DEA merupakan model

pemrograman fraksional yang bisa mencakup banyak input dan Output tanpa perlu menentukan bobot tiap variable sebelumnya, tanpa perlu penjelasan eksplisit mengenai hubungan fungsional antara input dan Output (tidak seperti regresi). DEA menghitung ukuran efisiensi secara scalar dan menentulan level input dan

Output yang efisien untuk unit yang dievaluasi.

Sebuah model matematis menggunakan variable keputusan (decision variables) untuk menggambarkan keputusan kuantitatif yang akan dibuat. Sementara fungsi tujuan (objective function) akan mengekspresikan ukuran kinerja dari tiap decision variable dalam model. Kendala (constraint) dalam model menggambarkan pembatasan terhadap nilai yang akan dimasukan ke dalam variable keputusan. Parameter dari sebuah model konstanta yang akan muncul

dalam fungsi tujuan dan kendala.

Metode DEA ini diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas dari

sebuah unit entitas (organisasi) yang selanjutnya disebut DMU (Decision Making Unit) atau Unit Pembuatan Keputusan (UPK). Secara sederhana pengukuran

dinyatakan dengan rasio: Output / input yang merupakan suatu pengukuran efisiensi atau produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial (misalnya: Output

(8)

dsb) atau secara total (melibatkan semua Output dan input suatu entitas kedalam

pengukuran) yang dapat membantu menunjukan faktor input (Output) apa yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu Output (penggunaan suatu input).

Hanya saja perluasan pengukuran produktivitas dari parsial ke total akan membawa kesulitan dalam memilih input dan Output apa yang harus disertakan dan bagaimana pembobotannya. Adapun beberapa asumsi yang terdapat dalam DEA adalah sebagai berikut :

1. Entitas yang dievaluasi menggunakan set input yang sama untuk menghasilkan set Output yang sama pula.

2. Data bernilai positif dan bobot dibatasi pada nilai positif. 3. Input dan Output bersifat variabel.

DEA merupakan pendekatan non parametrik dengan menggunakan teknik

linear programming sebagai dasar. Langkah kerja penelitian dengan metode DEA

ini meliputi :

1. Identifikasi UPK atau unit yang akan diobservasi beserta input dan Output

pembentukannya.

2. Menghitung efisiensi tiap UPK untuk mendapatkan target input dan Output

yang diperlukan untuk mencapai kinerja optimal.

DEA menghitung efisiensi dari suatu UPK dalam satu kelompok observasi

relatif kepada UPK dengan kinerja terbaik dalam kelompok observasi tersebut. DEA mempunyai beberapa keuntungan relatif dibandingkan dengan teknik parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam

aplikasi manajerial.

DEA tidak memerlukan hubungan fungsi tertentu antara Output dan input

produksi ataupun asumsi dari distribusi error. DEA membolehkan penggunaan banyak input dan Output. DEA menghasilkan informasi detail nilai efisiensi unit,

(9)

Menurut Victor Siagian (2002:10), bahwa dalam analisis DEA pada

dasarnya ada tiga tahapan yang dilakukan yang dapat mempermudah dalam melakukan analisis terhadap hasil keseluruhan dari penelitian yaitu :

1. Table of Efficiencies (Radial) : Efisiensi Teknik

Analisis ini menunjukan unit pengambil keputusan (UPK) mana yang paling efisien. Efisiensi ditunjukan dengan nilai optimal dari fungsi tujuan yang dikembangkan dari Linear Programming (LP). Nilai fungsi tujuan 100 (100%) berarti bahwa UPK tersebut efisien, sementara yang kurang dari 100 berarti tidak efisien.

2. Table of Peer Units

Tabel ini digunakan untuk menentukan jika suatu UPK tidak efisien maka

akan ditunjukan bagaimana cara mencapai tingkat efisiensi (mencapai angka 100) dengan melihat peer (UPK yang menjadi acuan/pedoman untuk mencapai tingkat efisiensi).

3. Table of Target Values

Analisis ini digunakan untuk menentukan berapa persen efisiensi sudah

terjadi untuk setiap UPK baik dari setiap struktur input maupun struktur Output.

Dalam Tabel ini akan ditunjukan nilai aktual dari target yang harus dicapai dari setiap input maupun setiap Output. Jika besarnya nilai aktual sudah sama dengan nilai targetnya maka efisiensi untuk setiap input atau Output sudah terjadi. Sebaliknya jika nilai antara aktual dengan target tidak sama maka efisiensi belum tercapai.

Dalam DEA, konsep yang digunakan dalam mendefinisikan hubungan input Output dalam tingkah laku dari institusi finansial pada metode parametrik maupun

non parametrik adalah:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

(10)

material lainnya. Adapun dalam penelitian kali ini menggunakan pendekatan

produksi karena sesuai dengan objek penelitian yaitu industri tahu yang dapat memproduksi tahu.

2. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approach)

Pendekatan ini memandang sebuah institusi sebagai intermediator, yaitu merubah atau mentransfer asset-aset dari unit-unit surplus kepada unit-unit defisit. Dalam hal ini input dan Output institusional seperti biaya tenaga kerja dan modal dengan Output yang diukur dalam bentuk investasi.

3. Pendekatan Asset (Asset Approach)

Yang terakhir adalah pendekatan asset yang menvisualisasikan fungsi

primer sebuah institusi, ini dekat sekali dengan pendekatan intermediasi, dimana

Output benar-benar didefinisikan dalam bentuk asset-aset.

3.7.2 Konsep CRS Dan VRS

Model Constant Return to Scale (CRS) dikembangkan oleh Charnes,

Cooper dan Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan

bahwa rasio antara penambahan input dan Output adalah sama (constant return to scale). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka Output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. Rumus dari constant return to scale dapat dituliskan

(11)

(Aam Slamet Rusydiana,2013:21)

Dimana:

ykj = jumlah Output k yang diproduksi oleh pengusaha j

xij = jumlah input i yang digunakan oleh pengusaha j

µk = bobot yang diberikan kepada Output r, (r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah Output)

vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i = 1, ..., m dan m adalah jumlah

input)

n = jumlah pengusaha

i0 = pengusaha yang diberi penilaian

Nilai efisinesi selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai

efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan UPK yang nilai efisiensinya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien.

Gambar 3.1

Efisiensi Frontier Model CCR

(12)

Model Variable Return to Scale (VRS) ini dikembangkan oleh Banker,

Charnes, dan Cooper (model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak

atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan Output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan Output

meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Rumus

variable return to scale (VRS) dapat dituliskan dengan program matematika seperti berikut ini:

(Aam Slamet Rusydiana, 2013:22)

Dimana:

ykj = jumlah Output r yang diproduksi oleh pengusaha j,

xij = jumlah input i yang digunakan oleh pengusaha j,

µk = bobot yang diberikan kepada Output r, (r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah Output),

vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i = 1, ..., m dan m adalah jumlah input),

n = jumlah pengusaha,

i0 = pengusaha yang diberi penilaian

Nilai dari efisiensi tersebut selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan UPK yang nilainya

(13)

Gambar 3.2

Efisiensi Frontier Model BCC

(Banker, Charnes, dan Cooper dalam Aam Slamet Rusydiana, 2013:22)

3.7.3 Orientasi dalam DEA

Terdapat dua orientasi yang digunakan dalam metodologi pengukuran efisiensi, yaitu:

1. Orientasi Input

Prespektif yang melihat efisiensi sebagai pengurangan penggunaan input

meski memproduksi Output dalam jumlah yang tetap. Cocok untuk industri

dimana manager memiliki kontrol yang besar terhadap biaya operasional.

Gambar 3.3

Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR (Cooper dalam Yuli Indrawati (2009))

2. Orientasi Output

Prespektif yang melihat efisiensi sebagai peningkatan Output secara

(14)

unit pembuat keputusan diberikan kuantitas resource dalam jumlah yang fix dan

diminta untuk memproduksi Output sebanyak mungkin dari resource tersebut. Perbedaan antara orientasi input dan Output model DEA hanya terletak pada

ukuran yang digunakan dalam menentukan efisiensi (yaitu dari sisi input dan

Output), namun semua model (apapun orientasinya), akan mengestimasi frontier

yang sama.

Gambar 3.4

Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR (Cooper dalam Yuli Indrawati (2009))

3.7.4 Efisiensi Skala

Pada umumnya suatu bisnis atau unit pengambil keputusan (UPK) atau

decision making unit (DMU), seperti industri tahu, mempunyai karakteristik yang mirip satu sama lain. Namun, biasanya tiap industri tahu bervariasi dalam ukuran dan tingkat produksinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa ukuran industri tahu memiliki peran penting yang menentukan efisiensi atau inefisiensi relatifnya. Model CCR mencerminkan (perkalian) efisiensi teknis dan efisiensi

skala, sedangkan model BCC mencerminkan efisiensi teknis saja, sehingga efisiensi skala relatif adalah rasio dari efisiensi model CCR dan model BCC.

Sk = qk,CCR / qk,BCC

(Aam Slamet Rusydiana, 2013:23) Jika nilai S = 1 berarti bahwa UPK tersebut beroperasi pada ukuran efisiensi skala terbaik. Jika nilai S kurang dari satu berarti masih ada inefisiensi

(15)

skala dari UPK tersebut. Jadi, UPK yang efisien dengan model CCR berarti juga

efisien skalanya. Sedangkan, UPK yang efisien dengan model BCC tapi tidak efisien dengan model CCR berarti memiliki inefisiensi skala. Hal ini karena

UPK tersebut efisien secara teknis, sehingga infisiensi yang ada adalah berasal dari skala.

3.7.5 Return to Scale (RTS)

Return to Scale (RTS) adalah suatu ciri dari fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara perbandingan perubahan semua input (dengan

skala perubahan yang sama) terhadap perubahan Output yang diakibatkannya. Terdapat tiga kondisi keadaan Return To Scale ini, yaitu (Soekartawi, 1994: 42) :

1. Decreasing Returns to Scale, bila ∑bi < 1. Kondisi berarti bahwa proporsi penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

2. Constant Returns to Scale, bila ∑bi = 1. Kondisi ini berarti bahwa penambahan masukan produksi akan proporsional dengan penambahan produksi.

3. Increasing Returns to Scale, bila ∑bi > 1. Kondisi ini berarti bahwa proporsi penambahan masukan produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang

Gambar

Tabel 3.1 Sampel Pengusaha Tahu di Kabupaten Sumedang
Tabel 3.2 Operasional Variabel
Efisiensi Gambar 3.1 Frontier Model CCR
Efisiensi Gambar 3.2 Frontier Model BCC

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dari pernyataan itu dapat disimpulakan bahwa dengan sering latihan memainkan alat musik bonang akan memudahkan anak Cerebral Palsy Spastic melakukan gerakan-gerakan

Pengabdian kepada masyarakat di SD Ar Raudah telah menghasilkan aplikasi tabungan untuk siswa yang dapat memudahkan petugas dalam mengelola tabungan siswa

Upaya kesehatan yang memanfaatkan latihan fisik atau olahraga untuk meningkatkat derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat di5.

Salah satu alat pengeringan yaitu rotary dryer (pengering putar) yang terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke

• Apakah daftar prioritas risiko yang diperoleh telah dikonsultasikan dengan manajemen puncak, pemilik risiko, dan pemangku kepentingan lain yang terkait, terutama dalam hal

Kurang sadarnya sikap terhadap Tuhan YME, hubungannya dengan diri sendiri adalah belum ada tenaga pengajar untuk menumbuhkan bakat dan minat anak panti oleh

Dengan demikian, pihak manajemen mampu memantau permasalahan yang timbul dan mengambil tindakan dengan cepat secara efisien dan efektif Masalah yang timbul adalah

Pada akhir fase F, peserta didik dapat menunjukan kemampuan berbagai aktivitas jasmani dan olahraga sebagai hasil rancangan pengetahuan yang benar, merancang dan