MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL ANAK MELALUI CORAT-CORET (DOODLING) PADA ANAK USIA DINI YANG
CENDERUNG BERMAIN GADGET SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
Faizatul Lailiyah B97212125
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
INTISARI
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah metode doodling dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak usia dini yang cenderung bermain gadget Kecerdasan Interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Kemampuan ini melibatkan kemampuan ini penggunaan kemampuan verbal dan nonverbal, kemampuan kerjasama, menagemen konflik. Doodling dimanipulasi dengan meminta subjek dengan cara mencoret sesuai dengan keinginan mereka, mereka bisa membentuk coretan tersebut menjadi sebuah gambar rumah, orang, pohon, tumbuhan dan lain-lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode doodling dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak usia dini yang cenderung bermain gadget. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan one group pre test-post test dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengatahui kecerdasan interpersonal anak melalui corat-coret (Doodling). Subjek penelitian ini adalah 15 anak dari kelompok Tk B yang berumur 5-6 tahun yang memiliki kriteria kecenderungan bermain gadget. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kecerdasan interpersonal anak usia dini yang cenderung bermain gadget melalui kegiatan corat-coret (doodling) dengan nilai kolerasi p= 0.000 < 0.05 dan t =10.095 > 1,753 artinya terdapat perbedaan kecerdasan interpersonal anak usia dini yang usia dini yang cenderung bermain gadget sebelum dan sesudah diberikan kegiatan corat-coret (doodling).
ABSTRACT
Everyone using gadgets with technology that modern such as television , mobile phone , laptop , computer tablet , smart phone , and others. Gadgets this can be found anywhere, good in adults and children. Children now it has been active in which many consumer products electronic and gadgets that will make the children as a target their markets. Moeslichatoen (2004) revealed that through the activities of children played can develop intelligence interpersonal melaui creativity. There are activities that may develop interpersonal kids through creativity of them are painting (paint), printing activities (print), drawing activities (drawing), activities coollage (sticking), and activities unified (forming) when dikakukan gregarious.
As for formulation the problem is whether method doodling can increase intelligence interpersonal in early childhood that tends to play gadgets intelligence interpersonal is the ability to understand and interact with of the secret. This capability involving this capability the use of verbal skill and nonverbal, the ability cooperation, menagemen conflict. Doodling manipulated by asking the subject by means of crossing out in accordance with what they wanted , they can form a scrawl will be made as a picture house , people , trees , herbs and doing stuff.
The purpose of this research is to find a method of doodling can increase intelligence interpersonal in early childhood that tends to play gadgets. The kind of research this is research quasi his experiments with one group pret tst-post test by using sheets of observation to know intelligence interpersonal a son through students (doodling). The subject of study this is 15 children of a group kindergarten b from 5-6 years possesses the criteria a tendency play gadgets. The research results show that there has been increasing intelligence interpersonal early childhood that tends to play gadgets through the activities of students (doodling) to the value of kolerasi p = 0.000 & lt; 0.05 and t = 10.095 & gt; 1,753 it means there is a difference intelligence interpersonal early childhood whose age early that tends to play gadgets before and after given activities students (doodling).
E. Keaslian Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Interpersonal Anak ... 24
1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal Anak ... 24
2. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal Anak ... 26
3. Perkembangan Kecerdasan Interpersonal Anak ... 29
4. Dimensi Kecerdasan Interpersonal Anak ... 31
5. Unsur Kecerdasan Interpersonal Anak ... 32
B. Corat-coret (Doodling) ... 35
1. Pengertian Corat-coret (Doodling)... 35
2. Tahapan Corat-coret (Doodling) ... 36
3. Tahapan Psikologis pada saat anak usia dini Corat-coret (Doodling) ... 38
C. Kerangka Teoritis ... 39
D. Hipotesis ... 41
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 42
1. Variabel Penelitian ... 42
2. Definisi Operasional ... 42
B. Subjek Penelitian ... 44
C. Desain Eksperimen ... 47
D. Prosedur Eksperimen ... 49
E. Teknik Pengumpulan Data ... 50
F. Instrumen Penelitian ... 52
1. Alat Ukur ... 52
2. Validitas dan Reliabilitas ... 55
G. Analisis Data ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 57
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Lembar Observasi... 53
Tabel 2 : Penilaian kemampuan Memiliki Banyak Teman ... 53
Tabel 3 : Penilaian Kemampuan Memiliki Empati ... 53
Tabel 4 : Penilaian Menikmati Permainan Kelompok... 54
Tabel 5 : Deskripsi Data Penyebaran Aitem ... 59
Tabel 6 : Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60
Tabel 7 : Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
Tabel 8 : Deskripsi Data ... 62
Tabel 9 : Hasil Pre Test ... 71
Tabel 10 : Hasil Post Test ... 72
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Secara alamiah, setiap individu akan melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan dalam kehidupannya, yaitu sejak masa embrio sampai akhir hayatnya individu akan mengalami perubahan baik secara ukuran maupun perkembangan. Kecepatan tumbuh kembang setiap individu satu dengan individu lainnya bervariasi, tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya selama proses tumbuh kembang tersebut berlangsung (Safaria, 2008).
Disadari atau tidak kebiasaan lingkungan terhadap anak usia dini akan membentuk perkembangan anak. Pada saat ini seiring berkembangnya teknologi, banyak sekali yang berpengaruh pada anak salah satunya adalah penggunaan gadget. Gadget sangat mudah sekali menarik perhatian dan minat anak dan sudah menjadi hal yang biasa jika anak-anak saja sudah memakai gadget dalam kehidupan sehari-hari. gadget memiliki dampak positif dan negatif, Untuk itu peran orang tua sangat penting dalam perkembangan teknologi yang sangat maju di zaman sekarang ini.
2
tablet, smart phone, dan lain-lain. Gadget ini dapat ditemui dimanapun, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Anak-anak kini telah menjadi konsumen aktif dimana banyak produk-produk elektronik dan gadget yang menjadikan anak-anak sebagai target pasar mereka. “Apalagi jangankan anak -anak, orang tua pun ada yang sangat menyukai gadget sampai disebut gadget
freak.” (Muzakki, 2013)
Ismail (2013) Dari faktor semakin banyaknya teknologi yang bersaing menyebabkan harga dari gadget semakin terjangkau. Yang dulunya gadget adalah sesuatu yang elit, akan tetapi sekarang sudah tidak lagi. Dilihat dari kenyataan sekarang, sudah menjadi hal yang biasa bahwa anak-anak SD saja memiliki gadget berupa smart phone taupun Hand phone sebagai bahan mainan mereka. Dahulu orang yang mampu membeli gadget hanyalah orang golongan menengah keatas, akan tetapi pada kenyataan sekarang orang tua berpenghasilan pas-pasan saja mampu membelikan gadget untuk anaknya.
Beberapa tahun yang lalu gadget hanya banyak dipakai oleh para pembisnis dari kalangan menangah ke atas. Alasan mereka menggunakan gadget adalah untuk memudahkan bisnis mereka. Namun pada zaman sekarang, gadget tidak hanya dipakai oleh para pembisnis saja, banyak para remaja bahkan anak-anak pun telah banyak menggunakan gadget. “Semakin banyak produk yang ada di pasaran, maka semakin tinggi pula tingkat konsumtif pelaku pasar.” (Suhandi, 2013). Alasan para remaja menggunakan
3
Secara positif penggunaan Gadget telah menunjang aktivitas sehari-hari masyarakat Indonesia karena keunggulannya yang dapat melakukan banyak hal dalam satu produk, tetapi terdapat sisi negatif yang harus diwaspadai akibat penggunaan gadget yang tidak tepat, terutama bagi pengguna dibawah umur atau anak-anak. Orang tua pada saat ini sangat mudah memfasilitasi anak dengan gadget yang canggih dengan alasan membantu mempermudah pengerjaan tugas-tugas sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, serta sebagai sarana hiburan dengan banyaknya pilihan software permainan. Menurut Dokter Spesialis Anak Attila Dewanti, saat ini orang tua sudah malas jadi tinggal kasih iPad, sebetulnya hal ini tidak mendidik, karena hanya melatih jari telunjuknya. Padahal, untuk menunjang tumbuh kembang anak itu harus merangsang motorik kasar dan motorik halusnya.
4
Berbagai penelitian dari kedokteran maupun dunia psikolog mengenai dampak gadget telah dilakukan. Gadget memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia, demikian pula terhadap anak-anak. Dari segi psikologis, masa kanak-kanak adalah masa keemasan dimana anak-anak belajar mengetahui apa yang belum diketahuinya. Jika masa kanak-kanak sudah tercandu dan terkena dampak negatif oleh gadget, maka perkembangan anakpun akan terhambat khususnya pada segi prestasi dan psikososial (Suhandi, 2013).
Peneliti yang dipimpin oleh Dr. Cathy Williams dari University of Bristol dan Dr. Jes Gunggenheim dari University of Cardiff mengungkapkan, anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan, pada usia 5 – 7 tahun memiliki mata yang lebih sehat dan terhindar dari rabun jauh di usia 15 tahun. Dengan anak bermain di luar, anak-anak lebih banyak melakukan kegiatan fisik dan juga mendapat siraman matahari yang lebih banyak. Penelitian ini mengungkapkan bahwa 80 – 90 % anak di Asia Tenggara menderita rabun jauh karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan. Terkadang orang tua mengizinkan dan melepas anak untuk bermain komputer di dalam rumah, agar anak tidak berlama – lama main di luar rumah. Namun, dengan anak lebih banyak bermain dengan
5
terhadap perkembangan anak selanjutnya.Hal ini memiliki alasan yang cukup kuat yaitu berdasarkan hasil penelitian ”bahwa 50% perkembangan
kecerdasan anak terjadi pada usia 0-4 tahun maka disebut masa emas,30% perkembangan selanjutnya terjadi pada usia 4-8 tahun dan usia 8-12 tahun perkembangan dan pertumbuhan hanya 20% saja dan selebihnya 10% perkembangan kecerdasan terjadi pada usia sekitar 12 -18 tahun (Direktorat PAUD ,2004)Anak usia dini adalah anak yang memiliki rentang usia 3-6 tahun pola sosial dan lingkungan yang berubah, menyebabkan perbedaan dalam perkembangan anak usia dini masa kini dan masa lalu. Coba bandingkan,10 tahun lalu setiap harinya anak bermain dengan teman sebayanya,mereka berlarian dan bersenda gurau.
Selain itu penggunaan gadget pada anak usia dini juga sudah menjamur di Jakarta Selatan, data menunjukkan bahwa 80 % dari penduduk Jakarta Selatan banyak anak yang menggunakan gadget sebagai sarana bermain 23 % orang tua yang memiliki anak berusia 0-5 tahun mengaku bahwa anak-anak mereka gemar menggunakan internet. Sedangakan 80 % orang tua melaporkan bahwa balita mereka online setidaknya sekali dalam seminggu.
Menurut ketua dewan pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dr. Seto Mulyadi, Psi M.Psi. terdapat beberapa dampak gadget terhadap psikologis anak yaitu :
6
Dengan adanya gadget konsentrasi anak saat belajar mengalami penurunan. Konsentrasinya menjadi lebih singkat dan anak tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Anak lebih berimajinasi mengenal toko game yang sering dimainkan.
2. Malas membaca dan menulis
Gadget membuat anak sangat malas membaca dan menulis. Dengan gambar-gambar menarik yang disuguhkan gadget membuat anak malas membaca. Karena membaca merupakan sesuatu yang membosankan. Selain itu perkembangan teknologi membuat aktifitas menulis anak menggunakan gadget. Hal ini meperngaruhui keterampilan menulis anak, sehingga koordinasi motoriknya kurang bagus.
3. Memberi efek candu
Saat bangun tidur yang dilihat pertama kali adalah gadget. Saat makan dan kemanapun tidak lepas dari adanya sebuah gadget. Jika smartphone tersebut tertinggal, anak rela pulang kerumah untuk mengambil gadgetnya.
4. Mempengaruhi kemampuan menganalisa masalah
7
5. Agresif
Konten kekerasan dalam gadget dapat menstimulus anak untuk melakukan hal apa yang dilihatnya. Dampak buruk jangka panjang pada anak yang mengkonsumsi gadget menjadi lebih agresif dari anak biasanya.
6. Menurunnya kemampuan bersosialisasi
Menurunnya kemampuan bersosialisasi merupakan dampak buruk dari adanya gadget. Anak menjadi acuh terhadap lingkungan sekitar dan tidak faham dengan etika bersosialisasi. Sehingga rasa sosial antar sesama memudar dan ajrang bertegur sapa. Imbas bila mengkonsumsi gadget secara berlebihan mempengaruhi kemampuan psiko-sosial anak menjadi rendah dan akhirnya tidak perduli dengan lingkungan sekitar lagi.
8
kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan natural, dan kecerdasan eksistensial.
Salah satu kecerdasan yang penting distimulasi untuk perkembangan anak pada kehidupan selanjutnya adalah kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengamati atau mengerti maksud, motivasi, dan perasaan orang lain (Gunawan, 2006). Kecerdasan interpersonal mencakup kemampuan membaca orang, kemampuan berteman, dan keterampilan yang dimiliki beberapa orang untuk bisa berjalan memasuki sebuah ruangan dan mulai menjalin kontak pribadi yang penting, kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, niat, dan hasrat orang lain (Amstrong, 2002). Menurut Amstrong (Musfiroh, 2010), anak dengan kecerdasan interpersonal biasanya sangat memperhatikan orang lain, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak isyarat. Anak dengan kecerdasan interpersonal memiliki banyak kecakapan, yakni kemampuan berempati dengan orang lain, kemampuan mengorganisasi sekelompok orang menuju suatu tujuan bersama, kemampuan mengenali atau membaca pikiran orang lain, kemampuan berteman, dan menjalin kontak.
9
sejak dini, karena pada dasarnya manusia tidak bisa menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup yang terkait dengan orang lain dan anak yang gagal mengembangkan interpersonalnya akan mengalami banyak hambatan pada dunia sosialnya (Safaria, 2005). Seperti yang dikemukakan oleh Frankl (Safaria, 2005), bahwa anak-anakyang terbatas pergaulan sosialnya akan banyak mengalami hambatan ketika mereka memasuki masa sekolah atau masa dewasa.
Dalam Kemendiknas terdapat beberapa Tingkat Pencapaian Perkembangan (TPP) yang berkaitan dengan kecerdasan interpersonal. Tingkat Pencapaian Perkembangan tersebut diantaranya bersikap kooperatif dengan teman, dengan tiga indikator di dalamnya yaitu: dapat melaksanakan tugas kelompok, dapat bekerjasama dengan teman, dan mau bermain dengan teman. Menurut Gordon dan Huggins-Cooper (2013), terdapat beberapa indikator yang berkaitan dengan kecerdasan interpersonal anak yaitu anak akan pandai mengatasi konflik dan secara natural tertanam kemampuan menjadi pemimpin, mampu membaca perasaan dan situasi orang lain, cepat tanggap terhadap emosi dan dapat berkomunikasi dengan orang-orang minoritas seperti seorang anak yang pemalu. Anak-anak cenderung memiliki banyak teman seiring berjalannya waktu. Anak usia dini cenderung egosentris dan jarang melihat kejadian dari sudut pandang orang lain.
10
kemampuan verbal dan nonverbal, kemampuan kerjasama, menagemen konflik, strategi membangun konsensus, kemampuan untuk percaya, menghormati, memimpin, dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan umum. Gordon dan Huggins-Cooper (2013) menyebut kecerdasan interpersonal sebagai kecerdasan sosial, dengan memiliki kecerdasan sosial membantu kita untuk memahami perasaan, motivasi, dan intense orang lain.
Kecerdasan interpersonal lebih dari kecerdasan-kecerdasan lain, kecerdasan interpersonal yang kuat menempatkan kita untuk kesuksesan sebaliknya kecerdasan interpersonal yang lemah akan menghadapkan kita pada rasa frustasi dan kegagalan terus menerus dan keberhasilan kita, kalaupun ada terjadi secara kebetulan saja (Hoerr, 2007). Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk bisa memahami berkomunikasi dengan orang lain, melihat perbedaan dalam mood, temperamen, motivasi, dan kemampuan. Termasuk juga kemampuan untuk membentuk dan juga menjaga hubungan, serta mengetahui berbagai perasaan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun sebagai pemimpin (Cambell, 2006).
11
Salah satu caranya adalah dengan menulis, menulis adalah permulaan dimulai pada saat anak memasuki usia 3-6 tahun biasanya diawali dengan mencoret-coret dinding, lantai, kertas dan benda yang ada di sekitarnya. Menurut Abdurrahman (2003) menulis permulaan merupakan kegiatan siswa memegang alat tulis dengan benar, menarik garis, menulis huruf, suku kata, kata dan kalimat. Keterampilan menulis permulaan diajarkan dengan tujuan agar anak dapat memegang pensil dengan benar, anak dapat menulis dengan baik. Selain itu menulis bertujuan agar anak dapat menyalin, mencatat serta dapat mengerjakan sebagian besar tugas sekolahnya (Suparno dan Yunus, 2008).
12
Ong (1986) mengatakan bahwa menulis memiliki sebuah
neuropsychological efek yang mendorong kegiatan otak kiri. Teknologi yang bersifat khusus digunakan untuk menulis juga memberikan kontribusi bagi penulis.
Teknik doodling atau coret-coret ini diyakini bisa membantu mengarahkan atau mengasah perkembangan motorik halus anak yang nantinya dibutuhkan untuk menggambar, menulis, dan pekerjaan lainnya, kalau pada awalnya ketika anak sedang memegang pensil warna masih belum benar, maka diharapkan dari aktivitas doodling ini anak sudah bisa memegang pensil warna dengan baik, sehingga anak juga dapat mewarnai dengan benar (Juwita, 2013).
Moeslichatoen (2004) mengungkapkan bahwa melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal melaui kreativitas yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan, memanfaatkan imaginasi atau ekspresi diri. Terdapat kegiatan yang dapat mengembangkan interpersonal anak anak melalui kreativitas diantaranya adalah painting (melukis), kegiatan printing (mencetak), kegiatan drawing
(menggambar), kegiatan coollage (menempel), dan kegiatan modeling
(membentuk) ketika dikakukan berkelompok.
13
orang tua untuk menghadapi era modern ini, serta dapat membimbing anaknya untuk maju dan tidak terpengaruh buruk oleh perkembangan teknologi sekarang ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi dari latar belakang, maka untuk memudahkan proses penelitian serta untuk lebih memfokuskan masalah maka diperlukan adanya rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah berikut : Apakah metode doodling dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak usia dini yang cenderung bermain gadget ?
C. Tujuan Pelitian
Berdasarkan atas rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin didapat yaitu : Untuk mengetahui metode doodling dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak usia dini yang cenderung bermain gadget.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis, penelitian ini memberikan sumbangan pada ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan dalam hal menanggulangi kecenderungan bermain gedget terhadap anak usia dini.
b. Secara praktis
14
2. Bagi para orang tua, diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal anak memelalui menggambar dan Corat-coret
(Doodling).
3. Bagi para mahasiswa yang sedang belajar agar menjadi pengetahuan
baru tentang Doodling dapat meningkatkan Kecerdasan Interpersonal.
E. Keaslian Penelitian
1. Meningkatkan Kecerdaan Interpersonal Anak melalui Metode Proyek pada Anak Kelompok B TK Kusuma Baciro Gondokusuman Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Anitalia Destriati (2014). Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal anak Kelompok B TK Kusuma Baciro dapat ditingkatkan melalui metode proyek. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatkan persentase kecerdasan interpersonal anak sebelum tindakan sebesar 46,6% mengalami peningkatan sebesar 4,97% menjadi 51,57% dan pelaksanaan Siklus II mengalami peningkatan sebesar 28,96% menjadi 80,53%. 2. Peningkatan Kecerdasan Interpersonal melalui Metode Bercerita pada
Kelompok A DI TK AL ISLAM KADIPIRO Sambiro Sragen Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kecerdasan interpersonal anak secara berarti dalam proses pembelajaran melalui kegiatan bercerita.
15
kelas 9,05, dengan prosentase 37,%, peningkatan siklus I nilai rata-rata kelas 10,25, dengan prosentase 42,5%, pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 15,95, dengan prosentase 66,5%, dan pada siklus III nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 20,3, dengan prosentase 84,2%. Dengan demikian penelitian inimenyimpulkan bahwa kegiatan bercerita dengan buku cerita dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal anak. 3. Meningkatkan Kecerdasan Intrapersonal Anak melalui Kegiatan
Berceritera Berbantuan Media Fil/VCD di Kelompok B5 RA UMMATAN WAHIDAH di Kota Curup.
Teknik pengumpulan data dari hasil observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pada siklus I pada aspek mengenal diri sendiri yang memperoleh nilai B 17,5% nilai C 42,5%, dan nilai K 40%.Pada Kemampuan mengetahui apa yang diinginkan yang memperoleh nilai B 25%, nilai C 337,5%,dan nilai K 37,5%. Pada kemampuan mengetahui apa yang penting nilai B 25%, nilaiC 35% dan nilai K 40%. Hasil pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan yaitu pada mengenali diri sendiri yang memperoleh nilai B 77,5% nilai C 17,5%, dan nilai K 5%. Pada Kemampuan mengetahui apa yang diinginkan yang memperoleh nilai B 82,5%, nilai C 10%,dan nilai K 7,5%. Pada Aspek mengetahui apa yang penting nilai B 8,5%, nilaiC 7,5% dan nilai K 5%.
16
dapat meningkatkan kecerdasan intrapersonal anak. Pembelajaran dengan menggunakan media film/VCD hendaknya dapat diterapkan di sekolah, sehingga pembelajaran di sekolah menjadi lebih menarik dan tidak monoton agar mencapai hasil yang diharapkan.
4. Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Melalui Enterpreneurship Anak Usia 5-6 tahun. (2012)
17
rata-rata. Data yang dibuat peneliti telah melakukan satu siklus karena sudah pada target yang ingin dicapai
5. Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal Anak melalui metode Proyek (2015).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang berkembangnya kecerdasan interpersonal anak dalam kemampuan mengungkapkan pendapat, bekerjasama, berbagi dan saling tolong menolong. Penelitian ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Kecamatan Cileunyi, khususnya pada Kelas A3 dengan jumlah partisipan sebanyak 16 orang. Permasalahan ini akan diselesaikan dengan menggunakan metode proyek. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui proses pengembangan kecerdasan interpersonal anak dalam kemampuan mengungkapkan pendapat, bekerjasama, berbagi dan saling tolong menolong dengan menggunakan metode proyek. (2) Untuk mengetahui hasil perkembangan kecerdasan interpersonal anak dalam kemampuan mengungkapkan pendapat, bekerjasama, berbagi dan saling tolong menolong setelah menggunakan metode proyek.
18
data yang diperoleh pada setiap siklusnya adalah sebagai berikut. Pada siklus I belum terdapat satu anak pun yang mendapatkan bintang empat atau berkembang sesuai harapan dari ketiga indikator, namun pada siklus ke II perkembangan kecerdasan interpersonal anak semakin berkembang, terlihat indikator pertama yaitu anak berani mengungkapkan pendapat, yang berkembang sesuai harapan mendapatkan persentase sebesar 10.83%, sedangkan pada indikator kedua anak mau bekerjasama dalam kelompok, yang berkembang sesuai harapan mendapatkan persentase sebesar 19,59% dan pada indikator ketiga yaitu anak mau saling berbagi dan menolong teman yang berkembang sesuai harapan mendapatkan persentase sebesar 26,11%. Selanjutnya hasil persentase siklus ke III terlihat semakin meningkat yaitu indikator pertama yaitu anak berani mengungkapkan pendapat, yang berkembang sesuai harapan mendapatkan persentase sebesar 56,94% sedangkan pada indikator kedua anak mau bekerjasama dalam kelompok, yang berkembang sesuai harapan mendapatkan persentase sebesar 63,61% dan pada indikator ketiga yaitu anak mau saling berbagi dan menolong teman yang berkembang sesuai harapan mendapatkan persentase sebesar 48,47%.
6. Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Anak melalui Tari Tradisional
Angguk di TK Melati II Glagah.
19
II Glagah.Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang dilakS ukan secara kolaboratif antara peneliti dan guru kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi menggunakan lembar observasi anak, dan dokumentasi. Teknik analisis penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan dua siklus, dengan setiap siklus tiga kali pertemuan. Peningkatan pada setiap siklus didukung dengan cara memberikan variasi setiap pertemuan. Pada siklus pra tindakan anak dalam kriteria mulai berkembang 56%, siklus I meningkat sebesar 53% pada kriteria “berkembang sangat baik”.
Selanjutnya siklus II sudah mencapai target keberhasilan sebesar 80% pada kriteria berkembang sangat baik untuk itu siklus II dihentikan. 7. Pengaruh Penggunaan Teknik Doodling terhadap Kemampuan Motorik
Halus Pada Anak Tuna Grahita sedang di PAUD Inklusi Pondok Harmoni Lombok Timur.
Berdasarkan hasil analisis data didapat Zh = 2,20 lebih besar dari nilai Z tabel dengan nilai kritis 5% (untuk pengujian dua sisi) =1,96 suatu kenyataan bahwa nilai Zyang diperoleh dalam hitungan adalah 2,20 lebih besar dari pada nilai kritis Ztabel 5% yaitu 1,96 (Zh > Zt) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada pengaruh teknik doodling
terhadap kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang di PAUD Inklusi Pondok Harmoni Lombok Timur.
20
Harmoni Lombok Timur berkaitan dengan penelitian sebelumnya oleh Tesi Putri Juwita (2013) mengenai efektivitas doodling untuk meningkatkan kemampuan Pramenulis bagi anak tunagrahita ringan di SLBN 2 Padang Sarai. Hal ini dibuktikan pada hasil penelitian dikatakan bahwa penggunaan aktivitas doodling untuk meningkatkan kemampuan pramenulis dalam menghubungkan titik-titik berpola pada anak Tunagrahita Ringan X meningkat. Sesuai hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang dapat ditingkatkan melalui teknik doodling. Dengan demikian peneliti menggunakan teknik doodling untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang.
8. What Does Doodling Do ? (2009)
Penelitian ini dilakukan seseorang bernama Jackie Andrade di
School Of Psychology, University of Plymount UK. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana Doodling dapat meningkatkan kefocusan seseorang. Doodling merupakan salah satu cara melewati waktu karena sebuah kebosanan ketika seseorang sedang sekolah, bekerja dan lain-lain.
Dalam penelitian ini peneliti 40 orang peserta untuk di lakukan eksperimen. Hasilnya adalah peserta terapi Doodling yang rata 36,3 dari lembar kertas (antara 3-110) , satu partisian tidak menggunakan
21
mengontrol memori. Tidak ada yang mengatakan mereka secara aktif tidak mengingat informasi. Peserta kontrol rata-rata menuliskan 7,1 (SD
¼ 1.1 ) nama partai selama menonton. 5 orang membuat alarm palsu. Peserta Doodling menulis rata-rata benar 7,8 ( SD ¼ 0,4 ).
Kinerja recall mencetak secara terpisah untuk nama dan tempat ,
menggunakan definisi respon yang benar dan alarm palsu di atas , dengan
penambahan yang masuk akal mis- audiensi memilikiharus sama dalam
pemantauan dan recall fase . Secara keseluruhan , peserta dalam Kondisi
mencoret-coret mengingat rata-rata 7,5 potongan informasi ( nama dan
tempat ) , 29 % lebih dari rata-rata 5,8 teringat dengan kelompok kontrol
. Skor memori dimasukkan ke dalam 2 ( mencoret-coret , kontrol ) 2 (
nama , tempat ) langkah-langkah dicampur ANOVA yang menegaskan
bahwa nama-nama dipantau ditarik kembali lebih baik daripada tempat
insidental , F ( 1,38 ) ¼ 54,9 , p < 0,001 . Ingat lebih baik untuk doodlers
dari kontrol , F ( 1,38 ) ¼ 6,0 , p ¼ 0,02 , untuk kedua dipantau dan
informasi insidental ( interaksi F < 1 ) . Menghapus data dari peserta
yang diduga tes tidak mengubah pola hasil (efek utama Kelompok : F ( 1
, 31 ) ¼ 6,9 , p ¼ 0,01 ) . Memasuki pemantauan kinerja sebagai kovariat
membuat Efek kelompok marginal signifikan , F ( 1,37 ) ¼ 3,8 , p ¼
0,058 .
22
Penelitian ini dilakukan oleh Howard Taylor, penelitian ini berdasar pada komunikasi anak-anak disekolah bagaimana menciptakan komunikasi interpersonal yan baik dengan sesama. Penelitian ini dilakukan kepada anak SMA yang mengikuti organisasi di sekolah, dengan tujuan mengetahui bagaimana akibat dari komunikasi interpersonal dalam organisasi.
Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpilkan bahwa Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukan bahwa angka signifikasi sebesar
0,249 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, dan H1
ditolak.
10. Pengaruh Teknik Doodling Terhadap Keterampilan Menulis Anak Autis di Taman Pendidikan dan Pengembangan ABK ESYA Sidoarjo. (2010)
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa teknik doodling dapat diaplikasikan pada anak berkebutuhan khusus terutama anak autis dengan karakteristik yang hampir sama yakni anak yang mengalami hambatan pada menulis. Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian sebelum diberi perlakuan menggunakan teknik doodling diperoleh rata-rata 58,5 sedangkan hasil penelitian setelah diberikan perlakuan menggunakan teknik doodling
23
teknik doodling terhadap keterampilan menulis permulaan anak autis di Taman Pendidikan dan Pengembangan ABK Esya Sidoarjo.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain yaitu dari segi metode yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan metode
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Interpersonal
1. Definisi Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal atau bisa saja disebut sebagai kecerdasan sosial, baik kata interpersonal ataupun sosial hanya istilah penyebutan saja, namun keduanya menjelaskan hal yang sama. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan menciptakan, membangun dan mempertahankan suatu hubungan antar pribadi (sosial) yang sehat dan saling menguntungkan (Safaria, 2005).
Kecerdasan interpersonal lebih dari kecerdasan-kecerdasan lain, kecerdasan interpersonal yang kuat menempatkan kita untuk kesuksesan sebaliknya kecerdasan interpersonal yang lemah akan menghadapkan kita pada rasa frustasi dan kegagalan terus menerus dan keberhasilan kita, kalaupun ada terjadi secara kebetulan saja (Hoerr, 2007). Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk bisa memahami berkomunikasi dengan orang lain, melihat perbedaan dalam mood, temperamen, motivasi, dan kemampuan. Termasuk juga kemampuan untuk membentuk dan juga menjaga hubungan, serta mengetahui berbagai perasaan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun sebagai pemimpin (Cambell, 2006).
25
orang lain. Kemampuan ini melibatkan kemampuan ini penggunaan kemampuan verbal dan nonverbal, kemampuan kerjasama, menagemen konflik, strategi membangun konsensus, kemampuan untuk percaya, menghormati, memimpin, dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan umum. Gordon dan Huggins-Cooper (2013) menyebut kecerdasan interpersonal sebagai kecerdasan sosial, dengan memiliki kecerdasan sosial membantu kita untuk memahami perasaan, motivasi, dan intense orang lain.
Gardner (1999), mendefinsikan kecerdasan interpersonal sebagai:
Interpersonal Intellegence is the ability to understand other people : what
motivates them, how they work, how to work cooperatively with them
(Gardner : 1999). Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang di sekitarnya, yang meliputi kemampuan mengerti dan memahami perasaan orang lain, menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga dapat bekerjasama dalam suatu team yang baik.
26
disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk membangun suatu hubungan yang meliputi kepekaan sosial yang ditandai dengan anak memiliki perhatian terhadap semua teman tanpa memilih-milih teman, pemahaman sosial yang ditandai dengan anak dapat menyelesaiakan konflik atau masalah walaupun dengan dibimbing guru, dan komunikasi sosial yang ditandai dengan anak dapat mengemukakan pendapat kepada teman tanpa didekati oleh teman terlebih dahulu.
Jadi kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain, kecerdasan interpersonal mencakup kemampuan membaca orang atau menilai orang lain, kemampuan berteman, dan keterampilan berinteraksi dengan orang dalam lingkungan baru (Amstrong : 2005).
2. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal Anak
Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan Interpersonal menurut Amstrong (2002) adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai banyak teman
b. Banyak bersosialisi di sekolah atau di lingkungan terlibat dalam kelompok di luar jam sekolah
c. Berperan sebagai penengah keluarga ketika terjadi pertikaian d. Menikmati permaianan kelompok
e. Berempati besar terhadap perasaan orang lain
27
g. Menikmati mengajari orang lain h. Tampak mempunyai bakat memimpin.
Hal ini juga dikemukakan oleh Yuliani Nurani Sujiono (2012), bahwa karakteristik kecerdasan interpersonal mengacu pada keterampilan manusia, dapat dengan mudah membaca, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Menurut Amstrong (2003), terdapat beberapa karakteristik cara belajar anak yang memiliki kecenderungan kecerdasan interpersonal, sebagai berikut:
a. Cara berpikir anak biasanya dengan cara melemparkan gagasan kepada orang lain agar dapat belajar secara optimal dikelas dan dapat menciptakan komunikasi aktif dengan orang lain.
b. Kegemaran anak dalam proses belajar biasanya menjadi pemimpin, mengorganisasi kelompoknya, menghubungkan, menebarkan pengaruh, dan menjadi mediator.
c. Kebutuhan anak yang memliki kecerdasan interpersonal dalam belajarnya adalah teman-teman, permainan kelompok, pertemuan sosial, perlombaan, peristiwa sosial, perkumpulan, dan penasihat. Anak terlibat aktif dalam komunikasi dan jarang terlihat menyendiri.
28
dengan yang dikemukakan oleh Campbell (2006) bahwa murid dengan kemampuan interpersonal yang baik biasanya suka berinteraksi dengan orang lain, baik dengan mereka yang lebih tua atau lebih muda dan kadang mereka menonjol sekali dalam kerja kelompok, usaha-usaha kelompok dan juga proyek kolaboratif.
Williams (2005) menyatakan anak dengan kecerdasan interpersonal yang kuat lebih suka bekerjasama daripada bekerja sendirian dan menunjukan keterampilan empati dan komunikasi yang baik diruang kelas, permainan kelompok, corat-coret dan proyek team dapat mendorong timbulnya kecerdasan interpersonal.
Menurut Amstrong (2002), terdapat beberapa kriteria anak dengan kecerdasan interpersonal kurang baik, yaitu
a. Malu bila bertemu dengan orang-orang baru. Hal ini juga terjadi pada anak-anak yang baru memasuki dunia sekolah, awal tahun ajaran baru biasanya masih banyak anak yang masih malu berkenalan atau memulai komunikasi dengan teman baru.
b. Sering kali mengalami kesalahpahaman atau bertengkar dengan orang lain. Anak biasanya hanya berpikir dari sisi dia sendiri dan tidak melihat cara berpikir orang lain atau sudut pandang orang lain sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman.
29
d. Mempunyai kesulitan besar untuk berempati dengan orang lain. Karena anak dengan kriteria seperti ini pada umumnya hanya memikirkan dirinya sendiri dan acuh dengan kondisi psikologi orang lain.
e. Mempunyai kesulitan dalam membaca suasana hati orang lain, maksud, dan motivasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak dengan kecerdasan interpersonal yang baik mempunyai karakteristik memiliki kemampuan berkomunikasi, memiliki banyak teman, pandai mengatasi konflik, menyukai permaianan kelompok, dan memiliki empati besar terhadap perasaan orang lain.
3. Perkembangan Kecerdasan Interpersonal Anak
Menurut Bronson (Tadkiroatun Musfiroh: 2005), anak usia empat sampai lima tahun menunjukkan peningkatan minat terhadap kelompok dalam kegiatan bermain peran. Anak usia empat tahun relatif berkembang, mulai mengikuti permainan kooperatif yang diwarnai aktivitas memberi dan menerima.
30
Menurut Brewer (Tadkiroatun Musfiroh: 2005), anak usia empat tahun sudah menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Lebih mengembangkan perasaan yang alturistik atau mementingkan kepentingan orang lain. Altruistik adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri, sehingga bisa diartikan anak sudah mulai mengurangi karakter egoisnya. b. Dapat mengerti perintah dan mengikuti beberapa aturan, aturan
dalam permainan atau dalam kelompok. Anak usia empat tahun biasanya sudah mulai bermain dengan beberapa teman atau permaianan kelompok dimana permaianan tersebut tentunya memiliki aturan main.
c. Memiliki perasaan yang kuat terhadap rumah dan keluarga. d. Bermain paralel masih dilakukan, tetapi mulai melakukan
permainan yang melibatkan kerjasama. Anak sudah mulai dapat berkomunikasi mengenai pembagian tugas dan bermain atau bekerjasam dengan teman mainnya.
e. Mengkhayalkan teman sepermaianan. Anak biasanya bicara sendiri dengan teman khayalannya.
31
dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, biasanya akan mengalami permasalahan mengenai kecerdasan interpersonalnya. 4. Dimensi Kecerdasan Interpersonal
Semua anak dapat mempunyai kecerdasan interpersonal yang tinggi, untuk itu membutuhkan bimbingan dari orang tua dan pendidik untuk mengembangkan kecerdasan interpersonalnya. Terdapat tiga dimensi kecerdasan interpersonal menurut Safaria (2005), yaitu kepekaan sosial (social sensivity), pemahaman sosial (social insight), komunikasi sosial (social communication).
a. Kepekaan sosial (social sensivity), kemampuan anak dalam mengamati perubahan reaksi pada orang lain, dimana perubahan tersebut ditunjukan secara verbal ataupun non verbal. Anak yang mempunyai sensivitas yang tinggi akan cepat dan mudah menyadari perubahan reaksi dari orang lain, baik reaksi positif dan negatif.
32
kesadaran diri, kesadaran diri yang baik akan mampu memahami diri anak baik keadaan internal seperti emosi dan eksternal seperti cara berpakaian dan cara berbicara.
c. Komunikasi sosial (social communication), kemampuan individu untuk masuk dalam proses komunikasi dalam menjalin hubungan antarpribadi yang sehat. Sarana yang digunakan dalam menjalin komunikasi yang sehat yaitu mencakup komunikasi nonverbal, verbal, maupun komunikasi melalui penampilan fisik. Keterampilan komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif, keterampilan berbicara efektif, keterampilan
public speaking dan keterampilan menulis secara efektif (Anderson dalam Safaria : 2005)
5. Unsur Keserdasan Interpersonal
Goleman (2007) mengemukakan terdapat dua kategori besar dalam unsur kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial.
a. Kesadaran sosial menunjuk pada spectrum yang merentang dari secara instan merasa keadaan batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapat situasi sosial yang rumit. Hal tersebut meliputi empati dasar, penyelarasan, ketepatan empati, dan pengertian sosial.
33
kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang baik dan efektif. Fasilitas sosial ini meliputi berinteraksi secara baik dalam kemampuan nonverbal atau sinkron, presentasi diri dan efektif dalam kemampuan mempresentasikan diri sendiri, pengaruh untuk membentuk hasil interaksi sosial, peduli akan kebutuhan orang lain, dan dapat melakukan tindakan yang tepat yang sesuai dengan keadaan tersebut.
6. Indikator Kecerdasan Interpersonal Anak
Amstrong (2011) mengatakan ada beberapa indikator kecerdasan interpersonal anak usia dini yaitu :
a) Anak terlihat paling populer paling sering diajak berkomunikasi
dengan teman sebayanya dan memiliki banyak teman dari pada teman yang lain.
b) Anak terlihat mudah bersosialisasi tampak tidak takut terhadap orang baru, terlihat lebih ramah.
c) Anak dapat menjawab lebih terperinci dan tepat mengenai teman sebanyanya.
d) Anak banyak terlibat kegiatan bersama / kelompok dengan
34
7. Faktor yang Mempengaruhi Meningkat dan Menurunnya Kecerdasan Interpersonal Anak
Menurut Isjoni (2009) faktor yang mempengaruhi meningkatnya Kecerdasan Interpersonal anak adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi genetik, keturunan, psikologi dan kesehatan. Kemudian faktor eksternal yang mempengaruhi meningkatnya interpersonal anak adalah pola asuh orang tua dan lingkungan (seperti pembelajaran disekolah yang tidak hanya mengutamakan akademik dll).
Beberapa faktor penyebab menurunnya kurangnya kecerdasan interpersonal anak antara lain adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru lebih mengutamakan kecerdasan akademik seperti menghitung, belajar membaca, dan menulis yang menjadi tuntutan orang tua dan anak cenderung mengerjakan tugas secara individu, guru kurang memberikan kesempatan pada anak dalam bekerja sama dalam suatu kelompok, kurang mengasah kemampuan anak dalam kepekaan Simpati dan Empati anak pada orang lain serta guru tidak menetapkan aturan dalam bertingkah laku. Selain itu ketergantungan terhadap sesuatu membuat anak menjadi tidak mandiri dan tidak bisa menyelesaikan masalah dirinya sendiri. (Isjoni : 2009).
35
sama menyelesaikan konflik, mengerjakan kegiatan sosial dilingkungan, menghargai perbedaan pendapat antara anak dengan teman seusianya, menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan sosial melalui kegiatan seni, melatih kesabaran.
B. Corat – coret (Doodling)
1. Definisi Corat-coret (Doodling)
Doodle jika diartikan secara harfiah ke bahasa Indonesia berarti "mencoret". Mencoret merupakan hal paling gampang dan mudah di lakukan, dengan media untuk menulis, seperti kertas, pulpen dan pensil, kita dapat menghasilkan sebuah coretan. Kegiatan "mencoret" seperti ini juga sering disebut dengan doodling. Doodle adalah gambar sederhana baik itu berupa bentuk-bentuk kongkret ataupun bentuk abstrak. Menurut Piaget (dalam Jayanti, 2013) bahwa yang dilakukan anak saat mencorat-coret adalah aktivitas spontan.
36
Doodling menurut Femi Olivia (2011) adalah“suatu kegiatan yang berupa coret-coret dalam upaya mestimulasi otak kanan anak dan melatih kemampuan motorik halus pada anak “Doodling ini dapat dilakukan dalam
berbagai hal, seperti: mencoret-coret bebas, menggambar dan mewarnai. Merangsang otak kanan anak dengan aktivitas kreatif dapat menyebabkan sel otak melepaskan berbagai senyawa neurokimiawi, termasuk endorfin.
Endorfin dapat mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak, selain itu corat-coret juga baik untuk melatih motorik halus anak lewat bentuk-bentuk yang menyerupai huruf menjadi kata yang aktual dan kata-kata, Femi Olivia (2011). Dengan aktivitas ini diharapkan anak dapat melakukan kegiatan yang menyenangkan dan membuat anak senang karena bentuk aktivitas ini adalah melakukan coretan bebas.
Jadi Doodling adalah suatu kegiatan yang berupa coret-coret dalam upaya mestimulasi otak kanan anak dan melatih kemampuan motorik halus pada anak “Doodling ini dapat dilakukan dalam berbagai hal, seperti:
mencoret-coret bebas, menggambar dan mewarnai. Merangsang otak kanan anak dengan aktivitas kreatif dapat menyebabkan sel otak melepaskan berbagai senyawa neurokimiawi, termasuk endorfin.
2. Tahapan Corat-coret (Doodling)
37
menggambar merupakan bentuk permainan yang sebenarnya akan mengasah kemampuan otak kanan anak. Pada rentang usia pra sekolah (3-6 tahun), anak masuk dalam dua tahapan tingkat menggambar, yaitu: a. Tahap mencoret-coret
Tahap ini terbagi menjadi tahap tidak beraturan, tahap coret terkendali, dan tahap coretan bernama. Pada masa ini anak belum menggambar untuk mengutarakan suatu maksud. Anak hanya ingin membuat sesuatu yang dikemukakannya melalui coretan. Setelah mencoret anak akan merasa senang. Setelah itu coretan tersebut bermakna sebagai ungkapan emosi anak. Sering kali hasil karya anak tahap ini seperti benang kusut yang acak dan tidak berarti. Padahal mungkin itu sangat berarti bagi anak. Pada fase ini anak akan diajarkan mencorat-coret bebas pada kertas, buku gambar dan papan tulis.
b. Tahap pra bagan
38
3. Tahapan psikologis pada saat anak usia dini Corat-coret (doodling)
Kegiatan coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak sangat menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang diberikan anak akan termotivasi membuat gambar.
Kegiatan menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa.Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:
Pertama, tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.Tahap kedua, juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.
39
1. Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk mengekspresikan diri
2. Mengembangkan daya kreativitas 3. Mengembangkan kemampuan berbahasa 4. Mengembangkan citra diri anak
Menurut Riyanto dan Handoko (2004) dikemukakan bahwa, menggambar merupakan salah satu bentuk pendidikan seni yang diberikan pada anak usia dini. Aktivitas menggambar dimaknai untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian anak agar kemampuan logika dan emosinya bertumbuh seimbang. Secara psikologis anak menggambar berarti mengungkapkan gagasan dan emosinya, apa yang dipikir dan dirasa dalam suatu bentuk yang ada pada gambarnya, juga sebagai proses pendidikan membina aspek kognitif, membina aspek afektif agar memiliki sensivitas, apresiasi, pengalaman estetis serta aspek psikomotoris yang melatih ketrampilan menggunakan media dan teknik gambar sederhana yang dikuasai anak. Menggambar bagi anak adalah bentuk dari hasil pengalaman ekspresi dan imajinasinya yang kreatif.Dalam menggambar bentuk ekspresi emosional adalah ungkapan kebebasan dan demokrasi berpikir, berkreasi, bertindak positif.
C. Kerangka teoritis
40
perhatian terhadap semua teman tanpa memilih-milih teman, pemahaman sosial yang ditandai dengan anak dapat menyelesaiakan konflik atau masalah walaupun dengan dibimbing guru, dan komunikasi sosial yang ditandai dengan anak dapat mengemukakakn pendapat kepada teman tanpa didekati oleh teman terlebih dahulu. Penting meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak sejak dini, pada dasarnya manusia tidak bisa menyendiri karena banyak kegiatan dalam hidup anak ini terkait dengan orang lain dan anak yang gagal mengembangkan interpersonalnya akan mengalami banyak hambatan pada dunia sosialnya (Safaria, 2005).
Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk bisa memahami berkomunikasi dengan orang lain, melihat perbedaan dalam mood, temperamen, motivasi, dan kemampuan. Termasuk juga kemampuan untuk membentuk dan juga menjaga hubungan, serta mengetahui berbagai perasaan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun sebagai pemimpin (Cambell, 2006).
Moeslichatoen (2004) mengungkapkan bahwa melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan interpersonal melaui kreativitas yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan, memanfaatkan imaginasi atau ekspresi diri. Terdapat kegiatan yang dapat mengembangkan interpersonal anak anak melalui kreativitas diantaranya adalah painting
41
Melalui Doodling anak akan belajar berbaur dan belajar bekerjasama dengan teman. Melalui Doodling tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahannya mengenai kurang optimalnya kecerdasan interpersonal anak. Adapun bagan langkah-langkah tindakan tertera pada gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Teoritis D. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah ada peningkatan Kecerdasan Interpersonal Anak Usia Dini melalui Kegiatan Corat-coret (Doodling).
Kemampuan Awal
Tindakan Hasil
Kecerdasan Interpersonal anak
kurang optimal
Menerapkan Corat-coret (Doodling)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metodepenelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen menurutSugiyono (2013) adalah sebuah metode penelitian yang digunakanuntuk mencari pengaruh perilaku tertentu terhadap yang lain, dalamkondisi yang terkendalikan. Dalam penelitian eksperimen adaperlakuan (treatment).
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah :
a. Variabel terikat : Kecerdasan Interpersonal b. Variabel bebas : Corat-coret (Doodling)
2. Definisi Operasional
a. Variabel Kecerdasan Interpersonal
43
untuk percaya, menghormati, memimpin, dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan umum.
Instrumen pengumpulan data, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi sebagai instrumen pengumpulan data yang utama dengan indikator mempunyai banyak teman, memiliki empati dan menikmati permainan kelompok.
b. Variabel Kegiatan Corat-coret (Doodling)
Doodling adalah suatu kegiatan yang berupa coret-coret dalam upaya mestimulasi otak kanan anak dan melatih kemampuan motorik halus pada anak “Doodling ini dapat dilakukan dalam berbagai hal, seperti: mencoret-coret bebas, menggambar dan mewarnai (Olivia, 2011).
Doodling dimanipulasi dengan meminta subjek dengan cara mencoret sesuai dengan keinginan mereka, mereka bisa membentuk coretan tersebut menjadi sebuah gambar rumah, orang, pohon, tumbuhan dan lain-lainnya.
Cara manipulasi kegiatan Corat-coret (Doodling) antara lain : 1) Anak dibagi menjadi beberapa kelompok, 1 kelompok maksimal 5 anak. 2) Dalam satu kelompok nantinya akan diberikan kertas manila untuk Doodling. 3) Dalam Corat-coret (Doodling)
44
membentuk corat-coret itu menjadi seperti gambar rumah, pemandangan,, tumbuh-tumbuhan, hewan dan orang. 5) Peneliti melengkapi beberapa perlengkapan seperti crayon dan pensil.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian eksperimen ini berjumlah 15 siswa TK B Dharma Wanita Persatuan Wadungasih tahunajaran 2015/2016.
Kriteria subjek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: inklusi dan eksklusi (Creswell, 2013). Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitiandari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbanganilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Creswell,2013). Kriteria inklusi dalam penelitian ini, meliputi: usia subjek antara 5-6 tahun, sesuai dengan kriteria anak yang mengalami kecenderungan bermian gadget.
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria esklusi, antara lain: subjek yang tidak berada dalam rentang usia 5-6, sesuai dengan kriteria anak yang mengalami kecenderungan bermian gadget.
45
mengalami kecanduan internet karena memiliki konsep yang sama yaitu anak dikatakan kecanduan bermain komputer jika bermain selama ± 15 jam per minggu atau ± 2-3 jam per hari. Seseorang memainkan computer terus menerus dan duduk selama berjam-jam pada saat bermain gadget tanpa melakukan kegiatan yang lain karena merasa asyik dengan permainan yang sedang dimainkan, pada usia 4-6 tahun sebenarnya tidak disarankan menggunakan gadget secara berlebihan pasalnya pada usia ini neuron syaraf seorang anak sedang berkembang dan radiasi digadget menghambat pertumbuhan neuron tersebut. Selain itu kriteria yang kedua adalah terganggunya kegiatan, pola makan dan intensitas tidur anak pada saat bermain gadget. Keasyikan bermain gadget terkadang membuat anak lupa tentang kegiatannya oleh karena itu selalu dibutuhkan perhatian yang khusus untuk mengatasinya.
Pada setiap masa perkembangan individu, ada berbagai tugas perkembangan yang harus dikuasai, adapun tugas perkembangan masa kanak-kanak menurut Carolyn Triyon dan J. W. Lilienthal (1986) adalah sebagai berikut :
a) Berkembang menjadi pribadi yang mandiri. Anak belajar untuk berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya di usia Taman Kanak-kanak.
46
yang lebih luas yang tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja, dalam masa ini anak belajar untuk dapat saling memberi dan berbagi dan belajar memperoleh kasih sayang dari sesama dalam lingkungannya. c) Belajar bergaul dengan anak lain. Anak belajar mengembangkan kemampuannya untuk dapat bergaul dan berinteraksi dengan anak lain dalam lingkungan di luar lingkungan keluarga.
d) Mengembangkan pengendalian diri. Pada masa ini anak belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Anak belajar untuk mampu mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan orang lain. Pada masa ini anak juga perlu menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan menimbulkan konsekuensi yang harus dihadapinya.
e) Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat. Anak belajar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada berbagai jenis pekerjaan yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat menghasilkan jasa bagi orang lain.
f) Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing. Pada masa ini anak perlu mengetahui berbagai anggota tubuhnya, apa fungsinya dan bagaimana penggunaannya. Contoh, mulut untuk makan dan berbicara, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan sebagainya.
47
sebagainya. Sedangkan kegiatan yang memerlukan koordinasi otot halus adalah pekerjaan melipat, menggambar, meronce dan sebagainya.
h) Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan. Pada masa ini diharapkan anak mampu mengenal benda-benda yang ada di lingkungan, dan dapat menggunakannya secara tepat. Contoh, anak belajar mengenal ciri-ciri benda berdasarkan ukuran, bentuk, dan warnanya. Selain dari itu, anak dapat membandingkan satu benda dengan benda lain berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki benda tersebut.
i) Belajar menguasai kata-kata baru untuk memahami anak/orang lain. Anak belajar menguasai berbagai kata-kata baru baik yang berkaitan dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh, anak dapat menyebutkan nama suatu benda, atau mengajak anak lain untuk bermain, dan sebagainya.
j) Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan. Pada masa ini anak belajar mengembangkan perasaan kasih sayang terhadap apa-apa yang ada dalam lingkungan, seperti pada teman sebaya, saudara, binatang kesayangan atau pada benda-benda yang dimilikinya.
C. Desain Eksperimen
Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experimental dengan
48
susunan desain peneliertian yang dilakukan dengan jalan memberikan perlakuan terhadap subjek tanpa adanya kelompok kontrol, atau jika terdapat kelompok kontrol tidak dilakukan pengendalian terhadap variabel ekstra yang secara signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat.
Desainpenelitianone group pretest – post tesadalah Ο1 X Ο2 tesdilakukansebanyakdua kali yaitusebelumdansesudahperlakuan.Secara sederhana, desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
O1--- X --- O2 Keterangan:
O1 : observasi awal (pre test) O2 : observasi akhir (post test) X : Perlakuan (pemberian Doodling)
Keunggulan menggunakan desain penelitian ini adalah pada tahap awal menggunakan pre test, tujuan pre test ini adalah memberi landasan untuk membuat komparasi presentasi subjek yang sama sebelum dan sesudah dikenakan treatment.
49
D. Prosedur Eksperimen
Prosedur eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, antara lain:
1. Pra-Eksperimen
a) Peneliti memilih subjek sesuai dengan kriteria yaitu : 1. Anak berusia 5-6 tahun
2. sesuai dengan kriteria inklusi.
b) Peneliti menyiapkan beberapa perlengkapan untuk Doodling
seperti :
1. Kertas karton 3 lembar/pertemuan 2. 3buahpensil
3. 1 pack pensilwarna/ crayon
c) Peneliti menunjuk guru kelas sebagai eksperimenter.
d) Pemberian Lembar Persetujuan Responden (Informent Consent) kepada wali murid pemberian subjek.
2. Pelaksanaan Eksperimen
a) Subjek dibawa ke kelas disana sudah dipersiapkan alat-alat
untuk menggambar dan corat-corat (Doodling)
50
c) Subjek diberikan waktu 30 menit untuk melakukan corat-coret sesuka hati yang nantinya coretan tersebut dapat berupa gambar rumah, pohon dan lain-lain.
d) Subjek dibiarkan mencorat-coret sesuai dengan keinginan
mereka dengan alat-alat yang terbatas dengan tujuan anak bisa menjalin kerja sama dengan temannya.
e) Hal ini dilakukan selama 6 kali dengan rentang waktu 2
minggu. Hal ini bertujuan agar anak tidak mengalami kebosanan.
f) Setiap kali treatment dilakukan rolling kelompok yang bertujuan agar subjek dapat bekerja sama tidak dalam satu kelompok saja. Selain itu agar subjek dapat bergaul dan dapat menjalin hubungan sosial dengan teman-teman yang lain. g) Setiap subjek selesai melakukan treatment subjek merapikan
alat-alat yang telah di pergunakan dan dikembalikan dalam lemari.
3. Post-Ekperimen
Post ekperimen hanya mengobservasi apakah hasil ekperimen yang telah dilakukan masih berdampak kepada subjek.
E. Teknik Pengumpulan Data
51
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan observasi partisipasif untuk mengumpulkan data aktual dalam memperoleh informasi tentang perkembangan anak mengenai pengaruh penggunaan teknik doodling terhadap Interpersonal anak usia dini.
Observasi dilakukan pada saat pembelajaran dimana peneliti terlibat dalam kegiatan anak yang sedang diamati. Alat penelitian
dalam observasi menggunakan lembar observasi. Agar instrument dapat digunakan dengan benar peneliti menyusun sebuah rancangan instrument yang disebut kisi-kisi.
b. Wawancara
MenurutHadi (2004) wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandankan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan orang tua murid yang menjadi subjek penelitian hal ini bertujuan untuk menggalih data awal tentang subjek ketika dirumah yang berhubungan dengan kecenderungan bermain gadget.
F.Validitas Eksperimen
52
Validitas internal merupakan validitas penelitian yang berhubungan dengan pertanyaan sejauh mana perubahan yang diamati (kecerdasan interpersonal) dalam sutu ekperimen benar-benar terjadi karena ada perlakuan dari Corat-coret (Doodling) dan bukan karena pengaruh dari lain.
Seniati (2008) juga berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi validitas internal. Faktor-faktor yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :
1. Proactive history
Faktor perbedaan individual yang dibawa ke dalam penelitian, yang merupakan faktor bawaan maupun sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Faktor ini dikendalikan dengan rentang umur subjek yang sama, yaitu rentang 5 - 6 tahun.
2. Testing
53
subjek beberapa hal yang perlu ditakutkan yaitu observer sudah mengenal subjek cenderung memberikan perlakuan berbeda.
Validitas eksternal pada penelitian ini adalah bagaimana variabel x berpengaruh pada variabel y. Pada penelitian ini bagaimana doodling memang mempengaruhi kecerdasan interpersonal bukan karena faktor yang lain. Peneliti sering kali tidak mampu menggeneralisasikan treatment
berupa kegiatan doodling kepada siapa saja yang memiliki salah satu dari karakteristik atau tidak memiliki karakteristik khusus yang dimiliki oleh peneliti selain itu tidak adanya kelompok kontrol yang dimiliki, sehingga sulit untuk digeneralisasikan.
G. Instrumen Penelitian 1. Alat Ukur
Arikunto (2005: 101) menyatakan bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh penelitidalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematisdan dipermudah olehnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumenpengumpulan berupa lembar observasi atau panduan pengamatan (observationshet atau observation schedule) dan dokumentasi yang dijelaskan sebagai berikut:
54
fokus peneliti untuk diamati secara mendalam guna mengetahui keberhasilan penelitian. Jadi dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar pengamatan untuk mengatahui kecerdasan interpersonal anak melalui Corat-coret (Doodling). Dengan Karakteristik sebagai berikut :
a. Mempunyai banyak teman b. Memiliki empati
c. Menikmati permaianan kelompok Tabel 1.
Lembar Observasi
Tabel 2.
55
Tabel 3.
Penilaian Kemampuan memiliki empati
Tabel 4.
Penilaian menikmati permainan kelompok
Setelah diubah menjadi data kuantitatif, data akan diubah menjadi prosentase diadaptasi dari Arikunto (2010). Dari hasil perhitungan diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Kesesuaian (%) : 0-20 = sangat kurang b. Kesesuaian (%) : 21-40 = kurang c. Kesesuaian (%) : 41-60 = cukup d. Kesesuaian (%) : 61-80 = baik
e. Kesesuaian (%) : 81-100 = sangat baik
Tingkat keberhasilan Kecerdasan Interpersonal anak usia dini, untuk mendapatkan kategorisasi hasil prosentase dihitung dengan rumus :
E = �
56
E = Prosentase keberhasilan N = Jumlah seluruh siswa
n = Jumlah siswa yang berhasil menjawab sesuai indikator.
2. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas Alat Ukur
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidanatau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010). Penilaian validitasinstrumen penelitian dilakukan dengan membandingkan ataumengkorelasikan antara hal yang dinilai dengan kriterianya.Pada pengujian alat ukur penggunaan penelitian dapat menunjukkanseberapa besar alat untuk penelitian mampu mengukur variabel yangterdapat dalam suatu penelitian.
Dengan kata lain, validitas merupakansuatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat akurasi suatu alat ukur.Suatu alat ukur yang salah memiliki validitas rendah, begitupunsebaliknya. (Sugiyono, 2013)
b. Validitas Isi