KONSEP UANG KERTAS DALAM FIQIH MUAMALAH
(STUDI PEMIKIRAN ATAS IMRAN NAZAR HOSEIN)TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama Dirasah Islamiyah
Pada Program Magister Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya
Disusun Oleh:
AHMAD LUTHFI MAGHFURIN
NIM: F 1 . 2 . 2 . 1 2 . 1 3 9
DIRASAH ISLAMIYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul: “Konsep Uang Kertas dalam Fikih Muamalah; Studi atas Pemikiran Imran N. Hosein” Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan tentang bagaimana pandangan hukum Imran N. Hosein tentang uang kertas? Bagaimana Konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Imran N. Hosein tentang uang kertas?
Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research), karena meneliti pemikiran Imran N. Hosein bersumber dari buku-buku yang berkaitan dengan pandangan hukumnya tentang uang kertas. penelitian ini bersifat kualitatif. Data penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik dokumentasi yaitu sebuah teknik pengambilan data melalui dokumen-dokumen tertulis baik sumber data primer dan sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif verifikatif dengan menggunakan pendekatan multidisipliner yakni: yuresprudensi hukum Islam, politik hokum, sosiologi hokum dan historis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: Uang Sunnah menurut Imran N. Hosein adalah: 1. Logam berharga atau komoditas lain seperti: Emas, perak, gandum, kismis, kurma, garam, dan lain-lain, yang seusai dengan sunnah Nabi SAW, 2. Uang dengan nilai intrinsic, 3. Uang ada dalam ciptaan Allah dengan nilai yang ditentukan Allah Maha Tinggi yang menciptakan kekayaan/rezeki (uang diatur
sebagai ketentuan syari’at). Uang kertas adalah uang haram dan tidak termasuk uang sunnah karena tidak memiliki nilai instrinsik dan sistem moneter internasional yang melatar belakangi berlakunya uang kertas adalah memakai praktik riba. Pendekatan yang dipakai Imran N. Hosein dalam setiap pendapatnya adalah Eskatologi Islam, Epistimologi dalam Eskatologi Islam, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengetahuan itu sendiri dengan menggunakan penglihatan/ pengamatan/ pengkajian yang bersumber dari hati yang bisa melihat. yakni yang sepenuhnya percaya, yakin, tunduk, patuh dan takut hanya kepada Allah SWT, yang bersifat firasat spiritual. dengan Konstruksi ini Imran N. Hosein melihat uang kertas dari berbagai aspek: Sejarah, politik hukum dan sosiologi hukum sehingga ia menghukumi uang kertas haram, ia menambahkan kebijakan sistem moneter internasional dibentuk oleh aliansi Yahudi(zionis)-Nasrani dalam hal ini PBB dan orgonisasi yang ada di bawah naungannya. Berdasarkan dalil Al-Qur’an
Surat Al-Maidah (5):51.
Pemahaman terhadap konsep uang harus emas, berfungsi sebagai alat tukar adalah inkonsistensi, inkoherensi dan tidak koresponden dengan doktrin dan ajaran yang tidak bisa berdialog dengan zaman. Untuk itu diperlukan pemikiran baru melalui pendekatan kontekstual-substansial dengan mempertimbangkan moral-etik terhadap teks al-Qur’an dan hadis secara berkesinambungan, supaya al-Qu’an dan
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM. ... i
PERNYATAAN KEASLIAN. ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... iii
PENGESAHAN. ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK. ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTRAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Kegunaan penelitian ... 9
F. Kerangka Teoritik ... 10
G. Penelitian Terdahulu ... 14
H. Metode penelitian ... 19
I. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II KAJIAN TEORITIK UANG KERTAS A> Definisi Uang ... 26
B. Sejarah Uang ... 29
C. Klasifikasi Uang ... 45
D. Uang Kertas dalam Pandangan Fukaha (Klasik) ... 47
C>. Uang dalam Pemikiran Ekonomi Islam (Kontemporer) ... 54
dan Konvensional ... 66 BAB III KONTEKS SOSIAL IMRAN N. HOSEIN
A. Biografi Imran N. Hosein ... 68 B. Karya-Karya Imran N. Hosein ... 72 C. Guru-Guru Imran N. Hosein ... 79 D. Posisi Imran N. Hosein dalam Pemikiran Hukum Islam
tentang Uang Kertas ... 80 BAB IV PANDANGAN HUKUM IMRAN N. HOSEIN TENTANG UANG
KERTAS
A. Pandangan Hukum Imran N. Hosein Tentang Uang Kertas ... 81 B. Konstruksi Pemikiran Imran N. Hosein (Eskatologi Islam) ... 92 C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemikiran Imran N. Hosein tentang Tinjauan Kembali Penggunaan Uang Kertas ... 95 BAB V ANALISIS KONSTRUKSI PEMIKIRAN IMRAN N. HOSEIN
TENTANG UANG KERTAS
A. Analisis Pandangan Hukum Imran N. Hosein
Tentang Uang Kertas ... 110 B. Analisis Konstruksi Pemikiran dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pemikiran Imran N. Hosein ... 119 BAB VI PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Uang tidak dikenal manusia pada mulanya, sehingga mereka melakukan
pertukaran antar barang dan jasa secara barter,1 cara ini sangat mudah dan
sederhana pada awalnya, namun perkembangan masyarakat membuat sistem ini
menjadi sulit dan muncul kesulitan dan kekurangan.2 Mereka mendapat petunjuk
dari Allah SWT untuk membuat alat tukar yang terbuat dari barang tambang
emas dan perak sebagai nilai untuk setiap harta.
Alat tukar dalam transaksi diprakarsai Bangsa Yunani, mereka membuat
emas dan perak yang berupa batangan sampai masa dimulainya percetakan uang
tahun 406 SM mata uang utama mereka adalah drachma yang terbuat dari perak.
Bangsa Romawi pada masa sebelum abad ketiga SM menggunakan mata uang
yang terbuat dari perunggu yang disebut aes (aes signatum aes rude), mereka
juga menggunakan mata uang koin yang terbuat dari tembaga, kemudian mereka
mencetak denarius dari emas yang kemudian menjadi mata uang utama Imperium
Romawi yang dicetak pada tahun 268 SM.3
Bangsa Persia mengadopsi pencetakan uang dari bangsa Lydia setelah
penyerangan mereka pada tahun 546 SM uang dicetak dari emas dan perak
dengan perbandingan (rasio) 1:13,5, suatu hal yang membuat naiknya nilai emas
1 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), 240. 2 Ahmad Hasan, Aura>q Naqdiyah Fi al-Iqtis}a>d al-Islami, (Damaskus: Dar al Fikr, 2007), 56. 3M. Cholil Nafis, ‚Mengenal Uang Kertas dalam Perspektif Islam‛, dalam http://www.nu.or.id/
2
dari perak. Uang yang semula berbentuk persegi empat kemudian mereka ubah
menjadi bundar dan mereka ukir pada uang tersebut, ukiran tempat peribadatan
dan tempat nyala api. Bangsa Arab di Hijaz pada masa jahiliyah tidak memiliki
mata uang sendiri, mereka menggunakan mata uang dinar emas Hercules
Byziantum dan dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang
Bangsa Himyar, Yaman. Sedangkan penduduk Mekkah tidak memperjual-belikan
dinar kecuali emas yang tidak ditempa dan tidak diolah. Dinar dan dirham sebuah
alat pembayaran telah lama dikenal sejak zaman Romawi dan Persia, kedua
negara tersebut merupakan dua negara adidaya yang cukup besar pada masa itu.
Pada masa kini, walaupun harga emas tetap masih tinggi, uang logam emas dan
perak tidak lagi digunakan sebagai alat transaksi, karena kedudukannya telah
digantikan oleh bentuk-bentuk uang yang lain.4
Emas dan perak sebagai mata uang juga diberlakukan pada masa Nabi
Muhammad SAW. Para sejarawan Islam mencatat perilaku transaksi yang
memakai alat tukar berupa emas dan perak sebenarnya telah terjadi pada masa
Nabi Tsit bin Adam AS selain itu juga pernah tercatat peredaran dirham pada
masa Nabi Yusuf AS masih kecil. Pada masa Nabi Muhammad SAW menjadi
rasul, Beliau menetapkan apa yang telah menjadi tradisi penduduk Mekkah, dinar
emas dan dirham perak serta uang logam (uang tembaga) merupakan mata uang
yang berlaku sejak zaman Rasulullah SAW. Mata uang tersebut terus digunakan
dalam transaksi berbagai kebutuhan,5 Nabi SAW tidak merekomendasikan
4 Pratama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi Revisi, (Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), 279.
3
adanya perubahan apapun terhadap mata uang.6 Namun dalam menetapkan
kebijakan ini Nabi SAW tidak secara tegas mewajibkan kaum muslimin memakai
mata uang dinar dan dirham tetapi ada barang-barang lain yang digunakan
sebagai alat pembayaran, seperti dalam hadith Nabi SAW:
ِللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِتِماصلا ِنْب َةَداَبُع ْنَع ِثَعْشَأا ََِأ ْنَع َةَبَاِق ََِأ ْنَع
-ملسو يلع ها ىلص
«
ُرِعشلاَو ِرُ بْلاِب رُ بْلاَو ِةضِفْلاِب ُةضِفْلاَو ِبَذلاِب ُبَذلا
ُحْلِمْلاَو ِرْمتلاِب ُرْمتلاَو ِرِعشلاِب
اَذِإَف ٍدَيِب اًدَي ٍءاَوَسِب ًءاَوَس ٍلْثِِِ ًاْثِم ِحْلِمْلاِب
ٍدَيِب اًدَي َناَك اَذِإ ْمُتْئِش َفْيَك اوُعيِبَف ُفاَْصَأا ِِذَ ْتَفَلَ تْخا
.»
7
‚Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
kurma dengan kurma,garam dengan garam satu ukuran, sama rata, tangan ke tangan (kontan), dan jika berbeda jenis maka silahkan kalian
menjualnya dengan cara yang kalian mau, dengan pembayaran kontan.‛
Dalam pemikiran para sahabat Nabi SAW telah berkembang
kemungkinan untuk membuat uang dari bahan lain, misalnya Umar ibn Khattab
pernah mengatakan ‚Aku ingin (suatu saat) menjadikan kulit unta sebagai alat
tukar‛. Menurut Umar, sesungguhnya uang sebagai alat tukar tidak harus
terbatas pada dua logam mulia saja seperti emas dan perak.8 Mazhab fikih
mengelompokkan dari keenam jenis harta ribawi tersebut, dua di antaranya
mewakili komoditas uang (commodity money), sedangkan yang lainnya
mewakili bahan pokok makanan, 9
6 Muhammad Ismail Yusanto, Dinar Emas Solusi Krisis Moneter, (Jakarta: PIRAC, SEM Institut,
Infid, 2001), 22.
7 Abu al-H}usayn bin al-Muslim bin al-Hajja>j bin Muslim al-Qushairy al-Naisabury, S}ah}ih} muslim,
Juz V, (Beirut: Dar al-Afa>q al-Jadidah, t.th.), 44.
8 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, 250.
9 Wizarah al-Awqa>f wa al-Syu’un al-Islamiyah bi al-Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Juz 12,
4
Dalam perspektif Hanbali, terjadi kontradiksi, tetapi menurut pendapat
yang lebih populer (qaul ashhar) dinyatakan bahwa ‘ilat riba dalam emas dan
perak adalah jenis barang yang memakai standar timbangan (mawzu>n al-jinsi).
Sementara Malikiyyah mempunyai pandangan yang sedikit berbeda, mereka
menegaskan bahwa ‘ilat riba dalam nilai emas dan perak adalah commodity
money (thamaniyyah). Hanafiyah lebih menekankan pada konteks historis yang
melatari munculnya hadith harta ribawi, pembatasan tersebut mempunyai kaitan
erat dengan konteks perekonomian yang dipraktikkan pada saat itu, di mana
dunia perdagangan masih berkisar pada jenis-jenis komoditas tersebut, dan nilai
emas dan perak merupakan dua komoditas uang yang menjadi alat tukar yang
berlaku pada zaman itu.10
Imam Shafi’i menjelaskan dua jenis pertama mewakili penentu harga
(athman) sedangkan empat jenis barang yang lain terkait dengan makanan. Ini
berarti segala bentuk jual beli yang dibayar dengan uang secara hukum
dibenarkan, uang tidak bisa dikategorikan kedalam makilat maupun mauzunat,
melainkan terpisah sama sekali dari jenis barang lainnya, ia berdasarkan
kesepahaman antar penggunanya. Beliau menyimpulkan semua barang bisa
menjadi alat tukar atau memiliki sifat sebagai alat tukar (thamaniya).
Pemberlakuan mata uang dinar dan dirham masih berlanjut hingga masa
pemerintahan Sultan Kamil Ayyubi (609 H) namun, karena desakan kebutuhan
masyarakat akan mata uang dengan pecahan yang lebih kecil, Sultan Kamil
5
Ayyubi memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut fulus.11
Kemudian muncul mata uang kertas (paper money), tepatnya setelah Perang
Dunia I runtuhnya kesultanan Ustmaniyah Turki 1924.12 Berlakunya uang kertas
di seluruh dunia, ditanggapi oleh fukaha kontemporer dengan pandangan yang
berbeda, yang dapat dipetakan menjadi enam pendapat:
1. Uang kertas sebagai nota atau jaminan hutang, uang kertas tidak bisa
disebut dengan uang (nuqud) jika dilihat dari dzatnya, dia hanya berupa
jaminan dari bank yang mengeluarkannya.13
2. Uang kertas sebagai barang dagangan.
3. Uang kertas sebagai fulus.
4. Uang kertas tidak termasuk dalam harta. 14
5. Uang kertas pengganti emas dan perak.
6. Uang kertas adalah mata uang yang bisa berdiri dengan sendirinya atau
tidak terkait dengan mata uang lainnya.15
Di antara ulama kontemporer yang kontra terhadap berlakunya uang
kertas adalah Imran N. Hosein. Ia mengemukakan bahwa asal usul berlakunya
globalisasi uang kertas dikarenakan Bretton Wood System. Bretton Wood
System adalah suatu catatan sejarah mebagi ekonomi politik internasional, di
mana sistem ini melahirkan tiga rezim institusi regulator perekonomian
11 Menurut kamus al-bisri Fulus adalah Jenis mata uang kuno, Lihat: Adib Bisri dan Munawwir
A. Fatah, Kamus al-Bisri, (Surabaya:Pustaka Progresif, 1999), 575.
12M. Cholil Nafis, ‚Mengenal Uang Kertas dalam Perspektif Islam‛
13Presentasi kajian reguler PAKEIS ICMI orsat Kairo, ‚Nilai dan Hukum Uang Kertas‛ dalam
https: //rosikho14.wordpress.com /2009/11/01/nilai-dan-hukum-uang-kertas/ (26 November 2015)
14Agustianto, ‚Konsep uang dalam Islam‛ dalam http://www.agustiantocentre.com/?p=1038 (26
November 2015)
6
internasional, yaitu: International Monetary Fund (IMF), International Bank for
Reconstruction Development (IBRD), serta International Trade Organization
(ITO) tercetus pada masa Perang Dunia pertama masih berlangsung, pada 1-22
Juli 1944 dilaksanakan suatu konferensi yang dihadiri oleh 44 negara termasuk
negara-negara yang sedang berperang dengan tujuan untuk mendiskusikan
perencanaan perekonomian di masa damai setelah perang.16
Imran N. Hosein melihat Bretton Wood System adalah konspirasi
Yahudi-Nasrani melanjutkan menetapkan sistem moneter internasional berbasis
‚mata uang kertas‛ di Bretton Wood. Mereka menggunakan hubungan antara
mata uang internasional yaitu Dollar Amerika Serikat dengan emas sebagai
kamuflase untuk menyembunyikan realitas bahwa sekarang uang dapat dicetak
dan digunakan sebagai uang tanpa syarat bisa atau tidaknya ditukar atau
dijaminkan dipasaran dengan uang sebenarnya (emas) atau uang dengan nilai
intrinsik.17 Ia menambahkan Dengan keras, Al-Qur’an melarang Muslim
menjadikan kaum Kristen dan Yahudi sebagai teman, sekutu, atau aliansi jika
mereka telah bergabung dan bersama-sama membentuk persekutuan
Kristen-Yahudi. Hal tersebut ada dalam Surat al-Maidah:
ْنَمَو ٍضْعَ ب ُءاَيِلْوَأ ْمُهُضْعَ ب َءاَيِلْوَأ ىَراَص لاَو َدوُهَ يْلا اوُذِختَ ت َا اوَُمآ َنيِذلا اَه يَأ اَي
َيِمِلاظلا َمْوَقْلا يِدْهَ ي َا َللا نِإ ْمُهْ ِم ُنِإَف ْمُكِْم ْمََُوَ تَ ي
18‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai aulia; sebagian mereka adalah aulia bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka
16 Peet, Richard, ‚Bretton-Woods: Emergence of a Global Economic Regime‛, dalam Unholy
Trinity: The IMF, World Bank and WTO. (London: Zed Books, 2003) 27.
17 Imra>n N. Hosein, The Gold Dinar and Silver Dirham: Islam and The Future of Money, (San
Fernando: Masjid Jami’ah, 2007), 23
7
sebagai aulia, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.‛
Imran N. Hosein menyatakan bahwa umat manusia sekarang hidup dalam
era persekutuan Kristen-Yahudi terbentuk untuk pertama kali dalam sejarah.
Persekutuan tersebut diciptakan peradaban barat modern, yang sekarang
memerintah dunia melalui organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
organisasi-organisai turunan lainnya yang sejenis.19
Imran N. Hosein melakukan pendekatan yang berbeda dalam kancah
pemikiran hukum Islam tentang uang kertas sebagai alat tukar. Ia dikenal sebagai
pakar eskatologi Islam,20 sehingga dalam setiap tulisan baik di buku, artikel,
essay, dalam media online maupun offline ia menekankan pentingnya pendekatan
eskatologi Islam. Ia mengupas borok sistem ekonomi yang dibangun oleh
konspirasi internasional yang ia sebut Yahudi-Nasrani dalam buku The Gold
Dinar and Silver Dirham: Islam and The Future of Money yang akan menjadi
sumber peimer dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut
penulis mengangkat judul penelitian "Konsep Uang Kertas Dalam Fiqih
Muamalah; Studi atas Pemikiran Imran Nazar Hosein‛.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut:
19 Imra>n N. Hosein, The Gold Dinar and Silver Dirham: Islam and The Future of Money, 23. 20 Eskatologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan setelah mati dialam akhirat
8
1. Kapitalisme dalam sistem ekonomi
2. Impliakasi pemberlakuan uang kertas
3. Konsep Uang dalam al-Qur’an dan hadith,
4. Uang kertas dalam pandangan Ulama’ fikih,
5. Uang kertas menurut Imran N. Hosein dan pandangan fikih yang
mendasarinya.
6. Kontruksi pemikiran Imran N. Hosein dan faktor-faktor yang mempengaruhi
Pemikiran Imran N. Hosein tentang peninjaun kembal penggunaan uang
kertas.
Agar penelitian ini dapat lebih terarah maka pembahasan dibatasi pada
dua masalah, yaitu: Uang kertas menurut Imran N. Hosein dan metodologi
pemikiran Imran N. Hosein tentang peninjauan kembali penggunaan uang kertas.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi\ dan batasan masalah yang telah dijelaskan, maka
masalah yang rumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan hukum Imran N. Hosein tentang Uang kertas?
2. Bagaimana kontruksi pemikiran dan faktor-faktor yang mempegaruhi
pandangan hukum Imran N. Hosein tentang uang kertas?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pendapat Imran N. Hosein tentang Uang kertas.
9
3. Untuk memaparkan faktor-faktor yang mempegaruhi pendapat hukum
Imran N. Hosein tentang uang kertas.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu fikih
muamalah, khususnya yang terkait dengan topik konsep uang kertas dalam
perspektif hukum Islam. Di samping itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan
sebagai objek penelitian oleh peneliti selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi
bagi para pelaku dan akademisi ekonomi Islam tentang konsep uang kertas
menurut Imran N. Husein dengan pendekatan Eskatologi Islam berdasarkan
telaah nas} al-Qur’an, hadith dan qaul ulama’ dalam hal relevansi penerapan uang
uang kertas.
F. Kerangka Teoritik
Uang merupakan alat penyimpanan nilai/daya dan standar pembayaran
yang tertangguhkan, sehingga uang dapat dan di perbolehkan untuk di
pertukarkan dan di perjual-belikan dengan harga tertentu. Ketika uang di anggap
sebagai modal, maka uang akan menjadi barang pribadi atau private goods, di
mana orang dapat menyimpan, menimbun dan mengendapkan uang dari
peredaran dan sirkulasi di masyarakat. Dengan demikian, peran dan fungsi uang
10
nilai kekayaan. Artinya, uang merupakan stock concept yang dapat diakumulasi
sedemikian rupa sebagai modal dan kekayaan pribadi.
Dalam ekonomi Islam, uang merupakan alat tukar dan alat satuan hitung.
Tetapi uang bukanlah komoditas yang dapat di perjual belikan layaknya barang
dan jasa ekonomi. Karena uang bukan merupakan komoditas, maka uang tidak
identik dengan modal dan tidak boleh di anggap sebagai modal.21 Sebagai alat
tukar uang tidak boleh di endapkan. Uang harus terus mengalir, bergulir dan
berputar dalam masyarakat untuk di gnakan dalam kegiatan ekonomi. Karena itu
konsep uang dalam ekonomi Islam adalah flow concept dan bukan stock concept.
Konsep mengalir ini pada gilirannya akan mengharuskan uang sebagai
public property, di mana seorang tidak boleh memperlakukan uang layaknya
private property.
1. Definisi Uang
Uang adalah sesuatu yang secara mum di terima di dalam pembayaran
untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran
utang-utang.22 Uang juga dapatdi definisikan sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai alat
tukar, sebagai unit penghitung, sebagai alat penyimpan nilai/daya beli, dan
sebagai standar pembayaran yang tertangguhkan.23
Pengertian uang juga dapat dikelompokan menurut tingkat Liquiditasnya
Yaitu:24
21M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, terj. M. Nastangin. (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997), 162.
22Iswardono, Uang dan bank (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997).
23Roger Le Roy Miller dan David D. Van Hoose, Modern Money andBanking (Singapore:
McGraw-Hill, International, 1993), 6.
11
a. M1 adalah uang kartal (currency) yang beredar di masyarakat plus
simpanan dalam bentuk uang giral (demand deposits). Di sebut juga uang
beredar dalam arti sempit atau narrow money.
b. M2 adalah M1 plus tabungan (sarving deposits) dan deposito berjangka
(time deposits) pada bank umum. Di sebut juga uang beredar dalam arti
luas atau broad money
c. M3 adalah M2 plus simpanan pada lembaga keuangan non bank. Seluruh
simpanan yang ada pada bank dan lembaga keuangan non bank tersebut
uang kuasi atau quasi money.
Berdasarkan ketia definisi uang tersebut, tingkat liquiditas yang paling
tinggi adalah M1, karena proses untuk menjadikan M! Ke dalam uang tunai
adalah yang paling cepat. Uang dapat berupa benda apa saja yang dapat di terima
masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah dan di tetapkan oleh
undang-undang Negara. Uang dapat di buat dari logam emas, perak dan logam biasa atau
terbuat dari batu, ternak atau kertas dan lain sebagainya. Namun demikian, ada
lima persyaratan atau kriteria yang dapat di pakai untuk menjadikan benda
sebagai alat tukar atau uang. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut:25
a. Portability, atau mudah di bawa dan mudah untuk ditranfer.
b. Durability, atau secara fisiktahan lama. Karena itu barang yang tidak tahan lama tidak layak di jadikan uang, misalnya kecap.
c. Divisibility, atau mudah dan dapat di bagi-bagi menjadi besar, sedang dan
kecil, sehingga mudah untuk di belanjakan. Misalnya nilai teransaksi perdagangan yang berjumlah besar seharusnya menggunakan uang yang berjumlah besar pula, tetapi nilai transaksi yang berjumlah kecil sebaiknya
12
menggunakan satuan mata uang yang lebih kecil juga. Contoh satuan mata uang yang bernilai Rp. 1000,- , Rp. 500,- dan lain sebagai uang
d. Standardizability, atau menstandarkan nilai dan kualitas uang serta dapat
di bedakan dengan barang lainnya. Hal ini berarti harus ada prasyarat stability of value, di mana manfaat dari di jadikannya uang adalah nilai uang itu harus dijaga supaya tidak berfluktuasi secara berlebihan. Sebab sebagian masyarakat ada menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang, sehingga bila uang berfuktuasi terlalu cepat dan dalam skala besar, maka orang tidak akan dapat menerimanya.
e. Recognizability, atau mudah dibedakan dan dikenal secara umum. Sedang
dalam buku lain disebutkan acceptability and cognizability26 artinya
prasyarat utama dari sesuatu barang yang pantas dijadikan uang adalah dapat deterima dan diketahui secara umum. Dengan kata lain, diterima sebagai alat pembayaran, sebagai alat penyimpan kekayaan atau daya beli, sebagai alat tukar dan alat satuan hitung seperti fungsi dan peran uang yang sudah dikenal secara umum oleh masyarakat.
Apapun bentuk dan rupa uang, secara alamiah dan secara inheren, uang
mempunyai pengertian riil bahwa uang merupakan klaim seseorang yang dapat
digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa dalam ekonomi.
2. Uang Menurut Ekonomi Islam serta Persamaan dan Perbedaannya dengan
Ekonomi Konvensional
Uang adalah sesuatu yang secara umum dapat diterima dan digunakan para
pelaku ekonomi di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan
jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-utang. Dengan demikian uang dapat di
definisikan dari fungsi dan peran uang itu sendiri, yaitu sebagai alat pertukaran,
13
unit penghitung, penyimpan nilai dan sebagai standar pembayaran yang
ditangguhkan.27
Beberapa literatum ekonomi konvensional mengatakan bahwa uang
merupakan aset yang sangat istimewa dan mempunyai status yang sangat
istimewa pula atas aset-aset ekonomi lainnya. Hal ini disebabkan beberapa hal.
Pertama, uang merupakan barang yang paling liquid, mudah untuk diperjual
belikan dan dipertukarkan dengan barang lainnya tanpa memberikan biaya
penyimpanan, sehingga kita dapat menukarkannya kapan saja dan di mana saja.28
Pernyataan tersebut memberikan pengertian bahwa uang yang merupakan
asset dalam ekonomi konvensional, di satu sisi dapat diartikan sebagai modal dan
di sisi lain sebagai uang itu sendiri. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Collin
Rogers dalam bukunya Money, Interest and Capital (1989), seperti yang dikutip
oleh Adiwarman A. Karim.29
Pengertian uang sebagai modal pada gilirannya akan memunculkan ide
bunga sebagai harga dari penggunaan uang tersebut. Hal ini tentu saja tidak
dapat diterima oleh Islam, karena uang tidak identik dengan modal, sehingga
uang tidak boleh diperjual belikan layaknya barang-barang komoditas ekonomi
lainnya. Akan tetapi Islam menerima uang sebagai alat tukar maupun sebagai
alat satuan hitung untuk mengukur suatu nilai barang dan komoditas ekonomi
27Dudlley G. Luckett, Uang dan Perbankan, terj. Paul C. Rosyadi (Jakarta: Penerbit Erlangga,
1994), 254.
14
dalam suatu sistem perekonomian untuk menggantikan sistem perekonomian
barter yang penuh dengan praktek ketidakadilan dan ketidakjujuran.30
Untuk dapat mengetahui lebih lanjut persamaan dan perbedaan pandangan
antara ekonomi Islam dan konvensional mengenai uang akan dibahas peran dan
fungsi uang. Sebagian besar ahli ekonomi mengatakan bahwa peran dan fungsi
uang adalah sebagai berikut:
a. Sebagai alat tukar (medium of exchange).
b. Sebagai alat penyimpan nilai / daya beli (store of value).
c. Sebagai alat satuan hitung (unit of account) atau alat pengukur nilai
(measure of value).
d. Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan (standard of
deferred payment).
Dalam Islam, tidak ada masalah dengan peran dan fungsi uang seperti yang
tersebut di atas, selama uang tidak dipandang sebagai suatu komoditas yang bisa
diperjual belikan layaknya barang dan jasa. Peranan uang yang sedemikian itu
bisa diterima secara meluas dengan maksud untuk menggantikan peran sistem
perekonomian barter, di mana dengan adanya uang, orang tidak perlu mencari
pembeli yang kebetulan mau menukarkan barangnya dengan barang lain yang
kebetulan dibutuhkan oleh penjual. Inilah yang dinamakan dua kebetulan atau a
double coincidence of wants31 yang tidak perlu terjadi bila suatu perekonomian
30M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam, Teori dan Praktek, 162
31Ibid, 10. Lihat juga Boediono, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.
15
menggunakan uang sebagai media pertukaran dan berperan sebagaimana
mestinya uang harus berperan dan berfungsi.
G. Penelitian Terdahulu
Guna menghindari adanya duplikasi dan pengulangan penelitian, penulis
merasa perlu melakukan kajian pustaka. Kajian pustaka32 adalah deskripsi
ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan, sehingga
terlihat jelas bahwa kajian ini bukan pengulangan atau duplikasi dari kajian
terdahulu yang pernah ada, berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang
akan dilakukan harus dijelaskan. Pembahasan mengenai Konsep uang banyak
dikaji dalam berbagai penelitian berikut:
1. Disertasi yang ditulis oleh Siti Mujibatun pada tahun 2012 dengan
judul ‚Konsep Uang Dalam Hadith‛, Hasil temuan dari penelitian ini
adalah: Uang dalam hadith-hadith secara langsung dengan
menggunakan kata: Emas, dirham, perak, dinar, wariq, sikkah, nuqu>d,
fulu>s dan ‘ain. Secara tidak langsung hadits menyebut uang dengan
menggunakan kata:S|aman, s|arwah, qi>mah, si’r, ajr dan s}arf. Fungsi
uang menurut hadith adalah Sebagai harta kekayaan, alat tukar,
Standar nila. Dengan mengikuti pemikiran Karl Popper dan Thomas
Khun, teori uang berbentuk koin (emas) telah terfalsifikasi oleh teori
uang berbentuk fiat money, fungsi uang sebagai alat bayar tidak boleh
disewakan, sulit diterapkan dalam bisnis, hal ini terbukti dari kinerja
lembaga keuangan syari’ah yang masih menyewakan uang sekalipun
16
dengan menyebut akad mud}arabah (bagi hasil). Penelitian ini hanya
menfokuskan pembahasan uang dalam perspektif hadith meskipun
juga berkomentar tentang fungsi dan keguanaan uang namun acuan
pendapat yang dipakai adalah teori konsep uang konvensional tidak
membandingkanya dengan teori konsep uang menurut fikih
muamalah. Penelitian ini agaknya tidak merelevansikan teori uang
dalam perokonomian Islam karena dianggap sulit diterapkan dalam
bisnis.
2. Muhammad Hatta menulis essay yang berjudul ‚Telaah Singkat
Pengendalian Inflasi Dalam Perspektif Kebijakan Moneter Islam‛
dalam Jurnal Ekonomi Ideologis 16 Juni 2008. Ia menyatakan bahwa
inflasi sesungguhnya mencerminkan kestabilan nilai sebuah mata
uang, kstabilan mata uang tercermin dari stabilitas tingkat harga yang
kemudian berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi sebuah Negara, sistem moneter dunia ini
dikuasai oleh fiat money yang sangat rentan dengan fuktuasi kecuali
beberapa Negara yang menggunakan uang dwi logam (dinar-dirham),
implikasinya terhadap dominan penggunaan fiat money, sistem
moneter yang berbasis dinar dan dirham meruapakn satu-satunya
sistem moneter yang mampu mengendalikan problematika mata uang,
menghilangkan inflasi besar-besaran dan mampu mewujudkan
17
3. Artikel yang ditulis Moch. Khoirul Anwar berjudul ‚Ekonomi dalam
perspektif Islam‛ yang dimuat dalam Jurnal Islamica.33 Ia
mengemukakan secara normatif saja bahwa prinsip-prinsip ekonomi
Islam adalah: berimbang, realistis, berkeadilan, tanggung jawab,
mencukupi dan berfokus kepada manusia sesuai dengan haknya di
muka bumi. Tulisan tersebut tidak mengupas secara mendalam pada
subjek ekonomi Islam, ini terlihat tidak adanya pendapat para Ulama’
fikih baik klasik dan kontemporer dan hanya normative membahas
permberdayaan ekonomi Umat sebagai tuntutan al-Qur’an.
4. Tulisan Takiddin yang berjudul ‚Uang dalam Perspektif Ekonomi
Islam‛ yang dimuat dalam (Jurnal Salam 14 November 2014 UIN
Jakarta), Ia memaparkan: Pertama, Secara teoretis, mata uang yang
digunakan dalam Ekonomi Islam adalah dinar (Emas) dan dirham
(Perak). Ketiga, Fungsi uang dalam perspektif Ekonomi Islam hanya
terbatas pada uang sebagai alat tukar barang dan jasa. Keempat, Islam
mengharamkan riba dan menolak segala jenis transaksi semu seperti
yang terjadi di pasar uang atau pasar modal saat ini, sebaliknya, Islam
mendorong perdagangan internasional. Seperti kebanyakan tulisan
lainnya jarang disinggung masalah Bretton Wood System dalam
sejarah perjalanan uang, penelitian ini hanya terfokus pada dinar
33 Moch. Khoirul Anwar, ‚Ekonomi dalam perspektif Islam yang dimuat dalam Jurnal Islamica‛,
18
sebagai acuan dengan tanpa melihat pemberlakuan uang kertas dalam
perpektif historis, sosiologi hukum dan politis.
5. Tulisan Heri Sudarsono yang berjudul ‚Dampak Krisis Keuangan
Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara Bank
Konvensional dan Bank Syariah, dimuat dalam jurnal La Riba.‛34 Ia
mengemukakan bahwa krisis keuangan global mempengaruhi kondisi
perbankan di Indonesia. Bank syariah yang mengunakan sistem jual
beli dan bagi hasil menunjukkan kondisi yang berbeda dengan bank
konvensional yang mengunakan bunga. Dampak krisis keuangan yang
menyebabkan kenaikan tingkat bunga mempengaruhi likuiditas bank
konvensional. Sementara itu, tingkat margin dan bagi hasil bank
syariah tidak terpengaruh langsung dengan adanya kenaikan BI rate
karena tidak akan berubah selama waktu kontrak belum selesai dan
untuk mengubahnya harus melalui kontrak baru yang disepakati kedua
belah pihak. Krisis keuangan mempengaruhi kenaikan tingkat bunga
simpanan dan pinjaman di bank konvensional dan bank syariah.
Tingkat rata-rata tingkat bunga bank konvensional lebih tinggi
dibanding dengan tingkat margin di bank syariah. Sementara itu
kinerja keuangan kedua bank ini berbeda. Krisis keuangan 2008
menjadikan tingkat pendapatan yang diperoleh berkurang. Secara
umum kenaikan pendapatan bank syairah lebih tinggi dibandingkan
34 Heri Sudarsono, ‚Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia:
19
dengan bank. Sebaliknya, bank konvensional lebih tinggi. Temuan ini
menguatkan bahwa uang kertas memang tidak tahan nilai dalam
jangka panjang, terbukti dengan terjadinya krisis global yang
berkali-kali melanda.
6. Dr. Ahmad Hasan membahas topik zakat uang dalam bukunya ‛Mata
Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami‛. Dalam
buku ini disebutkan, ia menerangkan sejarah uang, kedudukan uang
kertas serta permasalahannya ditinjau dari hukum Islam. Kendati
begitu, penjelasan topik zakat uang hanya sebatas deskripsi tentang
pandangan beberapa ulama tentang zakat uang kertas tanpa disertai
dengan metode ijtihadnya. Seperti kebanyakan tulisan lainya jarang
sekali disinggung masalah Bretton Wood System dalam sejarah
perjalanan uang.35
Dari beberapa tinjauan pustaka diatas dapat diketahui bahwa tidak ada
yang membahas mengenai pemikiran Imran Nazar Hosein tentang konsep uang
kertas, beliau adalah ilmuan Islam yang mengajak bahkan menghimbau para
sarjana hukum Islam untuk mengkaji Bretton Wood System sebagai arsitek
utama berlakunya uang kertas secara global dan lahirnya sitem ekonomi dunia
seperti sekarang ini. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengkaji
permasalahan ini dalam sebuah karya ilmiah berbentuk tesis.
H. Metode Penelitian
35 Ahmad Hasan, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, alih bahasa
20
Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka harus
digunakan metode yang relevan. Penentuan metode di sini sangat penting karena
metode merupakan cara utama yang digunakan dalam mencapai tujuan.36
Karenanya, penelitian ini didesain sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian pustaka (library research)
37 dengan pendekatan interdisipliner sebagai berikut:
a. Pendekatan hukum Islam
Penelitian ini mengeksplorasi argument ulama’, mulai ulama’ klasik
hingga modern, kemudian membuat peta pemikiran ulama’ mengenai uang
kertas, pada akhrinya memunculkan pandangan Imran N. Hosein.
b. Pendekatan sosiologi hukum
Penelitian ini melakukan pendekatan sosiologi hukum yakni menjelaskan
mengapa dan bagaimana praktik-praktik pemberlakuan uang kertas itu terjadi,
sebab-sebabnya, faktor-faktor yang berpengaruh, latar belakang dan sebagainya.
c. Pendekatan politik hukum
Penelitian ini mengkaji kebijakan politik dalam pemberlakuan uang
sepanjang sejarah, dan memusatkan kajian utamanya pada uang kertas dengan
pendekatan politik hukum. Yakni kajian politik hukum internasional pada
36 Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, (Bandung:
Tarsito Rimbun, 1990), 131.
37 Penelitian pustaka adalah menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang
21
Bretton Woods System dan kebijakan-kebijakan IMF setelahnya yang menjadi
pelopor utama berlakunya uang kertas dalam sistem ekonomi dunia.
d. Pendekatan historis
Penelitian ini akan mengkaji sejarah perjalan uang, dan memusatkan
kajian utamanya pada uang kertas dalam perspektif historis, yakni kajian historis
pada Bretton Woods System yang menjadi pelopor utama berlakunya uang kertas
dan sistem ekonomi dunia.
2. Sumber data penelitian
Mengingat bahwa kajian ini bersifat kepustakaan, maka data yang
dikumpulkan haruslah bersumber dari data literatur. Dalam kajian ini sumber
datanya dibagi menjadi dua, yaitu sumber data yang bersifat primer dan sumber
data sekunder.38
a. Sumber data primer (Primary Sources)
Sumber data primer yang digunakan dalam kajian ini adalah karya-karya
Imran N. Hosein, yakni: The Gold Dinar and Silver Dirham: Islam and The
Future of Money, The Prohibition of Ribah in the Quran and Sunnah, beserta
video-video kuliah umum beliau di situs www.youtube.com.
b. Sumber data sekunder (secondary sources)
Di antara sumber data sekunder yang digunakan dalam kajian ini adalah
al-Qur’an, kitab utama hadis seperti Sahih Muslim karya Imam Muslim, Sahih
Bukhari, al-Muwatta’ dan lainnya. Kitab-kitab fikih empat mazhab seperti Fiqh
38 Sumber data primer adalah sumber data yang langsung berkaitan dengan objek riset.
22
al-Islami Wa Adillatuhu, Fathul Qadi>r, I’lamul Muwaqi’in, Ihya’ Ulum al-Din,
John Perkins berjudul Confession of an Economic Hit Man39 dan
literature-literatur lainnya.
1. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research), Maka
teknik pengumpulan data yang tepat adalah metode dokumentasi. metode
dokumentasi adalaah suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan
catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga akan
diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan dari perkiraan.40 data tersebut bisa
berupa buku, jurnal, dan lain sebagainya yang diperoleh dari sumber data primer
dan sekunder.
2. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan dan
menyusun data-data kemudian menganalisisnya, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman bahwa dalam pengolahan dan
analisis data kualitatif selalu terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
berantai: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi,41
yang dapat kami paparkan sebagai berikut:
1. Reduksi data
39 John Perkins, Confession of an Economic Hit Man, (San Fransisco: Berret-Kohler Publisher,
2004).
40 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 158.
41 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisi Dara Kualitatif, Terj. Tjejep Rohadi,
23
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang terkumpul.
selama pengumpulan data berlangsung terjadilah tahapan reduksi selanjutnya
(membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi dan jika perlu menulis memo). proses reduksi data berlanjut
terus sesudah penelitian, sampai laporan akhir lengkap tersusun.42
2. Penyajian data
Penyajian data yang baik dan memahamkan baik berbentuk teks naratif
maupun matrik, bagan dan yang lainya, sebagaimana reduksi data penciptaan dan
penggunaan penyajian data tidaklah terlepas dari analisis,43 ini akan
mempermudah untuk penarikan kesimpulan akhir.
Aplikasi penyajian data dalam tesis ini diorientasikan dengan
menghubungkan informasi tentang Imran N. Hosein dan pandangan hukumnya
tentang konsep uang yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah
diraih, dengan demikian penulis dapat melihat apa yang sedang terjadi dan
meentukan apakah penarikan kesimpulan sudah benar atau perlu ada analisis
selanjutnya.
3. Menarik kesimpulan/verivikasi
Penarikan kesimpulan sebenarnya sudah dimulai sejak pengumpulan,
reduksi dan penyajian data, tetapi masih dalam bentuk terbuka, longgar dan
42 Ibid, 16-17
24
skeptic, pada awalnya masih global, namun kemudian meningkat menjadi lebih
terperinci mengakar dan kokoh, sehingga mencapai kesimpulan yang final.44
Aplikasi dalam tesis ini, penulis merefleksi pemikiran Imran N. Hosein
yang telah dikumpulkan dan direduksi dalama penyusunan penilitian, untuk
kemudian menempatkan Salinan kesimpulan dan temuan dari tinjauan tersebut
dalam seperangkat data yang lain.
3. Teknik Analisis Data
Agar memperoleh hasil yang maksimal, maka analisis yang penulis
gunakan adalah:
a. Kritik Sumber, melalui kritik sumber diinginkan agar setiap data-data
yang didapatkan baik Nas} al-Qur’an, hadith, argumen hukum fukaha
dan sejarah uang diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya
merujuk pada sumber aslinya, sehingga semua data itu sesuai dengan
fakta-fakta yang sesungguhnya.
b. Deskriptif, yakni menggambarkan dan menafsirkan data tentang
konsep uang yang telah terkumpul baik itu dari al-Qur’an, hadith,
argument hukum fukaha, sejarah uang dan pemikiran Imran N. Hosein
dalam buku The Gold Dinar and Silver Dirham: Islam and The
Future of Money dan lain-lainya.
c. Verifikatif, melakukan verifikasi terhadap argumen hukum dan
metodologi pemikiran Imran N. Hosein.
I. Sistematika Pembahasan
25
Dalam pembahasan tesis ini akan dibagi menjadi lima bab, yang
masing-masing bab akan terdiri dari beberapa sub bab, sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yang berisikan latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan
sistematika penulisan tesis.
Bab ke dua membicarakan tentang kajian teori uang kertas terdiri dari:
pengertian dan sejarah uang, klasifikasi uang, uang dalam pandangan ulama fikih
(klasik) dan uang dalam pemikiran Ekonomi Islam (kontemporer).
Bab ketiga membahas tentang konteks sosial Imran N. Hosein terdiri dari:
biografi Imran N. Hosein, konteks sosial Imran N. Hosein, dan posisi Imran N.
Hosein dalam peta pemikiran hukum.
Bab keempat pandagan hukum Imran N. Hosein tentang uang kertas dan
konstruksi pemikiran dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Imran N.
Hosein.
Bab kelima menjelaskan tentang analisis pandangan hukum Imran N.
Hosein tentang uang kertas dan konstruksi pemikiran dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemikiran Imran N. Hosein.
Bab keenam adalah penutup, yang terdiri dari kesimpulan dari apa yang
telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, termasuk juga didalamnya saran-saran,
BAB II
KAJIAN TEORITIK UANG KERTAS
A. Definisi Uang
Secara etimologi, uang adalah alat tukar atau standar ukur nilai (kesatuan
hitung) yangg sah, terbuat dari kertas, emas, perak, atau logam yang dicetak
pemerintah suatu negara,1 dalam terjemahan bahasa Arab uang disebut nuqud
mempunyai beberapa makna: baik, lawan tempo atau tunai, yakni memberikan
bayaran segera.2 Disebutkan dalam ucapan: Naqadani al-tsaman artinya: dia
membayarku dengan harga tunai (secara angsung tanpa ditunda).3 Dalam
Bahasa Inggris terjemahan uang adalah Money.4 Money mempunyai beberapa
makna: 1. What you earn by working or selling things 2. Coins and printed paper
accepted when buying and selling.5
Ahmad Hasan menjelaskan kata uang (nuqud/money) tidak terdapat
dalam Al-Qur’an maupun dalam Hadith,6 karena bangsa Arab menggunakan kata
dinar untuk mata uang emas dan dirham untuk mata uang perak. Mereka juga
menggunakan kata wariq untuk menunjukan dirham perak dan ’ain untuk dinar
emas. Bangsa Arab menggunakan kata dinar untuk mata uang emas dan dirham
1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), 1575.
2Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), 1452.
3Louis Ma’lu>f, Al-Munji>d fi al-Lughat wa al-Ada>b wa al-:ulu>m, (Beirut: al-Mat}ba’ah al
-Kathulikiyyah, T.th.), 830.
4 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2003), 384.
5 Oxford university, Oxford Learner’s Pocket Dictionary third edition, (United Kingdom: Oxford
University Press, 2003), 277.
6 AhmadHasan, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, (Jakarta: PT
27
untuk mata uang perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk menunjukan
dirham perak dan ’ain untuk dinar emas. Namun, jika diteliti secara terperinci
ternyata kata nuqud ditemukan terdapat dalam matan hadith, setidaknya terdapat
15 jenis uang dalam matan hadis yaitu: dirham (uang perak), emas, perak, dinar
(uang emas), wariq (uang perak), nuqu>d (uang emas dan perak), sikkah (uang
emas dan perak), fulu>s (uang emas bercampur tembaga), secara tidak langsung
dengan kata s|aman (harga), qi>mah (harga, nilai), ‘ain (barang), si’r (harga), ajr
(upah), s|arwah (harta kekayaan) dan s}arf (benda sejenis yang dipertukarkan).7
Para ulama fikih menyebut mata uang dengan menggunakan kata dinar,
dirham dan fulus, untuk menunjukan dinar dan dirham mereka menggunakan kata
naqdain (muthanna). Uang dalam terminologi fikih Islam adalah sebagai berikut:
1. Defenisi nuqud menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), adalah standar
ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Senada
dengan pendapat ini,8
2. Menurut Al-Sarkhasy (500 H), nuqud hanya dapat digunakan untuk
transaksi atas nilai yang terkandung, karenanya nuqud tidak dapat
dihargai berdasarkan bendanya.9
3. Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan
dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta, sehinga
seluruh harta bisa diukur dengan keduanya.10
7 Siti Mujibatun, ‚Konsep Uang Dalam Hadis‛. (Disertasi--IAIN Walisongo, Semarang, 2012),
375.
28
4. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berpendapat dinar dan dirham adalah
nilai harga barang komoditas.11 Ini mengisyaratkan bahwa uang
adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.
5. Ibnu Khaldun (wafat 808 H)juga mengisyaratkan uang sebagai alat
simpanan dalam perkataan beliau:
‚Kemudian Allah Ta’ala menciptkan dari dua barang tambang emas
dan perak, sebagai nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.12
Dengan demikian nampak jelas bahwa para fakih mendefinisikan uang Sebagai standar nilai harga komoditi dan jasa; sebagai media pertukaran komoditi dan jasa; dan sebagai alat simpanan.
Sedangnkan definisi uang menurut ahli ekonomi konvensional adalah sebagai berikut:
1. Robertson dalam bukunya Money menyatakan uang adalah segala sesuatu
yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang.
2. R.S. Sayers dalam bukunya Modern Banking menyatakan uang adalah
segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayaran utang.
3. A.C. Pigou dalam bukunya the Veil of Money menyatakan bahwa uang
adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat penukar. 4. Rolling G. Thomas dalam bukunya Our Modern Banking and Monetary
System mendefinisikan uang adalah segala sesuatu yang siap sedia dan
pada umumnya diterima dalam pembayaran pembelian barang-barang, jasa-jasa dan untuk membayar utang.
29
Berdasarkan definisi uang yang telah dikemukakan, maka uang dapat
dibedakan ke dalam tiga segi:
1. Segi fungsi-fungsi ekonomi sebagai standar ukuran nilai, media
pertukaran, dan sebagai alat pembayaran yang tertunda deferred payment.
2. Segi karakteristinya, yaitu segala sesuatu yang diterima secara luas oleh tiap-tiap individu.
3. Segi peraturan perundangan sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan
hukum dalam menyelesaikan tanggungan kewajiban.13
Ahli ekonomi membedakan antara uang dengan mata uang. Mata uang
adalah setiap sesuatu yang dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan memberinya kekuatan hukum yang bersifat dapat memenuhi tanggungan dan kewajiban, serta
dapat diterima secara luas. Sedangkan uang lebih umum dari pada mata uang, karena uang mencakup mata uang dan yang serupa dengan uang. Dengan
demikian, setiap mata uang adalah uang, akan tetapi tidak semua uang adalah mata uang.14
B. Sejarah Uang
Berdasarkan definisi-definisi pakar ekonomi Islam dan konvensional yang
mengemuka tentang uang, guna membuktikan validitas premise-nya masing-masing, maka penulis perlu mengungkapkan sejarah penggunaan uang oleh umat
manusia, sejak dahulu kala hingga masa sekarang.
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan.
13 Ahmad Hasan, Mata Uang Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), 11.
14 M. Suma Amin, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi Dan Keuangan Islam, (Jakarta:
30
Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang
lain. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin
maju, kegiatan dan interaksi antar sesama manusia meningkat tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin beragam. Ketika itulah, masing-masing
individu mulai tidak mampu memenuhi kebutuhanya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam, pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun
pakaian sendiri, atau kebutuhan yang lain.
Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang
secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak saat itulah, manusia mulai mengguanakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan
pertukaran barang dalam rangka memnuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar- menukar kebutuhan dengan cara barter. Maka periode itu disebut zaman
barter.15 Hanya saja, cara ini walau pada awalnya sangat mudah dan sederhana, kemudian perkembangan masyarakat membuat sistem ini menjadi sulit dan
muncul kekurang-kekurangan. Beberapa kekurangan sistem barter sebagai berikut:
a. Kesusahan mencari keinginan yang sesuai antara orang-orang yang
melakukan transaksi, atau kesulitan untuk mewujudkan kesepakatan
31
mutual. Misalnya seseorang yang mempunyai keahlian sebagai tukang
kayu dan membutuhkan jasa seorang pandai besi sebagai imbalan jasanya.
Bisa saja dia menemukan pandai besi, tapi tidak membutuhkan jasa
tukang kayu sehingga dia harus pergi dan mencari pandai besi yang lain
yang sedang mebutuhkan jasa tukang kayu. Demikian waktu menjadi
banyak terbuang dengan sia-sia sampai dia menemukan pandai besi.
b. Perbedaan ukuran barang dan jasa, dan sebagian barang yang tidak bisa
dibagi-bagi. Katakanlah pemilik zaitun yang membutuhkan wol
menemukan pemilik wol yang juga membutuhkan zaitun. Hanya saja
tidak ada kesepakatan antara keduanya dalam hal ukuran barang yang
dibutuhkan. Pemilik zaitun memiliki 10 liter zaitun sedangkan pemilik
wol hanya memiliki sedikit wol yang tidak sesuai dengan jumlah ukuran
zaitun. Sedang pemilik zaitun sendiri tidak ingin membagi-bagi
barangnya. Terkadang barang itu sendiri tidak bisa dibagi-bagi seperti
orang yang memiliki seekor kambing dan membutuhkan baju. Ukuran
seekor kambing jelas menyamai lebih dari baju dan tidak mungkin
baginya untuk membagi-bagi kambingnya sebagai bayaran untuk
sepotong baju. Terjadi kesulitan dalam pertukaran.16
c. Susahnya membuat membuat sebuah tolak ukur secara umum dari
berbagai barang dan jasa. Dalam sisterm barter manusia kesulitan dalam
mengetahui nilai- nilai suatu barang ketika ingin ditukar dengan berbagai
32
barang yang lain, sebagaimana mereka juga kesulitan dalam menentukan
nilai suatu jasa ketika ingin di tukar dengan barang atau jasa yang lain.
Adanya keterbatasan-keterbatasan dalam perekonomian barter ini
menimbulkan kebutuhan akan suatu benda yang disebut sebagai alat tukar. Pada tahap permulaan masyarakat kuno belum menciptakan bentuk uang secara khusus,
tetapi menggunakan benda atau komoditi yang sudah ada pada saat itu dan dinilai cukup berharga untuk dianggap sebagai uang. Oleh karenanya bentuk uang berbeda-beda di setiap daerah. Benda yang pernah berperan sebagai alat tukar
misalnya: unta dan kambing di kawasan Jazirah Arab, sapi dan domba di kawasan Afrika, dan lain-lain.
Dalam sejarah Islam tercatat, pelaku pertama transaksi yang memakai alat tukar berupa emas dan perak adalah Nabi Tsîts bin Adam17 Namun versi lain
menyebutkan bahwa pengguna naqd pertama kali adalah masyarakat pada
periode Ashhâb al-Kahfi, tapi pendapat yang kedua ini perlu ditelaah kembali sebab al-Quran telah mencatat keberadaan dirham beredar sejak masa kecil Nabi
Yusuf. Padahal era Nabi Yusuf jauh lebih dulu dibanding masa Ashhâb al-Kahfi.18 Sementara China yang masyhur dengan dunia bisnisnya, merupakan negara pertama yang memperkenalkan alat tukar berupa uang kertas. Ibnu
Batuthah mengatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan transaksi dengan dirham dan dinar, tetapi lebih cenderung memakai eksemplar yang
diedarkan secara central oleh pihak negara dengan nama balasty. Hal itulah yang
17 Syaikh Muhammad al-Hanafi, Bada’i al-Zuhur, h. 50-51.
18 Hasan Abdullah Amin, Ahkâm al-Taghayyur al-Qimat al-‘Umalât al-Naqdiyyah wa Asyariha fi
33
menjadikan masyarakat China menolak untuk menggunakan dirham dan
dinar. Menurut beliau, jika ditinjau dari setting historis, uang kertas dipakai setelah uang dinar. Sedang negara Arab, Irak dan Iran mengenal uang kertas pada sekitar tahun 693 H.19
Adapun legalisasi penggunaan uang kertas bagi umat Muslim diyakini terjadi sejak Dawlah„Utsmâniyyah (1862 M.), hanya saja legalisasi yang
diprakarsai oleh „Utsmâniyyah belum mendapat respon secara luas dari
masyarakat. Hal tersebut dikarenakan minimnya kepercayaan mayoritas penduduknya terhadap eksistensi uang kertas pada waktu itu, dan masyarakat
setempat memandang penggunaannya bertentangan dengan tradisi mereka dalam bertransaksi. Di sela-sela Perang Dunia Pertama (1333 H., 1914 M.-1337 H., 1918
M.) Dawlah„Utsmâniyyah runtuh. Pada saat itulah uang kertas ditarik dari peredaran, kemudian alat tukar emas serta perak kembali mendominasi di pasaran.
Meskipun demikian, sebagian negara Islam ada yang tetap memakai uang kertas sebagai alat tukar hingga sekarang.20
1. Sejarah Uang di Berbagai Bangsa.21
a. Uang pada Bangsa Lydia
Dikatakan bahwa Lydian (bangsa Lydia) adalah orang-orang yang pertama
kali mengenal uang cetakan. Pertama kali uang muncul ditangan para pedagang
19 Hasan Abdullah Amin, Ahkâm al-Taghayyur al-Qimat al-‘Umalât al-Naqdiyyah wa Asyariha fi
Tasdîd Qard, 39. Lihat: Ibnu Bthuthah, Tuhfat Nazhzhar fi Gharib Amshar wa’Ajaib al-Asfar, tahqiq Ali al-Muntashir al-Khattani, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985), Juz 2, 719.
20 Hasan Abdullah Amin, Ahkâm al-Taghayyur al-Qimat al-‘Umalât al-Naqdiyyah wa Asyariha fi
Tasdîd al-Qard, 39-41
34
ketika mereka merasakan kesulitan dalam jual beli dalam sistem barter lalu
mereka membuat uang. Pada masa Croesus 570-546 SM, negara berkepentingan mencetak uang. Dan untuk pertama kalinya masa ini terkenal dengan mata uang emas dan perak yang halus dan akurat.
b. Uang pada Bangsa Yunani
Bangsa Yunani membuat uang komoditi sehingga tersebar di antara mereka kapas sebagai utensil money dan koin-koin dari perunggu. Kemudian
[image:43.595.110.515.223.529.2]mereka membuat emas dan perak yang pada awalnya beredar diantara mereka dalam bentuk batangan sampai masa dimulainya pencetakan uang pada tahun 406 SM. Ada kalanya mereka mengukir pada uang tersebut bentuk berhala mereka,
gambar pemimpin mereka dan mengukir nama negeri di mana uang itu di cetak. Mata uang utama mereka adalah Drachma yang terbuat dari perak.
c. Uang Pada Bangsa Romawi
Bangsa Romawi pada masa sebelum abad ke-3 SM menggunakan mata uang yang terbuat dari perunggu yang disebut “Aes”. Mereka juga menggunakan
mata uang koin yang terbuat dari tembaga. Dikatakan orang yang pertama kali mencetaknya adalah Numa atau Servius Tullius, koin itu dicetak pada tahun 269 SM. Kemudian mereka mencetak Denarius dari emas yang kemudian menjadi
mata uang imperium Romawi, dicetak tahun 268 SM. Di atas uang itu mereka cetak ukiran bentuk Tuhan dan pahlawan mereka, hingga masa Julius Caesar yang
35
antara mereka dalam mempermainkan mata uang. Kadang tertulis pada uang
Denarius suatu nilai yang melebihi dari nilai yang sebenarnya sebagai barang tambang. Kadang juga mereka mencampur emas dengan barang tambang lain karena kepentingan-kepentingan negara sehingga urusan masyarakat menjadi
kacau balau sampai para pedagang tidak mau lagi menerima mata uang dengan nilai harga tertulis.
d. Uang Pada Bangsa Persia
Bangsa Persia mengadopsi pencetakan uang dari bangsa Lydia setelah penyerangan mereka pada tahun 546 SM. Uang dicetak dari emas dan perak dengan perbandingan (Ratio) 1 : 13,5. Suatu hal yang membuat naiknya nilai
emas dari perak. Uang pada mulanya berbentuk persegi empat kemudian mereka ubah menjadi bundar dan mereka ukir pada uang itu ukiran-ukiran tempat
peribadatan mereka dan tempat nyala api. Mata uang yang tersebar luas pada bangsa Persia adalah Dirham perak dan betul-betul murni. Ketika sistem kenegaraan mengalami kemunduran, mata uang mereka pun ikut serta mundur.
Menurut Mawardi, ketika persoalan sistem kenegaraan bangsa-bangsa Persia hancur, uang mereka ikut hancur bersamanya.
e. Uang Pada Bangsa Arab22
Bangsa arab telah bertransaksi menggunakan uang sesuai berat uang tersebut, mereka tidak menggunakan nominal banyaknya uang tersebut
dikarenakan tidak samanya berat suatu uang dengan yang lainya. Sebagaimana mereka tidak membedakan bentuk uang, dan menjadikan emas dan perak sebagai
22 Muhammad Hilmi Sayyid Isa, Qadhaya Fiqhiyyah al-Mu’ashirah, Jilid 3, (Cairo: Jami’ah Al
36
alat tukar dengan berbagai bentuk. Bangsa arab mengadopsi uang dari luar arab
dan tidak mempunyai uang khusus dari negaranya. Di Irak dan Yaman menggunakan alat tukar yang didatangkan dari Persia yang dikenal dengan uang perak Persia. Sedangkan Syam dan Mesir menggunakan alat tukar yang
didatangkan dari Roma yang di kenal dengan uang emas Romawi. Adapun penduduk jazirah Arab ketika itu menggunakan alat tukar dari emas dan perak
yang didatangkan dari perdagangan mereka ke Syam dan Yaman, sebagaimana mereka masih tetap menggunakan sistem barter dalam kegiatan ekonomi mereka.
f. Uang Pada Masa Rasul SAW
Rasululullah SAW belum mencetak uang yang khusus dari kaum
muslimin. Umat Islam pada masa itu masih menggunakan dirham Persia dan
dinar Romawi dalam alat tukar menukar mereka, yaitu menggunakannya sesuai berat uang tersebut bukan nominal banyaknya. Hal ini telah disepakati oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh:
َرَمُع ِنْبا ْنَع
لَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِِِ لا ْنَع
َةكَم ِلَْأ ُنْزَو ُنْزَوْلاَو ِةَيِدَمْلا ِلَْأ ُلاَيْكِم ُلاَيْكِمْلا َلاَق َم
"Timbangan berat (wazan) adalah timbangan penduduk mekkah, dan takaran (mikyal) adalah takaran penduduk madinah".23
g. Uang Pada Masa Khulafa’ al-Rasyidu>n
Uang yang digunakan oleh masyarakat Arab tidak berubah sepeninggal Rasul SAW, khususnya pada zaman khalifah Abu Bakar al-s}idiq RA.24 Pada
zaman khalifah Umar ibnu Khatab (20 H.) memerintahkan mencetak uang dirham
23 Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib al-Nasa’i, Sunan Al-Nasai bi Syarkh al-Suyuti
(Beirut: Da>r al-Ma’rifat, 1420 H.), Juz 5, 57.
24 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional,
37
baru berdasarkan pola dirham Persia, berat, gambar, dan tulisan bahlawiyah
(huruf Persia) tetap ada, hanya ditambah dengan lafaz “bismillah”, dan
“bismillahi rabbi” yang terletak pada tepi lingkaran. Pada saat itu khalifah Umar
memperkejakan ahli pembukuan dan akuntan dari Persia dalam jumlah besar
untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran di bayt al-ma>l (lembaga keuangan negara). Mata uang khilafah Islam yang mempunyai kecirian khusus baru dicetak
oleh pemerintah Imam Ali Karamallahu wajhahu, namun peredaranya sangat terbatas karena keadaan politik saat itu.25
h. Uang Pada Masa Daulah Umayyah, Abbasiyah dan sesudahnya
Pada zaman Muawiyah, mata uang dicetak dengan gaya Persia dengan mencantumkan gambar pada pedang gubernurnya di Irak. Ziyad juga mengeluarkan Dirham dengan mencantukan nama khalifah. Cara yang dilakukan Mu‟awiyah dan Ziyad yaitu pencantuman gambar dan nama kepala pemerintah pada mata uang masih dipertahankan sampai saat ini, termasuk juga Indonesia.
Mata uang yang beredar pada waktu itu belum berbentuk bulat seperti uang logam sekarang ini. Baru pada zaman Ibnu Zubair dicetak untuk pertama
kalinya mata uang dengan bentuk bulat, namun peredarannya terbatas di Hijaz. Sedangkan Mus'ab, gubernur di Kufah mencetak uang dengan gaya Persia dan Romawi. Pada tahun 72-74 hijriyah, Bisr bin Marwan mencetak mata uang yang
disebut Athawiya. Sampai zaman ini mata uang khalifah beredar bersama dengan
Dinar Romawi, Dirham Persia, dan sidikit Himyarite Yaman. Barulah pada zaman Abdul (76 H) pemerintah mendirikan tempat percetakan uang di Da>r
38
Idjard, Suq Ahwaj, Sus, Jay, Manadar, Maysan, Ray, Abarqubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir dengan kontrol pemerintah.26
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan itu, dirham dicetak dengan corak Islam. Terdapat lafaz-lafaz Islam yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi
pada Dirham tersebut. Ketika itu dirham Persia tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian (77 H/697 H) Abdul Malik bin Marwan mencetak dinar khusus yang
bercorak Islam setelah meningglkan pola dinar Romawi. Gambar-gambar dinar
lama diubah dengan tulisan atau lafaz-lafaz Islam, seperti: Allahu Ahad, Allah
Baqa'. Sejak itu orang Islam memiliki dinar dan dirham yang secara resmi digunakan sebagai mata uangnya.27
Hal ini juga berlanjut pada masa dinasti Ayubiyah, karena desakan
kebutuhan masyarakat akan mata uang dengan pecahan yang lebih kecil, maka Sultan Kamil Ayyubi memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut
fulus. Dengan demikian dirham digunakan untuk transaksi-transaksi besar dan untuk transaksi-transaksi kecil digunakan fullus.Percetakan fullus relatif lebih mudah dilakukan , karena tembaga lebih mudah didapat. Hal ini membuat
pemerintah me