• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedaulatan Negara Dalam Pelaksanaan Oton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kedaulatan Negara Dalam Pelaksanaan Oton"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lima belas tahun sudah reformasi di Indonesia berjalan (1998 – 2013). Sebagai salah satu hasil dari reformasi tersebut adalah terbentuknya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah. Otonomi Daerah berdasarkan undang-undangan No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya Otonomi Daerah merupakan suatu perubahan sistem pelaksanaan pemerintah dari pusat ke pemerintah daerah (PemDa) meliputi ekonomi, sosial, politik. Melalui otonomi daerah tersebut diharapakan akan terjadi suatu pembangunan yang meningkat bagi daerah-daerah yang ada di Indonesia. Pembangunan tersebut diharapkan mampu memanfaatkan segala potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia sebagai aset dalam meningkatkan ekonomi daerah.

Terdapat konsep desentralisasi dalam kebijakan otonomi daerah yang merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya. Tuntutan reformasi akan keadilan dalam bidang ekonomi bagi masyarakat daerah diwujudkan dalam kebijakan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal merupakan penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber-sumber keuangan daerahnya melalui prinsip money follos functions.1 Kebijakan ini diperkuat oleh UU No. 25

Tahun 1999 yang mengalami perubahan menjadi UU No. 33 Tahun 2004. 1 Roy W. Bahl, China: Evaluating the Impact of Intergovernmental Fiscal Reform dalam Fiscal

Decentralization in Developing Countries. Edited by Richard M. Bird and Francois Vaillan-court, (United Kingdom: Cambridge University Press, 2000), hal 9.

(2)

Kebijakan desentralisasi fiskal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu menjalankan fungsinya dengan baik serta dapat mendukung dan meningkatkan keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi.2 Pelimpahan wewenang dalam pengelolaan keuangan menuntut

pemerintah daerah agar dapat mandiri yang berarti bahwa dapat menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah serta dapat mengelola keuangan untuk melaksanakan pemerintahannya. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai pada bulan Januari tahun 2000 sedangkan untuk kebijakan desentralisasi fiskal sendiri baru dimulai pada tanggal 1 Januari tahun 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Sehingga dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal diharapkan dapat lebih memeratakan pembangunan berdasarkan potensi masing-masing daerah.

Seiring pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, dalam tatanan global terjadi suatu perubahan dinamika politik dunia dimana terjalinnya suatu konektisitas antar negara yang meliputi ekonomi, budaya, sosial dll, antar lintas batas negara sehingga menciptakan suatu kehidupan masyarakat yang global. Koneksitas lintas batas negara tersebut dikenal dengan globalisasi. Globalisasi sebagai sebuah konsep dan fenomena baru memberikan pengaruh yang besar terhadap kedaulatan negara. Terlepas dari pemaknaan spesifik globalisasi, terdapat empat ciri dasar konsep globalisasi yaitu:3

1. Meluasnya hubungan sosial (stretched social relations) : hal ini mengacu pada munculnya saling keterhubungan antara jaringan sosial-budaya, ekonomi dan politik di masyarakat yang melintasi batas negara-negara.

2 Saragih, P.J, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 2003), hal 35.

(3)

2. Meningkatnya intensitas komunikasi (intensification of flows) : berkaitan dengan makin meningkatnya intesitas hubungan antar aktor dengan munculnya perkembangan ilmu dan teknologi, 3. Meningkatnya interpenetrasi (increasing interpenetration) :

interpentrasi yang terjadi di hampir segala bidang mengakibatkan budaya dan masyarakat yang berada pada wilayah berbeda akan saling berhadapan pada level lokal dan internasional.

4. Munculnya infrastruktur global (global infrastructure) : pengaturan institusional yang bersifat formal dan informal yang diperlukan agar jaringan global bekerja.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, dari keempat ciri globalisasi diatas kita dapat mengerti bahwa terjadi hubungan lintas batas negara yang dapat saja dilakukan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam hal ini, penulis mempertanyakan apakah pelaksanaan otonomi daerah mempengaruhi terhadap kedaulatan negara dalam tekanan globalisasi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis akan merumuskan masalah terkait dengan apakah pelaksanaan otonomi daerah berpengaruh terhadap hilangnya kedaulatan negara Indonesia?

1.3. Batasan Masalah

Dalam menjawab rumusan masalah diatas, maka penulis akan memberikan batasan masalah sehingga tidak terjadi pelebaran pemahaman dalam menjawab rumusan masalah. Dalam makalah ini, penulis akan menganalisa pemahaman otonomi daerah serta bagaimana pelaksanaan otonomi daerah terhadap kedaulatan negara Indonesia.

(4)

Dalam makalah ini, penulis akan menggunakan teori mengenai kedaulatan dalam tatanan globalisasi

1.4.1.Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “outonomos” yang berarti keputusan sendiri atau self government,4 istilah otonomi

ini memiliki beberapa pengertian didalamnya seperti;

1. otonomi adalah bentuk pemerintahan yang memiliki hak untuk memerintah dan menentukan nasib sendiri,

2. otonomi adalah pemerintahan yang dijamin tidak adanya campur tangan pihak lain terhadap fungsi daerah,

3. pemerintah otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan hasil sendiri, mencapai kesejahteraan hidup dan tujuan hidup secara adil, 4. pemerintahan otonomi memiliki supremasi dominasi

kekuasaan atau hukum yang dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan daerah.

Menurut Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinil adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Jadi ada dua ciri hakikat dari otonomi, yakni

legal self suffiency dan actual independence. Dalam kaitan dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti self government

atau condition of living under one’s own law. Dengan demikian otonomi daerah yang memiliki legal self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws.5

4 Sidik Jatmika, Otonomi Daerah: Perspektif Hubungan Internasional, (Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 2001), hal 1.

(5)

Koesoemaatmadja6 berpendapat bahwa, “Menurut

perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mangandung arti perundang-undangan (regeling) juga mengandung arti pemerintahan (bestuur).” Dalam literatur Belanda otonomi berarti pemerintahan sendiri (zelfregering) yang oleh Van Vollenvohen dibagi atas membuat undang-undang sendiri (zelfwetgeving), melaksanakan sendiri (zelfuitvoering), mengadili sendiri (zelfrechtspraak) dan menindaki sendiri (zelfpolitie). Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas pemerintahan. Otonomi adalah sebuah tatanan kenegaraan (staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi negara (administratiefrechtelijk). Sebagai tatanan ketatanegaraan otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi negara. Istilah otonomi mempunyai makna atau kemandirian (zelfstandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (onafhankelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pememberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam pemberian tanggung jawab terkandung dua unsur yaitu :

a. Pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya. b. Pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk

memikirkan dan menetapkan sendiri bagaimana menyelesaikan tugas itu.

Pada bagian lain Bagir Manan7 menyatakan otonomi adalah,

“Kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan zelfsatndigheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan.” Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan

6 Koesoemahatmadja, Mochtar, 1979, Pengantar Ke Sistem Pemerintah Daerah Di Indonesia, Bina Cipta, Bandung. Hal 165

(6)

rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakikat isi otonomi. Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi bukan kemerdekaan. Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan kemandirian dalam ikatan kesatuan yang lebih besar. Otonomi hanya sekedar subsistem dari sistem kesatuan yang lebih besar. Dari segi hukum tata negara khususnya teori bentuk negara, otonomi adalah subsistem dari negara kesatuan. Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Segala pengertian dan isi otonomi adalah pengertian dan isi negara kesatuan. Negara kesatuan merupakan landasan atas dari pengertian dan isi otonomi.

Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia telah diatur didalam Undang-undang. Peraturan perundang-undangan tersebut mengalami perkembangan dari UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Tujuan pemberian otonomi daerah yaitu untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan.8 Definisi mengenai otonomi daerah

kemudian secara jelas ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5 tentang Pemerintah Daerah, yaitu sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat

8 Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan

(7)

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.9 Sedangkan menurut

Mardiasmo, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.10

Didalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 juga dijelaskan mengenai tujuan diadakannya otonomi daerah yang pada dasarnya adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintahan pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.11

Menurut G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli, dengan adanya otonomi daerah ini suatu daerah dapat mengurus dirinya sendiri, baik dari segi hukum, segi politik, segi pemerintahan, segi ekonomi dan segi kultural.12 Sehingga dengan ini muncul

kepercayaan, kesempatan, dan instrumen pada masyarakat daerah untuk mengurus daerahnya sendiri, hal ini yang merupakan dasar dari tumbuhnya civil society di daerah-daerah. Menurut Syaukani, terdapat unsur-unsur yang menurutnya penting bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki dan mengembangkan demi mencapai tujuan otonomi daerah dan menangani permasalahan yang dapat terjadi dalam penyelenggaraan otonomi daerah, seperti memantapkan bidang kelembagaan, meningkatkan kemampuan aparat pemerintahan daerah, dan kemampuan finansial daerah untuk membiayai pembangunan daerah.13

9 Dr. Marzuki M. Ag. Et al, Model Birokrasi Pemerintah Era Otonomi Daerah, ( tidak bertahun), hal 6.

10 Mardiasmo, Akutansi Sektor Publik, (Yogyakarta: ANDI, 2002) hal 25.

11http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf diakses pada tanggal 23 Juni 2012 pada pukul 16.05 WIB

12 Sidik Jatmika, op cit, hal 33.

(8)

1.4.1.1. Globalisasi dan Desentralisasi

Negara-negara merdeka dan berdaulat dibentuk dengan satu misi yang sama, yaitu membangun kehidupan bersama yang lebih sejahtera. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk melindungi warga dan wilayah negara, serta memajukan kesejahteraan umum.14 Permasalahan yang pertama mengemuka adalah

bagaimana upaya mencapai kesejahteraan bersama tersebut ditempuh dengan cara yang efisien.15

Jong S. Jun dan Deil S. Wright mengaitkan fenomena antara globalisasi dan desentralisasi. Kedua penulis ini mengemukakan, bahwa globalisasi menjadikan pelaku-pelaku ekonomi bergerak secara langsung masuk ke daerah-daerah dari suatu negara. Globalisasi mendorong terbukanya potensi lokal, yang mendorong setiap daerah untuk menyelerggarakn otonomi daerah untuk merespon perkembangan global. Dikatakan secara lengkap berikut ini:

When country’s political, economic, and development activities become globalized, the national government may no longer be the dominant entity…. Global changes occuring today are creating new, complex, and decentralized system of networks that are radically differentfrom the old centralized system of governance which controlled the process of international activities and decision making. Global changes influence the functions and actions of local administrators. And, as local administrators become more conscious of global influences, they become prepared to take innovative actions without the supervision of the national government. Promoting economic development opportunities by working with with foreign business

14 Pembukaan UUD 1945, paragraf keempat.

(9)

enterprises and socio-cultural exchange programs area only two examples. Thus, the decentralization of governmental processes in the context of intergovernmental relations provides unlimited opportunities for promoting local actions in the global environment. ……local administrators can learn to become effective in solving local problems and active in promoting international activities. Centralized governments, in general, respond slowly not only to domestic but also to international problem.16

Dennisa A. Rondinekki dan Shabbir Cheema mengemukakan bahwa desentralisasi berkembang bukan saja berkenaan dengan menurunnya efektivitas penyelenggaraan administrasi publik yang tersentralisasi, namun juga dikarenakan meningkatnya kompleksitas dan ketidakpastian proses pembangunan.

The growing interest in decentralization planning and administrations is attributable not only to the disillusionment with the result of central planning and the shift of emphasis to growth-with-equality policies, but also the realization that development is a complex and uncertain process that cannot be easily planned and controlled from the center.17 Kedua Penulis ini mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer pengelolaan ke unit-unit yang lebih kecil atau berada dibawahnya. Dikemukan sebagai berikut:

Decentralization is ….the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organizations, local governments, or non-governmental organization.18

16 Jong S. Jun & Deil S. Wright, Globalization and Decentralization: An Overview, (1996), Jung & Wright (eds), Globalization and Decentralization, (Washington: Washington Georgetown University Press, 1996), hal 3-4.

17 Dennis A. Rondinelli & Shabbir Cheema, Implementing Decentralization Policies: An

Introduction, (1983), dalam Cheema & Rondinelli (eds.), Decentaralization and Development: Policy Implementations in Developing Countries, (London : Sage, 1983), hal 18-24.

(10)

Rondinelli dan Cheema merumuskan empat bentuk utama desentralisasi, yaitu dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan transfer fungsi.

They refers to four major forms of decentralization: deconcentration, delegation to semi-autonomous or parastatal agencies, devolution to local governments, and transfer functions from public to non-government institutions….. Deconcentration involves the redistribution of administrative responsibilities only within the central another form of decentralization seeks to create of strengthen independent levels or units of government through devolution of functions and authority. Through devolution the central government relinquishes certain functions or creates new units or government that are outside its direct control… Finally decentralization takes place in many countries through the transfer of some planning and administrative responsibility, or of public functions, from government to voluntary, private, or non government institutions.19

Christopher Pollitt, Johnson Brichall, dan Keith Putman mengelompokkan desentralisasi menjadi empat klasifikasi, yaitu desentralisasi politik dan desentralisasi administratif; desentralisasi kompetitif dan desentralisasi non-kompetitif; desentralisasi internal dan devolusi; dan desentralisasi vertikal dan desentralisasi horisontal.

A. Political Decentralisation, where authority is decentralized to elected representatives, and/or

Administrative Decentralization, where authority is

decentralised to managers or appointed bodies.

B. Competitive Decentralisation, e.g. competitive tendering to provide a service, or Non-Competitive

(11)

Decentralisation, e.g. when a school is given greater authority to manage its own budget.

C. Internal Decentralisation is decentralisation within an organisation, e.g. ‘empowering’ front line staff, or Devolution is the decentralisation of authority to a separate, legally established organisation.

D. Vertical Decentralisation or Horizontal

Decentralisation, it is refer to the extent which the

managerial cadre in an organisation shares its authority with other groups.20

Wacana desentralisasi dapat dikembalikan sebagai wacana manajemen politik administrasi negara yang dipilih untuk mengatur agar sumberdaya yang ada dapat dikelola dan memberikan kebaikan bagi para warganya. Dengan demikian, desentralisasi merupakan pertanyaan manajemen perihal bagaimana sumberdaya dikelola agar mencapai tujuan. Di sini, Anthony Jay (1987) mengemukakan bahwa states and corporations can be defined in almost exactly the same way: institutions for effective employment of resources.21

Pemahaman dasar ini mengacu dari istilah populer di Amerika Latin, yang diangkat kembali oleh Peter Ferdinand Drucker (1988), there is never underdeveloped countries, there is always undermanaged countries;22 bahwa sesungguhnya yang terjadi bukanlah terbelakang melainkan kurang dikelola dengan baik. Permasalahan mendasar dari manajemen, baik di sektor publik (negara), bisnis, maupun nirlaba, pada dasarnya adalah luasan kendali (span of control), karena manajemen berasal dari kata managerie yang berarti “kusir yang mengendalikan”. Isu dasar dari setiap manajemen adalah efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya agar dapat mencapai hasil (efektivitas). Bagi organisasi yang

20 Christopher Pollitt, Johnson Birchall, and Keith Putman, Decentralising Public Serive Management, (London:

MacMillan, 1998), hal 6-9.

21Ibid

(12)

mempunyai ukuran besar, hal tersebut berkenaan dengan pertanyaan apakah suatu organisasi dikelola secara terpusat atau didelegasikan kepada bagian-bagiannya.

Pertanyaan yang dihadapi setiap organisasi negara dalam mencapai tujuannya adalah apakah negara diselenggarakan secara sentralisasi atau desentralisasi. Pertanyaan ini semakin relevan bagi negara yang luas, berpenduduk besar, dan diversitas yang sangat tinggi seperti Indonesia.

Para pendiri Negara Republik Indonesia nampaknya menyadari bahwa sistem politik Indonesia dapat dikelola dengan lebih baik jika diselenggarakan secara terdesentralisasi. Karena itu, konstitusi UUD 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa:

“Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan daerah kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa”

Politik desentralisasi tersebut diterjemahkan melalui kebijakan-kebijakan otonomi daerah, yang sejak 1945 hingga saat ini, Indonesia telah mempunyai sembilan kebijakan desentralisasi, yaitu UU. No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, PP No. 6 Tahun 1959 jo Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004.

(13)

Desentralisasi merupakan salah satu dari upaya penyelenggaraan pemerintahan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah, selain dekonsentrasi dan tugas Perbantuan. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. Tugas Perbantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, saran dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

1.4.2.Globalisasi

Globalisasi sebagai sebuah konsep dan fenomena dalam hubungan internasional memberikan pengaruh yang besar terhadap kedaulatan. Dalam aplikasinya globalisasi bisa diartikan berbeda-beda bagi banyak orang. Scholte mengidentifikasikan bahwa globalisasi bisa bermakna sebagai internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, westernisasi, dan deteritorialisasi.23

Makna internasionalisasi adalah meningkatnya intensitas interaksi lintas batas dan saling ketergantungan antar negara. Liberalisasi dimaknai sebagai proses untuk memindahkan larangan-larangan yang dibuat oleh negara dalam rangka membentuk ekonomi dunia yang lebih terintegrasi. Konsepsi ketiga, universalisasi bermakna menyebarnya berbagai macam obyek dan pengalaman dari masyarakat di seluruh dunia. Sedangkan konsep yang terakhir lebih merupakan kritik bagi proses memaksakan sistem budaya, sistem politik dan sistem ekonomi negara-negara Barat dalam panggung dunia.

23 Jan Aart Scholte dalam buku John Baylis and Steve Snith. (eds. 2001), Globalization of World

(14)

Dalam hal ini, kaitan antara globalisasi terhadap kebijakan otonomi daerah di Indonesia adalah globalisasi selalu disertai dengan nilai-nilai demokrasi. Paska krisis 1998 yang kemudian disertai dengan perkembangan reformasi politik menuju demokrasi di Indonesia, salah satu tuntutan reformasi adalah pelaksanaan otonomi daerah yang bertujuan tercipatanya pembangunan yang merata dan pengelolaan sumberdaya alam maupun manusia dilakukan oleh pemerintah daerah dengan tujuan terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Perkembangan globalisasi dan otonomi daerah selanjutnya oleh penulis membagi kedalam dua subbab yang berkaitan dengan kedaulatan negara serta desentralisasi.

1.4.2.1. Globalisasi dan Kedaulatan Negara

(15)

lain. Negara-negara sekuler ini menyatakan kedaulatan adalah hak eksklusif yang dimiliki suatu negara untuk mengatur rakyatnya didalam batas teritorinya, sebagai akibat pelimpahan kekuasaan yang diberikan oleh rakyatnya.

Globalisasi memberikan dinamika yang penting bagi kedaulatan sebagai sebuah konsep maupun dalam aplikasinya di politik global. Terbukanya akses komunikasi beserta kecepatannya, perpindahan melalui alat transportasi, munculnya jaringa-jaringan sosial, ekonomi-politik baru yang melintasi batas negara mengurangi makna dan kaparitas negara sebegai pemegang otoritas penuh. Berbagai tantangan yang muncul dari era globalisasi seperti yang dijelaskan oleh Jackson dan Sorensen antara lain:24

1. Kekuatan pasar global

Kekuatan pasar global sangat mudah melakukan penetrasi terhadap suatu negara dan memberikan efek besar bagi ekonomi nasional negara tersebut. Yang bisa termasuk dalam kekuatan pasar global selalu yang berhubungan dengan ekonomi juga berkaitan dengan isu-isu global lain seperti masalah lingkungan hidup, sistem komunikasi global, perdagangan senjata dan narkoba, kejahatan transnasional. Kesemua isu tersebut akan mempengaruhi negara manapun dengan mudah dan memberikan dampak yang besar bagi otoritas pemerintahan negara tersebut.

2. Perkembangan norma internasional seperti hak asasi manusia dari hukum kemanusiaan (humanitarian law). Dasar dari hak asasi

(16)

manusia dan humanitarian law bersifat universal dan menempatkan manusia sebagai aktor yang universal dan mempunyai hak-hak yang harus dilindungi oleh semua aktor internasional lainnya dalam mengaplikasikan perlindungan terhadap hak asasi manusia memberikan tantangan besar terhadap prinsip non-intervensi yang melekat dalam konsep kedaulatan. Sebagai contoh seperti yang tercantum dalam piagam PBB, bahwa hak asasi manusia dan demokrasi harus dihormati. Bahkan pada tahun 1991, Javier Perez de Cuellar menyatakan apabila sebuah negara gagal melakukan ini, maka akan memancing intervensi PBB ke dalam negara tersebut.

(17)

Dari perkembangan tersebut, David Held dalam bukunya Globalizing World: Culture, Economics, Politics,

merangkum dampak globalisasi terhadap sistem negara dan kedaulatan kedalam tiga perspektif.25 Pertama, Perspektif

globalis mengatakan bahwa globalisasi merupakan sebuah fenomena nyata dan merupakan perubahan signifikan dalam hubungan internasional. Dampak globalisasi bisa dirasakan dalam setiap aspek kehidupan manusia dimana saja dan berdampak besar bagi eksistensi, batas dan fungsi dari negara. Arus globalisasi membentuk kampung dunia (global village) yang cenderung membentuk kultur yang makin homogen.

Perspektif globalis sendiri terbagi atas dua kelompok yaitu antara positive globalist dan pessimistic globalist. Positive globalis melihat optimis dampak globalisasi yang dapat meningkatkan kualias hidup manusia, dan mengajak orang secara bersama-sama memahami budaya pihak lain dan meningkatkan saling percaya diantara mereka. Pandangan optimis melihat kecenderungan manusia untuk bisa bekerjasama dalam memecahkan masalah-masalah global apabila mereka mempunyai kesadaran dan tanggungjawab sebagai penduduk dunia.

Sedangkan pessimistic globalis memandang dampak globalisasi secara negatif. Pandangan ini menekankan munculnya dominasi dari aktor terkuat dalam membentuk sistem politik dan sistem ekonomi yang lebih homogen. Aktor dominan ini pada akhirnya akan terus memaksakan agenda mereka dalam konteks globalisasi. Dominasi nantinya akan memunculkan ketidakmerataan penyebaran keuntungan dari globalisasi, sehingga globalisasi hanya akan menguntungkan kelompok negara yang terkuat saja.

(18)

Berkaitan dengan peran dari negara dan kedaulatan, perspektif globalis memandang bahwa kedua peran, kapasitas dan kedaulatan negara akan terus menerus berkurang dan diganggu oleh fenomena globalisasi. Otoritas negara menjadi terlalu kecil dan tidak berdaya dalam berhadapan dengan masalah-masalah global, seperti masalah pemanasan global, penerapan universalitas dalam hak asasi manusia, perdagangan ilegal obat bius dan lain-lain.

Perspektif kedua, tradisionalis percaya bahwa negara masih merupakan aktor yang sentral dalam panggung dunia. Globalisasi merupakan sebuah mitos yang terlalu dibesar-besarkan. Secara fundamental tidak terjadi sesuatu yang baru dalam interaksi antar negara maupun struktur sosial. Kaum tradisionalis percaya bahwa pertukaran dan aktivitas ekonomi dan kultural merupakan kontinuitas dari pola yang sudah terbentuk sebelumnya, yang dimulai pada awal abad ke-19. Semakin intensifnya pertukaran dan interaksi yang terjadi justru makin menguatkan peran negara dalam mengatur hubungan antar manusia. Globalisasi dinilai semakin memperkuat dan mengukuhkan peran negara.

(19)

Menurut transformasionalis negara masih tetap mempunyai ruang gerak untuk menyesuaikan diri dalam arus globalisasi. solusi terhadap persaingan antar aktor internasional dalam menyalurkan powernya adalah dengan munculnya sebuah struktur dunia baru yang progresif dan demokratis. Negara tetap memainkan peran penting dalam batas teritorialnya terutama untuk menghasilkan kerangka kebijakan yang transparan dan accountable di tataran lokal dan nasional. Transformasionalis menekankan pentingnya interaksi antar struktur yang mewakili kecenderungan globalisasi dan agen-agen di tingkat lokal dan nasional yang akan menentukan arah globalisasi tersebut.

Berhubungan dengan kedudukan negara, transformasionalis percaya bahwa negara mesti melakukan adaptasi fungsi dan perannya terhadap tren dan perkembangan globalisasi. rekonfigurasi dan rekonstruksi negara dalam kapasitasnya, power, yurisdiksi dan otoritasnya harus bersinergi dalam perubahan yang terjadi. Negara tidak kehilangan power maupun perannya, hanya negara harus berbagi peran dan kedaulatannya terbagi dengan agen dan aktor lainnya.

(20)
(21)

Berikut adalah konsep pemikiran penulis

1.6. Metode Penelitian

Dapat ditarik hipotesa awal bahwa Pelaksanaan Otonomi Daerah tidak menghilangkan kedaulatan negara pada era globalisasi. Hal ini dapat di lihat melalui Application of knowledge, procedures and technical deliberation, Mobilization accross borders, transnational coalition building.

David Held (2000)

Negara secara politik, ekonomi dan militer masih memegang peranan penting dalam hubungan internasional. Negara masih mempunyai ruang gerak untuk menyesuaikan diri dalam arus globalisasi. Negara tetap memainkan peran penting dalam batas teritorialnya terutama untuk menghasilkan kerangka kebijakan yang treansparan dan aaccountable ditataran lokal dan nasional.

Level analisis terdapat pada interaksi antar struktur yang mewakili kecenderungan globalisasi dan agen-agen di tingkat lokal dan nasional yang menentukan arah globalisasi tersebut.

Jong S. Jun dan Deil S. Wright (1996)

GLOBALISASI DAN DESENTRALISASI

Globalisasi menjadikan pelaku-pelaku ekonomi bergerak secara langsung masuk ke daerah-daerah dari suatu negara. Globalisasi mendorong terbukanya potensi lokal, yang mendorong setiap daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah untuk merespon perkembangan global

Level analisis terdapat pada penyelenggaraan administrasi publik.

NEGAR A

OTONOMI DAERAH

(22)

1.6.1.Tipe Penelitian

Adapun tipe penelitian yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah tipe penelitian deskriptif yakni menggambarkan, mencatat, menganalisis serta menginterpretasikan kedaulatan negara dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di era Globalisasi.

1.6.2.Teknik Pengumpulan Data

Data dalam makalah ini diperoleh dengan cara studi pustaka (Library Research) dengan cara mengumpulkan berbagai materi yang berkaitan dengan judul penelitian ini dari berbagai sumber yang berupa buku-buku, dokumen-dokumen, surat kabar, jurnal ilmiah, majalah, dan situs internet.

1.6.3.Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa hasil analisis dari berbagai literatur seperti : buku-buku yang relevan, dokumen, jurnal, makalah, dan tulisan-tulisan pada berbagai website.

1.6.4.Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data yang diperoleh, peneliti akan menggunakan teknik analisis secara deskriptif kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk kata-kata lisan maupun tertulis. Teknik ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta-fakta dan data-data yang diperoleh, serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil studi lapang maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian.

1.7. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari 4 bab. Pada tiap penulis akan menjelaskan korelasi antara otonomi daerah terhadap kedaulatan negara ditengah globalisasi. Ada pun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

(23)

ini pula akan dijelaskan mengenai rumusan masalah, batasan masalah, kerangk teori, jenis penelitian serta sistematika penulisan sehingga penyusunan makalah ini dapat terarah sesuai dengan pembahasan yang penulis ambil.

BAB II Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai kebijakan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang akan ditinjau melalui historis pelaksanaan otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan reformasi yang terjadi paska kerusuhan 1998.

BAB III Pengaruh Pelaksanaan Otonomi Daerah terhadap Kedaulatan Negara di tengah Globalisasi.

Pada bab ini, penulis menjelaskan mengenai pengaruh pelaksanaan otnomi daerah terhadap kedaulatan negara di tengah globalisasi yang akan dilihat melalui pendekatan transformasionalis terkait globalisasi dan kedaulatan negara.

BAB IV Kesimpulan

Pada bab ini, penulis akan menyimpulkan hasil dari temuan pembahasan dari bab I hingga III.

BAB II

(24)

Krisis moneter serta ambruknya perekonomian memicu perlawanan terhadap pemerintahan orde daru pada awal tahun 1998 untuk menuntut reformasi yang nyata, demokrasi dan desentralisasi. Gelombang reformasi tersebut menjadi pendorong disahkannya kerangka hukum baru mengenai hubungan pemerintahan pusat dan daerah yang dituangkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Melalui UU No. 22 Tahun 1999, pembangunan daerah dilaksanakan melalui penguatan otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya yang mengarah pada terwujudnya tata kepemerintahan yang baik atau good governance. Otonomi daerah memberi hak serta wewenang kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Keberadaan pemerintahan di daerah adalah merupakan suatu bentuk organisasi pemerintah yang lebih kecil atau pada tingkatan daerah yang dikatakan sebagai pemerintahan daerah. Karena itu, penyerahan kekuasaan dari rakyat pada negara demokrasi terbagi dua:26

1. Pemerintah (eksekutif) yang diserahi kekuasaan untuk melaksanakan pengaturan berbagai kebutuhan masyarakat.

2. Lembaga perwakilan rakyat (legislatif) yaitu lembaga yang berwenang dalam hal merumuskan dan membuat aturan untuk dilaksanakan oleh pemerintah serta melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah.

Fungsi yang diemban oleh eksekutif (kepala daerah) terdiri dari tiga fungsi yaitu: fungsi eksekutif, fungsi legislatif dan fungsi yudikatif. Oleh karena itu, eksekutif dalam melaksanakan sistem demokrasi salah satu fungsinya yang paling menonjol adalah fungsi pemerintahan. Sehingga sejalan dengan berbagai hal tersebut di atas mendorong secara serius kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) untuk melaksanakan dan menjalankan roda pemerintahan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan pembangunan yang berkelanjutan.

26 M. Satria, Implementasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah serta Prinsip-Prinsip Good

Governance Oleh Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Hak Otonomi, hal 3 dalam

(25)

Berbagai pengaturan dalam semua undang-undang tentang pemerintahan daerah membuat peran kepala daerah sangat strategis, karena kepala daerah sangat penting dalam menunjukan keberhasilan pembangunan local maupun pembangunan nasional pada umumnya, sebab pemerintahan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan nasional atau Negara, efektifitas pemerintahan Negara tergantung pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keberhasilan kepemimpinan di daerah menentukan kesuksesan kepemimpinan nasional.

Pelaksanaan otonomi daerah dilihat sebagai wada berkah bagi daerah-daerah. Dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu, daerah-daerah menjadi milik keleluasan dan kebebasan untuk mengatur dan mengelola dirinya sendiri. Otonomi bertiti tolak dari adanya hak dan wewenang untuk berprakarsa dan mengambil keputusan dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya guna kepentingan masyarakatnya dengan jalan mengadakan berbagai peraturan daerah yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi.27

Dalam hubungan inilah pemerintah perlu melaksanakan pembagian kekuasaan kapada pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah desentralisasi, bentuk dan susunannya tampak dari ketentuan-ketentuan didalam undang-undang yang mengaturnya. Seperti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memuat pengertian otonomi daerah dalam Pasal 1 angka 5 “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Karena praktek penyelenggaraan Negara yang dahulu dilaksanakan diubah yaitu kekuasaan eksekutif yang tidak terpusat dan mekanisme hubungan pusat dan daerah pun menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kekuasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

27 E. koswara, Otonomi daerah untuk demokrasi dan kemandirian rakyat, (Jakarta: PT. Sembrani

(26)

daerah melalui peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan didaerah. Hal yang sangat mendasar dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah memberikan kesempatan dan kekuasaan daerah untuk membangun daerahnya dan lebih memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta meningkatkan peran dan fungsi lembaga eksekutif, (gubernur, bupati, walikota) serta legislative (DPRD). Kemudian Van Kepmen mendefinisikan otonomi daerah antara lain:

a. Bahwa otonomi mempunyai arti lain dari pada kedaulatan yang merupakan atribut dari Negara, akan tetapi tidak pernah merupakan atribut dari bagian-bagiannya seperti gemeente, provinsi dan sebagainya, yang hanya memiliki hak-hak yang berasal dari Negara, sebagai bagian yang dapat berdiri sendiri akan tetapi tidak mungkin dianggap merdeka, lepas ataupun sejajar dengan Negara.

b. Bahwa dengan demikian, Negara atau pemerintah pusatlah yang mempunyai kata terakhir terhadap ketentuan tentang batas-batas otonom, baik dengan cara positif maupun negative.

c. Bahwa yang demikian itu, sesuai pula sepenuhnya dengan maksud dari pada desentralisasi, yang tidak lebih dari pada suatu saran untuk mencapai penyelenggaraan kepentingan-kepentingan setempat dengan cara yang tepat atau patut, sehingga desentralisasi itu dilakukan tidak hanya karena adanya kehendak untuk mendentralisasikan.

Pengertian otonomi daerah diatas mencerminkan adanya desentralisasi, sebagaimana isi dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 7 “desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu melakukan desentralisasi kekuasaan kepada pemerintah daerah. Menurut Josep Riwu Kaho antara lain:

(27)

kekuasaann pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

b. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

c. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai sesuatu pemerintah yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah.

d. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpuhkan pada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan dan latar belakang sejarah.

e. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

2.1. Dasar Hukum, Prinsip dan Titik Berat Otonomi Daerah

Keberadaan suatu negara atau pemerintah, tingkat pertama harus dilihat dari kehadiran seperangkat dasar hukum atau aturan hukum yang berlaku secara sah dan pada keberadaan suatu pemerintah. Adapun dasar hukum Pemerintah Daerah (Otonomi Daerah) di Indonesia adalah:

a. Pasal 18 dan UUD 1945 (Pasca Amandemen)

(28)

(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

b. TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998

Tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta pertimbangan Keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Undang-Undang

Tedapat 7 Undang-undang tentang Otonomi Daerah dan satu ketetapan Presiden yang pernah ditetapkan, yaitu:

 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945,

 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 (berlaku bagi Indonesia Barat).

 Staat Blad Nomor 22 Tahun 1950 (berlaku bagi Indonesia Indonesia Timur),

 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 (bersifat terlampau demokratis),

 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1957 (disempurnakan),

 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Pokok-pokok Pemerintahan Daerah,

 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,

 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

(29)

diberi wewenang juga mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri, dearah juga diberi wewenang dan tugas untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan pemerintah pusat dan membantu tugas pemerintah pusat di daerah.

a. Asas Desentralisasi

Desentralisasi pada dasarnya menyangkut mengenai distribusi kekuasaan pemerintah yang dilaksanakan secara utuh di daerah kabupaten dan daerah kota. Dampak administratif dari penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.28

b. Asas Dekonsentrasi

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ perangkat pusat daerah. Dalam penyelenggaraan asas dekonsentrasi dilaksanakan di Daerah Propinsi yang juga berkedudukan sebagai wilayah administrasi. Dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, amak asa dekonsentrasi dapat dianggap sebagai komplemen atau perlengkapan terhadap asa desentralisasi.29

c. Asas Tugas Pembantuan

Di dalam penyelenggaraan pemerintah daerah memberikan pula kemungkinan bagi pelaksanaan asas tugas pembantuan. Tugas pemantuan merupakan penugasan dan pemerintah kepada daerah dan desa dan daerah ke daerah untuk 28 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelanggaraan Pemerintah Daerah, cetakan ketiga, (Jakarta: Fokus Media, 2003), hal 17.

(30)

melaksanakan tugas tertentu disertai pembiayaan sarana dan prasarananya serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannnya dan mempertanggung jawabkannnya kepada yang menugaskannya.30 Dari

penjelasan diatas bahwa asa tugas pembantuan dapat dilaksanakan di daerah propinsi, daerah kabupaten/daerah kota dan desa dan daerah ke daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemrintah daerah dalam kaitannya dengan Otonomi daerah lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi.31 Hal

ini berbeda dengan otonomi daerah yang dimaksud didalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974, dimana lebih ditonojolkan asas sentralisasi, sehingga daerah tidak memiliki kebebasan mengatur.

Salah satu prinsip Otonomi Daerah yang dianut oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di Daerah adalah Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab lebih merupakan kewajiban bagi daerah daipada hak. Sedangkan prinsip otonomi daerah yang dianut oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahn Daerah adalah Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggug jawab, maka memberikan kewenangan yang lebih banyak kepada daerah Kabupaten/Kota yang didasarkan atas asas desentralisasi. Kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab sebagaiman dimaksud dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah:

a) Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemrintah yang mencakup kewenangan semua bidang kecuali kewenangan politik luar negeri,

(31)

pertahanan, kemanan, peradilan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Disamping itu keleluasaan Otonomi Daerah mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengadilan dan evaluasi.

b) Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata dan diperlukan serta tumbuh dan berkembang di Daerah.

c) Otonomi yang bertanggung jawab adalah merupakan perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan berkembang di daerah.

Titik berat otonomi yang diletakkan pada daerah Kabupaten dan Daerah kota dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dapat dilihat dalam penjelasan umumnya pada Pasal 1 huruf e yang berbunyi mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat. Oelh karena itu undang-undang ini menetapkan otonomi secara utuh pada Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.32

Dari penjelasan diatas, dapatlah diketahui tujuan dan titik berat otonomi berada di Daerah Kabupaten dan Daerah kota adalah agar Pemerintah Daerah lebih responsif dalam memenuhi aspirasi-aspirasi masyarakat, memberdayakan masyarakat, peran serta masyarakat.33

hal itu diperkuat dengan asumsi bahwa daerah kabupaten dan Daerah

32 Harry Alexander, Paduan Rancangan Peraturan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Solusindo, 2004), hal 26.

(32)

Kota secara geografis dan kependudukan relatif dekat dalam berhubungan langsung dengan keinginan masyarakat.34 sehingga

dengan demikian dapat diketahui masalah yang dihadapi masyarakat, mengembangkan peran serta masyarakat kemauan dan keinginan daerah akan lebih cepat teratasi dan dapat dipecahkan.35

2.2. Tujuan Otonomi Daerah

Paradigma otonomi daerah adalah bertolak dari asumsi bahwa citaita demokrasi, keadilan dan kesejateraan bagi rakyat tidak semata-mata ditentukan oleh Negara. Dalam otonomi daerah perlu asdanya jaminan distribusi kekuasaan secara sehat dan adail, akuntabilitas pemerintahaan, tegaknya supermasi hokum dan hak asas manusia (HAM) serta struktur ekonomi yang adil dan berkerakyatan. Otonomi bertitik tolak dan adanya hak dan wewenang untuk berprakarsa dan mengambil keputusan dalam negatur dan mengurus rumah tangga daerahnya guna kepentingan masyarakatnya dengan jalan mengadakan berbagai peraturan daerah yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi.

Selain itu efisisensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yag seluas-luasnya kepada:36

1) sistem ketatanegaraan Indonesia tidak menganut paham sentralisme, melainkan membagi daerah Indonesia atas

34 Ibid.

35 S. H. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hal 35.

36 M. Satria, Implementasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah serta Prinsip-Prinsip Good

Governance Oleh Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Hak Otonomi, hal 8 dalam

(33)

dasar daerah besar kecil yang diatur dengan undang-undang.

2) pengaturan dalam undang-undang tersebut harus memandang dan mengingat dari pada permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara.

3) daerah besar dan kecil bukan merupakan Negara bagian melainkan Negara yang tidak terpisahkan dari bentuk dalam kerangka Negara Kesatuan (endheidstaat).

4) corak daerah besar dan kecil itu ada yang bersifat otonom (streak en locale rechtsgemeenschappen) atau ada yang bersifat daerah administrasi belaka.

5) adapun sampai sejauh mana otonomi itu akan diberikan kepada daerah, sudah cukup jelas kebijaksanaan dasarnya yaitu terkandung dalam alinea pertama penjelasan Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan) secara impilisit juga memberikan arah bahwa pemberian otonomi itu dalam proposi yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat kondisi nyata pada daerah yang bersangkutan.

Dalam hubungan inilah pemerintah perlu melaksanakan pembagian kekuasaan kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah desentralisasi, bentuk dan susunannya tampak dari ketentuanketrentuan didalam undang-undang yang mengaturnya. Seperti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memuat pengertian otonomi daerah dalam Pasal 1 angka 5 “otonomin daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

(34)

untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama daru tujuan nasional.

Berdasarkan penjelasan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia diatas, kita mengetahui bahwa perkembangan dunia sangat berpengaruh terhadap iklim poltik Indonesia. Krisis ekonomi dikawasan Asia Tenggara pada saat itu menjadi salah satu alasan menuntut adanya reformasi dan perbaikan ekonomi yang tidak seimbang antara pusat dengan daerah. Disamping itu, sistem yang otoriter pada masa orde baru memberikan dampak yang buruk sehingga salah satu poin dari tuntutan reformasi adalah pelaksanaan sistem demokrasi yang sedang berkembang di percaturan politik internasional. Pada bab selanjutnya penulis akan menjelaskan mengenai perkembangan globalisasi serta dampak dari globalisasi tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan salah satu penyesuaian terhadap perkembangan politik di era globalisasi.

BAB III

PENGARUH PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KEDAULATAN NEGARA DI TENGAH GLOBALISASI

(35)

politk dan secara spesifik negara modern.37 Perubahan-perubahan ini melibatkan

sejumlah perkembangan yang dapat dilihat sebagai sesuatu yang dalam, terjadi di waktu sekarang, dan melibatkan suatu transformasi struktural.

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai perubahan politik yang muncul akibat globalisasi yang kemudian akan dibahas mengenai pengaruh globalisasi terhadap kedaulatan dan pemerintahan di Indonesia.

3.1. Perubahan Politik Yang Muncul Akibat Globalisasi

Pada bab I telah dijelaskan terkait globalisasi terhadap kedaulatan negara. Jackson dan Sorensen menjelaskan terkait tantangan yang muncul dari era globalisasi yaitu kekuatan pasar global, perkembangan norma internasional, dan kontrol terhadap ketertiban dan keamanan.38

Globalisasi memberikan pengaruh langsung terhadap negara dan penyelenggaraa kenegaraan. Tantangan-tantangan globalisasi memberikan dampak terhadap tiga faktor yaitu, rekonstruksi negara, banyaknya lapisan dalam pemerintahan politik dan privatisasi pemerintahan.

Rekonstruksi Negara

Secara gamblang dapat dinyatakan bahwa negara kehilangan kedaulatannya dalam pengertian kedaulatan mutlak dan absolut ala Westphalia treaty. Prinsip komprehensivitas, mutlak, absolut dan exclusive sulit untuk dipertahankan. Perkembangan dan tren globalisasi menunujukkan munculnya sistem baru yang sering disebut sebagai post-westphalian.

Tabel 3.1 Perbedaan Model Westphalia dan Post-Westphalia

Model Westphalia Post-Westphalia

Teritorialitas Sangat penting dan jelas Bersifat overlapping dan cenderung membentuk batasan baru

Kedaulatan Negara Kedaulatan negara mutlak Memerlukan redefinisi Otonomi Negara Bersifat Absolut Bersifat kompromistis

37 David Held, Regulating Globalization? The Reinvention Politics” International Sociology, Vol. 15 (2): 394-408, hal 397.

(36)

Primasi Negara menjadi sentral dan memegang monopoli terhadap warganya

Primasi negara berkurang

Anarki Anarki eksis, tidak ada otoritas lain di atas negara

Heterarki

Sumber: David Held, A Globalizing World? Culture, Economic and Politics, (Londong: Routledge, 2000)

Negara dalam post-westphalia system harus juga melayani konstituen atau warganegaranya baik pada level domestik maupun pada level supra-regional. Perlindungan yang diberikan negara kepada warganegaranya harus bersifat lintas batas karena banyak warga negara yang bekerja di luar negeri tetapi bertujuan untuk memberikan kontribusi positif kepada negaranya.

Dalam mencapai kepentingan nasionalnya negara cenderung untuk mengabaikan cara-cara militer. Cara-cara militer yang bernuansa ancaman dan tekanan bukan menjadi tren yang baik dalam era globalisasi. pengedepanan kerjasama, kompromi, tawar-menawar dan persaingan sehat menjadi kata kunci bagi para aktor internasional.

Yang terakhir adalah kecenderungan mempergunakan cara multilateralisme yang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan cara bilateral. Dalam multilateralisme kedudukan masing-masing negara cenderung sama, dan kesamaan posisi keanggotaan ini memberikan keuntungan dalam pencapaian tujuan bersama.

Banyaknya lapisan dalam pemerintahan publik

(37)

bertugas secara khusus untuk membina hubungan dengan aktor di luar batas negaranya. Konsekuensi eksistensinya biro-biro atau agen tersebut maka terbentuklah kerjasama-kerjasama baru tingkat yang tidak melibatkan pemerintah pusat secara langsung. Munculnya kewenangan lokal, daerah, dan departemen dapat memunculkan konflik baru di pemerintahan apabila negara dan biro-biro dibawahnya tidak memiliki aturan yang jelas dalam hubungan luar negerinya.

Pertumbuhan dan perluasan multilateralisme dalam tingkat global dan regional juga memberikan stimulan terhadap munculnya unit-unit kerja baru didalam pemerintahan. Spesialisasi menjadi kata kunci dalam poin ini. Spesialisasi akan membantu pemerintah dalam menjamin keefektifan pendapaian kepentingannya.

Privatisasi Pemerintahan

Dalam kaitannya dengan implementasi dari kebijakan, terjadi kecenderungan akan meningkatnya peran dari biro-biro tidak resmi atau di luar struktur pemerintah. Struktur dalam era globalisasi telah menguatkan peran dari agen-agen seperti kelompok masyarakat sipil atau organisasi non-pemerintah untuk menjadi partner pemerintah dalam menjalankan kebijakan terutama yang menyangkut sektor kesejahteraan masyarakat.

Ketiga perubahan politik yang muncul akibat globalisasi tersebut dapat kita lihat pengaruhnya terhadap Indonesia saat ini. Terkait mengenai rekonstruksi negara di Indonesia hal nyata yang dapat kita temui adalah perlindungan pemerintah Indonesia terhadap warga negaranya. Sebagai salah satu contoh yang sering terjadi adalah mengenai perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Luar Negeri. Hal ini tentu sesuai dengan bentuk rekonstruksi kedaulatan negara terhadap perlindungan warganya sesuai dengan post-westphalian.

(38)

mengatakannya sebagai suatu proses penyesuaian terhadap perubahan sistem global. Otonomi Daerah merupakan bentuk penyesuaian pemerintahan terhadap pengaruh globalisasi. Kedaulatan negara tidak berkurang, akan tetapi terbagi kepada pemerintahan daerah yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat sebagai salah satu hasil tuntutan reformasi 1998. Terkait otonomi daerah dan kedaulatan negara di era globalisasi, penulis pada sub selanjutnya akan membahas mengenai pendekatan transformasionalis sebagai bentuk dari penyesuaian kedaulatan negara terhadap globalisasi

Perubahan yang terakhir adalah privatisasi pemerintah. Banyaknya agen-agen atau aktor-aktor baru yang dapat saja mempengaruhi kebijakan pemerintah tentu suatu hal yang tidak dapat dihindari di era globalisasi ini. Aktor-aktor tersebut bertujuan untuk mengawal perkembangan pembangunan pemerintah sehingga tercapai suatu bentuk good governance. Beberapa contoh aktor tersebut adalah Imparsial berkaitan dengan pelaksanaan pertahanan maupun pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, aktor-aktor greenpeace berkaitan dengan lingkungan hidup, dan aktor lainnya.

(39)

Pelaksanaan otonomi daerah terhadap kedaulatan negara dalam tekanan globalisasi tentu kita akan melihat posisi otonomi daerah yang berada di tengah dua variable kedaulatan negara dan globalisasi. Berikut merupakan bentuk variable yang akan dibahas dalam sub bab ini.

Negara tentu memiliki memiliki kedaulatan baik yang bersifat kedalam, dalam hal ini berdaulat dalam negaranya sendiri serta yang bersifat keluar dalam hal ini negara bebas melalukan pelaksanaan negara diakui, apakah harus menjadi anggota organisasi internasional dan apakah suatu negara secara diplomatik memiliki mewakili dirinya sendiri. Kedua, apa yang secara umum orang yang menyebutnya

sebagai kedaulatan ‘Westphalian’, walaupun menurut Kresner sebenarnya itu hanya memiliki sedikit kaitan dengan Westphalia, yang meliputi gagasan bahwa setiap negara adalah otonom; tercermin

39 Bambang Wahyu Nugroho dan Ahmad Hanafi Rais, penerj., Theory Talks: Perbincangan Pakar

Sedunia Tentang Teori Hubungan Internasional Abad Ke-21 (Yogyakarta: LP3M & PPSK, 2012), 143-144.

Kerangka pemikiran konsep dan pertanyaan makalah Hak Cipta Penulis (Gumilar Adinata Hasbulah)

(40)

dalam peraturan non-intervensi terhadap masalah internal negara lain.

Ketiga, kedaulatan domestik yang berkaitan dengan struktur kekuasaan domestik dan seberapa efektifnya mereka.

Berdasarkan pemikiran kresner mengenai kedaulatan, Indonesia memiliki seluruh bentuk yakni secara internasional indonesia menjadi anggota PBB dan memiliki perwakilan diplomatik dinegara lain. Berkaitan dengan bentuk yang kedua, Indonesia memiliki peraturan undang-undang yang otonom dan tidak dapat diintervensi oleh negara lain yaitu UUD 1945. Dan terakhir bentuk kedaulatan domestik adalah Indonesia memiliki struktur dan bentuk pemerintahannya sendiri hal ini dapat kita lihat pasca reformasi peraturan mengenai pemerintahan daerah (otonomi daerah) dapat terlaksana yang kemudian disahkan melalui UU No. 32 Tahun 2004.

3.3. Otonomi Daerah Sebagai Bentuk Transformasionalis Kedaulatan Negara

(41)

Tidak selamanya kedaulatan negara hilang oleh arus globalisasi. Salah satu perspektif kedaulatan dan globalisasi adalah Transformasionalis. Menurut transformasionalis negara masih tetap mempunyai ruang gerak untuk menyesuaikan diri dalam arus globalisasi. solusi terhadap persaingan antar aktor internasional dalam menyalurkan powernya adalah dengan munculnya sebuah struktur dunia baru yang progresif dan demokratis. Negara tetap memainkan peran penting dalam batas teritorialnya terutama untuk menghasilkan kerangka kebijakan yang transparan dan accountable di tataran lokal dan nasional. Transformasionalis menekankan pentingnya interaksi antar struktur yang mewakili kecenderungan globalisasi dan agen-agen di tingkat lokal dan nasional yang akan menentukan arah globalisasi tersebut.

Berhubungan dengan kedudukan negara, transformasionalis percaya bahwa negara mesti melakukan adaptasi fungsi dan perannya terhadap tren dan perkembangan globalisasi. rekonfigurasi dan rekonstruksi negara dalam kapasitasnya, power, yurisdiksi dan otoritasnya harus bersinergi dalam perubahan yang terjadi. Negara tidak kehilangan power maupun perannya, hanya negara harus berbagi peran dan kedaulatannya terbagi dengan agen dan aktor lainnya. Berikut 3 perspektif yang dikemukan oleh David Held perspektif dampak globalisasi terhadap sistem negara dan kedaulatannya

Table 3.2 Perspektif dampak globalisasi terhadap sistem negara dan kedaulatan Tradisionalis Globalis Transformasionalis

Aktor Utama Dominant State Global Coporate

and financial capital

Epistemic communities, NGOs and social movements

Siapa Yang memerintah Hierarchy – the

US as hegemons Cosmocracytransnational

Global Capital Sectional and collective Peoples and planetary interest

(42)

consent global markets

Tujuan Apa? Maintenance of

Global order

Terkait globalisasi dan desentralisasi yang telah dijelaskan pada bab 1. Rondinelli dan Cheema merumuskan empat bentuk utama desentralisasi, yaitu; dekonsentrasi mengenai pembagian atau redistribusi pelaksanaan tanggung jawab administrasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Gubernur sebagai wakil pemerintah.

Delegasi adalah pendelegasian terkait pembuatan kebijakan dan otoritas dalam pengaturan pelaksanaan kepemerintahan, devolusi

pembentukan pemerintah baru sebagai perpanjangan pelaksanaan pembangunan, dalam hal ini mengenai otonomi daerah, dan terakhir

transfer fungsi .40

Sejalan dengan pemikiran Rondinelli dan Cheema pembagian otoritas terhadap urusan administratif yang bertujuan tercapai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat telah diatur oleh pemerintah dalam UU No. 32 Tahun 2004 mengenai otonomi daerah. Selanjutnya pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007.

Transformasionalis merupakan jawaban yang tepat terhadap pembagian kekuasaan pemerintah pada pelaksanaan otonomi daerah tanpa menghilangkan otoritas atau kedaulatan negara.

(43)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

(44)

pemikiran transformasionalis negara masih tetap mempunyai ruang gerak untuk menyesuaikan diri dalam arus globalisasi. solusi terhadap persaingan antar aktor internasional dalam menyalurkan powernya adalah dengan munculnya sebuah struktur dunia baru yang progresif dan demokratis. Negara tetap memainkan peran penting dalam batas teritorialnya terutama untuk menghasilkan kerangka kebijakan yang transparan dan accountable di tataran lokal dan nasional. Transformasionalis menekankan pentingnya interaksi antar struktur yang mewakili kecenderungan globalisasi dan agen-agen di tingkat lokal dan nasional yang akan menentukan arah globalisasi tersebut.

Berhubungan dengan kedudukan negara, transformasionalis percaya bahwa negara mesti melakukan adaptasi fungsi dan perannya terhadap tren dan perkembangan globalisasi. rekonfigurasi dan rekonstruksi negara dalam kapasitasnya, power, yurisdiksi dan otoritasnya harus bersinergi dalam perubahan yang terjadi. Negara tidak kehilangan power maupun perannya, hanya negara harus berbagi peran dan kedaulatannya terbagi dengan agen dan aktor lainnya.

Krisis moneter yang berujung pada gerakan rekormasi di Indonesia pada tahun 1998 memberikan dampak pada perubahan sistem pemerintahan. Peralihan sistem pemerintahan dari tersentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah bertujuan untuk memberikan pembangunan dan kesejahteraan yang merata. Pelaksanaan otonomi daerah kemudian diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai makna otonomi daerah, tujuan otonomi daerah, serta asas-asas pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu asas yang terkandung adalah mengenai desentralisasi.

(45)

Gambar

Tabel 3.1 Perbedaan Model Westphalia dan Post-Westphalia
Table 3.2 Perspektif dampak globalisasi terhadap sistem negara dan kedaulatan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, maka penelitian tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan

Selain itu dengan menggabungkan berbagai potensi, Perkumpulan muda-mudi Ngetiran mencoba untuk mengembangkan organisasi yang tidak hanya bermanfaat secara individu

Bila L k adalah himpunan semua string yang terbentuk dengan konkatenasi k elemen dari L maka L * adalah himpunan semua string dari berbagai konkatenasi yang bisa dilakukan pada

Berdasarkan atas pembahasan hasil penelitian maka dapat diperoleh kesimpulan motivasi, komunikasi, dan lingkungan kerja fisik secara simultan berpengaruh positif

Pengolahan yang tepat dan mengikuti selera pasar dengan berbagai varian rasa yang disukai konsumen dari mulai anak-anak sampai dewasa seperti rasa vanilla, anggur,

Kayu Aro merupakan kecamatan penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Kerinci (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kerinci, 2012).Akan tetapi produktivitas optimal ubi

pemilu, baik yang telah dirwnuskan dalam KUHP , UU Pemi l u , maupun berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, maupun yang belul11 dirumuskan di dalam berbagai

Agama Islam mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan umat pengikutnya untuk menjadi pedoman dalam perjalanan hidup yang bermakna, berarti dan diberkahi. Peran