TINJAUAN AKAD KHIY<AR TERHADAP JUAL-BELI SAPI
DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA
Skripsi
Oleh :
M.Ardyansyah Kharisma Yudha C02212024
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul “Tinjauan Akad khiy<ar Terhadap jual-beli sapi Di Pasar Pegirian Surabaya”. Skripsi ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, bagaimana penerapan jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya dan bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif induktif. Maksudnya pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang telah diperoleh dari lapangan tentang penerapan jual beli sapi, kemudian dianalisis dengan Hukum Islam yakni khiy<ar terhadap praktik jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya.
Dari hasil penelitian, diperoleh informasi mengenai praktik jual beli sapi, yakni praktik jual beli sapi yang di dalamnya terdapat hak khiy<ar yang tertuang dalam akad yaitu apabila dalam objek akad terdapat cacat, tetapi dalam praktiknya terdapat dua cacat yaitu cacat dalam dan cacat luar dimana penjual tidak menerima komplain mengenai cacat dalam. Dengan adanya praktik tersebut penulis menyimpulkan bahwa jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya secara fikih yakni sah karena tidak menggugurkan keabsahan jual beli. Namun secara fikih moral jual beli tersebut menjadi tercela. Karena salah satu dari keduanya mengalami kerugian yang besar. Sedangkan Islam mengajarkan untuk berdagang dan berniaga dengan cara yang baik, supaya hasil yang diperoleh darinya tidak batil yakni dengan cara suka sama suka diantara individu yang bertransaksi.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Penelitian ... 10
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 12
I. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II KONSEP JUAL-BELI DALAM KHIY<AR A. Akad Jual Beli Menurut Islam} ... 18
1. Pengertian Akad ... 18
2. Sarat Dan Rukun Akad ... 20
3. Pengertian Jual Beli} ... 26
4. Dasar Hukum Jual Beli} ... 27
5. Rukun Dan Sarat Jual Beli ... 28
B. Pengertian ‘Urf... 29
1. Macam-Macam ‘Urf ... 30
C. Pengertian Khiya>r ... 34
1. Dasar Hukum Khiya>r ... 36
2. Syarat Khiya>r ... 37
3. Batalnya Khiya>r ... 38
D. Kedudukan Khiya>r dalam Jual Beli ... 49
BAB III JUAL BELI SAPI SECARA KHIY<AR DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA A. Gambaran Umum Pasar Pegirian Surabaya ... 51
1. Sejarah Pasar Pegirian Surabaya ... 51
2. Keadaan Pasar Pegirian Surabaya ... 52
3. Letak Geografis ... 53
B. Mekanisme Jual Beli Khiyar Daging Di Pasar Pegirian Surabaya ... 56
1. Tata Cara Akad ... 56
2. Mekanisme Hak Khiya>r Dengan Kondisi Sapi Yang Cacat Fisik Luar ... 59
3. Mekanisme Hak Khiya>r Dengan Kondisi Sapi Yang Cacat Fisik Dalam ... 60
BAB IV ANALISIS AKAD KHIYA>R TERHADAP JUAL BELI SAPI DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA A. Analisis Praktik Khiya>r Dalam Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya ... 63
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Hak Khiya>r Pembeli Dakam Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya ... 66
BAB V PENUTUP A. Kesimpuan ... 72
B. Saran ... 73
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN AKAD KHIY<AR TERHADAP JUAL-BELI SAPI
DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah suatu agama bagi umat manusia, yang mengatur hidup di
dunia maupun di akhirat. Kedua cara hidup tersebut mempunyai hubungan
yang sang erat sekali. Karena kedua hidup tersebut tidak dapat dipisahkan.
Diperlukan adanya keseimbangan untuk hidup di dunia dan hidup di akhirat.
Islam menuntut setiap manusia untuk bekerja keras untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sejak pertama kali Islam berada ditengah-tengah umat manusia,Islam
telah mengatur dan mengajarkan hukum-hukum yang berhubungan dengan
interaksisosial antar sesama manusia (mu’amalah).
Islam agama yang sempurna telah meletakkan kaidah-kaidah dasar
dan aturan dalam semua isi kehidupan manusia, baik dalam ibadah maupun
mumalah. Muamalah berbeda dengan ibadah dalam ibadah adalah sebuah
perintah. Oleh karena itu, semua perbuatan harus sesuai dengan tuntutan
Rasulullah, ibadah dalam Islam adalah pelaksanaan segala macam perbuatan
2
Allah serta sebagai ujian kebenaran dan kekuatan imannya dalam kehidupan
sehari-hari.1
Manusia sebagai mahluk sosial, oleh sebab itu manusia tidak bisa
hidup sendiri, melainkan untuk selalu hidup berdampingan. Supaya mereka
tolong menolong. Baik dengan cara mereka jual beli, tukar menukar atau
sewa menyewa. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-bainya.
Karena dengan teraturnya bermuamalat yang benar maka tidak akan ada
manusia yang tidak jujur dalam urusan jual beli.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
275:
…
...
اَبِرلا َمرَحَو َعْيَ بْلا ُهّللا لَحَأَو
……
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.2
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwasanya Allah telah membuat
tata cara untuk berjual beli dengan baik dan benar. Dan kita tidak boleh
berbuat curang dalam berdagang. Sehingga pembeli mengalami kerugian dan
tidak akan kembali lagi. Allah mengizinkan cara untuk memperbesar
usahanya melalui dengan cara berdagang yang baik dan jujur. Namun tidak
melanggar ketentuan hukum Islam.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29:
1
M. Noor Matdawam, Pengantar Ibadah Praktis, (Yogyakarta : Kota Kembangn 1980), 5 2
3
ضاَرَ ت ْنَع ًةَراَجِت َنوُكَت ْنَأ َِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت ََ اوُنَمآ َنيِذلا اَه يَأ اَي
ْمُكْنِم
ۚ
ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َََو
ۚ
اًميِحَر ْمُكِب َناَك َهللا نِإ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah MahaPenyayangkepadamu”3.
Tidak semua umat muslim mengabaikan urusan dalam jual beli,
bahwasanya jual beli merupakan bagian penting dari muamalah yang akan
berkembang sesuai dengan zaman. hukum Islam juga mengaturnya dengan
perkembangan zaman jual beli sekarang. Karena hukum Islam sifatnya
fleksibel dan adil bagi kemaslahatan umat manusia.
Jual beli merupakan salah satu bagian muamalah yang dihalalkan
(dibolehkan) oleh Allah SWT, dan keberadaanya tidak dapat dipungkiri oleh
masyarakat. Termasuk kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan oleh
masyarakat sekitar, dan kegiatan jual beli inilah bertemunya antara pedagang
dan pembeli.
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-ba>’i yakni menukar sesuatu dengan sesuatu. Menurut istilah yang dimaksud dengan jual
beli salah satunya adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan
uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas
dasar saling merelakan.
3
4
Pada dasarnya untuk mencapai keabsahan jual beli, maka harus di
penuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun jual beli diantaranya adalah
adanya penjual dan pembeli, adanya barang yang diperjualbelikan, dan
adanya sighat berupa ijab dan qabul.4Sedangkan syarat jual beli diantaranya
adalah adanya keridhaan antara penjual dan pembeli, barang yang
diperjualbelikan berharga, suci, dan bisa diambil manfaatnya, dan pelaku jual
beli telah dewasa, berakal, baligh, dan merdeka.5
Di samping itu hukum Islam memberikan solusi sebagai pelengkap
daripada rukun dan syarat jual beli yang telah terpenuhi, yakni berupa
khiy>ar. Khiy>ar adalah hak pilih diantara pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan jual beli. Perlu diketahui bahwa hukum asaljual beli adalah
mengikat, karena tujuan jual beli adalah memindahkan kepemilikan. Hanya
saja syariat menetapkan hak khiy>ar dalam jual beli sebagai bentuk kasih sayang terhadap kedua pelaku akad.6
Di daerah pasar pegirian Surabaya, masyarakat disana mayoritas
adalah pedagang sapi. Dimana sapi tersebut oleh masyarakat ddijadikan lahan
investasi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Hampir setiap
hari di pasar pegirian Surabaya terjadi transaksi jual beli sapi.
Salah satu jual beli yang terjadi di masyarakat, yaitu jual beli binatang
sapi di pasar pegirianSurabaya. Jual beli binatang sapi di pasar pegirian
Surabaya adalah jual beli sapi yang kondisi fisiknya sempurna akan tetapi
4
Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Penerjemah Abdul Hayyie al-kattani, dkk, (Jakartas: Gema Insani, 2011), Jilid 5, 28.
5
Ibid., 34.
6
5
terdapat kecacatan. Seperti cacat mata, cacat kaki dan lain-lain. Dalam akad
ini, penjual yaitu bapak sodikinmemberikan garansi sapi selama 2 bulan kepada bapak masrochim selaku pembeli sapi, jika ditemukannya kecacatan
maka sapi yang dibeli boleh dikembalikan, dengan syarat kurun waktu 2
bulan tersebut7.
Pada saat pelaksanaan jual beli sapi berlangsung, penjual maupun
pembeli melakukan jual belinya dengan ijab dan qabul secara jelas. Dimulai
dari pembeli memilih sapi yang akan dibeli dengan menunjuk sapi yang
dipilih tersebut. Kemudian penjual mengambilkan sapi tersebut dan mereka
bersepakat untuk melaksanakan jual beli.Dalam hal ini penjual dan pembeli
memilihkhiy>ar dengan pilihan mereka. Keduanya melakukan ijab dan qabul dengan jelas secara lisan berdasarkan jual beli, pembeli tidak meminta secara
langsung kepada penjual untuk meminta garansi8sapi jika terdapat cacat. Akan tetapi ketika sapi yang dibeli dan dipelihara oleh pembeli selama
15 hari, pembeli menyadari bahwa terdapat cacat dalam tubuh sapi tersebut.
Maka sapi tersebut oleh pembeli dikembalikan kepada penjual dengan
menunjukkan kecacatan pada sapi tersebut. Dalam hal ini seharusnya sapi
yang dibeli bisa dikembalikan kepada sipenjual, karena masih terdapat jangka
waktu jangka garansi dari sipenjual.
Namun, ketikapembeli ingin mengembalikan sapi tersebut, terdapat
penolakan dari pihakpenjual, Dengan alasan bahwa sapi tersebuat tidak cacat
7
6
pada saat waktu pembelian, tetapi sapi tersebut cacat saat dirawat oleh
sipembeli.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti terkait
jual beli sapi cacat tersebut ditinjau dari akad khiy>ar, dengan judul “Tinjauan Akad Khiy>ar Terhadap Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi sebanyak-banyaknya kemudian yang dapat diduga
sebagai masalah9. Berdasarkan latar belakang di atas, makan akan muncul
beberapa masalah diantaranya :
1. Tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian surabaya 2. Praktek khiy>ardalam jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.
3. Hak khiya>r pembeli dalam jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya. 4. Analisis hukum Islam terhadap khiy>ar ai>b dalam jual beli sapi di
pasar pegirian Surabaya.
Agar pokok permasalahan di atas lebih terarah mengenai tinjauan
akad khiy>ar terhadap jual beli sapi maka penulis memberikan batasan masalah yang akan di bahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya
9Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,
7
2. Bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya
C. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan pada penelitian ini agar lebih focus dan
operasional, maka dapat diruuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya ?
2. Bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang sedang akan dilakukan ini bukan merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.10Bahwa
peneliti menemukan penelitian dari angkatan sebelumnya yang berjudul:
1. Skripsi yang ditulis oleh Wijayanti 2008 ‚Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Hak Khiyar Pada Jual Beli Ponsel Bersegel di Counter Master.
Skripsi ini membahas tentang mekanisme khiyar dan analisis hukum
Islam pada jual beli ponsel bersegel. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa hak khiyar pada jual beli ponsel bersegel di Counter Master Cell
jika diketahui oleh pembeli ditempat akad, maka pembeli dapat
membatalkan atau melangsungkan jual belinya. Jika kerusakan ponsel
10
8
diketahui ponsel adanya cacat atau kerusakan pada ponsel bersegel pada
hari ke 5 atau ke 7 setelah akad, maka penjual tidak bertanggung jawab
dan menyarankan untuk menggunakan hak garansi. Pelaksanaan khiyar
majelis pada Counter sudah terlaksana, sedangkan dalam pelaksanaan
khiyar syarat} penjual melakukan wanprestasi. Dalam pelaksanaan
khiyar „aib pembeli disarankan menggunakan hak garansi. Sedangkan
pelaksanaan khiyar ru’yah pembeli dapat membatalkan jual belinya jika
diketahui adanya cacat saat akad berlangsung.11
2. Skripsi yang ditulis oleh Icha Septy Librayany “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Sapi Antara
Supplier dan Pedagang Pengecerdi Pasar Ploso Jombang”. Dalam Skripsi ini
menyatakan bahwa telah terjadi perubahan harga secar sepihak dalam jual beli
daging sapi antara supplier dan pedagang pengecer di Pasar Ploso Jombang. Di
mana supplier sudah menetapkan harga daging sapi kepada pengecer tetapi
pedagang pengecer merubah harga daging sapi lebih rendah dari yang
ditetapkan oleh supplier pada saat penjualan kepada konsumen. Akan tetapi
pedagang pengecer menyerahkan kepada supplier dengan harga penjualan
konsumen. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa perubahan harga secara
sepihak yang dilakukan oleh pedagang pengecer itu tidak sesuai aturan.
Menurut fuqaha memaksa adalah batal demi hukum, sedangkan menurut
hanafiyah akad yang disertai unsur paksaan tersebut berakhir, jika pihak yang
dipaksa rela,maka akadnya sah dan jika tidak rela maka akadnya batal. Skripsi
11
Wijayanti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Khiyar Pada Jual Beli Ponsel Bersegel di
9
ini disusun oleh Icha Septy Librayany (Jurusan Muamalah, Fakultas
SyariahIAIN Sunan Ampel Surabaya,2013).
3. Skripsi dengan judul, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Pakaian
Bekas dalam Karung”, Skripsi ini membahas tentang hukum jual beli
dalam karung, yang mana dalam tinjauan hukum Islam dianggap boleh
karena jual beli tersebut tidak mengandung unsur ghara>r (penipuan).
Adanya unsur kerelaan diantara penjual dan pembeli yang direalisasikan
dalam bentuk menerima dan memberi serta tidak menimbulkan
pertentangan meskipun secara kasat mata jual beli tersebut ada syarat
yang tidak terpenuhi sebelum akad (ghara>r). Persoalan ini sudah
dimaklumi oleh keduanya karena jika terjadi ketidaksesuaian dengan
permintaan maka barang tersebut boleh dikembalikan. Dalam pernyataan
abstraknya, Mashud mengatakan jual beli seperti ini sah bahkan lebih
tepatnya dapat disamakan dengan jual beli jizaf, yaitu jual beli dengan
tanpa takaran atau timbangan danhitungan namun melalui unsur dugaan
dan batasan setelah menyaksikan atau melihat barang tersebut.12
Dengan adanya kajian pustaka di atas hal ini jelas sangat berbeda
dengan penelitian yang penulis lakukan dengan judul “Tinjauan Akad Khiyar Terhadap Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya”.
E. Tujuan Penelitian
12Mashud, “
10
Sehubungan dengan apayang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini, maka ada dua tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.
2. Untuk mengetahui Bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan, baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan ini
dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam, khususnya di bidang
muamalah dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang
akan melakukan penelitian lanjutan, juga merupakan bahan hipotesis bagi
peneliti selanjutnya.
2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk kegiatan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam bagi subjek penelitian, serta mengetahui dan menetapkan status
hukum jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.
11
Dalam definisi operasional ini dipaparkan istilah-istilah yang
digunakan. Untuk mempermudah persepsi tentang istilah-istilah dalam judul
skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan terlebih dahulu yaitu adalah:
Khiy>ar : Mencari yang terbaik di antara dua pilihan, yaitu meneruskan atau membatalkan jual beli
sapi di pasar pegirian Surabaya.
Jual beli sapi : Penjual sapi di pasar pegirian, menjual sapinya
kepada pembeli. Penjual memberikan jaminan
selama 2 bulan apabila terdapat kecacatan pada
sapi tersebut, dalam jangka 2 bulan sapi cacat
bisa dikembalikan. Akan tetapi selama 14 hari
ditemukan kecacatan pada sapi tersebut.
Penjual menolak sapi tersebut dikembalikan,
dengan alasan bahwasanya sapi yang dijual
sehat.
H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Studi inimerupakan penelitian lapangan (field research)yakni datayang diperolehlangsung dari masyarakatmelaluiprosespengamatan
12
rumusanmasalah yangtelahdisebutkan, makadatayangdikumpulkan
dalampenelitianiniterdiriatas:
a. Data tentang jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.
b. DatatentangketentuanhukumIslamyang menjelaskan tentang tinjauan
akad khiy>ar teradap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya. 2. Sumber data meliputi:
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data.13 Yaitu data yang diperoleh dengan
melakukan wawancara langsung dengan penjual sapidi pasar pegirian
kota Surabaya dan pembeli sapi yang pernah membeli sapi di tempat
tersebut sejumlah 3 orang.
a. Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen.14 Data ini bersumber dari buku-buku dan catatan-catatan
atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan penelitian,
antara lain:
1) Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat.
2) Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah.
3) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah.
4) Syafe’i Rachmat, Fiqh Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS
dan untuk umum.
3. Teknik Pengumpulan Data
13
. Ibid. 137.
14
13
Untuk mendapatkan data yang benar dan akurat ditempat
penelitian, penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan
pengamatan secara langsung untuk memperoleh data melalui hasil
kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya.
Yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengideraan.15 Dalam hal ini saya
datang dan menyaksikan langsung transaksi jual beli sapi, mulai dari
proses pengambilan sapi, yaitu sampai sapi yang sehat dengan
pengembalian sapi yang cacat, sampai dengan tidak mau di
kembalikan sapi yang cacat dikarenakan sapi yang dijual sebelum
dibeli oleh pembeli bahwasanya sehat yang dilakukan oleh penjual
sapi tersebut.
b. Interview(Wawancara)
Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan
data yang dilakukan pewawancara (peneliti atau yang diberi tugas
melakukan pengumpulan data), dalam mengumpulkan data
15
14
mengajukan suatu pertanyaan kepada yang diwawancarai.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit atau kecil. 16 Adapun wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan bertanya langsung kepada pihak yang
melakukan transaksi jual beli sapi yaitu penjual sapidi pasar pegirian
Surabaya dan pihak yang membeli sapi di tempat tersebut sejumlah 3
orang
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen.17 Pengumpulan data dengan cara ini dilakukan dengan
mengambil data dari dokumen yang biasa berupa tulisan, gambar
atau karya-karya monumental seseorang.
4. Teknik pengolahan data
Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data antara lain:
a. Editing adalah memeriksa kelengkapan, dan kesesuaian data. Teknik ini ini digunakan untuk meneliti kembali data-data yang telah
diperoleh.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2014),188
17
15
b. Organizing adalah menyusun data yang telah diperoleh untuk dijadikan karangan paparan yang telah direncanakan sebelumnya
untuk memperoleh bukti-bukti secara jelas tentang jual beli sapi
cacat di pasar pegiriankota Surabaya.
5. Teknik analisis data
Dalam penelitian terhadap perpanjangan jual beli sapi cacat di kota
Surabaya, teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Analisis deskriptif
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis
melalui metode deskriptif analisis yaitu dengan cara menuturkan dan
menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari
metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai
obyek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang
diselidiki.18 Metode ini digunakan untuk mengetahui secara jelas
praktik jual beli sapi cacat di pasar pegirian kota Surabaya.
b. Pola pikir induktif
Selanjutnya data dianalisis dengan pola pikir induktif yang
berarti pola pikir yang berpijak pada fakta yang bersifat khusus
kemudian diteliti dan akhirnya dikemukakan pemecahan persoalan
18
16
yang bersifat umum.19 Teori ini berpijak pada teori-teori khiy>ar dan hukum perdata kemudian dikaitkan pada fakta di lapangan tentang
jual beli sapi di pasar Pegirian kota Surabaya.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini,
penulis membagi menjadi lima bab. Dibawah ini akan diuraikan sistematika
pembahasan dalam skripsi ini.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua membahas tentanglandasan teori yang mendukung dalam
penelitian yang meliputi pengertian jual beli, syarat, dan rukun-rukunnya,
pembahasan mengenai khiy>ar, syarat dan rukun-rukunnya, dan penjelasan mengenai hal-hal yang dapat membatalkan suatu akad dalam hukum Islam.
Bab tiga membahas tentang gambaran umum mengenai lokasi
penelitian yang disertai dengan data wawancara antara lain meliputi sejarah
berdirinya usaha tersebut, prospek kemajuan usaha tersebut, hasil wawancara
dengan pemilik usaha tersebut, dan data pendukung wawancara tersebut
seperti bukti transaksi jual beli sapi tersebut.
19
17
Bab empat tinjauan hukum Islam yang membahas tentang hasil dan
pembahasan yang akan mengemukakan tentang bagaimana praktik jual beli
sapi cacat di pasar pegirian kota Surabaya dan bagaimana tinjauan hukum
Islam terhadap jual beli sapi cacat di pasar Pegirian kota Surabaya.
Bab lima penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan
selanjutnya memberikan saran yang ditujukan untuk perbaikan perbaikan
BAB II
KONSEP KHIY<AR DALAM JUAL-BELI
A. Akad Jual Beli Menurut Hukum Islam
1. Pengertian akad
Kata akad berasal dari kata bahasa Arab ادقع yang berarti,
membangun دقع atau mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran,
menyatukan.20 Bisa juga berarti kontrak (perjanjian yang tercacat).21
Sedangkan menurut Al Sayyid Sabiq akad berarti ikatan atau
kesepakatan.22
Secara etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara, baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi
maupun dari dua segi.23
Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat dari dua
segi, yaitu secara umum dan secara khusus. Akad secara umum adalah
segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan
keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu
yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang, seperti
jual-beli, perwakilan dan gadai. Pengertian akad secara umum di atas
adalah sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut
20Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-‘Alam
, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), 518.
21
A. Warson Al Munawi, Kamus Arab Indonesia al-Munawir, (Yogayakarta: Ponpes Al Munawir, 1984), 1023.
22
Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, jilid 3, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983), 127.
23
19
pendapat ulama Syafi’iyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah.24 Pengertian
akad secara khusus adalah pengaitan ucapan salah seorang yang
berakad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak
dan berdampak pada objeknya. Pengertian akad secara khusus lainnya
adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qobul berdasarkan
ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.25
Hal yang penting bagi terjadinya akad adalah adanya ijab dan
qabul. Ijab qobul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk
menunjukkan suatu keridlaandalam berakad di antara dua orang atau
lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak
berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua
kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad,
terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridlaan dan
syari’at Islam.26
Dalam al-Qur’an, setidaknya ada 2 (dua) istilah yang
berhubungan dengan perjanjian, yaitu al-’aqdu (akad) dan al-’ahdu
(janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat.
Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau
mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada
yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali
24 Dikutib dalam, Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, cet. Ke-2 (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2004), 43.
20
yang satu.27 kata al’-aqdu terdapat dalam surat al- Maidah ayat 1,
bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut
Fathurrahman Djamil, istilah al- ’aqdu ini dapat disamakan dengan
istilah verbintenis dalam KUH Perdata.28 Sedangkan istilah al-’ahdu
dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu
suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak untuk
mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain.29
1) Sarat dan rukun akad
a. Sarat-sarat akad
Ada beberapa syarat yang berkaitan akad,30 yaitu:
1) Sarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang
disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika tidak
memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal. Syarat ini
terbagi atas dua bagian:
a) Syarat Obyek akad, yakni syarat-syarat yang berkaitan
dengan obyekakad. Obyek akad bermacam-macam, sesuai
dengan bentuknya. Dalamakad jual-beli, obyeknya adalah
barang yang yang diperjualbelikan danharganya. Dalam
akad gadai obyeknya adalah barang gadai dan utangyang
27Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontektual, Cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2002), 75.
28
Fatturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syari’ah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh
Darus Badrulzaman et al., Cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), 247-248.
29
Ibid., 248.
30Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, cet. Ke-2 (Bandung: CV. Pustaka Setia,
21
diperolehnya, dan lain sebagainya. Agar sesuatu akad
dipandang sah,obyeknya harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
Telah ada pada waktu akad diadakan
Barang yang belum wujuh tidak dapat menjadi
obyek akad menurutpendapat kebanyakan Fuqaha’
sebab hukum dan akibat akad tidkamungkin bergantung
pada sesuatu yang belum wujuh. Oleh kerena itu,akad
salam (pesan barang dengan pembayaran harga atau
sebagian atau seluruhnya lebih dulu), dipandang
sebagai pengecualian dari ketentuanumum tersebut.
Ibnu Taimiyah, salah seorang ulama mazhab
Hambalimemandang sah akad mengenai obyek akad
yang belum wujuh dalamberbagai macam bentuknya,
selagi dapat terpelihara tidak akan terjadipersengketaan
di kemudian hari. Masalahnya adalah sudah atau
belumwujuhnya obyek akad itu, tetapi apakah akan
mudah menimbulkan sengketa atau tidak.
Dapat menerima hukum akad
Para Fuqaha’ sepakat bahwa sesuatu yang tidak dapat
menerima hukumakad tidak dapat menjadi obyek akad.
Dalam jual misalnya, barang yang diperjualbelikan
22
yangmengadakan akad jual-beli. Minuman keras bukan
benda bernilai bagi kaum muslimin, maka tidak
memenuhi syarat menjadi obyek akad jualbeli antara
para pihak yang keduanya atau salah satunya beragama
Islam.
Dapat diketahui
Obyek akad harus dapat ditentukan dan diketahui oleh
dua belah pihak yang melakukan akad. Ketentuan ini
tidak mesti semua satuan yang akanmenjadi obyek
akad, tetapi dengan sebagian saja, atau ditentukan
sesuai dengan urfI yang berlaku dalam masyarakat
tertentu yang tidakbertentangan dengan ketentuan
agama.
Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi
Yang dimaksud di sini adalah bahwa obyek akad tidak
harus dapat diserahkan seketika, akan tetapi
menunjukkan bahwa obyek tersebut benar-benar ada
dalam kekuasaan yang sah pihak bersangkutan.
b) Syarat subyek akad, yakni syarat-syarat yang berkaitan
dengan subyek akad.
Dalam hal ini, subyek akad harus sudah aqil
23
paksaan). Selain itu, berkaitan dengan orang yang berakad,
ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:31
Kecakapan (ahliyah), adalah kecakapan seseorang
untuk memiliki hak (ahliyatul wujub) dan dikenai
kewajiban atasnya dan kecakapan melakukan tasarruf
(ahjliyatul ada’).
Kewenangan (wilayah), adalah kekuasaan hukum yang
pemiliknya dapat beratasharruf dan melakukan akad
dan menunaikan segala akibat hukum yang ditimbulkan
Perwakilan (wakalah) adalah pengalihan kewenagan
perihal harata dan perbuatan tertentu dari seseorang
kepada orang lain untuk mengambil tindalan tertentu
dalam hidupnya.
c) Sarat kepastian hukum
Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat luzum
dalam jual-beli adalah terhindarnya dari beberapa khiya>r
jual-beli, seperti khiya>r syarat, khiya>r ‘aib, dan lain-lain.32
b. Rukun-rukun akad
Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:33
1) Orang yang berakad (‘aqid), contoh: penjual dan pembeli
31 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ed. I, (Jakarata: Kencana, 2005), 55-58.
32Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah
, (Bandung: CV. Pustaka Setia, cet. Ke-2,2004), 65-66
33
24
Al-aqid adalah orang yang melakukan akad.
Keberadaannya sangat penting karena tidak akan pernah
terjadi akad manakala tidak ada aqid.
2) Sesuatu yang diakadkan (ma’qud alaih), contoh: harga atau
barang.
(al-Ma’qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda
yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas.
Barang tersebut dapat berbentuk harta benda, seperti barang
dagangan, benda bukan harta seperti dalam akad pernikahan,
dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam
masalah upah-mengupah dan lain-lain.
3) Shighat, yaitu ijab dan qobul.
Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua
belah pihak yang berakad, yang menunjukkan atas apa yang
ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal ini
dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan, isyarat, dan
tulisan.34
a) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad yang
paling banyak digunakan orang sebab paling mudah
digunakan dan paling mudah dipahami. Dan perlu
ditegaskan sekali lagi bahwa penyampaian akad dengan
metode apapun harus disertai dengan keridlaan dan
25
memahamkan para aqid akan maksud akad yang
diinginkan.
b) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan
dengan suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu sudah
maklum adanya. Sebagaimana contoh penjual memberikan
barang dan pembeli menyerahkan sejumlah uang, dan
keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun. Akad
semacam ini sering terjadi pada masa sekarang ini.namun
menurut pendapat imam Syafi’i, akad dengan cara
semacam ini tidak dibolehkan. Jadi tidak cukup dengan
serah-serahan saja tanpa ada kata sebagai ijab dan qabul.35
c) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan oleh
orang yang tuna wicara dan mempunyai keterbatan dalam
hal kemampuan tulis-menulis. Namun apabila dia mampu
untuk menulis, maka dianjurkan agar menggunakan tulisan
agar terdapat kepastian hukum dalam perbuatannya yang
mengharuskan adanya akad.
d) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan oleh Aqid
dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak, dapat dipahami
oleh para pihak, baik dia mampu berbicara, menulis dan
sebagainya, karena akad semacam ini dibolehkan. Namun
demikian menurut ulama syafi’iyyah dan hanabilah tidak
26
membolehkannya apabila orang yang berakad hadir pada
waktu akad berlangsung.36
3. Pengertian Jual Beli
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fikih disebut dengan
al-bay, menurut bahasa adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. menurut etimologi (bahasa) artinya menjual, mengganti.37
Dari penjelasan di atas berarti jual beli dapat dipahami dengan tukar
menukar barang dengan barang, barang dengan uang, atau uang
dengan uang. Tetapi menurut istilah jual beli adalah suatu perjanjian
tukar menukar barang dengan nilai yang sama atau secara sukarela
antara kedua belah pihak, sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati.
Menurut pandangan ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan
Hambali, jual beli (Al-bay), ialah tukar menukar harta dengan
harta dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan, sedangkan
menurut pandangan Sayyid Sabiq bahwa jual beli ialah pertukaran
harta dengan harta atas dasar saling merelakan. Atau memindahkan
milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.38
Para ulama mujtahid sepakat bahwa jual beli dihalalkan, dan
yang diharamkan adalah riba. Semua imam sepakat bahwa jual beli
dianggap sah apabila orang yang bertransaksi adalah sudah baligh,
36Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, cet. Ke-2,2004), 51.
37 Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Penerjemah Abdul hayyie al-kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011) , Jilid 5, 25.
38
27
atas kemauan sendiri, berakal, berhak membelanjakan hartanya. Jual
beli tidak sah dikarenakan orang tersebut gila atau tidak berakal.39
4. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan suatu sarana membantu yang mana hal
tersebut adalah untuk memudahkan segala sesuatu kegiatan manusia
dalam bertransaksi. Adapun dasar hukum jual beli diterangkan oleh
Allah Swt. D i dalam nash al-qur’an sebagai berikut:
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 275:
َبِّرلا َمرَحَو َعْيَ بْلا ُّّا لَحَأَو
‚Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba‛.40
Dari beberapa ayat al-Qur’an di atas maka dapat dilihat bahwa
jual beli mempunyai landasan yang kuat. Sehingga para ulama sepakat
mengenai jual beli (dagang) sebagai perkara yang telah dipraktekan sejak
jaman nabi Muhammad SAW hingga sekarang.
5. Rukun dan syarat jual beli
a. Rukun jual beli ada tiga, yaitu:
1) akad (ijab kabul)
2) orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan
3) ma’kud alaih (objek akad).41
39 Syeikh al-allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dhimasyqi,
Fiqh Empat Mazhab,
(Bandung: Hasyimi Press, 2010), 214.
40
28
Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual
beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab
ijab kabul menunjukan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnyaijab
dan kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin,
misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab kabul dengan
surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan
berhubungan dengan hati, kerelaan dapat diketahui melalui
tanda-tanda lahirnya, tanda-tanda yang jelas menunjukan kerelaan adalah ijab
dan kabul.
b. Syarat-syarat sah ijab dan kabul
Syarat-syarat sah ijab kabul ialah sebagai berikut:
1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja
setelah penjual menyatakan ijab dan sebalinya.
2) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.
3) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam
benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual
hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak
beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut
akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah
41
29
melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang
kafir untuk meendahkan mukmin.
B. Pengertian Urf
Kata ‘urf secara etimologi yaitu, sesuatu yang di pandang baik dan
diterima oleh akal sehat. Kata ‘urf dalam pengertian terminologi sama
dengan istilah al-adah (kebiasaan), yaitu:
ِلْوُ بَقْلِب ُةَمْيِلَسلا ُعاَبطلا ُْتقَلَ تَو ِلْوُقُعْلا ِةَهِج ْنِم ِسْوُف لا ِِْ رَقَ تْسااَم
Artinya: sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan watak yang benar.
Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidah, istilah ‘urf berarti
sesuatu yang telah dikenali oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di
kalangan mereka baik berupa perkataan, perbuatan atau
pantangan-pantangan dan juga bisa disebut dengan adat. Menurut istilah ahli syara‟,
tidak ada perbedaan antara ‘urf dan adat (adat kebiasaan). Namun dalam
pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian ‘urf lebih umum dibanding
dengan pengertian adat karena adat disamping telah dikenal oleh
masyarakat, juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan
telah merupakan hukum tertulis, sehingga ada sangsi-sangsi terhadap
orang yang melanggarnya.42
Contohnya adat perbuatan, seperti kebiasaan umat manusia
berjual beli dengan tukar menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan
akad. Adat ucapan seperti kebiasaan manusia menyebut al-wald secara
42
30
mutlak berarti anak laki-laki, bukan anak perempuan dan kebiasaan
mereka, juga kebiasaan mereka untuk tidak mengucapkan kata daging
sebagai ikan. Adat terbentuk dari kebiasaan manusia menurut derajat
mereka, secara umum maupun tertentu. Berbeda dengan ijma‟, yang
terbentuk dari kesepakatan para mujtahid saja, tidak termasuk manusia
secara umum.43
1. Macam-Macam ‘Urf
Para Ulama Ushul fiqh membagi ‘Urf kepada tiga macam :
1) Dari segi objeknya ‘Urf dibagi kepada : al-‘Urf al-lafzhi (kebiasaan
yang menyangkut ungkapan) dan al-‘Urf al-amali (kebiasaan yang
berbentuk perbuatan).
a) Al-‘Urf al-Lafzhi
Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan
lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu,
sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas
dalam pikiran masyarakat. Misalnya ungkapan ‚daging‛ yang
berarti daging sapi; padahal kata-kata ‚daging‛ mencakup
seluruh daging yang ada. Apabila seseorang mendatangi penjual
daging, sedangkan penjual daging itu memiliki
bermacam-macam daging, lalu pembeli mengatakan ‚ saya beli daging 1 kg‛
pedagang itu langsung mengambil daging sapi, karena kebiasaan
43
31
masyarakat setempat telah mengkhususkan penggunaan kata
daging pada daging sapi.
b) Al-‘Urf al-‘Amali
Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan
perbuatan biasa atau mu’amalah keperdataan. Yang dimaksud
‚perbuatan biasa‛ adalah kebiasaan masyrakat dalam masalah
kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang
lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam
satu minggu kebiasaan masyarakat memakan makanan khusus
atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat
dalam memakai pakain tertentu dalam acara-acara khusus.
Adapun yang berkaitan dengan mu’amalah perdata adalah
kebiasaan masyrakat dalam melakukan akad/transaksi dengan
cara tertentu. Misalnya kebiasaan masyrakat dalam berjual beli
bahwa barang-barang yang dibeli itu diantarkan kerumah
pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat
dan besar, seperti lemari es dan peralatan rumah tangga lainnya,
tanpa dibebani biaya tambahan.44
2) Dari segi cakupannya, ‘Urf terbagi dua yaitu al-‘Urf al-‘Am
(kebiasaan yang bersifat umum) dan ‘Urf al-Khash (kebiasaan
yang bersifat khusus).
44
32
a) Al-‘Urf Al-‘Am
Ialah 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa
dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang
yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan
terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan
sebagainya. Pengertian memberi hadiah di sini
dikecualikan bagi orang-orang yang memang menjadi
tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk
pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,
seperti hubungan penguasa atau pejabat dan karyawan
pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas
kewajibannya dengan rakyat/masyarakat yang dilayani.
b) Al-‘Urf Al-Khash
Adalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan
masyrakat tertentu. Misalnya dikalangan para pedagang
apabila terdapat cacat tertentu pada barang yang dibeli
dapat dikembalikan dan untuk cacat lainnya dalam barang
itu, konsumen tidak dapat mengembalikan barang tersebut.
Atau juga kebiasaan mengenai penentuan masa garansi
33
3) Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’, ‘Urf terbagi
dua. Yaitu al’Urf al-Uhahih (kebiasaan yang dianggap sah)
dan al-‘Urf al- Fasid (kebiasaan yang dianggap rusak).
a) Al-‘Urf Al-Shahih
Adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat
atau hadis) tidak menghilangkan kemaslahtan mereka,
dan tidak pula membawa mudarat kepada mereka.
Misalnya, dalam masa pertunangan pihak laki-laki
memberikan hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini
tidak dianggap sebagai mas kawin.
b) Al-‘Urf Al-Fasid
Adalah kebiasaan yang bertentangan dengan
dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’.
Misalnya, kebiasaan yang berlaku dikalangan pedagang
dalam menghalalkan riba, seperti peminjaman uang antara
sesama pedagang. Uang yang dipinjam sebesar sepuluh
juta rupiah dalam tempo satu bulan, harus dibayar
sebanyak sebelas juta rupiah apabila jatuh tempo, dengan
perhitungan bunganya 10%. Dilihat dari segi keuntungan
yang di raih peminjam, penambahan utang sebesar 10%
tidaklah membertakan, karena keuntungan yang diraih dari
34
yang 10%. Akan tetapi praktik seperti ini bukanlah
kebiasaan yang bersifat tolong menolong dalam pandangan
syara’, karena pertukaran barang sejenis, menurut syara’
tidak boleh saling melebihkan. dan praktik seperti ini
adalah praktik peminjaman yang berlaku di zaman
jahiliyah, yang dikenal dengan sebutan Riba al-Nasi’ah
(riba yang muncul dari hutang piutang). Oleh sebab itu,
kebiasaan seperti ini, menurut Ulama Ushul Fiqh termasuk
dalam kategori al-‘Urf al-Fasid45
C. Pengertian Khiya>r
Khiya>r dalam bahasa arab adalah memilih atau pilihan.
Pembahasan Al-Khiya>r menurut ulama fikih dalam permasalahan yang
denyangkut transaksi ekonomi, sebagai hak untuk kedua belah pihak
untuk melakukan suatu transaksi (akad) ketika terjadi beberapa
permasalahan dalam akad tersebut.
Maka dalam transaksi (akad) juga diberlakukan hak khiya>r (hak
memilih) oleh syara’ bagi penjual dan pembeli untuk memastikan
akadnya agar terhindar dari kedhzaliman yang dapat merugikan salah satu
pihak yang beraada maupun kedua belah pihak.
Menurut istilah kalangan ulama fikih yaitu mencari yang baik dari dua urusan
baik berupa meneruskan akad atau membatalkannya. Secara termonologi, para
ulama fiqh telah mendefinisikan al-khiya>r, antara lain menurut Sayyid Sabiq
:
45
35
ُراي ا
وُ
ُبَلَط
ُرْ يَخ
ِنْيَرْمَأْلا
َنِم
ِءاَضْمِاا
ْوَأ
ِءاَغْلِاا
‚khiyar adalah menuntut yang terbaik dari dua perkara, berupa meneruskan (akad jual beli) atau membatalkannya.‛46
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Khiya>r
adalah untuk melanjutkan jual beli atau membatalkan jual beli, karena
terdapat kecacatan pada barang yang dijual atau terdapat perjanjian pada
saat waktu akad berlangsung. Tujuan adanya khiya>r adalah untuk
mewujudkan penyelesaian antara kedua belah pihak sehingga tidak
terjadi penyesalan pada saat akad jual beli sehingga sama sama rela.
Khiya>r itu dimaksudkan untuk menjamin adanya kebebasan
memilih antara pembeli dan penjual atau salah seorang yang
membutuhkan khiya>r. Akan tetapi sistem khiya>r ini adakalanya
menimbulkan penyesalan kepada salah seorang dari pembeli atau dari
penjual yaitu kalau pedagang mengharap barang daganganya laku, tentu
tidak senang kalau barang dagangannya dikembalikan lagi sesudah
dibeli, tentu tidak senang hatinya kalau uangnya dikembalikan lagi
sesudah akad jual beli. Maka oleh karena itu, untuk menetapkan
syahnya ada khiya>r harus ada ikrar dari kedua belah pihak atau salah
satu pihak yang diterima oleh pihak lainnya atau kedua pihaknya, kalau
kedua belah pihak menghendakinya.47
Untuk menghindari adanya penyesalan atas pelaksanaan jual beli
tersebut, kedua belah pihak dapat diberi hak khiyar. Hak khiya>r
36
ditetapkan syari’at Islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi
perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,
sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan
sebaik-baiknya. Status khiya>r, menurut ulama fiqh adalah disyariatkan
atau diperbolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam
mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan
transaksi.48
2. Dasar Hukum Khiya>r
Khiya>r hukumnya diperbolehkan bedasarkan Al-quran dan
sunnah Rasulullah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
An-Nisa ayat 29:
َي
اَه يَأ
َنيِذلا
اوَُمآ
َا
اوُلُكََْ
ْمُكَلاَوْمَأ
ْ يَ ب
ْمُكَ
ِلِطاَبْلِب
اِإ
ْنَأ
َنوُكَت
ةَراَِِ
ْنَع
ضاَرَ ت
ْمُكِْم
َاَو
اوُلُ تْقَ ت
ْمُكَسُفْ نَأ
نِإ
َّا
َناَك
ْمُكِب
ا ميِحَر
‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu‛.49
Dalam hadi>s Nabi Saw. beliau bersabda, dalam Sahi<h Bukha>ri>
kitab al-Buyu>’ No. 1970:
اََ ثدَح
َ تُ ق
ُةَبْ ي
اََ ثدَح
ُثْيللا
ْنَع
عِفََ
ْنَع
ِنْبا
َرَمُع
ْنَع
ِلوُسَر
ِّا
ىلَص
ا
ُّ
َملَسَوِهْيَلَع
ُنَأ
َلاَق
اَذِإ
َعَياَبَ ت
ِن ََُجرلا
لُكَف
دِحاَو
اَمُهْ ِم
ِراَيِْ ِب
اَم
َْل
اَقرَفَ تَ ي
ََاَآَو
ْوَأا عيََِ
ُِّيَُُ
اَُُُدَحَأ
48Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 129.
49
37
َرَخ ْْا
ْنِإَف
َر يَخ
اَُُُدَحَأ
َرَخ ْْا
اَعَ ياَبَ تَ ف
ىَلَع
ِكِلَذ
ْدَقَ ف
َبَجَو
ُعْيَ بْلا
ْنِإَو
اَقرَفَ ت
َدْعَ ب
ْنَأ
اَعَ ياَبَ ت
َْلَو
ْكُرْ تَ ي
دِحاَو
اَمُهْ ِم
َعْيَ بْلا
ْدَقَ ف
َبَجَو
ُعْيَ بْلا
‚Perkataan Qutaibah perkataan Lais|u dari Nafi’ dari Ibnu‘Umar r.a dari Rasu>lullah Saw, beliau bersabda: ‚Apabila
dua orang jual beli maka masing-masing dari kedua belah pihak ada hak pilih selama mereka berdua belum berpisah dan mereka berdua masih ada semua, atau salah satu dari keduanya menyuruh memilih pihak lain; apabila satu dari keduanya sudah menyuruh pilih yang lain lalu mereka berdua berjual beli atas dasar itu, maka terjadilah jual beli itu dan jika keduanya sudah berpisah setelah keduanya berjual beli itu dan salah satu dari keduanya tidak meninggalkan penjualan itu, maka sudah terjadilah jual beli itu. (HR. Bukha>ri>).50
Dari hadi>s diatas tersebut jelas adanya khiya>r dalam jual beli
dibolehkan, dikarenakan apabila terjadi ketidakpuasan atau barang
yang cacat (ai>b) bisa merugikan pembeli. Maka khiya>r boleh
dilakukan oleh pembeli.
2. Syarat Khiya>r
Untuk menjadikan khiya>r berlaku telah diberikan beberapa
syarat sebagai berikut:
a. Khiya>r berlaku pada saat transaksi jual beli, hal ini dikarenakan
ada beberapa transaksi yang tidak termasuk kategori jual beli :
sewa, hibah.
b. Adanya kerelaan dikedua belah pihak antara penjual dan pembelin
untuk menentukan suatu akad jual beli.
c. Terjadinya transaksi dalam suatu tempat.
50Bukha>ri>, al-, Abi Abdullah Muhammad Bin Ismail, S{ah{i>h{ Bukha>ri>, 120
38
d. Objek akad bisa ditentukan fisiknya dengan penentuan.51
3. Batalnya Khiya>r
Batalnya khiyar adanya kemudaratan terdapat beberapa
kejadian, sebagai bertikut:
a. Habis waktu
Khiya>r menjadi gugur setelah habis waktu yang telah
ditetapkan walaupun tidak ada pebatalan dari khiya>r.
b. Adanya hal-hal yang semakna dengan mati.
Khiya>r gugur dengan adanya perkara semakna dengan
mati seperti gila, mabuk, tidur. Akadnya akan menjadi lazim.
c. Adanya cacat pada barang.
Jika khiya>r berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan
sendirinya khiyar akan gugur dan jual beli akan batal. Dan jika
khiya>r berasal dari pembeli dan adanya cacat dari, khiya>r gugur,
jual beli tidak gugur, tetapi barang berada tangung jawab pada
pembeli.
d. Barang rusak ketika khiya>r
Rusaknya barang dalam kurun waktu khiya>r terdapat
beberapa masalah, rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli
atau masih dipegang penjual.
4. Macam-macam khiya>r
Salah satu prinsip dalam jual beli menurut syari’at Islam
51
39
adalah adanya hak kedua belah pihak yang melakukan transaksi
untuk meneruskan atau membatalkan transaksi, yang disebut juga
dengan hak khiya>r. Dengan adanya khiya>r maka untuk menyelesakan
permasalahan dalam transaksi untuk memelihara kerukunan,
hubungan baik serta menjalin cinta kasih di antara sesama manusia.
macam khiyar yang perlu untuk diketahui. Adapun macam khiyar
tersebut antar lain:
a. Khiya>r Majlis
Khiya>r majlis yaitu hak pilih bagi kedua belah pihak yang
berakad untuk membatalkan akad selama keduanya masih berada
dalam majlis akad dan belum berpisah badan. dari sejak mulai
berakad sampai sempurna, berlaku dan wajibnya akad. Dengan
begitu majlis akad merupakan tempat berkumpul dan keduanya
masih berada dalam suatu tempat (majelis) khiya>r majelis boleh
dilakukan dalam jual beli.52
Perpisahan tersebut diukur sesuai dengan kondisinya. Di
dalam kios atau took yang kecil, make ukuran berpisah itu adalah
dengan keluarnya salah seseorang dari mereka. Di dalam toko
yang besar ukuran berpisah itu adalah dengan berpindahnya salah
seorang dari merkadari tempat duduknya ketempat yang lain,
sekitar dua atau tiga langkah. Apabila keduanya berdiri
bersama-sama make belum dianggap berpisah dan dengan demikian
52
40
kesempatan khiya>r masih ada.
Kata perpishan disini (tafarruq) terjadi bila kedua belah
pihak memalingkan badan atau berbeda tempat duduk untuk
meninggalkan tempat transaksi, jaraknya kira-kira jika seseorang
menyapa orang lain dalam kondisi normal, suaranya tidak
terdengar.
Hal ini berdasarkan hadis riwayat Nafi’, bahwa bila ibnu
umar membeli sesuatu, dia berjalan beberapa hasta untuk
mengambil keputusan jual beli, kemudian beliau kembali.
Perpisahan dalam aturan syari’at bersifat mutlak sehingga ia
perludibatasi dengan batasan ‚perpisahan‛ yang telah dimaklumi
bersama, yaitu dengan memalingkan badan atau berpisah secara
fisik.
Sementara itu menentukan pilihan (takkhayyur)
praktiknya seperti ucapan salah satupihak kepada pihak lain.
‚pilih meneruskan atau membatalkan akad?‛ lalu pihak lain
berkata ‚aku pilih meneruskan‛ atau ‚Aku membatalkan akad‛
dengan begitu kesemnpatan khiya>r pun habis.53
Khiya>r majlis menuntut mereka terjadi dalam setiap akad
dengan ketentuan lima syarat yaitu:
a. Akad mengandung unsur timbal balik dari kedua belah pihak
seperti bai’. Akad yang tidak unsure tersebut tidsk adanya
53 Wahbah Zuhaily, Fiqh imam Syafi’i, Terjemahan. Muhammad Afifi, Abdul Hafidz, ( Jakarta:
41
khiya>r seperti hibah atau pemberisn orangtua kepada
anaknya.
b. Tidak ada yang membatalkan akad yang disebabkan rusaknya
barang, seperti menjual barang yang bukan miliknya sendiri.
c. Akad terjadi pada barang yang tetap di antara kedua belah
pihakatau manfaat sebuah barang yang disebut akad bai’.
Semisal uang pembayaran dan barang dijual dilakukan oleh
penjual dan pembeli, sedangkan terjadi pemanfaatan sebuah
barang contoh meletakkan kayu pada penyangga dinding di
tanah orang lain.
d. Di dalam akad tidak ada bentuk kepemilikan secara paksa,
kecuali akad syuf’ah ( hak kepemilikan secara paksa) karena
dalam akad ini bentuk kepemilikan barang terjadi terpaksa.
e. Akad terjadi karena unsure keringanan dari syara’, seperti
akad hawalah (pemindahan utang) dan qismah (pembagian
harta yang dimiliki secara bersama-sama)54
Dengan ketentuasn di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa akad yang mengandung khiya>r majlis. Misalnya , akad jual
beli, akad pesan, akad pemberian imbalan dan akad yang
mengandung unsur penukaran harta.
b. Khiya>r Syarat
54
42
Yang dimaksud dengan khiya>r syarat} yaitu hak pilih yang
ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau bagi orang
lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih
dalam tenggang waktu yang ditentukan.55 Dari definisi tersebut
dapat dipahami bahwa khiya>r syara>t adalah suatu bentuk khiya>r
dimana para pihak yang melakukan akad jual beli memberikan
persyaratan bahwa dalam waktu tertentu mereka berdua atau salah
satunya boleh memilih antara meneruskan jual beli atau
membatalkannya. Sedangkan khiya>r syarat} menentukan, bahwa
baik barang maupun nilai atau harga barang baru dapat dikuasai
secara hukum, setelah tenggang waktu khiya>r yang disepakati itu
selesai.56
Dalam praktiknya, khiya>r syarat sah walaupun dari orang
lain. Misalnya pembeli mengatakan ‚Saya beli barang ini darimu
dengan syarat khiyar yang saya pasrahkan kepada orang lain‛
dalam hal ini terdapat beberapa perincian madzhab fiqh berikut
ini.
Menurut madzhab Syafi’i disebutkan bahwa khiya>r syarat
bisa terjadi melalui penjual dan pembeli atau salah satunya atau
orang lain. Misalnya saya jual barang ini dengan syarat khiya>r
melaui orang tua saya, orang lain yang dibebani syarat harus jelas
55
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta, Kencana, 2006), 80.
43
dan diketahui oleh kedua belah pihak.57 Orang yang memiliki hak
khiyar membatalkan akad, baik penjual dan pembeli maupun orang
lain. Khiya>r yang dipasrahlan kepada orang lain make orang lain
menjadikan hak keduanya hilang, kecuali jika orang lain itu
meninggal dunia pada masa khiya>r.
Menurut madzhab Maliki, khiya>r syarat dapat terjadi
melalui penjual dan pembeli atau orang lain, atau salah satunya.
Orang lain yang dipasrahkan khiya>r kepadany mempunyai hak
untuk memutuskan meneruskan akad atau membatalkan akadnya.
Keridhaan orang lain sama halnya khiya>r syarat melalui orang lain.
Misalkan penjual berkata, saya jual ini kepadamu dengan syarat
ridha dari seseorang. Jadi, sahnya akad tergantung terhadap
keridhaan orang tersebut, tetapi jika khiya>r. syarat dikaitkan
dengan kesepakatan beberapa orang make hak khiya>r tetap berada
pada orang yang melakukan akad.
Menurut ulama hanafiyah, khiya>r syarat dapat terjadi pada
orang yang diwakilkan. Seseorang yang menuyuruh wakilnya
untuk melakukan jual beli tanpa menyuruh wakilnya untuk
melakukan khiya>r syarat, ia menetapkan khiya>r syarat untuk orang
yang mewakilinya untuk diri sendiri atau orang lain make khiya>r
tersebut sah, tetapi jika hanya disuruh untuk melakukan khiya>r
44
utnuk menyuruhnya namun ia mensyaratkan untuk dirinya sendiri,
khiya>r syrata tidak sah.
Dari uraian di atas dapat diambil intisari bahwa akad yang
dimasuki khiya>r syarat bisa terjadi melalui penjual, pembeli atau
salah satunya, atau orang lain. Sah bagi salah satu penjual atau
pembeli khiya>r untuk dirinya atau orang lain dengan dengan tidak
mengeluarkan dirinya sendiri. Jika mengeluarkan diri sendiri make
khiya>r tersebut tidak sah.58
c. Khiya>r ‘Aib
Khiya>r aib adalah suatu bentuk khiya>r yang ada cacatnya
pada barang dan pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya, karena telah mengurangi kualitas barang itu atau
mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang seperti itu baik
dan sewaktu akad barang itu ada cacatnya, tetapi pembeli tidak
tahu atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.
Arti Khiya>r ’aib menurut ulama fiqih adalah:
ْنَا
َنْوُكَي
ِدَحَِِ
ِنْيَدِقاَعلا
قَ ا
ِف
ِخْسَف
ِدْقَعلا
ْوَا
ِِءاَضْمِا
اَذِا
َد ِجُو
بْيَع
ِف
ِدَحَا
ِْيَلْدَبلا
َْلَو
ْنُكَي
ِحاَص
ُُب
ِِبا مِلاَع
َتْقَو
ِدْقَعلا
‚Keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad
memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (cacat) dari salah satu yang dijadikan
58
45
alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu
akad‛59.
Kecacatan suatu barang dapat terjadi karena disebabkan oleh
dua hal, yaitu sebagai berikut.
1) Kecacatan yang disengaja dilakukan penjual. Misalnya, susu
dicampur denagn air; dan minyak samin dicamour dengan
minyak zaitun.
2) Kecacatan barang yang terjadi dengan sendirinya. Jenis
kecacatan ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama cacat bagian
luar, seperti hewan pincang atau tidak mampu mengangkut
muatan berat. Kedua, cacat bagian dalam seperti buah semangka
yang busuk bagian dalamnya.
Syarat barang disebut cacat yang diperbolehkan khiya>r
adalah yang dapat mengurangi nilai jual pada umumnya atau
mengurangi nilai barang itu sendiri. Ukuran ini dapat diketahui
dengan kesepakatan yang telah diputuskan oleh para ahli dagang
yang sudah profesional. Jika mereka menetapkan bahwa kekurangan
tersebut termasuk cacat, maka dalam hal ini diperbolehkan adanya
khiya>r Tapi, jika mereka tidak menganggap kekurangan tersebut
suatu cacat yang dapat mengurangi nilai jual atau nilai barang, maka
khiya>r tidak berlaku.
Jika si pembeli baru mengetahui cacat setelah akad, maka ia
boleh memilih antara meneruskan akad yaitu dengan mengambil
46
ganti sisa kadar nilai cacat barangnya (dengan membandingkan
harga barang yang utuh tanpa cacat dengan barang yang cacat) atau
ia punya pilihan untuk membatakan jual beli tersebut dengan
men