• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN AKAD KHIYAR TERHADAP JUAL BELI SAPI DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN AKAD KHIYAR TERHADAP JUAL BELI SAPI DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN AKAD KHIY<AR TERHADAP JUAL-BELI SAPI

DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA

Skripsi

Oleh :

M.Ardyansyah Kharisma Yudha C02212024

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul “Tinjauan Akad khiy<ar Terhadap jual-beli sapi Di Pasar Pegirian Surabaya”. Skripsi ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, bagaimana penerapan jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya dan bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif induktif. Maksudnya pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang telah diperoleh dari lapangan tentang penerapan jual beli sapi, kemudian dianalisis dengan Hukum Islam yakni khiy<ar terhadap praktik jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya.

Dari hasil penelitian, diperoleh informasi mengenai praktik jual beli sapi, yakni praktik jual beli sapi yang di dalamnya terdapat hak khiy<ar yang tertuang dalam akad yaitu apabila dalam objek akad terdapat cacat, tetapi dalam praktiknya terdapat dua cacat yaitu cacat dalam dan cacat luar dimana penjual tidak menerima komplain mengenai cacat dalam. Dengan adanya praktik tersebut penulis menyimpulkan bahwa jual beli sapi di pasar Pegirian Surabaya secara fikih yakni sah karena tidak menggugurkan keabsahan jual beli. Namun secara fikih moral jual beli tersebut menjadi tercela. Karena salah satu dari keduanya mengalami kerugian yang besar. Sedangkan Islam mengajarkan untuk berdagang dan berniaga dengan cara yang baik, supaya hasil yang diperoleh darinya tidak batil yakni dengan cara suka sama suka diantara individu yang bertransaksi.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II KONSEP JUAL-BELI DALAM KHIY<AR A. Akad Jual Beli Menurut Islam} ... 18

1. Pengertian Akad ... 18

2. Sarat Dan Rukun Akad ... 20

3. Pengertian Jual Beli} ... 26

4. Dasar Hukum Jual Beli} ... 27

5. Rukun Dan Sarat Jual Beli ... 28

B. Pengertian ‘Urf... 29

1. Macam-Macam ‘Urf ... 30

C. Pengertian Khiya>r ... 34

1. Dasar Hukum Khiya>r ... 36

2. Syarat Khiya>r ... 37

3. Batalnya Khiya>r ... 38

(8)

D. Kedudukan Khiya>r dalam Jual Beli ... 49

BAB III JUAL BELI SAPI SECARA KHIY<AR DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA A. Gambaran Umum Pasar Pegirian Surabaya ... 51

1. Sejarah Pasar Pegirian Surabaya ... 51

2. Keadaan Pasar Pegirian Surabaya ... 52

3. Letak Geografis ... 53

B. Mekanisme Jual Beli Khiyar Daging Di Pasar Pegirian Surabaya ... 56

1. Tata Cara Akad ... 56

2. Mekanisme Hak Khiya>r Dengan Kondisi Sapi Yang Cacat Fisik Luar ... 59

3. Mekanisme Hak Khiya>r Dengan Kondisi Sapi Yang Cacat Fisik Dalam ... 60

BAB IV ANALISIS AKAD KHIYA>R TERHADAP JUAL BELI SAPI DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA A. Analisis Praktik Khiya>r Dalam Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya ... 63

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Hak Khiya>r Pembeli Dakam Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpuan ... 72

B. Saran ... 73

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

TINJAUAN AKAD KHIY<AR TERHADAP JUAL-BELI SAPI

DI PASAR PEGIRIAN SURABAYA

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah suatu agama bagi umat manusia, yang mengatur hidup di

dunia maupun di akhirat. Kedua cara hidup tersebut mempunyai hubungan

yang sang erat sekali. Karena kedua hidup tersebut tidak dapat dipisahkan.

Diperlukan adanya keseimbangan untuk hidup di dunia dan hidup di akhirat.

Islam menuntut setiap manusia untuk bekerja keras untuk mencapai

kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sejak pertama kali Islam berada ditengah-tengah umat manusia,Islam

telah mengatur dan mengajarkan hukum-hukum yang berhubungan dengan

interaksisosial antar sesama manusia (mu’amalah).

Islam agama yang sempurna telah meletakkan kaidah-kaidah dasar

dan aturan dalam semua isi kehidupan manusia, baik dalam ibadah maupun

mumalah. Muamalah berbeda dengan ibadah dalam ibadah adalah sebuah

perintah. Oleh karena itu, semua perbuatan harus sesuai dengan tuntutan

Rasulullah, ibadah dalam Islam adalah pelaksanaan segala macam perbuatan

(10)

2

Allah serta sebagai ujian kebenaran dan kekuatan imannya dalam kehidupan

sehari-hari.1

Manusia sebagai mahluk sosial, oleh sebab itu manusia tidak bisa

hidup sendiri, melainkan untuk selalu hidup berdampingan. Supaya mereka

tolong menolong. Baik dengan cara mereka jual beli, tukar menukar atau

sewa menyewa. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-bainya.

Karena dengan teraturnya bermuamalat yang benar maka tidak akan ada

manusia yang tidak jujur dalam urusan jual beli.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat

275:

...

اَبِرلا َمرَحَو َعْيَ بْلا ُهّللا لَحَأَو

……

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.2

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwasanya Allah telah membuat

tata cara untuk berjual beli dengan baik dan benar. Dan kita tidak boleh

berbuat curang dalam berdagang. Sehingga pembeli mengalami kerugian dan

tidak akan kembali lagi. Allah mengizinkan cara untuk memperbesar

usahanya melalui dengan cara berdagang yang baik dan jujur. Namun tidak

melanggar ketentuan hukum Islam.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29:

1

M. Noor Matdawam, Pengantar Ibadah Praktis, (Yogyakarta : Kota Kembangn 1980), 5 2

(11)

3

ضاَرَ ت ْنَع ًةَراَجِت َنوُكَت ْنَأ َِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت ََ اوُنَمآ َنيِذلا اَه يَأ اَي

ْمُكْنِم

ۚ

ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َََو

ۚ

اًميِحَر ْمُكِب َناَك َهللا نِإ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah MahaPenyayangkepadamu”3.

Tidak semua umat muslim mengabaikan urusan dalam jual beli,

bahwasanya jual beli merupakan bagian penting dari muamalah yang akan

berkembang sesuai dengan zaman. hukum Islam juga mengaturnya dengan

perkembangan zaman jual beli sekarang. Karena hukum Islam sifatnya

fleksibel dan adil bagi kemaslahatan umat manusia.

Jual beli merupakan salah satu bagian muamalah yang dihalalkan

(dibolehkan) oleh Allah SWT, dan keberadaanya tidak dapat dipungkiri oleh

masyarakat. Termasuk kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan oleh

masyarakat sekitar, dan kegiatan jual beli inilah bertemunya antara pedagang

dan pembeli.

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-ba>’i yakni menukar sesuatu dengan sesuatu. Menurut istilah yang dimaksud dengan jual

beli salah satunya adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan

uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas

dasar saling merelakan.

3

(12)

4

Pada dasarnya untuk mencapai keabsahan jual beli, maka harus di

penuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun jual beli diantaranya adalah

adanya penjual dan pembeli, adanya barang yang diperjualbelikan, dan

adanya sighat berupa ijab dan qabul.4Sedangkan syarat jual beli diantaranya

adalah adanya keridhaan antara penjual dan pembeli, barang yang

diperjualbelikan berharga, suci, dan bisa diambil manfaatnya, dan pelaku jual

beli telah dewasa, berakal, baligh, dan merdeka.5

Di samping itu hukum Islam memberikan solusi sebagai pelengkap

daripada rukun dan syarat jual beli yang telah terpenuhi, yakni berupa

khiy>ar. Khiy>ar adalah hak pilih diantara pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan jual beli. Perlu diketahui bahwa hukum asaljual beli adalah

mengikat, karena tujuan jual beli adalah memindahkan kepemilikan. Hanya

saja syariat menetapkan hak khiy>ar dalam jual beli sebagai bentuk kasih sayang terhadap kedua pelaku akad.6

Di daerah pasar pegirian Surabaya, masyarakat disana mayoritas

adalah pedagang sapi. Dimana sapi tersebut oleh masyarakat ddijadikan lahan

investasi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Hampir setiap

hari di pasar pegirian Surabaya terjadi transaksi jual beli sapi.

Salah satu jual beli yang terjadi di masyarakat, yaitu jual beli binatang

sapi di pasar pegirianSurabaya. Jual beli binatang sapi di pasar pegirian

Surabaya adalah jual beli sapi yang kondisi fisiknya sempurna akan tetapi

4

Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Penerjemah Abdul Hayyie al-kattani, dkk, (Jakartas: Gema Insani, 2011), Jilid 5, 28.

5

Ibid., 34.

6

(13)

5

terdapat kecacatan. Seperti cacat mata, cacat kaki dan lain-lain. Dalam akad

ini, penjual yaitu bapak sodikinmemberikan garansi sapi selama 2 bulan kepada bapak masrochim selaku pembeli sapi, jika ditemukannya kecacatan

maka sapi yang dibeli boleh dikembalikan, dengan syarat kurun waktu 2

bulan tersebut7.

Pada saat pelaksanaan jual beli sapi berlangsung, penjual maupun

pembeli melakukan jual belinya dengan ijab dan qabul secara jelas. Dimulai

dari pembeli memilih sapi yang akan dibeli dengan menunjuk sapi yang

dipilih tersebut. Kemudian penjual mengambilkan sapi tersebut dan mereka

bersepakat untuk melaksanakan jual beli.Dalam hal ini penjual dan pembeli

memilihkhiy>ar dengan pilihan mereka. Keduanya melakukan ijab dan qabul dengan jelas secara lisan berdasarkan jual beli, pembeli tidak meminta secara

langsung kepada penjual untuk meminta garansi8sapi jika terdapat cacat. Akan tetapi ketika sapi yang dibeli dan dipelihara oleh pembeli selama

15 hari, pembeli menyadari bahwa terdapat cacat dalam tubuh sapi tersebut.

Maka sapi tersebut oleh pembeli dikembalikan kepada penjual dengan

menunjukkan kecacatan pada sapi tersebut. Dalam hal ini seharusnya sapi

yang dibeli bisa dikembalikan kepada sipenjual, karena masih terdapat jangka

waktu jangka garansi dari sipenjual.

Namun, ketikapembeli ingin mengembalikan sapi tersebut, terdapat

penolakan dari pihakpenjual, Dengan alasan bahwa sapi tersebuat tidak cacat

7

(14)

6

pada saat waktu pembelian, tetapi sapi tersebut cacat saat dirawat oleh

sipembeli.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti terkait

jual beli sapi cacat tersebut ditinjau dari akad khiy>ar, dengan judul “Tinjauan Akad Khiy>ar Terhadap Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan

kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan

melakukan identifikasi sebanyak-banyaknya kemudian yang dapat diduga

sebagai masalah9. Berdasarkan latar belakang di atas, makan akan muncul

beberapa masalah diantaranya :

1. Tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian surabaya 2. Praktek khiy>ardalam jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.

3. Hak khiya>r pembeli dalam jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya. 4. Analisis hukum Islam terhadap khiy>ar ai>b dalam jual beli sapi di

pasar pegirian Surabaya.

Agar pokok permasalahan di atas lebih terarah mengenai tinjauan

akad khiy>ar terhadap jual beli sapi maka penulis memberikan batasan masalah yang akan di bahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya

9Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,

(15)

7

2. Bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya

C. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan pada penelitian ini agar lebih focus dan

operasional, maka dapat diruuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya ?

2. Bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya ?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang sedang akan dilakukan ini bukan merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.10Bahwa

peneliti menemukan penelitian dari angkatan sebelumnya yang berjudul:

1. Skripsi yang ditulis oleh Wijayanti 2008 ‚Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Hak Khiyar Pada Jual Beli Ponsel Bersegel di Counter Master.

Skripsi ini membahas tentang mekanisme khiyar dan analisis hukum

Islam pada jual beli ponsel bersegel. Hasil penelitian menyebutkan

bahwa hak khiyar pada jual beli ponsel bersegel di Counter Master Cell

jika diketahui oleh pembeli ditempat akad, maka pembeli dapat

membatalkan atau melangsungkan jual belinya. Jika kerusakan ponsel

10

(16)

8

diketahui ponsel adanya cacat atau kerusakan pada ponsel bersegel pada

hari ke 5 atau ke 7 setelah akad, maka penjual tidak bertanggung jawab

dan menyarankan untuk menggunakan hak garansi. Pelaksanaan khiyar

majelis pada Counter sudah terlaksana, sedangkan dalam pelaksanaan

khiyar syarat} penjual melakukan wanprestasi. Dalam pelaksanaan

khiyar „aib pembeli disarankan menggunakan hak garansi. Sedangkan

pelaksanaan khiyar ru’yah pembeli dapat membatalkan jual belinya jika

diketahui adanya cacat saat akad berlangsung.11

2. Skripsi yang ditulis oleh Icha Septy Librayany “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Sapi Antara

Supplier dan Pedagang Pengecerdi Pasar Ploso Jombang”. Dalam Skripsi ini

menyatakan bahwa telah terjadi perubahan harga secar sepihak dalam jual beli

daging sapi antara supplier dan pedagang pengecer di Pasar Ploso Jombang. Di

mana supplier sudah menetapkan harga daging sapi kepada pengecer tetapi

pedagang pengecer merubah harga daging sapi lebih rendah dari yang

ditetapkan oleh supplier pada saat penjualan kepada konsumen. Akan tetapi

pedagang pengecer menyerahkan kepada supplier dengan harga penjualan

konsumen. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa perubahan harga secara

sepihak yang dilakukan oleh pedagang pengecer itu tidak sesuai aturan.

Menurut fuqaha memaksa adalah batal demi hukum, sedangkan menurut

hanafiyah akad yang disertai unsur paksaan tersebut berakhir, jika pihak yang

dipaksa rela,maka akadnya sah dan jika tidak rela maka akadnya batal. Skripsi

11

Wijayanti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Khiyar Pada Jual Beli Ponsel Bersegel di

(17)

9

ini disusun oleh Icha Septy Librayany (Jurusan Muamalah, Fakultas

SyariahIAIN Sunan Ampel Surabaya,2013).

3. Skripsi dengan judul, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Pakaian

Bekas dalam Karung”, Skripsi ini membahas tentang hukum jual beli

dalam karung, yang mana dalam tinjauan hukum Islam dianggap boleh

karena jual beli tersebut tidak mengandung unsur ghara>r (penipuan).

Adanya unsur kerelaan diantara penjual dan pembeli yang direalisasikan

dalam bentuk menerima dan memberi serta tidak menimbulkan

pertentangan meskipun secara kasat mata jual beli tersebut ada syarat

yang tidak terpenuhi sebelum akad (ghara>r). Persoalan ini sudah

dimaklumi oleh keduanya karena jika terjadi ketidaksesuaian dengan

permintaan maka barang tersebut boleh dikembalikan. Dalam pernyataan

abstraknya, Mashud mengatakan jual beli seperti ini sah bahkan lebih

tepatnya dapat disamakan dengan jual beli jizaf, yaitu jual beli dengan

tanpa takaran atau timbangan danhitungan namun melalui unsur dugaan

dan batasan setelah menyaksikan atau melihat barang tersebut.12

Dengan adanya kajian pustaka di atas hal ini jelas sangat berbeda

dengan penelitian yang penulis lakukan dengan judul “Tinjauan Akad Khiyar Terhadap Jual Beli Sapi di Pasar Pegirian Surabaya”.

E. Tujuan Penelitian

12Mashud, “

(18)

10

Sehubungan dengan apayang menjadi permasalahan dalam penelitian

ini, maka ada dua tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.

2. Untuk mengetahui Bagaimana tinjauan akad khiy>ar terhadap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan, baik secara teoritis

maupun secara praktis. Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan ini

dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam, khususnya di bidang

muamalah dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang

akan melakukan penelitian lanjutan, juga merupakan bahan hipotesis bagi

peneliti selanjutnya.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan bahan

pertimbangan untuk kegiatan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai

Islam bagi subjek penelitian, serta mengetahui dan menetapkan status

hukum jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.

(19)

11

Dalam definisi operasional ini dipaparkan istilah-istilah yang

digunakan. Untuk mempermudah persepsi tentang istilah-istilah dalam judul

skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan terlebih dahulu yaitu adalah:

Khiy>ar : Mencari yang terbaik di antara dua pilihan, yaitu meneruskan atau membatalkan jual beli

sapi di pasar pegirian Surabaya.

Jual beli sapi : Penjual sapi di pasar pegirian, menjual sapinya

kepada pembeli. Penjual memberikan jaminan

selama 2 bulan apabila terdapat kecacatan pada

sapi tersebut, dalam jangka 2 bulan sapi cacat

bisa dikembalikan. Akan tetapi selama 14 hari

ditemukan kecacatan pada sapi tersebut.

Penjual menolak sapi tersebut dikembalikan,

dengan alasan bahwasanya sapi yang dijual

sehat.

H. Metode Penelitian

1. Data yang dikumpulkan

Studi inimerupakan penelitian lapangan (field research)yakni datayang diperolehlangsung dari masyarakatmelaluiprosespengamatan

(20)

12

rumusanmasalah yangtelahdisebutkan, makadatayangdikumpulkan

dalampenelitianiniterdiriatas:

a. Data tentang jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya.

b. DatatentangketentuanhukumIslamyang menjelaskan tentang tinjauan

akad khiy>ar teradap jual beli sapi di pasar pegirian Surabaya. 2. Sumber data meliputi:

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data.13 Yaitu data yang diperoleh dengan

melakukan wawancara langsung dengan penjual sapidi pasar pegirian

kota Surabaya dan pembeli sapi yang pernah membeli sapi di tempat

tersebut sejumlah 3 orang.

a. Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat

dokumen.14 Data ini bersumber dari buku-buku dan catatan-catatan

atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan penelitian,

antara lain:

1) Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat.

2) Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah.

3) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah.

4) Syafe’i Rachmat, Fiqh Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS

dan untuk umum.

3. Teknik Pengumpulan Data

13

. Ibid. 137.

14

(21)

13

Untuk mendapatkan data yang benar dan akurat ditempat

penelitian, penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan

pengamatan secara langsung untuk memperoleh data melalui hasil

kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya.

Yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data

penelitian melalui pengamatan dan pengideraan.15 Dalam hal ini saya

datang dan menyaksikan langsung transaksi jual beli sapi, mulai dari

proses pengambilan sapi, yaitu sampai sapi yang sehat dengan

pengembalian sapi yang cacat, sampai dengan tidak mau di

kembalikan sapi yang cacat dikarenakan sapi yang dijual sebelum

dibeli oleh pembeli bahwasanya sehat yang dilakukan oleh penjual

sapi tersebut.

b. Interview(Wawancara)

Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan

data yang dilakukan pewawancara (peneliti atau yang diberi tugas

melakukan pengumpulan data), dalam mengumpulkan data

15

(22)

14

mengajukan suatu pertanyaan kepada yang diwawancarai.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

respondennya sedikit atau kecil. 16 Adapun wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan bertanya langsung kepada pihak yang

melakukan transaksi jual beli sapi yaitu penjual sapidi pasar pegirian

Surabaya dan pihak yang membeli sapi di tempat tersebut sejumlah 3

orang

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui

dokumen.17 Pengumpulan data dengan cara ini dilakukan dengan

mengambil data dari dokumen yang biasa berupa tulisan, gambar

atau karya-karya monumental seseorang.

4. Teknik pengolahan data

Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data antara lain:

a. Editing adalah memeriksa kelengkapan, dan kesesuaian data. Teknik ini ini digunakan untuk meneliti kembali data-data yang telah

diperoleh.

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2014),188

17

(23)

15

b. Organizing adalah menyusun data yang telah diperoleh untuk dijadikan karangan paparan yang telah direncanakan sebelumnya

untuk memperoleh bukti-bukti secara jelas tentang jual beli sapi

cacat di pasar pegiriankota Surabaya.

5. Teknik analisis data

Dalam penelitian terhadap perpanjangan jual beli sapi cacat di kota

Surabaya, teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Analisis deskriptif

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis

melalui metode deskriptif analisis yaitu dengan cara menuturkan dan

menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari

metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai

obyek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki.18 Metode ini digunakan untuk mengetahui secara jelas

praktik jual beli sapi cacat di pasar pegirian kota Surabaya.

b. Pola pikir induktif

Selanjutnya data dianalisis dengan pola pikir induktif yang

berarti pola pikir yang berpijak pada fakta yang bersifat khusus

kemudian diteliti dan akhirnya dikemukakan pemecahan persoalan

18

(24)

16

yang bersifat umum.19 Teori ini berpijak pada teori-teori khiy>ar dan hukum perdata kemudian dikaitkan pada fakta di lapangan tentang

jual beli sapi di pasar Pegirian kota Surabaya.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini,

penulis membagi menjadi lima bab. Dibawah ini akan diuraikan sistematika

pembahasan dalam skripsi ini.

Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab dua membahas tentanglandasan teori yang mendukung dalam

penelitian yang meliputi pengertian jual beli, syarat, dan rukun-rukunnya,

pembahasan mengenai khiy>ar, syarat dan rukun-rukunnya, dan penjelasan mengenai hal-hal yang dapat membatalkan suatu akad dalam hukum Islam.

Bab tiga membahas tentang gambaran umum mengenai lokasi

penelitian yang disertai dengan data wawancara antara lain meliputi sejarah

berdirinya usaha tersebut, prospek kemajuan usaha tersebut, hasil wawancara

dengan pemilik usaha tersebut, dan data pendukung wawancara tersebut

seperti bukti transaksi jual beli sapi tersebut.

19

(25)

17

Bab empat tinjauan hukum Islam yang membahas tentang hasil dan

pembahasan yang akan mengemukakan tentang bagaimana praktik jual beli

sapi cacat di pasar pegirian kota Surabaya dan bagaimana tinjauan hukum

Islam terhadap jual beli sapi cacat di pasar Pegirian kota Surabaya.

Bab lima penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan

selanjutnya memberikan saran yang ditujukan untuk perbaikan perbaikan

(26)

BAB II

KONSEP KHIY<AR DALAM JUAL-BELI

A. Akad Jual Beli Menurut Hukum Islam

1. Pengertian akad

Kata akad berasal dari kata bahasa Arab ادقع yang berarti,

membangun دقع atau mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran,

menyatukan.20 Bisa juga berarti kontrak (perjanjian yang tercacat).21

Sedangkan menurut Al Sayyid Sabiq akad berarti ikatan atau

kesepakatan.22

Secara etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara, baik

ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi

maupun dari dua segi.23

Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat dari dua

segi, yaitu secara umum dan secara khusus. Akad secara umum adalah

segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan

keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu

yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang, seperti

jual-beli, perwakilan dan gadai. Pengertian akad secara umum di atas

adalah sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut

20Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-‘Alam

, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), 518.

21

A. Warson Al Munawi, Kamus Arab Indonesia al-Munawir, (Yogayakarta: Ponpes Al Munawir, 1984), 1023.

22

Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, jilid 3, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983), 127.

23

(27)

19

pendapat ulama Syafi’iyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah.24 Pengertian

akad secara khusus adalah pengaitan ucapan salah seorang yang

berakad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak

dan berdampak pada objeknya. Pengertian akad secara khusus lainnya

adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qobul berdasarkan

ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.25

Hal yang penting bagi terjadinya akad adalah adanya ijab dan

qabul. Ijab qobul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk

menunjukkan suatu keridlaandalam berakad di antara dua orang atau

lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak

berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua

kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad,

terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridlaan dan

syari’at Islam.26

Dalam al-Qur’an, setidaknya ada 2 (dua) istilah yang

berhubungan dengan perjanjian, yaitu al-’aqdu (akad) dan al-’ahdu

(janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat.

Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau

mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada

yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali

24 Dikutib dalam, Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, cet. Ke-2 (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2004), 43.

(28)

20

yang satu.27 kata al’-aqdu terdapat dalam surat al- Maidah ayat 1,

bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut

Fathurrahman Djamil, istilah al- ’aqdu ini dapat disamakan dengan

istilah verbintenis dalam KUH Perdata.28 Sedangkan istilah al-’ahdu

dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu

suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak untuk

mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain.29

1) Sarat dan rukun akad

a. Sarat-sarat akad

Ada beberapa syarat yang berkaitan akad,30 yaitu:

1) Sarat terjadinya akad

Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang

disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika tidak

memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal. Syarat ini

terbagi atas dua bagian:

a) Syarat Obyek akad, yakni syarat-syarat yang berkaitan

dengan obyekakad. Obyek akad bermacam-macam, sesuai

dengan bentuknya. Dalamakad jual-beli, obyeknya adalah

barang yang yang diperjualbelikan danharganya. Dalam

akad gadai obyeknya adalah barang gadai dan utangyang

27Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontektual, Cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada,2002), 75.

28

Fatturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syari’ah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh

Darus Badrulzaman et al., Cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), 247-248.

29

Ibid., 248.

30Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, cet. Ke-2 (Bandung: CV. Pustaka Setia,

(29)

21

diperolehnya, dan lain sebagainya. Agar sesuatu akad

dipandang sah,obyeknya harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

 Telah ada pada waktu akad diadakan

Barang yang belum wujuh tidak dapat menjadi

obyek akad menurutpendapat kebanyakan Fuqaha’

sebab hukum dan akibat akad tidkamungkin bergantung

pada sesuatu yang belum wujuh. Oleh kerena itu,akad

salam (pesan barang dengan pembayaran harga atau

sebagian atau seluruhnya lebih dulu), dipandang

sebagai pengecualian dari ketentuanumum tersebut.

Ibnu Taimiyah, salah seorang ulama mazhab

Hambalimemandang sah akad mengenai obyek akad

yang belum wujuh dalamberbagai macam bentuknya,

selagi dapat terpelihara tidak akan terjadipersengketaan

di kemudian hari. Masalahnya adalah sudah atau

belumwujuhnya obyek akad itu, tetapi apakah akan

mudah menimbulkan sengketa atau tidak.

 Dapat menerima hukum akad

Para Fuqaha’ sepakat bahwa sesuatu yang tidak dapat

menerima hukumakad tidak dapat menjadi obyek akad.

Dalam jual misalnya, barang yang diperjualbelikan

(30)

22

yangmengadakan akad jual-beli. Minuman keras bukan

benda bernilai bagi kaum muslimin, maka tidak

memenuhi syarat menjadi obyek akad jualbeli antara

para pihak yang keduanya atau salah satunya beragama

Islam.

 Dapat diketahui

Obyek akad harus dapat ditentukan dan diketahui oleh

dua belah pihak yang melakukan akad. Ketentuan ini

tidak mesti semua satuan yang akanmenjadi obyek

akad, tetapi dengan sebagian saja, atau ditentukan

sesuai dengan urfI yang berlaku dalam masyarakat

tertentu yang tidakbertentangan dengan ketentuan

agama.

 Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi

Yang dimaksud di sini adalah bahwa obyek akad tidak

harus dapat diserahkan seketika, akan tetapi

menunjukkan bahwa obyek tersebut benar-benar ada

dalam kekuasaan yang sah pihak bersangkutan.

b) Syarat subyek akad, yakni syarat-syarat yang berkaitan

dengan subyek akad.

Dalam hal ini, subyek akad harus sudah aqil

(31)

23

paksaan). Selain itu, berkaitan dengan orang yang berakad,

ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:31

 Kecakapan (ahliyah), adalah kecakapan seseorang

untuk memiliki hak (ahliyatul wujub) dan dikenai

kewajiban atasnya dan kecakapan melakukan tasarruf

(ahjliyatul ada’).

 Kewenangan (wilayah), adalah kekuasaan hukum yang

pemiliknya dapat beratasharruf dan melakukan akad

dan menunaikan segala akibat hukum yang ditimbulkan

 Perwakilan (wakalah) adalah pengalihan kewenagan

perihal harata dan perbuatan tertentu dari seseorang

kepada orang lain untuk mengambil tindalan tertentu

dalam hidupnya.

c) Sarat kepastian hukum

Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat luzum

dalam jual-beli adalah terhindarnya dari beberapa khiya>r

jual-beli, seperti khiya>r syarat, khiya>r ‘aib, dan lain-lain.32

b. Rukun-rukun akad

Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:33

1) Orang yang berakad (‘aqid), contoh: penjual dan pembeli

31 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ed. I, (Jakarata: Kencana, 2005), 55-58.

32Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah

, (Bandung: CV. Pustaka Setia, cet. Ke-2,2004), 65-66

33

(32)

24

Al-aqid adalah orang yang melakukan akad.

Keberadaannya sangat penting karena tidak akan pernah

terjadi akad manakala tidak ada aqid.

2) Sesuatu yang diakadkan (ma’qud alaih), contoh: harga atau

barang.

(al-Ma’qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda

yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas.

Barang tersebut dapat berbentuk harta benda, seperti barang

dagangan, benda bukan harta seperti dalam akad pernikahan,

dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam

masalah upah-mengupah dan lain-lain.

3) Shighat, yaitu ijab dan qobul.

Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua

belah pihak yang berakad, yang menunjukkan atas apa yang

ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal ini

dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan, isyarat, dan

tulisan.34

a) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad yang

paling banyak digunakan orang sebab paling mudah

digunakan dan paling mudah dipahami. Dan perlu

ditegaskan sekali lagi bahwa penyampaian akad dengan

metode apapun harus disertai dengan keridlaan dan

(33)

25

memahamkan para aqid akan maksud akad yang

diinginkan.

b) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan

dengan suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu sudah

maklum adanya. Sebagaimana contoh penjual memberikan

barang dan pembeli menyerahkan sejumlah uang, dan

keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun. Akad

semacam ini sering terjadi pada masa sekarang ini.namun

menurut pendapat imam Syafi’i, akad dengan cara

semacam ini tidak dibolehkan. Jadi tidak cukup dengan

serah-serahan saja tanpa ada kata sebagai ijab dan qabul.35

c) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan oleh

orang yang tuna wicara dan mempunyai keterbatan dalam

hal kemampuan tulis-menulis. Namun apabila dia mampu

untuk menulis, maka dianjurkan agar menggunakan tulisan

agar terdapat kepastian hukum dalam perbuatannya yang

mengharuskan adanya akad.

d) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan oleh Aqid

dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak, dapat dipahami

oleh para pihak, baik dia mampu berbicara, menulis dan

sebagainya, karena akad semacam ini dibolehkan. Namun

demikian menurut ulama syafi’iyyah dan hanabilah tidak

(34)

26

membolehkannya apabila orang yang berakad hadir pada

waktu akad berlangsung.36

3. Pengertian Jual Beli

Jual beli atau perdagangan dalam istilah fikih disebut dengan

al-bay, menurut bahasa adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu

yang lain. menurut etimologi (bahasa) artinya menjual, mengganti.37

Dari penjelasan di atas berarti jual beli dapat dipahami dengan tukar

menukar barang dengan barang, barang dengan uang, atau uang

dengan uang. Tetapi menurut istilah jual beli adalah suatu perjanjian

tukar menukar barang dengan nilai yang sama atau secara sukarela

antara kedua belah pihak, sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati.

Menurut pandangan ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan

Hambali, jual beli (Al-bay), ialah tukar menukar harta dengan

harta dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan, sedangkan

menurut pandangan Sayyid Sabiq bahwa jual beli ialah pertukaran

harta dengan harta atas dasar saling merelakan. Atau memindahkan

milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.38

Para ulama mujtahid sepakat bahwa jual beli dihalalkan, dan

yang diharamkan adalah riba. Semua imam sepakat bahwa jual beli

dianggap sah apabila orang yang bertransaksi adalah sudah baligh,

36Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, cet. Ke-2,2004), 51.

37 Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Penerjemah Abdul hayyie al-kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011) , Jilid 5, 25.

38

(35)

27

atas kemauan sendiri, berakal, berhak membelanjakan hartanya. Jual

beli tidak sah dikarenakan orang tersebut gila atau tidak berakal.39

4. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli merupakan suatu sarana membantu yang mana hal

tersebut adalah untuk memudahkan segala sesuatu kegiatan manusia

dalam bertransaksi. Adapun dasar hukum jual beli diterangkan oleh

Allah Swt. D i dalam nash al-qur’an sebagai berikut:

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah

ayat 275:

َبِّرلا َمرَحَو َعْيَ بْلا ُّّا لَحَأَو

‚Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba‛.40

Dari beberapa ayat al-Qur’an di atas maka dapat dilihat bahwa

jual beli mempunyai landasan yang kuat. Sehingga para ulama sepakat

mengenai jual beli (dagang) sebagai perkara yang telah dipraktekan sejak

jaman nabi Muhammad SAW hingga sekarang.

5. Rukun dan syarat jual beli

a. Rukun jual beli ada tiga, yaitu:

1) akad (ijab kabul)

2) orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan

3) ma’kud alaih (objek akad).41

39 Syeikh al-allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dhimasyqi,

Fiqh Empat Mazhab,

(Bandung: Hasyimi Press, 2010), 214.

40

(36)

28

Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual

beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab

ijab kabul menunjukan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnyaijab

dan kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin,

misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab kabul dengan

surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.

Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan

berhubungan dengan hati, kerelaan dapat diketahui melalui

tanda-tanda lahirnya, tanda-tanda yang jelas menunjukan kerelaan adalah ijab

dan kabul.

b. Syarat-syarat sah ijab dan kabul

Syarat-syarat sah ijab kabul ialah sebagai berikut:

1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja

setelah penjual menyatakan ijab dan sebalinya.

2) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.

3) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam

benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual

hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak

beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut

akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah

41

(37)

29

melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang

kafir untuk meendahkan mukmin.

B. Pengertian Urf

Kata ‘urf secara etimologi yaitu, sesuatu yang di pandang baik dan

diterima oleh akal sehat. Kata ‘urf dalam pengertian terminologi sama

dengan istilah al-adah (kebiasaan), yaitu:

ِلْوُ بَقْلِب ُةَمْيِلَسلا ُعاَبطلا ُْتقَلَ تَو ِلْوُقُعْلا ِةَهِج ْنِم ِسْوُف لا ِِْ رَقَ تْسااَم

Artinya: sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan watak yang benar.

Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidah, istilah ‘urf berarti

sesuatu yang telah dikenali oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di

kalangan mereka baik berupa perkataan, perbuatan atau

pantangan-pantangan dan juga bisa disebut dengan adat. Menurut istilah ahli syara‟,

tidak ada perbedaan antara ‘urf dan adat (adat kebiasaan). Namun dalam

pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian ‘urf lebih umum dibanding

dengan pengertian adat karena adat disamping telah dikenal oleh

masyarakat, juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan

telah merupakan hukum tertulis, sehingga ada sangsi-sangsi terhadap

orang yang melanggarnya.42

Contohnya adat perbuatan, seperti kebiasaan umat manusia

berjual beli dengan tukar menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan

akad. Adat ucapan seperti kebiasaan manusia menyebut al-wald secara

42

(38)

30

mutlak berarti anak laki-laki, bukan anak perempuan dan kebiasaan

mereka, juga kebiasaan mereka untuk tidak mengucapkan kata daging

sebagai ikan. Adat terbentuk dari kebiasaan manusia menurut derajat

mereka, secara umum maupun tertentu. Berbeda dengan ijma‟, yang

terbentuk dari kesepakatan para mujtahid saja, tidak termasuk manusia

secara umum.43

1. Macam-Macam ‘Urf

Para Ulama Ushul fiqh membagi ‘Urf kepada tiga macam :

1) Dari segi objeknya ‘Urf dibagi kepada : al-‘Urf al-lafzhi (kebiasaan

yang menyangkut ungkapan) dan al-‘Urf al-amali (kebiasaan yang

berbentuk perbuatan).

a) Al-‘Urf al-Lafzhi

Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan

lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu,

sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas

dalam pikiran masyarakat. Misalnya ungkapan ‚daging‛ yang

berarti daging sapi; padahal kata-kata ‚daging‛ mencakup

seluruh daging yang ada. Apabila seseorang mendatangi penjual

daging, sedangkan penjual daging itu memiliki

bermacam-macam daging, lalu pembeli mengatakan ‚ saya beli daging 1 kg‛

pedagang itu langsung mengambil daging sapi, karena kebiasaan

43

(39)

31

masyarakat setempat telah mengkhususkan penggunaan kata

daging pada daging sapi.

b) Al-‘Urf al-‘Amali

Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan

perbuatan biasa atau mu’amalah keperdataan. Yang dimaksud

‚perbuatan biasa‛ adalah kebiasaan masyrakat dalam masalah

kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang

lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam

satu minggu kebiasaan masyarakat memakan makanan khusus

atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat

dalam memakai pakain tertentu dalam acara-acara khusus.

Adapun yang berkaitan dengan mu’amalah perdata adalah

kebiasaan masyrakat dalam melakukan akad/transaksi dengan

cara tertentu. Misalnya kebiasaan masyrakat dalam berjual beli

bahwa barang-barang yang dibeli itu diantarkan kerumah

pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat

dan besar, seperti lemari es dan peralatan rumah tangga lainnya,

tanpa dibebani biaya tambahan.44

2) Dari segi cakupannya, ‘Urf terbagi dua yaitu al-‘Urf al-‘Am

(kebiasaan yang bersifat umum) dan ‘Urf al-Khash (kebiasaan

yang bersifat khusus).

44

(40)

32

a) Al-‘Urf Al-‘Am

Ialah 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa

dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang

yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan

terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan

sebagainya. Pengertian memberi hadiah di sini

dikecualikan bagi orang-orang yang memang menjadi

tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk

pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,

seperti hubungan penguasa atau pejabat dan karyawan

pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas

kewajibannya dengan rakyat/masyarakat yang dilayani.

b) Al-‘Urf Al-Khash

Adalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan

masyrakat tertentu. Misalnya dikalangan para pedagang

apabila terdapat cacat tertentu pada barang yang dibeli

dapat dikembalikan dan untuk cacat lainnya dalam barang

itu, konsumen tidak dapat mengembalikan barang tersebut.

Atau juga kebiasaan mengenai penentuan masa garansi

(41)

33

3) Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’, ‘Urf terbagi

dua. Yaitu al’Urf al-Uhahih (kebiasaan yang dianggap sah)

dan al-‘Urf al- Fasid (kebiasaan yang dianggap rusak).

a) Al-‘Urf Al-Shahih

Adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah

masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat

atau hadis) tidak menghilangkan kemaslahtan mereka,

dan tidak pula membawa mudarat kepada mereka.

Misalnya, dalam masa pertunangan pihak laki-laki

memberikan hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini

tidak dianggap sebagai mas kawin.

b) Al-‘Urf Al-Fasid

Adalah kebiasaan yang bertentangan dengan

dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’.

Misalnya, kebiasaan yang berlaku dikalangan pedagang

dalam menghalalkan riba, seperti peminjaman uang antara

sesama pedagang. Uang yang dipinjam sebesar sepuluh

juta rupiah dalam tempo satu bulan, harus dibayar

sebanyak sebelas juta rupiah apabila jatuh tempo, dengan

perhitungan bunganya 10%. Dilihat dari segi keuntungan

yang di raih peminjam, penambahan utang sebesar 10%

tidaklah membertakan, karena keuntungan yang diraih dari

(42)

34

yang 10%. Akan tetapi praktik seperti ini bukanlah

kebiasaan yang bersifat tolong menolong dalam pandangan

syara’, karena pertukaran barang sejenis, menurut syara’

tidak boleh saling melebihkan. dan praktik seperti ini

adalah praktik peminjaman yang berlaku di zaman

jahiliyah, yang dikenal dengan sebutan Riba al-Nasi’ah

(riba yang muncul dari hutang piutang). Oleh sebab itu,

kebiasaan seperti ini, menurut Ulama Ushul Fiqh termasuk

dalam kategori al-‘Urf al-Fasid45

C. Pengertian Khiya>r

Khiya>r dalam bahasa arab adalah memilih atau pilihan.

Pembahasan Al-Khiya>r menurut ulama fikih dalam permasalahan yang

denyangkut transaksi ekonomi, sebagai hak untuk kedua belah pihak

untuk melakukan suatu transaksi (akad) ketika terjadi beberapa

permasalahan dalam akad tersebut.

Maka dalam transaksi (akad) juga diberlakukan hak khiya>r (hak

memilih) oleh syara’ bagi penjual dan pembeli untuk memastikan

akadnya agar terhindar dari kedhzaliman yang dapat merugikan salah satu

pihak yang beraada maupun kedua belah pihak.

Menurut istilah kalangan ulama fikih yaitu mencari yang baik dari dua urusan

baik berupa meneruskan akad atau membatalkannya. Secara termonologi, para

ulama fiqh telah mendefinisikan al-khiya>r, antara lain menurut Sayyid Sabiq

:

45

(43)

35

ُراي ا

وُ

ُبَلَط

ُرْ يَخ

ِنْيَرْمَأْلا

َنِم

ِءاَضْمِاا

ْوَأ

ِءاَغْلِاا

‚khiyar adalah menuntut yang terbaik dari dua perkara, berupa meneruskan (akad jual beli) atau membatalkannya.‛46

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Khiya>r

adalah untuk melanjutkan jual beli atau membatalkan jual beli, karena

terdapat kecacatan pada barang yang dijual atau terdapat perjanjian pada

saat waktu akad berlangsung. Tujuan adanya khiya>r adalah untuk

mewujudkan penyelesaian antara kedua belah pihak sehingga tidak

terjadi penyesalan pada saat akad jual beli sehingga sama sama rela.

Khiya>r itu dimaksudkan untuk menjamin adanya kebebasan

memilih antara pembeli dan penjual atau salah seorang yang

membutuhkan khiya>r. Akan tetapi sistem khiya>r ini adakalanya

menimbulkan penyesalan kepada salah seorang dari pembeli atau dari

penjual yaitu kalau pedagang mengharap barang daganganya laku, tentu

tidak senang kalau barang dagangannya dikembalikan lagi sesudah

dibeli, tentu tidak senang hatinya kalau uangnya dikembalikan lagi

sesudah akad jual beli. Maka oleh karena itu, untuk menetapkan

syahnya ada khiya>r harus ada ikrar dari kedua belah pihak atau salah

satu pihak yang diterima oleh pihak lainnya atau kedua pihaknya, kalau

kedua belah pihak menghendakinya.47

Untuk menghindari adanya penyesalan atas pelaksanaan jual beli

tersebut, kedua belah pihak dapat diberi hak khiyar. Hak khiya>r

(44)

36

ditetapkan syari’at Islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi

perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,

sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan

sebaik-baiknya. Status khiya>r, menurut ulama fiqh adalah disyariatkan

atau diperbolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam

mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan

transaksi.48

2. Dasar Hukum Khiya>r

Khiya>r hukumnya diperbolehkan bedasarkan Al-quran dan

sunnah Rasulullah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat

An-Nisa ayat 29:

َي

اَه يَأ

َنيِذلا

اوَُمآ

َا

اوُلُكََْ

ْمُكَلاَوْمَأ

ْ يَ ب

ْمُكَ

ِلِطاَبْلِب

اِإ

ْنَأ

َنوُكَت

ةَراَِِ

ْنَع

ضاَرَ ت

ْمُكِْم

َاَو

اوُلُ تْقَ ت

ْمُكَسُفْ نَأ

نِإ

َّا

َناَك

ْمُكِب

ا ميِحَر

‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu‛.49

Dalam hadi>s Nabi Saw. beliau bersabda, dalam Sahi<h Bukha>ri>

kitab al-Buyu>’ No. 1970:

اََ ثدَح

َ تُ ق

ُةَبْ ي

اََ ثدَح

ُثْيللا

ْنَع

عِفََ

ْنَع

ِنْبا

َرَمُع

ْنَع

ِلوُسَر

ِّا

ىلَص

ا

ُّ

َملَسَوِهْيَلَع

ُنَأ

َلاَق

اَذِإ

َعَياَبَ ت

ِن ََُجرلا

لُكَف

دِحاَو

اَمُهْ ِم

ِراَيِْ ِب

اَم

َْل

اَقرَفَ تَ ي

ََاَآَو

ْوَأا عيََِ

ُِّيَُُ

اَُُُدَحَأ

48

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 129.

49

(45)

37

َرَخ ْْا

ْنِإَف

َر يَخ

اَُُُدَحَأ

َرَخ ْْا

اَعَ ياَبَ تَ ف

ىَلَع

ِكِلَذ

ْدَقَ ف

َبَجَو

ُعْيَ بْلا

ْنِإَو

اَقرَفَ ت

َدْعَ ب

ْنَأ

اَعَ ياَبَ ت

َْلَو

ْكُرْ تَ ي

دِحاَو

اَمُهْ ِم

َعْيَ بْلا

ْدَقَ ف

َبَجَو

ُعْيَ بْلا

‚Perkataan Qutaibah perkataan Lais|u dari Nafi’ dari Ibnu‘Umar r.a dari Rasu>lullah Saw, beliau bersabda: ‚Apabila

dua orang jual beli maka masing-masing dari kedua belah pihak ada hak pilih selama mereka berdua belum berpisah dan mereka berdua masih ada semua, atau salah satu dari keduanya menyuruh memilih pihak lain; apabila satu dari keduanya sudah menyuruh pilih yang lain lalu mereka berdua berjual beli atas dasar itu, maka terjadilah jual beli itu dan jika keduanya sudah berpisah setelah keduanya berjual beli itu dan salah satu dari keduanya tidak meninggalkan penjualan itu, maka sudah terjadilah jual beli itu. (HR. Bukha>ri>).50

Dari hadi>s diatas tersebut jelas adanya khiya>r dalam jual beli

dibolehkan, dikarenakan apabila terjadi ketidakpuasan atau barang

yang cacat (ai>b) bisa merugikan pembeli. Maka khiya>r boleh

dilakukan oleh pembeli.

2. Syarat Khiya>r

Untuk menjadikan khiya>r berlaku telah diberikan beberapa

syarat sebagai berikut:

a. Khiya>r berlaku pada saat transaksi jual beli, hal ini dikarenakan

ada beberapa transaksi yang tidak termasuk kategori jual beli :

sewa, hibah.

b. Adanya kerelaan dikedua belah pihak antara penjual dan pembelin

untuk menentukan suatu akad jual beli.

c. Terjadinya transaksi dalam suatu tempat.

50Bukha>ri>, al-, Abi Abdullah Muhammad Bin Ismail, S{ah{i>h{ Bukha>ri>, 120

(46)

38

d. Objek akad bisa ditentukan fisiknya dengan penentuan.51

3. Batalnya Khiya>r

Batalnya khiyar adanya kemudaratan terdapat beberapa

kejadian, sebagai bertikut:

a. Habis waktu

Khiya>r menjadi gugur setelah habis waktu yang telah

ditetapkan walaupun tidak ada pebatalan dari khiya>r.

b. Adanya hal-hal yang semakna dengan mati.

Khiya>r gugur dengan adanya perkara semakna dengan

mati seperti gila, mabuk, tidur. Akadnya akan menjadi lazim.

c. Adanya cacat pada barang.

Jika khiya>r berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan

sendirinya khiyar akan gugur dan jual beli akan batal. Dan jika

khiya>r berasal dari pembeli dan adanya cacat dari, khiya>r gugur,

jual beli tidak gugur, tetapi barang berada tangung jawab pada

pembeli.

d. Barang rusak ketika khiya>r

Rusaknya barang dalam kurun waktu khiya>r terdapat

beberapa masalah, rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli

atau masih dipegang penjual.

4. Macam-macam khiya>r

Salah satu prinsip dalam jual beli menurut syari’at Islam

51

(47)

39

adalah adanya hak kedua belah pihak yang melakukan transaksi

untuk meneruskan atau membatalkan transaksi, yang disebut juga

dengan hak khiya>r. Dengan adanya khiya>r maka untuk menyelesakan

permasalahan dalam transaksi untuk memelihara kerukunan,

hubungan baik serta menjalin cinta kasih di antara sesama manusia.

macam khiyar yang perlu untuk diketahui. Adapun macam khiyar

tersebut antar lain:

a. Khiya>r Majlis

Khiya>r majlis yaitu hak pilih bagi kedua belah pihak yang

berakad untuk membatalkan akad selama keduanya masih berada

dalam majlis akad dan belum berpisah badan. dari sejak mulai

berakad sampai sempurna, berlaku dan wajibnya akad. Dengan

begitu majlis akad merupakan tempat berkumpul dan keduanya

masih berada dalam suatu tempat (majelis) khiya>r majelis boleh

dilakukan dalam jual beli.52

Perpisahan tersebut diukur sesuai dengan kondisinya. Di

dalam kios atau took yang kecil, make ukuran berpisah itu adalah

dengan keluarnya salah seseorang dari mereka. Di dalam toko

yang besar ukuran berpisah itu adalah dengan berpindahnya salah

seorang dari merkadari tempat duduknya ketempat yang lain,

sekitar dua atau tiga langkah. Apabila keduanya berdiri

bersama-sama make belum dianggap berpisah dan dengan demikian

52

(48)

40

kesempatan khiya>r masih ada.

Kata perpishan disini (tafarruq) terjadi bila kedua belah

pihak memalingkan badan atau berbeda tempat duduk untuk

meninggalkan tempat transaksi, jaraknya kira-kira jika seseorang

menyapa orang lain dalam kondisi normal, suaranya tidak

terdengar.

Hal ini berdasarkan hadis riwayat Nafi’, bahwa bila ibnu

umar membeli sesuatu, dia berjalan beberapa hasta untuk

mengambil keputusan jual beli, kemudian beliau kembali.

Perpisahan dalam aturan syari’at bersifat mutlak sehingga ia

perludibatasi dengan batasan ‚perpisahan‛ yang telah dimaklumi

bersama, yaitu dengan memalingkan badan atau berpisah secara

fisik.

Sementara itu menentukan pilihan (takkhayyur)

praktiknya seperti ucapan salah satupihak kepada pihak lain.

‚pilih meneruskan atau membatalkan akad?‛ lalu pihak lain

berkata ‚aku pilih meneruskan‛ atau ‚Aku membatalkan akad‛

dengan begitu kesemnpatan khiya>r pun habis.53

Khiya>r majlis menuntut mereka terjadi dalam setiap akad

dengan ketentuan lima syarat yaitu:

a. Akad mengandung unsur timbal balik dari kedua belah pihak

seperti bai’. Akad yang tidak unsure tersebut tidsk adanya

53 Wahbah Zuhaily, Fiqh imam Syafi’i, Terjemahan. Muhammad Afifi, Abdul Hafidz, ( Jakarta:

(49)

41

khiya>r seperti hibah atau pemberisn orangtua kepada

anaknya.

b. Tidak ada yang membatalkan akad yang disebabkan rusaknya

barang, seperti menjual barang yang bukan miliknya sendiri.

c. Akad terjadi pada barang yang tetap di antara kedua belah

pihakatau manfaat sebuah barang yang disebut akad bai’.

Semisal uang pembayaran dan barang dijual dilakukan oleh

penjual dan pembeli, sedangkan terjadi pemanfaatan sebuah

barang contoh meletakkan kayu pada penyangga dinding di

tanah orang lain.

d. Di dalam akad tidak ada bentuk kepemilikan secara paksa,

kecuali akad syuf’ah ( hak kepemilikan secara paksa) karena

dalam akad ini bentuk kepemilikan barang terjadi terpaksa.

e. Akad terjadi karena unsure keringanan dari syara’, seperti

akad hawalah (pemindahan utang) dan qismah (pembagian

harta yang dimiliki secara bersama-sama)54

Dengan ketentuasn di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa akad yang mengandung khiya>r majlis. Misalnya , akad jual

beli, akad pesan, akad pemberian imbalan dan akad yang

mengandung unsur penukaran harta.

b. Khiya>r Syarat

54

(50)

42

Yang dimaksud dengan khiya>r syarat} yaitu hak pilih yang

ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau bagi orang

lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih

dalam tenggang waktu yang ditentukan.55 Dari definisi tersebut

dapat dipahami bahwa khiya>r syara>t adalah suatu bentuk khiya>r

dimana para pihak yang melakukan akad jual beli memberikan

persyaratan bahwa dalam waktu tertentu mereka berdua atau salah

satunya boleh memilih antara meneruskan jual beli atau

membatalkannya. Sedangkan khiya>r syarat} menentukan, bahwa

baik barang maupun nilai atau harga barang baru dapat dikuasai

secara hukum, setelah tenggang waktu khiya>r yang disepakati itu

selesai.56

Dalam praktiknya, khiya>r syarat sah walaupun dari orang

lain. Misalnya pembeli mengatakan ‚Saya beli barang ini darimu

dengan syarat khiyar yang saya pasrahkan kepada orang lain‛

dalam hal ini terdapat beberapa perincian madzhab fiqh berikut

ini.

Menurut madzhab Syafi’i disebutkan bahwa khiya>r syarat

bisa terjadi melalui penjual dan pembeli atau salah satunya atau

orang lain. Misalnya saya jual barang ini dengan syarat khiya>r

melaui orang tua saya, orang lain yang dibebani syarat harus jelas

55

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta, Kencana, 2006), 80.

(51)

43

dan diketahui oleh kedua belah pihak.57 Orang yang memiliki hak

khiyar membatalkan akad, baik penjual dan pembeli maupun orang

lain. Khiya>r yang dipasrahlan kepada orang lain make orang lain

menjadikan hak keduanya hilang, kecuali jika orang lain itu

meninggal dunia pada masa khiya>r.

Menurut madzhab Maliki, khiya>r syarat dapat terjadi

melalui penjual dan pembeli atau orang lain, atau salah satunya.

Orang lain yang dipasrahkan khiya>r kepadany mempunyai hak

untuk memutuskan meneruskan akad atau membatalkan akadnya.

Keridhaan orang lain sama halnya khiya>r syarat melalui orang lain.

Misalkan penjual berkata, saya jual ini kepadamu dengan syarat

ridha dari seseorang. Jadi, sahnya akad tergantung terhadap

keridhaan orang tersebut, tetapi jika khiya>r. syarat dikaitkan

dengan kesepakatan beberapa orang make hak khiya>r tetap berada

pada orang yang melakukan akad.

Menurut ulama hanafiyah, khiya>r syarat dapat terjadi pada

orang yang diwakilkan. Seseorang yang menuyuruh wakilnya

untuk melakukan jual beli tanpa menyuruh wakilnya untuk

melakukan khiya>r syarat, ia menetapkan khiya>r syarat untuk orang

yang mewakilinya untuk diri sendiri atau orang lain make khiya>r

tersebut sah, tetapi jika hanya disuruh untuk melakukan khiya>r

(52)

44

utnuk menyuruhnya namun ia mensyaratkan untuk dirinya sendiri,

khiya>r syrata tidak sah.

Dari uraian di atas dapat diambil intisari bahwa akad yang

dimasuki khiya>r syarat bisa terjadi melalui penjual, pembeli atau

salah satunya, atau orang lain. Sah bagi salah satu penjual atau

pembeli khiya>r untuk dirinya atau orang lain dengan dengan tidak

mengeluarkan dirinya sendiri. Jika mengeluarkan diri sendiri make

khiya>r tersebut tidak sah.58

c. Khiya>r ‘Aib

Khiya>r aib adalah suatu bentuk khiya>r yang ada cacatnya

pada barang dan pembeli boleh mengembalikan barang yang

dibelinya, karena telah mengurangi kualitas barang itu atau

mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang seperti itu baik

dan sewaktu akad barang itu ada cacatnya, tetapi pembeli tidak

tahu atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.

Arti Khiya>r ’aib menurut ulama fiqih adalah:

ْنَا

َنْوُكَي

ِدَحَِِ

ِنْيَدِقاَعلا

قَ ا

ِف

ِخْسَف

ِدْقَعلا

ْوَا

ِِءاَضْمِا

اَذِا

َد ِجُو

بْيَع

ِف

ِدَحَا

ِْيَلْدَبلا

َْلَو

ْنُكَي

ِحاَص

ُُب

ِِبا مِلاَع

َتْقَو

ِدْقَعلا

‚Keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad

memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (cacat) dari salah satu yang dijadikan

58

(53)

45

alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu

akad‛59.

Kecacatan suatu barang dapat terjadi karena disebabkan oleh

dua hal, yaitu sebagai berikut.

1) Kecacatan yang disengaja dilakukan penjual. Misalnya, susu

dicampur denagn air; dan minyak samin dicamour dengan

minyak zaitun.

2) Kecacatan barang yang terjadi dengan sendirinya. Jenis

kecacatan ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama cacat bagian

luar, seperti hewan pincang atau tidak mampu mengangkut

muatan berat. Kedua, cacat bagian dalam seperti buah semangka

yang busuk bagian dalamnya.

Syarat barang disebut cacat yang diperbolehkan khiya>r

adalah yang dapat mengurangi nilai jual pada umumnya atau

mengurangi nilai barang itu sendiri. Ukuran ini dapat diketahui

dengan kesepakatan yang telah diputuskan oleh para ahli dagang

yang sudah profesional. Jika mereka menetapkan bahwa kekurangan

tersebut termasuk cacat, maka dalam hal ini diperbolehkan adanya

khiya>r Tapi, jika mereka tidak menganggap kekurangan tersebut

suatu cacat yang dapat mengurangi nilai jual atau nilai barang, maka

khiya>r tidak berlaku.

Jika si pembeli baru mengetahui cacat setelah akad, maka ia

boleh memilih antara meneruskan akad yaitu dengan mengambil

(54)

46

ganti sisa kadar nilai cacat barangnya (dengan membandingkan

harga barang yang utuh tanpa cacat dengan barang yang cacat) atau

ia punya pilihan untuk membatakan jual beli tersebut dengan

men

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengajaran di Pesantren Krapyak ini, baik secara formal maupun non-formal, semua mengarah kepada pembekalan santri atau siswa

Faktor ± faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir dan panjang bayi lahir adalah faktor lingkungan internal (umur ibu, asupan zat gizi, kadar

korban inisial AS seorang wanita yang memiliki keterbelakangan mental, RS dalam memberikan laporan kepihak kepolisian Resor Kota Pekanbaru pada tanggal 10 Oktober 2014

Untuk mengetahui apakah metode yang diusulkan dapat bekerja dengan baik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap impementasi usulan metode ini agar hasil

Pasal 364 KUHP menambahkan bahwa perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir

Menjatuhkan pidana denda kepada pelanggar yang bersangkutan dengan pidana denda sebagaimana terlampir dalam putusan ini, dengan ketentuan apabila denda tersebut

Peristiwa yang terkandung dalam lagu puritan itu sendiri yakni dari teks itupun menggambarkan perlawanan terhadap kelompok masyarakat atau organisasi garis keras

Film ini tidak hanya memperlihatkan kisah heroik Antonina dan Jan Zabinski dalam upaya menyelamatkan beberapa orang Yahudi dari kamp konsentrasi, namun film ini juga