LAPORAN
EVALUASI PENGELOLAAN ARUS MUDIK LEBARAN
”EVALUATION ON MASS-EXODUS MANAGEMENT DURING
IDUL FITRI HOLIDAY”
World Health Organization
dan
Pusat Krisis Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Bekerja sama dengan
Pusat Riset dan Respon Bencana
Universitas Indonesia
EXECUTIVE SUMMARY
Indonesia is a country in the Southeast Asia which is recognized for its high number of road accidents. Although Indonesia has joined the Global Road Safety Movement, through the establishment of Presidential Decree No. 4 of 2013 on the Program of the Decade of Action for Road Safety, the number of road accidents remains high. Traffic accidents are very common in the period of “mudik”, when people visit their relatives during the religious holiday such as Eid al-Fitr, Christmas, and other festivals. The high number of these accidents can be caused by the sudden increase on the number of vehicles along the “mudik” route.
This study was conducted using a survey approach to the check point which is the target set locations. The evaluation was completed on the implementation of road safety management system; consist of pre-crash, during crash and post-crash management. Gap analysis of the implementation of road safety management system was performed to determine the improvement to the system. In addition, the risk factors, both health and safety risk factors as well as potential natural disasters during this period, were identified
This study was done in three steps: desktop study -this will cover the evaluation of guidelines and other existing documentation; observation and survey, as well as data analysis. The recommendation for management improvement was formulated at the end of this study.
Moreover, during the period of Eid in 2016, the number of road accidents dropped to around 5,400 cases. However, the number of fatalities increased by more than two times compared to the previous year to nearly 5,500 cases. The number of victims with minor injuries was around 6,800 with 68% of the cases involving motorcycle.
The evaluation of the implementation of the road safety management system was conducted at Dinas Kesehatan and Pos Kesehatan along the “mudik” route. Pos Kesehatan with the highest value of the fulfillment of crisis management of health was in Garut with 86% score, followed by Tasikmalaya and Sragen respectively by 79%, Ciamis by 75% and Pos Kesehatan in Solo and Boyolali with 71% score respectively. While Pos Kesehatan with the lowest fulfillment value was in Karawang (30%), Situbondo (35%), Banyuwangi (36%), Subang, Indramayu and Ngawi with score of 54% respectively.
Dinas Kesehatan with the highest fulfillment value was Dinas Kesehatan Garut by 86%, followed by Dinas Kesehatan Solo and Banyumas by 79% and 75% respectively. On the other hand, Dinas Kesehatan with the lowest fulfillment value was Dinas Kesehatan Karawang by 46%, Dinas Kesehatan Banyuwangi by 50% and Dinas Kesehatan Situbondo by 57%.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia adalah salah satu negara di kawasan Asia Tenggara dengan angka kecelakaan lalu lintas yang tinggi. Meskipun Indonesia telah bergabung dalam Global Road Safety Movement melalui pembentukan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan, angka kecelakaan lalu lintas masih saja tinggi. Kecelakaan lalu lintas sangat sering terjadi pada periode mudik, saat masyarakat mengunjungi kerabat mereka pada saat hari raya seperti Idul Fitri, Natal, dan hari raya lainnya. Tingginya angka kecelakaan ini dapat disebabkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan secara tiba-tiba di sepanjang jalur mudik.
Studi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survei pada
check point
yaitu target lokasi yang ditetapkan. Evaluasi dilakukan terhadap penerapan sistem manajemen keselamatan jalan, yang terdiri dari prakecelakaan, saat kecelakaan dan pascakecelakaan. Analisis gap pelaksanaan sistem manajemen keselamatan jalan akan digunakan untuk menentukan perbaikan sistem yang dapat dilakukan. Selain itu, akan dilakukan identifikasi terhadap faktor risiko, baik faktor risiko kesehatan dan keselamatan serta potensi bencana alam.Studi ini dilakukan melalui tiga langkah, yaitu
desktop study
(mencakup evaluasi pedoman dan dokumentasi lain yang ada) observasi dan survei, serta analisis data. Rekomendasi untuk perbaikan manajemen akan dirumuskan pada akhir penelitian ini.Sepanjang periode mudik pada hari raya Idul Fitri 2015 (H-10 Idul Fitri dan H+10 Idul Fitri), ada lebih dari 5.800 kasus kecelakaan lalu lintas. Jumlah korban yang menderita luka berat akibat kecelakaan lalu lintas mencapai lebih dari 1.500 korban, dimana 75% kasus melibatkan pengguna sepeda motor, dan persentase korban lainnya melibatkan pengguna bus, truk, mobil penumpang, dan jenis transportasi lain. Sedangkan jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mencapai lebih dari 1.600 korban.
dunia akibat kecelakaan lalu lintas saat mudik 2016 meningkat lebih dari 2 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya menjadi hampir 5.500 kasus. Kasus korban dengan luka ringan masih berkisar di angka 6.800 kasus dengan 68% kasus melibatkan pengguna sepeda motor.
Evaluasi penerapan sistem manajemen keselamatan jalan dilakukan pada pos kesehatan dan dinas kesehatan di sepanjang jalur mudik. Pos kesehatan dengan nilai pemenuhan manajemen krisis kesehatan yang paling tinggi berada di lokasi Pos Kesehatan Garut sebesar 86%, diikuti Tasikmalaya dan Sragen masing-masing sebesar 79%, Pos Kesehatan Ciamis sebesar 75%, dan pos kesehatan di Solo dan Boyolali masing-masing sebesar 71%. Sementara pos kesehatan dengan nilai pemenuhan paling rendah berada di lokasi Pos Kesehatan Karawang (30%), Situbondo (35%), Banyuwangi (36%), Subang, Indramayu dan Ngawi masing-masing 54%.
Dinas kesehatan dengan nilai pemenuhan yang paling tinggi berada di Dinas Kesehatan Garut sebesar 86%, diikuti Dinas Kesehatan Solo sebesar 79%, dan Dinas Kesehatan Banyumas sebesar 75%. Sementara dinas kesehatan dengan nilai pemenuhan yang paling rendah berada di Dinas Kesehatan Karawang sebesar 46%, Dinas Kesehatan Banyuwangi sebesar 50%, dan Dinas Kesehatan Situbondo sebesar 57%.
DAFTAR ISI
EXECUTIVE SUMMARY...i
RINGKASAN EKSEKUTIF...iii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR GRAFIK... xii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Tujuan... 5
1.3. Ruang Lingkup... 5
1.4. Waktu Pelaksanaan...6
1.5. Tim Pelaksana... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...8
2.1. Prinsip Manajemen Risiko...8
2.2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 77 tahun 2014..9
2.3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 10 2.4. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2011 13 2.4.1. Pelayanan Kesehatan Saat Bencana...13
2.4.2. Manajemen Penanggulangan Bencana...17
2.5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013...24
2.6. Matriks Haddon tentang Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas...25
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...27
3.1. Kerangka Konsep...27
3.2. Definisi Operasional...28
BAB IV METODE KAJIAN...34
4.1. Desain Studi... 34
4.2. Variabel Studi... 34
4.3. Metode Pengumpulan Data...34
4.4. Instrumen... 34
4.5. Metode Analisis Data...35
4.5.2. Metode Analisis Gap...37
4.5.3. Target dan Lokasi Survei...37
BAB V HASIL KAJIAN ARUS MUDIK LEBARAN 2016...38
5.1. Profil Area Lampung...38
5.1.1. Pos Kesehatan Lampung...38
5.1.2. Dinas Kesehatan Lampung...40
5.1.3. Kaji Risiko Lampung...43
5.2. Profil Area Karawang...48
5.2.1. Pos Kesehatan Karawang...48
5.2.2. Dinas Kesehatan Karawang...51
5.2.3. Kaji Risiko Karawang...54
5.3. Profil Area Subang...57
5.3.1. Pos Kesehatan Subang...57
5.3.2. Dinas Kesehatan Subang...59
5.3.3. Kaji Risiko Subang...61
5.4. Profil Area Garut...64
5.4.1. Pos Kesehatan Garut...64
5.4.2. Dinas Kesehatan Garut...67
5.4.3. Kaji Risiko Garut...70
5.5. Profil Area Banjar...75
5.5.1. Pos Kesehatan Banjar...75
5.5.2. Kaji Risiko Banjar...77
5.6. Profil Area Tasikmalaya...79
5.6.1. Pos Kesehatan Tasikmalaya...79
5.6.2. Kaji Risiko Tasikmalaya...81
5.7. Profil Area Ciamis...83
5.7.1. Pos Kesehatan Ciamis...83
5.7.2. Kaji Risiko Ciamis...85
5.8. Profil Area Indramayu...87
5.8.1. Pos Kesehatan Indramayu...87
5.8.2. Dinas Kesehatan Indramayu...89
5.8.3. Kaji Risiko Indramayu...91
5.9. Profil Area Cirebon...93
5.9.2. Dinas Kesehatan Cirebon...95
5.9.3. Kaji Risiko Cirebon...97
5.10. Profil Area Banyumas...100
5.10.1. Pos Kesehatan Banyumas...100
5.10.2. Dinas Kesehatan Banyumas...103
5.10.3. Kaji Risiko Banyumas...105
5.11. Profil Area Ngawi...112
5.11.1. Pos Kesehatan Ngawi...112
5.11.2. Kaji Risiko Ngawi...114
5.12. Profil Area Sragen...115
5.12.1. Pos Kesehatan Sragen...115
5.12.2. Kaji Risiko Sragen...117
5.13. Profil Area Solo...119
5.13.1. Pos Kesehatan Solo...119
5.13.2. Dinas Kesehatan Solo...121
5.13.3. Kaji Risiko Solo...123
5.14. Profil Area Boyolali...124
5.14.1. Pos Kesehatan Boyolali...124
5.14.2. Kaji Risiko Boyolali...126
5.15. Profil Area Salatiga...128
5.15.1. Pos Kesehatan Salatiga...128
5.15.2. Dinas Kesehatan Salatiga...130
5.15.3. Kaji Risiko Salatiga...132
5.16. Profil Area Banyuwangi...133
5.16.1. Pos Kesehatan Banyuwangi...133
5.16.2. Dinas Kesehatan Banyuwangi...136
5.16.3. Kaji Risiko Banyuwangi...138
5.17. Profil Area Situbondo...143
5.17.1. Pos Kesehatan Situbondo...143
5.17.2. Dinas Kesehatan Situbondo...145
5.17.3. Kaji Risiko Situbondo...148
5.18. Analisis Pelaksanaan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)... 153
5.20. Profil Bus dan Sepeda Motor...160
5.20.1. Bus... 160
5.20.2. Sepeda Motor...173
5.21. Analisis Kecelakaan Nasional H-14 dan H+14 Lebaran...191
5.21.1. Analisis Kecelakaan Nasional Lebaran Tahun 2015-2016...191
5.21.2. Analisis Kecelakaan Nasional H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 dan 2016 196 5.21.3. Analisis Kecelakaan Nasional Berdasarkan Jalur Mudik Lebaran Tahun 2016 200 5.22. Analisis Kesenjangan Pemenuhan Terhadap ISO 39001...205
5.22.1. Tingkat Pemenuhan Pos Kesehatan...209
5.22.2. Tingkat Pemenuhan Dinas Kesehatan...211
BAB VI KESIMPULAN & REKOMENDASI...213
6.1. Kesimpulan... 213
6.2.1. Profil Pos Kesehatan...213
6.2.2. Profil Dinas Kesehatan...214
6.2.3. Kaji Risiko...215
6.2. Rekomendasi...216
6.2.1. Berdasarkan Wilayah...216
6.2.2. Pos Kesehatan...225
6.2.3. Dinas Kesehatan...226
6.2.4. Pengemudi Bus dan Motor...226
6.2.5. Peran Kementerian Kesehtan untuk Implementasi Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2013...227
6.2.6. Implementasi SPGDT...227
6.2.7. National Command Center (NCC)...227
REFERENSI... 228
LAMPIRAN A – PANDUAN WAWANCARA...229
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan...6
Tabel 2. Matriks Haddon tentang Faktor Risiko Kecelakaan...25
Tabel 3. Definisi Operasional...28
Tabel 4. Variabel Studi yang Diteliti...34
Tabel 5. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Provinsi Lampung... 39
Tabel 6. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung... 41
Tabel 7. Hasil Kaji Risiko Area Lampung...43
Tabel 8. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Karawang... 48
Tabel 9. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang... 51
Tabel 10. Hasil Kaji Risiko Area Karawang...54
Tabel 11. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Subang... 57
Tabel 12. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Subang... 59
Tabel 13. Hasil Kaji Risiko Area Subang...61
Tabel 14. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Garut... 64
Tabel 15. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Garut... 68
Tabel 16. Hasil Kaji Risiko Area Garut...70
Tabel 17. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kota Banjar... 75
Tabel 18. Hasil Kaji Risiko Area Banjar...77
Tabel 19. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya...79
Tabel 20. Hasil Kaji Risiko Area Tasikmalaya...81
Tabel 21. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Ciamis... 83
Tabel 22. Hasil Kaji Risiko Area Ciamis...85
Tabel 23. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Indramayu... 87
Tabel 24. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu... 89
Tabel 25. Hasil Kaji Risiko Area Indramayu...91
Tabel 26. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Cirebon... 93
Tabel 28. Hasil Kaji Risiko Area Cirebon...97 Tabel 29. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Banyumas...101 Tabel 30. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas...103 Tabel 31. Hasil Kaji Risiko Area Banyumas...105 Tabel 32. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Ngawi... 112 Tabel 33. Hasil Kaji Risiko Area Ngawi...114 Tabel 34. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Sragen... 115 Tabel 35. Hasil Kaji Risiko Area Sragen...117 Tabel 36. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kota Solo... 119 Tabel 37. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Solo... 121 Tabel 38. Hasil Kaji Risiko Area Solo...123 Tabel 39. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Boyolali... 125 Tabel 40. Hasil Kaji Risiko Area Boyolali...126 Tabel 41. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kota Salatiga... 128 Tabel 42. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Salatiga... 130 Tabel 43. Hasil Kaji Risiko Area Salatiga...132 Tabel 44. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Banyuwangi...134 Tabel 45. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi...136 Tabel 46. Hasil Kaji Risiko Area Banyuwangi...138 Tabel 47. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan Kabupaten Situbondo...144 Tabel 48. Pemenuhan Elemen Manajemen Krisis Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo...146 Tabel 49. Hasil Kaji Risiko Area Situbondo...148 Tabel 50. Ketersediaan / Pelaksanaan Sistem Penanggulangan Sistem Gawat Darurat Terpadu... 154 Tabel 51. Elemen persyaratan pada ISO 39001...205 Tabel 52. Kategori Tingkat Pemenuhan...208 Tabel 53. Profil Pemenuhan Manajemen Krisis Kesehatan di Pos Kesehatan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tingkat Kematian di Dunia Karena Kecelakaan di Jalan Raya Tahun
2001 s.d 2013... 1
Gambar 2. Penyebab Kematian Penduduk Duni Usia 15 – 29 Tahun...2
Gambar 3. Angka Kematian Berdasarkan Pengguna Jalan...3
Gambar 4. Persebaran Kecelakaan Lalu Lintas di Jawa Barat pada H – 10 sampai H + 10 Lebaran Tahun 2015...4
Gambar 5. Prinsip Manajemen Risiko berdasarkan ISO 31000 Tahun 2009...8
Gambar 6. Alur Evakuasi Korban dengan Sistem Noria...16
Gambar 7. Siklus Penanggulangan Bencana...18
Gambar 8. Alur Penyampaian Informasi Prabencana...20
Gambar 9. Alur Penyampaian dan Konfirmasi Informasi Awal Kejadian Bencana 21 Gambar 10. Alur Penyampaian Informasi Penilaian Kebutuhan Cepat...22
Gambar 11. Alur Penyampaian dan Konfirmasi Informasi Perkembangan Kejadian Bencana... 23
Gambar 12. Kerangka Konsep...27
Gambar 13. Gambaran Pos Kesehatan di Provinsi Lampung...38
Gambar 14. Gambaran Pos Kesehatan Kabupaten Karawang...51
Gambar 15. Gambaran Pos Kesehatan di Kabupaten Garut...67
Gambar 16. Gambaran Pos Kesehatan Kota Banjar...77
Gambar 17. Salah Satu Spanduk di Pos Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya...81
Gambar 18. Gambaran Pos Kesehatan di Kabupaten Ciamis...85
Gambar 19. Gambaran Pos Kesehatan Kabupaten Banyumas...102
Gambar 20. Pemeriksaan Kesehatan di Pos Kesehatan ASDP Ketapang Banyuwangi... 134
Gambar 21. Salah Satu Ambulans yang Disiapkan di Pos Kesehatan Kabupaten Situbondo... 143
Gambar 22. Kondisi NCC Jakarta...158
Gambar 23. Alur Layanan 119...159
Gambar 24. Wawancara dengan Petugas NCC...160
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Karakteristik Sopir Bus berdasarkan Jenis Kelamin...161
Grafik 2. Karakteristik Sopir Bus berdasarkan Usia...161
Grafik 3. Keluhan Kesehatan yang Dirasakan Sopir Bus...162
Grafik 4. Pemeriksaan Kesehatan Sopir Bus oleh Perusahaan...162
Grafik 5. Sopir Bus Familiar dengan Jalur Mudik yang Dilewati...163
Grafik 6. Perencanaan Perjalanan oleh Sopir Bus...163
Grafik 7. Perencanaan Istirahat oleh Sopir Bus...164
Grafik 8. Waktu yang Ditempuh Saat Perjalanan Normal...164
Grafik 9. Waktu yang Ditempuh Saat Perjalanan Macet...165
Grafik 10. Penyuluhan Khusus Sebelum Mudik yang Diberikan Perusahaan kepada Sopir Bus... 165
Grafik 11. Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Mudik oleh Sopir / Mekanik Bus...166
Grafik 12. Komponen Kendaraan yang Diperiksa oleh Sopir / Mekanik Bus...166
Grafik 13. Ada/Tidaknya Pergantian Sopir Selama Perjalanan...167
Grafik 14. Sistem Penggantian Sopir Bus Selama Perjalanan...167
Grafik 15. Batas Durasi Sopir Bus Ketika Menyetir Selama Perjalanan...168
Grafik 16. Jenis Kampanye Perilaku Sehat&Aman yang Pernah Dilihat oleh Sopir Bus Selama Perjalanan...168
Grafik 17. Hambatan yang Dirasakan Sopir Bus Selama Perjalanan...169
Grafik 18. Pemeriksaan Kesehatan Sopir Bus Selama Dijalan...169
Grafik 19. Pengetahuan Akan Adanya Pos Kesehatan Di Jalan...170
Grafik 20. Simulasi Penanggulanan Keadaan Darurat yang Diberikan Perusahaan kepada Sopir Bus... 170
Grafik 21. Prosedur Keadaan Darurat Di Dalam Bus...171
Grafik 22. Pelaksanaan Sosialisasi Prosedur Keadaan Darurat oleh Sopir Bus kepada Penumpang... 171
Grafik 23. Pemasangan Nomor Darurat Di Bus...172
Grafik 24. Nomor Kontak yang DIhubungi oleh Sopir Bus Ketika Dalam Keadaan Darurat... 172
Grafik 25. Peralatan Penanganan Keadaan Darurat yang Tersedia Di Dalam Bus ... 173
Grafik 26. Karakteristik Pengendara Motor berdasarkan Jenis Kelamin...174
Grafik 27. Karakteristik Pengendara Motor berdasarkan Usia...174
Grafik 28. Jarak Perjalanan Mudik Pengendara Motor...175
Grafik 29. Keluhan Kesehatan yang Dirasakan oleh Pengendara Motor...175
Grafik 30. Kesiapan Fisik Pengendara Motor...176
Grafik 31. Alasan Pengendara Mudik Menggunakan Motor...176
Grafik 32. Komponen Kendaraan yang Diperiksa oleh Pengendara Motor...177
Grafik 33. Pemeriksaan Kondisi Motor di Tempat Servis...177
Grafik 34. Pelaksanaan Servis Motor oleh Pengendara...178
Grafik 35. Pola Perjalanan Mudik Pengendara Motor...178
Grafik 36. Jenis Alat Pelindung Diri yang Digunakan Selama Berkendara...179
Grafik 38. Pengendara Motor yang Tetap Mengemudi Saat Lelah/Mengantuk Ketika Berkendara... 180 Grafik 39. Kedisiplinan & Kepatuhan Pengendara Motor Terhadap Rambu Lalu Lintas... 180 Grafik 40. Pengendara Motor Memperhatikan Kecepatan Ketika Berkendara....181 Grafik 41. Pengendara Motor Mengonsumsi Makanan Sembarangan...181 Grafik 42. Pengendara Motor Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir Sebelum Makan... 182 Grafik 43. Konsumsi Makanan Sehat oleh Pengendara Motor...182 Grafik 44. Pengendara Motor Membuang Sampah Pada Tempatnya...183 Grafik 45. Penggunaan Toilet yang Tersedia Saat Di Perjalanan oleh Pengendara Motor... 183 Grafik 46. Pengendara Motor Familiar dengan Jalur Mudik yang Dilewati...184 Grafik 47. Pengendara Motor Mempelajari Jalur Mudik yang Akan Dilewati...184 Grafik 48. Pemanfaatan Pos Kesehatan Selama Perjalanan oleh Pengendara Motor ... 185 Grafik 49. Pemanfaatan Rest Area Di Sekitar Jalur Mudik oleh Pengendara Motor ... 185 Grafik 50. Harapan Terkait Pelayanan Saat Mudik Tahun Depan yang Diinginkan Pengendara Motor... 186 Grafik 51. Penggunaan Helm Ketika Berkendara...186 Grafik 52. Pengetahuan Pengendara Motor Akan Nomor Darurat 119...187 Grafik 53. Pengetahuan Pengendara Motor Akan Daerah Bencana/Rawan
Grafik 67. Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas berdasarkan Tipe/Tingkatan pada H-10
Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016...196
Grafik 68. Jumlah Korban Kecelakaan Selama H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016... 197
Grafik 69. Jumlah Kecelakaan berdasarkan Hari Selama H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016... 197
Grafik 70. Jumlah Kecelakaan berdasarkan Waktu Kejadian Selama H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016...198
Grafik 71. Jumlah Kecelakaan berdasarkan Jam Kejadian Selama H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016...198
Grafik 72. Jumlah Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan Selama H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016...199
Grafik 73. Jumlah Kecelakaan berdasarkan Jenis Kecelakaan Selama H-10 Hari Bulan Puasa Tahun 2015 & 2016...199
Grafik 74. Jumlah Kecelakaan yang Terjadi Selama H-10 dan H+10 di Jalur Mudik Lebaran Tahun 2016... 200
Grafik 75. Jumlah Kecelakaan H- 10 Lebaran sampai H + 10 Lebaran Ruas Cikampek - Brebes... 200
Grafik 76. Jumlah Korban Kecelakaan di Jalur Mudik Lebaran Tahun 2016...201
Grafik 77. Jumlah Kecelakaan berdasarkan Waktu Kejadian di Jalur Mudik Lebaran Tahun 2016... 202
Grafik 78. Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan di Jalur Mudik Lebaran Tahun 2016 ... 203
Grafik 79. Jenis Kecelakaan yang Terjadi di Jalur Mudik Lebaran Tahun 2016....204
Grafik 80. Pemenuhan ISO 39001:2012 di Pos Kesehatan...209
Grafik 81. Pemenuhan Pos Kesehatan Terhadap ISO 39001:2012...210
Grafik 82. Pemenuhan ISO 39001:2012 di Dinas Kesehatan...211
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Transportasi merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk Indonesia. Hampir seluruh aktivitas diperlukan transportasi. Seperti kegiatan ekonomi, sekolah, bekerja dan lain-lain termasuk kegiatan mudik menjelang hari raya dan sesudahnya. Kebutuhan akan transportasi meningkat pada kondisi ini dan sudah tentu aspek keselamatan menjadi sangat penting untuk dipenuhi pada kegiatan transportasi ini. Jika tidak, maka kondisi ini akan menjadi potensi terjadinya kecelakaan dan menimbulkan kerugian baik kerugian fisik, finansial maupun aspek sosial.
Berdasarkan data WHO, disebutkan bahwa dari tahun ke tahun kecelakaan lalu lintas belum juga dapat diturunkan.
Gambar 1. Tingkat Kematian di Dunia
Karena Kecelakaan di Jalan Raya Tahun 2001 s.d 2013
Sumber: Global Status Report on Road Safety, WHO, 2015
adalah penyebab nomor 1 kematian penduduk di dunia pada usia 15 sampai 29 tahun. Seperti terlihat dari gambar 2 berikut.
Gambar 2. Penyebab Kematian Penduduk Duni Usia 15 – 29 Tahun Sumber: Global Status Report on Road Safety, WHO, 2015
Disebutkan pula bahwa dampak dari tingginya angka kecelakaan di jalan raya tersebut, menyebabkan penurunan 3% GDP (Growth Development Index) di negara-negara di dunia dan 5% GDP di negara berpendapatan rendah sampai sedang.
Di Indonesia, permasalahan kecelakaan lalu lintas juga menjadi perhatian besar. Berdasarkan laporan survei keselamatan jalan di Asia Pasifik yang dilakukan oleh WHO yaitu Road Safety in the South East Asia Region, tahun 2015, diperoleh gambaran angka kematian pada kecelakaan di jalan raya. Angka kematian tertinggi akibat kecelakaan pada kendaraan motor roda dua sebesar 36 % dan kecelakaan pada pengemudi bus/angkutan umum sebesar 35%, sisanya adalah kematian akibat kecelakaan yang menimpa penumpang mobil, pengendara/penumpang truk, sepeda dan pejalan kaki. Secara lengkap data ini dapat dilihat pada Gambar 3.
mudik di hari raya. Sebagai gambaran, tingkat kecelakaan selama mudik tahun 2015 yang disampaikan Korps Lalu Lintas Polri, data menunjukkan angka kecelakaan lalu lintas selama musim mudik Lebaran tahun 2015 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Selisih angka kecelakaan yang pada 2014 mencapai, 3.888 kasus, tahun ini hanya mencapai 3.049 kasus, atau turun sebesar 21,5 persen. Selain itu, untuk korban meninggal dunia, pada 2014 jumlahnya mencapai 714 orang. Sementara tahun ini, jumlah korban meninggal mencapai 657 orang, atau turun sebesar 8 persen. Meskipun demikian, angka-angka kecelakaan tersebut juga masih relatif tinggi.
http://nasional.kompas.com/read/2015/07/26/21055101/Angka.Kecelakaan.Sela ma.Mudik.2015.Turun.Dibanding.2014
.
Gambar 3. Angka
Kematian Berdasarkan Pengguna Jalan
Sumber: Road Safety in the South East Asia Region, WHO, 2015
Road Safety 2011-2020, mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan jalan.
Pada arus mudik Lebaran tahun 2015, setidaknya ada 5232 kecelakaan lalu lintas di Indonesia yang tercatat. Sebagian besar kecelakaan ini melibatkan kendaraan pribadi, seperti mobil dan sepeda motor dan juga angkutan umum seperti bus antar provinsi maupun antarkota. Apabila dilihat dari tingkat kecelakaan dan jenis kendaraan, setidaknya ada 1790 sepeda motor, 242 mini bus dan 126 medium truk yang terlibat dalam kecelakaan berat. Sementara itu apabila dilihat dari jumlah korban meninggal dunia dan jenis kendaraan, setidaknya ada 7501 penumpang sepeda motor, 973 penumpang mini bus, dan 300 penumpang medium truk yang menjadi korban meninggal dunia selama H – 10 sampai H + 10 lebaran.
Dari total 5232 kecelakaan tersebut, 3412 diantaranya terjadi di jalur mudik utama Pulau Jawa. Daerah ini adalah daerah yang paling ramai pada setiap arus
mudik lebaran.
Gambar 4. Persebaran Kecelakaan Lalu Lintas di Jawa Barat pada H – 10 sampai H + 10 Lebaran Tahun 2015
System
). IRSMS merupakan sebuah situs yang menyediakan data-data kecelakaan di Indonesia dan dapat menjadi pusat untuk memahami kondisi keselamatan jalan di Indonesia. Hal ini dikarenakan data kecelakaan dari IRSMS sangat spesifik kepada siapa yang terlibat (who
), apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah kecelakaan terjadi (what
) dan bagaimana sebuah kecelakaan bisa terjadi (how
) berdasarkan fakta dari hasil investigasi kepolisian dan kesaksian para saksi di lapangan. Data-data ini dapat membantu identifikasi daerah rawan kecelakaan pada saat mudik lebaran dan juga membantu evaluasi daerah tersebut.Berdasarkan uraian di atas, Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Pusat Riset dan Respon Bencana Universitas Indonesia, bermaksud mengadakan survei/kajian risiko keselamatan dan analisis penyebab kecelakaan selama mudik. Melalui studi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi peningkatan implementasi kelima aspek keselamatan terutama dalam penanganan pra dan pasca kecelakaan untuk menurunkan potensi kerugian dan meningkatkan kesiapsiagaan bencana khususnya pada kegiatan transportasi selama mudik dan transportasi keseluruhan pada umumnya.
1.2.
Tujuan
1. Mendapatkan gambaran dan tingkat risiko kesehatan, keselamatan dan potensi bencana selama arus mudik.
2. Mendapatkan gambaran gap analisis implementasi manajemen penanganan pra dan pasca kecelakaan.
3. Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan sistem penanganan pra dan pasca kecelakaan selama arus mudik.
4. Melakukan kajian statistik deskriptif kecelakaan dan anatomi jenis maupun penyebab kecelakaan pada mudik lebaran tahun 2016 serta membandingkan dengan kejadian pada mudik lebaran tahun 2015.
6. Mengidentifikasi lokasi lokasi kecelakaan menonjol (kecelakaan dengan korban meninggal lebih dari 5 orang) dan membandingkan dengan kejadian pada mudik Lebaran tahun 2015.
1.3.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan sebagai
pilot study
yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera, selama arus mudik tahun 2016.2. Kajian risiko yang akan dilakukan fokus pada risiko kesehatan, keselamatan dan potensi bencana di jalur/lokasi mudik yang ditetapkan oleh Pusat Krisis dan Bencana Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 3. Kajian ini mencakup analisis gap pada implementasi penanganan pra dan
pasca kecelakaan selama arus mudik tahun 2016 berdasarkan Inpres Nomor 4 tahun 2013.
4. Pada kajian ini fokus untuk aspek kesehatan individu yang menjadi target partisipan adalah pengemudi angkutan umum dan pengemudi motor.
1.4.
Waktu Pelaksanaan
Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
N O.
KEGIATAN WAKTU (BULAN) PIC JU
N JUL AGT SEP
1 Kick off Fatma Lestari
2 Pengumpulan & review data sekunder (literature, regulasi, peraturan, standar tentang
Fatma Lestari
3 Penyusunan
instrument/pedoman survei Fatma Lestari
4 Pengumpulan data primer
& survei lapangan tiap lokasi:
Karawang Fatma Lestari
Lampung Norman
Gultom
Banyumas – Garut M. Sadewo
Banyuwangi – Situbondo F. Stephanie
Solo – Sragen – Boyolali – Salatiga
M. Dawaman
Subang – Indramayu -
5 Analisis Fatma Lestari
6 Penyusunan laporan draft Fatma Lestari
7 Presentasi draft Fatma Lestari
8 Laporan akhir Fatma Lestari
1.5.
Tim Pelaksana
Kegiatan kajian dilaksanakan dengan melibatkan beberapa tim ahli, sebagai berikut:
a. Ketua Tim Ahli : Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., PhD b. Anggota Tim Ahli : Yuni Kusminanti, M.Si
dr. Riyadh Firdaus, SpAN
Mila Tejamaya, S.Si. MOHS., PhD Dr. Ir. Tri Tjahjono, M.Sc
c. Asisten Tim Ahli : Norman Hendrawan Gultom, SKM
Gustriani Utami, SKM
d. Surveyor : Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., PhD dr. Riyadh Firdaus , SpAN
Ike Pujiriani, MKKK
Muhammad Dawaman, MKKK Nur Ani, SKM., MKKK
Suparni, ST., MKKK
Norman Hendrawan Gultom, SKM Bernita
Muhammad Sadewo Pangudi Filia Stephanie
Lusi Riska Harry Heri Jamal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prinsip Manajemen Risiko
Potensi bahaya dan risiko yang berada di lingkungan perlu dikelola agar tidak menimbulkan insiden dan gangguan kesehatan. Pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip manajemen risiko berdasarkan ISO 31000 Tahun 2009 dimulai dari menetapkan konteks, mengkaji risiko (identifikasi, analisis, evaluasi risiko), mengendalikan risiko. Kemudian melakukan monitoring dan review yang kontinyu pada setiap tahapan tersebut. Selain itu, komunikasi dan konsultasi selalu dilakukan pada setiap tahapan agar setiap orang dapat terlibat dalam kegiatan pengelolaan risiko.
Gambar 5. Prinsip Manajemen Risiko berdasarkan ISO 31000 Tahun 2009
Risiko dapat diformulasikan berdasarkan fungsi berikut:
Risiko
=
Pr obabilitas × Konsekuensi
Probabilitas adalah kemungkinan dari kejadian yang tidak diinginkan terjadi
Risiko dihitung dengan cara mengidentifikasi semua bahaya, menilai tingkat kemungkinannya, karakteristik dan tingkat keparahan dari bahaya, akibat langsung dan potensi perluasan (ekskalasi) menjadi bahaya yang lebih besar. Namun dapat juga dijadikan informasi terhadap target upaya pengurangan risiko.
2.2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 77
tahun 2014
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan memuat beberapa hal seperti ketentuan umum, data dan informasi krisis kesehatan, pengelolaan data dan informasi krisis kesehatan, pengembangan sistem informasi krisis kesehatan, perangkat sistem informasi krisis kesehatan, pengorganisasian, pendanaan, pembinaan dan pengawasan serta ketentuan penutup. Dari kesembilan hal yang dicantumkan dalam peraturan tersebut, data dan informasi krisis kesehatan berisi informasi mengenai apa saja yang dibutuhkan saat prakrisis, tanggap darurat, dan pascakrisis kesehatan.
1. Prakrisis kesehatan (Pasal 3-5)
a. Pasal 3 terdiri dari 4 ayat yang berisi tentang ketentuan profil penanggulangan krisis kesehatan. Bentuk profil tersebut dapat berbasis elektronik maupun non elektronik. Kemudian penyusunannya dilakukan dan disampaikan setiap tahun pada bulan Januari – April.
b. Pasal 4 terdiri dari 5 ayat. Kelima ayat tersebut mencakup isi profil penanggulangan krisis kesehatan. Isi profil tersebut sedikitnya memuat gambaran umum wilayah; upaya pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan; upaya tanggap darurat krisis kesehatan dan pemulihan yang pernah dilakukan; dan manajemen data dan informasi yang ada. c. Pasal 5 berisi tentang siapa saja yang akan mendapatkan informasi
mengenai profil penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
2. Tanggap darurat krisis kesehatan (Pasal 6-10)
kejadian krisis kesehatan, laporan perkembangan krisis kesehatan, dan laporan perkembangan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Pasal 7 terdiri dari 3 ayat yang berisi informasi mengenai laporan awal krisis kesehatan. Laporan ini disusun dan disampaikan segera setelah kejadian awal krisis kesehatan diketahui.
c. Pasal 8 terdiri dari 3 ayat yang berisi mengenai penjelasan pada pasal 6 terkait laporan penilaian kebutuhan cepat kejadian krisis kesehatan. Laporan ini disusun dan disampaikan segera setelah laporan awal kesehatan krisis kesehatan diterima.
d. Pasal 9 terdiri dari 3 ayat tentang isi laporan perkembangan krisis kesehatan dan waktu penyusunan laporan. Setiap ada perkembangan informasi penanggulangan krisis kesehatan laporan ini harus segera disusun dan disampaikan.
e. Pasal 10 terdiri dari 2 ayat tentang laporan perekembangan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Pascakrisis kesehatan (Pasal 11)
Pasal 11 berisi mengenai data dan informasi pada tahap pascakrisis kesehatan berupa laporan yang memuat:
a. Hasil penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan pascakrisis kesehatan.
b. Kesepakatan rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi pascakrisis kesehatan.
c. Hasil pemantauan dan evaluasi terkait pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi yang telah disusun.
Laporan penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan bidang kesehatan pascakrisis kesehatan dilakukan oleh tim penilai kerusakan dan kerugian pascabencana. Laporan ini disusun sesuai dengan ketentuan pedoman penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan bidang kesehatan pascabencana.
2.3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2016
bab, yaitu ketentuan umum, penyelenggaraan, tugas dan tanggung jawab pemerintah, pendanaan, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan, ketentuan penutup. Dalam hal penanggulangan krisis kesehatan, penyelenggaraan SPGDT menjadi penting karena peningkatan jumlah korban/pasien yang meninggal dan mengalami kecacatan pada kejadian gawat darurat merupakan dampak dari penanganan korban/pasien gawat darurat yang kurang optimal. Informasi mengenai penyelenggaraan SPGDT dimuat dalam Bab 2 Pasal 4 sampai 25 sebagai berikut:
a. Pasal 4 terdiri dari 3 ayat berisi tentang informasi umum terkait penyelenggaraan SPGDT yang terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, sisem penanganan korban/pasien gawat darurat, dan sistem transportasi gawat darurat. Ketiga sistem yang dimaksud harus saling terintegrasi satu sama lain.
b. Pasal 5 terdiri dari 3 ayat berisi tentang Pusat Komando Nasional (
National
Command Center
) danPublic Safety Center
(PSC).c. Pasal 6 terdiri dari 2 ayat berisi tentang fasilitas pelayanan kesehatan jejaring PSC yang terlibat dalam penyelenggaraan SPGDT.
d. Pasal 7 terdiri dari 2 ayat berisi tentang informasi umum terkait sistem komunikasi gawat darurat yang dikelola oleh Pusat Komando Nasional dan terintegrasi dengan PSC dan fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Pasal 8 terdiri dari 2 ayat berisi tentang fungsi dan tugas Pusat Komando Nasional. Dimana fungsinya adalah sebagai pemberi informasi dan panduan terhadap penanganan kasus kegawatdaruratan. Dalam menjalankan fungsinya, tugas yang harus dilakukan antara lain:
memilah panggilan gawat darurat/ non gawat darurat;
meneruskan panggilan ke PSC; dan
dokumentasi, monitoring, pelaporan, serta evaluasi.
f. Pasal 9 berisi tentang informasi nomor gawat darurat 119 yang dapat dihubungi kapan saja oleh masyarakat.
g. Pasal 10 terdiri dari 4 ayat berisi tentang semua informasi terkait PSC. h. Pasal 11 merupakan penjelasan fungsi dari PSC sebagai:
pemandu pertolongan pertama (
first aid
); pengevakuasi korban; dan
pengoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
i. Pasal 12 merupakan tugas yang harus dilakukan PSC antara lain:
menerima terusan panggilan kegawatdaruratan dari Pusat Komando Nasional;
melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritma kegawatdaruratan;
memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan; dan
memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. j. Pasal 13 merupakan letak lokasi penempatan PSC, seperti di dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit, atau lokasi lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
k. Pasal 14 terdiri dari 2 ayat berisi tentang sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan PSC, yaitu koordinator, tenaga kesehatan, operator
call center
, dan tenaga lain.l. Pasal 15 menjelaskan tugas dari koordinator PSC.
m. Pasal 16 berisi tentang tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan PSC terdiri dari tenaga medis, tenaga perawat, dan tenaga bidan yang terlatih kegawatdaruratan. Selain itu, fungsi dari tenaga kesehatan juga dijelaskan pada pasal ini.
n.
Pasal 17 berisi tentang kualifikasi dan tugas operatorcall center
o.
Pasal 18 berisi tentang tenaga lain yang dimaksud pada pasal 14 merupakan tenaga yang mendukung penyelenggaraan PSC.p.
Pasal 19 berisi tentang sistem penanganan koban/pasien gawat darurat yang terdiri dari penanganan prafasilitas, intrafasilitas, antarfasilitas pelayanan kesehatan.panduan operator
call center
sebelum tenaga kesehatan tiba di tempat kejadian.r.
Pasal 21 terdiri dari 2 ayat berisi tentang penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan intrafasilitas merupakan pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada pasien di dalam fasilitas pelyanan kesehatan sesuai standar pelayanan gawat darurat. Penanganan yang dimaksud dilakukan melalui sistem dengan pendekatan multidisiplin dan multiprofesi.s.
Pasal 22 berisi tentang penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan yangmerupakan tindakan rujukan terhadap korban/pasien gawat darurat dari suatu fasilitas pelayanan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang lebih mampu.
t.
Pasal 23 terdiri dari 2 ayat berisi tentang kewajiban setiap fasilitas pelayanan kesehatan untuk turut serta dalam penyelenggaraan SPGDT sesuai kemampuan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah rumah sakit, puksesmas, dan klinik.u.
Pasal 24 berisi tentang koordinasi yang dilakukan dengan badan-badan lainnya terkait penyelenggaraan SPGDT apabila terjadi bencana.v.
Pasal 25 berisi tentang sistem transportasi gawat darurat yang dapat diselenggarakan oleh PSC dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan. Sistem transportasi gawat darurat yang dimaksud menggunakan ambulans gawat darurat. Standar dan pelayanan ambulans gawat darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2.4. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana Tahun 2011
2.4.1.
Pelayanan Kesehatan Saat Bencana
Kesehatan (Pusdalkes) dinas kesehatan setempat yang diaktivasi sesaat setelah informasi kejadian bencana diterima.
1. Tahap penyiagaan
Tahap penyiagaan bertujuan untuk menyiagakan semua sumber daya baik manusia maupun logistik yang sudah disiapkan sebelum terjadi bencana. Dimulai dari informasi kejadian bencana diperoleh hingga mulai tahap upaya awal. Tahap ini mencakup peringatan awal, penilaian situasi dan penyebaran informasi kejadian.
2. Tahap upaya awal (
intial action
)3. Tahap rencana operasi
a. Menyusun rencana operasi
Hasil rekomendasi RHA dan informasi penting lainnya (masalah keamanan, pencemaran bahan-bahan berbahaya) menjadi dasar untuk membuat rencana operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat. Kompetensi tenaga medis dan perlengkapan yang harus disiapkan saat tanggap darurat disesuaikan berdasarkan rekomendasi RHA. Apabila harus menangani korban luka berat yang memerlukan pembedahan minimal harus terdiri dari dokter bedah, dokter anestesi, dokter umum, perawat mahir bedah dan UGD.
b. Keselamatan
Faktor keselamatan dan keamanan harus diperhatikan oleh semua petugas kesehatan. Tindakan keselamatan diterapkan untuk memberi perlindungan kepada tim penolong, korban, dan masyarakat yang terpapar dari segala risiko yang mungkin terjadi dan risiko potensial yang diperkirakan dapat terjadi (meluasnya bencana, material berbahaya, kemacetan lalu lintas, dll). Akses ke setiap area penyelamatan dibatasi dengan melakukan kontrol lalu lintas dan keramaian.
4. Tahap operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat a. Pencarian dan penyelamatan
Kegiatan pencarian dan penyelamatan dilakukan oleh Tim SAR (Basarnas atau Basarda) dan dapat berdasarkan dari relawan apabila dibutuhkan. b. Triase
Setelah memastikan keamanan dan keselamatan, Tim Reaksi Cepat (TRC) yang berada di lokasi segera melakukan triase. Umumnya diutamkan pada tingkat keparahan, kemungkinan hidup, dan ketersediaan sarana perawatan. Triase di lapangan dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:
1) Triase di tempat;
2) Triase medik;
Triase ini dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih dan berpengalaman di pos medis lapangan dan pos medis depan. Prioritas perawatan disesuaikan dengan tingkat kedaruratannya ditandai dengan kartu triase warna merah (untuk korban yang membutuhkan stabilisasi segera), kuning (untuk korban yang memerlukan pengawasan ketat tetapi perawatan dapat ditunda sementara), hijau (untuk korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda) dan hitam (korban yang meninggal dunia)
3) Triase evakuasi.
Triase ini ditujukan untuk korban yang membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit dengan sarana yang lebih lengkap atau pos medis belakang.
c. Pertolongan pertama
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi bencana (pos medis lapangan), sebelum korban dipindahkan, tempat penampungan sementara (pos medis depan), pada “tempat hijau” di pos medis belakang serta dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan. Pos medis lapangan adalah tempat pertolongan pertama di lokasi bencana, berupa tenda perawatan dan puskesmas. Pos medis depan adalah fasilitas kesehatan terdekat dengan lokasi bencana, seperti rumah sakit atau puskesmas rawat inap. Pos medis belakang didirikan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah kematian dengan memberikan perawatan efektif terhadap korban secepat mungkin.
Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan terlatih, petugas pemadam kebakaran, polisi terlatih, Tim SAR, Tim Medis Gawat Darurat. Bentuk pertolongan pertama yang diberikan pada setiap korban adalah kontrol jalan nafas, fungsi pernapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol pendarahan, imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman.
Pemindahan korban dilakukan secara satu arah tanpa ada yang saling bersilangan, dari lokasi bencana ke pos medis depan, kemudian ke pos medis belakang dan selanjutnya ke pos medis sekunder. Pada setiap tingkat pos medis ada kemungkinan terbatasnya sumber daya termasuk transportasi sehingga perlu disiapkan sarana transportasi yang memadai. Setiap satu kali ambulans dari pos medis lapangan selesai merujuk ke pos medis depan, ambulans tersebut harus segera kembali ke pos medis lapangan. Begitupun dengan pos medis depan dan belakang. Sistem ini dikenal sebagai sistem noria yang berarti roda atau manajemen sistem ban berjalan (
conveyor belt system
).Gambar 6. Alur Evakuasi Korban dengan Sistem Noria
Korban tidak boleh dipindahkan sebelum:
1) Korban berada pada kondisi yang paling stabil;
2) Korban telah disiapkan peralatan yang memadai untuk transportasi; 3) Fasilitas kesehatan penerima telah diinformasikan dan siap menerima
korban;
4) Kendaraan yang digunakan dalam kondisi layak pakai. e. Perawatan di rumah sakit
ditunda sementara dengan catatan perawatan di lapangan harus adekuat bagi korban. Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah tempat dimana triase dilakukan. Jumlah korban yang dikirim ke rumah sakit akan terkontrol apabila penatalaksanaan pra rumah sakit dilakukan secara efisien sehingga setelah triase dilakukan, korban dapat segera dikirim ke unit perawatan.
f. Evakuasi pos medis sekunder
Pada beberapa kondisi tertentu seperti daya tampung rumah sakit yang tidak memadai atau korban membutuhkan perawatan khusus (misalnya bedah saraf), korban harus dipindahkan ke rumah sakit lain yang menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. Pemindahan ini dapat dilakukan ke rumah sakit dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain, atau bahkan ke negara lain.
5. Tahap pengakhiran misi
Tahap terakhir setelah keempat tahapan dilakukan.
2.4.2.
Manajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana yaitu para, saat dan pascabencana. Upaya penanggulangan bencana meliputi:
1. Tahap prabencana
a. Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi
b. Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya adalah kesiapsiagaan 2. Tahap saat bencana
Kegiatannya adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat. 3. Tahap pascabencana
Kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.
tahapan tertentu dengan porsi yang berbeda. Misalnya, ketika sedang dilakukan pemulihan pascabencana tahap mitigasi dan kesiapsiagaan juga dapat dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.
Gambar 7. Siklus Penanggulangan Bencana
Berbagai upaya penanggulangan yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam siklus penanggulangan bencana antara lain:
1. Pencegahan dan mitigasi
Upaya ini bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
a. Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar; b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan; c. Pembuatan brosur/
leaflet
/posterd. Analisis risiko bencana
e. Pembentukan tim penanggulangan bencana f. Pelatihan dasar kebencanaan
g. Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat
2. Kesiapsiagaan
Tanggap Darurat
Pemulihan Rekonstruksi
Pencegahan
Kesiapsiagaan
Mitigasi
Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
a. Penyusunan rencana kontijensi; b. Simulasi/gladi/pelatihan siaga; c. Penyiapan dukungan sumber daya;
d. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi. 3. Tanggap darurat
Upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: a. Penilaian cepat kesehatan (
rapid health assessment
);b. Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan; c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan;
d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan. 4. Pemulihan
Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
a. Perbaikan lingkungan dan sanitasi; b. Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan; c. Pemulihan psikososial;
d. Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan.
Pada kondisi pra, saat, dan pascabencana informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dimulai dari pengumpulan sampai penyajian informasi dan ditujukan untuk mengoptimalkan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.
1. Informasi prabencana
dan upaya-upaya yang telah dilakukan terkait penanggulangan krisis kesehatan di daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota. Informasi yang dikumpulkan antara lain:
a. Gambaran umum wilayah, yang meliputi letak geografis, aksesibilitas wilayah, gambaran wilayah rawan bencana,
geomedic mapping
, data demografi, dan informasi bencana yang pernah terjadi;b. Upaya pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan yang pernah dilakukan; c. Upaya tanggap darurat dan pemulihan yang pernah dilakukan;
d. Gambaran pengelolaan data dan informasi.
Sumber informasi prabencana berasal dari dinas kesehatan, rumah sakit, instansi terkait dan puskesmas. Berikut adalah alur penyampaian informasi prabencana.
2. Informasi saat dan pascabencana
a. Informasi pada awal kejadian bencana
Informasi ini harus segera disampaikan setelah kejadian awal diketahui serta dikonfirmasi kebenarannya. Sumber informasi dapat berasal dari masyarakat, sarana pelayanan kesehatan, dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dan lintas sektor. Alur penyampaian dan konfrimasi awal kejadian bencana adalah sebagai berikut.
Keterangan
Arus penyampaian informasi Arus konfirmasi
b. Informasi penilaian kebutuhan cepat
Informasi ini dikumpulkan segera setelah informasi awal kejadian bencana diterima oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat. Sumber informasinya dapat berasal dari masyarakat, sarana pelayanan kesehatan, dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dan lintas sektor. Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat adalah sebagai berikut.
c. Informasi perkembangan kejadian bencana
Informasi ini dikumpulkan setiap kali terjadi perkembangan informasi terkait dengan upaya penanganan krisis kesehatan akibat bencana yang terjadi. Sumber informasi berasal dari sarana pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota. Alur penyampaian dan konfirmasi perkembangan kejadian bencana adalah sebagai berikut.
Keterangan
Arus penyampaian informasi Arus konfirmasi
Gambar 11. Alur Penyampaian dan Konfirmasi Informasi Perkembangan Kejadian Bencana
Sarana penyampaian informasi pra, saat dan pasca bencana dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a. Informasi prabencana
Informasi pada awal kejadian bencana, penilaian kebutuhan cepat, dan perkembangan kejadian bencana dapat disampaikan melalui telepon dan faksimil.
2.5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan dibuat dalam rangka koordinasi antar pemangku kepentingan di bidang keselamatan jalan untuk melaksanakan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) nomor 64/255 tentang
Improving Global
Road Safety 2011-2020
. Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan memiliki 5 (lima) pilar program, salah satunya adalah Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan yang termasuk ke dalam pilar kelima.Adapun fokus program pilar tersebut sebagai berikut: a. Penanganan Pra Kecelakaan
Kegiatan yang dilakukan dalam penanganan pra kecelakaan adalah promosi tentang perilaku sehat di jalan dan pemeriksaan kesehatan pengemudi dalam keadaan atau situasi khusus. Keluaran dari kegiatan ini berupa terselenggaranya promosi aspek kesehatan dalam keselamatan di jalan di berbagai media, terselenggaranya pemberdayaan masyarakat tentang aspek kesehatan dalam keselamatan jalan melalui desa siaga aktif, dan terselenggaranya pemeriksaan kesehatan pengemudi dalam keadaan atau situasi khusus.
b. Penanganan Pasca Kecelakaan
Bentuk tindakan dalam penanganan pasca kecelakaan adalah pembentukan Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu di setiap kabupaten/kota. Keluarannya yaitu berupa adanya pusat layanan informasi cepat (
Hotline
Service Center
), tersedianya tenaga terlatih dalam penanggulangan penderita gawat darurat, dan tersedianya pos gawat darurat terpadu (Public Safety Center
).c. Penjaminan Korban Kecelakaan yang Dirawat di Rumah Sakit Rujukan
sampai tersier dan aturan mengenai penjaminan atas penanganan korban di rumah sakit.
e. Riset Pra dan Pasca Kejadian Kecelakaan pada Korban
Terlaksananya riset yang mendukung perbaikan penanganan korban kecelakaan merupakan hasil yang diharapkan dari program riset pra dan pasca kejadian kecelakaan pada korban.
2.6. Matriks Haddon tentang Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas
Faktor risiko yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas diantaranya adalah manusia, kendaraan dan lingkungan (fisik dan sosial ekonomi). Berdasarkan
Haddon’s Matrix
ketiga faktor risiko tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.Tabel 2. Matriks Haddon tentang Faktor Risiko Kecelakaan
TAHAPAN MANUSIA KENDARAAN
LINGKUNGAN
Apakah manusia lebih rentan atau tidak terhadap faktor risiko
Apakah kendaraan layak jalan (tidak
Apakah sosial ekonomi
Apakah manusia dapat
menerima/menole ransi bantuan akibat kecelakaan
Apakah sosial ekonomi cedera akibat kecelakaan
Apakah kondisi kendaraan berperan terhadap tingkat keparahan cedera akibat
Apakah lingkungan menambah keparahan cedera akibat kecelakaan
Sumber: Petunjuk Teknis Pemeriksaan Deteksi Dini Risiko Kecelakaan Lalu Lintas Bagi Pengemudi Tahun 2015
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.
Kerangka Konsep
Gambar 12. Kerangka Konsep
Studi ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan atau kerangka pikir yaitu kaji risiko potensi dan penanggulangan bencana/krisis kesehatan dan pendekatan analisis gap pemenuhan manajemen penanggulangan bencana/krisis kesehatan. Kaji risiko dilakukan mencakup identifikasi potensi bencana, diantaranya diteliti tentang daerah atau lokasi yang memiliki potensi rawan bencana, kondisi jalan dan tingkat kecelakaan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan penilaian kerentanan terhadap bencana, aspek-aspek yang diteliti diantaranya riwayat kesehatan pengguna jalan, kondisi dan ketersediaan fasilitas serta peralatan tanggap darurat bencana. Penilaian kapasitas penanggulangan bencana, beberapa aspek yang diteliti adalah diantaranya, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan di lokasi. Tingkat risiko diperoleh dari kombinasi ketiga faktor bahaya, kerentanan dan kapasitas. Analisis gap pemenuhan manajemen penanggulangan bencana diteliti
Risiko =
KAJI RISIKO POTENSI DAN
PENANGGULANGAN BENCANA/KRISIS
KESEHATAN IDENTIFIKASI
POTENSI BENCANA
PENILAIAN KERENTANAN
TERHADAP BENCANA
PENILAIAN KAPASITAS PENANGGULAN
GAN BENCANA
PEMENUHAN MANAJEMEN PENANGGULANGAN
BENCANA/ KRISIS KESEHATAN (ANALISIS GAP)PRAKRISIS
TANGGAP DARURAT
KRISIS
3.2.
Definisi Operasional
Tabel 3. Definisi Operasional
NO. VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR
1. Potensi bahaya /bencana
Suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang terjadi di sekitar lokasi pos kesehatan dan area kerja dinas kesehatan, disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau nonalam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Elemen yang termasuk potensi bahaya/bencana: 1. Kasus kecelakaan yang sering terjadi
2. Kasus bencana kesehatan yang pernah atau sering terjadi
Panduan wawancara
0 – 2 Nominal
2. Kerentanan Keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi
kemampuan sumber daya di pos kesehatan dan dinas kesehatan dalam menghadapi krisis kesehatan. Elemen yang termasuk kerentanan: 1. Ketidaktahuan mengenai 119
2. Ketidaktersediaan PSC
3. Tidak ada standar waktu minimal pelayanan unit gawat darurat
4. Keharusan pasien membayar uang muka 5. Kasus gawat darurat yang tidak mampu
ditangani
6. Rata-rata kasus yang ditangani per hari lebih
Panduan wawancara
NO. VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR
dari 4 kasus
3. Kapasitas Kemampuan pos kesehatan dan dinas kesehatan
dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk menghadapi krisis kesehatan. Elemen yang termasuk kapasitas:
1. Ketersediaan petugas fasyankes
2. Ketersediaan Unit Khusus Penanggulangan Bencana
3. Pemenuhan standar minimal fasyankes 4. Pelaksanaan sosialisasi mudik sehat &
selamat
5. Pemeriksaan kesehatan 6. Latihan evakuasi korban 7. Rapat koordinasi
8. Pelaksanaan kegiatan secara regular setiap tahun
9. Manfaat dari pelaksanaan kegiatan 10. Pengaruh kegiatan terhadap penurunan
angka kecelakaan
11. Pelaporan upaya pencegahan 12. Keterlibatan dalam penyusunan
penanggulangan krisis kesehatan
13. Kegiatan promosi kesehatan dan keselamatan 14. Ketersediaan struktur organisasi mitigasi 15. Ketersediaan SOP Mitigasi
16. Kemudahan Fasyankes menerima informasi 17. Kesigapan dan tindakan pro-aktif dalam
Panduan wawancara
NO. VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR
menangani kasus 18. Pelaksanaan SPGDT
19. Kecukupan sarana dan prasarana 20. Sistem penjaminan pasien
21. Ketersediaan laporan kecelakaan 22. Analisis data kecelakaan
23. Ketersediaan pelayanan gawat darurat 24 jam 24. Tenaga kesehatan yang tersertifikasi
25. Pelaksanaan upaya rehabilitasi
26. Pelaporan kerusakan, kerugian dan kebutuhan pascakrisis
27. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
28. Lokasi pos kesehatan di tempat-tempat yang tepat
4. Tingkat risiko Nilai potensi kerugian yang ditimbulkan akibat krisis kesehatan yang disebabkan oleh bencana pada masing-masing lokasi
Panduan wawancara
Risiko rendah: 0 – 0,2
Risiko sedang: 0,2 – 0,4
Risiko tinggi: >
0,4
Ordinal
5. Manajemen krisis kesehatan
Pengelolaan penggunaan sumber daya untuk menghadapi peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau berpotensi bencana
Panduan wawancara
Persentase Nominal
6. Prakrisis kesehatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan pada situasi tidak terjadi bencana atau situasi terdapat
Panduan wawancara
NO. VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR
potensi terjadinya bencana yang meliputi kegiatan perencanaan penanggulangan krisis kesehatan, pengurangan risiko krisis kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan krisis kesehatan, kesiapsiagaan, dan mitigasi kesehatan (Permenkes No. 77 tahun 2014). Elemen yang termasuk prakrisis kesehatan:
1. Sosialisasi mudik sehat dan selamat 2. Pemeriksaan kesehatan untuk sopir bus,
pengendara motor/mobil
3. Latihan evakuasi korban kecelakaan 4. Rapat koordinasi lintas bidang
5. Pelaksanaan kegiatan pencegahan krisis kesehatan secara reguler
6. Manfaat kegiatan pencegahan krisis kesehatan
7. Adanya penurunan angka kecelakaan/keparahan
8. Laporan pelaksanaan upaya pencegahan kecelakaan/krisis kesehatan
9. Terlibat penyusunan profil penanggulangan krisis kesehatan
10.Pengetahuan terhadap nomor darurat 119 11.Ketersediaan PSC
NO. VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR 7. Tanggap darurat
krisis kesehatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian akibat bencana untuk menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan dan pemulihan korban, prasarana serta fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes No. 77 tahun 2014). Elemen yang termasuk tanggap darurat krisis kesehatan:
1. Struktur organisasi mitigasi kecelakaan/krisis kesehatan
2. SOP mitigasi/pengendalian krisis kesehatan 3. Cara menerima informasi bila terjadi kasus
kecelakaan/ krisis kesehatan
4. Respons fasyankes bersifat proaktif 5. Standar waktu minimal untuk tanggap
pelayanan dokter di unit gawat darurat 6. Kecukupan sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh fasyankes
7. Tempat rujukan pasien/korban
8. Jaminan pasien di rumah sakit/tempat rujukan 9. Uang muka pasien di rumah sakit/tempat
rujukan
10.Formulir khusus untuk pelaporan kecelakaan 11.Analisis data kecelakaan/krisis kesehatan,
baik tahunan maupun musiman 12.Jam buka pelayanan gawat darurat
Panduan wawancara
NO. VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR
13.Sertifikat yang masih berlaku dan dimiliki pemberi pelayanan gawat darurat
(BLS/PPGD/GELS/ALS)
8. Pascakrisis kesehatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera untuk memperbaiki, memulihkan, dan/atau membangun kembali prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes No. 77 tahun 2014). Elemen yang termasuk pascakrisis kesehatan:
1. Upaya rehabilitasi terhadap korban/pasien kecelakaan/krisis kesehatan mudik
2. Pelaporan penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan bidang kesehatan pascakrisis 3. Pemantauan dan evaluasi terkait pelaksanaan
penanggulangan krisis kesehatan
Panduan wawancara
BAB IV
METODE KAJIAN
4.1.
Desain Studi
Studi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survei pada
check point
yaitu target lokasi yang ditetapkan.4.2.
Variabel Studi
Pada studi ini variabel-variabel yang diteliti adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Variabel Studi yang Diteliti
VARIABEL VARIABEL
Kaji Risiko Potensi & Penanggulangan Bencana/Krisis
Kesehatan
Pemenuhan Implementasi Manajemen Penanggulangan
Bencana/Krisis Kesehatan
SUBVARIABEL SUBVARIABEL
Potensi Bencana/Krisis Prakrisis
Tingkat Kerentanan Tanggap Darurat Krisis
Tingkat Kapasitas Pascakrisis
4.3.
Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan sesuai dengan jenis data sebagai berikut.
a. Data primer terdiri dari informasi & data yang diperoleh dari petugas yang berada di Pos Kesehatan (Poskes) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) di setiap lokasi serta dari Pengemudi bis antarkota dan pengendara motor roda dua.
4.4.
Instrumen
a. Survei dengan sampling
checkpoint
b. Observasi
c. Interview
d. Instrumen yang digunakan:
Panduan Wawancara Petugas Kesehatan Lapangan
Panduan Wawancara Petugas Dinas Kesehatan
Panduan Wawancara Petugas NCC – PSC
Panduan Wawancara Pengemudi
Panduan Survei Pengendara Motor
Panduan Observasi Lingkungan
4.5.
Metode Analisis Data
4.5.1.
Metode Analisis Risiko
a. Melakukan identifikasi risiko meliputi
Identifikasi bahaya/risiko di setiap lokasi yang dikunjungi terdiri dari
keracunan gas alam, keracunan makanan dan keracunan pencemaran air.
Identifikasi kerentanan
Riwayat penyakit/keluhan-keluhan kesehatan seperti buta warna, gangguan penglihatan, hipertensi, diabetes, kolestrol, atau asma yang dimiliki oleh responden, pemeriksaan kesehatan pengemudi secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menentukan kebijakan kesehatan & keselamatan berkendara selama masa mudik, familiar dengan jalur yang akan dilalui, rencana perjalanan dan sudah direncanakan untuk istirahat di area tertentu, pengetahuan terhadap 119, PSC (
Public Safety Center
) di area tersebut , ada/tidak standar waktu minimal untuk tanggap pelayanan dokter di unit gawat darurat, rata-rata kasus yang ditangani oleh fasyankes selama mudik setiap tahunnya, jaminan untuk pasien di rumah sakit rujukan terkait biaya pertanggungan dan pasien diharuskan membayar uang muka, sistem penjaminannya. Identifikasi kapasitas terdiri dari petugas di fasyankes dan bagaimana pembagian tugasnya, unit khusus untuk penanggulangan bencana kesehatan, sarana dan prasarana di fasyankes ini telah memenuhi standar minimal fasyankes yang ditetapkan pemerintah, dilakukan/tidak upaya pencegahan krisis kesehatan selama mudik. Misalnya:
o Sosialisasi mudik sehat dan selamat
o Pemeriksaan kesehatan pada sopir bus, pengendara motor, pengendara mobil
o Latihan evakuasi korban kecelakaan
o Laporan pelaksanaan upaya pencegahan kecelakaan/krisis kesehatan
o Terlibat dalam penyusunan profil penanggulangan krisis kesehatan
o Struktur organisasi khusus untuk mitigasi kecelakaan/krisis kesehatan selama mudik, SOP khusus terkait mitigasi/pengendalian krisis kesehatan saat mudik, fasyankes merespons terhadap laporan kecelakaan/krisis kesehatan saat mudik, ada/tidaknya bersifat proaktif (menjemput pasien) atau menunggu kedatangan pasien ke fasyankes, sistem rujukan, ada/tidak formulir khusus untuk pelaporan kecelakaan, berapa banyak kasus gawat darurat yang tidak mampu ditangani (khusus pasien anak dan dewasa), lama jam buka pelayanan gawat darurat, pemberi pelayanan gawat darurat memiliki sertifikat yang masih berlaku BLS/PPGD/GELS/ALS, pelaporan penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan bidang kesehatan pascakrisis kesehatan pemantauan dan evaluasi terkait pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan
b. Melakukan analisis tingkat bahaya, kerentanan & kapasitas
Tingkat bahaya: skor 0 untuk yang tidak menjadi sumber bahaya dan skor 1 untuk menjadi sumbar bahaya.
Tingkat kerentanan: skor 0 untuk tidak menimbulkan kerentanan dan skor 1 untuk yang menimbulkan kerentanan.
Tingkat kapasitas: skor 0 untuk yang tidak memenuhi dan skor 1
untuk yang dipenuhi
c. Melakukan penilaian (analisis) risiko