• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI - DOCRPIJM 15091794936 BAB VI DOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VI - DOCRPIJM 15091794936 BAB VI DOK"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB VI

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjuntukan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

6.1. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

(2)

2 Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar

(3)

3 Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, danTantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

(4)

4 permukiman saat ini adalah:

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

(5)

5 Tabel 6.1.

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Aceh Tenggara

No. Isu Strategis Keterangan

1 Pembangunan Perumahan untuk PNS

Belum terealisasi

2 Pembangunan Rusunawa Belum Terealisasi

Bila dilihat dari RTRW Kabupaten Aceh Tenggara, maka Kabupaten Aceh Tenggara belum memiliki isu- isu strategis sektor pengembangan permukiman skala kabupaten yang lebih spesifik karena masih luasnya dan banyak kawasan-kawasan peruntukan budidaya.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

(6)

6 Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.

Tabel 6.2

Peraturan Daerah /Peraturan Gubernur/PeraturanBupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

No.

Qanun/Pergub/Perbup/Peraturan lain Amanat Kebijakan

Daerah Jenis Produk Peraturan No. Tahun Perihal

1. NA NA NA NA

2. NA NA NA NA

3. NA NA NA NA

Catatan : NA = Not Available (Data Tidak Tersedia)

Untuk Kabupaten Aceh Tenggara belum memiliki Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya terkait dengan pengembangan permukiman.

Tabel 6.3

Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2014

(7)

7

Penetepan lokasi kawasan kumuh telah disahkan oleh Bupati Kabupaten Aceh Tenggara Nomor : 640/270/2014 tahun 2014. untuk data perumahan semi permen dan jumlah permane belum ada perlu dilakukan kegiatan survey lanjutan.

Tabel 6.4

(8)

8

Tabel 6.5

Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Aceh Tenggara

No.

Kondisi Prasarana CK Yang Ada

1. NA NA NA NA NA NA

Catatan : NA = Not Available (Data Tidak Tersedia)

Data kondisi Rusunawa pada Tabel 6.5 di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2014 pada saat ini belum ada data yang tersedia dan belum memiliki program.

Tabel 6.6

Data Program Perdesaan Di Kabupaten Aceh TenggaraTahun 2014 No. Program/ Kegiatan Lokasi Volume/

Satuan

Pelaksanaan Belum tersedia

2.

Pelaksanaan Belum Tersedia

4. Pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau (RTH Kota Kutacane 1 Kws

Tahap

Pelaksanaan Belum Ada

5. Penyediaan Tempat

Sampah Seluruh Kawasan 22 Kws

Telah selesai

dilaksanakan Belum Ada

6.

7. Pembangunan Jalan

Lingkungan Seluruh Kawasan - -

Masih perkerasan tanah

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:

1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

(9)

9 daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial

Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

(10)

10

Tabel 6.7

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Tenggara

No. Permasalahan Pengembangan

Permukiman

Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis :

1. Ketersediaan Kasiba /Lisiba

2. Pengembangan permukiman perdesan

1. Masih ada masyarakat belum memiliki tempat tinggal yang layak huni. (kaum dhuafa)

2. Terbatasnya kemampuan

Pemerintah Daerah untuk

mendukung penyediaan

perumahan beserta sarana dan prasarananya bagi MBR yang telah memiliki lahan.

3. Perlu peningkatan aksesibilitas penyediaan perumahan bagi golongan MBR.

4. Adanya permukiman yang tidak sesuai dengan arahan Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Aceh Tenggara 2013-2033.

5. Adanya permukiman yang berada di zona rawan bencana longsor, dan rawan bencana tsunami). 6. Adanya permukiman yang berada

di zona lindung (sempadan sungai, pantai, danau, resapan air, hutan lindung, dan RTH).

- Perlu segera dilakukan

pembangunan/pengembangan permukiman maupun infrastruktur sesuai dengan kebutuhannya - Perlu adanya sharing pendanaan

antara pusat dan pemerintah daerah

- Perlu dilakukan sosialisasi mengenai penempatan ruang kawasan, fungsi kawasan maupun manfaat ruang terhadap bangunan permukiman pada zona-zona lindung maupun rawan bencana

2 Aspek Kelembagaan :

landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman

- Perlu dibentukan lembaga

khusus yang menangani

permukiman

3 Aspek Pembiayaan :

1. Alokasi

Rendahnya PAD Kota menyebabkan lambatnya peningkatan pembangunan infrastruktur

- Perlu dicari solusi untuk

peningkatan PAD daerah

dengan diberlakukan aturan-aturan pembangunan kota seperti dibuatkan kawasan parkir

khusus dengan nerapkan

retribusi pembayaran

4 Aspek Peran serta

Masyarakat/ Swasta : 1.Peran REI

2.Partisipasi masyarakat

Masalah pembebasan lahan Perlu dilakukan sosialisasi akan

pentingnya partisipasi masyarakat

5 Aspek Lingkungan

Permukiman: 1. Infrastruktur

2. Sarana dan Prasarana

1. Persebaran permukiman belum merata ke seluruh wilayah Kota Sabang.

2. Belum meratanya pelayanan infrastruktur diseluruh wilayah kabupaten.

Pendampingan dan menfasilitasi

masyarakat supaya menjaga

(11)

11 No. Permasalahan

Pengembangan Permukiman

Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

kawasan permukiman dengan kualitas belum merata, dan kualitas jalan lingkungan belum baik.

5. Drainase di kawasan kawasan permukiman belum menjangkau seluruh permukiman yang ada. 6. Kondisi kemiringan lahan sangat

mendukung dalam pengaliran air saluran drainase

7. Luasan RTH dikota Kutacane belum mencapai 30%

6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

(12)

12

Tabel 6.8

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Kabupaten Aceh Tenggara Untuk 5 Tahun

No. Uraian Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Keterangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Jumlah Penduduk Jiwa NA NA NA NA NA NA

Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 NA NA NA NA NA NA

Proyeksi Persebaran

Penduduk Jiwa/km

2

NA NA NA NA NA NA

Proyeksi Persebaran

Penduduk Miskin Jiwa/km

2

NA NA NA NA NA NA

2 Sasaran Penurunan Kawasan

Kumuh Ha NA NA NA NA NA NA

3 Kebutuhan Rusunawa TB NA NA 1 NA 1 NA

4 Kebutuhan RSH Unit NA 400 300 NA

5 Kebutuhan Pengembangan

Permukiman Baru Kws NA NA 2 NA NA NA

(13)

13

Tabel 6.9

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun

No. Uraian Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Keterangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Jumlah Penduduk Jiwa NA NA NA NA NA

Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 NA NA NA NA NA

Proyeksi Persebaran Penduduk Jiwa/km2 NA NA NA NA NA

Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Jiwa/km2 NA NA NA NA NA

2 Desa Potensial untuk Agropolitan Desa NA NA NA NA NA

3 Desa Potensial untuk Minapolitan Desa NA NA NA NA NA

4 Kawasan Rawan Bencana Kws NA NA NA NA NA

5 Kawasan Perbatasan Kws NA NA NA NA NA

6

Kawasan Permukiman Pulau-Pulau

Kecil Kws NA NA NA NA NA -

7 Desa Kategori Miskin Desa NA 22 10 10 10

8 Kawasan dengan Komoditas Unggulan Kws NA NA NA NA NA

(14)

14 6.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta

2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) Pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil

2) Pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),

3) Desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/ Minapolitan)

(15)

15  Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

 Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 6-1.

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 6-1

Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

(16)

16 kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1. Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus

Rusunawa

 Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MoA

 Dalam Rangka penanganan Kawasan Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni

RIS PNPM

(17)

17  Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

 BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

 Tingkat kemiskinan desa >25%

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

(18)

18 permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTRK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

(19)

19 3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

6.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

(20)

20

Tabel 6.10

Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman

Kabupaten Aceh Tenggara No. Program/Kegiatan Volume/

Satuan Biaya (Rp.) Lokasi

Kriteria Kesiapan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pembangunan Sanitasi 1 950.000.000 Seluruah

Kawasan Program 2015

2 Pembangunan Saluran Air

Limbah 1 1.250.000.000

Seluruah

Kawasan Program 2015

3 Pembangunan Jalan

Lingkungan 1 4.875.000.000

Seluruah

Kawasan Program 2015

4 Pembangunan Drainase

Pedesaan 1 1.500.000.000

Seluruah

Kawasan Program 2015

5 Pembangunan MCK 1 300.000.000 Seluruah

Kawasan Program 2015

6 Pembangunan Sarana Air

Minum 1 800.000.000

Seluruah

Kawasan Program 2015

7 Pembangunan/Penyediaan

TPS 1 1.500.000.000

Seluruah

Kawasan Program 2015

b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

(21)

21

Tabel 6.11

Usulan Pembiayaan Proyek No. Program/Kegiatan APBN APBD

Prov

APBD

Kab. Masyarakat Swasta CSR Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Pembangunan Sanitasi APBN - - - 900.000.000

2 Pembangunan Saluran Air

Limbah APBN - - - 1.050.000.000

3 Pembangunan Jalan

Lingkungan APBN - - - 4.875.000.000

4 Pembangunan Drainase

Pedesaan APBN - - - 1.500.000.000

5 Pembangunan MCK APBN - - - 300.000.000

6 Pembangunan Sarana Air

Minum APBN - - - 800.000.000

7 Pembangunan/Penyediaan

TPS APBN - - - 1.500.000.000

6.2. PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-Undang dan Peraturan antara lain :

1) UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

(22)

22 Pada UU No. 1 Tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kavling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 Tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 Tahun 2002 juga mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung

(23)

23 bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan pagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peratruran tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di Lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat RTBL

(24)

24 Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitas serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitas bangunan gedung istana kepresidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan

(25)

25 Tabel 6.12

(26)

26 Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan permberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2.

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

(27)

27  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

 Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

 Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

 Paket dan Replikasi.

6.2.2. Isu, Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis

(28)

28 Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei - 11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

(29)

29 dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

(30)

30 rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

(31)

31

Tabel 6.13

Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Tenggara No. Kegiatan Sektor

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau

(RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

a. Dukungan PSD permukiman tradisional/permukiman dengan cara Pembangunan sarana dan prasarana lingkungan

b. Pembinaan / P2KP/PNPM dan pemberdayaan lainnya

B. Kondisi Eksisting

(32)

32 Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.

Tabel 6.14

Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

No.

& Tahun Tentang

(1) (2) (3) (4) (5)

1. NA NA NA

Catatan : NA = Not Available (Data Tidak Tersedia)

Untuk peraturan daerah/peraturan walikota/peraturan bupati terkait penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Aceh Tenggara belum tersedia/belum ada.

Tabel 6.15

Catatan : NA = Not Available (Data Tidak Tersedia)

(33)

33

Tabel 6.16

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

No Kawasan/

Data mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara di Kabupaten Aceh Tenggara belum tersedia/belum ada.

Tabel 6.17

Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

No. Kecamatan

C. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

(34)

34  Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

 Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

(35)

35 keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

(36)

36

Tabel 6.18

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Aspek PBL

Aspek Teknis Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

Aspek Kelembagaan Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan

Aspek Pembiayaan Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage

Aspek Teknis 1. Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan

kenyamanan Bangunan

Gedung termasuk pada

(37)

37

3. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

Banyaknya

Aspek Kelembagaan Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

Perlu diadakannya

Masih kurangnya perda

bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

Perlu segera

Lemahnya pengaturan

penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

Aspek Pembiayaan Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Peran masyarakat rendah Pemahaman masyarakat

Permukiman dekat dengan laut Daerah rawan bencana

(38)

38 6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 6.2.1.

Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

e. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

 Program Bangunan dan Lingkungan;

 Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

 Rencana Investasi;

(39)

39  Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:

(40)

40 2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,

lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;

4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

- Standar Pelayanan Minimal (SPM)

(41)

41

Tabel 6.19

SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Jenis Pelayanan Dasar

Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:

1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);

2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

(42)

42

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.

Tabel 6.20

Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Uraian Satuan Kebutuhan Ket

TahunI TahunII TahunIII TahunIV TahunV

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

6. Pelatihan Teknis Tenaga Pendata HSBGN

laporan NA NA NA NA NA

7. Lainnya NA NA NA NA NA

II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah

6. Bintek Pembangunan Gedung Negara

laporan NA NA NA NA NA

7. Lainnya NA NA NA NA NA

III. Kegiatan Pemberdayaan

Komunitas dalam

Penanggulangan Kemiskinan

1. P2KP NA NA NA NA NA

2. lainnya NA NA NA NA NA

(43)

43 6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan

dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:

- Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung

Kriteria Khusus:

 Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;

 Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.

- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis

Komunitas

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan

Permukiman Berbasis Komunitas:

(44)

44  Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM

Pronangkis-nya;

 Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

Kriteria Lokasi :

 Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

 Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

 Kawasan yang dilestarikan/heritage;

 Kawasan rawan bencana;

 Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

 Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

 Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;

 Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau

(45)

45 Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

Kriteria Umum:

 Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

 Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan

Revitalisasi Kawasan:

 Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

(46)

46  Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);

 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional

Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;

 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

- Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

(RISPK):

 Ada Perda Bangunan Gedung;

 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi;

(47)

47  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

- Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman

Tradisional/Gedung Bersejarah:

 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

 Ada DDUB;

 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

- Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);

 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

 Ada lahan yg disediakan Pemda;

(48)

48  Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

- Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

6.2.5. Usulan Program dan Kegiatan PBL

Pada bagian ini usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan pada Kabupaten/Kota akan dirangkum dalam tabel 6.21.

Tabel 6.21

(49)

49 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

6.2.6. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka

Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(50)

50 memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(51)

51 orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.2.7. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

(52)

52 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.

Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2JM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:

1. Aspek Teknis

(53)

53 2. Aspek Pendanaan

Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan.

3. Kelembagaan

Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan.

Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:

1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan;

2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM;

3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan

4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.

4. Peraturan Perundangan

Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.

5. Peran Serta Masyarakat

(54)

54 sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.

Tabel 6.22

Contoh Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten Aceh Tenggara

Sistem

Catatan : NA = Not Available (Data Tidak Tersedia)

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM

i. Permasalahan Pengembangan SPAM

Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan pengembangan AM pada tingkat nasional antara lain:

1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas

a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk.

b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.

(55)

55 d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus

membayar lebih mahal.

e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.

f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.

g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.

2) Pendanaan

a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.

b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.

c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.

3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan

a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.

b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM).

(56)

56 4) Air Baku

a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas.

b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.

c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.

d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.

5) Peran Masyarakat

a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.

b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.

c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.

(57)

57

Tabel 6.23

Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM

No Aspek Pengelolaan Air

1 Organisasi SPAM Belum efektifnya

organisasi SPAM 2 Tata Laksana (SOP, koordinasi, dll) Pelayanan ke

masyarat tidak

4 Reservoir dan Pompa Distribusi Belum ada

masalah

(58)

58

distribusi jaringan pipa

distribusi

jaringan pipa distribusi

7 Sambungan Rumah Belum maratanya

SR

1 Sumber-sumber pembiayaan Pembiyaan

terpusat dari APBK

2 Tarif Retribusi Retribusi belum

menutupi biaya

3 Mekanisme penarikan retribusi Belum ada

masalah

4 Realisasi penerimaan retribusi Belum ada

masalah

Perkiraan Jumlah retribusi air tahun

D. Peran Serta Masyarakat

1 Penyuluhan Tidak ada masalah Penyuluhan bagi

masyarakat

Pendampingan

2 Kemampuan membayar retribusi Ada keluarga yang tidak sanggung

3 Kemauan berpartisipasi Rendahnya

(59)

59

Tabel 6.24

Analisis Permasalahan melalui

Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah

No

Parameter Yang Diperbandingkan

Alternatif-1 Alternatif-2 Alternatif-3

T e k n i s Manfaat B i a y a T e k n i s Manfaat B i a y a T e k n i s Manfaat B i a y a

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

A. Kelembagaan/Perundangan

1 Organisasi SPAM Pembetukan

organisasi SPAM

Rp 100 Jt Pendampingn terhadap

B. Teknis Operasional

1 Sumber Air Baku Mencari sumber

air baku

2 Bangunan Intake Bangunan

(60)

60

6 Jaringan Distribusi Kekurangan

jaringan pipa distribusi

- - - -

7 Sambungan Rumah Perkiraan SR

tahun 2013

8 Meter Pelanggan Stok penyedian

meteran tersedia

2 Tarif Retribusi Mencari sumber

dana lain

3 Mekanisme penarikan

retribusi

4 Realisasi penerimaan retribusi

Jumlah retribusi air tahun 2013

D. Peran Serta Masyarakat

1 Penyuluhan Penyuluhan bagi

masyarakat

Pendampingan Rp 100 jt Penyuluhan bagi masyarakat

Pendampingan Rp 100 jt Penyuluhan bagi masyarakat

Pendampingan Rp 100 jt

2 Kemampuan membayar

retribusi

Mengajak masyarakat untuk

Pendampingan Rp 100 jt Mengajak masyarakat

Pendampingan Rp 100 jt Mengajak masyarakat

(61)

61 membayar

tagihan air

untuk membayar tagihan air

untuk membayar tagihan air

3 Kemauan berpartisipasi Perlunya pendampingan dan perlakukan khusus

Pendampingan Rp 100 jt Perlunya pendamping

an dan

perlakukan khusus

Pendampingan Rp 100 jt Perlunya pendampingan dan

perlakukan khusus

(62)

62 ii. Tantangan Pengembangan SPAM

Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan, agar dapat digambarkan, misalnya :

1) Tantangan Internal:

a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.

d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

2) Tantangan Eksternal

a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

Gambar

Tabel 6.2
Tabel 6.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2014
Tabel 6.7 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan
Tabel 6.8 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Kabupaten Aceh Tenggara Untuk 5 Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat bahwa kematangan emos1 tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga saja namun juga lingkungan sekolah, maka diharapkan pihak sekolah dapat

Diamati secara spasial, pertumbuhan ekonomi dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya menempatkan Kalimantan Barat dengan pertumbuhan tertinggi dibanding wilayah

BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran mempunyai kebijakan bahwa pemberian bonus kepada nasabah yang mempunyai tabungan wadi’ah adalah separuh dari ER tabungan Amanah.. BPRS

IV-12 Gambar IV-24 Tampilan Halaman Manage Article Author .... IV-13 Gambar IV-25 Tampilan Halaman Search Article

Form Laporan Kartu Persediaan adalah form yang digunakan untuk menampilkan laporan kartu persediaan yang berasal dari tabel stock barang berupa kuantitas barang yang masuk

Pola arus sejajar pantai membuat material sedimen tersebar secara lateral dan luas, akan tetapi arus perairan yang lebih kuat membawa kembali muatan sedimen tersebut ke wilayah

Dari tanggapan dan pertanyaan peserta pengabdian, dalam hal ini peserta pelatihan pengembangan karya profesi yang berbentuk penlisan hasil laporan penelitian

Perpustakaan Keliling adalah Perpustakaan yang bergerak (mobile library) dengan membawa bahan pustaka seperti buku, majalah, koran dan bahan pustaka