• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

GAMBARAN KEMISKINAN DAN

ACTION PLAN PENANGANANNYA

Oleh: Makmun1

Abstraksi

Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh. Seiring dengan dinamika masyarakat pemerintah harus mengubah paradigma pembangunan melalui pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan. Beberapa hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah: a) pemahaman atau visi-misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin, b) langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat, c) peran pelaku penanggulangan kemiskinan adalah penduduk miskin itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping), d) perlu adanya koordinasi yang baik, e) adanya kelembagaan yang berfungsi sebagai penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan), dan f) perlunya monitoring dan evaluasi.

I. Latar Belakang

Meski kegiatan pembangunan dilaksanakan melalui berbagai penyempurnaan, namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi. Ketimpangan di atas pada gilirannya menciptakan kelompok-kelompok penduduk yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya-sumberdaya pembangunan. Kelompok tersebut sering disebut kelompok penduduk atau masyarakat miskin.

Jumlah kelompok masyarakat miskin ini semakin banyak dengan semakin besarnya gelombang krisis ekonomi. Terpaan krisis ekonomi tidak hanya meluluhlantahkan program-program pembangunan, namun juga merusak tatanan ekonomi masyarakat yang telah terbangun sebagai hasil dari pembangunan yang selama ini dilakukan. Lebih parah lagi, kondisi krisis telah menjadikan sebagian besar masyarakat tidak dapat lagi menikmati fasilitas-fasiltas mendasar, seperti fasilitas pendidikan, sarana dan prasarana transportasi dan lain sebagainya.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, banyak sekali perubahan status keluarga dari yang tadinya keluarga sejahtera menjadi keluarga miskin

(2)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

dan sebaliknya. Hal ini merupakan dampak atau pengaruh dari adanya krisis ekonomi, yang menimpa sektor usaha (investasi) yang pada gilirannya akan diikuti dengan pengenaan PHK sehingga dengan sendirinya mengurangi tingkat pendapatan masyarakat. Pada sisi lain, tingkat inflasi terjadi sangat tinggi. Hal ini selain akibat nilai tukar rupiah yang semakin merosot, juga disebabkan oleh semakin sedikitnya barang (produk) yang dihasilkan oleh kegiatan usaha dalam negeri.

Gambaran di atas menuntut rasa keprihatinan dan kebijakan semua pihak, sehingga setiap kegiatan produktif diarahkan untuk menanggulangi kondisi kemiskinan di atas. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari program-program peningkatan kesejahteraan keluarga, yang sampai saat ini masih dinaungi oleh program-program pemerintah. Namun demikian lembaga-lembaga masyarakat pun telah banyak mengambil peran, seperti pada sektor kesehatan, pendidikan, kebutuhan pangan dan lain sebagainya.

Secara lokal maupun nasional, kemiskinan mempunyai empat dimensi pokok,yaitu : (1) kurangnya kesempatan (lack of opportunity); (2) rendahnya kemampuan (low of capabilities); (3) kurangnya jaminan (low-level of security); dan (4) ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Dalam memahami masalah kemiskinan di Indonesia, penting untuk diperhatikan adalah lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran.

Saat ini secara garis besar diidentifikasi terdapat tiga jalur pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, yaitu jalur pembangunan sektoral, regional, dan khusus. Masing-masing jalur mengandung berbagai macam pelaksanaan program yang sesuai dengan kategori program penanggulangan kemiskinan.

(3)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Penanggulangan kemiskinan merupakan bagian agenda pembangunan nasional yang diamanahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara dan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004, ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

Penyelenggaraan upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan sinkronisasi dengan upaya-upaya pembangunan yang lain sehingga dapat mencapai sinergi dan hasil yang optimal. Dengan demikan tidak terjadi pelaksanaan program yang tidak sinergi dan tumpang tindih satu sama lain, serta kurang terfokus dalam menetapkan sasaran program (siapa, apa, dimana, dan bagaimana).

Upaya penanggulangan kemiskinan, senantiasa menjadi perhatian pemerintah melalui berbagai kebijakan pembangunan yang dijabarkan ke dalam program-program pembangunan, baik melalui pembangunan sektoral nasional maupun pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Program-program pembangunan yang mempunyai sasaran pada penduduk miskin adalah sangat beragam, baik ditinjau dari segi sektor program pembangunan, sektor alokasi anggaran, maupun sektor instansi penyelenggara (governance institution) pelaksana program (implementing agency) penanggung jawab program (executing agency).

Sampai saat ini, penanganan dan penanggulangan masalah kemiskinan masih terlalu banyak melibatkan peran pemerintah. Menurut Tap MPR RI Nomor XV/MPR/1998, upaya penanggulangan kemiskinan harus diletakan pada pelibatan tanggung jawab dunia usaha yang lebih besar, terutama pihak-pihak usaha nasional seperti badan usaha milik swasta (BUMS) maupun badan usaha milik negara (BUMN). Dengan kata lain, pembangunan akan semakin bergeser pada pembangunan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(4)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Strategi kedepan yang diterapkan adalah, pemerintah hanya sebagai fasilitator, yaitu pemicu dan pemacu proses pembangunan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Itulah demokrasi pembangunan.

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Kemiskinan

Pengertian kemiskinan ada bermacam-macam, namun dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan terpadu harus ada kesepakatan pemahaman semua pihak penyelenggara agar targeting yang dilaksanakan tepat sasaran baik target penduduk miskin maupun program yang dilaksanakan. Pengertian kemiskinan yang perlu diketahui dan dipahami adalah sebagai berikut:

1. Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. 2. Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila: a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya.

b. Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari.

c. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

d. Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.

e. Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.

3. Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00 per hari.

2.2 Masyarakat Miskin

Menurut Gunawan Sumodiningrat, masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal: 1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang,

papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation). 2. Melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness).

(5)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

3. Menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi (inacceribility).

4. Menentukan nasibnya diri sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability); dan

5. Membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor).

Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.

2.3 Kemiskinan dan Arah Kebijakan Pembangunan

Pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan di wilayah kabupaten Bogor dititikberatkan kepada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus sebagai sumberdaya manusia pembangunan yang harus senantiasa ditingkatkan kualitas dan martabatnya. Pembangunan yang bertumpu pada peran serta masyarakat (people driven) dilaksanakan secara merata di semua lapisan masyarakat.

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara pemerintah, masyarakat dan segenap pelaku ekonomi.

Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta

acciden al povertyt .

Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang

(6)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

kritis dan atau terisolasi. Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Sementara itu seasonal pover y, yaitu kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usahatani tanaman pangan dan nelayan. Pola yang lain adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

t

Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan potensi daerah yang tertinggal besar kemungkinan menyebabkan penduduknya miskin. Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan dapat pula dilakukan terhadap pengembangan wilayah atau desa yang bersangkutan.

Apabila dikaji terhadap faktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan yang tidak merata pula.

Kondisi kemiskian dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian, motivasi dan kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan yang menghimpit.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, maka kebijaksanaan dituangkan dalam tiga arah kebijaksanaan. Pertama kebijaksanaan tidak langsung yang diarahkan kepada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan; kedua kebijaksanaan langsung yang ditujukan pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah; dan ketiga, kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan

(7)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

masayarakat miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan.

Saat ini, mengingat pentingnya program kemiskinan, pemerintah telah menyusun lembaga, dan strategi, kebijakan dan program yang mudah dan implemtatif. Untuk pemerintah kabupaten, lembaga yang berkompeten dengan kemiskinan adalah: BKKBN, Depkes, Depdiknas, BPS, PMK, Bagian Sosial, dan sebagainya.

Kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Internal lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya, sedangkan faktor eksternal menunjukan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Oleh karenanya, program akan berjalan efektif apabila memperhatikan unsur kedua-duanya.

Kebijakan yang keliru dapat menyebabkan suatu keadaan kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan. Ketidakmampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan, merupakan tantangan bagi seluruh stake holder kabupaten Bogor.

2.4 Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pada era reformasi seperti saat ini, Pemerintah Pusat telah mengundang-undangkan UU Otonomi Daerah serta Otonomi Khusus agar Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur maupun mengelola rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, kemampuan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Untuk melaksanakan strategi pemberdayaan masyarakat diperlukan suatu transformasi peranan Pemerintah daerah dari inisiator berubah menjadi fasilitator. Perubahan paradigma baru ini ditetapkan dalam strategi pembangunan yang ditawarkan, antara lain:

(8)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

1. Memperkuat, memperbaiki dan menciptakan kapasitas kelembagaan produksi, pendapatan dan pengeluaran;

2. Meningkatkatkan dan melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan;

3. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh Pemda; dan

4. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia

(capacity building) yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat melalui

strategi pemberdayaan.

Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, antara lain : 1. Menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang (enabling); dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut; dan

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan. Dalam rangka ini Pemda Bogor diperlukan untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (oppor unity) yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna.

t

3. Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi (kata kuncinya adalah perlindungan kepada masyarakat). Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada masyarakat lemah/ miskin amat mendasar sifatnya, karena melindungi tidak berarti

(9)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

mengisolasi/menutup dari interaksi, karena hal itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dengan kata lain, melindungi harus ditinjau sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang/sehat, serta eksploitasi yang kuat atas masyarakat yang tidak berdaya. Dalam konsep pembangunan, pemberdayaan adalah menjadikan masyarakat bukan sebagai obyek dari berbagai proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemda, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunan.

III. Potret Kemiskinan

Uraian tentang potret kemiskinan dimaksudkan untuk memberikan gambaran kondisi kemiskinan penduduk dan kemungkinan atau hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan yang nantinya diharapkan sebagai

starting point untuk menentukan bentuk kebijakan/program yang tepat serta penyusunan rencana aksi (action plan) agar penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan dengan lancar di tingkat operasional.

Secara umum penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain:

1) Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat;

2) Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk; dan

3) Kemiskinan alamiah, yaitu kemisikinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian daerah.

Selain pengertian kemiskinan secara universal, maka diperlukan juga pengertian kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas

(10)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

setempat dan pemerintah daerah terkait. Dengan demikian, kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran.

Untuk mengidentifikasi kemiskinan selama ini yang sering digunakan adalah garis kemiskinan (poverty line), yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan ketidakmampuan penduduk melampui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum, misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan (misalnya kebutuhan perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang lain dan jasa).

Tabel 1 memberikan gambaran garis kemiskinan (poverty line) yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi penduduk riil perkapita perbulan untuk makanan (food consumption) berdasarkan pada hasil survai pedesaan maupun Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS yang dilakukan secara bertahap mulai tahun 1996 – 1999. Indeks harga (price index) merupakan metode untuk menunjukkan base year (1996 = 100) sehingga pengeluaran untuk konsumsi makanan sudah mencerminkan nilai riil karena faktor inflasi sudah dikeluarkan.

Tabel 1 juga memberikan interpretasi bahwa penduduk dengan pengeluaran konsumsi makanan riil ≤ Rp28.516 perkapita perbulan pada tahun 1996 akan dikelompokkan dalam penduduk miskin. Apalagi dengan munculnya krisis ekonomi Indonesia yang dimulai tahun 1997, yang mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin karena menurunnya garis kemiskinan hingga ≤ Rp23.717 perkapita perbulan.

(11)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Tabel 1

Perkiraan Besarnya Garis Kemiskinan (Poverty Line) Hasil Survai Pada 100 Desa Di Indonesia

(Rp/Kapita/Bulan)

Poverty Line

No Waktu Survai

Makanan Price Index (%) 1 Susenas, Februari 1996 28,516 100 2 100 Survai Pedesaan, Mei 1997 23,717 102 3 100 Survai Pedesaan, Agustus 1998 49,295 212 4 100 Survai Pedesaan, Desember 1998 53,248 229 5 Mini Susenas, Desember 1998 65,302 229 6 100 Survai Pedesaan, Mei 1999 54,643 235 7 Mini Susenas, Agustus 1999 63,306 222 Sumber : Konferensi Internasional Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, 16 Mei 200, Jakarta

Kemudian pada tahun 1998, upaya pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi maupun upaya penurunan tingkat kemiskinan akibat krisis ekonomi mulai dilaksanakan melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Propram Inpres Desa Tertinggal (IDT), maupun program-program lainnya, dan menghasilkan kenaikan garis kemiskinan karena meningkatnya pengeluaran konsumsi makan riil ≤ Rp49.295 perkapita perbulan. Pada tahun 1999 berdasarkan hasil Mini Susenas, pengeluaran konsumsi makanan riil telah mengalami kenaikan sebesar Rp63,306 perkapita perbulan. Hal ini mencerminkan adanya perbaikan taraf hidup penduduk meskipun kondisi krisis ekonomi masih berlangsung sehingga jumlah penduduk miskin dapat diturunkan dengan meningkatnya garis kemiskinan.

(12)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Tabel 2

Jumlah Penduduk Miskin Menurut Propinsi 1996 – 1999 Urban + Rural No Propinsi 1996 1999 % 1 DKI Jakarta 515.427 740.347 43,64 2 Jawa Barat 5.958.428 8.725.329 46,44 3 Jawa Tengah 6.114.063 8.391.522 37,25 4 DI Yogyakarta 493.057 714.076 44,83 5 Jawa Timur 7.069.969 9.271.039 31,31 Penduduk P. Jawa 20.150.924 27.842.313 38,17 Indonesia 32.833.207 47.750.859 45,43

Sumber : Agus Sutanto & Puguh B. Irawan, “Regional Dimensions Of Poverty :Some Findings On The Nature Of Poverty”, Jakarta, diolah.

Tabel 2 menggambarkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 1996 – 1999. Secara nasional penduduk miskin sudah mencapai ± 32 juta jiwa tahun 1996 dengan komposisi 27,3% berada di wilayah perkotaan dan selebihnya 82,7% berada di pedesaan. Dan setelah memasuki krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin secara nasional mencapai ± 47 juta jiwa atau 23,6% dari 205 juta jiwa penduduk Indonesia dengan komposisi penduduk yang berada di pedesaan sebesar 66,9% dan selebihnya berada di perkotaan sebesar 33,1%. Hal tersebut memberikan arti bahwa semenjak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan peningkatan pertumbuhan penduduk miskin sebesar 45,4% tahun 1996 – 1999.

Persebaran penduduk miskin menurut wilayah menunjukkan bahwa lebih kurang 58,3% tersebar di P. Jawa, di P. Sumatera tersebar 19,9%, di P. Kalimantan tersebar 5,0%, di P. Bali dan Nusra tersebar 5,8%, di P. Sulawesi tersebar 7,3% dan di Maluku-Irian Jaya tersebar 3,7%. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa erat kaitannya dengan pola persebaran penduduk yang sebagian besar berada di Jawa. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa

(13)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

berdampak pada rentannya penduduk terhadap krisis ekonomi sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Komposisi penduduk miskin di P. Jawa paling besar berada di Propinsi Jawa Timur sebesar ± 9 juta jiwa atau 19,4% dari jumlah penduduk miskin nasional. Sedangkan urutan kedua ditempati Propinsi Jawa Barat yang lebih banyak penduduk miskin dari pada Propinsi Jawa Tengah, yaitu ± 8 juta jiwa atau 18,3% dari jumlah penduduk miskin nasional.

3.2 Perbandingan Karakteristik Sosio Demografi Penduduk Miskin Berdasarkan hasil Konferensi Internasional tentang kemiskinan di Indonesia tahun 2000 hasil kerjasama antara World Bank dengan Center for Statistical Services (CSS) di Jakarta menunjukkan rata-rata jumlah keluarga dalam penduduk miskin di perkotaan ± 4 orang dan rata-rata di pedesaan ± 5 orang. Banyaknya jumlah anggota keluarga akan memperberat biaya hidup

(cost o living) terutama untuk memenuhi kebutuhan makanan dan

nonmakanan, seperi perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya.

f

Persentase kepala keluarga perempuan di perkotaan ± 15%, artinya dalam 100 kepala keluarga terdapat 15 orang kepala keluarga perempuan. Implikasi terhadap kepala keluarga perempuan adalah kemampuan untuk mendapatkan pendapatan (income) dalam keluarga adalah relatif rendah, karena keterbatasan jenis pekerjaan yang sesuai dengan perempuan dan mobilitas untuk mendapat pekerjaan relatif sulit terutama di perkotaan. Sedangkan kepala keluarga perempuan di pedesaan ± 11 orang, artinya kepala keluarga perempuan relatif sedikit di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan. Meskipun kepala keluarga perempuan relatif sedikit, namun kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dan pekerjaan relatif sulit di pedesaan. Akibatnya, jumlah penduduk miskin tetap saja lebih banyak jumlahnya di pedesaan daripada di perkotaan.

(14)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Dalam penduduk miskin rata-rata usia kepala keluarga yang hidup di wilayah perkotaan (urban) adalah antara 43 – 44 tahun. Sedangkan usia kepala keluarga di wilayah pedesaan (rural) adalah antara 45 – 46 tahun. Melihat dari sisi usianya, rata-rata kepala keluarga tersebut masih tergolong dalam kelompok umur produktif, yaitu antara 15 – 55 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mereka pada umumnya masih kuat untuk bekerja menghidupi keluarga, namun karena adanya faktor-faktor eksternal yang lebih kuat sehingga mereka tidak mampu untuk merubah ataupun menghadapi tekanan eksternal tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikannya, pada umumnya, tingkat pendidikan penduduk miskin rata-rata rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil survai Susenas BPS yang menyatakan tingkat penduduk penduduk miskin di wilayah perkotaan rata-rata tamat SD atau waktu sekolah hanya 7 tahun. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk miskin di pedesaan rata-rata tidak tamat SD atau waktu sekolah hanya 5 tahun.

Tabel 3

Karakteristik Sosial Demografis Rumahtangga Miskin Tahun 1999

No Karakteristik Penduduk Penduduk Miskin Rata-rata jumlah keluarga:

a. Perkotaan (urban) 4,44

b. Pedesaan (rural) 4,80

1

c. Total (urban & rural) 4,66 % Kepala rumahtangga perempuan :

a. Perkotaan (urban) 14,89

b. Pedesaan (rural) 11,51

2

c. Total (urban & rural) 12,79 Rata-rata umur kepala rumahtangga :

a. Perkotaan (urban) 43,43

b. Pedesaan (rural) 46,03

3

c. Total (urban & rural) 45,05 Rata-rata lama sekolah :

a. Perkotaan (urban) 7,18

b. Pedesaan (rural) 5,23

4

c. Total (urban & rural) 6,03

Sumber: Agus Sutanto & Puguh B. Irawan, “Regional Dimensions o Poverty: Some Findings on the Nature of Poverty”, pada Konferensi Internasional tentang Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, Jakarta, Mei 2000.

(15)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

3.3 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kedepan

Masalah kemiskinan khususnya kemiskinan di pedesaan merupakan masalah yang serius. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam sila kelima dari Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, kiranya merupakan tugas dan kewajiban bagi pemerintah bersama-sama masyarakat semua untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan yang menghinggapi sebagian dari rakyat indonesia.

Berbagai upaya telah dilaksanakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan antara lain melalui program Jaringan Sosial dan program penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional maupun program khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan yaitu P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), P2MPD dan program pembangunan daerah sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun penurunan tersebut masih rentan terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik nasional, konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah dan bencana alam.

Hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menunjukkan bahwa berbagai kelemahan program-program pemerintah yang dijalankan selama ini dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan antara lain adalah:

1. Program tidak direncanakan secara matang. Program-program

pengentasan kemiskinan pada umumnya dibuat dalam jangka pendek, tanpa memperhitungkan kesinambungannya. Akibatnya proyek tidak mampu menuntaskan masalah secara tuntas.

2. Tidak adanya ketegasan dalam menentukan targe g oup. Sebagai contoh target program PDMDKE adalah kelompok masyarakat yang kehilangan

(16)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

pekerjaan atau penurunan pendapatan akibat kekeringan dan krisis moneter. Namun dalam pelaksanaannya target sasaran mengalami perluasan.

3. Terdapatnya kebocoran dalam penyampaian dana program kepada kelompok sasaran.

4. Dalam berbagai program pengentasan kemiskinan, kurang adanya pemberdayaan masyarakat. Terdapat kesan bahwa dalam program tersebut masyarakat miskin menjadi obyek dari program yang seharusnya dipandang sebagai subyek dari program.

5. Selama ini berkembang persepsi dari masyarakat bahwa dana yang berasal dari pemerintah sifatnya gratis. Akibatnya banyak program-program yang sifatnya bantuan permodalan seperti KUT dan JPS yang gagal dalam perjalanannya.

6. Tidak berjalannya fungsi pengawasan baik yang dilakukan oleh LSM maupun tokoh informal. Hal ini disebabkan tidak diterapkannya aturan yang tegas tentang kegiatan pengawasan yang harus dilakukan dari sekedar berfungsi untuk mengontrol kelompok sasaran.

Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan merosotnya mutu generasi dan menjamin kelangsungan pembangunan di masa yang akan datang. Seiring dengan dinamika masyarakat dewasa ini, pemerintah harus menyadari bahwa salah satu syarat penting untuk mencapai keberhasilan pembangunan bukan semata-mata karena baiknya strategi dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan pembangunan harus didukung oleh peran masyarakat atau partisipasi masyarakat. Pola ini disebut sebagai pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan (Gunawan Sumodiningrat, hal 2). Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu strategi yang disusun secara komprehensif

(17)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

dan integral berprinsip partisipatif, demokratis dan disertai dengan penegakan hukum (law and order) serta mekanisme pasar yang ideal untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat dan rasa aman bagi kehidupan masyarakat.

Berkaitan dengan hal di atas, perubahan paradigma penanggulangan kemiskinan harus menjadi suatu gerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat dengan miskin potensial produktif, proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut harus berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Disamping itu pendampingan kepada kelompok masyarakat miskin dengan berbagai kegiatan yang dilakukannya sangat diperlukan. Bentuk pendampingan tersebut berupa fasilitasi, mediasi dan advokasi yang sebaiknya dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat setempat. Peran pemerintah lebih bersifat sebagai fasilitator guna melakukan penciptaan kondisi yang kondusif bagi proses kegiatan penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan merupakan langkah intervensi pemerintah terhadap kelompok masyarakat miskin produktif potensial untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat miskin beserta kelembagaannya (capacity building and insti u ion building) dalam pengelolaan sumber daya dengan pendekatan

community based development menuju masyarakat yang maju, mandiri,

sejahtera dan berkeadilan.

t t

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah:

1. Pemahaman atau visi-misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin. Penduduk miskin di sini diartikan sebagai penduduk miskin produktif potensial.

(18)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

2. Langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja yang memberikan pendapatan memadai dan lestari (melembaga, menjadi milik masyarakat).

3. Peran pelaku penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini yang menjadi pelaku utama adalah penduduk miskin itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping). 4. Koordinasi, yaitu pemerintah sebagai penggerak, fasilitator, dinamisator

dan motivator.

5. Kelembagaan. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan fungsi kelembagaan adalah penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan). Mekanisme pelaksanaan dilakukan melalui forum lintas pelaku, masyarakat bersama-sama pemerintah daerah.

6. Monitoring dan evaluasi yang bisa dilakukan secara internal yaitu masyarakat sendiri dan eksternal yaitu oleh kelompok independen.

Paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan harus berdasarkan prinsip-prinsip adil dan merata, partisipatif, demokratis mekanisme pasar, tertib hukum dan saling percaya yang menciptakan rasa aman. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, pendekatan yang diperlukan dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan. Selanjutnya perlu disusun kebijakan dan langkah-langkah koordinasi lintas pelaku yang mengikutsertakan seluruh komponen baik pemerintah daerah, organisasi nonpemerintah, dunia usaha, lembaga keuangan dan segenap unsur pemerintah, dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan. 3.4 Program Penanggulangan Kemiskinan

(19)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

1. Kemiskinan struktural. Penyebab struktural adalah yang berhubungan dengan kebijakan dan lembaga yang ada di masyarakat yang menghambat produktivitas dan mobilitas masyarakat.

2. Penyebab kultural yang berkaitan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif, tingkat pendidikan yang rendah, dan kondisi kesehatan dan gizi yang buruk.

3. Penyebab alamiah yang ditunjukkan oleh kondisi alam dan geografis, misalnya keteriolasian daerah.

Berpijak pada logika penyebab kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat di atas, maka strategi pemberdayaan masyarakat harus dapat menyentuh permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, baik dari sisi internal maupun eksternal. Pemerintah daerah dituntut secara konsisten dan berkesinambungan menciptakan dan membina kebersamaan sehingga dampaknya bukan hanya pada pemberdayaan posisi masyarakat lapisan bawah, namun lebih jauh juga pada penguatan sendi-sendi perekonomian secara keseluruhan.

Berkaitan dengan berbagai faktor penyebab kemiskinan di atas, maka strategi penaggulangan kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi empat katagori kebijakan yang diselenggarakan secara terpadu, yaitu:

1. Kebijakan perluasan kesempatan, yaitu berkaitan dengan penciptaan lapangan iklim dan lingkungan yang kondusif dalam rangka penanggulangan kemiskinan.

2. Kebijakan pemberdayaan masyarakat, yaitu berkaitan dengan upaya penguatan masyarakat beserta organisasi dan kelembagaannya untuk mampu terlibat dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan publik. 3. Kebijakan peningkatan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan upaya

peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah-langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan,

(20)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

peningkatan ketrampilan usaha, permodalan, prasarana, teknologi, serta informasi pasar.

4. Kebijakan perlindungan sosial, yaitu berkaitan dengan upaya memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin, utamanya kelompok masyarakat yang paling miskin (fakir miskin, orang jompo, anak terlantar dan cacat) dan kelompok masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi dan konflik sosial yang diarahkan melalui kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagian dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok. Sebagai tindak lanjut arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di atas, maka program-program pembangunan yang relavan untuk:

a. Program Pengentasan Kemiskinan Akibat Faktor Ekonomi

Adapun targe g oup dari program ini ada kelompok masyarakat usia produktif (15-60 tahun) pada lima lapisan masyarakat, yaitu Keluarga Pra Sejahtera atau lapisan masyarakat yang paling miskin, Keluarga Sejahtera I, II, III dan III+.

t r

Permasalahan utama yang dihadapi oleh masyarakat paling miskin baik masyarakat dalam kelompok Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, II, III dan III+ pada umumnya tidak hanya kurangnya akses permodalan, namun juga rendahnya akses terhadap sumber daya yang lainnya. Mereka pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah dan kondisi kesehatan di bawah rata-rata. Berdasarkan kriteria ini, maka persyaratan-persyaratan calon target group untuk dapat masuk program harus jelas, sehingga program tidak akan salah sasaran.

Mengingat program ini ditujukan kepada penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, maka prinsip-prinsip yang akan diterapkan adalah: 1) Pinjaman diberikan tanpa agunan atau tanpa tindakan hukum apabila

tidak dapat membayar kembali pinjamannya.

(21)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

3) Prosedur pinjaman dibuat sederhana.

4) Calon anggota membentuk Kumpulan dan beberapa Kumpulan

membentuk satu Rembuk Pusat.

5) Pinjaman diberikan untuk kegiatan produktif. 6) Angsuran pinjaman mingguan selama satu tahun.

7) Pengawasan dilakukan dalam penggunaan pinjaman dan pembayaran angsuran.

8) Peminjam diberi kemungkinan meminjam kembali setelah pinjamannya lunas.

9) Setiap peminjam dikenakan simpanan wajib dan disimpan sebagai Tabungan Kumpulan.

10) Pinjaman diberikan tanpa bunga, tetapi dikenakan biaya administerasi. 11) Pembebasan utang apabila anggota meninggal.

12) Semua transaksi pinjaman dan tabungan diadakan dalam Rembug Pusat. Pemanfaatan bantuan kredit bagi masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan bersifta fleksibel, artinya pemanfaatan diserahkan sepenuhnya kepada penerima bantuan kredit, sepanjang tidak digunakan untuk konsumsi.

Program bantuan permodalan bagi masyarakat paling miskin ini harus mampu menjawab berbagai problematika yang dihadapi lapisan masyarakat paling bawah, yaitu rendahnya akses terhadap permodalan, rendahnya tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan yang dibawah rata-rata masyarakat serta akses terhadap sumber daya lainnya. Untuk menjawab berbagai permasalah di atas, dibutuhkan waktu yang lama. Untuk itu program pembangunan ini tidak dapat bersifat proyek yang berjangka pendek (satu tahun), namun sebaliknya harus bersifat continue dengan melibatkan lembaga keuangan, swasta, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat pada umumnya.

Untuk mengatasi masalah rendahnya pendidikan, kesehatan dan akses terhadap sumber daya, pemerintah daerah dapat memanfaatkan setiap kesempatan baik pada rapat kumpulan maupun Rembuk Pusat yang diadakan

(22)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

setiap minggu sekali dengan berbagai kegiatan penyuluhan. Dengan demikian masyarakat paling miskin akan dapat meneguk berbagai keuntungan dari program ini. Disamping akan mendapatkan pinjaman permodalan, mereka juga akan mendapatkan berbagai penyuluhan seperti kesehatan, pentingnya pendidikan maupun bagaimana cara mengakses pasar yang diharapkan akan mampu merubah pola pikir mereka.

Rencana detail program penanggulangan masyarakat paling miskin ini disajikan dalam ac ion plan yang dapat dilihat pada lampiran dalam penelitian ini.

t

b. Mendampingi Masyarakat Kecil Bermitra Dengan Bank

Salah satu ciri umum yang melekat pada perekonomian rakyat adalah lemahnya permodalan. Ciri ini telah menyebabkan ruang gerak perekonomian rakyat terbatas. Sementara itu, di sisi lain, sumber dana dari luar yang diharapkan dapat mengatasi kekurangan modal tersebut tidak mudah didapatkan. Penyaluran kredit perbankan kepada masyarakat kecil seringkali mengalami kendala, baik dari pihak perbankan maupun dari nasabah sendiri. Kendala-kendala yang sering muncul itu adalah :

1) Tingginya biaya transaksi, lokasi nasabah yang sulit dijangkau, tingginya biaya untuk mendirikan kantor cabang dan transaksi umumnya berskala kecil.

2) Kelompok masyarakat yang harus dilayani oleh perbankan sangat banyak dari desa hingga ke kota, sehingga dibutuhkan jaringan kerja yang luas 3) Sebagian besar pengusaha kecil, terlebih masyarakat miskin, belum

mampu menyusun proposal serta perencanaan yang baik, sehingga pengajuan kredit sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Bank memberikan kredit atas dasar penilaian kelayakan usaha, yang menyangkut aspek legalitas, manajemen, keuangan, pemasaran dan jaminan. Aspek-aspek ini sering tidak dapat dipenuhi oleh pengusaha kecil (rakyat kecil).

(23)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Kesulitan mendapatkan dana segar di tingkat masyarakat kecil, telah merangsang menjamurnya praktek rentenir di sekitar kegiatan ekonomi produktif masyarakat. Para kreditor perorangan ini dengan prosedur yang sangat sederhana, dapat dengan cepat menyediakan kebutuhan modal bagi para pelaku ekonomi rakyat. Sehubungan dengan hal tersebut, yang perlu diupayakan untuk mengembangkan sektor ekonomi rakyat adalah :

1) Memperluas akses fasilitas modal dalam bentuk kredit bagi pengembangan usaha rakyat kecil,

2) Pemerintah harus mendorong kalangan dunia perbankan atau lembaga keuangan lainnya, terutama bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR) untuk menjalin kerjasama saling menguntungkan dan mau menyalurkan 20 persen dari total kreditnya kepada pengusaha kecil,

3) Memberikan pelayanan teknis berupa pembinaan bagi para pengusaha kecil agar mampu mengembangkan usaha.

Setelah masyarakat mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk pengembangan usahanya relatif lebih mudah, maka langkah atau tahap berikutnya adalah menentukan mekanisme dan metode sehingga masyarakat kecil mampu mengembangkan sumberdaya keuangannya. Beberapa persiapan yang harus dilakukan agar masyarakat mampu mengembangkan sumberdaya keuangannya, yaitu :

1) Mempersiapkan terciptanya akses atau kesempatan memperoleh kredit, 2) Mempersiapkan masyarakat lapisan bawah untuk dapat mempergunakan

kredit tersebut sehingga dapat menjadi sumber modal bagi kegiatan usaha 3) Menanamkan pengertian bahwa mereka harus dapat membayar kredit

dengan surplus yang diciptakan dari penggunaan kredit yang diterima, Guna mencapai kondisi masyarakat yang mampu mengembangkan keuangannya, maka dibutuhkan lembaga pelayanan keuangan yang mantap. Oleh karenanya lembaga pelayanan keuangan tersebut harus mampu berkembang dalam jangka panjang dengan cara memenuhi paling sedikit empat syarat :

(24)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

1) Lembaga tersebut harus mencerminkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat sehingga diakui keberadaannya

2) Lembaga keuangan tersebut harus mudah diawasi dan mudah dikelola 3) Lembaga itu harus menguntungkan, baik bagi masyarakat yang dilayani

maupun bagi kelangsungan lembaga keuangan itu sendiri

4) Lembaga itu harus dapat memberikan pelayanan keuangan yang menjangkau masyarakat sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat.

KSM yang dikelola dengan baik mampu berfungsi efektif sebagai lembaga keuangan informal. Pelayanan kredit kepada masyarakat miskin, yang dilakukan melalui KSM telah menunjukan tingkat pengembalian yang tinggi (lebih dari 90 persen ). Tingkat ini lebih baik dibandingkan dengan tingkat pengembalian kredit pengusaha yang memenuhi persyaratan formal,yakni berbadan hukum dan mempunyai jaminan kredit.

Sistem kredit yang diberikan kepada KSM berbeda dengan sistem kredit yang umum berlaku. Perbedaan itu, antara lain, pinjaman dilakukan secara berkelompok, tidak ada agunan fisik, serta diikutkannya LSM untuk mendampingi kelompok.

Ada tiga model yang dipakai dalam pelayanan kredit. Pertama, bank melayani kredit KSM secara langsung, sedang LSM berfungsi sebagai konsultan. Kedua, bank memberikan kredit kepada KSM melalui LSM. Dalam hal ini LSM bertindak sebagai penyalur kredit bank dan sekaligus penanggungjawab atas pengembalian kredit. Ketiga, bank berhubungan langsung dengan KSM tanpa bekerjasama dengan LSM. Bank berfungsi sebagai lembaga keuangan sekaligus sebagai pembina teknis KSM.

Sementara itu, syarat-syarat yang ditetapkan bagi LSM agar bisa berperan serta dalam PHBK adalah: Pertama, LSM harus bisa menggabungkan orientasi sosial dan ekonomi. Kedua, LSM harus sudah berpengalaman dalam pengembangan masyarakat lapisan bawah. Ketiga, LSM harus sudah

(25)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

berpengalaman dalam memberikan pelatihan dan pendampingan kepada anggota KSM yang menyangkut aspek-aspek ekonomi.

Bagi KSM sendiri, ada dua fungsi utama di bidang keuangan yang harus mereka laksanakan.

Pertama, KSM harus mampu mengalihkan tugas-tugas tertentu dari bank ke kelompok. Tugas-tugas itu, misalnya, mengumpulkan tabungan dari anggota dan melakukan pra penilaian kelayakan usaha bagi pemohon kredit. Pengalihan tugas ini dimaksudkan untuk memperkecil biaya transaksi.

Kedua, KSM, melalui mekanisme collateral substitute berupa tanggung renteng, harus mampu menciptakan tabungan yang dibekukan untuk dijadikan agunan tunai dalam masa tertentu. Rasio antara tabungan dengan kredit maksimal 1:4 atau 1:5 bagi semua nasabah individual. Mekanisme ini adalah instrumen untuk mengamankan kredit dan sekaligus sebagai alat pendidikan bagi semua nasabah individual.

Berkaitan dengan dua fungsi di atas, kemudian ditetapkan bahwa KSM yang dapat dilayani dalam PHBK adalah KSM yang mempunyai kriteria sebagai berikut: Pertama sebagian besar anggotanya belum mempunyai akses dengan kredit komersial bank. Kedua, sebagian besar anggotanya mempunyai usaha produktif yang layak dibantu dengan kredit bank. Ketiga, paling sedikit harus ada tiga orang pengurus KSM yang bertemu secara teratur, minimal satu bulan sekali. Keempat, rapat anggota tahunan dilaksanakan paling sedikit sekali dalam setahun. Kelima, mempunyai aturan main berupa peraturan organisasi tertulis. Keenam, mempunyai sistem pencatatan keuangan yang memadai sesuai dengan kebutuhan, dan mudah diperiksa. Ketujuh, mempunyai pengalaman dalam melayani kredit anggotanya, paling tidak selama enam bulan.

c. Program Pengentasan Kemiskinan Akibat Faktor Non Ekonomi Disamping disebabkan oleh faktor ekonomi, kemiskinan juga dapat diakibatkan oleh faktor-faktor nonekonomi seperti rendahnya pendidikan dan

(26)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

buruknya kondisi kesehatan masyarakat. Terdapat dua hal yang menyebabkan buruknya masalah pendidikan dan kesehatan, yakni dari faktor internal dan faktor eksternal. Dari sisi internal, dimana rendahnya pendidikan dan kesehatan diakibatkan oleh rendahnya income masyarakat dan mungkin pula diakibatkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kesehatan. Untuk itu melalui penyuluhan diharapkan akan mampu memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan. Disamping itu dengan meningkatnya income masyarakat sebagai dampak dari bantuan kredit, diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kesehatan juga meningkat.

Program pemecahan masalah rendahnya pendidikan yang diakibatkan oleh faktor internal, disamping melalui penyuluhan-penyuluhan yang dikaitkan dengan Program Pengentasan kemiskinan Akibat faktor Ekonomi, juga dapat pula ditempuh melalui program bantuan beasiswa kepada siswa-siswa dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan (lihat lampiran).

Untuk mengetahui pengaruh dari faktor eksternal terhadap rendahnya pendidikan dan kesehatan masyarakat, perlu dilakukan pemetaan ulang terhadap sarana pendidikan dan kesehatan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Sekiranya kondisi sarana pendidikan dan kesehatan jumlahnya tidak memadai, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menambah sarana tersebut.

Perlu disadari bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah dewasa ini adalah terbatasnya dana. Untuk itu pemerintah perlu mengembangkan Program Pelayanan Sosial melalui sistem Imbal swadaya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Target group program ini disamping masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, juga ditujukan kepada kelompok masyarakat usia sekolah untuk pendidikan dan kesehatan dan masyarakat usia di atas 60 tahun untuk kesehatan.

(27)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

IV. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut pertama, dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh. Seiring dengan dinamika masyarakat pemerintah harus mengubah paradigma pembangunan melalui pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan. Kedua, dalam rangka penanggulangan kemiskinan hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah:

a. Pemahaman atau visi misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin, b. Langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat, c. Peran pelaku penanggulangan kemiskinan adalah penduduk miskin itu

sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping),

d. Perlu adanya koordinasi yang baik,

e. Adanya kelembagaan yang berfungsi sebagai penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan), dan

(28)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

V. Daftar Pustaka

Agus Sutanto dan Puguh B. Iraman, Regional Dimentions of Poverty: Some Findings on the Nature of Poverty, Jakarta, Mei 2000.

Arief R. Karseno, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Lokalitas

Dalam Perspekti Ekonomi, Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM,

2002. f

r

t

Badan Pusat Statistik, Data dan Informasi Kemiskinan, intern,2002.

Gunawan Sumodiningrat; Sinkronisasi Program Penanggulangan kemiskinan, Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM, 2002.

Konferensi Internasional Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, 16 Mei 2000 di Jakarta.

Makmun, Bantuan K edit untuk Rakyat Termiskin, dalam Majalah Pengembangan Perbankan dalam Edisi Januari-Februari 1992.

Pandu Suharto dan Makmun, Sebuah Pengalaman Dalam Mengurangi

Kemiskinan di daerah Pedesaan, dalam Majalah Pengembangan

Perbankan Edisi Juli-Agustus 1992.

Susetiawan, Pengembangan Lokalitas Dalam perspek if Sosial Budaya, Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM, 2002.

(29)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Lampiran 1 :

Penyusunan Rencana Aksi (Action Plan) Peta Keluarga Sejahtera Alasan Ekonomi No Pemanfaat Sasaran

Proyek

Karakteristik

Pemanfaat Proyek Kriteria Kelompok Proyek/Skim Kredit Bentuk Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

1 Keluarga Pra Sejahtera (termasuk petani gurem, penduduk pedalaman dan suku terasing) 1. Berpendidikan minimal SD/dapat baca & tulis

2. Berusia produktif anta-ra 15 – 45 tahun (bisa pria dan/ atau wanita) 3. Memiliki anggota kelu-arga minimal 4 orang; 4. Bekerja & berpenghasilan di bawah garis kemiskinan/income-n ya dibawah 320 kg setara beras per tahun

3. Lokasi tempat

tinggal antrar anggota kelompok tidak terlalu jauh 5. Memiliki keahlian/ketrampilan tertentu 6. Tidak bekerja tetapi memiliki keahlian/ketrampilan tertentu 6. Kewajiban

tanggung renteng antar anggota kelompok & tabungan bersama 7. Kompetensi dalam pengalaman berkeahlian tertentu 1. Memiliki kesamaan jenis ketrampilan sehingga dapat diorganisasikan Bantuan kepada masyarakat miskin dengan ketentuan sbb :

2. Tiap kelom-pok

terdiri 5 orang/tidak boleh hubungan darah

maupun keluarga 2.s/d 12 bulan, dan dapat Jangka waktu kredit mengajukan pinjaman lagi dengan plafon yang lebih besar setelah lunas. 4. Mempunyai

usaha/pekerjaan yang sama/sejenis

5. Belum mendapat

pelayanan kredit dari bank & nonbank

Diantara anggota kelompok harus memiliki :

1. Plafon s/d Rp 200 ribu per jiwa dengan sistem dana bergulir;

3. Suku bunga 1,5 % per bu-lan/18% per tahun; 4. Tanpa agunan

5. Apabila peminjam

meni-nggal dunia, maka ahli waris dibebaskan dari segala kewajiban

6. Angsuran pinjaman

dibayar secara mingguan

Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat/LPSM dengan kriteria : 1. Azas Solidaritas 2. Azas Partisipasi 3. Azas Kemampuan 4. Azas Kemitraan 5. Azas Pemerataan 1. Telah mempunyai

organisasi yang mantap dan kredibel; 2. Memiliki kelompok binaan, melaksanakan pembinaan serta pengembangan kelompok; 3. Memiliki petugas

lapangan yang mampu dan terampil;

4. Memiliki track record yang baik.

5. Melakukan sistem

monitoring & evaluasi terhadap pelaksanaan pro-yek secara intensif.

(30)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun) No Sasaran Pemanfaat Proyek Karakteristik

Pemanfaat Proyek Kriteria Kelompok Proyek/Skim Kredit Bentuk Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

2 Keluarga Sejahtera I (termasuk petani gurem, penduduk pedalaman dan suku terasing) 1. Berpendidikan minimal SD / bisa baca & tulis

2. Individu berusia produk tif antara 15 – 45 tahun (bisa pria dan/atau wanita) 3. Memiliki anggota kelu-arga minimal 4 orang 4. Bekerja & berpeng-hasilan di bawah garis kemiskinan / income-nya dibawah 320 kg setara beras per tahun 4. Belum men-dapat

pela-yanan kredit dari bank & non bank

5. Tidak bekerja tetapi memiliki keahlian / ketrampilan tertentu 6. Kewajiban tanggung renteng an-tar anggota kelompok & tabungan bersama 6. Kompetensi dalam pe-ngalaman berkeahlian tertentu 7. Memiliki usaha produktif semua sektor ekonomi 1. Memiliki ke-samaan jenis usaha sehi-ngga dapat diorganisasi-kan

2. Tiap kelom-pok

terdiri 5 orang & tidak boleh hubungan darah/keluarga

1. Plafon Rp 250 ribu per jiwa dengan sistem dana bergulir,

3. Lokasi tem-pat

tinggal antrar ang-gota kelom-pok tidak ter-lalu jauh

2. Jangka wak-tu kredit s/d 12 bulan; dan dapat menga-jukan pinja-man lagi de-ngan plafon yang lebih besar setelah lunas.

5. Tidak memi-liki

tunggak-an kredit dari bank & non bank

4. Apabila pe-minjam

meni-nggal dunia, maka ahli wa-ris dibebas-kan dari segala ke-wajiban

5. Angsuran pin jaman

diba-yar secara mingguan Bantuan kredit kepada masya-rakat miskin de-ngan ketentuan sbb :

Diantara anggo-ta kelompok ha-rus memiliki :

3. Suku bunga 1,5% per bu-lan/18% per tahun

1. Azas Soli-daritas 2. Azas Partisi-pasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemit-raan 5. Azas Peme-rataan Lembaga Penge-mbangan Swada-ya Masyarakat/LPSM dengan kri-teria : 1. Telah mempu-nyai

organisa-si yang man-tap dan kredi-bel; 2. Memiliki ke-lompok bina-an, melaksa-nakan pembi-naan serta pe-ngembangan kelompok; 3. Memiliki petu-gas

lapangan yang mampu dan terampil;

4. Memiliki track record yang baik.

5.Melakukan sistem monito-ring & evaluasi terhadap pe-laksanaan pro-yek secara intensif

(31)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

No Pemanfaat Sasaran Proyek

Karakteristik

Pemanfaat Proyek Kriteria Kelompok

Bentuk Proyek/Skim Kredit Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan 3 Keluarga Sejahtera II 1. Berpendidikan minimal SD / bisa baca & tulis

2. Individu berusia an-tara 15 – 45 tahun (bisa pria dan / atau wanita) 3. Bekerja & berpeng-hasilan di bawah garis kemiskinan / income-nya dibawah 320 kg setara beras per tahun 3. Lokasi tem-pat

tinggal antar ang-gota kelom-pok tidak ter-lalu jauh 4. Tidak bekerja tetapi memiliki keahlian / ke-trampilan tertentu 5. Tidak memi-liki

tunggak-an kredit dari bank & non bank 5. Kompetensi

dalam pe-ngalaman berkeahlian tertentu

6. Memiliki usaha

pro-duktif semua

sektor ekonomi 7.jaman dibayar secara Angsuran pin mingguan

1. Memiliki ke-samaan jenis usaha sehi-ngga dapat diorganisasi-kan

2. Tiap kelom-pok

terdiri 5 orang & tidak boleh hubu-ngan darah

/ keluarga 2. Jangka wak-tu kredit

s/d 12 bulan; dan dapat menga-jukan pinja-man lagi de-ngan plafon yang lebih besar setelah lunas.

4. Belum men-dapat

pela-yanan kredit dari

bank & non bank 4. Memiliki ke-layakan

usa-ha individual & kelompok

6. Kewajiban

tanggung renteng an-tar anggota kelompok & tabungan bersama

5. Apabila pe-minjam

meni-nggal dunia, maka ahli wa-ris dibebas-kan dari segala ke-wajiban

Kredit Investasi / Modal Kerja de-ngan ketentuan sbb :

1. Plafon Rp 300 ribu per jiwa deng an sistem da na bergulir;

3. Suku bunga 1,5% per bu-lan (18% per tahun)

6. Tanpa agunan Diantara anggo-ta kelompok ha-rus memiliki : 1. Azas Soli-daritas 2. Azas Partisi-pasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemit-raan 5. Azas Peme-rataan Lembaga Penge-mbangan Swada-ya Masyarakat / LPSM dengan kri-teria : 1. Telah mempu-nyai

organisa-si yang man-tap dan kredi-bel; 2. Memiliki ke-lompok bina-an, melaksa-nakan pembi-naan serta pe-ngembangan kelompok; 3. Memiliki petu-gas

lapangan yang mampu dan terampil;

4. Memiliki track record yang baik.

5. Melakukan sistem

monito-ring & evaluasi terhadap pe-laksanaan pro-yek secara intensif

(32)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

No Pemanfaat Sasaran Proyek

Karakteristik

Pemanfaat Proyek Kriteria Kelompok

Bentuk Proyek/Skim Kredit Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

4 Keluarga Sejahtera III

1. Berpendidikan minimal SD / bisa baca & tulis

2. Individu berusia an-tara 15 – 45 tahun (bisa pria / wanita)

3. Bekerja & berpeng-hasilan di bawah garis kemiskinan / income-nya dibawah 320 kg setara beras per tahun 2. Tiap kelom-pok

terdiri 5 orang & tidak boleh hubu-ngan darah / keluarga

3. Lokasi tem-pat

tinggal antrar ang-gota kelom-pok tidak ter-lalu jauh 4. Tidak bekerja tetapi memiliki keahlian / ke-trampilan tertentu 5. Tidak memi-liki

tunggak-an kredit dari bank & non bank 5. Kompetensi dalam pe-ngalaman berkeahlian tertentu 6. Memiliki usaha pro-duktif semua sektor ekonomi 6. Kewajiban tanggung renteng an-tar anggota kelompok & tabungan bersama

7. Surat keterangan lega-lisasi usaha dari kantor kecamatan setempat

1. Memiliki ke-samaan jenis usaha sehi-ngga dapat diorganisasikan

2. Jangka wak-tu kredit s/d 12 bulan; dan dapat menga-jukan pinja-man lagi de-ngan plafon yang lebih besar setelah lunas.

4. Belum men-dapat

pela-yanan kredit dari

bank & non bank 4. Apabila pe-minjam

meni-nggal dunia, maka ahli wa-ris dibebas-kan dari segala ke-wajiban

Kredit Investasi/Modal Kerja dengan ketentuan sbb :

Diantara anggota kelompok harus memiliki :

1. Plafon Rp 350 ribu per jiwa dengan sistem dana bergulir;

3. Suku bunga 1,5% per bu-lan (18% per tahun)

5. Tanpa agunan Lembaga Penge-mbangan Swadaya Masyarakat/LPSM dengan kriteria : 1. Azas Solidaritas 2. Azas Partisipasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemitraan 5. Azas Pemerataan 1. Telah mempu-nyai

organisa-si yang man-tap dan kredi-bel; 2. Memiliki ke-lompok bina-an, melaksa-nakan pembi-naan serta pe-ngembangan kelompok; 3. Memiliki petu-gas

lapangan yang mampu dan terampil;

4. Memiliki track record yang baik.

5. Melakukan sistem

monito-ring & evaluasi terhadap pelaksanaan pro-yek secara intensif

(33)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun) No Sasaran Pemanfaat Proyek Karakteristik

Pemanfaat Proyek Kriteria Kelompok Proyek/Skim Kredit Bentuk Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

5

Keluarga Sejahtera III+

1. Berpendidikan minimal SD / bisa baca & tulis 2. Individu berusia an-tara 15 – 45 tahun 3. Berstatus sebagai ke-pala keluarga 4. Bekerja & berpeng-hasilan di bawah garis kemiskinan / income-nya dibawah 320 kg setara beras per tahun 3. Lokasi tem-pat

tinggal antrar ang-gota kelom-pok tidak ter-lalu jauh 5. Tidak bekerja tetapi memiliki keahlian / ke-trampilan tertentu 5. Tidak memi-liki

tunggak-an kredit dari bank & non bank 6. Kompetensi

dalam pe-ngalaman berkeahlian tertentu

7. Memiliki usaha

produk tif semua sektor ekono mi

8. Surat keterangan lega-lisasi usaha dari kantor kecamatan setempat

1. Memiliki ke-samaan jenis usaha sehi-ngga dapat diorganisasi-kan

2. Tiap kelom-pok

terdiri 5 orang & tidak boleh hubungan darah/keluarga

1. Plafon Rp 400 ribu per jiwa dengan sistem da na bergulir;

2. Jangka wak-tu kredit s/d 12 bulan; dan dapat menga-jukan pinja-man lagi de-ngan plafon yang lebih besar setelah lunas.

4. Belum men-dapat

pela-yanan kredit dari

bank & non bank 4. Apabila pe-minjam

meni-nggal dunia, maka ahli wa-ris dibebas-kan dari segala ke-wajiban

6. Kewajiban ta

nggung ren teng antar anggota ke- lompok / ta-bungan ber-sama

Bantuan kredit kepada masyara-kat miskin dengan keten-tuan sbb :

3. Suku bunga 1,5% per bu-lan (18% per tahun)

5. Tanpa agunan Diantara anggo-ta kelompok ha-rus memiliki : 1. Azas Soli-daritas 2. Azas Partisi-pasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemit-raan 5. Azas Peme-rataan Lembaga Penge-mbangan Swada-ya Masyarakat/LPSM dengan kri-teria : 1. Telah mempu-nyai

organisa-si yang man-tap dan kredi-bel; 2. Memiliki ke-lompok bina-an, melaksa-nakan pembi-naan serta pe-ngembangan kelompok; 3. Memiliki petu-gas

lapangan yang mampu dan terampil;

4. Memiliki track record yang baik.

5. .Melakukan sistem

monito-ring & evaluasi terhadap pe-laksanaan pro-yek secara intensif

(34)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

Lampiran 2:

Penyusunan Rencana Aksi (Action Plan) Peta Keluarga Sejahtera Alasan Non Ekonomi

No Sasaran Pemanfaat Proyek Karakteristik Pemanfaat Proyek Bentuk Proyek Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

1 1. Keluarga Pra Sejahte ra 2. Keluarga Sejahtera I 3. Keluarga Sejahtera II 4. Keluarga Sejahtera III 5. Keluarga Sejahtera III+ 1. Individu berusia 56 ta hun keatas

2. Bukan tenaga kerja dan tidak bekerja lagi

3. Pengangguran

4. Pensiunan tenaga ker ja

5. Pendapatan di bawah

garis kemis kinan

6. Manula dan pengang

guran

7. Pendapatan keluarga di bawah garis kemis kinan / income-nya di bawah 320 kg setara beras per tahun 8. Surat keterangan mis kin dari kantor kelura han setempat

Imbal swadaya masyarakat

de-ngan ketentuan :

1. Memberikan bantuan un-tuk

perbaikan sarana / pra sarana yang kurang, misal perbaikan ge-dung sekolah yang rusak, fasum dan fasos yang penting di wi-layah setem-pat 2. Mendorong swadaya ma- syarakat sete mpat untuk memperbaiki sarana / pra sarana yang kurang terse-but

3. Plafon bantu an didasar-kan

besarnya dana yang dibutuhkan dan kemam-puan masyarakat

Diantara anggota kelompok ha-rus memiliki :

Lembaga Pengem bangan Swadaya Masyarakat / LPSM dengan kri-teria : 1. Azas Soli-daritas 2. Azas Partisi-pasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemit-raan 5. Azas Peme-rataan

1. Telah mempu nyai

organisa-si yang man-tap dan kredi-bel;

2. Memiliki petu-gas

lapangan yang mampu dan terampil;

3. Melakukan sis tem

monito- ring & evalua si terhadap pe laksanaan pro yek

(35)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

No Sasaran Pemanfaat Proyek Karakteristik Pemanfaat Proyek Bentuk Proyek Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

2 1. Keluarga Pra Sejahtera 2. Keluarga Sejahtera I 3. Keluarga Sejahtera II 4. Keluarga Sejahtera III 5. Keluarga Sejahtera III+

1. Anak usia sekolah (6

tahun-18 tahun)

2. Pendapatan keluarga di bawah garis kemis kinan / income-nya di bawah 320 kg setara beras per tahun

3. Surat keterangan mis

kin dari kantor kelura han setempat

4. Memiliki prestasi

pendidikan yang memuaskan

Bantuan beasiswa kepada anak dari keluar-ga miskin untuk tingkat SD s/d SLTA 1. Azas Soli-daritas 2. Azas Partisi-pasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemit-raan 5. Azas Peme-rataan Pelaksana, pengawasan dan pendampingan dilakukan melalui Dinas Pendidikan

Bekerjasama dengan seluruh lembaga

pendidikan SD s/d SLTA di Kabupaten Bogor

(36)

Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun)

No Sasaran Pemanfaat Proyek Karakteristik Pemanfaat Proyek Bentuk Proyek Kriteria Proyek Pendampingan/ Pengawasan

3 1. Keluarga Pra Sejahtera 2. Keluarga Sejahtera I 3. Keluarga Sejahtera II 4. Keluarga Sejahtera III 5. Keluarga Sejahtera III+

1. Anak usia balita (1

tahun-5 tahun)

2. Pendapatan keluarga di bawah garis kemis kinan / income-nya di bawah 320 kg setara beras per tahun

Bantuan pengobatan gratis kepada

balita dari keluar-ga miskin. 1.2. Azas Soli-daritas Azas Partisi-pasi 3. Azas Ke-mampuan 4. Azas Kemit-raan 5. Azas Peme-rataan

Pelaksana, pengawasan dan pendampingan dilakukan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra-sejahtera, dimana kegiatan ini

Program Pendampingan Keluarga ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh keluarga pra- sejahtera, dimana kegiatan