• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE SOSIODRAMA DI KELAS V SD NEGERI CILUMPING - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE SOSIODRAMA DI KELAS V SD NEGERI CILUMPING - repository perpustakaan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1) Bahasa sebagai simbol

Simbol atau lambang adalah suatu yang dapat melambangkan mewakili ide, perasaan, pikiran, benda, dan tindakan secara arbiter konversional dan representatif-interpretatif. Tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara yang menyimbolkan dengan yang disimbolkan. Untuk itu baik yang batiniah (linier) seperti perasaan, pikiran, ide, maupun yang lahiriah (outer) seperti benda dan tindakan dapat dilambangkan atau diwakili simbol.

Manusia senantisa bergelut dengan simbol. Melalui simbol, manusia memandang, memahami, dan menghayati alam dan kehidupannya. Simbol itu sendiri merupakan kenyataan hidup, baik kenyataan lahiriah maupun batiniah yang disimbolkan, karena di dalam simbol terkandung ide, dan perasaan, serta tindakan manusia.

(2)

ditulis dan dibaca. Kata / a-p-i / tidak ada hubungannya dengan sifat kepanasan yang diacunya sehingga walaupun kita mengucapkan kata api berkali-kali, maka mulut kita tidak akan terbakar. Hal itu hanya bersifat arbiterer dan kemudian disepakati menjadi konvensi oleh pemakai bahasa.

Sebuah wacana secara totalitas dapat juga berupa simbol. Dalam masayarakat batak dikenal wacana berupa ragam bahasa rataan (wailing language). Bahasa ratapan adalah syair yang diucapkan oleh seseorang ketika dia menagisi orang yang meninggal. Bahasa ratapan melambangkan dan mewakili perasaan siperatap. Bahasa ratapan itu sebagai symbol secara totalitas, tetapi wacana bahasa ratapan itu juga terdiri dari simbol-simbol yang lebih kecil seperti kata, frase, dan kalimat.

2) Bahasa Sebagai Bunyi Ujaran

Telinga selalu mendengar bunyi- bunyi yang dihasilkan oleh benda benda tertentu. Bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Human Organ of Speech) yang disebut sebagai bahasa.

(3)

menghasilkan bunyi-bunyi suara.

Pada hakikatnya, bunyi adalah kesan pada pusat syaraf sehingga akibat getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubhan dalam tekanan udara. Bunyi ujaran (speech sound) adalah suatu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan diamati dalam fonemik sebagai fon atau dalam fonologi sebgai fonem.

3) Bahasa Bersifat Arbitrer

Pengertian arbitrer dalam studi bahasa adalah mana suka, asal bunyi atau tidak ada hubungan logis antara kata sebagai simbol (lambang) dengan yang dilambangkan. Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan sehingga ciri khusus bahasa tidak dapat diramalkan secara tepat.

Secara leksis, dapat dilihat kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan dalam Bahasa Indonesia, biang dalam bahasa Batak, dog dalam bahasa Inggris. Hal ini memiliki kata yang berbeda untuk menyatakan konsep yang sama. Kearbitreran bahasa di dunia ini menyebkan adanya kedinamisan bahasa.

4) Bahasa Besifat Konvensional

(4)

didahului pembentukan secara arbitrer. Tahapan awal adalah manasuka/arbitrer, hasilnya disepakati/dikonvensionalkan, sehingga menjadi konsep yang terbagi bersama (sicialy cocept). Setip bicara terlibat dalam konvensi. Jika sorang melihat kata kursi atau mendengar bunyi kursi, secara langsung dapat mengetahui bahwa kata itu merujuk sesuatu yang lain. Jika tahu bahwa tidak ada hubungan yang ihern antar kata kursi dengan benda kursi. Kata itu merujuk pada benda karena ada konvensi penamaan atau penyebutan benda tertentu dengan suatu nama tertentu.

Konvensi/kesepakatan akan menentukan kata yang dibentuk secara arbitrer dapat terus berlangsung dalam pemakaian bahasa makna menjadi pembicaraan orang.

a) Makna Kontekstual

Makna unsur bahasa yang didasarkan pada hubungan antara ujaran dengan situasi ketika ujaran itu dipergunakan. Misalnya kata bagus dapat berati jelek ketika seorang ayah mengejek anaknya yang malas belajar, kalimat yang patutlah nilaimu sangat bagus.

b) Makna Gramatis

Makna yang diperoleh berdasarkan hubungan antar unsur-unsur bahasa dalam satuan satuan yang lebih besar. Misalnya pada kata dia mencintai ibunya, bermakna sebutan atau perbuatan aktif.

(5)

Hal ini diartikan sebagai kemampuan unsur bahasa untuk menghasilkan terus-menerus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Prefik / men / dan / di/, misalnya dapat melekat pada setiap kata kerja dan fungsinya masing-masing membentuk kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam Bahasa Indonesia.

6) Bahasa Bersifat Universal

Bahasa merupakan suatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Pada sifat internal bahasa, universal adalah katagori linguistik yang berlaku umum untuk semua bahasa.

7) Bahasa Bersifat Unik

Hal ini terlihat dari studi bahasa yang tersendiri bentuk dan jenisnya dari bahasa lain. Setiap bahasa ada perbedaan dengan bahasa lain meskipun termasuk dalam bahasa serumpun.

8) Bahasa Sebagai Komunikasi

Menjadi penyampai pesan dari penyapa kepada pesapa (penerima). Komunikasi harus bermakna atau berarti baik bagi penyapa atau pesapa. Komunikasi dapat bermakna jika sistem tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi dapat informative. c. Hakikat Berbicara

1) Pengertian Berbicara

(6)

antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampain sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula. Kareana itulah maka sering kita dengar dengan ungkapan “medium is message”.

Keterampilan berbicara pada dasarnya harus dimiliki oleh semua orang yang di dalam kegiatannya membutuhkan komunikasi, baik yang sifatnya satu arah maupun yang timbal balik antar keduanya. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan di dalam pergaulan, baik di rumah, maupun di tempat lain.

Konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi mencakup sembilan hal, yakni:

a) Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal b) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi

c) Berbicara adalah ekspresi kreatif d) Berbicara adalah tingkah laku

e) Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari f) Berbica dipengaruhi kekayaan pengalaman g) Berbicara saran memperluas cakrawala h) Kemampuan linguistik berkaitan erat

(7)

2) Tujuan berbicara

Tujuan bebicara adalah untuk berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif (Tarigan, 1987: 5). Tujuan berbicara biasanya dapat dibedakn atas lima golongan, yakni:

a) menghibur; b) menginformasikan; c) menstimulasi; d) meyakinkan; e) menggerakan.

Berbicara untuk menghibur, pembicara menarik perhatian dengan berbagai cara seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, dan sebagainya. Humor yang orisinil baik dalam gerak-gerik cara berbicara cara mengunakan kata atau kalimat akan menawan pembicara. Suasana pembicara biasanya santai, rileks, penuh canda, dan menyenangkan.

Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: a) menjelaskan suatu proses; b) menguraikan, menafsirkan, atau menginterprestasikan sesuatu hal; c) memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan; d) menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antar benda, hal atau peristiwa.

(8)

kelompok orang tidak menyetujui suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain, maka orang atau kelompok tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar. Melalui pembicara yang terampil dan disertai bukti, fakta, contoh dan ilustrasi yang mengena.

Berbicara untuk tujuan mengerakan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan, atau tokoh idola masyarakat. Melaui kepintaran berbicara, kelihatan membakar emosi, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambaha dengan penguasaan terhadap ilmu jiwa massa, pembicara akan dapat menggerakan pendengarnya.

Pembicara yang baik selalu berusaha meyakinkan kebenaran isi ungkapan; sesuatu yang direncanakan hasilnya lebih baik dari yang tidak direncanakan. Makna ungkapan tersebut dapat diterapakan dalam mempersiapakan pembicaraan mulai dari:

a) memilih topik; b) memahami dan menguji topik; c) menganalisis pendengar dan situasi; d) menyusun rencana

kerangka pembicaraan; e) mengujicobakan; f) meyakinkan. 3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara.

(9)

dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan di dalam berbicara misal pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah: kepribadian (kharisma), karakter, tempramen, bakat, (talenta), cara berfikir, dan tingkat intelegensi. Sedangkan faktor ekternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan.

Faktor penunjang keefektifan berbicara menurut (Asjad 2005: 17-22) diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara:

1) Ketepatan ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar.

2) Penenempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu keberhasilan berbicara.

3) Pemilihan kata (diksi)

(10)

dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa berbicara. 4) Ketepatan sasaran pembicara

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat efektif. Kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu meningalkan kesan, menimbulkan pengaruh atau menimbulkan akibat. b. Faktor-faktor non kebahasaan sebagai penunjang keefektifan

berbicara.

Berikui ini yang termasuk faktor non kebahasaan antara lain: 1) Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku

Dengan sikap yang wajar sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukan otoritas dan integritas dirinya sebaiknya latihan sikap ini ditanamkan lebih awal karena sikap ini merupakan modal utama untuk kesuksesan berbicara. 2) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara

Dengan sikap ini pembicara melibatkan pada semua pendengar. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan sehinga pendengar tiadak dapat merespon apa yang disampaikan pembicara akibatanya materi yang disampaikan akan menjadi sia-sia.

3) Kesediaan menghargai pendapat orang lain

(11)

memang keliru. 4) Gerak - gerik

Sikap ini dapat pula menunjang keefektifan berbicara, selain itu juga menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.

5) Mimik yang tepat

Mimik atau ekspresi muka merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung dalam melakukan berbicara dengan ekspresi yang sesuai akan dapat meyakin kan pendengar.

6) Kenyaringan suara

Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat dan jumlah pendengar. Dengan pengaturan kenyaringan yang tepat pendengar akan dapat mendengar dengan jelas isi pembicara.

7) Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan menagkap isi pembicaraannya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya. Oleh karena itu, pembicara diharapkan dapat mengatur tempo kata - kata atau kalimat.

(12)

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

9) Penguasaan topik

Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi penguasaan topik sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara. Banyaknya faktor yang terlihat di dalamnya, menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks. Faktor- faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara sehingga harus diperhatikan pada saat menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara. Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi dengan mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh.

(13)

yang bersifat sosial.

Perhatikan contoh kegitan berbicara berikut ini.

Bu Tina : “Saya dengar Andi mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, saya langsung datang kesini.”

Bu Susi : “ Benar. Kalau saja dia mau mendengarkan omongan

saya, tidak naik motor ke sekolah, mungkin saat ini dia tidak berbaring di sini .”

Bu tina : “Sudahlah, Bu. Jangan terlalu disesali. Mudah-mudahan kejadian ini membawa hikmah bagi kita, terutama bagi Andi. Kita berdoa saja, mudah-mudahan luka-luka Andi cepat sembuh dan Andi bisa kembali ke sekolah seperti biasa.”

Bu Susi : “Ya, Bu. Terimakasih atas kedatangan Ibu.”

(14)

Suri. Kita kembali ke studio 5. Silahkan Adolf. Kegiatan yang dilakukan pada uraian di atas merupakan salah satu kegiatan berbicara

3. Metode sosiodrama

Sosisodrama adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah yaitu: a) dapat menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil; b) permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa. Pembelajaran dengan sosiodrama merupakan suatu aktivitas yang dramatik, biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil siswa, bertujuan mengeksploitasi beberapa mesalah yang ditemukan untuk melengkapi partisipasi dan pengamat dengan pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman.

(15)

agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya. Tahap pemilihan peran memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan yang harus dikerjakan oleh para pemain. Selanjutnya menyusun tahap-tahap bermain peran. Dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa bisa menambah dialog sendiri.

Tahap berikutnya adalah menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran. Setelah semuanya siap maka dilakukan kegiatan pemeranan. Pada tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing sesuai yang terdapat pada skenario bermain peran. Dalam hal ini guru menghentikan permainan pada saat terjadi pertentangan agar memancing permasalahan agar didiskusikan. Masalah yang muncul dari bermain peran, dibahas pada tahap diskusi dan evaluasi. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial (Djamarah dan Zain, 2002). Sosisodrama menurut (Djamarah dan Zain 2002) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

a. Kelebihan Metode sosiodrama

(16)

yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.

2) Siswa lebih tertarik perhatian pada pelajaran, karena masalah – masalah sosial berguna bagi mereka.

3) Karena bermain peran adalah bermain peran sendiri maka mudah memahami masalah –masalah sosial .

4) Bagi siswa yang memerankan seperti orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain, sehingga ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian toleransi dan tenggang rasa.

5) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.

6) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.

7) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaikbaiknya.

8) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.

(17)

b. Kelemahan metode sosiodrama

1) Sebagian siswa yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang kreatif.

2) Banyak memakan waktu, baik waktu untuk persiapan maupun pelaksanaan pertunjukan.

3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit anak menjadi kurang bebas.

4) Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan dan sebagainya.

c. Proses pelaksanaan metode sosiodrama

1) Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupanpeserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya.

2) Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain.

3) Menyusun tahap-tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri.

4) Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran.

(18)

6) Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari siswa.

7) Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan. Jadi pembelajaran dengan sosiodrama merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara membagi siswa mnjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah ditentukan oleh guru, sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut. B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh (Kasmiati 2004) FKIP yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas II di SD Negeri 3 Pakikiran. Menunjukkan adanya peningkatan pada aspek minat, sikap, prestasi belajar dan kemampuan berbicara siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil observasi dan evaluasi pada setiap siklus. Rata-rata anak didik berpredikat sangat baik pada aspek minat dan berbicara. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak didik pada pembelajara Bahasa Indonesia di kelas II SD Negeri 3 Pakikiran Tahun Pelajaran 2004.

(19)

sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan siswa enggan dan kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini juga dapat berakibat pada prestasi belajar Bahasa Indonesia yang juga menurun.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan kamampuan berbicara siswa yaitu dengan menggunakan penerapan sosiodrama. Penerapan sosisodrama diharapkan lebih bermakna bagi siswa, proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dengan penerapan model sosiodrama diharapkan kemampuan berbicara siswa dapat meningkat, dengan ditandai adanya peningkatan prestasi belajar Bahasa Indonesia.

C. Kerangaka Berpikir

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya setiap siswa mau dan mampu untuk belajar tergantung pada minat masing-masing untuk mempelajari sesuatu. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar siswa, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan siswa enggan dan kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini juga dapat berakibat pada prestasi belajar Bahasa Indonesia yang juga menurun.

(20)

meningkatkan minat belajar siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan minat belajar siswa yaitu dengan menggunakan penerapan metode sosidrama. Penerapan metode sosiodrama diharapkan lebih bermakna bagi siswa, proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dengan penerapan metode sosiodrama diharapkan minat belajar siswa dapat meningkat, dengan ditandai adanya peningkatan kemampuan berbicara dan prestasi belajar Bahasa Indonesia.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan analisis teoritik dapatlah dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : “Jika pembelajaran bahasa Indonesia pada kompetensi dasar

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari tahun 2012 dengan menggunakan 2 siklus. Setiap siklusnya dilaksanakan 2 kali pertemuan. Pelaksanaan siklus I pertemuan pertama hari Selasa, tanggal 3 Januari 2012 dan pertemuan kedua hari Kamis, tanggal 5 Januari 2012. Siklus II pertemuan pertama hari Selasa, tanggal 10 Januari 2012 dan pertemuan kedua hari Kamis, tanggal 12 Januari 2012.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas V SD Negeri Cilumping Kabupaten Cilacap Tahun ajaran 2011/2012.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Cilumping Kabupaten Cilacap Tahun ajaran 2011/2012. Jumlah siswa yang diteliti ada 20 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Observasi

(22)

fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dalam penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data aktivitas guru dan aktivitas siswa pada pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama antara lain:

a. Aktivitas guru

Observasi aktivitas guru dilakukan dengan mengamati kegiatan guru pada saat proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi aktivitas guru yang sudah disiapkan. Adapun aktivitas guru

yang diamati adalah : 1) mempersiapkan perencanaan; 2) mempersiapkan materi pembelajaran; 3) menyediakan lembar

penilaian; 4) mengkondisikan siswa; 5) menginformasikan materi pembelajaran; 6) menyampaikan tujuan pembelajaran; 7) melakukan apresiasi sebagai pengantar menuju materi; 8) pemilihan masalah; 9) pemilihan peran; 10) menyusun tahap – tahap bermain peran; 11) menyiapkan pengamat; 12) pemeranan; 13) diskusi dan evaluasi; 14) pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang di hadapi; 15) melakukan refleksi; 16) menindak lanjuti hasil penilaiandengan memberi arahan, atau tugas sebagai pengayaan.

b. Aktivitas siswa

(23)

lembar observasi aktivitas siswa yang sudah disiapkan. Adapun hal – hal yang diamati antara lain: 1) sikap; 2) pandangan; 3) menghargai

pendapat; 4) gerak – gerik; 5) mimik; 6) kenyaringan suara; 7) kelancaran; 8) relevansi atau penalaran; 9) penguasaan topik.

2. Tes

Tes terbagi menjadi beberapa macam namun peneliti melakukan du tes antara lain:

a. Tes Awal

Menurut Sudijono (2006 : 69) tes awal sering dikenal dengan pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang seharusnya sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik sebelum pelajaran diberikan kepada mereka.

b. Tes Sumatif

(24)

D. Validasi Data

1. Hasil Observasi/ Pengamatan

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan kevalidan dan kesahihan suatu instrument (Suharsimi Arikunto, 1999: 158). Instrumen atau alat ukur yang baik akan mampu mengukur dengan tepat dan mampu memberikan reading score, (biji), yang akurat dan teliti yaitu mampu secara cermat menunjukkan besar kecilnya dan gradasi suatu gejala sosial tertentu.

Validasi hasil lembar pengamatan dalam penelitian ini menggunakan triangulation (triangulasi) yaitu mengambil pengamatan dari tiga pengamat yaitu guru kelas sebagai peneliti dan dari dua orang teman guru sejawat (kolaborator/ observer) yang ikut mengamati dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran tetapi tidak berpartisipasi dalam pembelajaran atau kolaborator/ observer teman guru adalah pengamat langsung bukan partisipator.

Hasil pengamatan dari tiga sumber ini tersaji pada bagian pembahasan laporan ini.

2. Hasil Tes

Dua aspek validitas yang penting adalah ketepatan dan penelitian. (M. Toha Anggoro, 2007 : 5.29). Dalam penelitian ini karena yang akan diukur adalah jenis tes lisan dan hasil tes tertulis dapat dilihat, maka validasi data yang digunakan adalah validitas permukaan.

(25)

diukur, M. Toha Anggoro (2007 : 5-9). Validitas permukaan merupakan jenis alat ukur yang mudah karena biasanya digunakan untuk mengukur konsep sederhana yang dapat langsung dirujuk dengan indikator empiris di lapangan. Misalnya beberapa kalimat yang dapat disampaikan pada saat memberikan tanggapan.

E. Teknik Analisis Data

Metode analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa angka hasil belajar siswa, sedangkan data kualitatif berupa persentase hasil observasi yang juga dideskripsikan dengan kata-kata.

1. Data Keterampilan Menyusun RPP

Untuk skala dan kriteria penilaian menyusun RPP adalah sebagai berikut: Nilai 5 guru menyusun RPP dengan “ Sangat Baik”

Nilai 4 guru menyusun RPP dengan “ Baik”

Nilai 3 guru menyusun RPP dengan “ Cukup ” Nilai 2 guru menyusun RPP dengan “ Kurang ”

Nilai 1 guru menyusun RPP dengan “ Sangat Kurang”

Nilai akhir = Keterangan:

(26)

2. Data Pengamatan Kinerja Guru

Untuk mengamati aktivitas guru dalam proses pembelajaran maka dilakukan pengamatan. Untuk skala penilaian dan kriteria yang digunakan pada lembar observasi aktivitas guru dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Nilai 5 guru mengelola proses pembelajaran dengan “ Sangat Baik”

Nilai 4 guru mengelola proses pembelajaran dengan “ Baik”

Nilai 3 guru mengelola proses pembelajaran dengan “ Cukup ”

Nilai 2 guru mengelola proses pembelajaran dengan “ Kurang ” Nilai 1 guru mengelola proses pembelajaran dengan “ Sangat Kurang”

Nilai akhir kinerja = Keterangan:

= Jumlah keseluruhan yang diperoleh = Jumlah keseluruhan skor maksimal (Sumber: Usman, 2006:331)

3. Data Hasil Pembelajaran Siswa a. Nilai Kemampuan Berbicara

Nilai =

(Sumber: Kurniawan dan Mutaqimah, 2009:29) Keterangan :

(27)

b. Menentukan rata-rata kelas

Menurut Sudjana (1992:66-67), rata atau lengkapnya rata-rata hitung untuk data kuantitatif yang terdapat dalam sebuah sampel dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai oleh banyaknya data.

∑ xi X =

n Keterangan :

X = Nilai rata-rata (mean) ∑ xi = Jumlah nilai seluruh siswa

n = Banyaknya siswa yang mengikuti test Kriteria penilaian:

Nilai Angka Kriteria 80 ke atas Baik sekali 66 – 79 Baik 56 – 65 Cukup 46 – 55 Kurang 45 ke bawah Gagal (Sumber: Sudijono, 2008:35)

4. Menentukan ketuntasan belajar secara individual

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan tiap indikator dan kompetensi dasar dari tes yang diujikan. Rumus yang digunakan deskriptif persentase yang menggambarkan besarnya tingkat penguasaan materi, yaitu:

n

P = x 100% N

Keterangan :

(28)

n = Skor yang diperoleh responden N = Skor maksimal

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bersifat kolaboratif yang didasarkan pada permasalahan yang muncul dalam proses belajar mengajar kelas V mata pelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Cilumping Kabupaten Cilacap.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terbagi dalam 2 siklus. Tiap-tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, sesuai dengan desain dari faktor-faktor yang diselidiki pada tiap siklus.

Prosedur pelaksanaan tindakan kelas pada setiap siklusnya meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut

Gambar 3.1 Daur Penelitian Tindakan Kelas

(Dimodifikasi dari Zainal Aqib, 2009 : 31) SIKLUS II

Perencanaan

SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

?

(29)

1. Perencanaan Tindakan Kegiatan ini meliputi:

a. Membuat perangkat pembelajaran berupa rencana pembelajaran b. Membuat LKS ( berupa teks drama )

c. Membuat instrumen penelitian berupa lembar observasi siswa dan lembar observasi guru.

d. Membuat soal evaluasi berupa tes tertulis dan kunci jawaban. 2. Pelaksanaan Tindakan

Guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dibuat dengan menggunakan penerapan metode sosiodrama.

Tabel 3.1 Langkah-langkah dalam proses pembelajaran

No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Keterangan

1. Kegiatan Awal

 Menyampaikan tujuan  Memotivasi siswa  Melakukan apersepsi

 Mendengarkan penjelasan dari guru 2. Kegiatan Inti

 Mengelompokkan siswa menjadi 4 orang tiap kelompoknya, untuk kelompok belajar dan diskusi.

 Membentuk kelompok masing-masing yang terdiri dari 4 orang

Masyarakat belajar

 Membagikan LKS kemudian diberi penjelasan untuk mengisinya.

 Memperhatikan penjelasan dari guru,.

Kontruktivis me

 Guru membimbing siswa untuk

memerankan sebuah drama.

 Memerankan drama yang diberikan guru.

 Guru merintahkan siswa untuk berdiskusi

 Mengerjakan diskusi kelompok dan

(30)

membahas isi drama sambil mengerjakan LKS.

mengerjkan LKS.

 Guru menunjuk perwakilan kelompok untuk membacakan hasil diskusinya.

 Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya.

 Memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya pada

kelompok yang maju.

 Melakukan tanya jawab pada kelompok yang maju.

Bertanya

 Memberi kesempatan pada siswa untuk berfikir tentang apa yang baru dipelajari dan menyimpulkan materi.

 Siswa memikirkan tentang apa yang baru dipelajari dan

menyimpulkan materi dengan dibantu guru.

Refleksi

3. Kegiatan Akhir

 Memberikan pekerjaan rumah pada siswa

 Mencatat pekerjaan rumah

3. Pengamatan (Observasi)

Kegiatan observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengamati aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran. Peneliti juga telah menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa. Peneliti dibantu observer melakukan pengamatan terhadap jalannya pembelajaran dan mencatat semua hasil pengamatan pada lembar observasi guru dan siswa tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan selama pelaksanaan tindakan pada setiap siklus agar tidak terulang lagi di siklus berikutnya.

4. Refleksi

(31)

memahami materi yang diberikan oleh guru, apakah terjadi kenaikan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan metode sosisodrama. Hal ini dimaksudkan agar hasil refleksi ini dapat berguna bagi siswa maupun guru pada siklus berikutnya.

G. Indikator Keberhasilan

Gambar

Gambar 3.1  Daur Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 3.1 Langkah-langkah dalam proses pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Pendestrian adalah suatu sarana pergerakan atau perpindahan orang satu atau sekelompok orang dari suatu titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan

Faktor yang menyebabkan adanya pertanggungjawaban pidana adalah perbuatan maksiat, yaitu mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh syara‟. Dimaksudkan disini adalah

Variabel-variabel yang diukur pada pengujian pompa adalah temperatur sisi atas evaporator (T1), temperatur sisi dibawah pemanas spirtus (T2), temperatur sisi uap (T3),

Membentuk komunitas memang bukan merupakan hal yang mudah. Sedikit saja kesalahan yang dilakukan perusahaan, malah bisa membuat komunitas tersebut benci karena dianggap

TAHAPAN PERSIAPAN UNTUK PEMILU 2009// NAMUN HINGGA KINI / PPK ATAU PPS. BELUM

[r]

1, Acara dibuka oleh Kepala B/dang Penanaman Modal OPMPTSP Provinsi Jawa Tengah dengan peserta perwakilan Oinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Bali dan juga dihadiri

The research discovers that students’ speaking skill improved by Using Snake and Ladder Games by the increase of mean score of experimental class that is 7.65 in the pre-test and