BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Kontinjensi
Pendekatan yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan, dengan tujuan mengidentifikasi berbagai variabel
kontijensi yang memengaruhi perancangan. Hakikat teori kontijensi adalah tidak ada satu cara terbaik yang bisa
digunakan dalam semua keadaan (situasi) lingkungan. Tujuan akhir sebuah organisasi dalam beroperasi menurut Teori Kontiensi adalah agar bisa bertahan (survive) dan bisa tumbuh
(growth) atau disebut juga keberlangsungan (viability). Teori kontijensi memberikan penekanan pada perlunya memfokuskan
pada perubahan dengan asumsi tidak ada satu aturan atau hukum yang memberi solusi terbaik untuk setiap waktu, tempat, semua orang atau semua situasi. Pendekatan kontijensi
tersebut memungkinkan adanya variabel-variabel yang dapat bertindak sebagai moderating dan intervening.
Dalam partisipasi penyusunan anggaran, penggunaan teori kontinjensi telah lama menjadi perhatian para peneliti. Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa teori
daerah. Para peneliti di bidang akuntansi menggunakan teori kontinjensi saat menghubungkan pengaruh partisipasi
penyusunan anggaran terhadap kinerja daerah. Pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah
mempunyai faktor-faktor kontinjensi seperti: komitmen organisasi, budaya organisasi dan faktor gaya kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut adalah suatu variabel yang dapat
memperkuat atau memperlemah partisipasi anggaran dan kinerja aparat pemerintah daerah.
2. Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah
kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi
kebutuhan guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat
dan mempunyai keleluasaan dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang
ditentukan peraturan perundang-undangan (Florida, 2007). Kinerja keuangan pemerintah daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. Manajemen keuangan daerah
atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut.
Menurut Mardiasmo (2004) pengukuran kinerja dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama,
dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran
program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah dalam pelayanan
public. Kedua, dimaksudkan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban public dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan.
Beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan
data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain adalah sebagai berikut:
a. Rasio Efisiensi
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang
b. Rasio Efektivitas
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
3. Belanja Modal
Belanja modal merupakan salah satu jenis belanja
langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlinadan Rasdianto (2013) belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk asset tetap berwujud yang memberikan manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Besarnya nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja
modal hanya sebesar harga beli/bangun asset (Permendagri 13 Tahun 2006). Dalam lampiran III PMK No. 101/PMK.02/2011 belanja modal dipergunakan untuk antara lain: belanja modal
tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan irigasi dan jaringan,
belanja modal lainnya, dan belanja modal Badan Layanan Umum (BLU). Secara spesifik sumber pendanaan untuk belanja modal belum ditentukan aturannya. Namun seluruh
untuk mendanai belanja daerah diantaranya belanja modal. Sumber-sumber penerimaan daerah (UU Nomor 33 Tahun
2004) yang dapat digunakan sebagai sumber pendanaan belanja daerah berasal dari pendapatan daerah dan pembiayaan.
Pendapatan daerah bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain lain PAD yang sah.
b. Dana perimbangan yaitu: dana bagi hasil, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus.
c. Lain-lain pendapatan yang sah yaitu: hasil penjualan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,
pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun
bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Sedangkan pembiayaan daerah bersumber dari: sisa
lebih pembiayaan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
Pengalokasian dana yang bersumber dari pendapatan dan pembiayaan daerah kepada belanja daerah ditentukan oleh
Pada umumnya sumber dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah lebih banyak dialokasikan kepada belanja
operasional daerah dan sisanya dialokasikan untuk belanja daerah lainnya diantaranya belanja modal. Sudarsana (2013)
menyatakan bahwa belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Sehingga semakin banyak pembangunan yang
dilakukan akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kinerja daerah akan lebih baik. Hal tersebut
menunjukkan, semakin tinggi belanja modal maka akan semakin tinggi kinerja keuangan.
4. Ukuran Pemerintah Daerah
Ukuran organisasi merupakan nilai yang menunjukkan
besar kecilnya organisasi. Menurut Damanpour (dalam Riesty, 2016) ukuran organisasi adalah prediktor signifikan untuk kepatuhan akuntansi. Ukuran dapat diukur dengan berbagai
cara, antara lain jumlah karyawan, total aset, total pendapatam, dan tingkat produksi. Dalam konteks pemerintah, besar
kecilnya ukuran suatu pemerintah dapat dilihat dari total pendapatan yang diperoleh daerah dalam setahun (Riesty, 2016). Untuk ukuran pemerintah daerah, semakin besar ukuran
diharapkan akan semakin tinggi kinerja pemerintah daerah tersebut. Sehingga ukuran pemerintah daerah yang besar maka
kinerja keuangan semakin tinggi.
5. Intergovernmental Revenue
Intergovernmental revenue (dana perimbangan) adalah dana yang yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No. 32 Tahun
2004). Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang memberikan hak dan kewajiban
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setemoat sesuai dengan perundang-undangan. Berkaitan intergovernmental revenue (dana perimbangan) dengan kinerja keuangan pemerintah daerah, semakin besar dana perimbangan
sehingga diharapkan akan membuat pemerintah daerah semakin berhati-hati dalam pelaksanaan program kerjanya.
Dengan demikian, semakin besar intergovernmental revenue akan membuat kinerja keuangan pemerintah daerah semakin
baik.
6. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pasal
157 Undang—Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa kelompok PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:
a) Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku ditetapkan melalui pemerintah daerah.
1) Jenis pajak daerah provinsi terdiri dari: - Pajak kendaraan bermotor
- Bea balik nama kendaraan bermotor - Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 2) Jenis pajak daerah kabupaten/kota terdiri dari:
- Pajak reklame
- Pajak penerangan jalan
- Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian
golongan C
- Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan
b) Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai
pembayaran/pemakaian karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah atau dengan kata lain retribusi
adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata.
Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi
dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat
berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.
Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari:
1) Jenis retribusi daerah untuk provinsi terdiri dari:
- Retribusi pelayanan kesehatan
- Retribusi penggantian biaya cetak peta
- Retribusi pengujian kapal perikanan
2) Jenis retribusi daerah untuk kabupaten/kota terdiri dari: - Retribusi pelayanan kesehatan
- Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan - Retribusi penggantian biaya cetak KTP
- Retribusi penggantian biaya cetak akta catatan sipil - Retribusi pelayanan pemakaman
- Retribusi pelayanan pengabuan mayat
- Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum - Retribusi pelayanan pasar
- Retribusi pengujian kendaraan bermotor
- Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
- Retribusi penggantian biaya cetak peta - Retribusi pengujian kapal perikanan - Retribusi pemakaian kekayaan daerah
- Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan - Retribusi jasa usaha tempat pelelangan
- Retribusi jasa usaha terminal
- Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir
- Retribusi jasa usaha tempat
penginapan/pesenggrahan/villa
- Retribusi jasa usaha rumah potong hewan
- Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal - Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga - Retribusi jasa usaha penyebrangan di atas air
- Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair
- Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha
daerah
- Retribusi izin mendirikan bangunan
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang terpisah, yaitu
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, mencangkup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis pendapat ini meliputi:
- Bagian laba perusahaan milik daerah - Bagian laba lembaga keuangan bank
- Bagian lembaga keuangan non bank
d) Lain-lain PAD yang sah sesuai UU No.33 Tahun 2004
dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain:
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan - Penerimaan jasa giro
- Penerimaan bunga deposito
- Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
- Penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan
kekayaan daerah (TPTGR)
Sumarjo (2010) menjelaskan bahwa peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) merupakan faktor pendukung dari kinerja ekonomi makro. Hal tersebut
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian & Judul
Penelitian
Variabel Hasil Penelitian
1 Patrick (2007) The Determinant of Organizational Inovativeness: The Adoption of GASB 34 in Pennsylvania Local Government.
Y = performance of local governments
X = Adoption of GASB 34
Overall, the results
suggest that organizational determinants such as organizational culture and organizational structure can be reliable
determinants of the
adoption of administrative innovations such as GASB 34.
2 Lin, Ming-lan., Lee, Yuan-Duen., Ho, Tsai-Neng. (2010) Applying integrated DEA/AHP to evaluate the economic
performance of local governments in China.
Y = to evaluate the economic
performance of local governments
X = integrated DEA/AHP
Empirical results indicate that after discounting the advantages of location and political connections, the east district provinces of China do not have superior economic performance or a better MPI index, as compared with other districts. 3 Riesty (2016)
pengaruh ukuran pemerintah daerah, kemakmuran, intergovernmental revenue, temuan dan opini audit BPK pada kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se-Bali
Y = Kinerja Keuangan X1= Ukuran
pemerintah daerah X2= Kemakmuran X3=intergovernmental revenue
X4= temuan dan opini audit BPK
Ukuran pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan sedangkan kemakmuran, intergovernmental revenue dan temuan opini audit BPK tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
4 Asmaul (2016)
pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa Timur tahun
Y= Kinerja Keuangan X1= size
X2= belanja daerah
Lanjutan
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
5 Indah (2016) pengaruh ukuran pemerintah, PAD, leverage, dana perimbangan dan ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah pada kabupaten/kota di Pulau Sumatera
Y= Kinerja keuangan X1= ukuran
pemerintah X2= PAD X3= leverage X4= dana perimbangan
X5= ukuran legislatif
Ukuran pemerintah daerah, PAD dan dana perimbangan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah sedangkan leverage tidak berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan daerah
6 Junarwati (2013) pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kinerja keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2010-2012
Y= Kinerja keuangan X1= Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah pada
kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2010-2012
7 Fauzan (2016) pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan belanja modal terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se Sumatera Barat
Y= Kinerja keuangan X1= Pendapatan asli daerah
X2= Dana alokasi umum
X3= Dana alokasi khusus
X4= Belanja modal
Pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, sedangkan dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan belanja modal tidak signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se Sumatera Barat
8 Gita (2015) pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Pulau Sumatera
Y= Kinerja keuangan X1= Ukuran pemerintah daerah X2= intergovernmental revenue X3= Kemakmuran X4= Ukuran legislatif X5= leverage
Ukuran pemerintah daerah dan intergovernmental revenue memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Sedangkan
Lanjutan
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
9 Marfiana (2013) pengaruh
karakteristik pemerintah daerah dan hasil
pemeriksaan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota
Ukuran pemerintah daerah, PAD dan opini audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. DAU, belanja daerah, ukuran DPRD dan temuan audit memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan melihat pengaruh belanja modal, ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa
Tengah. Untuk mengevaluasi keefektifan hubungan antara belanja modal dengan kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai pemegang amanah
(agent) memiliki tujuan utama dalam melaksanakan program kerja yaitu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sebagai pemberi amanah (principal). Oleh karena itu, diperlukan sumber daya dan fasilitas
yang memadai untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Intergovernmental revenue hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu dugaan bahwa terdapat faktor situasional lainnya yang mungkin akan saling berinteraksi di dakam mempengaruhi
melalui hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat. Masyarakat sebagai pihak principal telah memberikan sumber daya kepada daerah
berupa pembayaran pajak daerah, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan PAD. Pemerintah daerah selaku agen dalam hal ini, sudah
seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang memadai, yang didanai oleh PAD itu sendiri. Kinerja keuangan daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja
di bidang keuangan daerah meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan melalui suatu
kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama periode anggaran (Indah, 2016)
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas, maka model
penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Gambar 2.1 Model Penelitian
Belanja Modal (X1)
Ukuran Pemerintah Daerah (X2)
Intergovernmental Revenue (X3)
PAD (X4)
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
D. Hipotesis Penelitian
1) Pengaruh Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Dalam PP No. 24 Tahun 2005 disebutkan bahwa belanja
modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset yang lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Belanja modal digunakan dalam kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan. Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, jaringan, dan asset tetap lainnya.
Sudarsana (2013) menyatakan bahwa belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan
sarana yang dibangun. Sehingga semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kinerja daerah akan lebih baik. Hal
belanja modal secara tepat sesuai dengan program kerjanya maka bisa meningkatkan kinerja keuangan daerah.
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mulia (2016) menunjukkan hasil bahwa belanja modal berpengaruh
positif terhadap kinerja keuangan. Hal ini menunjukan jika belanja modal tinggi maka kinerja keuangan tinggi. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis pertama dalam
penelitian ini adalah:
H1: Belanja Modal berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan.
2) Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
Ukuran pemerintah daerah menggunakan total aset pemerintah daerah karena aset menunjukkan sumber daya
ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh (Syafitri, 2012
dalam Asmaul 2016). Dengan demikian, total aset yang diperdayakan sesuai ketepatan sasaran maka dapat
meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Asmaul (2016) bahwa ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap
daerah besar maka kinerjanya akan lebih baik. Berdasarkan
uraian diatas, maka hipotesis kedua pada penelitian ini adalah:
H2: Ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
3) Pengaruh Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
Intergovernmental Revenue adalah pendapatan yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari sumber eksternal dan tidak memerlukan adanya pembayaran kembali (Patrick,
2007). Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga
bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintah antara pusat dan daerah serta mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintah antar daerah. Dana perimbangan akan masuk ke dalam akun pendapatan daerah sehingga meningkatkan total penerimaan daerah sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.
maka dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
H3: Intergovernmental Revenue berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja keuangan.
4) Pengaruh PAD Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang
No.33 Tahun 2004). PAD merupakan komponen pendapatan daerah yang harus terus dipacu pertumbuhannya. Pemerintah daerah dengan pendapatan yang besar diharapkan mampu
memberikan kinerja yang baik. Jika pemerintah daerah dengan asset dan kekayaan yang besar namun kinerja efisiensinya
dinilai masih buruk maka maka pemerintah daerah tersebut harus instropeksi dan melakukan perbaikan kedepannya. Pemerintah daerah dengan asset dan kekayaan yang besar pasti
memiliki tekanan yang lebih besar pula dari masyarakat untuk lebih baik dalam mengelola dan menggunakan segala sumber
daya yang dimilikinya itu guna kemajuan daerah (Marfiana, 2013 dalam Mulyani, 2017).
Dalam penelitian Fauzan (2016) bahwa PAD berpengaruh
bahwa semakin besar kontribusi pendapatan asli daerah untuk membiayai pembangunan dan pelayanan masyarakat sehingga
maka dapat dikatakan ada peningkatan kinerja keuangan pemerintah daerah. Jika pendapatan asli daerah naik maka
dapat dikatakan kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota naik (meningkat).
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian yang
diuji adalah:
H4: Pendapatan asli daerah berpengaruh positif