PENGARUH PENDEKATAN CTL BERBASIS KEARIFAN LOKAL
TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V
DI SD GUGUS IV KECAMATAN BULELENG
I Md. Wiraguna
1, Md. Sulastri
2, I Md. Citra Wibawa
3 1,3Jurusan PGSD,
2Jurusan TP, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: wira_they@yahoo.com
1, sulastri_made@yahoo.com
2,
dekwi_petiga@yahoo.com
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal (2) hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvesional (3) perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian non-equivalent post-test only control group design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Sampel diambil dengan teknik random sampling dan diperoleh siswa kelas V SD Negeri 1 Penglatan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Penglatan sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Bentuk tes hasil belajar IPA yang digunakan adalah tes pilihan ganda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial mengguanakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) data hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal cenderung tinggi dengan Mo>Md>M (24,30>23,83>22,98) (2) data hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvesional cenderung rendah dengan Mo<Md<M (19,50<19,75<20,00) (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kelompok kontrol, dan hasil uji hipotesis dengan thitung
4,080 > ttabel 2,000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL berbasis
kearifan lokal berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA dan pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional.
Kata Kunci: CTL, kearifan lokal, hasil belajar IPA Abstract
This study aimed to determine (1) science learning outcomes of students who learned with the CTL approach based on local wisdom (2) science learning outcomes in students who learned with the conventional approach (3) differences in outcomes between groups of students learned with CTL approach based on local wisdom and a group of students who learned with the conventional approach to the fifth grade students in Elementary School in Cluster IV Buleleng Subdistrict. This research was a quasi-experimental research design with non-equivalent post-test only control group design. The population of this study are all fifth grade students of Elementary School in Cluster IV Buleleng Subdistrict. Samples were taken with a random sampling technique and obtained the fifth grade students of SD Negeri
1 Penglatan as an experimental class and fifth grade students of SD Negeri 3 Penglatan as the control class. The data collected in this study is the outcomes of learning science. Form of science achievement test used was a multiple-choice test. The data obtained were analyzed by using descriptive and inferential statistical analysis. Used inferential statistical t-test. The results showed that (1) the data on students science learning outcomes are learned with CTL approach based on local wisdom tends to be high with Mo>Md>M (24.30>23.83>22.98) (2) science learning outcomes data on students who learned with conventional approach tend to be low with Mo<Md<M (19.50<19.75<20.00) (3) there are significant differences between the groups of science learning outcomes of students who learned with the CTL approach based on local wisdom and group students who learned with the conventional approach. It can be seen from the average value of the experimental group was higher than the average value of the control group and the results of hypothesis testing with 4.080 tvalue > ttable 2.000. Thus, it can be concluded that the CTL approach based on
local wisdom positive effect on science learning outcomes and CTL approach is better than conventional approach
.
Keywords: CTL, local wisdom, science learning outcomes
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Sagala (2008:11) bahwa “fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan”. Hal ini berarti melalui pendidikan seseorang
akan terhindar dari kebodohan dan
kemiskinan, karena dengan modal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh melalui proses pendidikan
seseorang akan mampu mengatasi
berbagai masalah kehidupan yang terjadi di masyarakat.
Pendidikan akan memberikan bekal kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan berkesadaran maju yang berguna bagi anak didik untuk terjun ke masyarakat, menjalin hubungan sosial, dan memikul tanggung jawab sebagai
individu dan makhluk sosial dalam
menghadapi dan mengantisipasi kehidupan masyarakat di zaman saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan, karena melalui pendidikan dapat menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan sebagai bekal untuk
mengantisipasi masalah kehidupan yang terjadi saat ini dan yang akan datang.
Untuk menuju peradaban bangsa yang kompetitif dalam rangka menghadapi persaingan di era global sekarang ini, maka pendidikan yang bermutu mutlak harus diusung. Depdiknas (2006) menyatakan
bahwa, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pada kenyataan, sampai sekarang ini bangsa Indonesia memiliki permasalahan
yang sangat besar dan menjadi
perbincangan yang berkelanjutan, yaitu pada mutu pendidikan. Mutu pendidikan indonesia masih tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di
dunia. Berdasarkan laporan International
Education Achievement (IEA) hal ini bisa
dilihat dari beberapa indikator. Pertama,
lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki, penyebabnya adalah yang dipelajari di
lembaga pendidikan seringkali hanya
terpaku pada teori. Kedua, peringkat
yang masih rendah, pada tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 124 dari 187 negara, jauh di bawah Filipina yang berada di peringkat 112 dan Thailand pada
peringkat 103. Ketiga, kemampuan
membaca siswa SD di Indonesia yang juga
masih rendah. Keempat, mutu akademik
antar bangsa melalui Programme for
International Student Assesment (PISA) khususnya dibidang IPA dan Matematika yang masih rendah pula.
Penyebab rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut. (1) Efektifitas pendidikan. Pendidikan yang efektif, adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Namun pada kondisi realita di lapangan guru sebelum menyelenggarakan pembelajaran tidak mempunyai tujuan yang jelas, yang menyebabkan pembelajaran termasuk kategori tidak efektif. (2) Efisiensi Pengajaran tidak berjalan. Guru dalam
melaksanakan pembelajaran kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya
bagaimana dapat meraih standar hasil yang
telah disepakati. (3) Standarisasi
Pendidikan tidak ajeg. Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan
standarisasi dan kompetensi tersebut
seperti Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Sedangkan secara khusus
beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah sebagai berikut. (1) rendahnya kualitas sarana fisik, (2) rendahnya kualitas guru, (3) rendahnya kesejahteraan guru, (4) rendahnya prestasi siswa, (5) rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan (6) mahalnya biaya pendidikan (Nurcahyanti, 2011).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu alternatif untuk meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia. Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam, sehingga IPA berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang
handal dan bermutu untuk menghadapi era globalisasi yang penuh dengan kompetisi. Selain itu IPA merupakan mata pelajaran yang berguna dalam kehidupan sehari-hari seperti diketahui, bahwa pembelajaran IPA
lebih banyak membahas tentang
permasalahan alam, yaitu selalu berkaitan dengan lingkungan sekitar yang ada dalam
kehidupan anak (Suastra, 2010).
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi alam sekitar secara ilmiah (Hardini dan Dewi, 2012).
Walaupun alam dapat dilihat secara langsung, namun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep IPA. Hal ini terlihat pada rendahnya hasil belajar IPA siswa di SD
Gugus IV Kecamatan Buleleng.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara dengan guru yang mengajar mata pelajaran IPA kelas V di SD Gugus IV
Kecamatan Buleleng pada proses
pembelajaran IPA, ditemukan beberapa
permasalahan yaitu; 1) sistem
pembelajaran masih berpola satu arah serta kurangnya penggunaan media dalam
proses pembelajaran sehingga siswa
kurang berperan aktif dalam mengikuti pelajaran dan terjadinya verbalisme, 2) guru menjelaskan materi dan siswa cenderung hanya mendengarkan serta mencatat apa yang disampaikan oleh guru, 3) siswa jarang diajak melihat secara langsung kejadian atau fenomena di alam nyata terkait dengan materi yang dipelajari, 4) kerja sama yang dibangun antar sesama
siswa dalam pembelajaran kurang
diperhatikan karena kurang
dibudayakannya masyarakatat belajar
dalam proses pembelajaran. Semua
permasalahan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan redahnya hasil belajar IPA. Rendahnya hasil belajar IPA tersebut tercermin dari nilai ulangan akhir semester siswa yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. KKM dan Rata-rata Nilai UAS IPA Semester Genap Siswa Kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng
No Nama Sekolah Rata-rata Nilai UAS KKM
1 SD No. 1 Penglatan 60,38 65 2 SD No. 2 Penglatan 60,60 63 3 SD No. 3 Penglatan 59,04 65 4 SD No. 1 Alasangker 60,23 67 5 SD No. 2 Alasangker 56,23 68 6 SD No. 3 Alasangker 60,41 68
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dikatakan bahwa rendahnya pencapaian nilai pada mata pelajaran IPA dikarenakan penyampaian mata pelajaran IPA ini dikemas kurang menarik perhatian
siswa, sehingga perlu diadakan
pembaharuan dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa memerlukan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan
dapat membuat siswa mengkontruksi
pengetahuannya sendiri melalui
permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi guru di lapangan, maka diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat agar siswa tertarik dan fokus dalam proses pembelajaran yang nantinya bermuara terhadap meningkatnya
hasil belajar yang diperoleh siswa.
Pendekatan yang tepat untuk diterapkan
dalam pembelajaran IPA adalah
pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL). Trianto (2007:103),
menyatakan bahwa “pendekatan contextual teaching and learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarakan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari”. Pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual lebih menekankan pada pencarian pengetahuan dari pada perolehan pengetahuan. Dengan demikian, pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan lebih bermakna karena siswa yang
menemukan sendiri pengetahunya.
Beberapa kelebihan pendekatan CTL yang membuatnya penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, yaitu: 1) membantu siswa melihat makna dalam
bahan pelajaran yang mereka pelajari, 2)
memungkinkan siswa memperkuat,
memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata, 3) melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi pada siswa, 4) melatih kemampuan bekerjasama dalam kelompok yang nantinya diperlukan
dalam kehidupan sosial masyarakat
(Nurhadi, dkk., 2004). Adapun langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut: (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan lebih belajar bermakna
dengan cara bekerja sendiri dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan
barunya, (2) laksanakan sejauh mungkin untuk kegiatan inquiry pada semua topik, (3) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, (4) ciptakan masyarakat belajar (belajar berkelompok), (5) hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran, (6) lakukan refleksi diakhir pertemuan, dan (7) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Untuk memperoleh lulusan yang berwawasan dan memiliki kepribadian luhur tidak hanya dilakukan dengan perubahan inovasi model pembelajaran tetapi juga
perlu adanya pengetahuan dibidang
kebudayaan yang melandasi suatu
pengetahuan yang sedang dibangun oleh siswa. Salah satu landasan yang dapat
dikembangkan adalah dengan
memberdayakan seluruh kecerdasan siswa
dan memberikan kepribadian budaya
bangsa (kearifan lokal) yang relevan dengan materi pembelajaran. Dove (dalam
Sarna, 2009) menguraikan bahwa
kebudayaan tradisional tidak berarti kuno atau kebudayaan terbelakang, melainkan
perubahan. Bali merupakan salah satu daerah yang memiliki nilai kearifan lokal tinggi yang masih belum terpengaruh oleh kebudayaan luar. Kearifan lokal yang ada di
Bali seperti konsep Tri Hita Karana dapat
dikembangkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah karena melibatkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah dimengerti, dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna.
Berdasarkan paparan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) hasil belajar IPA pada siswa yang
dibelajarkan dengan pendekatan CTL
berbasis kearifan lokal. (2) hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvesional. (3) perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng.
METODE
Dilihat dari fokus masalah dan kaitan anatar variabel yang diakibatkan dalam penelitian, maka penelitian ini termasuk
kategori penelitian eksperimen semu.
Tempat penelitian ini adalah SD Gugus IV
Kecamatan Buleleng dan waktu
pelaksanaannya dirancang pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng yang berjumlah 171 siswa yang terdiri dari 6 kelas. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara teknik random
sampling, dan yang di random adalah
kelas. Hal ini dikarenakan tidak
memungkinkan untuk merubah kelas yang ada.
Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas V masing-masing SD setara atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan terhadap keenam kelas yang ada di Gugus IV Kecamatan Buleleng
menggunakan uji Anava A. Setelah
memperoleh hasil uji kesetaraan,
dilanjutkan dengan melakukan teknik
undian terhadap populasi yang sudah ada untuk mengambil dua kelas yang digunakan sebagai sampel. Kemudian dari dua kelas
yang terpilih akan dirandom lagi dengan
pengundian untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh siswa kelas V SD Negeri 1 Penglatan yang berjumlah 29 orang sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Penglatan yang berjumlah 28 orang sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan pada kelas kontrol diberi perlakukan pendekatan pembelajaran konvensional.
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah “non-equivalent
post-test only control group design” (Sugiyono,
2010: 85). Data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar IPA siswa kelas V SD yang ada di Gugus IV Kecamatan Buleleng, yaitu dengan menggunakan metode tes. Menurut Agung (2011: 60), “metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee) dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor”. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan satu jenis alat (instrumen). Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar IPA kelas V berupa tes hasil belajar tipe pilihan ganda.
Setiap jawaban benar akan diberi skor (1), serta siswa yang menjawab salah diberi skor nol (0). Skor setiap item kemudian dijumlah serta jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Rentangan skor ideal yang mungkin diperoleh siswa adalah 0-30. Skor n0l (0) merupakan skor minimal ideal, dan skor 30 merupakan skor maksimal ideal tes hasil belajar IPA.
Instrumen penelitian tersebut terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan uji
validitas tes, reliabilitas tes, tingkat
kesukaran tes, dan daya beda tes. Berdasarkan hasil validitas tes yang dilakukan di kelas VI SD Negeri 1, 2 dan 3 Penglatan yang berjumlah 73 siswa, dari hasil uji coba validitas diperoleh jumlah butir soal yang valid adalah 30 soal dari 40 soal yang diuji cobakan. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes diperoleh hasil sebesar 0,72 yang berarti tes tersebut termasuk ke dalam
kriteria reliabilitas tinggi. Pada hasil uji
berarti perangkat tes tergolong sedang.
Dari hasil penghitungan daya beda
perangkat tes diperoleh hasil 0,27 yang tergolong pada kategori cukup baik. Dengan demikian, tes hasil belajar IPA ini layak untuk digunakan dalam penelitian.
Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran mengenai hasil belajar IPA baik secara numerik maupun grafis dengan menghitung mean, median, modus, standar deviasi, dan varians.
Setelah melakukan analisis statistik
deskriptif kemudian data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Statistik inferensial digunakan untuk mengambil keputusan
berdasarkan analisis data. Sebelum
pengambilan keputusan diperlukan uji prasyarat, yakni uji normalitas dan uji
homogenitas. Pengujian hipotesis
menggunakan uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil post-test dari 29 orang siswa
pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa, perolehan mean 22,98 median
23,61 dan modus 24,30 maka dapat
diketahui bahwa nilai Mo>Md>M. Hal ini
berarti bahwa sebagian besar skor
kelompok eksperimen cenderung tinggi.
Data hasil post-test kelompok eksperimen
disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen
Hasil post-test siswa kelas V SD N 1
Penglatan menunjukkan 58,62% berada pada kategori sangatbaik, 37,93% berada pada kategori baik dan 3,45% berada pada kategori sedang.
Pada kelompok kontrol hasil post-test dari 28 orang siswa menunjukkan bahwa, perolehan mean 20,00 median 19,75 modus 19,50 maka dapat diketahui bahwa nilai Mo<Md<M. Hal ini berarti bahwa sebagian besar skor kelompok kontrol
cenderung rendah. Data hasil post-test
kelompok kontrol disajikan dalam Gambar 2. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15-16 17-18 19-20 21-22 23-24 25-26 F re k u e n s i Interval
Gambar 2. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol
Hasil post-test siswa kelas V SD N 3
Penglatan menunjukkan 21,43% berada pada kategori sangat baik, 60,71% berada pada kategori baik dan 17,85% berada pada kategori cukup.
Berdasarkan hasil post-test pada
kedua kelas tersebut dapat dilihat
perbandingan rata-rata hasil belajar IPA dan standar deviasi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Rerata dan Standar Deviasi Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No Variabel Rerata (M) Standar Deviasi (SD)
1 Kelompok Eksperimen 22,98 2,69
2 Kelompok Kontrol 20,00 3,01
Berdasarkan perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan kategori
pada skala lima pada Tabel 2, diketahui bahwa skor rata-rata pada hasil belajar
matematika dengan menggunakan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal adalah 22,98 yang berada pada kategori sangat tinggi, sedangkan skor rata-rata
pada hasil belajar IPA dengan
menggunakan pendekatan konvensional adalah 20 yang berada pada kategori tinggi. Sebelum data penelitian ini dianalisis dengan statistik inferensial yaitu uji-t,
terlebih dahulu dilakukan pengujian
terhadap persyaratan-persyaratan yang
diperlukan terhadap sebaran data hasil penelitian. Uji prasyarat analisis meliputi dua hal, yaitu uji normalitas data dan uji
homogenitas varians. Uji normalitas
sebaran dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Pengujian hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di
SD Gugus IV Kecamatan Buleleng.
Berdasarkan hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa data bedistribusi
normal dan uji homogenitas terhadap kedua sampel adalah homogen. Selain itu, jumlah siswa pada tiap kelas berbeda, maka pada uji-t sampel tak berkorelasi ini
digunakan rumus uji-t polled varians.
Ringkasan analisis hipotesis uji-t disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis
Kelompok Varians N Db thitung ttabel Kesimpulan
Eksperimen 7,26 29
55 4,08 2,00 thitung > ttabel
H1 diterima
Kontrol 9,06 28
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t,
diperoleh thitung 4,08 dan ttabel dengan db 55
pada taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal
ini berarti thitung > ttabel sehingga H0 ditolak
atau H1 diterima. Dengan demikian, terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng
Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPA dan kemiringan grafik poligon. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 22,98 berada pada kategori sangat tinggi sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 20,00 berada pada kategori tinggi. Jika skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa grafik sebaran data merupakan juling negatif yang artinya
sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika skor hasil belajar IPA siswa digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa grafik sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.
Berdasarkan hasil analisis data
diketahui thitung > ttabel, sehingga hasil
penelitian adalah signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dengan kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan pendekatan pembelajaran
konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan Pendekatan CTL berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Dalam hal ini, hasil belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti Pendekatan CTL lebih baik daripada hasil belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran Konvensional.
Perbedaan yang signifikan hasil
belajar antara kelompok yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dengan siswa yang dibelajarkan
dengan pendekatan pembelajaran
konvensional dapat disebabkan oleh
pendekatan CTL memiliki
keunggulan-keunggulan dibandingkan pendekatan
konvesional. Keunggulan tersebut
diantaranya: 1) membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka
pelajari, 2) memungkinkan siswa
memperkuat, memperluas dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata, 3) melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi pada siswa, 4) melatih kemampuan bekerjasama dalam kelompok yang nantinya diperlukan dalam kehidupan sosial masyarakat (Nurhadi, dkk., 2004). Hal ini menyebabkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna dan lebih kuat melekat dalam memori atau pikiran siswa untuk memahami pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
Pendekatan CTL merupakan
rangkaian tahapan kegiatan pembelajaran
yang diorganisasi sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Langkah-langkah pembelajaran CTL meliputi; kontruktivis, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Pada tahap
kontruktivis, yaitu guru membantu
merangsang pemikiran siswa dan
membantu mengakses pengetahuan
sebelumnya dengan memberikan beberapa pertanyaan ataupun mengamati gambar
terkait dengan materi yang akan
dibelajarkan, sehingga siswa akan
termotivasi dan tertarik perhatiannya untuk
mengikuti pelajaran. Tahap inkuiri, pada
tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk mencari dan mengkaji informasi yang didapat melalui buku sumber, pengamatan, media lainnya. Dengan siswa melakukan
kegiatan inkuiri, pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran akan lebih
bermakna dan lebih melekat pada
memorinya, karena siswa sendiri yang menemukan apa yang mereka pelajari.
Tahap bertanya, pada tahap ini siswa
membuat pertanyaan-pertanyaan terkait dengan temuan yang didapatkan yang akan
diajukan kepada guru, kemudian guru akan memberikan penjelasan terkait dengan pertanyaan siswa. Dalam kegiatan ini siswa
akan terbuka pikirannya untuk lebih
mendalami dan memperluas
pengetahuannya tentang apa yang mereka temukan, melalui pertanyaan yang diajukan
kepada guru. Tahap masyarakat belajar,
pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompoknya untuk menyelesaikan lembar kerja siswa (LKS) yang diberikan oleh guru. Dalam kegiatan ini siswa akan belajar saling menghargai pendapat satu sama lain melalui bertukar pengalaman dan informasi, sehingga masing-masing siswa terlibat aktif dan saling mengungkapkan pendapatnya.
Tahap pemodelan, pada tahapan ini siswa
diberi kesempatan untuk mendemostrasikan hasil diskusinya di depan kelas dan kelompok lain akan memberikan tanggapan. Siswa disini akan belajar menerima saran dan masukan dari kelompok lain. Tahap refleksi siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang kurang dimengerti dan memperbaiki pekerjaan mereka yang salah, sehingga siswa dapat pengalaman tentang apa yang
sudah dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan baru, yang merupakan revisi
atau pengayaan dari pengetahuan
sebelumnnya. Tahap penilaian sebenarnya,
tahap ini bermanfaat bagi guru untuk
mengamati para siswa memperoleh
konsep-konsep yang terkait dengan materi pelajaran dengan benar atau tidak. Untuk itu guru memberikan kuis setiap akhir pembelajaran untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap konsep-konsep baru yang dipelajari, sehingga siswa akan mengetahui sejauh mana pemahaman
dirinya tentang materi yang sudah
dipelajarinya. Sedangkan penyampaian
materi dalam pembelajaran konvensional tersebut lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung secara terus menerus.
Selain itu, pada penelitian ini
keefektifan pendekatan CTL dikaitkan
dengan kearifan lokal yaitu konsep Tri Hita
Karana, yang terdiri dari parahyangan,
pawongan, dan palemahan. Ketiga aspek tersebut sangat berkaitan erat di dalam
adanya variasi dalam pembelajaran yaitu pada sintaks pendekatan CTL diselingi dengan pemahaman siswa tentang kearifan lokal, maka penyajian materi akan lebih variatif dan bermakna. Contohnya, udara dipercaya umat Hindu sebagai manisfestasi dari Bhatara Bayu (Parahyangan), semua makhluk hidup memerlukan udara untuk kelangsungan hidupnya, jadi udara harus dijaga kebersihannya agar tidak tercemar
misalnya dengan cara melalukan
penghijauan, tidak membakar sampah plastik, dan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (Pawongan dan Palemahan).
Dengan begitu siswa akan terbuka
pemikiran mereka untuk menerapkan
konsep yang mereka pelajari kedalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu,
pendidikan melalui kearifan lokal
seharusnya mulai diperkenalkan oleh guru kepada para siswanya. Dalam proses pembelajaran guru hendaknya mampu
menciptakan suatu komunikasi yang
bernuansakan makna keakraban dalam membina suatu sikap saling menghormati
sebagai pencerminan kepribadian
masyarakat Bali khususnya dalam
berkomunikasi sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi siswa. Hal tersebut sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Inilah yang menjadi keunggulan pendekatan CTL berbasis dibandingkan dengan pendekatan konvensional.
Penelitian ini, sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Purnami
(2012), Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan kontekstual dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
pendekatan konvensional, dimana
pendekatan kontekstual memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V dibandingkan dengan pendekatan konvsional.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pendekatan contextual
teaching and learning (CTL) berbasis kearifan lokal berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL)
berbasis kearifan lokal lebih baik
dibandingkan dengan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan pendekatan
konvesional.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
pendekatan contextual teaching and
learning (CTL) berbasis kearifan lokal dan
kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
pendekatan contextual teaching and
learning (CTL) berbasis kearifan lokal lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai perbedaan skor rata-rata yang diperoleh kelompok siswa yang dengan pendekatan
contextual teaching and learning (CTL)
berbasis kearifan lokal adalah 22,98 yang
berada pada katagori sangat tinggi dan
kelompok siswa dibelajarkan dengan
pendekatan konvensional adalah 20,00 yang berada pada katagori tinggi. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan
bahwa penerapan pendekatan contextual
teaching and learning (CTL) berbasis kearifan lokal berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan pendekatan konvesional.
Saran yang dapat disampaikan
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut. 1) guru untuk tetap
menerapkan pendekatan pembelajaran
inovatif yang sesuai dengan materi
pelajaran, lingkungan belajar siswa serta mengembangakan perangkat pembelajaran untuk membantu proses pembelajaran di kelas, agar nantinya berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. 2) siswa
agar menyiapkan diri sebelum
pembelajaran dimulai, melakukan sharing
pengetahuan dalam pembelajaran dengan selalu saling menghargai pendapat orang lain, agar tercipta proses pembelajaran yang interaktif. 3) penelitian lanjutan yang berkaitan dengan penerapan pendekatan
contextual teaching and learning (CTL) perlu dilakukan terhadap materi-materi IPA yang lain dan dengan sampel yang lebih besar. 4) sekolah agar menggunakan pendekatan dan media, khususnya pada mata pelajaran IPA, sehingga berdampak baik bagi siswa untuk dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.
DAFTAR RUJUKAN
Agung. A. A. Gede. 2011. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Nurcahyanti. 2011. “Permasalahan
Pendidikan di Indonesia”. Makalah.
Tersedia pada
http://elearning.unesa.ac.id/myblog/e lly-nurcahyanti/makalah-
permasalahan-pendidikan-di-indonesia-beserta-solusinya.
(Diakses pada tanggal 15 Pebruari 2013).
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran
Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Purnami, Komang Widya. 2012. Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) Berbantuan
Information and Communication
Technology (ICT) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester
Ganjil di Gugus IV Kecamatan
Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sagala, S. 2008. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sarna. K, dkk. 2009. Fisiologi Tumbuhan
Bermuatan Local Genius. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suastra. W. 2010. “Model Pembelajaran
Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk
Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal di
SMP”. Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran, Volume 43, Nomor 2 (hlm. 8-16). Universitas Pendidikan Ganesha.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka