• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN CTL BERBASIS KEARIFAN LOKAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DI SD GUGUS IV KECAMATAN BULELENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN CTL BERBASIS KEARIFAN LOKAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DI SD GUGUS IV KECAMATAN BULELENG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN CTL BERBASIS KEARIFAN LOKAL

TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

DI SD GUGUS IV KECAMATAN BULELENG

I Md. Wiraguna

1

, Md. Sulastri

2

, I Md. Citra Wibawa

3 1,3

Jurusan PGSD,

2

Jurusan TP, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: wira_they@yahoo.com

1

, sulastri_made@yahoo.com

2

,

dekwi_petiga@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal (2) hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvesional (3) perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian non-equivalent post-test only control group design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Sampel diambil dengan teknik random sampling dan diperoleh siswa kelas V SD Negeri 1 Penglatan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Penglatan sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Bentuk tes hasil belajar IPA yang digunakan adalah tes pilihan ganda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial mengguanakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) data hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal cenderung tinggi dengan Mo>Md>M (24,30>23,83>22,98) (2) data hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvesional cenderung rendah dengan Mo<Md<M (19,50<19,75<20,00) (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kelompok kontrol, dan hasil uji hipotesis dengan thitung

4,080 > ttabel 2,000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL berbasis

kearifan lokal berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA dan pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional.

Kata Kunci: CTL, kearifan lokal, hasil belajar IPA Abstract

This study aimed to determine (1) science learning outcomes of students who learned with the CTL approach based on local wisdom (2) science learning outcomes in students who learned with the conventional approach (3) differences in outcomes between groups of students learned with CTL approach based on local wisdom and a group of students who learned with the conventional approach to the fifth grade students in Elementary School in Cluster IV Buleleng Subdistrict. This research was a quasi-experimental research design with non-equivalent post-test only control group design. The population of this study are all fifth grade students of Elementary School in Cluster IV Buleleng Subdistrict. Samples were taken with a random sampling technique and obtained the fifth grade students of SD Negeri

(2)

1 Penglatan as an experimental class and fifth grade students of SD Negeri 3 Penglatan as the control class. The data collected in this study is the outcomes of learning science. Form of science achievement test used was a multiple-choice test. The data obtained were analyzed by using descriptive and inferential statistical analysis. Used inferential statistical t-test. The results showed that (1) the data on students science learning outcomes are learned with CTL approach based on local wisdom tends to be high with Mo>Md>M (24.30>23.83>22.98) (2) science learning outcomes data on students who learned with conventional approach tend to be low with Mo<Md<M (19.50<19.75<20.00) (3) there are significant differences between the groups of science learning outcomes of students who learned with the CTL approach based on local wisdom and group students who learned with the conventional approach. It can be seen from the average value of the experimental group was higher than the average value of the control group and the results of hypothesis testing with 4.080 tvalue > ttable 2.000. Thus, it can be concluded that the CTL approach based on

local wisdom positive effect on science learning outcomes and CTL approach is better than conventional approach

.

Keywords: CTL, local wisdom, science learning outcomes

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu

kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Sagala (2008:11) bahwa “fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan”. Hal ini berarti melalui pendidikan seseorang

akan terhindar dari kebodohan dan

kemiskinan, karena dengan modal ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh melalui proses pendidikan

seseorang akan mampu mengatasi

berbagai masalah kehidupan yang terjadi di masyarakat.

Pendidikan akan memberikan bekal kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan berkesadaran maju yang berguna bagi anak didik untuk terjun ke masyarakat, menjalin hubungan sosial, dan memikul tanggung jawab sebagai

individu dan makhluk sosial dalam

menghadapi dan mengantisipasi kehidupan masyarakat di zaman saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan, karena melalui pendidikan dapat menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan sebagai bekal untuk

mengantisipasi masalah kehidupan yang terjadi saat ini dan yang akan datang.

Untuk menuju peradaban bangsa yang kompetitif dalam rangka menghadapi persaingan di era global sekarang ini, maka pendidikan yang bermutu mutlak harus diusung. Depdiknas (2006) menyatakan

bahwa, pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada kenyataan, sampai sekarang ini bangsa Indonesia memiliki permasalahan

yang sangat besar dan menjadi

perbincangan yang berkelanjutan, yaitu pada mutu pendidikan. Mutu pendidikan indonesia masih tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di

dunia. Berdasarkan laporan International

Education Achievement (IEA) hal ini bisa

dilihat dari beberapa indikator. Pertama,

lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki, penyebabnya adalah yang dipelajari di

lembaga pendidikan seringkali hanya

terpaku pada teori. Kedua, peringkat

(3)

yang masih rendah, pada tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 124 dari 187 negara, jauh di bawah Filipina yang berada di peringkat 112 dan Thailand pada

peringkat 103. Ketiga, kemampuan

membaca siswa SD di Indonesia yang juga

masih rendah. Keempat, mutu akademik

antar bangsa melalui Programme for

International Student Assesment (PISA) khususnya dibidang IPA dan Matematika yang masih rendah pula.

Penyebab rendahnya kualitas

pendidikan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut. (1) Efektifitas pendidikan. Pendidikan yang efektif, adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Namun pada kondisi realita di lapangan guru sebelum menyelenggarakan pembelajaran tidak mempunyai tujuan yang jelas, yang menyebabkan pembelajaran termasuk kategori tidak efektif. (2) Efisiensi Pengajaran tidak berjalan. Guru dalam

melaksanakan pembelajaran kurang

mempertimbangkan prosesnya, hanya

bagaimana dapat meraih standar hasil yang

telah disepakati. (3) Standarisasi

Pendidikan tidak ajeg. Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan

standarisasi dan kompetensi tersebut

seperti Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP). Sedangkan secara khusus

beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah sebagai berikut. (1) rendahnya kualitas sarana fisik, (2) rendahnya kualitas guru, (3) rendahnya kesejahteraan guru, (4) rendahnya prestasi siswa, (5) rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan (6) mahalnya biaya pendidikan (Nurcahyanti, 2011).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu alternatif untuk meningkatkan

mutu pendidikan di Indonesia. Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam, sehingga IPA berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang

handal dan bermutu untuk menghadapi era globalisasi yang penuh dengan kompetisi. Selain itu IPA merupakan mata pelajaran yang berguna dalam kehidupan sehari-hari seperti diketahui, bahwa pembelajaran IPA

lebih banyak membahas tentang

permasalahan alam, yaitu selalu berkaitan dengan lingkungan sekitar yang ada dalam

kehidupan anak (Suastra, 2010).

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi

wahana bagi peserta didik untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan

sehari-hari. Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan

kompetensi agar menjelajahi alam sekitar secara ilmiah (Hardini dan Dewi, 2012).

Walaupun alam dapat dilihat secara langsung, namun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep IPA. Hal ini terlihat pada rendahnya hasil belajar IPA siswa di SD

Gugus IV Kecamatan Buleleng.

Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara dengan guru yang mengajar mata pelajaran IPA kelas V di SD Gugus IV

Kecamatan Buleleng pada proses

pembelajaran IPA, ditemukan beberapa

permasalahan yaitu; 1) sistem

pembelajaran masih berpola satu arah serta kurangnya penggunaan media dalam

proses pembelajaran sehingga siswa

kurang berperan aktif dalam mengikuti pelajaran dan terjadinya verbalisme, 2) guru menjelaskan materi dan siswa cenderung hanya mendengarkan serta mencatat apa yang disampaikan oleh guru, 3) siswa jarang diajak melihat secara langsung kejadian atau fenomena di alam nyata terkait dengan materi yang dipelajari, 4) kerja sama yang dibangun antar sesama

siswa dalam pembelajaran kurang

diperhatikan karena kurang

dibudayakannya masyarakatat belajar

dalam proses pembelajaran. Semua

permasalahan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan redahnya hasil belajar IPA. Rendahnya hasil belajar IPA tersebut tercermin dari nilai ulangan akhir semester siswa yang disajikan pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1. KKM dan Rata-rata Nilai UAS IPA Semester Genap Siswa Kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng

No Nama Sekolah Rata-rata Nilai UAS KKM

1 SD No. 1 Penglatan 60,38 65 2 SD No. 2 Penglatan 60,60 63 3 SD No. 3 Penglatan 59,04 65 4 SD No. 1 Alasangker 60,23 67 5 SD No. 2 Alasangker 56,23 68 6 SD No. 3 Alasangker 60,41 68

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dikatakan bahwa rendahnya pencapaian nilai pada mata pelajaran IPA dikarenakan penyampaian mata pelajaran IPA ini dikemas kurang menarik perhatian

siswa, sehingga perlu diadakan

pembaharuan dalam kegiatan

pembelajaran. Siswa memerlukan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan

dapat membuat siswa mengkontruksi

pengetahuannya sendiri melalui

permasalahan-permasalahan yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi guru di lapangan, maka diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat agar siswa tertarik dan fokus dalam proses pembelajaran yang nantinya bermuara terhadap meningkatnya

hasil belajar yang diperoleh siswa.

Pendekatan yang tepat untuk diterapkan

dalam pembelajaran IPA adalah

pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL). Trianto (2007:103),

menyatakan bahwa “pendekatan contextual teaching and learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarakan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari”. Pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual lebih menekankan pada pencarian pengetahuan dari pada perolehan pengetahuan. Dengan demikian, pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan lebih bermakna karena siswa yang

menemukan sendiri pengetahunya.

Beberapa kelebihan pendekatan CTL yang membuatnya penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, yaitu: 1) membantu siswa melihat makna dalam

bahan pelajaran yang mereka pelajari, 2)

memungkinkan siswa memperkuat,

memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata, 3) melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi pada siswa, 4) melatih kemampuan bekerjasama dalam kelompok yang nantinya diperlukan

dalam kehidupan sosial masyarakat

(Nurhadi, dkk., 2004). Adapun langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut: (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan lebih belajar bermakna

dengan cara bekerja sendiri dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan

barunya, (2) laksanakan sejauh mungkin untuk kegiatan inquiry pada semua topik, (3) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, (4) ciptakan masyarakat belajar (belajar berkelompok), (5) hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran, (6) lakukan refleksi diakhir pertemuan, dan (7) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Untuk memperoleh lulusan yang berwawasan dan memiliki kepribadian luhur tidak hanya dilakukan dengan perubahan inovasi model pembelajaran tetapi juga

perlu adanya pengetahuan dibidang

kebudayaan yang melandasi suatu

pengetahuan yang sedang dibangun oleh siswa. Salah satu landasan yang dapat

dikembangkan adalah dengan

memberdayakan seluruh kecerdasan siswa

dan memberikan kepribadian budaya

bangsa (kearifan lokal) yang relevan dengan materi pembelajaran. Dove (dalam

Sarna, 2009) menguraikan bahwa

kebudayaan tradisional tidak berarti kuno atau kebudayaan terbelakang, melainkan

(5)

perubahan. Bali merupakan salah satu daerah yang memiliki nilai kearifan lokal tinggi yang masih belum terpengaruh oleh kebudayaan luar. Kearifan lokal yang ada di

Bali seperti konsep Tri Hita Karana dapat

dikembangkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah karena melibatkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah dimengerti, dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna.

Berdasarkan paparan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) hasil belajar IPA pada siswa yang

dibelajarkan dengan pendekatan CTL

berbasis kearifan lokal. (2) hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvesional. (3) perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng.

METODE

Dilihat dari fokus masalah dan kaitan anatar variabel yang diakibatkan dalam penelitian, maka penelitian ini termasuk

kategori penelitian eksperimen semu.

Tempat penelitian ini adalah SD Gugus IV

Kecamatan Buleleng dan waktu

pelaksanaannya dirancang pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng yang berjumlah 171 siswa yang terdiri dari 6 kelas. Pengambilan sampel

dilakukan dengan cara teknik random

sampling, dan yang di random adalah

kelas. Hal ini dikarenakan tidak

memungkinkan untuk merubah kelas yang ada.

Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas V masing-masing SD setara atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan terhadap keenam kelas yang ada di Gugus IV Kecamatan Buleleng

menggunakan uji Anava A. Setelah

memperoleh hasil uji kesetaraan,

dilanjutkan dengan melakukan teknik

undian terhadap populasi yang sudah ada untuk mengambil dua kelas yang digunakan sebagai sampel. Kemudian dari dua kelas

yang terpilih akan dirandom lagi dengan

pengundian untuk menentukan kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh siswa kelas V SD Negeri 1 Penglatan yang berjumlah 29 orang sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Penglatan yang berjumlah 28 orang sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan pada kelas kontrol diberi perlakukan pendekatan pembelajaran konvensional.

Desain yang digunakan dalam

penelitian ini adalah “non-equivalent

post-test only control group design” (Sugiyono,

2010: 85). Data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar IPA siswa kelas V SD yang ada di Gugus IV Kecamatan Buleleng, yaitu dengan menggunakan metode tes. Menurut Agung (2011: 60), “metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee) dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor”. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan satu jenis alat (instrumen). Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar IPA kelas V berupa tes hasil belajar tipe pilihan ganda.

Setiap jawaban benar akan diberi skor (1), serta siswa yang menjawab salah diberi skor nol (0). Skor setiap item kemudian dijumlah serta jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Rentangan skor ideal yang mungkin diperoleh siswa adalah 0-30. Skor n0l (0) merupakan skor minimal ideal, dan skor 30 merupakan skor maksimal ideal tes hasil belajar IPA.

Instrumen penelitian tersebut terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan uji

validitas tes, reliabilitas tes, tingkat

kesukaran tes, dan daya beda tes. Berdasarkan hasil validitas tes yang dilakukan di kelas VI SD Negeri 1, 2 dan 3 Penglatan yang berjumlah 73 siswa, dari hasil uji coba validitas diperoleh jumlah butir soal yang valid adalah 30 soal dari 40 soal yang diuji cobakan. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes diperoleh hasil sebesar 0,72 yang berarti tes tersebut termasuk ke dalam

kriteria reliabilitas tinggi. Pada hasil uji

(6)

berarti perangkat tes tergolong sedang.

Dari hasil penghitungan daya beda

perangkat tes diperoleh hasil 0,27 yang tergolong pada kategori cukup baik. Dengan demikian, tes hasil belajar IPA ini layak untuk digunakan dalam penelitian.

Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran mengenai hasil belajar IPA baik secara numerik maupun grafis dengan menghitung mean, median, modus, standar deviasi, dan varians.

Setelah melakukan analisis statistik

deskriptif kemudian data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Statistik inferensial digunakan untuk mengambil keputusan

berdasarkan analisis data. Sebelum

pengambilan keputusan diperlukan uji prasyarat, yakni uji normalitas dan uji

homogenitas. Pengujian hipotesis

menggunakan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil post-test dari 29 orang siswa

pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa, perolehan mean 22,98 median

23,61 dan modus 24,30 maka dapat

diketahui bahwa nilai Mo>Md>M. Hal ini

berarti bahwa sebagian besar skor

kelompok eksperimen cenderung tinggi.

Data hasil post-test kelompok eksperimen

disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen

Hasil post-test siswa kelas V SD N 1

Penglatan menunjukkan 58,62% berada pada kategori sangatbaik, 37,93% berada pada kategori baik dan 3,45% berada pada kategori sedang.

Pada kelompok kontrol hasil post-test dari 28 orang siswa menunjukkan bahwa, perolehan mean 20,00 median 19,75 modus 19,50 maka dapat diketahui bahwa nilai Mo<Md<M. Hal ini berarti bahwa sebagian besar skor kelompok kontrol

cenderung rendah. Data hasil post-test

kelompok kontrol disajikan dalam Gambar 2. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15-16 17-18 19-20 21-22 23-24 25-26 F re k u e n s i Interval

Gambar 2. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol

Hasil post-test siswa kelas V SD N 3

Penglatan menunjukkan 21,43% berada pada kategori sangat baik, 60,71% berada pada kategori baik dan 17,85% berada pada kategori cukup.

Berdasarkan hasil post-test pada

kedua kelas tersebut dapat dilihat

perbandingan rata-rata hasil belajar IPA dan standar deviasi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Rerata dan Standar Deviasi Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

No Variabel Rerata (M) Standar Deviasi (SD)

1 Kelompok Eksperimen 22,98 2,69

2 Kelompok Kontrol 20,00 3,01

Berdasarkan perhitungan yang

dilakukan dengan menggunakan kategori

pada skala lima pada Tabel 2, diketahui bahwa skor rata-rata pada hasil belajar

(7)

matematika dengan menggunakan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal adalah 22,98 yang berada pada kategori sangat tinggi, sedangkan skor rata-rata

pada hasil belajar IPA dengan

menggunakan pendekatan konvensional adalah 20 yang berada pada kategori tinggi. Sebelum data penelitian ini dianalisis dengan statistik inferensial yaitu uji-t,

terlebih dahulu dilakukan pengujian

terhadap persyaratan-persyaratan yang

diperlukan terhadap sebaran data hasil penelitian. Uji prasyarat analisis meliputi dua hal, yaitu uji normalitas data dan uji

homogenitas varians. Uji normalitas

sebaran dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Pengujian hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di

SD Gugus IV Kecamatan Buleleng.

Berdasarkan hasil uji normalitas

menunjukkan bahwa data bedistribusi

normal dan uji homogenitas terhadap kedua sampel adalah homogen. Selain itu, jumlah siswa pada tiap kelas berbeda, maka pada uji-t sampel tak berkorelasi ini

digunakan rumus uji-t polled varians.

Ringkasan analisis hipotesis uji-t disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis

Kelompok Varians N Db thitung ttabel Kesimpulan

Eksperimen 7,26 29

55 4,08 2,00 thitung > ttabel

H1 diterima

Kontrol 9,06 28

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t,

diperoleh thitung 4,08 dan ttabel dengan db 55

pada taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal

ini berarti thitung > ttabel sehingga H0 ditolak

atau H1 diterima. Dengan demikian, terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan

dengan pendekatan Contextual Teaching

and Learning (CTL) berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng

Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPA dan kemiringan grafik poligon. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 22,98 berada pada kategori sangat tinggi sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 20,00 berada pada kategori tinggi. Jika skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa grafik sebaran data merupakan juling negatif yang artinya

sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika skor hasil belajar IPA siswa digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa grafik sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.

Berdasarkan hasil analisis data

diketahui thitung > ttabel, sehingga hasil

penelitian adalah signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dengan kelompok siswa yang dibelajarkan

dengan pendekatan pembelajaran

konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan Pendekatan CTL berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Dalam hal ini, hasil belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti Pendekatan CTL lebih baik daripada hasil belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran Konvensional.

Perbedaan yang signifikan hasil

belajar antara kelompok yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL berbasis kearifan lokal dengan siswa yang dibelajarkan

(8)

dengan pendekatan pembelajaran

konvensional dapat disebabkan oleh

pendekatan CTL memiliki

keunggulan-keunggulan dibandingkan pendekatan

konvesional. Keunggulan tersebut

diantaranya: 1) membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka

pelajari, 2) memungkinkan siswa

memperkuat, memperluas dan menerapkan

pengetahuan dan keterampilan

akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata, 3) melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi pada siswa, 4) melatih kemampuan bekerjasama dalam kelompok yang nantinya diperlukan dalam kehidupan sosial masyarakat (Nurhadi, dkk., 2004). Hal ini menyebabkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna dan lebih kuat melekat dalam memori atau pikiran siswa untuk memahami pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

Pendekatan CTL merupakan

rangkaian tahapan kegiatan pembelajaran

yang diorganisasi sedemikian rupa

sehingga siswa dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Langkah-langkah pembelajaran CTL meliputi; kontruktivis, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Pada tahap

kontruktivis, yaitu guru membantu

merangsang pemikiran siswa dan

membantu mengakses pengetahuan

sebelumnya dengan memberikan beberapa pertanyaan ataupun mengamati gambar

terkait dengan materi yang akan

dibelajarkan, sehingga siswa akan

termotivasi dan tertarik perhatiannya untuk

mengikuti pelajaran. Tahap inkuiri, pada

tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk mencari dan mengkaji informasi yang didapat melalui buku sumber, pengamatan, media lainnya. Dengan siswa melakukan

kegiatan inkuiri, pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran akan lebih

bermakna dan lebih melekat pada

memorinya, karena siswa sendiri yang menemukan apa yang mereka pelajari.

Tahap bertanya, pada tahap ini siswa

membuat pertanyaan-pertanyaan terkait dengan temuan yang didapatkan yang akan

diajukan kepada guru, kemudian guru akan memberikan penjelasan terkait dengan pertanyaan siswa. Dalam kegiatan ini siswa

akan terbuka pikirannya untuk lebih

mendalami dan memperluas

pengetahuannya tentang apa yang mereka temukan, melalui pertanyaan yang diajukan

kepada guru. Tahap masyarakat belajar,

pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompoknya untuk menyelesaikan lembar kerja siswa (LKS) yang diberikan oleh guru. Dalam kegiatan ini siswa akan belajar saling menghargai pendapat satu sama lain melalui bertukar pengalaman dan informasi, sehingga masing-masing siswa terlibat aktif dan saling mengungkapkan pendapatnya.

Tahap pemodelan, pada tahapan ini siswa

diberi kesempatan untuk mendemostrasikan hasil diskusinya di depan kelas dan kelompok lain akan memberikan tanggapan. Siswa disini akan belajar menerima saran dan masukan dari kelompok lain. Tahap refleksi siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang kurang dimengerti dan memperbaiki pekerjaan mereka yang salah, sehingga siswa dapat pengalaman tentang apa yang

sudah dipelajarinya sebagai struktur

pengetahuan baru, yang merupakan revisi

atau pengayaan dari pengetahuan

sebelumnnya. Tahap penilaian sebenarnya,

tahap ini bermanfaat bagi guru untuk

mengamati para siswa memperoleh

konsep-konsep yang terkait dengan materi pelajaran dengan benar atau tidak. Untuk itu guru memberikan kuis setiap akhir pembelajaran untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap konsep-konsep baru yang dipelajari, sehingga siswa akan mengetahui sejauh mana pemahaman

dirinya tentang materi yang sudah

dipelajarinya. Sedangkan penyampaian

materi dalam pembelajaran konvensional tersebut lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung secara terus menerus.

Selain itu, pada penelitian ini

keefektifan pendekatan CTL dikaitkan

dengan kearifan lokal yaitu konsep Tri Hita

Karana, yang terdiri dari parahyangan,

pawongan, dan palemahan. Ketiga aspek tersebut sangat berkaitan erat di dalam

(9)

adanya variasi dalam pembelajaran yaitu pada sintaks pendekatan CTL diselingi dengan pemahaman siswa tentang kearifan lokal, maka penyajian materi akan lebih variatif dan bermakna. Contohnya, udara dipercaya umat Hindu sebagai manisfestasi dari Bhatara Bayu (Parahyangan), semua makhluk hidup memerlukan udara untuk kelangsungan hidupnya, jadi udara harus dijaga kebersihannya agar tidak tercemar

misalnya dengan cara melalukan

penghijauan, tidak membakar sampah plastik, dan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (Pawongan dan Palemahan).

Dengan begitu siswa akan terbuka

pemikiran mereka untuk menerapkan

konsep yang mereka pelajari kedalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu,

pendidikan melalui kearifan lokal

seharusnya mulai diperkenalkan oleh guru kepada para siswanya. Dalam proses pembelajaran guru hendaknya mampu

menciptakan suatu komunikasi yang

bernuansakan makna keakraban dalam membina suatu sikap saling menghormati

sebagai pencerminan kepribadian

masyarakat Bali khususnya dalam

berkomunikasi sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi siswa. Hal tersebut sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Inilah yang menjadi keunggulan pendekatan CTL berbasis dibandingkan dengan pendekatan konvensional.

Penelitian ini, sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Purnami

(2012), Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan kontekstual dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

pendekatan konvensional, dimana

pendekatan kontekstual memberikan

pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V dibandingkan dengan pendekatan konvsional.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pendekatan contextual

teaching and learning (CTL) berbasis kearifan lokal berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL)

berbasis kearifan lokal lebih baik

dibandingkan dengan kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan pendekatan

konvesional.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

pendekatan contextual teaching and

learning (CTL) berbasis kearifan lokal dan

kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng. Hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

pendekatan contextual teaching and

learning (CTL) berbasis kearifan lokal lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai perbedaan skor rata-rata yang diperoleh kelompok siswa yang dengan pendekatan

contextual teaching and learning (CTL)

berbasis kearifan lokal adalah 22,98 yang

berada pada katagori sangat tinggi dan

kelompok siswa dibelajarkan dengan

pendekatan konvensional adalah 20,00 yang berada pada katagori tinggi. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan

bahwa penerapan pendekatan contextual

teaching and learning (CTL) berbasis kearifan lokal berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan pendekatan konvesional.

Saran yang dapat disampaikan

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut. 1) guru untuk tetap

menerapkan pendekatan pembelajaran

inovatif yang sesuai dengan materi

pelajaran, lingkungan belajar siswa serta mengembangakan perangkat pembelajaran untuk membantu proses pembelajaran di kelas, agar nantinya berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. 2) siswa

agar menyiapkan diri sebelum

pembelajaran dimulai, melakukan sharing

pengetahuan dalam pembelajaran dengan selalu saling menghargai pendapat orang lain, agar tercipta proses pembelajaran yang interaktif. 3) penelitian lanjutan yang berkaitan dengan penerapan pendekatan

(10)

contextual teaching and learning (CTL) perlu dilakukan terhadap materi-materi IPA yang lain dan dengan sampel yang lebih besar. 4) sekolah agar menggunakan pendekatan dan media, khususnya pada mata pelajaran IPA, sehingga berdampak baik bagi siswa untuk dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.

DAFTAR RUJUKAN

Agung. A. A. Gede. 2011. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Nurcahyanti. 2011. “Permasalahan

Pendidikan di Indonesia”. Makalah.

Tersedia pada

http://elearning.unesa.ac.id/myblog/e lly-nurcahyanti/makalah-

permasalahan-pendidikan-di-indonesia-beserta-solusinya.

(Diakses pada tanggal 15 Pebruari 2013).

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran

Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Purnami, Komang Widya. 2012. Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL) Berbantuan

Information and Communication

Technology (ICT) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester

Ganjil di Gugus IV Kecamatan

Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sagala, S. 2008. Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sarna. K, dkk. 2009. Fisiologi Tumbuhan

Bermuatan Local Genius. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suastra. W. 2010. “Model Pembelajaran

Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk

Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal di

SMP”. Jurnal Pendidikan dan

Pengajaran, Volume 43, Nomor 2 (hlm. 8-16). Universitas Pendidikan Ganesha.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran

Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Gambar

Gambar 1. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar  IPA  Kelompok Eksperimen
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Didalam pola lampu lalu lintas ini penulis menggunakan metode pewarnaan graf, dimana penulis akan mewarnai simpul dengan warna yang berbeda pada setiap simpul yang berdampingan,

dampak aktivitas jasmani (sepakbola dan boxing) terhadap kepercayaan diri dengan HIV positif di rumah cemara bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Halaman ini terdapat form-form yang digunakan sebagai inputan data kas berupa pemasukkan dan pengeluaran yaitu setoran bulanan, pasang baru sebagai inputan

Akad sahih adalah akad yang telah memenuhi rukun dan syarat-syarat akad. Hukum dari akad sahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat meneyelesaikan Paper dengan judul Tumor Jinak Palpebra guna memenuhi persyaratan

38 Oleh karena itu, filsafat tidak hanya menjadi sebuah wacana pemikiran, namun sejatinya telah menjadi satu identitas dari sekian produk pandangan hidup yang memberikan

Berdasarkan hasil Analysis of Variance (ANOVA) dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial menunjukkan bahwa pemangkasan daun berpengaruh nyata terhadap