• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh :!" # $!#%%& #% #! '% # ( )*#$ +!#, "'# #,, (#-../ # #!#% 01#,!0!(#+" )+!0 (#, / i

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh :!" # $!#%%& #% #! '% # ( )*#$ +!#, "'# #,, (#-../ # #!#% 01#,!0!(#+" )+!0 (#, / i"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : !" # $ !#%%& #% # ! '% # ()*#$ +!#, "'# #,, (#-../ # # !#% 01#, !0!(#+" )+ !0 (#,

2

3

-../

(2)

t

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELIIIAX PEMTJLA

A 'Y. a. Judul Penelitian b. Bidang Ilmu c. Kategori Penelitian Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin

c.

Golongan lPangkatl NIK

d.

Jabatan Fungsional

e.

Jabatan Struktural

f.

Fakultas I Jurusan

g. Pusat Penelitian Alamat Ketua Peneliti

a.

Alamat Kantor/Telp/Fax/Email b. Alamat RumahlTelp lFax/Email Jumlah Anggota Peneliti

a. Nama Anggota Peneliti 1 b. ]llama Anggota Peneliti 2 Lokasi Fenelitian

Ketjasama dengan Institusi Lain

a.

Nama Institusi

b.

Alamat

c.

TelplFaxlEmail Lama Penelitian Biaya yang Diperlukan

a. Dinas P & K Propinsi Jawa Tengah

b. Pemerintah Kota Semarang Jumlah

nologi Industri

Pengukuran

Tingkat

Implementasi Sistem

Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja & Lindungan Lingkungan

(SMK3LL)

Pada

Lingkungan Industri Kecil di Semarang Teknologi

Pengembangan Ke lemba gaan

Akhmad Syakhroni, ST.

Laki-laki

III A/ Penata Muda I 21060303 I Asisiten Ahli

Kepala Laboratorium T Industri Teknologi Industri / Teknik Industri

LEMLIT Unissula Semarang Jl. Raya Kaligawe Km 4 Semarang I 5583 5 84 I 65824551www. un issu la.ac. id

Jl. KH. Yunus I Bojongsana Suradadi Tegal

0 E 5 62 7 1 8 62 5/-/ronie-katen g@ yahoo. corn

2

Irwan Sukendar, ST, MT

Nuzuiia Khoiriyah, ST

Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru

-

Semarang :

,

Outun Rp 7.500.000,00 Rp 1.700.000,00 Rp 9.200.000,00

(Sembilan Juta Dua Ratus Ribu Rupiah)

Semarufrg, 12 Desember 2007 Ketua Peneliti

,

), 6. 7. 6. Haddinl [intass 0693007 Sv6khroni. ST 21060303 I am Wahyud a291014

(3)

ABSTRAKSI

Industri kecil dan menengah merupakan salah satu tulang punggung perekonomian bangsa yang mempekerjakan para karyawannya tidak luput dari ancaman bahaya kecelakaan kerja, keselamatan, kesehatan jiwanya pada saat beraktifitas. Oleh karena itu sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.05/MEN/1996, maka setiap industri harus menerapkan sistem manajemen K3 dan untuk menerapkan dan mengembangkan sistem manajemen K3LL disusun program implementasi atau elemen K3LL. Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (SMK3LL) merupakan suatu sistem untuk mencapai dan meningkatkan kinerja operasi melalui upaya pengelolaan yang baik yang penerapannya diharapkan dapat mengatur dan mengendalikan dirinya guna mencapai tujuan operasi perusahaan yang aman, andal, efisien , dan berwawasan lingkungan.

Industri kecil yang ada dalam LIK Bugangan Baru Semarang perlu mengukur, memantau, mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungannya apakah sudah sesuai atau belum. Penelitian ini mencoba untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang. Pengukuran ini ditunjang data kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2006. Dari Checklist elemen SMK3LL diperoleh nilai implementasi sebesar 31,4% yang berarti pada level merah, sedangkan kecelakaan kerjanya berada pada level hijau (aman). Hasil penelitian ini menunjukan pencapaian tingkat program SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang dikombinasikan dengan kecelakaan yang terjadi selama tahun 2006 berada pada yang level 4 (rawan). Pada Kondisi ini berarti harus memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya ke level hijau yaitu aman dan nyaman dengan cara melakukan pembenahan dan peningkatan kinerja pada elemen-elemen SMK3LL. Keberhasilan pelaksanaan SMK3LL menuntut partisipasi aktif dari unsur pimpinan persahaan, karyawan serta dari pemerintah sebagai pembina industri kecil.

(4)

PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kekuatan, rahmat, dan hidayahnya sehingga atas perkenanNya sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan Penelitian Pemula yang berjudul ”Pengukuran Tingkat Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja & Lindungan Lingkungan (SMK3LL) Pada Lingkungan Industri Kecil di Semarang” tepat waktu.

Laporan Penelitian ini dibiayai oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah serta Dana Pendamping dari Pemerintah Kota Semarang, yang sangat membantu dosen dalam melakukan penelitian sebagai tugasnya dalam mengamalkan Tri Dharma perguruan tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat ditinjaklanjuti untuk diadakan penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap masyarakat sekitarnya khusunya dunia industri, terutama industri kecil. Kami berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan cermin, koreksi serta perencanaan dan penggairahan pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (SMK3LL) yang akan datang pada industri kecil. Tentunya keberhasilan dan kesuksesan pelaksanaan SMK3LL sangat tergantung pada masyarakat industri itu sendiri dalam hal ini dibutuhkan kerjasama antara pekerja dan pimpinan perusahaan serta pemerintah.

Akhirnya Tim peneliti mengucapakan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam melakukan kegiatan penelitian ini yang tidak bisa kami sebutkan sat persatu. Saran dan kritik sangat kami harapkan , mengingat penelitian ini masih jauh dari nilai sempurna.

Semarang, Desember 2007

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i Halaman Pengesahan ... ii Abstraksi ... iii Kata Pengantar ... iv Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Pembatasan Masalah ... 2 1.4 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 4

2.2 Definisi Kecelakaan dan Hazard ... 6

2.3 Perhitungan Tingkat Implementasi ... 7

2.4 Perhitungan Tingkat Kecelakaan ... 8

2.5 Metode Perangkingan Sumber Bahaya (Hazard) ... 11

2.6 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 15

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIA N ... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... 22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Data ... 25

5.2 Pengolahan Data ... 30

5.3 Analisa dan Pembahasan ... 37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 38

(6)

5.2 Saran ... 38 Daftar Pustaka

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Kecelakaan Kerja ... 11

Tabel 2.2 Tingkat Implementasi – Tingkat Kecelakaan ... 12

Tabel 2.3 Deskripsi Kategori 10 Skala Hazards di Tempat Kerja... 13

Tabel 2.4 Pengkodean Risk Assesment ... 15

Tabel 2.5 Frekuensi inspeksi SMK3 ... 20

Tabel 2.6 Perbedaan audit dan inspeksi K3 ... 21

Tabel 5.1 Data kecelakaan kerja selama tahun 2006 ... 26

Tabel 5.2 Penilaian Implementasi SMK3LL Kepemimpinan dan Kebijakan 31 Tabel 5.3 Nilai Tingkat Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru ... 32

Tabel 5.4 Data kategori kecelakaan kerja ... 35

Tabel 5.5 Tingkat Implementasi – Tingkat kecelakaan ... 36

Tabel 5.6 Pencapaian Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru berdasarkan urutan keberhasilan program ... 37

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Tahapan Metode Penelitian ... 25 Gambar 5.1 Radar Chart Penilaian Tingkat Kinerja Implementasi SMK3LL

di LIK Bugangan Baru Semarang ... 33 Gambar 5.2 Radar Chart Pencapaian Implementasi SMK3LL

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Biodata Peneliti

Lampiran II : Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran III : Lembar Checklist Implementasi SMK3LL

Lampiran IV : Responden Industri Kecil yang berperan dalam Pengisian Checklist Implementasi SMK3LL

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, Bab III Pasal 3 ayat 1, menyatakan : “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”. Industri kecil dan menengah merupakan salah satu tulang punggung perekonomian bangsa yang juga mempekerjakan lebih dari seratus pekerja sehingga harus menerapkan sistem

(11)

manajemen K3 dan untuk menerapkan dan mengembangkan sistem manajemen K3LL disusun program implementasi atau elemen K3LL.

Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Lindung Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan singkatan SMK3LL merupakan suatu sistem untuk mencapai dan meningkatkan kinerja operasi melalui upaya pengelolaan yang baik yang penerapannya diharapkan dapat mengatur dan mengendalikan dirinya guna mencapai tujuan operasi perusahaan yang aman, andal, efisien , dan berwawasan lingkungan.

1.2.Perumusan Masalah

Adanya kecelakaan kerja yang terjadi di dunia industri, maka tingkat safety untuk pekerja harus di tingkatkan lagi. Untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja, serta menciptakan kondisi kerja yang aman, nyaman, efisien, dan produktif di dunia industri maka diperlukan adanya penerapan program SMK3LL, yang merupakan suatu sistem untuk mencapai dan meningkatkan kinerja operasi melalui upaya pengelolaan yang baik yang penerapannya diharapkan dapat mengatur dan mengendalikan dirinya guna mencapai tujuan operasi perusahaan yang aman, andal, efisien , dan berwawasan lingkungan. Kinerja Implementasi SMK3LL perlu dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana proses pencapaiannya. Dalam mengevaluasi proses implementasi SMK3LL diperlukan adanya checklist yang dapat digunakan untuk menunjukan secara obyektif sejauh mana proses implementasi program SMK3LL telah tercapai.

1.3.Pembatasan Masalah

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan di Lingkungan Industri Kecil ( LIK) Bugangan Baru Semarang.

2. Industri Kecil yang dipilih dalam penelitian ini adalah industri yang menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja sudah diwajibkan untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

(12)

1.4.Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Bab ini merupakan latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diteliti, pembatasan masalah, penentuan tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan penelitian ini.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang menjadi pendukung penelitian ini, antara lain perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja, perhitungan tingkat implementasi program, perhitungan tingkat kecelakaan kerja, definisi hazards dan risk assessment.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini serta teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan.

BAB IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi pengumpulan dan pengolahan data serta pembahasannya. Data-data yang dikumpulkan adalah data kecelakaan kerja yang terjadi di lokasi kerja yang diukur serta

cheklist penilaian kinerja implementasi SMK3LL serta

pembahasannya, analisa dan interpretasi pengukuran tingkat kinerja implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup dalam penelitian ini, yaitu berupa kesimpulan akhir dan saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia, manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat bekerja tidak jarang akan ditemui berbagai macam kecelakaan dalam bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya manusia berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa sehingga ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif. Selama pekerjaan masih dikerjakan secara perorangan atau dalam kelompok maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, sifat demikian segera berubah, tatkala revolusi industri dimulai, yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum alam dan dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan secara praktis. Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada abad 18 dengan munculnya industri tenun, penemuan ketel uap untuk keperluan industri. Tenaga uap sangat bermanfaat bagi dunia industri, namun pemanfaatannya juga banyak mengandung resiko terhadap peledakan karena adanya tekanan uap yang sangat tinggi. Selanjutnya menyusul revolusi di bidang kelistrikan, revolusi tenaga atom dan penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Disamping manfaat tersebut, pemanfaatan teknik dan teknologi dapat merugikan dalam bentuk resiko terhadap kecelakaan apabila tidak diikuti dengan pemikiran tentang upaya keselamatan dan kesehatannya.

Sebagai gambaran tentang sejarah perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut :

• Sekitar tahun 1700 SM, raja Hammurabi dari kerajaan Babilonia dalam kitab undang-undang menyatakan bahwa : ”Bila seorang ahli bangunan membuat rumah untuk seseorang dan pembuatannnya tidak dilaksanakan dengan baik sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati, maka ahli bangunan tersebut harus dibunuh”

• Pada zaman Mozzai ± 5 abad setelah Hammurabi, dikatakan bahwa seorang ahli bangunan bertanggung jawab atas keselamatan para pelaksana dan

(14)

pekerjanya, dengan menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah.

• Sekitar tahun 80-an, Plinius seorang ahli encyclopedia bangsa Roma mensyaratkan agar para pekerja tambang diharuskan memakai tutup hidung/masker.

• Tahun 1450 Dominico Fontana diserahi tugas membangun Obelisk di tengah lapangan St. Pieter Roma, dan ia selalu mensyaratkan agar pekerjanya selalu memakai topi baja.

Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan manusia pekerja menjadi perhatian para ahli pada zaman itu.

Sejak revolusi industri di Inggris dimana banyak terjadi kecelakaan dan banyak membawa korban, para pengusaha berpendapat bahwa hal tersebut adalah bagian dan resiko dari pekerjaan dan penderitaan para korban, karena bagi para pengusaha tersebut dapat dengan mudah ditanggulangi dengan mengangkat tenaga kerja baru. Akhirnya banyak orang berpendapat bahwa membiarkan korban berjatuhan apalagi tanpa ganti rugi bagi korban dianggap tidak manusiawi. Para pekerja mendesak para pengusaha untuk mengambil langkah-langkah yang positif guna menanggulangi masalah tersebut. Yang diusahakan pertama adalah dengan memberikan perawatan pada para korban dimana motifnya berdasarkan pada kemanusiaan.

Amerika Serikat pernah memberlakukan undang-undang Work’s Compensation Law dimana disebutkan bahwa tidak memandang apakah kecelakaan tersebut terjadi akibat kesalahan si korban atau tidak, yang bersangkutan akan tetap mendapatkan ganti rugi selama terjadi dalam pekerjaan. Undang-undang ini menandai permulaan usaha pencegahan kecelakaan yang lebih terarah. Di Inggris pada mulanya aturan perundangan yang serupa telah juga diberlakukan, namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika kesalahan atau kelalain disebabkan oleh si korban maka ganti rugi tidak akan diberikan. Karena posisi buruh/pekerja dalam posisi yang lemah, maka pembuktian salah tidaknya pekerja yang bersangkutan selalu merugikan korban. Akhirnya peraturan tersebut diubah tanpa memandang

(15)

kecelakaan tersebut diakibatkan oleh si korban atau tidak. Berlakunya peraturan perundangan tersebut dianggap sebagai permulaan dari gerakan keselamatan kerja, yang membawa angin segar dalam usaha pencegahan kecelakaan industri.

HW Heinrich dalam bukunya yang terkenal, “Industrial Accident Prevention”(1931), dianggap sebagai suatu titik awal yang bersejarah bagi semua gerakan keselamatan kerja yang terorganisir secara terarah. Pada hakekatnya prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Heinrich adalah merupakan unsur dasar bagi program keselamatan kerja yang berlaku saat ini.

Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia sendiri sudaha lama ada yakni dimulai dengan diterbitkannya UU Uap (Stoom Ordinantiae, STBL. No. 225 Tahun 1930) yang mengatur secara khusus tentang keselamatan kerja di bidang ketel uap, Undang-Undang Petasan (STBL. No. 143 Tahun 1932), dan masih banyak lagi peraturan –peraturan yang terkait dengan keselamatan di dunia kerja. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 secara tersirat sebenarny sudah menyinggung tentang keselamatan kerja yang berbunyi : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Bila dikaitkan dengan sumber daya manusia adalah bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang diperlukan agar orang dapat hidup layak bagi kemanusiaan, adalah pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan dan penyakit. Sedangkan Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat di darat, laut, maupun udara adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2.2.Definisi Kecelakaan dan Hazard

Accident atau kecelakaan adalah suatu keadaan atau peristiwa yang tidak

diinginkan yang dapat mengakibatkan kematian, kerugian, atau dapat menurunkan kinerja perusahaan. Termasuk dalam hal ini adalah kejadian tidak aman (hampir celaka, hampir gagal).

(16)

Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya dikatakan potensial jika belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 1987).

Menurut Asfahl (1999), keselamatan (safety) berkaitan dengan efek yang akut dari hazards, sedangkan kesehatan (health) berkaitan dengan efek yang kronis dari hazards. Hazards juga melibatkan resiko atau kesempatan, yang berkaitan dengan elemen-elemen yang tidak diketahui (unknown).

Berikut merupakan kategori hazards dalam industri :

1. Bahaya fisik : Kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu. 2. Bahaya kimia : Bahan beracun dan larutan kimia. 3. Bahaya biologi : Virus, bakteri, jamur.

4. Bahaya mekanis : Penggunaan mesin dan peralatan.

5. Bahaya ergonomi : Ruangan yang sempit, gerakan tubuh terbatas, mengangkat, mendorong, menarik, kurang cahaya.

6. Bahaya psikososial : Sistem kerja, organisasi pekerjaan, lamanya jam kerja trauma.

7. Bahaya tingkah laku : Ketidakpatuhan terhadap standar, kurang keahlian, tugas baru atau tidak rutin.

8. Bahaya lingkungan sekitar : Gelap, permukaan tidak rata, kondisi permukaan basah, cuaca, kebakaran.

Soemanto (1991) menyatakan bahwa faktor terbesar penyebab kecelakaan adalah faktor manusia maka usaha meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja perlu difokuskan pada pembinaan rasa tanggung jawab dan sikap dalam bekerja. Rasa tanggung jawab perlu dikembangkan, suatu kecelakaan dapat menimpa diri pekerja, teman sekerja, dan dengan sendirinya pihak keluarga juga menanggung akibatnya. Dapat pula kecelakaan terjadi karena ketidaktahuan atau tidak tahu kemungkinan adanya bahaya.

2.3.Perhitungan Tingkat Implementasi

Penilaian tingkat implementasi dilakukan dengan mengamati aktivitas kerja secara langsung dan memberikan nilai pada pertanyaan dalam checklist

(17)

berdasarkan hasil pengamatan, dimana pencapaian tingkat implementasi menggunakan traffic light system.

Traffic light system berhubungan erat dengan scoring system. Traffic light

system berfungsi sebagai tanda apakah score dari suatu indikator kinerja memerlukan suatu perbaikan atau tidak. Indikator dari traffic light system ini direpresentasikan dengan beberapa warna merah, hiaju ataupun kuning. Adapaun makna dari simbol warna tersebut adalah :

• Warna hijau, dimana besarnya pencapaian kinerja antara 85%-100%. Hal ini menyatakan achievement dari suatu indikator kinerja sudah tercapai.

• Warna kuning, berarti achievement dari suatu indikator kinerja belum tercapai, meskipun nilainya sudah mendekati target pencapaian kinerja sudah mendekati target. Kisaran nilai indikator kinerja antara 60% – 84%. • Warna merah, menyatakan achievement dari suatu indikator kinerja benar–

benar di bawah target yang telah ditetapkan dan memerlukan perbaikan dengan segera. Kisaran nilai indikator kinerja untuk kategori ini adalah 0 – 59%.

2.4.Perhitungan Tingkat Kecelakaan

Asfahl (1999) menyatakan bahwa ada dua cara untuk menghitung tingkat kecelakaan, yaitu dengan traditional indexes dan incidence indexes. Dalam hal ini penyusun menggunakan incedence indexes.

2.4.1 Traditional Indexes

Ukuran statistik yang terkenal dengan frekuensi dan luasnya dampak. Frekuensi diukur berdasarkan banyaknya kasus yang terjadi, sedangkan luasnya dampak berdasarkan pada besarnya pengaruh terhadap banyaknya jam kerja yang hilang.

Beberapa kecelakaan seperti amputasi, terkadang mengakibatkan hanya sedikit jam kerja yang hilang atau bahkan tidak ada hari kerja yang hilang. Untuk meghindari timbulnya perbedaan dalam penilaian luasnya dampak diperlukan keputusan untuk menetapkan cedera yang permanen. Di sini, yang menjadi acuan utama dalam memutuskan luasnya dampak adalah seberapa sering kematian yang terjadi. Padahal tingkat kecelakaan fatal

(18)

bukan diukur hanya dari kematian, tetapi juga dari banyaknya kasus dimana pekerja tidak dapat bekerja lagi.

2.4.2 Incidence Indexes

Sistem pendataan yang ada sekarang merupakan pengembangan dari sistem lama. Banyaknya kejadian kecelakaan injury / illness di sini meliputi bagaimana perawatan medis yang harus diberikan dan juga dari banyaknya kematian.

Bandingkan hal ini dengan frequency rate tradisional, yang hanya memandang kasus berdasarkan hilangnya paling sedikit satu hari kerja. Perawatan medis tidak hanya berupa pertolongan pertama, pengobatan secara preventif (seperti suntikan tetanus), atau prosedur diagnosa medis dengan hasil negatif. Pertolongan pertama dideskripsikan sebagai langkah perawatan yang pertama kali dilakukan dan peninjauan yang berkelanjutan terhadap pengobatan seperti, teriris, terbakar, terkena pecahan, dan lain-lain, yang mana tidak membutuhkan perawatan medis dan tidak dilakukan perawatan medis yang berlebihan walaupun dilakukan oleh dokter. Jika sebuah kecelakaan injury mengakibatkan hilang kesadaran, keterbatasan dalam bekerja atau bergerak, atau sehingga dipindahkannya ke bagian lain, kecelakaan tersebut perlu untuk dicatat.

Istilah atau kecelakaan yang merupakan incidence rate adalah sebagai berikut:

1. Injury incidence rate

2. Illness incidence rate

3. Fatality incidence rate

4. Lost-Workdays-cases incidence rate (LWDI)

5. Number-of-lost-workdays rate

6. Spesific-hazard incidence rate.

Dalam perhitungan banyaknya hari kerja yang hilang, tanggal sejak terjadinya injury atau awal mula timbulnya illness tidak selalu dihitung. Hal ini terjadi jika pekerja meninggalkan tugasnya pada hari itu sanggup kembali lagi bekerja ke tugas regulernya dan mampu melakukan semua

(19)

tugas regulernya sepanjang waktu dalam hari setelah injury atau illness. Juga, saat menghitung hari kerja yang hilang, liburan akhir pekan atau hari libur normal lainnya tidak boleh dihitung jika pekerja memang tidak harus bekerja pada hari tersebut.

Pemilihan total jam kerja yang digunakan sebagai pembagi (penyebut) dalam menghitung spesific hazard incidence rate harus dilakukan dengan hati-hati. Karena hazards spesifik lebih sempit dan lebih sedikit pekerja yang terekspos, data harus dikumpulkan selama beberapa tahun untuk memperoleh hasil yang berarti untuk spesific hazard incidence rate.

Standar incidence rate yang dikenal secara luas adalah Lost-Workdays-cases incidence rate (LWDI). Dalam hal ini LWDI hanya mempertimbangkan pada injury, bukan illness. Hal ini disebabkan karena untuk mencari seberapa sakit dalam Illness lebih sulit dilakukan. LWDI, yang didasarkan pada bukti yang nyata, dipertimbangkan sebagai ukuran yang lebih tepat untuk keefektifan program keselamatan dan kesehatan kerja sebuah perusahaan. Ini menjadi alasan LWDI untuk hanya mempertimbangkan banyaknya waktu yang hilang disebabkan karena injuries.

Injury dan illness adalah dua hal yang berbeda. Contoh dari injury

adalah terkoyak, keretakan tulang, terkilir, dan amputasi yang dihasilkan dari satu kecelakaan kerja atau dari terpaparnya sesuatu yang melibatkan kejadian tunggal dalam lingkungan kerja. Illness terjadi saat kondisi tidak normal disebabkan oleh faktor lingkungan dan biasanya terjadi lebih dari satu kali.

Kategori besarnya tingkat kecelakaan kerja dapat dilihat dalam tabel 2.1 sedangkan untuk menentukan besarnya pencapaian target terhadap kinerja implementasi program K3LL dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.1 Kategori Kecelakaan Kerja

Kategori Parameter Nilai Keterangan

Hijau Terjadi kecelakaan ringan (Injuries)

Luka ringan (Tidak kehilangan hari kerja)

(20)

Kuning Terjadi kecelakaan sedang (Illnesses)

Luka parah atau sakit (Kehilangan hari kerja)

Merah

Terjadi kecelakaan berat

(Fatalities) Meninggal / cacat seumur hidup

Tabel 2.2 Tabel Tingkat Implementasi – Kecelakaan

2.5.Metode Perangkingan Sumber Bahaya (Hazard)

Asfahl (1999) menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk merangking

hazards, antara lain dengan menggunakan skala klasifikasi hazards dan

pendekatan risk assessment. 2.5.1 Skala Klasifikasi Hazards

Asfahl (1999) menyatakan bahwa tidak adanya data pendukung analisa cost-benefit menyulitkan manajer keselamatan dan kesehatan (K3), komite keselamatan, atau pihak pengambil keputusan guna perbaikan program K3. OSHA mengelompokkan dalam 4 kategori hazards sebagai berikut :

(21)

b. Serious violations

c. Nonserious violations

d. De minimus violations

Kategori di atas didefinisikan dengan kurang jelas. Kategori Imminent

danger mewajibkan OSHA untuk mengeluarkan teguran dari pengadilan

Amerika Serikat yang memaksa pemilik usaha agar menghilangkan hazards atau pengadilan akan menghentikan operasinya. Sedangkan De minimus violations hanya pelanggaran teknis yang berpengaruh kecil terhadap keselamatan dan kesehatan dan biasanya tidak dikenakan pinalti keuangan. Hal ini menimbulkan bias dalam menentukan kategori pelanggaran dilakukan.

Soemanto (1991) menyatakan bahwa resiko dari suatu kejadian merupakan ukuran tingkat keparahan suatu konsekuensi kecelakaan dan frekuensi kecelakaan dapat terjadi. Penilaian resiko secara kuantitatif (Quantitative Risk Assessment) memerlukan suatu besaran angka yang diperkirakan dari tingkat resiko yang berkaitan dengan bahaya yang diidentifikasi secara spesifik. Asfahl menentukan skala dari 1 hingga 10, dimana ”10” adalah hazards terburuk dan ”1” sebagai hazards yang tidak berarti. Tabel 2.3 mendeskripsikan secara subjektif setiap 10 level hazards. Definisi tersebut ditentukan berdasarkan 4 tipe hazards : hazards yang dapat menyebabkan kematian (fatal), hazards yang berkaitan dengan kesehatan,

hazards dari kebisingan industri, dan hazards yang berkaitan dengan

keselamatan / kecelakaan. Gambaran yang sangat jelas adalah sangat sulit diberikan, sehingga beberapa pembaca tidak setuju dengan definisi masing-masing kategori.

Tabel 2.3 Deskripsi Kategori 10 Skala Hazards di Tempat Kerja

No Deskripsi

1. Technical violations (Pelanggaran Tehnis) ; Dalam standar OSHA hal ini

termasuk pelanggaran namun tidak nyata (tidak jelas) untuk pekerjaan yang beresiko (kesehatan) atau keselamatan (hazards exist)

2. Fatality Hazard yang tidak nyata

(22)

Maupun minor injuries pun masih dipertanyakan

3. Fatality Hazard mungkin diperhatikan

Health hazard ditandai dengan tingkat tindakan

Atau paparan suara yang berlebih (misal paparan suara yang kontinyu dalam skala 85-90 dBA)

Atau adanya kemungkinan minor injury namun tidak untuk major injury hazard.

4. Fatality hazard yang kecil atau tidak ada ?

Karakteristik health hazards disebabkan sakit yang sementara ; pengendalian atau alat pelindung diri mungkin tidak diperlukan

Atau kerusakan pendengaran yang sifatnya sementara akan terjadi tanpa pengendalian atau perlindungan dan mungkin sebagian pekerja mengalami kerusakan ermanent

Atau kemungkinan minor injuries, seperti luka lecet/ tergores, tetapi resiko major injury adalah sangat kecil.

5. Fatality hazard yang kecil atau tidak ada penerapan

Adanya resiko kemungkinan kesehatan berjangka lama; pengendalian atau alat pelindung diri sebaiknya atau yang diwajibkan OSHA

Atau kerusakan pendengaran mungkin bisa menjadi permanen tanpa pengendalian atau perlindungan (misal bekerja terus menerus 8 jam dalam skala 95 - 100dBA)

Major Injuries seperti amputasi sangat tidak mungkin 6. Ketidakmungkinan Fatality Hazard

Resiko yang jelas/pasti dalam kesehatan jangka lama ; pengendalian atau alat pelindung diri yang diwajibkan oleh OSHA

Atau kerusakan pendengaran mungkin menjadi permanen tanpa pengendalian atau perlindungan (misal bekerja terus menerus 8 jam dalam skala 100-105dBA)

Atau Major injury seperti amputasi sangat tidak mungkin tapi dapat saja terjadi

7. Fatality sangat tidak mungkin , tetapi masih menjadi pertimbangan

Atau dampak serius kesehatan jangka panjang sudah terbukti ; pengendalian atau alat pelindung diri diperlukan untuk mencegah bahaya penyakit yang serius dalam bekerja

Atau bahaya kerusakan pendengaran yang tidak dapat dihindari (parah) dan bersifat permanent tanpa pemakaian perlindungan (missal bekerja terus menerus selama 8 jam melebihi skala 105 dBA)

Atau Major injury seperti amputasi sangat mudah terjadi

8. Fatality Posible ; pekerjaan dalam hal ini tidak selalau mengakibatkan

kematian , tapi fatality dapat terjadi setiap saat bekerja

Atau bahaya yang parah untuk kesehatan jangka lama adalah sangat jelas; pengendalian atau alat pelindung diri diperlukan untuk mencegah illness yang fatal dalam bekerja

(23)

Atau Major injury adalah sangat mungkin ; amputasi atau major injuries yang lain siap menanti (terjadi) dalam hal ini pekerjaan yang sudah dilakukan.

9. Fatality likely ; keadaan serupa yang mempunyai efek fatality di masa lalu;

keadaan penuh resiko dalam bekerja normal; melaksanakan /menjalankan operasi penyelamatan/menolong pekerja dengan menggunakan APD.

10. Fatality Imminent ; resiko adalah kematian ; beberapa pekerja sebelumnya

telah meninggal ; kondisi yang penuh resiko meskipun untuk operasi penyelamatan/ pertolongan yang optimal kecuali mungkin dengan perlindungan penyelamatan luar biasa

Pengkategorian di sini memungkinkan timbul bias (Perbedaan persepsi). Oleh karena itu digunakan pendekatan risk assessment.

2.5.2 Pendekatan Risk Assessment

Asfahl (1999) menyatakan bahwa perangkingan hazards akan lebih berguna jika bobot ditempatkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kejadian. Hazard yang dikatakan fatal jika berdampak yang parah (severe). Studi analisa resiko di mana Angkatan Udara Amerika Serikat telah menetapkan “Risk Assessment Code (RAC)”. Sistem RAC mempertimbangkan 4 level “severity” dan 4 level “mishap probability”, seperti ditunjukkan dalam tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Pengkodean Risk Assesment M i s h a p P r o b a b i l i t y A B C D I 1 1 2 3 II 1 2 3 4 III 2 3 4 5 M i s h a p S e v e r i t y IV 3 4 5 5 Mishapseverity :

(24)

1. Kematian atau ketidakmampuan bekerja secara keseluruhan yang permanen, kerugian sumber daya atau kerusakan akibat kebakaran lebih dari $1,000,000.

2. Ketidakmampuan parsial yang permanen, ketidakmampuan bekerja keseluruhan yang sementara yang lebih dari 3 bulan, kerugian sumber daya atau kerusakan akibat kebakaran $200,000 atau lebih tetapi kurang dari $1,000,000.

3. Kecelakaan dengan hilangnya hari kerja, kerugian sumber daya atau kerusakan akibat kebakaran $10,000 atau lebih tetapi kurang dari $200,000.

4. Pertolongan pertama atau perawatan medis sederhana, kerugian sumber daya atau kerusakan akibat kebakaran kurang dari $10,000 atau pelanggaran terhadap persyaratan dalam suatu standar.

Mishapprobability :

A. Kemungkinan terjadi dengan segera atau dalam jangka waktu yang singkat.

B. Kemungkinan besar akan terjadi. C. Kemungkinan kecil akan terjadi. D. Mungkin tidak terjadi.

Penyusunan RAC :

1. “Imminent danger” : Bahaya yang mengancam. 2. “Serious” : Bahaya serius.

3. “Moderate” : Bahaya sedang. 4. “Minor” : Bahaya kecil.

5. “Negligible” : Tidak perlu diperhatikan.

2.6. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) seperti yang didefinisikan dalam Permenaker No. PER. 05/MEN/1996 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan sumber daya

(25)

yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Tujuan dan sasaran SMK3 sesuai Permenaker tersebut adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Dari tujuan di atas sudah jelas bahwa konsep SMK3 tidak lepas dari lingkungan sekitar, sehingga lahirlah konsep SMK3LL (Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) yang lebih mensejajarkan antara keselamatan kesehatan kerja dengan perlindungan terhadap lingkungan sekitar.

Guna mengetahui keefektifan penerapan SMK3LL dan mengukur kinerja pelaksanaan SMK3LL, serta untuk membuat perbaikan-perbaikan maka diperlukan pelaksanaan audit atau pengukuran SMK3LL. Selain itu melalui pengukuran implementasi SMK3LL akan diketahui program K3 apakah telah dilaksanaan sesuai dengan kebijakan K3 yang telah ditetapkan pada suatu perusahaan.

2.6.1. Prinsip Dasar SMK3LL

Prinsip Dasar SMK3LL terdiri dari 5 yang dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut yaitu :

1. Komitmen

Yang perlu diperhatikan adalah pentingnya komitmen untuk menerapkan SMK3 ditempat kerja dari seluruh pihak yang ada ditempat kerja, terutama dari pihak pengurus dan tenaga kerja, serta pihak lain yang berkompeten. Untuk benar-benar menunjukan kesungguhan dari komitmen yang dimiliki, maka komitmen tersebut harus tertulis dan ditandatangani oleh pengurus tertinggi dari tempat kerja tersebut. Komitmen tertulis tersebut selanjutnya disebut kebijakan, yang memuat visi dan tujuan, kerangka dan program kerja yang bersifat umum dan atau operasional.

(26)

Kebijakan ini harus melewati proses konsultasi dengan pekerja atau wakil pekerja dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja. Kebijakan ini juga harus bersifat dinamis artinya sering ditinjau ulang agar sesuai dengan kondisi yang ada.

2. Perencanaan

Perencanaan yang dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari kebijakan K3 tempat kerja dan indikator kinerja serta harus dapat menjawab kebijakan K3. Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko serta. hasil tinjauan awal terhadap K3.

Dalam perencanaan ini secara lebih rinci terbagi menjadi beberapa hal : Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan produk barang dan jasa

Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lahnya dan setelan itu mendiseminasikan kepada seluruh tenaga kerja. , Menetapkan tujuan dan sasaran dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur, menggunakan satuan/indicator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.

Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus rnenjadi informasi keberhasilan pencapaian SMK3

Menetapkan Sistem pertanggung jawaban dan sarana untuk pencapaian kebijakan K3.

3. Implementasi

Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka kini tiba pada tahap penting yaitu penerapan SMK3. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini adalah :

Adanya jaminan kemampuan Kegiatan pendukung

Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. 4. Pengukuran dan Evaluasi

(27)

Pengukuran dan evaluasi ini merupakan alat yang berguna untuk : Mengetahui keberhasilan penerapan SMK3

Melakukan identifikasi tindakan perbaikan

Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3

Untuk menjaga tingkat kepercayaan terhadap data yang akan diperoleh maka beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi alat, pengujian peralatan dan contoh piranti lunak dan perangkat keras.

Ada 3 (tiga) kegiatan dalam melakukan pengukuran dan evaiuasi yang diperkenalkan oleh peraturan ini :

a. Inspeksi dan Pengujian

Harus ditetapkan dan dijaga konsistensi dari prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan kebijakan K3.

b. Audit SMK3.

Audit ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari penerapan SMK3 di tempat kerja. Hal yang perlu diperhatikan dalam audit adalah : sistematik dan independent, frekuensi audit berkala, kemampuan dan keahlian petugasnya, metodologi yang digunakan, berdasarkan hasil audit sebelumnya dan sumber bahaya yang ada, hasilnya dijadikan sebagai bahan tinjauan manajemen dan jika diperlukan ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan.

c. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan

Merupakan hasil temuan dari audit dan terus dan harus .disetujui oleh pihak manajemen dan dijamin pelaksanaan secara sistematik dan efektif. 5. Peninjauan ulang dan perbaikan

Tinjauan ulang harus meliputi:

Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3 Tujuan, sasaran dan kinerja K3

Hasil temuan audit SMK3

Evaluasi efektifitas penerapan SMK3 Kebutuhan untuk mengubah SMK3

(28)

Kriteria atau parameter yang terdapat dalam Permenaker 05/1996 mengacu kepada beberapa standar seperti kesepakatan pada pertemuan APOSHO tahun 1996 di Melbourne dan ILO yang disesuaikan dengan kondisi yang berlaku di Indonesia. Karena itu SMK3 yang terdapat dalam Permenaker 05/96 secara mendasar sudah memiliki kesamaan ruang lingKup dengan standar internasional. Secara teknis secara nasional parameter yang terdapat pada Permenaker 05/1996 adalah bahwa parameter tersebut telah mencakup ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di wilayah hukum Indonesia secara minimum requirement.

2.6.2. Inspeksi dan Audit SMK3LL

Salah satu kegiatan lain dalam pengukuran kinerja SMK3 yaitu, inspeksi dimana mengandung pengertian yaitu kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk memeriksa kelengkapan secara teknis dari suatu tempat atau plant. Sedangkan inspeksi K3 yaitu merupakan pengujian secara detail dari suatu obyek seperti tempat kerja yang khusus, departemen atau bagian, unit, mesin, instalasi ataupun proses. Hal tersebut bertujuan memastikan bahwa setiap potensi bahaya diidentifikasikan secara tepat dan untuk mengetahui prioritas tindakan yang diambil. Ada beberapa tipe yang didasarkan atas periode pelaksanaan:

Tabel 2.5. frekuensi inspeksi SMK3

Tipe Pelaku Frekuensi

Terus

menerus/continue - Supervisor tingkat atas - Pekerja yang terlatih Tidak terjadwal

Periodic Ahli/profesional yang terlatih Terjadwal pada saat yang tepat

Jarang Manajemen puncak atau

menengah Sesuai kebutuhan

Berapa seringnya kegiatan inspeksi dilaksanakan tergantung dari berbagai aspek yaitu :

1. Potensi kecelakaan : semakin besar potensi kecelakaan terjadi semakin sering dilakukan inspeksi.

(29)

2. Sejarah kecelakan : Hal ini dapat dilihat pada riwayat kecelakaan masa lalu mengacu pada catatan perawatan, produksi, laporan penyelidikan kecelakaan, dan laporan inspeksi

3. Persyaratan peralatan : mengacu pada petunjuk dari peralatan manufakutr. 4. Usia peralatan : semakin lama usia dari suatu peralatan semakin sering

dilakukan inspeksi.

5. Persyaratan hukum : hasil perundingan dengan departemen yang sesuai. Setelah dijelaskan pengertian audit dan inspeksi di atas, dimana keduanya merupakan kegiatan pengukuran dan pemeriksaan. Kegiatan tersebut berbeda, baik dalam pendekatannya maupun metode penerapannya meskipun masing-masing kegiatan dimaksudkan untuk memperlihatkan kelemahan yang berpotensi menimbulkan bahaya, kerusakan harta ataupun kecelakaan. Untuk itu kita perlu mengetahui perbedaannya agar lebih jelas dalam pengertian maupun penafsirannya. Hal tersebut dapat kita lihat dalam tabel 2.6 berikut ini :

Tabel 2.6 Perbedaan audit dan inspeksi K3

AUDIT SMK3 INSPEKSI K3

Upaya mengukur efektifitas dari

pelaksanaan suatu Sistem Upaya menemukan kesesuaian dari suatu obyek Difokuskan terhadap suatu system Difokuskan terhadap suatu obyek Penekanan terhadap proses Penekanan terhadap hasil akhir Metode pelaksanaan : tinjauan

ulang, verifikasi dan observasi Metode palaksanaan : dengan pengujian secara teknis dan mendetail

Jangka panjang Jangka panjang

Inspeksi K3 harus dilakukan lebih sering dibandingkan audit SMK3 (safety audit), karena bersifat mencari identifikasi terhadap bahaya, maka potensi bahaya dapat diketahui lebih awal sehingga tindakan dapat diambil segera. Sedangkan untuk audit membutuhkan persiapan-persiapanyang cukup lama yang meliputi keseluruhan aspek yang ada di area / plant sehingga audit dtekukan tahunan atau paling banyak 2 kali dalam setahun dan idealnyajika dilakukan setahun sekali.

(30)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kinerja implementasi SMK3LL di Lingkugan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru -Semarang, sehingga hal ini bisa dipakai sebagai bahan evaluasi bagi pelaksanaan SMK3LL selanjutnya.

3.2.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kontribusi penelitian ini adalah dapat menentukan level keberhasilan tingkat kinerja implementasi SMK3LL di Lingkugan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru - Semarang, sehingga hal ini bisa dipakai sebagai bahan evaluasi bagi pelaksanaan SMK3LL selanjutnya serta sebagai bahan pertimbangan bagi instansi yang terkait dalam hal ini Depnakertrans untuk mengadakan pembinaan terhadap industri kecil di masa yang akan datang

(31)

BAB IV

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi dapat dijelaskan di bawah ini :

1. Tahap Identifikasi Masalah

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru - Semarang dilanjutkan cross check. Dari pengamatan dan interview dapat diketahui hal-hal yang berhubungan dengan bahaya yang mungkin terjadi dalam lingkungan kerja. Tahap ini juga mencari bahan pendukung penelitian seperti studi literatur dan studi lapangan, serta menetapkan tujuan, batasan, dan asumsi yang akan digunakan dalam penelitian.

2. Tahap Pembuatan checklist Kinerja Implementasi SMK3LL

Pada tahap ini dilakukan pembuatan checklist kinerja implementasi SMK3LL Pembuatan checklist penilaian kinerja implementasi SMK3LL dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data mengenai kecelakaan kerja yang terjadi yang tentunya pembuatan checklist ini harus disetujui serta dikonsultasikan terhadap pihak-pihak yang berkompeten.

3. Tahap Penyebaran dan Pengumpulan Kuisioner

Setelah checklist kinerja implementasi SMK3LL dibuat tentunya disebarkan kepada obyek penelitian yaitu industri kecil yang memenuhi syarat penelitian ini di LIK Bugangan Baru - Semarang. Checklist ini bentuknya kuisioner (lampiran) yang harus diisi oleh obyek penelitian kemudian hasilnya dikumpulkan dan diolah.

4. Tahap Perhitungan Tingkat Implementasi SMK3LL

Perhitungan dilakukan dengan menghitung rata-rata nilai yang didapat dari tiap sub-elemen checklist (kuisioner) SMK3LL yang telah diisi, kemudian menghitung rata-rata nilai dari masing-masing elemen, menghitung

(32)

rata-rata nilai dari masing-masing kategori penilaian untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam kriteria pencapaian merah, kuning atau hijau maka nilai rata-rata tersebut harus dinormalisasikan dengan rumus normalisasi De Boer. Nilai hasil normalisasi dari semua kategori kemudian dirata-rata sehingga diperoleh satu nilai tunggal, yaitu nilai akhir yang menunjukkan tingkat implementasi program SMK3LL di LIK Bugangan Baru - Semarang. Jika nilai akhir tersebut berada dalam kisaran 85% – 100% maka tingkat implementasi dikategorikan hijau, jika berkisar antara 60% – 84% maka dikategorikankuning dan jika nilainya kurang dari 60% maka dikategorikan merah.

5. Penentuan Kategori Kecelakaan Kerja

Data sekunder yang dikumpulkan berupa data kecelakaan kerja yang terjadi di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru - Semarang pada periode tertentu. Ketentuan tentang kategori bahaya mengacu pada tinjauan pustaka dimana warna hijau menjelaskan potensi terjadinya kecelakaan ringan, kuning berarti berpotensi terjadi kecelakaan sedang dan merah jika berpotensi terjadi kecelakaan fatal.

6. Penentuan tingkat implementasi program SMK3LL

Dilakukan dengan memetakan hasil perhitungan tingkat kinerja dan kategori kecelakan kerja ke dalam satu tabel.

7. Tahap analisa dan interpretasi data

Pada tahap ini dilakukan analisa dan interpretasi data-data hasil dari pengukuran tingkat implementasi SMK3LL di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru Semarang.

8. Tahap Penarikan Kesimpulan

Pada tahap penarikan kesimpulan, didapatkan hasil-hasil dari tahap-tahap sebelumnya. Kemudian diberikan saran terhadap kekurangan yang ada kepada pihak Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru - Semarang maupun pihak-pihak lain yang akan meneruskan penelitian ini

(33)

Selesai Mulai Perumusan

Studi literatur Studi pendahuluan

Penentuan tujuan penelitian

Pembuatan checklist kinerja implementasi Data kecelakaan Penentuan kategori kecelakaan kerja Penilaian kinerja implementasi SMK3LL Perhitungan kinerja implementasi SMK3LL Pembagian dan pengisian checklist

kinerja implementasi SMK3LL Persetujuan checklist Ya Tdk Penilaian kinerja implementasi SMK3LL Analisa dan interpretasi data

Kesimpulan dan saran

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan tahap pengumpulan dan pengolahan data, serta analisa dan pembahasannya, sesuai dengan tinjauan pustaka yang telah disebutkan. Data-data yang dibutuhkan adalah dapat digunakan untuk menentukan level atau tingkat kinerja implementasi program SMK3LL pada industri kecil di LIK Bugangan Baru Semarang sehingga dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan dari implementasi SMK3LL tersebut serta usaha- usaha apa saja yang dilakukan untuk meningkatkanya. Pada pengukuran besarnya tingkat kinerja implentasi SMK3LL pada industri kecil di LIK Bugangan Baru Semarang, pengukuran dilakukan setelah data penilaian cheklist implementasi SMK3LL dikumpulkan dan diolah, sehingga diperoleh nilai tunggal yaitu nilai pencapaian implementasi. Dari perhitungan implementasi dan dari data kategori kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2006 kemudian dipetakan dengan tabel TIK yaitu Tabel Tingkat Implementasi – Kecelakaan, dengan hasil pemetaan tabel ini dapat menunjukan sejauh mana tingkat atau level implementasi SMK3LL.

5.1.Pengumpulan Data

Penilaian cheklist SMK3LL seharusnya dilakukan oleh pejabat yang berwenang seperti Kepala LK3 Unit ( pejabat yang ditunjuk), Pemilik perusahaan atau direktur, Kepala departemen yang terkait, serta Pengawas Teknik (Ahli K3) setempat, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa industri kecil di LIK Bugangan Baru Semarang, tidak semuanya memiliki Ahli K3, serta kadang-kadang pemilik perusahaan untuk mengisi cheklist SMK3LL mendelegasikannya kepda pihak personalia atau HRD. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekeliruan persepsi dalam mengisi cheklist SMK3LL, pengisian selalu didampingi oleh surveyor datau peneliti secara langsung. Sedangkan untuk data kecelakaan kerja, penyusun melakukan pengamatan secara langsung, interview dengan pekerja di lokasi serta dengan bagian personalia.

(35)

Sesuai dengan persyaratan yang ada dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, Bab III Pasal 3 ayat 1 yang , menyatakan : “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”. Oleh karena itu peneliti memilah-milah industri apa saja yang ada di LIK Bugangan Baru yang memenuhi syarat sebagai responden penelitian sesuai dengan ketentuan di atas.

Pada penelitian ini peneliti menyebar kuisioner (checklist) hampir ke seluruh industri yang memenuhi syarat tersebut di atas, yaitu pada industri yang bergerak di bidang furniture, kayu, serta industri logam & konstruksi karena industri –industri tersebut diatas menurut proses dan bahan produksinya sangat berpotensimenimbulkan kecelakaan. Namun kenyataannya dari kuisioner yang disebar tersebut terdapat beberapa industri yang tidak mengembalikan, mengisi atau bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan alasan sibuk menjelang tutup buku, tidak mau diekpose, ada rasa takut terhadap instansi terkait, dan masih menganggap bahwa keselamatan Kerja merupakan faktor yang kurang penting bagi industri kecil.

5.1.1. Data Kecelakaan Kerja selama Tahun 2006

Di bawah ini adalah data kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2006 pada beberapa industri kecil sebagai obyek penelitian di LIK Bugangan Baru Semarang yang berhasil diteliti :

(36)

Tabel 5.1 Data kecelakaan kerja selama tahun 2006 Jenis Kecelakaan

No. Nama Perusahaan Bidang usaha Ringan Sedang Berat Keterangan

1. CV Sumber Hasil Bubut, las, konstruksi 0 0 0 Tidak tercatat

2. Samita Logam Logam 0 0 0 Tidak tercatat

3. Elsa Furniture Furniture 1 0 0 Lecet jari tangan

4. Cipta Karya Konstruksi besi dan baja 0 0 0 Tidak tercatat

5. Modern Teknik Bengkel Mesin 0 0 0 Tidak tercatat

6. Arena Teknik Electrical dan Bubut konstruksi 1 0 0 Lecet tangan

7. Multi Furniture 0 0 0 Tidak tercatat

8. Prima Dharma

Pancagatra Logam dan baja 4 0 0 Jari berdarah, kulit tangan terkelupas

9. CV. Makin Makmur Kayu dan mebel 3 0 0 Jari tangan lecet, memar pada

tangan, kaki kesleo

10. Victory Bengkel Las 0 0 0 Tidak tercatat

Tunas Bengkel Konstruksi 0 0 0 Tidak tercatat

11 Citra Agung Timah 0 0 0 Tidak tercatat

12 CV. Askindo Mulia Furniture 1 0 0 Mata merah

13 CV. Cipta Piranti Multi Furniture 2 0 0 Mata merah dan sesak nafas

14 Bugangan Baru Industri

Metal Bengkel Konstruksi 2 0 0 Kulit tangan terkelupas

(37)

5.1.2. Penyusunan Tingkat Kinerja Implementasi SMK3LL

Sebelum dilakukan penilaian kinerja, penyusun melakukan penyusunan

checklist penilaian kinerja Implementasi SMK3LL. Checklist ini dibuat dengan

mengacu pada standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang SMK3 serta checklist audit SMK3LL untuk lokasi kerja di tempat kerja.

Elemen-elemen cheklist yang digunakan yaitu : 1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN 2. PERENCANAAN

3. PENERAPAN

4. PENGUKURAN DAN EVALUASI

5. TINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN OLEH PIHAK MANAJEMEN

Selain lima elemen program pedoman penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di atas, peneliti juga memasukkan beberapa elemen- elemen yang berhubungan dan mendukung proses pelaksanaan penilaian implementasi SMK3LL yang tentunya disesuaikan dengan lokasi kerja dan juga melalui proses konsultasi dengan pejabat yang berwenang. Elemen – elemen tersebut adalah :

1. BANGUNAN DAN FASILITAS KERJA 2. PERLINDUNGAN PERSONAL

3. MANAJEMEN LINGKUNGAN

5.1.3. Penilaian Kinerja Implementasi SMK3LL

Penilaian kinerja implementasi SMK3LL dilakukan oleh masing – masing pejabat yang berwenang adalah orang yang memahami Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan memahami implementasinya di unit kerja yang diukur, seperti Kepala LK3 Unit ( pejabat yang ditunjuk), Pemilik perusahaan atau direktur, Kepala departemen yang terkait, serta Pengawas Teknik (Ahli K3) setempat. Setiap pertanyaan dalam checklist ini diberi nilai dengan skala sebagai berikut :

(38)

Skala 1 diberikan jika kondisi riil sama sekali belum memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja.

Skala 2 diberikan jika kondisi riil memenuhi sebagian dari standar keselamatan dan kesehatan kerja.

Skala 3 diberikan jika kondisi riil telah memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja dengan sempurna.

5.2.Pengolahan Data

Pengolahan data untuk pengukuran tingkat implementasi SMK3LL dan perangkingan hazards dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :

a. Perhitungan tingkat implementasi SMK3LL b. Penentuan kategori kecelakaan kerja

c. Penentuan tingkat implementasi SMK3LL 5.2.1 Perhitungan Tingkat Implementasi SMK3LL

Perhitungan dilakukan dengan menghitung rata-rata dari nilai yang diberikan oleh responden, kemudian menghitung rata-rata nilai dari masing-masing elemen atau kategori penilaian. Untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam kriteria pencapaian merah, kuning atau hijau maka nilai rata-rata tersebut harus dinormalisasikan dengan rumus normalisasi De Boer di bawah ini. % 100 ) min ( ) min ( x imum skala maksimum skala imum skala aktual nilai penilaian kategori Achivement − − =

Nilai hasil normalisasi dari semua kategori kemudian dirata-rata sehingga diperoleh satu nilai tunggal, yaitu nilai akhir yang menunjukan tingkat implementasi program di LIK Bugangan Baru Semarang. Jika nilai akhir tersebut berada dalam kisaran 85% – 100% maka tingkat implementasi dikategorikan hijau, jika berkisar antara 60% – 84% maka dikategorikan kuning dan jika nilainya kurang dari 60% maka dikategorikan merah. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel dan radar chart berikut.

Data dibawah ini adalah proses perhitungan rata-rata dan normalisasi yang diambil contoh dari data Komitmen dan Kebijakan. Untuk hasil penilaian checklist dari Komitmen dan Kebijakan adalah seperti pada table 5.2 di bawah ini.

(39)

Tabel 5.2. Penilaian Implementasi SMK3LL Kepemimpinan dan Kebijakan RESPONDEN

KRITERIA PENILAIAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Rata-rata

1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN 1,721

1.1. Kepemimpinan dan Komitmen

a. 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1

b. 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1

c. 2 1 1 2 1 3 1 2 1 1 1 3 2 1

d. 2 1 1 2 1 3 1 3 2 1 1 3 2 1

1.2. Tinjauan K3LL Awal (Initial Review)

a. 2 2 1 1 1 3 2 2 2 2 1 3 2 1 b. 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 2 2 3 1 c. 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 2 3 2 1 1.3. Kebijakan K3LL a. 2 2 1 2 1 3 2 1 2 2 1 3 2 1 b. 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 c. 2 1 1 2 1 3 2 2 2 2 1 3 2 1 NORMALISASI 0,361 30

(40)

Dari tabel diatas masing-masing penilaian dari keempat belas responden dirata-rata kemudian nilai hasil dari rata-rata kesembilan responden dirata-rata untuk memperoleh nilai aktual yaitu sebesar 1,721 untuk kategori Komitmen dan Kebijakan. Untuk melihat sejauhmana pencapaian tingkat implementasi maka harus dinormalisasikan terlebih dahulu dengan normalisasi de Boer dimana dari penjumlahan rata – rata untuk kategori komitmen dan kebijakan diperoleh nilai tunggal = 1,721, untuk skala maksimum = 3 dan skala minimum = 1.

Achievement kategori penilaian = (1,721 – 1)*100% / (3 - 1) = 0,721 / 2

= 0,361

Maka nilai nilai normalisasi kategori komitmen dan kebijakan adalah sebesar 35,6%. Dengan cara yang sama kita dapat melakukan proses perhitungan pada tiap – tiap elemen/kategori berikutnya. Untuk hasil perhitungan tingkat kinerja implementasi program secara keseluruhan dapat dilihat pada halaman lampiran.

Tabel 5.3. Nilai Tingkat Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru

No. KRITERIA PENILAIAN RATA-RATA NORMALISASI

1. Komitmen dan Kebijakan 1,721 0,361 2. Perencanaan 1,598 0,299 3. Penerapan 1,704 0,352 4. Bangunan dan Fasilitas Kerja 1,571 0,286 5. Perlindungan Personal 1,6 0,3 6. Manajemen Lingkungan 1,607 0,304 7. Pengukuran dan Evaluasi 1,655 0,327 8. Tinjauan Ulang dan Peningkatan

oleh Manajemen 1,571 0,286 PENCAPAIAN IMPLEMENTASI SMK3LL 0,314

(41)

Dari tabel 5.3 dapat kita lihat bahwa rata- rata dari masing-masing elemen kriteria penilaian merupakan jumlah rata-rata dari hasil penilaian cheklist yang dilakukan oleh industri terkait. Untuk mengetahui pencapaian implementasi masing-masing elemen maka harus dinormalisasikan terlebih dahulu, setelah itu nilai hasil normalisasi dari semua elemen dirata-rata sehingga diperoleh nilai tunggal, yaitu nilai yang menunjukan nilai tingkat kinerja implementasi program SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang.

Pada tabel 5.3 menunjukan pencapaian tingkat implementasi SMK3LL pada LIK Bugangan Baru Semarang adalah sebesar 31,4 % maka masuk dalam level MERAH. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat implementasi di atas maka dapat dibuat radar chart tingkat implementasi elemen program SMK3LL dan

radar chart pencapaian implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru

Semarang.

Penilaian Tingkat Kinerja Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

1. Komitmen dan Kebijakan

2. Perencanaan

3. Penerapan

4. Bangunan dan Fasilitas Kerja

5. Perlindungan Personal 6. Manajemen Lingkungan

7. Pengukuran dan Evaluasi 8. Tinjauan Ulang dan Peningkatan

oleh Manajemen

Pencapaian Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang Batas Implementasi SMK3LL Berkategori Kuning

Batas Implementasi SMK3LL Berkategori Hijau

Gambar 5.1 Radar Chart Penilaian Tingkat Kinerja Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang

(42)

Pencapaian Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

1. Komitmen dan Kebijakan

2. Perencanaan

3. Penerapan

4. Bangunan dan Fasilitas Kerja

5. Perlindungan Personal 6. Manajemen Lingkungan

7. Pengukuran dan Evaluasi 8. Tinjauan Ulang dan Peningkatan

oleh Manajemen

Pencapaian Implementasi SMK3LL Batas daerah Kuning

Batas daerah Hijau

Gambar 5.2 Radar Chart Pencapaian Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang

5.2.2 Penentuan KategoriKecelakaan Kerja

Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator keberhasilan program SMK3LL yang dapat dikategorikan dalam tiga kelompok seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.4. di bawah ini. Data kecelakaan kerja di sini merupakan dokumentasi kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2006. Sesuai dengan tabel 2.1 Kategori Kecelakaan Kerja pada bab 2, maka dapat ditentukan kategori kecelakaan kerja adalah seperti pada tabel di bawah ini.

(43)

Tabel 5.4 Data kategori kecelakaan kerja Jenis Kecelakaan

No. Nama Perusahaan Ringan Sedang Berat Keterangan Hari Kerja Hilang Kecelakaan Kategori

Kerja

1. CV Sumber Hasil 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

2. Samita Logam 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

3. Elsa Furniture 1 0 0 Lecet jari tangan Tidak ada Hijau

4. Cipta Karya 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

5. Modern Teknik 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

6. Arena Teknik 1 0 0 Lecet tangan Tidak ada Hijau

7. Multi 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

8. CV. Makin Makmur 3 0 0 Jari tangan lecet, memar

pada tangan, kaki kesleo Tidak ada kuning 9. PT. Prima Dharma

Pancagatra 4 0 0 Jari berdarah, kulit tangan terkelupas 1 hari kuning

10. Victory 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

Tunas 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

11. Citra Agung 0 0 0 Tidak tercatat Tidak ada Hijau

12. CV. Askindo Mulia 1 0 0 Mata merah Tidak ada Hijau

13. CV. Cipta Piranti Multi 2 0 0 Mata merah dan sesak

nafas 1 hari Kuning

14. Bugangan Baru Industri

Metal 2 0 0 Kulit tangan terkelupas Tidak ada Hijau

(44)

Dari hasil pengkategorian kecelakaan kerja diatas, penyusunan diambil sesuai metode incidence indexes dengan mempertimbangkan pada banyaknya waktu yang hilang atau Lost-Workdays-cases incidence rate, dan setelah dirata-rata masuk dalam kategori hijau.

5.2.3 Penentuan Tingkat Implementasi SMK3LL

Sesuai dengan hasil yang telah di dapat pada sub bab sebelumnya bahwa pencapaian implementasi program SMK3LL sebesar 31,4% yang berarti masuk pada level MERAH, sedangkan pada kategori kecelakaan kerja berada pada level HIJJAU, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pencapaian level atau tingkat implementasi program SMK3LL di LIK Bugangan Baru - Semarang adalah level 3 (rawan). Gambaran lebih jelasnya dari pencapaian level implementasi program SMK3LL tampak pada tabel 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.5 Tingkat Implementasi – Tingkat kecelakaan

TINGKAT IMPLEMENTASI

HIJAU KUNING MERAH

H IJ A U Level 1 (Aman & Nyaman ) Level 2

(Cukup Aman) (Rawan) Level 4

K U N IN G Level 2

(Cukup Aman) (Hati - hati) Level 3 (Berbahaya) Level 5

T IN G K A T K E C E L K A A N M E R A H Level 4

(Rawan) (Berbahaya) Level 5

Level 6 (Sangat Berbahaya) TIN G K A T K A N P E N G O N T R O L A N D A N K E SE SU A IA N P R O SE D U R

(45)

5.3.Analisa dan Pembahasan

Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data sub bab sebelumnya, maka dapat dilakukan analisa dan pembahasannya adalah sebagai berikut.

5.3.1 Perhitungan Implementasi SMK3LL

Berdasarkan nilai pencapaian kinerja implementasi program SMK3LL diperoleh angka 31,4%. Nilai ini termasuk dalam kategori merah karena berada dalam range dibawah nilai 60%. Secara umum, pencapaian kinerja implementasi program SMK3LL di LIK Bugangan Baru Semarang belum/kurang sekali dalam memenuhi target. Dalam delapan elemen yang terdapat pada checklist implementasi SMK3LL, tidak ada satu elemen pun yang memenuhi target dan berada dalam kategori merah (kurang dari range 60% ).

Elemen Bangunan dan Fasilitas Kerja serta Elemen Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Manajemen mempunyai nilai pencapaian implementasi SMK3LL yang terendah yaitu 28,6% sedangkan elemen Komitmen dan Kebijakan menempati nilai yang teratas yaitu 35,2%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.6 pencapaian impelementasi SMK3LL berdasarkan urutan keberhasilan program.

Tabel 5.6. Pencapaian Implementasi SMK3LL di LIK Bugangan Baru berdasarkan urutan keberhasilan program

No. KRITERIA PENILAIAN Nilai

Implementasi

1. Bangunan dan Fasilitas Kerja 0,286 2. Tinjauan Ulang dan Peningkatan

oleh Manajemen 0,286 3. Perencanaan 0,299 4. Perlindungan Personal 0,3 5. Manajemen Lingkungan 0,304 6. Pengukuran dan Evaluasi 0,327 7. Penerapan 0,352 8. Komitmen dan Kebijakan 0,361

Gambar

Tabel 2.2  Tabel Tingkat Implementasi – Kecelakaan
Tabel 2.4   Pengkodean Risk Assesment
Tabel 2.5. frekuensi inspeksi SMK3
Tabel 2.6 Perbedaan audit dan inspeksi K3
+7

Referensi

Dokumen terkait

SMK3LL untuk lokasi kerja di lingkungan pemasaran dan niaga Pertamina. Checklist penilaian kinerja diajukan kepada pejabat yang berwenang dalam program implementasi atau elemen K3LL

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksana Entry Penyelenggaraan

Penelitian yang dilakukan oleh Junita (2012) tentang Hubungan Interaksi Sosial Dalam Kelas Lintas Fakultas dengan Identitas Diri Mahasiswa Reguler Angkatan 2009

Hal ini sesuai dengan definisi perbankan, yang terkait dengan kegiatan utama suatu bank yaitu membeli uang dari masyarakat (menghimpun dana) melalui simpanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai ukuran kristal (D), microstrain () dan kerapatan dislokasi () dari sampel akibat proses milling dan uji oksidasi

dimaksudkan. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah : biaya persiapan tempat, biaya pengiriman awal dan biaya simpan dan bongkar muat, biaya

Maka dari itu, rumusan masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah seberapa tinggi penerapan aspek jurnalisme damai dalam mengemas berita konflik Papua di Kompas.com

Permasalahan tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap perbedaan model-model latihan dribbling antara Wiel Coever dengan Richard Widdows terhadap hasil