BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
1.1 Kajian Teori 2.1.1 Konsep Anggaran
Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang
diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
sistematis untuk satu periode (Mursyidi, 2009: 389). Mulyadi (2001: 488)
menyatakan anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang lain yang
mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana kerja
jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang yang
ditetapkan dalam proses penyusunan program.
Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam
bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam
bentuk yang paling sederhana anggaran publik merupakan suatu dokumen yang
menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi
mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai
apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan anggaran adalah alat ukur organisasi
yang meliputi informasi atas pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan dan
aktivitas suatu organisasi, dan apa yang hendak dilakukan dimasa mendatang.
2.1.2 Anggaran Berbasis Kinerja
Mardiasmo (2002: 84), menyatakan bahwa sistem anggaran kinerja pada
dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan
tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program.
Anggaran sebagai alat penilaian kinerja karena kinerja menejer publik dinilai
berdasarkan berapa yang ia capai dikaitkan dengan anggaran yang telah
ditetapkan (Mardiasmo, 2009: 65)
Performance budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan
sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategi organisasi. Secara teori, prinsip
anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara
(pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya
(Sancoko, dkk, 2008 ).
Performance based budgeting dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan
output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertangungjawabkan secara transparan kepada
meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan memperkuat dampak dari
peningkatan pelayanan kepada publik. Untuk mencapai semua tujuan tersebut,
kementerian negara/lembaga diberikan keleluasaan yang lebih besar untuk
mengelola program dan kegiatan didukung dengan adanya tingkat kepastian yang
lebih tinggi atas pembiayaan untuk program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
(Sancoko, dkk, 2008).
Performance based budgeting memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut sehingga prinsip-prinsip transparansi,
efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dapat dicapai. Kunci pokok untuk
memahami performance based budgeting adalah pada kata “performance atau kinerja”. Untuk mendukung sistem penganggaran berbasis kinerja yang menetapkan kinerja sebagai tujuan utamanya maka diperlukan alat ukur kinerja
yang jelas dan transparan berupa indikator kinerja (performance indicators). Selain indikator kinerja juga diperlukan adanya sasaran dan target yang jelas agar
kinerja dapat diukur dan diperbandingkan sehingga selanjutnya dapat dinilai
efisiensi dan efektivitas dari pekerjaan yang dilaksanakan serta dana yang telah
dikeluarkan untuk mencapai output/kinerja yang telah ditetapkan
(Sancoko, dkk, 2008).
Untuk penilaian keberhasilan suatu kinerja harus disusun indikator
kinerja. Dalam penetapan kinerja harus ditetapkan lebih dari satu indikator
kinerja dengan menekankan pada indikator kunci (key performance indicators) sehingga terhindar dari indikator yang bersifat main-main atau asal-asalan.
Penetapan indikator kinerja umumnya terkait dengan kuantitas dan kualitas. Di
samping itu dalam penyusunan indikator harus jelas (clear), relevan (relevant) atau sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi, dapat tersedia dengan biaya
yang ada (economic), mempunyai dasar yang cukup untuk ditetapkan (adequate), dan dapat dimonitor keberhasilannya (monitorable).
2.1.3 Indikator Kinerja
Menurut Bastian (2006) dalam Cipta (2011: 13), indikator kinerja adalah
ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Indikator kinerja yang digunakan pada setiap kegiatan mencakup:
1) Indikator masukan (input)
Masukan (input) merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kegiatan untuk menghasilkan keluaran atau memberikan
pelayanan. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, sarana,
informasi, dan sebagainya.
2) Indikator keluaran (output)
Keluaran (output) merupakan produk atau keluaran langsung dari suatu aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan. Indikator keluaran dapat menjadi landasan
untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila target kinerjanya dikaitkan dengan
sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Karenanya,
yang bersangkutan. Indikator keluaran (ouput) digunakan untuk memonitor seberapa banyak produk yang dapat dihasilkan atau disediakan.
3) Indikator hasil (outcome)
Hasil (outcome) menggambarkan hasil nyata dari keluaran (output) suatu kegiatan dan mencerminkan berfungsinya output tersebut. Indikator hasil merupakan ukuran kinerja dari program dalam memenuhi sasarannya. Pencapaian
sasaran dapat ditentukan dalam satu tahun anggaran, beberapa tahun anggaran,
atau periode pemerintahan. Sasaran itu sendiri dituangkan dalam fungsi / bidang
pemerintahan. Indikator hasil digunakan untuk menentukan seberapa jauh tujuan
dari setiap fungsi pemerintahan yang dicapai dari suatu aktivitas (produk atau jasa
pelayanan) telah memenuhi keinginan masyarakat yang dituju.
4) Manfaat (benefit)
Manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan untuk
dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat
waktu, lokasi, dana, dll).
5) Dampak (impact)
Dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan. Indikator dampak menunjukkan dasar pemikiran mengapa kegiatan
dilaksanakan, menggambarkan aspek makro dari pelaksanaan kegiatan, tujuan
Untuk mendukung siklus pengelolaan kinerja yang baik diperlukan suatu
sistem informasi yang dapat mendukung penilaian dan pengelolaan kinerja
(performance management) secara keseluruhan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendukung sistem
informasi dimaksud, antara lain dengan:
a) Penyusunan survei kepuasan pelanggan (client survey) yang ditujukan untuk mengukur indikator kualitas yang telah ditetapkan.
b) Pelaksanaan perbandingan (benchmarking) yang ditujukan untuk
membandingkan seluruh kinerja yang dicapai dengan pencapaian kinerja
penyedia barang dan jasa tertentu. Dalam menyusun perbandingan ini perlu
menetapkan lembaga pembanding yang seimbang dan memiliki kompetensi.
Perbandingan dilakukan tidak hanya dengan lembaga lain, tetapi juga dengan
target kinerja, pencapaian tahun yang lalu, dan standar kinerja di sektor
swasta.
c) Penentuan peringkat pencapaian kinerja antar instansi pemerintah yang
menyediakan barang dan jasa sejenis. Dengan membuat peringkat ini,
masing-masing instansi pemerintah berusaha untuk mencapai kinerja sesuai
dengan standar rata -rata, sehingga diharapkan ada keinginan untuk terus
memperbaiki tingkat pelayanan kegiatan dimaksud.
2.1.4 Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Penerapan anggaran berbasis kinerja, terdapat prinsip-prinsip yang dapat
1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan,
sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau
proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama
untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan
masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.
Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana
ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
2. Disiplin anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja
yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya. Dengan
kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan
kegiatan/proyek yang diusulkan.
3. Keadilan anggaran
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil
agar dapat dinikmati oleh seluruh SKPD dan karyawan tanpa diskriminasi dalam
pemberian pelayanan, karena pendapatan pemerintah pada hakikatnya diperoleh
4. Efisiensi dan efektivitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskas azas efisiensi,
tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunannya, dapat
dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang
maksimal untuk kepentingan stakeholders. 5. Disusun dengan pendekatan kinerja
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya
atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan
profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
2.1.5 Kualitas Sumber Daya Manusia
Berbicara tentang kualitas berbagai pakar telah memberikan definisi
tentang kualitas sesuai dengan konsep masing-masing. Seperti dikemukakan
Menurut Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005: 10), kualitas didefinisikan
sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Jika dikaitkan dengan manusia, dikatakan berkualitas bila manusia tersebut
dilihat dari pendidkan, ekonomi, kesehatan dan berdaya serta berguna (Soekidjo,
2009: 2). Apabila untuk organisasi yang memiliki SDM yang baik/berkualitas,
suatu organisasi tidak berkualitas, maka sulit bagi organisasi itu untuk
berkembang. Mulai persiapan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan
jalannya suatu organisasi tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan personal/SDM.
Begitu tingginya intensitas personal/SDM dalam suatu organisasi maka memiliki
pengaruh yang kuat terhadap partisipasi dalam organisasi (Hidayat)
Kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kemampuan terpadu dari
daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan
oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh
keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Dalam konteks pengembangan SDM, pendidikan dan pelatihan adalah
merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau
organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan).
Pendidikan formal dalam suatu organisasi adalah suatu proses
pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan. Sedang pelatihan (training) adalah merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau
keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Pendidikan umumnya
berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi
atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan
kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan
Tabel 1: Perbandingan Antara Pendidikan Dan Pelatihan
Indikator Pendidikan Pelatihan
1. Pengembangan kemampuan 2. Area kemampuan (penekanan) 3. Jangka waktu pelaksanaan 4. Materi yang diberikan 5. Penekanan penggunaan metode belajar mengajar 6. Penghargaan akhir proses
Menyeluruh (over all) Kognitif, Efektif, psychomolor
Panjang (Long term) Lebih umum Konvensional Gelar (Degree) Menghususkan (spesific) Psikomotor dan keterampilan
Pendek (Short Term) Lebih Khusus
Inconventional (interaktif)
Sertifikat (non-degree) Sumber: Soekidjo, 2009
2.1.6 Pengaruh Kualitas SDM terhadap Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang berharga bagi
organisasi, sehingga SDM yang ada harus terus dibenahi, diperbaiki, serta
dikembangkan agar mampu menerima tuntutan kerja sesuai dengan
perkembangan zaman. SDM merupakan komponen penting khususnya dalam
penyusunan dan pelaksanaan anggaran karena SDM selalu terkait mulai dari
penetapan sasaran hingga evaluasi. SDM memiliki fungsi penting dalam
penentuan indikator kinerja, karena SDM yang dapat menentukan keberhasilan
organisasi, SDM merupakan bagian dari penetapan sasaran anggaran dimana
mekanismenya memerlukan hal-hal berikut seperti diungkapkan oleh Mardiasmo
1. Sistem perencanaan dan pengendalian.
Sistem perencanaan dan pengendalian meliputi proses, prosedur, dan struktur
yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan
dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai
komando yang jelas yang didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi,
kewenangan serta tanggungjawab.
2. Spesifikasi teknis dan standardisasi.
Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan menggunakan
spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan bahwa spesifikasi
teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian.
3. Kompetensi teknis dan profesionalisme.
Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan standardisasi
yang telah ditetapkan, maka diperlukan personel yang memiliki kompetensi
teknis dan profesional dalam bekerja.
4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar.
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan hukuman
(reward and punishment) yang bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (alat pembinaan).
5. Mekanisme sumber daya manusia.
Pemerintah dalam hal ini pemimpin perlu menggunakan beberapa mekanisme
Kualitas SDM untuk ikut serta dalam pencapaian tujuan organisasi
ditentukan oleh faktor pendidikan dan pelatihan kerja. Pendidikan merupakan
proses pengembangan pemahaman mengenai pengetahuan, yang meliputi, juga
pengembangan kemampuan mental mengenai pemecahan masalah. Perilaku
didalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
tujuan perusahaan, karena pendidikan juga memberikan arah mengenai sikap atau
perilaku seseorang dalam bekerja. Sedangkan pelatihan memberikan keterampilan
seseorang menjadi lebih berkualitas dan terjamin. Semakin banyak pelatihan yang
dilakukan semakin terampil dia melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola
berpikir dan sikap dalam bertindak dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Puspaningsih (2002) dalam Izzaty (2011: 39).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kualitas sumber daya manusia
berpengaruh terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang anggaran berbasis kinerja yakni menurut
penelitian lain dilakukan oleh Asmoko (2006) yang meneliti tentang pengaruh
penganggaran berbasis kinerja (PBK) terhadap efektivitas pengendalian, baik
pengendalian kinerja maupun pengendalian keuangan, dimana PBK menjadi
variabel bebas dan efektivitas pengendalian sebagai variabel terikat. Hasil
penelitian ini mendukung adanya hubungan kausalitas antara PBK dengan
efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja. PBK
keuangan. Disamping itu, adanya kejelasan target dan indikator kinerja yang
menjadi acuan dalam menyusun anggaran dalam PBK, maka PBK juga dapat
digunakan sebagai untuk mencapai efektivitas dalam pengendalian kinerja.
Penelitian Izzaty 2011 tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas
sdm terhadap anggaran berbasis kinerja (ABK) pada BLU UNDIP Semarang,
menyatakan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap penerapan
anggaran berbasis kinerja. Dan kualitas SDM berpengaruh positif terhadap
penerapan anggaran berbasis kinerja. Secara ringkas penelitian terdahulu dapat
dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2: Penelitian Terdahulu
Variabel Peneliti Objek
Penelitian Hasil penganggaran berbasis kinerja(X), efektivitas pengendalian keuangan (Y1), efektivitas pengendalian kinerja(Y2) Hindri Asmoko (2006) Pejabat pemerintah Daerah Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sragen
Terdapat hubungan kausalitas antara penganggaran berbasis kinerja (pbk) dengan
efektivitas
pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja. gaya kepemimpinan (X1), kualitas SDM (X2), kinerja (Y) Maria Renata Caldas de Jesus (2006) Pegawai kementerian luar negeri dan kerjasama republik demokratik timor leste di dilli
Terdapat pengaruh positif pada tingkat relatif rendah, antara
gaya kepemimpinan dan
kualitas SDM secara sendiri-sendiri terhadap kinerja. Terdapat pengaruh positif yang relative sedang, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara bersama-sama terhadap kinerja. gaya kepemimpinan (X1), kualitas sumber daya manusia (X2), penerpan anggaran berbasis kinerja Khairina Nur Izzaty 2011 Pegawai BLU Universitas Diponegoro Menyatakan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja. Kualitas SDM berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja
Penelitian terdahulu sebagian besar lebih menekankan pada aspek kinerja
organisasi secara umum. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba melakukan
mengukur dengan menggunakan data kuantitatif dan memilih objek penelitian
yakni pihak-pihak yang terkait dengan penyusunan anggaran di pemerintah daerah
kota Gorontalo. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini berupa satu variabel
dependen yaitu penerapan anggaran berbasis kinerja dan satu variabel independen
yakni SDM. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi hasil guna
perbaikan dimasa mendatang.
2.3 Kerangka Pemikiran
Untuk menunjang penerapan anggaran berbasis kinerja diperlukan SDM
yang mampu melaksanakan serta profesional dalam bidang tersebut. SDM
merupakan komponen penting dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran
karena SDM selalu terkait mulai dari penetapan sasaran hingga evaluasi. Untuk
itu diperlukan SDM yang berkualitas, professional dan kompeten dalam bidang
tersebut dalam mencapai sasaran dan target suatu organisasi. Tujuan organisasi
tidak akan tercapai bila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas serta mampu menerima tuntutan zaman yang semakin berkembang.
SDM harus memiliki kualifikasi yang memadai agar tercapai efisiensi, efektivitas
dan akuntabilitas, (value for money) dalam pelaksanaan anggaran. Seperti yang dikatatakan Mubarak (2007) dalam Izzaty (2011: 2) untuk mengatasi kelemahan
dalam penganggaran dan pengelolaan keuangan, diperlukan penyempurnaan pada
penyusunan anggaran, pengelolaan yang transparan dan akuntabilitas hingga
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena SDM merupakan aset yang
paling berharga yang dimiliki organisasi maka SDM yang ada harus terus dilatih
dan dikembangkan agar menjadi berkualitas dan mampu mencapai tujuan
penerapan anggaran berbasis kinerja. Sumber daya manusia dapat dikatakan
berkualitas manakala mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran seperti yang
terlihat dalam gambar 1 di bawah ini:
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
Permasalahn penelitian
Berdasarkan fenomena dan kajian teori secara singkat permasalahan penelitian ini adalah: Seberapa besar pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja
Dasar teori:
1. Anggaran (Mursyidi, 2009)
2. Anggaran berbasis kinerja (Mardiasmo 2009)
3. Indikator kinerja, Bastian (2006) dalam Cipta (2011)
4. Penerapan anggaran berbasis kinerja, BPKP (2005) dalam Izzaty (2011) 5. Kualitas SDM (Soekidjo, 2009)
6. Pengaruh kualitas SDM terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja, Mardiasmo (2002) dalam Izzaty (2011)
Penelitian terdahulu:
1. Pengaruh penganggaran berbasis kinerja (PBK) terhadap efektivitas pengendalian Hindri Asmoko (2006)
2. Pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas SDM terhadap kinerja Kementrian Luar Negeri Dan Kerjasama Republik Demokratik Timor-Leste di Dili, Maria Renata Caldas de Jesus (2006)
3. Pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas SDM terhadap anggaran berbasis kinerja (ABK) pada BLU UNDIP Semarang Izzaty (2011)
Indikator sumber daya manusia:
1. Pendidikan
2. Pelatihan
Indikator penerapan anggaran berbasis kinerja 1. Transparansi dan akuntabilitas 2. Disiplin anggaran
3. Keadilan anggaran
4. Efisiensi dan efektifitas
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
Kualitas sumber daya manusia
Penerapan anggaran berbasis kinerja
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008: 84) dalam Wahyuni (2010) bahwa Hipotesis
adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Selanjutnya oleh
Sedarmayanti dan Hidayat (2003: 108) hipotesis merupakan
asumsi/perkiraan/dugaan sementara mengenai suatu hal atau permasalahan yang
harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan data/fakta atau informasi
yang diperoleh dari hasil penelitian yang valid dan variabel dengan menggunakan
cara yang sudah ditentukan. Sehubungan dengan penelitian ini, maka hipotesis
yang dikemukakan dalam penelitian ini, yakni diduga bahwa kualitas sumber daya