• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent)."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Motivasi berprestasi sangat penting bagi kehidupan. Motivasi berprestasi yang baik akan membawa dampak positif bagi setiap individu. Hal ini terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewanti (2012) yang mengungkapkan adanya hubungan positif antara motivasi berprestasi dan kepuasan kerja. Selain itu Sugiyanto (2009) juga mengatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki kontribusi yang positif terhadap prestasi akademik siswa.

McClelland mengungkapkan motivasi berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian (Djaali, 2008). Motivasi berprestasi digunakan untuk mendapatkan prestasi sesuai dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian.

Sejalan dengan pendapat yang diberikan oleh McClelland, Heckhausen berpendapat motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa (individu) yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan (Djaali, 2008). Motivasi berprestasi sangat erat kaitannya dengan standar keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

(2)

Standar keunggulan setiap individu berbeda. Hal yang membedakan berasal dari prestasi yang dicapai pada masa sebelumnya, tujuannya masing-masing individu itu sendiri atau pencapaian orang lain yang ingin dilampaui. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Heckhausen (Djaali, 2008), standar keunggulan dibagi menjadi tiga komponen, yaitu : 1) standar keunggulan tugas, 2) standar keunggulan diri, 3) standar keunggulan orang lain.

Orang lain atau yang bisa dijabarkan dengan teman, pergaulan di sekolah atau pun di lingkungan masyarakat serta keluarga tidak hanya mempengaruhi standar keunggulan bagi setiap orang. Tetapi juga mempengaruhi motivasi berprestasi itu sendiri. Sesuai dengan pendapat dari McClelland (Haryani dan Tairas, 2014) yang membagi pengaruh motivasi berprestasi menjadi dua, yaitu faktor instrinsik dan juga faktor ekstrinsik.

Faktor ekstrinsik merupakan faktor utama yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Pergaulan dan lingkungan tempat tinggal menjadi pendorong utama. McClelland (Haryani dan Tairas, 2014) mengungkapkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan sekolah, keluarga dan teman. Hal ini sesuai dengan hasil preliminary study yang menunjukan sumber motivasi untuk berprestasi adalah 59% dari keluarga, 29% berasal dari teman, dan 12% berasal dari pacar atau teman spesial.

Menurut Duvall dan Logan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,

(3)

serta sosial dari tiap anggota keluarga (Suwardiman, 2011). Keluarga terdiri dari ayah, ibu sebagai orang tua, dan kakak serta adik.

Kedekatan atau kelekatan antara orang tua dan anak mempengaruhi motivasi berprestasi terhadap anak. Ainsworth mendefinisikan kelekatan sebagai ikatan emosional yang terus menerus ditandai dengan kecenderungan untuk mencari tahu dan memantapkan kedekatan dengan tokoh tertentu, khususnya ketika berada dalam posisi yang menekan (Collin, 1996).

Bowlby menyatakan bahwa kelekatan adalah sebuah ikatan emosi yang terbentuk antara anak dan orang tua sebagai figur pengasuh (Yessy, 2003). Ikatan yang terjalin antara anak dan orang tua sebagai figur lekat mempengaruhi anak tidak hanya terjadi di masa anak-anak, namun juga hingga ke masa dewasa. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Indrawati dan Fauziah (2012). Penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kelekatan dan penyesuaian diri dalam perkawinan.

Bartholomew dan Horowitz (1991) membagi empat pola kelekatan, yaitu 1) Secure, 2) Fearful, 3) Preoccupied dan 4) Dismissing (Obegi dan Berant, 2009). Masing-masing tipe kelekatan akan menghasilkan sifat-sifat anak yang berbeda. Secure attachment akan menghasilkan anak yang lebih mampu untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan mengeksplorasi apapun yang dia hadapi.

Anak dengan tipe kelekatan aman lebih memiliki kemandirian yang tinggi, mampu membangun hubungan kepada orang lain lebih baik dibandingkan dengan anak

(4)

dengan kelekatan menantang ataupun menghindar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Valentina (2013), penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kelekatan dan kemandirian yang diujikan pada remaja di SMKN 1 Denpasar.

Salah satu fungsi kelekatan yang diungkapkan oleh Davies (1999) adalah memberikan rasa aman. Dengan rasa aman yang dimiliki oleh anak maka anak akan percaya bahwa setiap hal yang dilakukan olehnya akan didukung oleh orang-orang di sekitarnya, dalam hal ini adalah orang tua. Selain itu fungsi kelekatan yang diungkapkan Davies (1999) adalah sebagai dasar untuk eksplorasi kepada lingkungan sekitar.Individu yang terbiasa mengeksplorasi hal-hal yang ada di lingkungan sekitar maka akan menghasilkan individu yang kreatif dan inovatif.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelekatan yang baik memang diperlukan untuk meningkatkan motivasi berprestasi bagi setiap individu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maetiningsih (2008) dengan subyek penelitian adalah siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat korelasi atau hubungan yang sangat signifikan antara secure attachment dan motivasi berprestasi. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Jenaabadi dan Rigi (2014) menunjukan adanya hubungan yang negative dan signifikan antara avoidant dan preoccupied attachment dengan motivasi berprestasi.

Di atas disebutkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan sekolah, keluarga, dan juga teman. Keluarga tidak hanya ayah dan ibu yang berperan sebagai orang tua, tetapi masih ada kakak dan atau adik yang melengkapi sebuah keluarga. Cicirelli (1995)

(5)

menjelaskan hubungan saudara kandung sebagai keseluruhan interaksi (fisik, verbal, dan komunikasi nonverbal) yang terjadi diantara dua atau lebih individu yang saling berbagi pengetahuan, pandangan, sikap, kepercayaan, dan perasaan terhadap satu sama lain, dimulai pada saat seseorang saudara menjadi peka terhadap kehadiran yang lainnya.

Carpendale, Lewis, dan Volling menyatakan bahwahubungan saudara kandung memiliki kaitan atau berhubungan erat dengan perkembangan yang berhubungan langsung kehidupan di masa remaja atau bahkan dewasa bagi setiap individu (Howe dan Recchia, 2006). Mereka menyatakan bahwa hubungan saudara kandung menyediakan sebuah konteks yang penting dalam perkembangan anak untuk memahami sosial, emosional, moral, dan kognitif yang ada dikehidupannya (Howe dan Recchia, 2006).

Hubungan saudara kandung mampu mempengaruhi perilaku dan

perkembangan satu sama lain disepanjang kehidupannya. Cicirelli (1995) menjelaskan pengaruh yang diberikan bisa berupa jangka pendek maupun jangka panjang, langsung ataupun tidak langsung, dan bisa melibatkan dasar belajar sosial (basic socialized learning) sebaik belajar istimewa (idiosyncratic learning).

Howe dan Recchia (2006) mengatakan hubungan saudara kandung juga merupakan hubungan pertemanan yang paling panjang bagi setiap individu. Sehingga bisa dikatakan saudara kandung memiliki dua peran dalam faktor ekstrinsik motivasi berprestasi, yaitu sebagai keluarga dan juga sebagai teman. Hal ini bisa dipastikan bahwa hubungan saudara kandungmemiliki hubungan terhadap motivasi berprestasi.

(6)

Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mirah (2014), penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara hubungan saudara kandungdan motivasi berprestasi pada remaja yang ditinggal oleh orang tuanya untuk bekerja.

Lingkungan keluarga dan pertemanan yang baik dan kondusif akan mampu meningkatkan motivasi berprestasi. Karena dengan lingkungan yang kondusif beserta hubungan yang terjalin pun baik akan menimbulkan kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hassanzadeh dan Mahdijenad (2013). Penelitian tersebut mengungkapkan terdapat hubungan yang positif antara kebahagiaan dan motivasi berprestasi. Sehingga semakin bahagia setiap individu maka motivasi berprestasinya akan tinggi.

Motivasi berprestasi dibutuhkan tidak hanya dilingkungan sekolah dengan rentang usia 7 tahun sampai 18 tahun sesuai dengan wajib belajar masyarakat Indonesia yaitu 12 tahun, dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat menengah atas. Tetapi juga lebih dari sekedar itu, motivasi berprestasi tetap diperlukan dalam dunia pendidikan tinggi ataupun juga dalam dunia kerja.

Motivasi berprestasi dibutuhkan dalam bidang pendidikan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mukti (2013) penelian tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan dan negatif antara motivasi berprestasi dengan social loafing. Sedangkan dalam bidang pekerjaan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewanti (2012), penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan positif dan

(7)

sangat signifikan antara motivasi berprestasi dan kepuasan kerja pada karyawan PT. Djitoe Indonesian Tobacco Surakarta.

Individu mulai memasuki usia pendidikan tinggi atau bekerja pada saat lulus SMA, yaitu usia 18 tahun. Sesuai dengan tahapan usia yang diuraikan oleh Feldman (2009) usia tersebut merupakan dalam rentang usia remaja. Feldman (2009) mengungkapkan usia 16-20 tahun individu memasuki usia remaja dan setelahnya usia 20-40 tahun memasuki usia dewasa muda. Namun King (2013) menyebutkan terdapat transisi dari remaja ke masa dewasa, yang disebut dengan muncul dewasa (emerging adulthood). Arnett (2015) mengungkapkan batasan usia tumbuh dewasa adalah usia 18-25 tahun.

Pada usia ini individu dalam transisi antara kehidupan remaja dan mempersiapkan dirinya untuk benar-benar masuk ke dunia dewasa. Individu sudah lepas dalam keluarga tetapi belum dalam keadaan yang stabil (Arnett, 2015). Mengingat pendapat para tokoh yang diuraikan di atas, kelekatan dan hubungan saudara kandung memiliki pengaruh atas perkembangan dan aspek kehidupan bagi setiap individu di masa depannya, maka walaupun individu sudah pergi meninggalkan rumah atau dalam keadaan bebas tanpa intervensi yang besar dari orang tua, kedua hal tersebut memiliki peran atas motivasi berprestasi individu pada masa muncul dewasa.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maetiningsih (2008) dan juga Mirah (2014) yang membahas mengenai motivasi berprestasi dan juga hubungan saudara kandung serta kelekatan menggunakan remaja sebagai subjek penelitiannya. Pada penelitian tersebut menggunakan batasan usia 18 tahun.

(8)

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti juga melihat belum ada yang menggabungkan antara kelekatan, hubungan saudara kandung, dan motivasi berperstasi. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kelekatan dan hubungan saudara kandung secara bersama-sama terhadap motivasi berprestasi pada muncul dewasa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Adakah Pengaruh antara Kelekatan dengan Motivasi Berprestasi pada Muncul Dewasa ?

2. Adakah Pengaruh antara Hubungan Saudara Kandung dengan Motivasi Berprestasi pada Muncul Dewasa?

3. Adakah Pengaruh antara Kelekatan dan Hubungan Saudara Kandung secara bersama-sama terhadap Motivasi Berprestasi pada Muncul Dewasa ?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kelekatan dan Hubungan Saudara Kandung terhadap Motivasi Berprestasi pada Muncul Dewasa.

(9)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Sebagai referensi tambahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi klinis dan psikologi perkembangan yang berkaitan dengan kelekatan dan hubungan saudara kandung, serta psikologi pendidikan yang berkaitan dengan motivasi berprestasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada individu mengenai pengaruh kelekatan (attachment) dan kualitas sibling relationship yang mereka miliki terhadap motivasi berprestasi secara khusus bagi yang menjadi responden dan secara umum bagi individu yang memiliki saudara kandung lainnya. Selain itu juga bagi peneliti lainnya sebagai bahan masukan, referensi dan bahan perbandingan jika akan melakukan penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

diharapkan menjadi acuan dengan beberapa hal yang menjadi kabijakan sbb.: 9 Buku murah 9 Perbaikan infrastruktur 9 Kelaanjutan pelaksanan BOS dengan perluasan sasaran 9

Data primer diperoleh dari arsip data tentang SK tentang kuliah online di program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dan hasil wawancara mengenai definisi

sebelum dilakukan senam lulus dan sesudah dilakukan senam meningkat menjadi 16 responden, dari hasil tersebut ada 6 responden yang sebelumnya gagal menjadi lulus,

Dalam rangka pemberdayaan pemuda yang tergabung dalam organisasi karang taruna Bimantara, maka kegiatan ini dirancang dengan memberikan penyuluhan tentang Covid-19 dan

Dengan adanya sistem e-grocery maka konsumen yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu dapat memanfaatkan jaringan internet yang terhubung ke website untuk

Risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan auditor untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, tidak akan mendeteksi salah saji yang bisa material, secara

Faktor penyebab hipotensi intradialisis adalah: 1) kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi; 2) waktu dialisis yang pendek dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi; 3)