i
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ISTRI DALAM MENGHADAPI
MASA MENOPAUSE
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Alice M S Takdare
019114175
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
M O T T O
v
Halaman Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak dan Ibu Takdare
tersayang, keluarga dan seluruh insan yang dengan tulus dan
vii
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ISTRI DALAM MENGHADAPI
MASA MENOPAUSE Alice MS. Takdare
019114175
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita. Penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut, ada hubungan yang negatif antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause, semakin tinggi dukungan yang diberikan suami maka akan rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause dan sebaliknya.
Subyek penelitian ini adalah 80 wanita yang berdomisili di kawasan Perumnas Condongcatur, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Dukungan sosial suami diungkap melalui skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (Cohen & Syme, 1985), yaitu aspek emosional, aspek penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental yang diterima dari suami. Kecemasan menghadapi menopause dalam penelitian diukur menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Menopause berdasarkan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah (1984) yang meliputi aspek kognitif, somatik, emosi dan perilaku. Uji kesahihan butir pada skala dukungan suami terdiri dari 32 aitem valid dengan reliabilitas sebesar = 0,957, sedangkan uji kesahihan butir skala kecemasan menghadapi menopause dari 48 item ada 5 item gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar = 0,972.
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan suami dan kecemasan menghadapi menopause digunakan metode analisis dengan teknik product moment menunjukkan korelasi negatif antara dukungan suami dengan kecemasan menghadapi menopause, dengan r = -0,654, p<0,01. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan dan semakin rendah dukungan sosial yang diterima dari suami maka semakin tinggi tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang dirasakan.
viii
THE RELATION BETWEEN HUSBANDS SOCIAL SUPPORT TO WIFE’S LEVEL OF ANXIETY ENCOUNTER OF THE MENOPAUSE
Alice MS. Takdare 019114175
ABSTRACT
The objective of this research was to know the relation between husbands social support to wife’s level of anxiety encounter of the menopause. The hypothesize proposed in this reserach was, there a negative corelation between husbands social support and anxiety dealing menopause period on women. The higher social support given by husband, the lower anxiety experienced by woman during menopause period, vice versa.
Subjects of this research was 80 women lived in Perumnas Condongcatur area, Condongcatur Village, Depok Subvillage, Slamen District, DIY Province. Data was collected by scale method. Husband social support was measured by Husband social support scale using social support facets from House (Cohen & Syme, 1985), which were emotional facet, affirmation facet, informatif facet and instrument facet given by husband. Anxiety dealing with menopause period in this research measured by anxiety dealing with menopause scale using anxiety symptoms from Martaniah (1984) which were cognitif aspect, somatic aspect, emotional aspect and behavioral aspect. Validation test on husband social support scale consist of 32 aitems were valid with reliability score = 0,957, and validation test on anxiety dealing with menopause scale consist of 43 aitems valid with reliability score = 0,972.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kriestus atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Terhadap Tingkat Kecemasan Istri Dalam Menghadapi Masa Menopause”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari semua pihak, maka dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si , selaku Dosen Pembimbing. Terima Kasih atas waktu, dukungan, serta pengarahan yang diberikan pada saya.
2. Ibu Agnes Indar E,. S.Psi., Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II, yang dengan penuh kesabaran senantiasa meluangkan waktu untuk menuntun dan membimbing untuk mencapai hasil yang maksimal. Terima kasih atas bimbingan dan dukungannya, Bu.
3. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing III, yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu untuk menuntun dan mengajarkan saya untuk mencapai hasil yang maksimal. Terima kasih atas bimbingan dan dukungannya.
xi
5. Papa dan mama tersayang. Terima kasih atas doa dan ketulusannya. 6. Kak Nona, Kak Denny, Ethan, Bang Andre, Mba Hani, Kak Apin,
terimaksih atas doa dan dukungan kalian.
7. Andre Fabian, terimakasih atas doa, dukungan, waktu dan pengertiannya selama ini.
8. AB 3851 EF “Ijoku “ Tanpamu aku tidak bisa apa-apa...
9. Rosyana Putri “Utied”, banyak-banyak terimakasih buat kau... Pokoknya udah ga bisa keucap dengan kata-kata...
10. Oniek ma Lani (walopun udah ga dijogja), Ebonz, Bagus, Dali, Gatot, Ria (Adek), Deden, Dika, semua keluarga besar GAYAM... Tempat berbagi suka dan duka terutama “atap” aku akan selalu merindukan kalian semua...
11. Teman-teman seperjuanganku, Dion, Dessy, Vemby, Jelly, Silva, Seto, Anas, Yus, Mira, Rini, Roma, Justinus, Ory, Angga, Rini, Psikolgi angkatan 2001, semangat-menyemangati kita selama ini ga sia-sia. 12. GARUDA 157B (Mba Helen, Sri, Icha, Dian, Bha, Nisa, Lina, Corry,
Anie, Krista, Kriman, Pak Marjono, Mobie, Bapak Soto, Kamar 11-ku). Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, suka dan dukaku, ini memang tempat yang menyenangkan, miss u guys..
13. Mba fety dan Wawan, kalian memang pahlawanku..
14. Bayu, Nanda, Mando, Robert “Shiro”, Vero, temen-temen KKN 2006 15. Teman-teman yang bisa aku sebutin satu per satu, terimakasih atas
xii
Penulis berharap, semoga karya yang masih jauh dari sempurna ini dapat bemanfaat dan memberi masukan untuk pihak-pihak yang memerlukan.
Yogyakarta, Oktober 2009
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI PENELITI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
xiv
1. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 9
a. Pengertian kecemasan ... 9
b. Pengertian Menopause ... 11
c. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 15
2. Tahap-Tahap Masa Menopause ... 16
3. Aspek-aspek Kecemasan dalam Menghadapi Menopause... 18
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 21
B. Dukungan Sosial ... 24
1. Pengertian Dukungan Sosial ... 24
2. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 25
3. Aspek-aspek Dukungan Sosial ... 26
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menopause Pada Wanita ... 27
D.Hipotesa ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Identifikasi Variabel ... 32
B.Definifi Operasional Variabel ... 32
1. Kecemasan dalam Menghadapi Menopause ... 32
2. Dukungan Sosial ... 33
C. Subjek Penelitian ... 34
D. Metode Pengumpulan Data ... 34
xv
2. Skala Dukungan Sosial ... 36
E. Validitas, seleksi aitem dan Reliabilitas ... 38
1. Validitas ... 38
2. Seleksi Aitem ... 38
3. Reliabilitas ... 39
F. Metode Analisis Data ... 39
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Persiapan Penelitian ... 40
1. Orientasi Kancah ... 40
2. Uji Coba Alat ukur ... 41
a. Skala Kecemasan Menghadapi Menopause ... 41
b. Skala Dukungan Sosial Suami ... 42
B. Pelaksanaan Penelitian ... 43
C. Hasil Penelitian ... 44
1. Deskripsi data ... 44
a. Kecemasan Menghadapi Menopause ... 45
b. Dukungan Sosial Suami ... 46
2. Uji Prasyarat ... 48
a. Uji Normalitas ... 48
b. Uji Linearitas ... 48
3. Uji Korelasi ... 49
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran-saran ... 54
1. Saran Teoritis... 54
2. Saran Praktis ... 55
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menoopause
Sebelum Uji Coba ... 36
Tabel 2 : Blue Print Aitem Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba ... 37
Tabel 3 : Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menopause setelah Uji Coba ... 41
Tabel 4 : Distribusi Aitem Skala Dukungan Sosial setelah Uji Coba ... 42
Tabel 5 : Deskripsi Subjek Penelitian ... 44
Tabel 6 : Deskripsi Data Penelitian ... 44
Tabel 7 : Kategorisasi Skor Kecemasan Menghadapi Menopause ... 46
1
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Pada setiap tahap perkembangan tentunya mengandung perubahan-perubahan
baik secara fisik maupun psikologis, tidak terkecuali pada tahap perkembangan usia
lanjut (Daradjat, dalam Nurliawati, 2006). Salah satunya adalah perubahan fisiologis
yang dialami oleh wanita, yaitu menopause. Menopause merupakan suatu gejala dalam
kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah
fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur.
Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap sebagai peristiwa yang
sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche
pada remaja wanita, menunjukkan mulai
diproduksinya hormon estrogen, sedang menopause terjadi karena ovarium tidak
menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen (Noor, 2001).
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus
menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun.
Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ
tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002). Sejalan dengan
pendapat tersebut Noor (2001) mengemukakan bahwa sejalan dengan proses ketuaan
ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon estrogen, dan ini akan
menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisik, biologis, dan seksual.
Pada sebagian wanita, munculnya gejala atau gangguan fisik sebagai akibat dari
berhentinya produksi hormon estrogen, juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis,
dan sosialnya.
Beberapa gejala fisik yang biasanya dialami oleh wanita menjelang menopause
antara lain adalah ketidakteraturan siklus haid, gejolak rasa panas pada sekitar dada, leher
dan wajah, adanya ketidak-elastisan dan kekeringan pada sekitar vagina. Hal ini ditandai
dengan adanya rasa pusing, gangguan tidur
(insomnia),
cepat lelah, berat badan
meningkat, kulit kering, rambut rontok gangguan proses sensori dan
osteoporosis
(pegeroposan tulang) (Zuccolo, 2006). Kuntjoro (2002) menggambarkan gejala-gejala
fisik yang dialami wanita menjelang menopause seperti ketidaknyamanan seperti rasa
kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala,
leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas
atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar (Hurlock,
1992).
Sejalan dengan perubahan-perubahan fisiologis terutama pada fungsi-fungsi
reproduksi, masa premenopause juga ditandai dengan adanya gejala psikologis seperti
frustrasi yang berlebihan (Zuccolo, 2006). Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil
penelitian seperti penelitian O’Neill (1996) yang menyatakan bahwa tiga tahun sebelum
dan gugup, tegang, depresi atau menarik diri, merasa kesepian yang tidak beralasan dan
kecemasan yang berlebihan. Penelitian lain oleh Rostiana (2007) secara kualitatif
mendeskripsikan bahwa wanita yang memasuki masa menopause mengalami
kekhawatiran terhadap suatu situasi yang tidak jelas. Kekhawatiran yang berlebihan ini
menjadi kecemasan yang muncul dalam rasa tegang, ketakutan, emosi yang sulit
dikendalikan, sulit tidur dan sebagainya.
Fenomena kecemasan dalam menghadapi menopause juga nampak dalam
wawancara awal peneliti terhadap dua orang ibu yang berusia antara 40 – 55 tahun, yang
berdomisili di Perumnas Condongcatur, Ibu A (45 tahun) mengaku sudah mengalami
gejala menopause sejak sekitar satu tahun ini. Subjek mengaku bahwa haidnya mulai
tidak teratur, terkadang terlambat antara dua sampai tiga minggu dan frekuensinya
sedikit, tapi terkadang frekuensinya sangat banyak. Subjek juga mengatakan bahwa ia
tidak lagi menikmati dalam hubungan intim karena seringkali merasa sakit. Subjek
merasa mudah lelah dan mudah uring-uringan, kadang ia merasakan kesemutan, dan
pegal-pegal. Subjek juga mengaku mengalami kecemasan dalam menghadapi menopause.
Kecemasan yang dialami lebih pada ketakutan akan kehilangan cinta dari suami. Subjek
merasa takut jika suami akan menyeleweng karena ia merasa tak lagi mampu melayani
kebutuhan biologis suami. Apalagi menurut subjek, suami dalam masa ”puber kedua” dan
sedang berada dalam gejolak seksual yang tinggi, sehingga kecemasan yang dialami
mengalami menopause, tetapi beberapa wanita tidak mampu menerima kenyataan
tersebut dengan baik sehingga mengalami kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi
masa menopause. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang pernah dialami oleh hampir
semua orang, hanya tingkatannya yang berbeda. Caplin (2000) berpendapat bahwa
kecemasan adalah perasaan campuran antara ketakutan dan keprihatinan mengenai masa
mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kecemasan merupakan
manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, tetapi ketika orang sedang
mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau konflik. Menurut Nadesul
(2003), kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan, yang
memiliki sumber yang kurang jelas. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya
menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung
meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak
dapat berkonsentrasi, dan sebagainya).
Wanita yang tidak siap menghadapi masa menopause akan mengalami gejala
kecemasan berlebihan yang dapat mengakibatkan gangguan psikologis dan berdampak
pada keharmonisan rumah tangga. Pada wanita memasuki masa menopause, kecemasan
terutama berhubungan dengan ketakutan tidak dapat lagi menjalankan fungsi
kewanitaannya, seperti melahirkan atau melayani suami dalam berhubungan intim.
Merujuk pada teori
Buffering Hipothesis
yang berpandangan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stress. Hal
senada dikemukakan oleh Maspaitella (2006) bahwa apabila sesesorang tidak siap mental
diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang
perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat
menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah
tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa
bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan lain-lain.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa pada wanita yang mengalami kecemasan
dalam menghadapi masa menopause membutuhkan adanya dukungan yang positif dari
keluarga. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari suami akan
menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri isteri (Dugan, 2006). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gallo, dkk. (2003), bahwa relasi suami
isteri adalah sumber dukungan sosial yang paling berpengaruh pada usia dewasa. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa dukungan sosial dari pasangan dapat memiliki pengaruh
positif terhadap kesehatan, yaitu berupa penurunan tingkat kecemasan dan dorongan
untuk hidup lebih sehat.
Pada kenyataannya tidak semua suami dapat memahami dan memberikan
dukungan sosial yang dibutuhkan oleh isteri dalam menghadapi masa menopausenya
(Daradjat, 1994). Banyak suami yang bingung menghadapi perubahan-perubahan pada
isteri menjelang menopause, seperti mudah marah, mudah tersinggung dan menjadi
murung. Hal ini membuat suami juga tidak dapat memberikan dukungan sosial yang
perasaan nyaman, perhatian dan penghargaan, ataupun bantuan yang diterima oleh
individu dari orang lain. Individu yang memiliki dukungan sosial yang tinggi akan
memiliki pandangan optimis terhadap kehidupannya. Sebaliknya individu yang tidak
memiliki dukungan sosial akan merasa tidak puas dengan kehidupannya, tidak memiliki
keyakinan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi dalam menghadapi
permasalahan (Sarason, dkk., 1983). Lebih lanjut, Sue, Sue & Sue (1986) mengatakan
bahwa dukungan sosial yang didapat individu mampu meningkatkan kepercayaan diri.
Wortman dan Conway (1985) menyebutkan beberapa sumber dukungan sosial
antara lain dari keluarga dan pasangan. Sedangkan Johnson dan Johnson (1991)
mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang dekat dengan
individu (significant others).
Cohen dan Syme (1985) mengatakan bahwa efektivitas dari
dukungan sosial dipengaruhi oleh faktor pemberi dukungan, faktor jenis dukungan, faktor
penerima dukungan dan faktor permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Taylor (1995) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang yang
memiliki arti bagi individu seperti keluarga terdekat dapat mengurangi tekanan
psikologis, sehingga individu lebih mampu menghadapi permasalahannya dengan tenang.
Wanita yang memasuki masa menopause merasa tidak percaya diri dan
mengalami ketidakstabilan emosi karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.
Takut kehilangan suami karena merasa tidak bisa melayani suami membuat wanita
mengalami kecemasan. Wanita yang mengalami kecemasan membutuhkan dukungan dari
terhadap menopause timbul karena banyak wanita yang kurang memahami masalah
menopause dan mempunyai tanggapan yang keliru mengenai masalah menopause selain
itu kurangnya dukungan suami dapat mempengaruhi keadaan psikis mereka, sehingga
selalu diliputi perasaan cemas dan takut menjelang masa menopause. Belum adanya
penelitian yang meneliti tentang hubungan dukungan suami dan kecemasan istri dalam
menghdapi masa menopause membuat peneliti memutuskan untuk mengambil topik
tersebut.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengajukan
rumusan permasalahan sebagai berikut: ”apakah ada hubungan antara dukungan suami
terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diajukan maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji secara empiris hubungan antara dukungan suami terhadap tingkat
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu psikologi,
khususnya di bidang Psikologi Klinis dan Perkembangan untuk melihat hubungan antara
dukungan suami dengan tingkat kecemasan istri dalam menghadapi menopause.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para isteri yang sedang
menghadapi masa menopause maupun para suami agar dapat memperoleh gambaran
yang lengkap mengenai pengaruh dukungan suami pada istri yang sedang menghadapi
masa menopause dan dapat memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan sehingga para
isteri tidak mengalami kecemasan yang berlebihan dan dapat menghadapi masa
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Dalam Menghadapi Menopause
1. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan negatif yang pasti pernah dialami oleh
semua orang. Kecemasan sampai pada batas tertentu merupakan hal yang normal
bagi setiap orang. Akan tetapi makin lama kecemasan berlangsung dan makin
tinggi intensitasnya maka makin abnormal kondisi orang tersebut dalam
menghadapi keadaan yang akan muncul. Kecemasan dalam taraf normal dapat
berfungsi sebagai sistem alarm yang memberikan tanda-tanda bahaya bagi
seseorang yang mengalaminya untuk dapat lebih siap menghadapinya. Kecemasan
merupakan semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu
yang tidak jelas, difus/baur dan mempunyai ciri yang mengazab pada seseorang
(Kartini, 2002).
Walgito (2002) mendefinisikan kecemasan secara umum sebagai suatu
keadaan psikologis pada diri individu yang terus-menerus berada dalam perasaan
khawatir yang ditimbulkan oleh adanya konflik di dalam diri individu itu sendiri.
Kekhawatiran ini dialami sebagai suatu ketidaktentraman yang kabur/perasaan
lain seperti takut, gelisah, mudah tersinggung, dan tertekan. Sedangkan menurut
bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan
bertentangan dengan batin.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hurlock (1992), kecemasan digambarkan
sebagai suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa yang tidak jelas dan
tidak pasti terhadap peristiwa yang akan datang. Kecemasan muncul ketika
menghadapi atau berfikir terhadap suatu peristiwa yang akan datang, dimana
masih merupakan suatu bayangan yang belum pasti. Hal senada juga diungkapkan
oleh Kaplan dan Sadock (1997) bahwa kecemasan merupakan suatu rasa
khawatir/ketakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang direpres. Individu
yang terlalu banyak merepres kekhawatiran dan ketakutan yang berasal dari
pikiran sendiri kemungkinan besar akan mengalami kecemasan.
Pendapat lain dari Hawari (1997), mengemukakan bahwa kecemasan
merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang tertekan. Apabila
orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa berjalan dengan baik pada situasi
tertentu akan berakhir tidak enak maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau
situasi yang menekan akan memunculkan kecemasan. Davidoff (1991)
mengemukakan bahwa kecemasan adalah suatu emosi yang ditandai oleh perasaan
akan adanya bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress
yang menghadang dan oleh bangkitnya syaraf simpatetik.
Definisi lain dari Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan kecemasan
sebagai perasaan ketakutan (baik realistis maupun tidak) yang disertai dengan
(2001) yang mengemukakan kecemasan sebagai ketegangan yang dihasilkan dari
ancaman-ancaman terhadap keamanan baik secara nyata maupun imajiner.
Chaplin (2000) secara lebih jelas mendefinisikan kecemasan sebagai suatu
perasaan ketakutan dan keprihatinan terhadap sesuatu yang tidak jelas dan
terkadang tidak dapat dimengerti, atau perasaan ketakutan dalam menghadapi
suatu keadaan atau masa yang akan datang. Menurut teori psikoanalisa,
kecemasan timbul apabila ego menghadapi suatu impuls yang dianggap sebagai
ancaman dan tidak dapat dikendalikan (Atkinson, 1996)
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan
merupakan suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan yang mengancam diri individu sedangkan objek penyebab
kecemasan itu tidak jelas sehingga menyebabkan individu tersebut merasa takut,
khawatir, was-was, dan tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang. Kecemasan juga dapat berupa keadaan emosionil yang dialami seseorang,
dengan disertai rasa tegang tanpa sebab yang nyata dan dapat memberikan
pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan
pada tubuh, baik somatik maupun psikologis.
b. Pengertian Menopause
Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya
perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur
dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya
ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah fase alami
dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur.
Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap sebagai peristiwa
yang sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche pada remaja wanita,
menunjukkan mulai diproduksinya hormon estrogen, sedang menopause terjadi
karena ovarium tidak menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen
(Noor, 2001).
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi
mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan
wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita mulai mengalami masa
menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita
akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan
oleh bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002). Secara singkat dapat dikatakan bahwa
menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju
perubahan secara perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh
berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya
usia. Sehubungan dengan terjadinya menopause pada wanita usia lanjut maka
biasanya hal itu diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi
aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan individu tersebut.
Istilah menopause merujuk pada masa transisi bagi seorang wanita dari
ditandai dengan berhentinya fungsi ovarium menghasilkan sel telur dan
mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron (Becker, dkk., 2001).
Menopause sering dianggap sebagai krisis dalam hidup, karena dalam
periode ini banyak terjadi perubahan pada tubuh wanita disebabkan oleh aktivitas
hormonal. Perubahan ini disebut perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini
misalnya penurunan produksi hormon perangsang folikel (Folicle Stimulating
Hormones) dan hormon Luteum (Luteinizing Hormones), sehingga terjadi ketidakteraturan menstruasi sampai kemudian siklus haid mati atau berhenti
secara total (Spencer, 1991).
Facteu (2002) mengemukakan beberapa gejala yang biasa dialami oleh
wanita selama masa menopause antara lain, menstruasi yang mulai tidak teratur
dan dalam jumlah yang sangat banyak hingga berkurang sedikit demi sedikit, kulit
menjadi kering, hot flash(serangan rasa panas di sekitar wajah dan leher), vagina
menjadi kering, mudah pusing, pengeroposan tulang, penurunan memori hingga
penurunan gairah seksual yang dapat menyebabkan terjadinya gejolak emosi,
depresi, mudah tersinggung, dan sulit tidur.
Jin (1998) juga mengungkapkan bahwa beberapa gejala yang umumnya
dirasakan wanita seiring dengan penurunan produksi estrogen antara lain gejala
vasomotor, payudara dan rahim mengecil, rasa sakit dan nyeri ketika berhubungan
intim akibat kekeringan pada vagina, sehingga gejala-gejala ini menimbulkan
berbagai gejolak emosi seperti kecewa, kecemasan, depresi, sulit tidur dan
Sindrom menopause pada wanita ditandai dengan berhentinya menstruasi
secara mendadak atau arus menstruasi secara berangsur berkurang, siklus menjadi
lebih pendek dengan arus pendarahan yang lancar dan deras. Seiring dengan
pertambahan usia dimana sistem reproduksi menurun dan berhenti, penampilan
kewanitaanpun menurun, karena hormon–hormon estrogen diovariumnya
berkurang sehingga lekuk tubuh menjadi rata, tubuh menjadi gemuk, payudara
tidak kencang, bulu pubis menjadi lebih tipis, bibir dan kulit menjadi kering,
kurang halus dan kelenturannya berkurang, rambut beruban menipis dan mudah
rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering (Maspaitella, 2006).
Berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian menopause
sebagai suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus
menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk
bereproduksi. Hal ini ditandai dengan menurunnya fungsi ovarium dalam
menghasilkan sel telur dan penurunan produksi hormon estrogen dan progresteron
pada seorang wanita. Pada umumnya masa menopause dialami oleh wanita paruh
baya berusia sekitar 40 – 50 tahun dan dalam rentang waktu antara 3 – 9 tahun
hingga menstruasi benar-benar berhenti. Menopause merupakan suatu peristiwa
yang wajar dan akan dialami oleh setiap wanita, namun gejala-gejala menopause
yang dialami seperti kekeringan dan nyeri pada vagina, kulit menjadi kering dan
keriput, hot flash, keringat berlebihan dan pengeroposan tulang dapat menimbulkan kecemasan dalam diri wanita yang mengalami menopause yang
c. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
Masa menopause biasanya dimulai saat memasuki usia 48 tahun dan
berakhir pada usia sekitar 52 tahun (biasanya sekitar 3-9 tahun) dan bervariasi
pada setiap wanita (Becker, dkk., 2001). Masa ini banyak disebut sebagai masa
kritis, karena perubahan hormonal tersebut menimbulkan pengaruh psikologis
pada wanita yang mengalaminya (Ibrahim, 2002). Gejala – gejala menopause
yang dialami selama masa menopause dapat berdampak pada kualitas hidup dan
psikologis seseorang. Gejala menopause yang dialami wanita seringkali
menimbulkan depresi dan sikap negatif terhadap menopause (Chouzi, dkk., 1995).
Kondisi atau gejala-gejala yang dialami tersebut membuat munculnya
konflik dalam diri wanita dalam mempertahankan fungsi kewanitaannya, hingga
terjadinya stagnasi pada organ reproduksinya. Wanita dalam masa menopause
mengalami semacam pertentangan antara ketakutan akan hilangnya fungsi
kewanitaannya hingga berusaha melakukan berbagai cara untuk menunda periode
menopause, usaha-usaha ini terkadang mengancam egonya sebagai wanita
sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan (Ibrahim, 2002) .
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahawa kecemasan merupakan suatu
kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang
mengancam individu. Objek penyebab kecemasan tidak jelas dan dapat
menyebabkan gangguan pada tubuh baik somatik maupun psikologis. Dalam
penelitian ini, wanita paruh baya menganggap menopause sebagai ancaman
terhadap fungsi kewanitaannya sehingga menimbulkan kecemasan yang
Berdasarkan pengertian tentang kecemasan dan pengertian tentang
menopause, disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi menopause dapat
didefinisikan sebagai suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan yang mengancam diri wanita yang sedang mengalami masa
menopause, yakni suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi
mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan
wanita untuk bereproduksi.
2. Tahap - Tahap Masa Menopause
Santrock (2007) menjelaskan bahwa ada tiga tahap yang dilalui wanita
pada masa menopause sebelum menstruasi benar-benar berhenti. Ketiga tahap
tersebut adalah:
a. Tahap perimenopause atau biasa disebut juga tahap klimakterium, yaitu
merupakan masa peralihaan anatara masa reproduksi dan masa senium.
Biasanya periode ini berlangsung sekitar 10 tahun dan ditandai dengan haid
yang mulai tidak teratur baik waktu dan jumlahnya.
b. Tahap menopause, adalah saat haid terakhir, dimana wanita tidak
mendapatkan haid sama sekali selama satu tahun penuh.
c. Tahap pasca menopause atau tahap senium, adalah periode sesudah
menopause, yaitu ketika individu telah mampu menyesuaikan dengan
kondisinya, sehingga tidak mengalami gangguan fisik dan psikologis
Noor (2001) menjelaskan bahwa pada masa klimakterium fungsi
yang menghadapi periode menopause, munculnya simtom-simtom psikologis
sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada aspek fisiologis sebagai akibat
dari berkurang dan berhentinya produksi hormon estrogen. Pada perempuan yang
mengalami menopause keluhan yang sering dirasakan antara lain: merasa
cemas, takut, lekas marah, mudah tersinggung, suli konsentrasi, gugup, merasa
tidak berguna - tidak berharga, stres dan bahkan ada yang mengalami depresi.
Pada umumnya, gejala psikologis ini muncul pada tahap perimenopause, jika
wanita tersebut mampu mengatasi tahap perimenopausenya dengan baik, maka
sedikit demi sedikit akan mampu menerima kenyataan kondisi fisiknya dengan
baik sehingga gejala psikologis seperti kecemasan, stres dan depresi akan hilang
dengan sendirinya ketika sudah memasuki tahap pasaca menopause.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa menopause
terdiri dari tiga tahapan yaitu perimenopause atau klimakterium, menopause dan
pasca menopause atau senium. Gejala kecemasan pada wanita yang menghadapi
menopause biasanya muncul pada tahap perimenopause dan akan hilang ketika
sudah memasuki tahap pasca menopause dimana wanita tersebut telah dapat
menyesuaikan diri sehingga tidak lagi mengalami gangguan fisik dan psikologis.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada
3. Aspek-aspek Kecemasan dalam menghadapi Menopause
Zuccolo (2006), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
menimbulkan kecemasan pada wanita dalam menghadapi masa menopause.
Faktor-faktor tersebut umumnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Kecemasan berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami. Seiring dengan
menurunnya hormon estrogen, pada sebagian wanita akan mengalami
kegemukan, bentuk tubuh yang berubah seperti payudara yang mengendur,
bokong menurun dan perut gemuk. Hal ini menimbulkan kecemasan yang
berlebihan bagi wanita yang mengutamakan penampilan. Perubahan bentuk
tubuh dirasakan sebagai ancaman yang membuat dirinya kehilangan daya
tarik. Bagi wanita seperti ini, cermin menjadi musuh terbesarnya (Mishra &
Kuh, dalam Zuccolo, 2006).
b. Kecemasan yang berkaitan dengan gejala-gejala menopause. Sebagian wanita
merasa cemas dan bingung ketika mengalami suasana hati yang berubah,
mudah tersinggung dan depresi sejalan dengan perubahan hormonal yang
terjadi. Gejala-gejala menopause seperti hot flashes, insomnia dan menstruasi
yang tidak teratur juga menimbulkan kecemasan tersendiri bagi sebagian
wanita. Terutama gejala menurunnya gairah sexual, sebaigan besar wanita
mengalami kecemasan bahwa dirinya tidak lagi bisa membahagiakan dan
melayani suami dengan baik (Mc Carthy, dalam Zuccolo, 2006)
c. Kecemasan yang berkaitan dengan penyakit usia lanjut. Berkurangnya
produksi hormon estrogen dapat menimbulkan gangguan penyakit, yang
menimbulkan kecemasan bagi para wanita usia paruh baya yang sedang
mengalami masa menopause (Zuccolo, 2006).
Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa kecemasan mempunyai dua
komponen, yaitu:
a. Kesadaran akan adanya sensasi fisiologis. Apabila seseorang mengalami
kecemasan maka akan muncul sensasi-sensasi fisiologis; seperti jantung
berdebar-debar dan berkeringat.
b. Kesadaran sedang gugup/sedang mengalami ketakutan. Kecemasan akan lebih
berat apabila individu merasa malu saat ada orang yang tahu bahwa ia
mengalami ketakutan.
Adapun gejala-gejala psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari
beberapa aspek, menurut Blackburn dan Davidson (dalam Kuntjoro, 2002) adalah
sebagai berikut :
d. Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis,
seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang.
e. Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar
konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri
sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.
f. Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, sepert : menghindari situasi,
ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.
g. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup,
kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan
diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu
yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi
semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan
mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.
Martaniah (1984) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kecemasan
mempunyai empat elemen yang digunakan sebagai aspek dari kecemasan, yaitu :
a. Respon Kognitif.
Respon kognitif yaitu respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia,
ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, susah tidur dan
putus asa.
b. Respon Somatik
Respon somatik yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya, misalnya tangan dan kaki
dingin, diare, keringat berlebihan, dan sebagainya.
c. Respon Emosi
Respon emosi yaitu perasaan manusia dimana individu secara terus menerus
khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang mengancam.
d. Respon Perilaku
Respon perilaku yaitu reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap
ancaman, misalnya gelisah, gugup dan bingung.
Berdasarkan uraian di atas, kecemasan dalam menghadapi menopause
menopause yang dirasakan dan penyakit yang mungkin timbul. Kecemasan
sendiri dapat dilihat dari aspek psikologis dan fisiologis. Aspek psikologis
merupakan gejala-gejala atau reaksi-reaksi kecemasan secara psikologis seperti
sulit konsentrasi, gugup, takut dan sebagainya. Aspek fisiologis merupakan
rekasi-rekasi fisik ketika mengalami kecemasan seperti gemetar, keringat dingin
dan sebagainya. Kecemasan dalam menghadapi menopause adalah kecemasan
yang bersumber dari datangnya masa menopause yang dianggap sebagai ancaman
oleh sebagian wanita, sehingga pada dasarnya memiliki aspek yang sama dengan
kecemasan pada umumnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
aspek-aspek menurut Martaniah (1984) untuk mengetahui atau mengukur tingkat
kecemasan seseorang khususnya wanita dalam menghadapi masa menopause.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan dalam Menghadapi
Menopause
Menurut Horney (1997) kecemasan secara umum dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu :
a. Faktor Internal
Kecemasan yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Kecemasan ini
dapat timbul karena individu mengalami hambatan untuk mendapatkan
kebutuhan-kebutuhan, sehingga individu merasa bahwa dirinya tidak mampu,
tidak percaya diri, merasa bersalah dan rendah diri. Dalam hal ini faktor
internal yang mempengaruhi kecemasan seorang wanita dalam menghadapi
penurunan fungsi reproduksinya, rasa takut akan perubahan fisik yang dialami
selama masa menopause dapat mengganggu keberadaannya sebagai wanita
dan sebagainya.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sosialnya.
Kecemasan timbul karena lingkungan sosial tidak memberikan kebutuhan
yang diharapkan individu seperti kehangatan, penghargaan serta berakibat
timbulnya penolakan sosial, kritikan orang lain/hal-hal lain yang mengancam.
Faktor eksternal yang berhubungan dengan kecemasan wanita dalam
menghadapi menopause, biasanya datang dari mitos-mitos yang berkembang
seperti bahwa wanita yang mengalami menopause sudah tua, tidak lagi
menraik dan sebagainya yang dapat mempengaruhi kesiapan individu dalam
menghadapi masa menopause, selain itu faktor eksternal seperti ada atau
tidaknya dukungan sosial dari sekitarnya juga berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan individu.
Maspaitella (2006) mengatakan bahwa mudah tidaknya seseorang
mengalami gangguan emosional sehubungan dengan terjadinya perubahan fisik
yang dialaminya antara lain tergantung dari kepribadiannya, gaya hidupnya,
kondisi kesehatan mental dan fisiknya secara menyeluruh, masalah-masalah
pribadi yang dialaminya, dan kondisi lingkungan psikososialnya yang
menimbulkan stress. Pada perempuan, penyesuaian diri terhadap perubahan fisik
dan mental yang disertai menopause sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa
menurut penampilan lahiriahnya lebih dari apapun juga. Penekanannya diletakkan
pada kecantikan, mode, bentuk tubuh, dan kemudaan yang dapat dimanfaatkan
untuk menarik perhatian kaum pria untuk meningkatkan rasa penghargaan
terhadap diri sendiri. Hal tersebut menyulitkan bagi beberapa perempuan untuk
menilai diri sendiri setelah mereka mencapai usia Madya (40–50 tahunan), karena
bagi mereka akan merupakan bencana kalau suami atau kekasihnya
meninggalkannya untuk mendapatkan teman hidup yang lebih muda, yang
kadang-kadang terjadi dalam usia Madya/separuh baya.
Apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi periode klimakteriknya
ataupun fase Menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan
dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya diri, merasa
tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan
tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda,
sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas,
perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa
sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang
ramai dan sebagainya (Maspaitella, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan wanita dalam menghadapi menopause dapat dijabarkan dari menjadi
faktor internal, yaitu faktor dalam diri wanita itu sendiri seperti kesiapan mental,
tipe kebripadian, status pekerjaan, kesehatan dan sebagainya. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti mitos seputar menopause,
fokus melihat faktor dukungan sosial dari suami sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita
B. Dukungan Sosial Suami
1. Pengertian Dukungan Sosial
Lin, Woefel dan Light (1985) mengatakan bahwa dukungan sosial
merupakan kebutuhan seperti persetujuan, penghargaan dan pertolongan yang
diperoleh dari orang-orang yang mempunyai arti bagi individu. Dukungan sosial
menurut House (dalam Cohen & Syme, 1985) diartikan sebagai bentuk hubungan
yang bersifat menolong.
Sarason, Levine & Basham (1983) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai adanya pemberian informasi dan bantuan melalui hubungan sosial yang
akrab yang membuat seseorang merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.
Sedangkan Sarafino (1994) berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diartikan
sebagai perasaan nyaman, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima
individu dari orang lain.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
merupakan bantuan yang diberikan dalam suatu hubungan sosial yang akrab bagi
seseorang dari orang lain yang mempunyai arti dalam hidupnya sehingga merasa
2. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Cohen dan Syme (1985) menyatakan bahwa suatu sumber dukungan sosial
mungkin berarti bagi seseorang tetapi tidak bagi orang lain. Peran yang dipegang
oleh pemberi dan penerima, norma yang dianut, persamaan antara pemberi dan
penerima dukungan akan sangat menentukan keberhasilan dukungan sosial yang
diberikan. Misalnya, seseorang yang mengalami masalah di tempat kerja, maka
dukungan sosial dari atasan dan rekan kerja akan lebih efektif dibandingkan
dukungan sosial dari keluarga atau teman dekat.
Wortman dan Conway (1985) menyebutkan beberapa sumber dukungan
sosial antara lain pasangan, keluarga, teman, rekan kerja dan atasan. Johnson dan
Johnson (1991) mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang
yang dekat dengan individu (significant others) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Seseorang yang bersedia bekerja bersama dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi individu yang membutuhkan bantuan.
b. Seseorang yang mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan individu untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi (uang, alat, keahlian, informasi,
nasehat, cinta, perhatian dan sebagainya).
c. Seseorang yang dapat membantu individu untuk mengerahkan kemampuan
atau sumber-sumber psikologis yang dimilikinya agar dapat digunakan dalam
menghadapi masalah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat
hidup individu seperti pasangan, keluarga, teman, rekan kerja maupun atasan.
Menurut Cohen dan Syme (1985) efektivitas dari dukungan sosial dipengaruhi
oleh faktor pemberi dukungan, faktor jenis dukungan, faktor penerima dukungan
dan faktor permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini, berdasarkan
permasalahan kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita,
diasumsikan bahwa yang lebih dibutuhkan adalah dukungan sosial dari pasangan,
yaitu suami. Maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada dukungan sosial
suami.
3. Aspek-aspek Dukungan Sosial
House (dalam Cohen dan Syme, 1985) membagi dukungan sosial atas
empat aspek, yaitu:
a. Dukungan emosional, merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian
dan perhatian. Penelitian Mc Loyd dan Smith (2002) mengemukakan bahwa
semakin tinggi dukungan emosional yang diterima, semakin rendah perilaku
negatif yang muncul.
b. Dukungan penghargaan, berupa ungkapan hormat secara positif, dorongan
untuk maju atau persetujuan terhadap sikap dan perasaan individu. Rini
(2001) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa individu yang mendapat
dukungan penghargaan yang cukup lebih mampu menghadapi masa
pensiunnya dengan baik.
c. Dukungan informatif, berupa pemberian nasehat, saran, petunjuk dan umpan
orang-orang terdekatnya cenderung membuat individu semakin dapat
mengambil keputusan lebih baik dalam mengatasi masalahnya.
d. Dukungan instrumental, merupakan bentuk dukungan secara langsung seperti
bantuan alat, pekerjaan ataupun keuangan yang memudahkan individu dalam
menyelesaikan permasalahannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, aspek-aspek
yang terdapat dalam dukungan sosial terdiri dari aspek emosional, aspek
penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental. Dalam penelitian ini
keempat aspek dari House (Cohen & Syme, 1985) tersebut digunakan untuk
mengungkapkan dukungan sosial suami.
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan dalam
Menghadapi Menopause pada Wanita
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan
siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk
bereproduksi. Secara normal wanita mulai mengalami masa menopause antara
usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami
perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh
bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002).
Sindrom menopause pada wanita ditandai dengan berhentinya menstruasi
secara mendadak atau arus menstruasi secara berangsur berkurang, siklus menjadi
lebih pendek dengan arus pendarahan yang lancar dan deras. Seiring dengan
kewanitaanpun menurun, karena hormon–hormon estrogen diovariumnya
berkurang sehingga lekuk tubuh menjadi rata, tubuh menjadi gemuk, payudara
tidak kencang, bulu pubis menjadi lebih tipis, bibir dan kulit menjadi kering,
kurang halus dan kelenturannya berkurang, rambut beruban menipis dan mudah
rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering (Maspaitella, 2006).
Sejalan dengan perubahan-perubahan fisiologis terutama pada
fungsi-fungsi reproduksi, masa premenopause juga ditandai dengan adanya gejala
psikologis seperti yang dikemukakan oleh Zuccolo (2006) bahwa gejala
menopause dapat menimbulkan frustrasi yang berlebihan pada wanita akibat
perubahan yang dialami. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil penelitian seperti
penelitian O’Neill (1996) yang menyatakan bahwa tiga tahun sebelum menstruasi
benar-benar berhenti, wanita pada umumnya mengeluhkan gangguan emosi
seperti menurunnya gairah, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung, agresif,
mudah lelah dan gugup, tegang, depresi atau menarik diri, merasa kesepian yang
tidak beralasan dan kecemasan yang berlebihan.
Ibrahim (2002) mengatakan bahwa wanita dalam masa menopause
mengalami semacam pertentangan antara ketakutan akan hilangnya fungsi
kewanitaannya hingga berusaha melakukan berbagai cara untuk menunda periode
menopause, usaha-usaha ini terkadang mengancam egonya sebagai wanita
sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Lebih jauh dikatakan
Maspaitella (2001), apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi periode
klimakteriknya ataupun fase Menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak
diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang
berlebihan tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia
berusia muda, sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan
gelisah, cemas, perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa
tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat
berada ditengah orang ramai dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Soares, dkk. (dalam Zuccolo, 2006) mengemukakan bahwa wanita yang
mengalami masa menopause membutuhkan pengharapan, penerimaan dan
toleransi dari lingkungan sosial terdekatnya, dalam hal ini adalah keluarga.
Wanita yang mendapatkan penerimaan dan dukungan sosial diharapkan dapat
menghadapi masa menopausenya dengan lebih baik.
Kualitas perkawinan berpengaruh terhadap kesehatan wanita telah
dibuktikan dalam berbagai penelitian. Meskipun menopause adalah suatu tahap
perkembangan dan bukanlah suatu penyakit, namun sangat berhubungan dengan
kesehatan terutama fungsi reproduksi wanita, terbukti dalam penelitian bahwa
wanita yang perkawinannya tidak bahagia menderita lebih banyak gejala-gejala
menopause seperti sulit tidur, kecemasan dan depresi dibandingkan dengan wanita
yang perkawinannya bahagia (Kurpius dkk., 2001). Aspek lain adalah yang
berkaitan dengan kepuasan seksual, Mansfield, Koch, dan Voda (1998)
membuktikan bahwa kesulitan seksual selama masa menopause dapat lebih sering
dialami oleh wanita yang perkawinannya tidak bahagia, 60 % wanita yang
perkawinannya bahagia terbukti tidak mengalami masalah seksual selama masa
Berbagai penjelasan bahwa wanita yang menghadapi masa menopause
seringkali mengalami kecemasan akibat adanya berbagai perubahan baik fisik
maupun psikologis akibat menurunnya fungsi reproduksinya dan berhentinya
menstruasi. Pada wanita yang mengalami kecemasan dalam menghadapi
menopause membutuhkan adanya dukungan sosial, khususnya dari suami sebagai
pasangan hidupnya. Dukungan sosial dari suami, seperti halnya perhatian emosi,
informasi, instrumental, penyediaan sarana dan penilaian positif diharapkan dapat
membantu mengatasi problem-problem yang dihadapi wanita pada masa
menopause. Suami mempunyai peranan penting untuk mengarahkan dalam
pemahaman tentang menopause terhadap istrinya, misalnya memberi perhatian
emosi saat istri sedang cemas menghadapi kehidupan tua, memberi informasi pada
saat merasa kehilangan daya tarik seksual. Memberi instrumen dan penilaian
positif pada saat merasa mulai kehilangan peranan sebagai isri bagi suami dan ibu
bagi anak-anaknya dan bukan saja karena keterdekatan fisik, tetapi juga untuk
melakukan aktivitas bersama memecahkan problem, mencapai cita-cita,
menikmati kegembiraan dan kemesraan di usia senja dan saling menerima diri
yang utuh. Hubungan dan penerimaan yang baik oleh suami diharapkan
memberikan rasa percaya diri pada istri bahwa dirinya sesuai dan berarti bagi
suami dan keluarganya meskipun tidak lagi produktif sebagai wanita.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial yang
diberikan suami, baik itu yang berupa penerimaan, pemberian motivasi, perhatian
diharapkan berpengaruh positif terhadap berkurangnya kecemasan yang dialami
suami sebagai lingkungan sosial terdekat, diharapkan istri sebagai wanita dapat
melakukan penyesuaian diri yang lebih baik pada waktu mengalami menopause.
Dengan demikian adanya dukungan dari suami diharapkan dapat mengurangi
kecemasannya dalam menghadapi masa menopause. Dengan kata lain, wanita
dengan dukungan sosial yang tinggi dari suami akan memiliki tingkat kecemasan
yang rendah dalam menghadapi masa menopause dan sebaliknya, wanita yang
tidak mendapatkan dukungan sosial dari suami akan mengalami tingkat
kecemasan yang tinggi dalam menghadapi menopause.
D. Hipotesa
Uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut: ada
korelasi negatif antara dukungan suami dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi menopause pada wanita. Semakin tinggi dukungan sosial yang
diterima dari suami maka semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi
menopause yang dirasakan dan semakin rendah dukungan sosial yang diterima
dari suami maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan dalam menghadapi
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Tergantung : Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
2. Variabel Bebas : Dukungan Sosial Suami
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
1. Kecemasan dalam Menghadapi Menopause
Kecemasan dalam menghadapi menopause didefinisikan sebagai suatu
kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang
mengancam diri wanita yang sedang mengalami masa menopause, yakni suatu
masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi
yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
Kecemasan menghadapi menopause dalam penelitian ini akan diukur
menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Menopause berdasarkan
aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah (1984) yang meliputi aspek-aspek
kognitif, somatik, emosi dan perilaku. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek
menopause dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka semakin rendah
pula tingkat kecemasan yang dialami oleh subjek dalam menhadapi menopause.
2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan dalam suatu
hubungan sosial yang akrab bagi seseorang dari orang lain yang mempunyai arti
dalam hidupnya sehingga merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Dalam
penelitian ini, berdasarkan permasalahan kecemasan dalam menghadapi
menopause pada wanita, diasumsikan bahwa yang lebih dibutuhkan adalah
dukungan sosial dari pasangan, yaitu suami. Maka pada penelitian ini lebih
difokuskan pada dukungan sosial suami.
Pada penelitian ini yang menjadi subjek adalah wanita yang sedang
mengalami masa menopause, sehingga dukungan sosial suami akan dilihat dari
persepsi subjek terhadap dukungan sosial yang diterima dari suami. Dukungan
sosial suami diungkap melalui skala persepsi terhadap dukungan sosial suami
yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh
House (Cohen & Syme, 1985), yaitu aspek emosional, aspek penghargaan, aspek
informatif dan aspek instrumental yang diterima dari suami. Semakin tinggi skor
berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dan sebaliknya semakin
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah wanita usia dewasa madya yang sedang
memasuki masa menopause. Jumlah subjek adalah sebanyak 80 responden.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan terhadap sampel yang sesuai dengan kriteria atau tujuan penelitian (Hadi, 2000).
Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Wanita berusia 40 -55 tahun
2. Menikah
3. Sedang memasuki masa menopause (perimenopause)
Penetapan kriteria di atas didasarkan pada pendapat O’Neill (1996) bahwa
bahwa tiga tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti, wanita pada
umumnya mengeluhkan gangguan emosi. Pendapat tersebut diperkuat oleh
Chowta & Chowta (2008) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa wanita
pada tahap perimenopause mengalami gejala kecemasan yang lebih besar dibandingkan wanita yang sudah berada dalam tahap post menopause.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode skala yaitu serangkaian pernyataan yang akan direspon oleh responden
(Azwar, 2003). Hal ini dilakukan mengingat responden adalah orang yang paling
tahu mengenai dirinya (Azwar, 2003). Ada dua macam skala yang akan digunakan
dalam penelitian ini, yaitu skala kecemasan dalam menghadapi menopause dan
1. Skala Kecemasan dalam Menghadapi Menopause.
Skala Kecemasan Menghadapi Menopause disusun sendiri oleh peneliti
dengan mengacu pada aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Martaniah
(1984), meliputi :
a. Respon Kognitif.
Respon kognitif yaitu respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia,
ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, berpikiran negatif,
dan sebagainya.
b. Respon Somatik
Respon somatik yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya, misalnya tangan dan kaki
dingin, diare, keringat berlebihan, dan sebagainya.
c. Respon Emosi
Respon emosi yaitu perasaan manusia dimana individu secara terus menerus
khawatir, merasa takut, mudah tersinggung, dan sebagainya.
d. Respon Perilaku
Respon perilaku yaitu reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap
ancaman, misalnya agresif, diam, sulit tidur, dan sebagainya.
Skala ini menggunakan aitem-aitem yang bersifat favorable dan unfavorable yang dibuat dalam format model Likert dengan 4 alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Skor terhadap pernyataan favorable (mendukung pernyataan) untuk jawaban SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sebaliknya untuk pernyataan
= 3, STS = 4. Jumlah skor yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat kecemasan
dalam menghadapi menopause yang dialami oleh subjek dan skor yang rendah
menunjukan rendahnya tingkat kecemasan dalam menghadapi menopause yang
dialami oleh subjek. Adapun sebaran aitem Skala Kecemasan Menghadapi
Menopause sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Aitem Skala Kecemasan Menghadapi Menopause Sebelum Uji Coba
No Aspek No aitem Jumlah
Favorabel Unfavorebel
1 Kognitif 1, 9, 17, 25 5, 13, 21, 29 8
2 Somatik 2, 10, 18, 26 6, 14 22, 30 8
3 Emosi 3, 11, 19, 27 7, 15 23, 31 8
4 Perilaku 4, 12, 20, 28 8, 16, 24, 32 8
Jumlah 16 16 32
2. Skala Dukungan Sosial.
Skala dukungan sosial suami disusun oleh peneliti berdasarkan
aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (dalam Cohen dan Syme,
1985), yaitu:
a. Dukungan emosional, merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian
dan perhatian.
b. Dukungan penghargaan, berupa ungkapan hormat secara positif, dorongan
c. Dukungan informatif, berupa pemberian nasehat, saran, petunjuk dan umpan
balik. Semakin banyak informasi, nasehat, saran yang didapat individu dari
orang-orang terdekatnya cenderung membuat individu semakin dapat
mengambil keputusan lebih baik dalam mengatasi masalahnya.
d. Dukungan instrumental, merupakan bentuk dukungan secara langsung seperti
bantuan alat, pekerjaan ataupun keuangan yang memudahkan individu dalam
menyelesaikan permasalahannya.
Skala ini terdiri dari 32 aitem dengan empat alternatif jawaban Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Penilaian jawaban bergerak dari angka 1 sampai 4. Cara penilaian untuk
pernyataan favorable dan unfavorable sama dengan cara penilaian pada skala
kecemasan dalam menghadapi menopause.. Sebaran aitem skala dukungan sosial
dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2.
Blue Print Item Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba
No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Bobot
1. Dukungan Emosional
1, 9, 17, 25 5, 13, 21, 29 8 25%
2. Dukungan Penghargaan
2, 10, 18, 26 6, 14, 22, 30 8 25%
3. Dukungan Informatif
3, 11, 19, 27 7, 15, 23, 31 8 25%
4. Dukungan Instrumental
4, 12, 20, 28 8, 16, 24, 32 8 25%
E. Validitas dan Reliabilitas
Suatu alat ukur yang baik harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas
untuk mencapai standar yang dapat memberikan hasil yang akurat dan dapat
diterima secara ilmiah (Hadi, 2000).
1. Validitas
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Alat ukur yang memiliki validitas yang tinggi apabila
alat ukur tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran (Azwar, 1992). Validitas yang digunakan pada
penelitian ini adalah validitas isi (content validity) yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem-aitem tes mewakili aspek-aspek yang yang
hendak diukur (Azwar, 1992).
2. Seleksi Aitem
Dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap aitem dengan skor totalnya.
Teknik yang digunakan untuk menghitung besarnya korelasi tersebut adalah
teknik korelasi product moment dengan rumus angka kasar dari Pearson (Hadi, 1991). Proses seleksi aitem dilakukan dengan cara memilih aitem-aitem yang
memiliki koefisien korelasi aitem-total (rbt) minimal ≥ 0,300, sedangkan aitem dengan rbt dibawah 0,300 akan digugurkan. Hal ini sesuai dengan kriteria
3. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur adalah konsistensi hasil pengukuran terhadap
subjek yang sama dalam waktu penyajian yang berbeda (Azwar, 1992). Uji
reliabilitas dilakukan pada aitem-aitem yang telah terpilih. Teknik reliabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi koefisien Alpha dari Cronbach. Pedoman yang digunakan adalah apabila angka rα (koefisien alpha) semakin mendekati angka 1,00 berarti skala tersebut semakin reliabel untuk
digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian, sebaliknya koefisien yang semakin
mendekati angka 0,00 menunjukkan semakin rendahnya reliabilitas skala tersebut
(Azwar, 2001).
Pengujian validitas dan reliabilitas kedua skala dalam penelitian ini
dilakukan dengan bantuan program SPSS 11.0 for Windows.
F. Metode Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Momentdari Pearson. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu ada hubungan
antara dukungan sosial suami dengan kecemas