EVALUASI PENATALAKSANAAN KASUS KELAINAN HEMATOLOGI
PADA PASIEN KEMOTERAPI ANAK DAN LANSIA RSUP
Dr.SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Jefta Willy Setiady
NIM : 088114080
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
EVALUASI PENATALAKSANAAN KASUS KELAINAN HEMATOLOGI
PADA PASIEN KEMOTERAPI ANAK DAN LANSIA RSUP
Dr.SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Jefta Willy Setiady
NIM : 088114080
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“
Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan
penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”
Matius 21:22
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang
memberi kekuatan kepadaku.”
Filipi 4:13
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Tuhan Yesus Kristus,
Mama dan Papa terkasih,
Kakak-kakakku
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
berkat, tuntunan, pertolongan serta kebaikan dan kasih karunia yang telah
diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Kelainan Hematologi
pada Pasien Kemoterapi Anak dan Lansia RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Tahun
2010” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan
Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis
menghaturkan banyak terima kasih kepada:
1. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi
penulis untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Staff pegawai di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang
bersedia membantu penulis dalam pengambilan data rekam medis.
viii
4.
Ibu Maria Wisnu Donowati M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang
dengan sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta
dukungan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
5. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku penguji yang memberikan saran dan
kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan
naskah skripsi.
6. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt selaku penguji yang memberikan saran
dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan
naskah skripsi.
7. Papa dan mama tercinta serta kakak-kakakku tersayang atas kasih, doa,
dukungan semangat, kebaikan yang tiada henti serta bantuan finansial hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Teman-teman kelompok penelitian, Yohana Arlindayanti, Margareta Ratih,
Fransiska Dian Permanasari, Alexandra Ayu, Ika Puji Lestari, Meyrina
Harjani dan Yuliana Anggeani yang telah saling menguatkan, memberikan
semangat dan bantuan kepada penulis serta bersama-sama menjalani suka dan
duka selama menjalankan penelitian ini.
9. Saudaraku Yanuar Prasetya yang telah memberikan doa dan dorongan
semangat saat proses penelitian dan pembuatan skripsi.
ix
11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan.
Yogyakarta, 20 Februari 2012
xi
INTISARI
Kemoterapi
adalah
salah
satu
pengobatan
terhadap
kanker.
Penatalaksanaan
kemoterapi
dapat
menimbulkan
beberapa
efek
samping
diantaranya adalah kelainan hematologi seperti anemia, trombositopenia dan
netropenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan kasus
kelainan hematologi pada pasien kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada tahun 2010.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif evaluatif dan menggunakan metode retrospektif. Bahan
penelitian yang digunakan adalah data rekam medik pasien kemoterapi di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010 meliputi data usia, jenis kelamin, berat dan
tinggi badan, diagnosis, serum kreatinin, hemoglobin, netrofil, trombosit, dan
terapi yang diterima pasien. Penatalaksanaan kelainan hematologi dilihat
kesesuaiannya dengan standar
National Comprehensive Cancer Network (NCCN)
dan
American Society of Clinical Oncology (ASCO)
.
Pasien kemoterapi anak sejumlah 77 pasien dimana terdapat 19 pasien
anemia, 1 pasien netropenia, 8 pasien anemia+netropenia, 15 pasien anemia+
trombositopenia,
21
pasien
anemia+netropenia+trombositopenia.
Pasien
kemoterapi lansia sejumlah 61 pasien dimana terdapat 24 pasien anemia, 4 pasien
netropenia,
2
pasien
trombositopenia,
1
pasien
anemia+trombositopenia.
Penatalaksanaan anemia yang sesuai dengan rekomendasi NCCN adalah transfusi
PRC, terdapat juga terapi FWB, vitamin, dan leukovorin dalam penelitian.
Tatalaksana netropenia dengan filgrastim atau antibiotika sesuai dengan
rekomendasi NCCN. Penatalaksanaan trombositopenia dengan transfusi trombosit
sesuai dengan
guideline
ASCO.
xii
ABSTRACT
Chemotherapy
is
a
treatment
against
cancer.
Management
of
chemotherapy can cause some side effects include hematologic abnormalities such
as anemia, thrombocytopenia and neutropenia. This study aims to evaluate the
management of cases of hematologic abnormalities in chemotherapy patients
treated RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in 2010.
This study were non-experimental type of research with evaluative and
descriptive design using a retrospective method. Research material used was
chemotherapy patient’s medical record data in RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta
2010 that includes age, gender, weight, height, creatinin serum, hemoglobin,
neutrophils, and thrombocytes. The management of hematological abnormalities
compared with National Comprehensive Cancer Network (NCCN) and American
Society of Clinical Oncology (ASCO).
The number of children chemotherapy was 77 patients which
experiencing anemia 19 patients, 1 neutropenia patient, 8 anemia+neutropenia
patients,
15
anemia+thrombocytopenia
patients,
21
anemia+neutropenia+
thrombocytopenia patients. In elderly there were 61 patients which 24 patients
experiencing anemia, 4 neutropenia patient, 2 thrombocytopenia patients, 1
anemia+thrombocytopenia. Management of anemia in this study was done with
PRC and FWB transfusion, vitamin, and leukovorin. NCCN recommended
anemia treatment by PRC and erythropoietin therapy. Neutropenia in NCCN
guideline was done with Filgrastim and antibiotic. Treatment of thrombocytopenia
was done with platelet transfusion as ASCO guidelines.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...
HALAMAN PENGESAHAN...
HALAMAN PERSEMBAHAN...
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...
PRAKATA...
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...
INTISARI...
ABSTRACT
...
DAFTAR ISI...
DAFTAR TABEL...
DAFTAR LAMPIRAN...
BAB I. PENGANTAR...
A. Latar Belakang...
1. Permasalahan...
2. Keaslian karya...
3. Manfaat penelitian...
B. Tujuan Penelitian...
1. Tujuan Umum...
2. Tujuan Khusus...
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...
xiv
A. Kanker………...
B. Kemoterapi dan Efek Samping Kemoterapi…...
C. Anemia...
1. Pengertian...
2. Penyebab...
3. Penanganan...
D. Netropenia...
1. Pengertian...
2. Penyebab...
3. Penanganan...
E. Trombositopenia...
1. Pengertian...
2. Penyebab...
3. Penanganan...
F. Transfusi Darah...
G. Anak...
H. Lansia...
I.
Keterangan Empiris...
BAB III. METODE PENELITIAN...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...
1. Variabel Penelitian...
2. Definisi Operasional...
xv
C. Bahan Penelitian...
D. Alat dan Instrumen Penelitian...
E. Tata Cara Penelitian...
1. Analisis Situasi...
2. Pengambilan data...
F. Analisis Hasil...
G. Kesulitan Penelitian...
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Profil Kelainan Hematologi Pasien Kemoterapi...
B. Evaluasi Penatalaksanaan Kelainan Hematologi...
1. Penatalaksanaan Anemia...
2. Penatalaksanaan Netropenia...
3. Penatalaksanaan Trombositopenia...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...
A. Kesimpulan...
B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Tabel VI.
Tabel VII.
Tabel VIII.
Tabel IX.
Tabel X.
Tabel XI.
Angka Kejadian Kelainan Hematologi pada Pasien
Kemoterapi Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun
2010...
Jenis Diagnosis Kanker Pasien Kemoterapi Anak...
Angka Kejadian Kelainan Hematologi pada Pasien
Kemoterapi Lansia RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2010...
Jenis Diagnosis Kanker Pasien Kemoterapi Lansia...
Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Anak yang
Mengalami Anemia...
Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Lansia yang
Mengalami Anemia...
Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Anak yang
Mengalami Netropenia...
Profil Jenis Antibiotik pada Pasien Kemoterapi Anak
yang Mengalami Netropenia...
Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Lansia yang
Mengalami Netropenia...
Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Anak yang
Mengalami Trombositopenia...
Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Lansia yang
Mengalami Trombositopenia...
30
31
32
33
36
38
41
42
43
45
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Evaluasi Penatalaksanaan Kelainan Hematologi pada
Pasien Kemoterapi Anak...
Evaluasi Penatalaksanaan Kelainan Hematologi pada
Pasien Kemoterapi Lansia...
Surat Pengantar Permohonan Penelitian di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta ...
Pernyataan Peneliti...
Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Nota Penelitian...
53
95
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis and Patterson
cit
Lubis, 2009). Sel yang terpapar agen karsinogen akan termutasi dan
mengalami kerusakan gen. Hal inilah yang menyebabkan sel tersebut berkembang
tak terkendali.
Saat ini tingkat keberhasilan penyembuhan kanker hanya sekitar 50%
dari total kasus yang terdiagnosis. Hal ini dikarenakan kanker telah menyebar dan
melewati batas dari lokasi primernya. Oleh karena itu pasien membutuhkan suatu
penyembuhan yang bersifat sistemik. Pembedahan, kemoterapi dan radiasi
merupakan tiga perlakuan yang utama dalam mengatasi kanker, namun hanya
kemoterapi yang dapat menyembuhkan secara sistemik dengan efektif (DiPalma
and DiGregorio, 1990).
Kemoterapi merupakan suatu terapi utama untuk mengobati kanker yang
melibatkan senyawa kimiawi. Efek samping kemoterapi terhadap saluran cerna
antara lain mual, muntah, diare, perubahan pengecapan, tidak nafsu makan, dan
malabsorpsi zat gizi, dimana efek samping tersebut disebabkan oleh sel-sel pada
saluran cerna yang cepat membelah, sehingga menyebabkan gangguan saluran
pencernaan (Fauziah,2010).
hematologi misalnya anemia, leukopenia, trombositopenia. Selain itu kemoterapi
juga dapat menjadi penyebab tidak langsung dari terjadinya leukositosis dan
trombositosis. Leukositosis dapat terjadi apabila pasien kemoterapi telah
mengalami
infeksi.
Trombositosis
terjadi
pada
pasien
yang
mengalami
pendarahan yang memicu pembentukan trombosit yang berlebihan oleh
megakariosit di sumsum tulang. Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah
anemia, leukopenia dan trombositopenia (DiPalma and DiGregorio, 1990).
Anemia merupakan hal yang sering terjadi pada penderita kanker yang
mendapat kemoterapi. Pada tahun 1998 di Amerika, 33 persen dari 5172 pasien
yang mendapat kemoterapi mengalami anemia dan memerlukan paling sedikit
sekali transfusi darah (Zairus, Syahruddin, dan Jusuf, 2008). Dampak dari anemia
menyebabkan rasa lelah pada pasien kanker, hal ini akan memperburuk kualitas
hidup pasien.
Anemia pada pasien kanker diakibatkan aktivasi sistem imun dan sistem
inflamasi oleh keganasan tersebut, serta beberapa sitokin yang dihasilkan oleh
sistem imun seperti interferon (INF),
Tumor Necrosis Factor
(TNF) dan
interleukin-1 (IL-1). Sitokin tersebut bertanggung jawab pada mekanisme
patogenik seperti gangguan pemakaian zat besi, penekanan terhadap sel
progenitor eritrosit, produksi eritropoietin tidak memadai, dan pemendekan umur
eritrosit (Kar, 2005).
trombosit akan meningkatkan resiko terjadinya pendarahan (Price and Wilson,
1995).
Massa eritrosit secara normal ditentukan umur dan kecepatan produksi
eritrosit tersebut. Pada anemia karena kanker, terjadi kegagalan dari sumsum
tulang dalam meningkatkan produksi eritrosit dalam mengimbangi pendeknya
umur eritrosit (Kar, 2005). Massa eritrosit yang berkurang berdampak pada
menurunnya nilai hemoglobin pasien.
Penelitian terhadap kadar hemoglobin darah pada pasien yang mendapat
kemoterapi
cukup
penting
karena
dapat
menentukan
kelanjutan
terapi,
keberhasilan terapi dan kualitas hidup pasien. Penelitian terhadap kadar
hemoglobin darah pada penderita kanker yang mendapat kemoterapi masih
terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut (Fauziah,
2010).
Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan judul Analisis Laju
Filtrasi Glomerulus pada Pengobatan Kemoterapi dan Penatalaksanaan Kasus
Kelainan Hematologi serta Penggunaan Antiemetika Pasien Kanker Anak dan
Lansia RSUP Dr. Sardjito tahun 2010. Batasan lanjut usia menurut WHO adalah
seseorang
dengan
usia
diatas
60
tahun.
Lansia
memiliki
karakteristik
multipatologi, fungsi organ menurun, gangguan nutrisi dan gizi (Ismayadi, 2008).
Sedangkan pasien anak-anak merupakan kelompok pasien yang berusia 1 hingga
11 tahun (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2005).
Guideline
yang digunakan untuk mengevaluasi tatalaksana anemia dan
untuk mengevaluasi tatalaksana trombositopenia digunakan
guideline American
Society of Clinical Oncology
(ASCO).
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian Selatan serta memiliki
klinik pelayanan kanker terpadu Tulip.
1.
Permasalahan
a.
Seperti apakah profil kelainan hematologi pasien kemoterapi anak dan
lansia di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun 2010?
b.
Seperti apakah penatalaksanaan kasus kelainan hematologi pasien
kemoterapi anak dan lansia dibandingkan dengan
guideline National
Comprehensive Cancer Network
(NCCN) dan
American Society of
Clinical Oncology
(ASCO)?
2.
Keaslian karya
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan analisis penatalaksanaan
kelainan hematologi pada pasien kanker yang pernah dilakukan, antara lain:
penyerta paling banyak adalah adalah hipertensi dan terdapat riwayat
merokok sebesar 7,7% dan kelainan hematologi sebanyak 26 kasus
(Ogata, 2010).
b.
Evaluasi Penatalaksanaan Kelainan Hematologi Pasca Kemoterapi pada
Pasien Kanker Payudara di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif yang bersifat retrospektif. Hasil penelitian dari 72
pasien kanker payudara pasca kemoterapi, paling banyak pada usia 45-51
tahun (30%), stadium IV (38%), kombinasi terapi berupa operasi dan
kemoterapi (67%), serta hipertensi 7 kasus. Kelainan hematologi 21
pasien yaitu 16 kasus anemia, 8 kasus leukopenia/netropenia, 1 kasus
trombositopenia ringan, 7 kasus leukositosis, 4 kasus trombositosis, 4
kasus
potensial
leukopenia/netropenia,
3
kasus
potensial
trombositopenia. (Antyaning, 2007).
Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis penelitian mengenai
“Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Kelainan Hematologi pada Pasien Kemoterapi
Anak dan Lansia RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Tahun 2010” belum pernah
dilakukan.
3.
Manfaat Penelitian
B. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan kasus
kelainan hematologi pada pasien kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada tahun 2010.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui profil kelainan hematologi pasien kemoterapi anak dan
lansia di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun 2010.
b.
Mengetahui
penatalaksanaan
kasus
kelainan
hematologi
pasien
kemoterapi anak dan lansia dibandingkan dengan
guideline
NCCN
(
National Comprehensive Cancer Network
) dan
American Society of
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker
Kanker adalah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan mekanisme
pengatur multiplikasi dan fungsi homeostasis pada organisme multiseluler. Sifat
umum dari kanker antara lain:
1.
Pertumbuhan yang berlebihan pada umumnya berbentuk tumor
2.
Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan
3.
Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya
4.
Bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan
pertumbuhan baru (Ganiswara, 1995).
Sel kanker mengganggu suatu organisme karena menyebabkan desakan
jaringan
akibat
pertumbuhan
tumor,
perusakan
jaringan
tempat
tumor
berkembang, dan gangguan sistemik lain akibat sekunder dari pertumbuhan sel
kanker (Ganiswara, 2005).
Melalui metode pengobatan saat ini, sepertiga jumlah pasien tertolong
melalui terapi pembedahan dan radiasi. Kesembuhan hampir seluruhnya terjadi
pada pasien yang penyakitnya belum menyebar pada saat pembedahan. Setelah
terjadi metastasis dibutuhkan pendekatan sistemik melalui kemoterapi kanker
disamping pembedahan dan terapi radiasi (Ganiswara, 1995).
B. Kemoterapi dan Efek Samping Kemoterapi
Kemoterapi merupakan suatu pengobatan kanker yang menggunakan
obat-obat antikanker. Sifat senyawa yang digunakan dalam kemoterapi cukup
efektif, namun memiliki potensi efek samping yang merugikan (Berkery and
Baltzer,
1997).
Kemoterapi
adalah
proses
pengobatan
kanker
dengan
menggunakan obat-obatan dengan tujuan membunuh atau memperlambat
pertumbuhan sel kanker. Pada umumnya antikanker menekan pertumbuhan atau
proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas. Kondisi ini menghambat pembelahan
sel normal yang proliferasinya cepat misalnya sumsum tulang, mukosa saluran
cerna, folikel rambut dan jaringan limfosit. Antikanker diharapkan memiliki
toksisitas selektif artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan
normal (Ganiswara, 1995).
Efek samping yang sering timbul akibat kemoterapi yaitu gangguan
gastrointestinal, supresi sumsum tulang dan kerontokan rambut (Sudoyo, 2006).
Efek samping dapat terjadi ketika sedang dilakukan kemoterapi atau beberapa
waktu setelah kemoterapi.
hematologi misalnya anemia, leukopenia, trombositopenia. Kelainan hematologi
yang sering terjadi adalah anemia, leukopenia dan trombositopenia (DiPalma and
DiGregorio, 1990).
Beberapa golongan obat kemoterapi yang mengakibatkan supresi
sumsum tulang antara lain agen alkilasi (siklofosfamid, heksametilamin,
dakarbazin, karmustin), antimetabolit (metotreksat, merkaptopurin, fluorourasil,
sitarabin), alkaloid tanaman (vincristin, vinblastin), dan antibiotika (daunorubisin,
doksorubisin, daktinomisin, mitramisin) (Katzung, 1995).
Sitostatika menurut asal dan mekanisme kerjanya dibagi beberapa
golongan :
1. Anti Metabolit, yang termasuk golongan ini adalah sitosin-arabinosid,
5-fluorourasil, 6-merkaptopurin, dan metotrexat. Golongan ini berhubungan erat
dengan unsur bangun asam nukleat sehingga dapat ikut serta dalam sistem
transport dan proses metabolit sampai strukturnya berbeda memblokade
proses selanjutnya.
2. Zat Pengalkil, meliputi sejumlah derivat nitrogen mustard seperti melfalan,
klorambusil dan cyclophoshamid. Mereka mempunyai satu atau dua alkil yang
reaktif yang merubah ekspresi nukleotida DNA.
Cross-link
yang terjadi
menyebabkan RNA polimerase tidak dapat memotong rantai
double helix
DNA.
jalan menghambat sintesa DNA dan RNA. Yang termasuk golongan ini antara
lain aktinomisin-d, mitomisin, doksorubisin, mithramisin, daunorubisin,
epirubisin, bleomisin, mitosantron, dan idarubisin.
4
. Mitotic Spindle
Golongan
obat
ini
berikatan
dengan
protein
mikrotubuler
sehingga
menyebabkan disolusi struktur
mitotic spindle
pada fase mitosis, antara lain
paklitaksel, dosetaksel, vinblastin, vinorelin, vinkristin, dan vindesin.
5.
Topoisomerase Inhibitor
Obat ini mengganggu fungsi koenzim topoisomerase sehingga menghambat
proses transkripsi dan replikasi, diantaranya irinotekan, topotekan, dan
etoposit.
6.
Cytoprotective agents
Macam-macamnya antara lain amifostin dan dekrazosan.
7. Lain-lain,
seperti
L-asparaginase,
okreotide,
estramustine,
anagrelide,
lavamisol, hexamethylmelamine, dan suramin. (Tjay dan Raharja, 2010).
C. Anemia
1.
Pengertian
Anemia merupakan pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume padat dari sel darah merah (hematokrit) per seratus
millimeter darah kurang dari normal (Price and Wilson, 1995). Pengurangan
jumlah sel darah merah yang bersirkulasi dan kadar hemoglobin yang disebabkan
oleh destruksi sel selama kemoterapi, mengakibatkan kerusakan kapasitas
pembawa oksigen yang mengarah pada hipoksis jaringan (Price and Wilson,
1995). Sel darah merah terdiri dari hemoglobin dan hematokrit. Kadar
hemoglobin (Hb) normal 12-16 g/dl dan hematokrit sebesar 37%-48% untuk
wanita, sedangkan untuk pria kadar hemoglobin (Hb) normal 13-18 g/dl dan
hematokrit sebesar 42%-52% (Tietze, 2004). Menurut NCCN anemia terjadi bila
kadar Hb kurang dari 11 g/dL atau 2 g/dL dibawah batas angka tersebut (NCCN,
2011a).
Anemia aplastik merupakan anemia yang disebabkan penurunan jumlah
prekursor sel darah merah di sumsum tulang, penggantian elemen sumsum oleh
kanker (McPhee and Ganong, 2010). Pada pasien kanker juga sering dijumpai
terjadinya anemia defisiensi gizi. Penyebab yang umum dari masalah tersebut
adalah menurunnya nafsu makan, meningkatnya kejadian mual dan muntah pada
pasien akibat kemoterapi (Burke, Wilkes, Ingerson, 2001).
2.
Penyebab
Anemia pada pasien kanker diakibatkan aktivasi sistem imun dan sistem
inflamasi oleh keganasan kanker, serta beberapa sitokin yang dihasilkan oleh
sistem imun. Sitokin tersebut bertanggung jawab pada mekanisme patogenik
seperti gangguan pemakaian zat besi, penekanan terhadap sel progenitor eritrosit,
produksi eritropoietin tidak memadai, dan pemendekan umur eritrosit (Kar, 2005).
Penekanan sel progenitor di sumsum tulang oleh sitokin menyebabkan
eritropoiesis terganggu. Pada pasien kanker, produksi eritropoietin terganggu oleh
tumor atau oleh kemoterapi khususnya obat kemoterapi yang menginhibisi
sintesis RNA (Kar, 2005). Eritropoietin menstimulasi sel progenitor pada sumsum
tulang untuk melepaskan sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit)
(Huether and McCance, 2008). Pada penderita anemia dengan penyakit kronik,
umur sel darah merah biasanya 60-90 hari, lebih pendek dari umur sel darah
merah pada orang normal yang berada sekitar 120 hari (Kar, 2005).
atau kombinasi dari semua itu. Keganasan itu sendiri dapat menyebabkan anemia
dengan berbagai cara. Sel kanker dapat secara langsung melakukan supresi
hematopoiesis melalui infiltrasi sumsum tulang. Sel kanker memproduksi sitokin
yang dapat penghilangan zat besi sehingga produksi sel darah merah menurun dan
umurnya pendek. Perdarahan kronik pada jaringan tumor atau kerusakan organ
dapat menimbulkan anemia pada pasien kanker. Penyebab tidak langsung
terjadinya anemia misalnya nafsu makan yang berkurang dari pasien, hemolisis
karena reaksi imun, atau kemampuan koagulasi berkurang (NCCN, 2011a).
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah pucat, takikardia, diaforesis,
dispnea (Price and Wilson, 1995). Anemia telah diketahui sebagai dasar berbagai
komplikasi fisiologis seperti sesak nafas, sakit kepala, lelah, gangguan fungsi
tidur dan seksual (Kar, 2005).
Konsekuensi klinis dari anemia pada penderita kanker antara lain
gangguan
oksigenasi
jaringan,
gangguan
fungsi
organ,
meningkatkan
kemungkinan mendapat transfusi pasca kemoterapi dan meningkatkan angka
kematian pasca operasi (Kar, 2005).
3.
Penanganan
dapat diatasi dengan baik dengan pemberian eritropoietin (Huether and McCance,
2008).
Eritropoietin merupakan hormon yang tersusun dari 165 asam amino dan
4 rantai karbohidrat. Nilai normal serum eritropoietin berkisar antara 10-30
mU/mL dan meningkat 100-1000 kali pada keadaan hipoksia dan anemia.
Eritropoietin dibentuk di sel interstisial peritubuler ginjal dibawa oleh darah
menuju sumsum tulang dan merangsang pembentukan sel darah merah. Pada
kondisi fisiologis konsentrasi eritropoietin meningkat sesuai dengan penurunan sel
darah merah (Zairus, Syahruddin, dan Jusuf, 2008).
Transfusi satu unit darah lengkap (
whole blood
) atau sel darah merah
pada pasien dewasa dengan berat badan 70 kg yang tidak mengalami perdarahan
dapat meningkatkan hematokrit kira-kira 3% atau kadar Hb sebanyak 1 g/dL.
(PHTDI, 2003).
Menurut NCCN (
National Comprehensive Cancer Network
) penanganan
anemia pada pasien kemoterapi dilakukan dengan terapi eritropoietin atau
transfusi PRC (NCCN, 2011a).
D.
Netropenia
1.
Pengertian
eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Netropenia menyatakan penurunan jumlah
absolut netrofil, peranan netrofil untuk pertahanan hospes, maka jumlah netrofil
yang kurang dari 1000 per milimeter kubik mempengaruhi individu terhadap
infeksi (Price and Wilson, 1995). Menurut NCCN netropenia terjadi bila jumlah
netrofil dibawah 500/
μ
L atau dibawah 1000/
μ
L bila ada kemungkinan netropenia
akan menurun dibawah 500/
μ
L dalam 48 jam (NCCN, 2011b).
Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah
netrofil (50- 75%), eosinofil (1 – 2%), basofil (0,5 – 1%), monosit (6%), limfosit
(25-33%). Netrofil merupakan sistem pertahanan utama tubuh dengan metode
fagositosis. Netrofil merupakan bagian terbesar dari seluruh sel darah putih,
sehingga penurunan jumlah sel darah putih dapat juga berarti penurunan dalam
jumlah total netrofil (Fajah, 2002).
2.
Penyebab
Netropenia dapat timbul sebagai akibat dari banyak kondisi-kondisi
medis misalnya obat-obatan yang merusak sumsum tulang atau netrofil, termasuk
kemoterapi kanker, terapi radiasi, dan obat-obat yang menstimulasi sistem imun
untuk menyerang sel-sel (Anwar, 2008). Supresi pada sumsum tulang belakang
akibat kemoterapi berpotensi menyebabkan terjadinya netropenia. Kondisi ini
mengakibatkan penderita memiliki imunitas yang lemah dan memiliki resiko yang
besar untuk mengalami kejadian infeksi (Huether and McCance, 2008).
3.
Penanganan
a.
Obat antibiotik atau obat anti jamur untuk membantu melawan
infeksi-infeksi.
b.
Pemasukan dari faktor-faktor pertumbuhan sel-sel darah putih seperti
recombinant granulocyte-colony stimulating factor
(G-CSF, filgrastim)
pada beberapa kasus-kasus dari netropenia yang parah.
c.
Transfusi granulosit.
d.
Terapi
intravenous immune globulin
(Anwar, 2008).
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien kemoterapi yang mengalami
netropenia menurut NCCN adalah dengan pemberian
Granulocte Colony
Stimulating Factor
(G-CSF). G-CSF dapat menstimulasi produksi sel darah putih
sehingga dapat meningkatkan jumlah leukosit (NCCN, 2011b).
G-CSF dapat menstimulasi
Colony Forming Unit-Granulocte
(CFU-G)
pada sumsum tulang untuk meningkatkan produksi netrofil. Figrastim juga
mempertinggi fungsi fagositik netrofil (Price and Wilson, 1995).
E.
Trombositopenia
1.
Pengertian
mekanisme
hemostatis
secara
normal
(Blum,
2009).
Menurut
ASCO
trombositopenia merupakan keadaan dimana nilai trombosit dibawah 100.000/
μ
L
(ASCO, 2011).
Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah.
Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 –
150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk
darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas
40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat
terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan
fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah
trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan
dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih
berat (McPhee and Ganong, 2010).
2.
Penyebab
Beberapa jenis kemoterapi dapat merusak sumsum tulang sehingga
mengurangi produksi platelet. Trombositopenia yang disebabkan oleh obat
sitostatika pada umumnya bersifat sementara. Obat-obat lain juga dapat
menurunkan jumlah platelet. Meskipun jarang, trombositopenia dapat terjadi jika
kanker lainnya seperti kanker prostat atau kanker payudara menyebar ke sumsum
tulang (Blum, 2009).
3.
Penanganan
Pada
guideline American Society of Clinical Oncology
(ASCO) disebutkan
dengan transfusi platelet. Beberapa pasien yang menjalani kemoterapi dapat
diberikan obat yang disebut oprelvekin (Neumega
®) guna membantu mencegah
trombositopenia berat (Blum, 2009).
Tujuan dari transfusi adal
ā
h menaikkan kadar trombosit darah. Dosis
suspensi trombosit yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut: 50 ml suspensi
trombosit menaikkan kadar trombosit 7500-10.000/mm3 pada resipien yang
beratnya 50 kg (Reksodiputro, Tambunan, dan Sudoyo, 1994).
F. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya
ke dalam sistem pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa
ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit,
plasma, dan sel darah putih. Tujuan dari transfusi darah adalah menggantikan atau
menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak
mencukupi. Transfusi darah hanya merupakan pengobatan simptomatik karena
darah atau komponen darah yang ditransfusikan hanya dapat mengisi kebuuhan
tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada umur fisiologi
komponen yang ditransfusikan (Reksodiputro, Tambunan, dan Sudoyo, 1994).
Produk dari transfusi darah antara lain darah lengkap (
whole blood
),
Packed Red Cell
(PRC),
Fresh Frozen Plasma
(FFP),
Trombosit Concentrate
(TC), dan Kriopresipitat (Raharadjo, 1998).
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah
pengambilan. Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya
masih lengkap termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif
baik. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk
pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari
4 jam dan risiko penularan penyakit relatif banyak.
2.
Darah baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil
dari donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi
peningkatan kadar kalium, amonia dan asam laktat.
3.
Darah simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keuntungannya mudah tersedia
setiap saat, bahaya penularan virus dan sitomegalovirus hilang. Sedang
kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena
afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke
jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium,
amonia, dan asam laktat tinggi (PHTDI, 2003).
Larutan tersebut biasanya terdiri dari
citrate, phosphate, dextrose,
dan
adenine
(CPAD). Masing-masing larutan tersebut memiliki fungsi sebagai
berikut, natrium sitrat berfungsi sebagai pengikat ion kalsium dalam darah dalam
pertukaran garam sodium sehingga darah tidak membeku. Fosfat berfungsi dalam
proses metabolisme sel darah merah selama penyimpanan
.
Adenin berfungsi
untuk mempertahankan membran sel darah merah, sedangkan dekstrosa berfungsi
sebagai sumber energi (Reksodiputro, Tambunan, dan Sudoyo, 1994).
PRC
berasal
dari
darah
lengkap
yang
disedimentasikan
selama
penyimpanan atau disentrifugasi dengan putaran tinggi. Tujuan dari transfusi PRC
adalah meningkatkan kapasitas angkut oksigen oleh sel darah merah. Indikasi
pemberian transfusi PRC adalah penggantian sel darah merah pada pasien anemia
dengan Hb<11 g/dL dengan gejala anemia dan atau tanda vital tidak stabil
(Budhiaty, Triyono, dan Sukorini, 2009).
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia yang tidak
disertai penurunan volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik,
anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan,
talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda
“
oxygen need
” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC
diberikan sampai tanda “
oxygen need”
hilang. Biasanya pada Hb 8-10 g/dl
(Raharadjo, 1998).
konsentrat platelet biasanya akan menaikkan jumlah platelet sebesar
9.000-11.000/m
2luas badan (PHTDI, 2003).
Transfusi trombosit profilaksis tidak efektif dan tidak diindikasikan untuk
trombositopenia yang disebabkan karena meningkatnya perusakan platelet
(misalnya purpura trombositopenia idiopatik = ITP). Transfusi trombosit jarang
diindikasikan pada pasien trombositopenia yang akan menjalani operasi dengan
penurunan produksi trombosit jika hitung trombosit mencapai 100.000/uL, dan
biasanya baru diindikasikan bila hitung trombosit <50.000/
μ
L. Penentuan apakah
pasien yang memiliki jumlah trombosit 50.000-100.000/
μ
l, membutuhkan
transfusi, harus berdasarkan pada risiko terjadinya perdarahan. Pada pasien
dengan hitung trombosit 50.000-100.000/
μ
L, pemberian transfusi trombosit
berdasarkan risiko perdarahan. Transfusi trombosit juga diindikasikan pada pasien
dengan hitung trombosit normal tetapi terdapat gangguan fungsi trombosit dan
perdarahan mikrovaskular (PHTDI, 2003).
Tindakan transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa
risiko, sebaliknya tindakan ini merupakan tindakan yang mengandung risiko yang
dapat berakibat fatal. Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah atau
komponennya antara lain:
1.
Reaksi imunologis
renjatan
akibat
transfusi
dengan
eritrosit
yang
tidak
cocok
golongan
imunologisnya (inkompatibel).
2. Reaksi non-imunologis
Reaksi non-imunologis dapat diakibatkan oleh penimbunan cairan yang
memiliki batas kemampuan tubuh
(overload),
adanya kadar antikoagulan yang
berlebihan yang berasal dari darah donor, gangguan metabolik (kadar K tinggi,
asam sitrat tinggi), sampai dengan perdarahan akibat adanya defisiensi faktor
pembekuan yang tidak ada pada darah donor dan kadar antikoagulan yang tinggi
pada darah donor.
3. Penularan Penyakit
Berbagai mikroorganisme dapat ditularkan melalui transfusi yang
terutama adalah hepatitis (B, C), sifilis, malaria, virus seperti CMV, EDV sampai
dengan HIV. Risiko tertular oleh HIV akibat transfusi dengan darah donor yang
mengandung HIV amat besar yaitu lebih dari 90% artinya bila seseorang
mendapat transfusi darah yang terkontaminasi HIV, maka dapat dipastikan bahwa
yang bersangkutan akan menderita infeksi HIV sesudah itu (Reksodiputro,
Tambunan, dan Sudoyo, 1994).
Transfusi dapat dilaksanakan bila memenuhi untuk donatur ditentukan
umur, berat badan, golongan darah sistem ABO, tekanan darah, Hb darah dan
riwayat penyakit. Untuk resipien ditentukan golongan darah dan
cross-match
G. Anak
Anak – anak termasuk dalam golongan pediatri
digolongkan dalam
kategori anak – anak adalah usia 1 sampai 11 tahun (Dipiro
et al
., 2008). WHO
menyebutkan bahwa penderita kanker anak meningkat 250.000 orang tiap
tahunnya. Kejadian kanker pada anak tercatat sekitar 2-4% dari seluruh angka
kejadian kanker pada manusia (YPKAI, 2005).
Anemia merupakan kejadian umum pada pasien kanker anak. Penyebab
utamanya adalah penyakit kanker itu sendiri dan efek samping dari pengobatan
kemoterapi. Pengobatan kemoterapi dapat menurunkan fungsi ginjal dan
berpengaruh terhadap produksi eritropoietin yang berhubungan dengan produksi
sel darah merah (YPKAI, 2005).
Pengukuran LFG pada anak dapat digunakan rumus Schwartz = [tinggi
badan (cm) x
k
] / serum kreatinin, Dimana
k
dibedakan berdasarkan kelompok
usia: bayi (1 sampai 52 minggu) = 0,45; anak – anak (1 sampai 13 tahun) = 0,55;
remaja putra = 0,7; dan remaja putri = 0,55 (Dipiro,
et al.
, 2008).
H. Lansia
Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia meliputi tiga tingkatan
(menurut WHO), yaitu :
a) Lansia (
elderly
) dengan kisaran umur 60-75 tahun,
b) Tua (
old
) dengan kisaran umur 75-90 tahun,
c) Sangat tua (
very old
) dengan kisaran umur > dari 90 tahun
Pasien lansia (
elderly
) merupakan pasien dengan karakteristik khusus
karena terjadinya penurunan massa dan fungsi sel, jaringan, serta organ. Hal ini
menimbulkan perlu adanya perubahan gaya hidup, perbaikan kesehatan, serta
pemantauan pengobatan baik dari segi dosis maupun efek samping yang mungkin
ditimbulkan (David, 2010).
Perhitungan LFG pada lansia digunakan formula MDRD (
Modification of
Diet in Renal Disease
) dengan persamaan:
LFG (ml/min/1,73 m
2) = 186 x (Sc
r)
-1.154x (usia)
-0.203x (0.742 jika wanita) x
(1.212 bila
African American
) (SI units)
Keterangan: LFG= Laju Filtrasi Glomerulus, SCr= Kreatinin Serum (mg/dL).
(K/DOQI, 2002).
I.
Keterangan Empiris
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian
mengenai
”Evaluasi
Penatalaksanaan
Kasus
Kelainan
Hematologi pada Pasien Kemoterapi Anak dan Lansia RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta Tahun 2010” merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif evaluatif dan menggunakan metode retrospektif.
Jenis penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan yang
diberikan kepada subjek uji. Rancangan deskriptif evaluatif yaitu menggambarkan
data yang ada secara jelas tanpa ada analisis lebih lanjut (Jogiyanto, 2008).
Evaluasi
yang
dilakukan
adalah
untuk
melihat
apakah
terjadi
anemia,
trombositopenia
dan
netropenia
pada
saat
kemoterapi
dan
bagaimana
penatalaksanaannya
.
Penelitian ini menggunakan metode retrospektif yaitu
dengan melakukan penelusuran terhadap data rekam medik pasien kemoterapi di
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun 2010.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.
Variabel Penelitian
a.
Variabel bebas: kadar hemoglobin, trombosit dan netrofil.
b.
Variabel tergantung : regimen dosis pengobatan kelainan hematologi
c.
Variabel terkendali: Umur
2.
Definisi Operasional
a.
Kasus dalam penelitian ini adalah pasien kemoterapi yang mengalami
kelainan hematologi di RSUP Dr.Sardjito tahun 2010. Kriteria inklusi
adalah pasien kemoterapi anak dan lansia di RSUP Dr. Sardjito tahun
2010 yang mempunyai data serum kreatinin, umur, berat badan, tinggi
badan, jenis kelamin, dan minimal dua data pemeriksaan hematologi.
b.
Pasien anak adalah pasien yang berusia 1-11 tahun, sedangkan pasien
lansia adalah pasien berusia diatas 60 tahun.
c.
Kelainan hematologi dalam penelitian ini adalah anemia, netropenia dan
trombositopenia.
d.
Anemia adalah kondisi dimana suplai sel darah merah tidak mencukupi
yang mengakibatkan penurunan kemampuan darah dalam membawa
oksigen dengan Hb kurang dari 9 g/dL (NCCN, 2011a).
e.
Kejadian netropenia dilihat dari nilai netrofil kurang dari 0,5.10
3/
μ
L
(NCCN, 2011b).
f.
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit di dalam darah
dengan nilai kurang dari 100.10
3
/
μ
L (ASCO, 2011).
h.
Guideline
NCCN digunakan untuk membandingkan penatalaksanaan
kasus anemia dan netropenia. Sedangkan ASCO untuk membandingkan
penatalaksanaan kasus trombositopenia.
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen rekam
medik pasien kemoterapi anak dan lansia yang mengalami kelainan hematologi di
RSUP Dr.Sardjito pada tahun 2010. Dokumen rekam medik ini berisi data klinis
pasien dan juga data-data laboratorium selama pasien menjalani perawatan di
RSUP Dr.Sardjito. Tempat penelitian dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Jalan Kesehatan 01 Sekip Yogyakarta 587333, khususnya di bagian Instalasi
Catatan Medis.
D. Alat dan Instrumen Penelitian
Lembar pengambilan data dan alat hitung.
E. Tata Cara Penelitian
1.
Analisis situasi
penelusuran mengenai data pemeriksaan hematologi dan pola penatalaksanaan
kelainan hematologi pasien kemoterapi.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat pasien kemoterapi anak
sebanyak 77 pasien dengan kasus kelainan hematologi sejumlah 66 pasien dan
jumlah pasien kemoterapi lansia sebanyak 61 pasien dengan kasus kelainan
hematologi sebanyak 31 pasien.
2.
Pengambilan data
Data rekam medik yang digunakan dicatat nomor rekam medik, umur,
berat badan, tinggi badan, jenis kelamin pasien, diagnosis penyakit, data
laboratorium, dan penatalaksanaan kelainan hematologi pasien kanker di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.
F.
Analisis Hasil
Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel:
1.
Kasus kemoterapi yang mengalami kelainan hematologi dikelompokan
menjadi kelompok umur anak dan lansia. Data yang diambil adalah seluruh kasus
kemoterapi anak dan lansia yang mengalami kelainan hematologi. Persentase
kelompok dihitung berdasarkan jumlah kasus kelainan hematologi pada
masing-masing kelompok umur, dibagi dengan keseluruhan kasus lalu dikalikan 100%.
2.
Evaluasi penatalaksanaan kasus kelainan hematologi pada pasien anak
dan lansia yang menjalani kemoterapi dilakukan dengan cara mengidentifikasi
penatalaksanaan yang dilakukan kemudian dibandingkan dengan standar
National
Comprehensive Cancer Network
(NCCN) dan
American Society of Clinical
G. Kesulitan Penelitian
1.
Data rekam medis yang dicatat kurang lengkap misalnya kondisi umum
pasien, data laboratorium secara detail seperti kadar besi dalam serum,
Mean
Corpuscular Volume
(MCV) sehingga pembahasan anemia dan jenisnya hanya
berdasarkan nilai Hb serta terapi yang diberikan. Hal tersebut untuk memastikan
jenis anemia yang dialami pasien. Pada NCCN terapi anemia yang menggunakan
eritropoietin dan transfusi PRC adalah jenis anemia selain anemia defisiensi besi.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kelainan Hematologi Pasien Kemoterapi
Kelainan hematologi yang terjadi pada pasien kemoterapi merupakan
salah satu efek samping dari obat-obat kemoterapi. Obat-obat kemoterapi
memiliki sifat yang dapat menekan pembentukan sel darah di sumsum tulang.
Kondisi ini menyebabkan produksi sel darah berkurang dan menyebabkan
terjadinya anemia, netropenia dan trombositopenia. Kasus kelainan hematologi
kejadiannya cukup sering pada pasien anak dan lansia. Dari 77 pasien kemoterapi
anak terdapat 64 pasien yang mengalami kelainan hematologi. Pasien kemoterapi
lansia sejumlah 61 pasien dengan jumlah pasien yang mengalami kelainan
hematologi sebanyak 31 pasien.
Berikut merupakan gambaran kejadian kelainan hematologi pasien
kemoterapi anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.
Tabel I. Angka Kejadian Kelainan Hematologi pada Pasien Kemoterapi
Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010
Kelainan Hematologi
Jumlah
Persentase (%)
Anemia
19
24,7
Netropenia
1
1,3
Trombositopenia
0
0
Anemia + Netropenia
8
10,4
Anemia + Trombositopenia
15
19,5
Netropenia+ Trombositopenia
0
0
Anemia + Netropenia + Trombositopenia
21
27,3
Tidak ada kelainan hematologi
13
16,9
Total
77
100
anemia dengan persentase 24,7%. Pada kasus kelainan hematologi dengan lebih
dari satu macam dengan angka kejadian terbanyak yaitu anemia, netropenia, dan
trombositopenia dengan persentase 27,3%.
Tabel II. Jenis Diagnosis Kanker Pasien Kemoterapi Anak
Diagnosis Kanker
Jumlah
Persentase
(%)
Acute Lymphoblastic Leukemia
(ALL)
42
54,5
Acute Myeloblastic Leukemia
(AML)
4
5,2
Hepatoblastoma
1
1,3
Kanker embrional testis
1
1,3
Kanker nasofaring
1
1,3
Limfoma Hodgkin
1
1,3
Limfoma non Hodgkin
3
3,9
Neuroblastoma
4
5,2
Retinoblastoma
9
11,7
Rhabdomyosarcoma
5
6,5
Sindrom nefrotik
1
1,3
Teratoma limfoma
1
1,3
Teratoma maligna
2
2,6
Tumor disgerminoma germ sel
1
1,3
Tumor neuroektotermal
1
1,3
Total
77
100
Diagnosis ALL merupakan diagnosis kanker terbanyak yang ditemukan
dalam penelitian ini. Jenis kanker tersebut menyerang sumsum tulang sehingga
produksi sel darah menurun. Hal tersebut mempengaruhi angka kejadian terbesar
dari jenis kelainan hematologi yang dialami pasien kemoterapi anak yaitu berupa
kelainan
hematologi
kombinasi
dimana
terjadi
anemia,
netropenia
dan
trombositopenia.
Berikut merupakan gambaran kejadian kelainan hematologi pasien
kemoterapi lansia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.
Tabel III. Angka Kejadian Kelainan Hematologi pada Pasien Kemoterapi
Lansia RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010
Kelainan Hematologi
Jumlah
Persentase
(%)
Anemia
24
39,3
Netropenia
4
6,6
Trombositopenia
2
3,3
Anemia + Netropenia
0
0
Anemia + Trombositopenia
1
1,6
Netropenia+ Trombositopenia
0
0
Anemia + Netropenia + Trombositopenia
0
0
Tidak ada kelainan hematologi
30
49,2
Total
61
100
sebagainya (Muhammad dan Sianipar, 2006). Apabila salah satu dari faktor
tersebut jumlahnya kurang dari yang dibutuhkan tubuh, maka jumlah sel darah
akan berkurang dan terjadi anemia.
Tabel IV. Jenis Diagnosis Kanker Pasien Kemoterapi Lansia
Diagnosis Kanker
Jumlah
Persentase (%)
Adeno carcinoma recti
2
3,3
Kepala dan leher
2
3,3
Kolorektal
2
3,3
Kulit
1
1,6
Leiomiosarkoma
1
1,6
Limfoma non Hodgkin
12
19,7
Malignancy
1
1,6
Melanoma Maligna
2
3,3
Nasofaring
12
19,7
Paru
2
3,3
Payudara
19
31,1
Sel squamosa
1
1,6
Sinonasal
1
1,6
Thyomoma Maligna
1
1,6
Tonsil
1
1,6
Tumor lidah
1
1,6
Total
61
100
B. Evaluasi Penatalaksanaan Kelainan Hematologi
1.
Penatalaksanaan anemia
Penatalaksanaan anemia pasien kemoterapi yang dilakukan di RSUP Dr.
Sardjito adalah pemberian transfusi
Packed Red Cell
(PRC) dan transfusi
Fresh
Whole Blood
(FWB). Tujuan dari transfusi PRC adalah meningkatkan kapasitas
angkut oksigen oleh sel darah merah. Indikasi pemberian transfusi PRC adalah
penggantian sel darah merah pada pasien anemia dengan Hb <11 g/dL dengan
gejala anemia dan atau tanda vital tidak stabil (Budhiaty, Triyono, dan Sukorini,
2009).
Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah lengkap
adalah kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. Untuk
menaikkan kadar Hb sebesar 1 g/dL diperlukan PRC 4 mL/kgBB.
Misalnya
pasien anak dengan berat badan 15 kg (kasus nomor 16) memiliki Hb awal 7,6
g/dL. Maka volume PRC minimal yang dibutuhkan agar Hb pasien mencapai 9
g/dL adalah 4 mL/kgBB x15 kg x (9-7,6)= 84 mL. Keuntungan lainnya yaitu
volume darah yang diberikan sedikit sehingga kemungkinan
overload
atau
hipervolemik berkurang. Selain itu komponen darah lainnya yang dipisahkan
dapat digunakan untuk kebutuhan pasien lain (Reksodiputro, Tambunan, dan
Sudoyo, 1994).
terbuat dari darah utuh yang dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali untuk
menghilangkan antibodi (Reksodiputro, dkk, 1994).
FWB merupakan transfusi darah lengkap. FWB menjadi pilihan terapi
ketika komponen PRC tidak tersedia (Budhiaty, dkk., 2009). Transfusi darah
dapat dilakukan pada kadar Hb kurang dari 7 g/dL. Namun kadar Hb bukan
satu-satunya faktor penentu untuk transfusi darah. Faktor lain yang harus menjadi
pertimbangan adalah kondisi pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah,
risiko anemia karena penyakit yang diderita oleh pasien dan resiko transfusi
(PHTDI, 2003).
Metode transfusi PRC maupun eritropoietin memiliki risiko dan manfaat
yang berbeda. Keuntungan dari terapi eritropoietin adalah tidak diperlukannya
transfusi (mengurangi risiko infeksi). Kekurangan dari terapi eritropoietin adalah
meningkatnya risiko terjadinya trombotik, terjadinya pertumbuhan tumor yang
sangat cepat dan menyebabkan peningkatan risiko kematian, biaya cukup mahal.
Keuntungan dari transfusi PRC adalah peningkatan hemoglobin secara cepat serta
pengatasan kondisi pasien yang lemah dapat teratasi dengan cepat. Transfusi PRC
juga memiliki risiko terjadinya hemolitik, demam, dan peningkatan infeksi akibat
kontaminasi bakteri (NCCN, 2011a).
Leukovorin merupakan suatu asam folat yang tereduksi sebagai terapi anemia
megaloblastik ketika terjadi defisiensi asam folat akibat efek toksik dari antagonis
asam folat (misalnya metotreksat) (Hamilton, 2005).
Menurut
guideline
NCCN ada dua metode yang direkomendasikan untuk
mengatasi anemia yaitu dengan terapi eritropoietin dan transfusi PRC. Pada pasien
kanker yang menderita anemia nilai serum eritropoietin sering lebih rendah
daripada nilai serum yang dimiliki pasien anemia tanpa kanker. Hambatan
eritropoietin ini diperkirakan dipengaruhi reaksi sitokin
Tumor Necrosis Factor
(TNF), Interleukin-1 (IL-1), dan interferon yang dihasilkan sel kanker (Zairus,
Syahruddin, dan Jusuf, 2008).
Tabel V. Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Anak yang Mengalami
Anemia
Jenis Terapi Jumlah Persentase (%)
Anemia PRC 7 11,1
vitamin 1 1,6
tanpa terapi 11 17,5
Total 19
Anemia+netropenia PRC 2 3,2
vitamin 2 3,2
leukovorin 1 1,6
vitamin, leukovorin 1 1,6
vitamin, PRC 1 1,6
tanpa terapi 2 3,2
Total 8
Anemia+trombositopenia PRC 6 9,5
vitamin 2 3,2
PRC, leukovorin 1 1,6
FWB 1 1,6
tanpa terapi 5 7,9
Total 15
Anemia+netropenia+trombositopenia PRC 10 15,9
vitamin, PRC 3 4,8
FWB, PRC, vitamin 2 3,2
leukovorin, PRC 1 1,6
FWB 1 1,6
tanpa terapi 6 9,5
Total 21
Dari 63 pasien anak yang mengalami anemia pada pasien kemoterapi
anak, jenis terapi yang paling banyak diberikan adalah PRC. Pada kasus anemia
terdapat 24 pasien yang tidak diberikan terapi. Tidak adanya terapi pada pasien
anemia dimungkinkan karena pertimbangan risiko reaksi transfusi maupun hasil
crossmatch
positif yang dilakukan sebelum dilakukannya transfusi.
Risiko transfusi yang mungkin terjadi antara lain reaksi imunologis,
reaksi non-imunologis, dan penularan penyakit. Reaksi imunologis dapat
bervariasi mulai dari urtikari yang diakibatkan reaksi imunologis terhadap plasma,
demam akibat reaksi imunologis ringan terhadap protein plasma dan leukosit
sampai dengan reaksi imunologis hebat akibat transfusi dengan eritrosit yang
tidak cocok golongan imunologisnya (inkompatibel) (Reksodiputro, Tambunan,
dan Sudoyo, 1994).
Reaksi non-imunologis dapat diakibatkan misalnya penimbunan cairan
dalam tubuh
(overload),
gangguan metabolik (kadar K tinggi, asam sitrat tinggi),
sampai dengan perdarahan akibat adanya defisiensi faktor pembekuan dan kadar
antikoagulan yang tinggi pada darah donor (Reksodiputro, dkk., 1994).
Penularan penyakit yang mungkin terjadi terutama adalah hepatitis (B,
C), sifilis, malaria, virus seperti CMV, EDV sampai dengan HIV. Risiko tertular
oleh HIV akibat transfusi dengan darah donor yang mengandung HIV amat besar
yaitu lebih dari 90% (Reksodiputro, dkk., 1994).
produksi eritropoietin akibat gagal ginjal kronis. Pada penelitian ini tidak dicatat
data mengenai ukuran maupun morfologi sel darah merah sehingga jenis anemia
yang dialami pasien merupakan asumsi dari terapi dan kelainan hematologi yang
menyertai anemia pada pasien. Pada pasien yang diterapi vitamin dan mineral
dapat diasumsikan jenis anemia yang dialami pasien adalah anemia defisiensi gizi.
Terapi
leukovorin
diindikasikan
untuk
pasien
yang
mengalami
anemia
megaloblastik khususnya yang diakibatkan defisiensi asam folat. Leukovorin juga
dapat digunakan untuk meningkatkan efek kemoterapi 5-florourasil (Hamilton,
2005). Terapi PRC maupun FWB tidak dapat menjadi dasar jenis anemia yang
dialami pasien karena terapi ini merupakan terapi anemia secara umum dengan Hb
kurang dari 7 g/dL.
Pada pasien yang mengalami anemia yang disertai netropenia dan
trombositopenia diasumsikan jenis anemia yang dialami adalah anemia aplastik
dimana sumsum tulang belakang mengalami penurunan dalam memproduksi
sel-sel darah sehingga diperlukan tambahan sel-sel darah melalui transfusi.
Tabel VI. Profil Jenis Terapi pada Pasien Kemoterapi Lansia yang
Mengalami Anemia
Jenis Terapi Jumlah Persentase (%)
Anemia PRC 4 15,4
leukovorin 1 3,8
tanpa terapi 20 76,9
Total 25
Anemia+trombositopenia PRC 1 3,8
Total 1
Total keseluruhan 26 100