• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing (WNA) Dengan Mengatasnamakan Warga Negara Indonesia (WNI) di Gili Gede Kec. Sekotong Kab. Lombok Barat OLEH MARZUKI D1A110236 ABSTRAK - KAJIAN YURIDIS PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING (WNA) D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kajian Yuridis Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing (WNA) Dengan Mengatasnamakan Warga Negara Indonesia (WNI) di Gili Gede Kec. Sekotong Kab. Lombok Barat OLEH MARZUKI D1A110236 ABSTRAK - KAJIAN YURIDIS PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING (WNA) D"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN MENGATASNAMAKAN WARGA NEGARA INDONESIA (WNI) DI GILI GEDE KEC. SEKOTONG KAB. LOMBOK

BARAT (nominee) yang mengikat para pihak dalam penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) mengatasnamakan Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempertimbangkan ketentuan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang UUPA Penelitian ini menggunakan jenis metode Empiris dengan pendekatan Perundang-Undangan, konseptual dan sosiologis.

Hasil penelitiannya ini menunjukkan bahwa penguasaan tanah oleh warga negara asing (WNI) lebih banyak melalui perjanjian pinjam nama (nominee), Penyebabnya ialah diantara faktor kesadaran hukum para pihak, faktor adminitrasi, faktor ekonomi dan faktor lemahnya aparatur penegak hukum.

Simpulannya adalah penyelundupan hukum yang di lakukan para pihak dalam perjanjian pinjam nama adalah batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Pemerintah harus melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penyelundupan hukum tersebut agar menimbulkan efek jera kepada oknum-oknum terkait.

Kata Kunci :Penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing (WNA)

ABSTRACT

This study aims to determine the loan agreement form name (nominee) which binds the parties in the acquisition of land by foreign citizens (foreigners ) on behalf of Indonesian Citizen ( WNI ) without regard to the provisions of the Act No.5 of 1960 On This research uses Empirical methods legislation approach , conceptual and sociological .

The results of this study indicate that the acquisition of land by foreign nationals ( citizens ) more through the loan agreement name ( nominee ) , The cause is the law between the parties' awareness of factors , administrative factors , economic factors and factors of weak law enforcement officials .

The conclusion is that in doing smuggling law the parties to the loan agreement is null and void name and has never been considered . The government should undertake preventive measures to prevent the smuggling of these laws in order to create a deterrent effect to related elements .

(2)

I. PENDAHULUAN

Tanah bagi hidup dan penghidupan manusia merupakan “condition sine qua

non” yang artinya “prasyarat atas tanah bagi kehidupan manusia”. Soal tanah

adalah soal hidup dan penghidupan manusia. Perebutan tanah berarti perebutan

makanan, perebutan tiang hidup manusia. Untuk itu orang rela menumpahkan

darah, mengurbankan segala yang ada untuk mempertahankan hidup selanjutnya.

Pasal 9 ayat (1) Undang –Undang No.5 tahun 1960 Tentang Undang-undang

Pokok Agraria telah mengatur tentang bagaimana kepemilikan tanah yaitu,’’ hanya

warga Negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan sepenuhnya dengan bumi

air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. ’’Dengan

perkataan lain hanya warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak

milik, Warga Negara Negara Asing dan Badan hukum Negara Asing yang

berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan Hak Pakai.

Adapun Rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk hubungan

hukum yang mengikat antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara

Indonesia dalam hal Penguasaan tanah di Indonesia? 2.Apakah Penyebab

kecenderungan Warga Negara Asing (WNA) memilih untuk melakukan Pinjam

Nama Warga Negara Indonesia (WNI) daripada melalui Peraturan

(3)

yang dapat dilakukan para pihak yang melakukan perjanjian apabila terjadi

wanprestasi dari salah satu atau kedua belah pihak?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Untuk mengetahui

dan mengkaji bagaimana motif Pengakuan Perolehan hak atas tanah oleh warga

negara asing (WNA). 2.Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana Kekuatan

Hukum dan keabsahan Akte perjanjian pinjam nama antara Warga Negara Asing

(WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI). 3.Untuk mengetahui upaya hukum yang

dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi wanprestasi dan melawan hukum.

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yang bersifat

Yuridis Empiris yaitu penelitian yang merupakan penelitian hukum yang memakai

sumber data primer dan sekunder dalam kaitannya untuk menjembatani antara ‘’Das

sein das sollen’’ atau gejala-gejala sosial yang terjadi di masyarakat dengan peraturan

perUndang-undangan yang ada. Adapun data yang diperoleh berasal dari eksperimen

(4)

II.PEMBAHASAN

Pada faktanya minat warga Negara asing untuk menguasai tanah (tanpa atau

dengan bangunan) yang berstatus Hak Milik Hak Guna Usaha atau Hak Guna

Bangunan ditempuh dengan cara-cara yang sejatinya merupakan penyelundupan

hukum.Walaupun terdapat berbagai pilihan dalam perjanjian berkenaan dengan

penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing tetapi secara garis besar perjanjian

yang ditempuh pada umumnya berupa:

1. Perjanjian induk yang terdiri dari perjanjian pemilikan tanah dan surat kuasa.

2. Perjanjian Opsi

3. Perjanjian sewa-menyewa. 4. Kuasa menjual

5. Hibah dan wasiat

6. Surat pernyataan ahli waris.

7. Perjanjian Pinjam Nama (Nominee).1

Ada 3 (tiga) klasifikasi perjanjian pinjam nama yang dapat penulis

gambarkan sebagai berikut:

a. Perjanjian pinjam nama yang dibuat para pihak yang melakukan perjanjian

tanpa sepengetahuan orang lain atau tanpa saksi-saksi yang mendukung.

Biasanya perjanjian ini hanya dalam bentuk lisan saja,.

(5)

b. Perjanjian pinjam nama yang dibuat oleh para pihak didepan notaris untuk

memperoleh akta atas perjanjian tersebut.

c. Perjanjian pinjam nama yang drafnya dibuat oleh notaris dan kemudian

disepakati para pihak untuk dibuatkan akta atas kesepakatan tersebut.

Kedudukan hukum warga Negara asing dalam perjanjian pinjam nama

adalah lemah karena 2 (dua) asalan. Pertama, walaupun kedua belah pihak cakap

bertindak dan mengikatkan diri secara sukarela tetapi causanya atau sebabnya

adalah palsu atau terlarang karena perjanjian itu mengakibatkan dilanggarnya

pasal 26 ayat (2) UUPA. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu

perjanjian yang dibuat dengan suatu causa yang palsu atau terlarang tidak

mempunyai kekuatan hukum. Adapun azas kebebasan berkontrak sebagai dasar

untuk melakukan perjanjian atau berkontrak tentunya tidak bebas mutlak namun

harus sesuai dengan Pasal 1337 KUHPerdata yg menyatakan : ‘’suatu sebab

adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan

dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum’’.

Menurut Subekti “ Perjanjian yang dibuat antara WNI dan WNA tersebut di

dasarkan atas causa yang palsu, yakni perjanjian yang dibuat denga pura-pura

untuk menyembunyikan causa yang sebanarnya tidak diperbolehkan. 2

(6)

Menurut Setiawan,’’ substansi perjanjian yang dibuat tersebut melanggar

syarat obyektif perjanjian dan oleh karena itu adalah batal demi hukum. 3

Berdasarkan pemaparan yang penulis dapatkan dari Indah Puwarni,

bertempat di Mataram (Terlampir) dapat diketahui bahwa bentuk kerjasama

perjanjian pinjam nama ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Legalisasi

Yaitu dokumen/surat yang di buat di bawah tangan tersebut ditanda tangani

dihadapan Notaris, setelah dokumen/surat tersebut di bacakan atau di jelaskan

oleh Notaris yang bersangkutan sehingga tanggal document atau surat yang

bersangkutan adalah sama dengan tanggal legalisasi dari notaris. Dengan

demikian, notaris menjamin keabsahan tanda tangan dari Pihak yang

dilegalisir tanda tangannya dan para pihak (yang bertanda tangan dalam

dokumen) karena sudah jelas oleh notaries isi surat tersebut, tidak bisa

menyangkal dan mengatakan yang bersangkutan tidak mengerti isi dari

dokumen surat tersebut.

Untuk legalisasi ini, kadang dibedakan oleh Notaris yang bersangkutan

dengan legalisasi tanda tangan saja. Dimana dalam legalisasi tanda tangan

tersebut, Notaris tidak membacakan isi dokumen/surat dimaksud yang

kadang-kadang disebabkan oleh beberapa hal, misalnya Notaris tidak

(7)

mengerti bahasa dari dokumen tersebut (Contohnya: Dokumen yang ditulis

dalam bahasa Inggris, Mandarin atau bahasa lain yang tidak dimengerti oleh

Notaris yang bersangkutan) atau Notaris tidak terlibat pada saat pembahasan

dokumen diantara para pihak yang bertanda tangan.

2. Register (Waarmarking)

Yaitu dokumen/surat yang bersangkutan di daftarkan dalam buku khusus yang

dibuat oleh Notaris. Biasanya hal ini ditempuh apabila dokumen/surat sudah

ditanda tangani terlebih dahulu oleh para pihak sebelum disampaikan kepada

Notaris yang bersangkutan. Contohnya Surat Perjanjian Kerjasama Tertanggal

4 Oktober 2003 yang di tanda tangani oleh Tuan A dan Tuan B. Jika Hendak

di legalisir oleh Notaris pada tanggal 20 Oktober 2003 maka bentuknya tidak

di legalisasi biasa melainkan hanya bisa di daftarkan (Waarmerking) saja.

Jika di tinjau dari sudut kekuatan hukumnya untuk pembuktian maka tentu

saja lebih kuat legalisasi daripada Register (waarmerking). Ada

dokumen-dokumen tertentu yang akan digunakan sebagai kelengkapan suatu proses

mutlak diminta harus dilegalisir, misalnya: di kantor pertanahan, surat

pesetujuan istri untuk menjual tanah yang di daftarkan atas nama suaminya

dan lain sebagainya. Kalau surat/dokument tersebut tidak di legalisir oleh

Notaris maka biasanya dokument tersebut tidak dapat di terima sebagai

kelengkapan proses Hak Tanggungan atau jual beli yang dimaksud. Terpaksa

pihak bersangkutan harus membuat ulang persetujuan dan melegalisasinya di

(8)

faktor-faktor yang menyebabkan kecenderungan WNA memilih menguasai

tanah di Gili Gede Sekotong dengan jalan Pinjam nama (Nominee) dapat dibagi

menjadi 2 diantaranya adalah:

1. Faktor Hukum

Adapun faktor hukum ini ialah segala penyebab terjadinya kecenderungan dari

WNA untuk menguasai tanah di Indonesia dengan tanpa melalui prosedur

hukum atau ketentuan yang berlaku di indonesia. Faktor- faktor tersebut

diantaranya ialah:

a. Faktor Kurangnya kesadaran dan Pengetahuan hukum.

Tidak semua warganegara tahu dan faham tentang semua peraturan

perundang-undangan yang berlaku di indonesia namun seluruh warga negara

di anggap harus tahu atau‘’Melek Hukum’’ namun realitanya dimasyarakat

hanya segelintir orang saja yang faham hukum, bahkan mungkin hanya yang

pernah mengenyam pendidikan di fakultas hukum saja. Tentang kesadaran

hukum dan nasionalisme, tentunya itu personal masing-masing orang namun

ketika kesadaran hukum dan nasionalisme telah di sandingkan dengan

kepentingan lebih-lebih lagi kepentingan itu adalah kepentingan financial

maka tak bisa di jamin lagi kesadaran dan nasionalismenya masih dipegang

(9)

2. Faktor Non Hukum

Faktor Non hukum ialah segala hal penyebab kecenderungan WNA ingin

menguasai tanah di Indonesia dengan pinjam nama (nominee) dengan

alasan-alasan yang diluar dari ketentuan hukum. Adapun faktor tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Faktor Ekonomi.

Pada setiap perjanjian pinjam nama (nominee), para pihak yang di antaranya

adalah WNI, WNA dan Notaris sama-sama di untungkan dari segi ekonomi.

WNI di untungkan dengan imbalan yang di terima atas jasa pinjam nama

yang di berikan serta pada setiap transaksi penjualan tanah tersebut akan

mendapatkan bonus atau fee penjualan. Begitupula pihak WNA yang dengan

mudah mendapatkan legalitas penguasaan tanah yang tidak ada batas

waktunya dengan biaya relatif murah dan tidak perlu membayar uang

pemasukan bagi negara. Notaris dalam hal ini sudah jelas mendapatkan

keuntungan secara financial dengan telah menerbitkan perjanjian pinjam

nama antara para pihak. Tidak berfungsi Notaris secara baik sebagai

(10)

indonesia untuk mengikuti peraturan yang berlaku atas dasar ketidaktahuan,

azas kebebasan berkontrak dan berorientasikan bisnis jual beli legalisasi

kontrak yang melanggar hukum.

b. Faktor Administratif

Setiap pengajuan Hak Pakai atas tanah harus melalui pembuatan akte di

Notaris dan pendaftaran melalui Badan pertanahan Nasional (BPN) sehingga

secara pengurusan administratif agak lebih rumit daripada perjanjian pinjam

nama (Nominee). Belum lagi kebiasaan aparatur pemerintah kita yang sering

melakukan pungutan-pungutan liar di luar dari ketentuan yang berlaku

sehingga membuat warga negara asing akan mengeluarkan uang extra untuk

pengurusan dukument dan persyaratan-persyaratan hak pakai tersebut.

c. Faktor Lemahnya Aparatur Pemerintah

Pemerintah selaku pelaksana dan pengawas peraturan tidak

menjalankan perannya secara baik. Peran pencegahan dan pengawasan tidak

dilakukan. Misalnya pengecekan tentang kepemilikan dan penguasaan tanah

di setiap wilayah dan apabila ditemukan gejala-gejala penyelundupan hukum

(11)

kita tidak menjadi bahan permainan dari orang-orang yang tidak

bertanggung jawab.

Sengketa pertanahan di indonesia bukanlah hal yang baru dan masih terjadi

hingga kini. Pada awalnya sengketa pertanahan hanya terjadi antara pihak

perseorangan, tetapi saat ini sengketa pertanahan sudah terjadi disemua sektor

kehidupan masyarakat dan kasus-kasusnya pun sangat bervariasi satu dengan yang

lainnya.

Adapun sengketa-sengketa yang terjadi diantara para pihak yang merasa

dirugikan dalam kasus kasus seperti diatas dapat menuntut keadilan dengan ganti

rugi sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Penelesaian sengketa tanah dapat di

lakukan melalui 2 (dua) cara yaitu Litigasi dan Non Litigasi: Adapun cara-cara

penyelesaian sengketa tersebut ialah:

1. Melalui Badan Peradilan

Apabila penyelesaian melalui musyawarah di antara para pihak yang

bersengketa tidak tercapai, demikian pula apabila penyelesaian secara sepihak

dari Kepala Badan Pertanahan Nasional tidak dapat diterima oleh pihak-pihak

yang bersengketa, maka penyelesaiannya harus melalui pengadilan.

2. Solusi melalui BPN

Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan

(12)

terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah

ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan

Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak

mereka atas suatu bidang tanah tersebut.

3. Mediasi Dan Negosiasi

Mediasi dan Negosiasi pada intinya adalah “a process of negotiations

facilitated by a third person who assist disputens to pursue a mutually

agreeable settlement of their conlict.” Sebagai suatu cara penyelesaian

sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat,

terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang

melibatkan peras serta para pihak secara aktif.

Mediasi dan Negosiasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk mencapai win-win solution ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang saling menguntungkan dengan catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik.4

(13)

III.PENUTUP

Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh penulis yang telah di uraikan di

atas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal terkait dengan penguasaan

tanah oleh warga negara asing dengan mengatasnamakan warga negara indonesia

ialah Berbagai bentuk perjanjian yang berkembang dalam penguasaan tanah di

indonesia yang dibuat oleh oknum warga negara asing dan warga negara indonesia

di bantu oleh notaris untuk mendapatkan pengakuan atas penguasaan tanah

khususnya di wilayah Gili Gede Sekotong, Lombok barat sebagian besar

menggunakan perjanjian pinjam nama (Nominee). Di samping dengan menikahi

warga gili gede dan perjanjian hutang piutang. Faktor-faktor Penyebab

kecenderungan warga negara asing melakukan pinjam nama warga negara

indonesia dapat dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Hukum dan Faktor Non Hukum.

Pada setiap perjanjian pinjam nama (nominee) para pihak saling

menguntungkan antara satu sama lain. Pada realitasnya banyak terjadi

penyimpangan yang kemudian memicu gejala-gejala penyelundupan hukum oleh

oknum-oknum yang menggadaikan nasionalisme demi keuntungan semata dalam

(14)

berkontrak, Profit, dan kemudahan dalam pengurusan legalitas memicu penyebab

penyelundupan hukum terjadi. Faktor-faktor inilah yang seakan-akan menutup

mata beberapa pihak untuk terus melakukan praktek-praktek ilegal dalam

penguasaan tanah tanpa memikirkan efek hukum yang akan terjadi di masa depan.

Sehingga kasus-kasus hukum mengenai sengketa dibidang pertanahanpun semakin

merebak tanpa bisa di redam.

Akibat kurangnya kesadaran hukum oknum-oknum yang terlibatdi atas,

pembiaran dan lemahnya pengawasan dari aparatur pemerintah kita sehingga

menjadikan maraknya praktek-praktek penyelundupan hukum yang menimbulkan

kasus-kasus dan sengketa baru di bidang pertanahan. Adapaun beberapa upaya

yang dapat di tempuh oleh para pihak di antaranya ialah melalui Badan Pertanahan

Nasional (BPN), Pengadilan, Mediasi dan Negosiasi. Tentunya masing-masing

cara penyelesaian sengketa pertanahan memiiki kelebihan dan kelemahan dan

sebagain besar pada kasus yang terjadi di lapisan masyarakat lebih banyak

memilih jalur pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum dengan legitimasi

yang jelas. Walaupun ada banyak jenis cara penyelesaian sengketa tanah tapi

idealnya tidaklah sebuah penyakit selalu di obati saja namun dicegah lebih baik.

Dan akhirnya setiap produk hukum tidaklah sempurna, perlu penyempurnaan

kembali sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin

berkembang

Bertitik tolak dari kesimpulan pembahasan skripsi diatas, maka penulis

(15)

maka seharusnya pemerintah membuat peraturan yang mempermudah orang asing

dalam berinvestasi dengan mudah dan tidak terganggu dengan aturan-aturan yang

mempersulit. Tentunya kemudahan ini secara administratif yakni pengurusan

dokument dana lainnya. Adapun pelanggaran-pelanggaran aturan yang terjadi

misalnya atas penyelundupan hukum dalam hal penguasaan tanah oleh warga

negara asing dengan meminjam nama warga negara indonesia haruslah ditindak

tegas dan membuat aturan-aturan preventif sehingga menimbulkan efek jera baik

kepada oknum warga negara indonesia, warga negara asing, pejabat pembuat akte

tanah dan oknum-oknum yang turut membantu memuluskan persekongkolan

dalam hal penyelundupan hukum sehingga tidak terjadi lagi. Dengan tindakan

tegas dan tindakan preventif tentunya warga negara asing akan menghargai dan

menghormati aturan hukum yang berlaku di indonesia. Dan kemudian yang

terakhir ialah pemerintah juga diharapkan untuk memperbaharui kembali aturan

yurisdiksi agrarian di indonesia ini sehingga memenuhi cita-cita masyarakat

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Hutagalung. Arie S. 2009 ‘’Seputar Masalah Hukum Tanah’’Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakart

Setiawan.R, 1987.“Pokok-Pokok Hukum Perikatan”, Bandung, Bincacipta

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu pada uraian tersebut, kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha produksi benih kedelai dan persepsi petani

Pengunjung rumah sakit yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial adalah.. Pengujung yang

Saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Pusat dalam mengurangi tinggi angka Tingkat Pengangguran Terbuka adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang

NILAI DAN SIKAP TERHADAP PEKERJAAN Satu ciri utama yang lazimnya sinonim dengan komuniti muara ialah kebergantungan sumber ekonomi mereka kepada sungai dan laut sebagai

Untuk membalas sebuah e-mail dari seseorang, tentu Anda dapat melakukannya dengan cara membuat e-mail baru ke alamat e-mail tersebut.. Akan tetapi, ada cara yang lebih mudah

Secara internal, ia bermaksud mengikuti pendapat filosof- filosof besar tentang arti kata filsafat, dan dalam risalahnya ia mengatakan ilmu tentang hakikat kebenaran segala

Sejak putusan diucapkan di pengadilan, maka saat itu hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat, kecuali COTA yang beragama Islam. COTA tidak berhak