Aplikasi Simulasi Numerik untuk Estimasi Perubahan
Morfologi akibat Tata Letak Pemecah Gelombang
FACHRURRAZI1,2* dan SYAMSIDIK1,2
1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Jl. Syech Abdurrauf No. 7 Darussalam, Banda Aceh
23111, Indonesia
2Laboratorium Komputasi dan Visualisasi Tsunami, Tsunami Disaster and Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Jl. Prof Dr Ibrahim Hasan, Gampong. Pie, Kec. Meuraxa Banda Aceh,
23233, Indonesia
*Corresponding author: fachrurrazibukhari@gmail.com
Abstrak: Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Nagan Raya merupakan salah satu industri pembangkit listrik pertama di Aceh yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar produksinya. PT PLN sebagai pengelola membangun sebuah pelabuhan khusus yang digunakan untuk mempermudah bongkar muat batubara demi operasional pabrik. Pada Pelabuhan PLTU Nagan Raya terdapat permasalahan sedimentasi. Sedimentasi yang terjadi di Kolam Pelabuhan PLTU Nagan Raya menyebabkan terganggunya aktivitas pergerakan kapal yang akan berlabuh maupun berlayar. Permasalahan sedimentasi tersebut membutuhkan penanganan yang tepat, baik dalam konteks teknik maupun manajerial. Model numerik dibutuhkan untuk memberikan gambaran mengenai proses sedimentasi yang terjadi serta menjadi salah satu cara yang dapat digunakan dalam upaya pengambilan keputusan terkait dengan penanganan yang perlu dilakukan. Penelitian ini mencoba untuk memperkirakan dampak perubahan morfologi pelabuhan yang terjadi akibat tata letak pemecah gelombang dengan metode pemodelan air dangkal di Kolam Pelabuhan PLTU Nagan Raya. Piranti lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Delft3D yang dikembangkan oleh Deltares. Delft3D merupakan program simulasi hidrodinamik multi dimensi (2D atau 3D) yang berfungsi untuk perhitungan daerah pesisir, sungai dan muara. Program ini dapat mensimulasikan gelombang, arus, angkutan sedimen, kualitas air, dan analisis ekologi pada daerah pantai dengan menggunakan grid atau garis bantu melalui suatu pendekatan. Simulasi dilakukan dalam dua skenario tata letak kolam pelabuhan yaitu skenario desain
existing dan skenario desain alternatif dengan menggunakan tiga arah angin dominan yang berpengaruh terhadap pembangkitan gelombang yaitu arah Barat, Barat Daya, dan Selatan. Skenario pertama dimodelkan dengan kondisi existing yang menggunakan konstruksi breakwater dan ubox submersible. Sedangkan pada skenario kedua menggunakan konstruksi breakwater seluruhnya. Setelah satu tahun simulasi terhadap dua skenario tersebut diperoleh volume sedimentasi pada skenario pertama sebesar 49.621,28 m3 dengan laju sedimentasi 4.135 m3/bulan, sedangkan pada skenario kedua volume sedimentasi sebesar 19.339,99 m3 dengan laju sedimentasi yang terjadi 1.611,66 m3/bulan.
Kata kunci: simulasi numerik, sedimentasi, batimetri, pelabuhan, Delft3D
1.
PENDAHULUAN
Penggunaan piranti lunak telah
meningkatkan kemampuan para
ilmuwan dalam menganalisis
mekanisme proses sedimentasi dan erosi baik yang disebabkan oleh peristiwa ekstrim seperti tsunami [6] dan siklon, maupun peristiwa yang relatif lambat seperti karena erosi yang disebabkan oleh arus sejajar pantai /longshore sediment transport [7].
Seiring dengan perkembangan
kebutuhan infrastruktur pelabuhan,
maka analisis terhadap proses
sedimentasi dan erosi terutama yang terjadi di dalam kolam pelabuhan menjadi penting mengingat risiko
operasional dan pembiayaan
infrastruktur yang tidak kecil. Selama fase perencanaan pelabuhan di daerah
dengan angkutan sedimen yang
signifikan, perlu diketahui potensi sedimentasi dan erosi yang terjadi. Hal ini berhubungan dengan proyeksi
pengerukan terhadap kolam pelabuhan tersebut. Proses ini penting untuk menganalisis kelayakan teknis terhadap konsep manajerial pelabuhan. Banyak pelabuhan yang telah gagal atau menyebabkan biaya pemeliharaan yang tinggi karena penanganan yang tidak tepat dari angkutan sedimen yang terjadi.
Pelabuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Nagan Raya terdapat permasalahan sedimentasi. Konstruksi pemecah gelombang yang sudah ada belum maksimal dalam melindungi kolam pelabuhan dari sedimentasi. Jika permasalahan ini terus dibiarkan maka
dapat menyebabkan pendangkalan
kolam pelabuhan yang menghambat aktivitas pergerakan kapal batubara,
sehingga akan berdampak pada
operasional PLTU tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu teknik perencanaan yang bisa dilakukan adalah simulasi numerik.
Simulasi numerik merupakan
pemodelan yang menggunakan
rumus-rumus matematika untuk
mentransformasikan fisik pantai ke
dalam wilayah komputasi yang
selanjutnya dipecahkan secara numerik melalui bantuan piranti lunak [3]. Penelitian ini memodelkan secara numerik sedimentasi yang terjadi selama rentang waktu satu tahun dengan desain konstruksi existing dan desain alternatif tata letak pemecah gelombang di pelabuhan tersebut. Simulasi ini penting mengingat lokasi pelabuhan tersebut menghadap langsung ke Samudra Hindia dengan kondisi angin yang kencang dan ombak yang tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah
mengestimasi volume dan laju
sedimentasi di dalam kolam pelabuhan berdasarkan dua skenario tata letak pemecah gelombang dengan pemodelan numerik. Selanjutnya, dengan diketahui proses sedimentasi yang terjadi maka
diharapkan dapat direncanakan
mekanisme pengendalian yang paling tepat untuk diterapkan, sehingga menjadi acuan dalam pengembangan teknikal dan manajerial di pelabuhan tersebut.
Batasan pada penelitian ini adalah hanya mengestimasi laju dan volume sedimentasi akibat pengaruh arus dan gelombang yang terjadi di kolam
pelabuhan. Simulasi menggunakan
Delft3D-FLOW dan Delft3D-WAVE. Parameter masukan yang digunakan seperti gelombang dan arus untuk
pemodelan didapatkan melalui
perhitungan dari data sekunder yang sudah ada di lapangan.
2.
STUDI AREA
Lokasi studi pada penelitian ini adalah Pelabuhan PLTU Nagan Raya yang terletak di Desa Suak Puntong Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya, 10 km arah selatan Kota Meulaboh. Secara garis besar, lokasi pemodelan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Lokasi Studi (Google Earth, 2014)
3.
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan metode penelitian dengan pemodelan numerik persamaan air dangkal yang dilakukan
Visualisasi Tsunami, TDMRC Universitas Syiah Kuala.
Data masukan yang digunakan berupa data sekunder. Data-data tersebut adalah data angin, data pasang surut, data sedimen, peta topografi, dan peta batimetri.
Peta Topografi
Dalam penelitian ini kontur darat pada
peta topografi tidak digunakan
mengingat proses penjalaran gelombang diasumsikan tidak terjadi run-up yang signifikan ke arah darat. Peta hanya digunakan sebagai acuan garis pantai lokasi studi dalam bentuk digitasi bentangan garis pantai (land boundary) dari sekitar kolam pelabuhan untuk
menentukan posisi grid numerik.
Sumber data yang digunakan diperoleh dari Google Earth dengan gambar terakhir tahun 2014.
Peta Batimetri
Batimetri yang digunakan hanya untuk daerah sekitar kolam pelabuhan, sedangkan untuk kolam pelabuhan mengikuti hasil perencanaan (Detail Engineering Design) DED yang telah dibuat yaitu -8.1 meter dari (Lowest Low Water Level). Peta batimetri ini diperoleh dari PT. Horas Bangun Persada.
Data Angin
Data angin diambil dari Stasiun Klimatologi Bandara Cut Nyak Dhien
Kabupaten Nagan Raya untuk
kemudian diolah sehingga didapatkan gambar mawar angin. Data angin juga digunakan untuk proses hindcasting
gelombang [1]. Dengan perhitungan tersebut didapatkan tinggi gelombang signifikan (Hs) dan periode gelombang siginifkan (Ts). Data tersebut digunakan sebagai nilai batas (boundary condition) pada pemodelan gelombang.
Gambar 2. Mawar angin BMKG Cut Nyak Dhien tahun 2005 - 2014
Tabel 1: Hs, Ts untuk wave boundary
Barat Barat Daya Selatan
Hs 3.15 3.40 2.99
Ts 8.17 8.60 6.95
Data Sedimen
Data ukuran butir sedimen digunakan untuk simulasi angkutan sedimen dasar dan menjadi data masukan pada Delft3D-FLOW. Data ukuran sedimen yang digunakan adalah D50 sebesar 0.145 mm. Data sedimen tersebut dianggap mewalikili untuk daerah sekitar kolam pelabuhan maupun di dalam kolam pelabuhan. Data ini
diperoleh dari pengukuran yang
dilakukan TDMRC Unsyiah. Data Pasang Surut
Pergerakan muka air akibat pasang surut akan menimbulkan arus pasang surut, sehingga data ini digunakan sebagai nilai batas (boundary condition) pada saat pemodelan arus. Data komponen pasang surut yang digunakan yaitu data yang mewakili dari daerah perairan sekitar kolam pelabuhan yang diperoleh dari TDMRC Unsyiah. Komponen utama pasang surut tersebut yaitu dua komponen diurnal (K1 dan O1) dan dua komponen semi-diurnal (M2 dan S2). Ke-empat komponen ini dianggap telah dapat memenuhi satu siklus pasang surut purnama atau perbani di wilayah perairan Pelabuhan
PLTU Nagan Raya [5]. Komponen pasang surut tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2: Komponen pasang surut
Amplitude (m) Phase (deg)
M2 0.21 149.90
S2 0.06 35.73
K1 0.11 152.40
O1 0.08 350.41
Pemodelan dilakukan dengan piranti
lunak Delft3D, yang merupakan
program simulasi atau pemodelan hidrodinamik multi dimensi (2D atau 3D) yang berfungsi untuk perhitungan daerah pesisir, sungai dan muara. Program ini dapat menyimulasikan gelombang, arus, angkutan sedimen, kualitas air, dan analisis ekologi pada daerah pantai dengan menggunakan
grid atau garis bantu melalui suatu pendekatan [2]. Untuk menyelesaikan pemodelan arus dan pasang surut,
sistem Delft3D menggunakan
persamaan Navier-Stokes dalam
perhitungannya.
Pada pemodelan ini, dibuat dua skenario pemodelan berdasarkan desain tata letak pemecah gelombang. Skenario I, kondisi existing pelabuhan dengan kedalaman -8.1 m dari LLWL. Skenario II, penambahan struktur, yaitu pemecah gelombang sepanjang 310 m sebelah kiri dan 208 m di sebelah kanan, dengan kedalaman kolam pelabuhan -8.1 m LLWL
Gambar 3. Batimetri untuk skenario I
Gambar 4. Batimetri untuk skenario II. Pada kedua skenario, masing-masing model menggunakan tiga arah dominan
yang berpengaruh terhadap
hidrodinamika pelabuhan, yakni arah barat, barat daya, dan selatan. Ini berhubungan dengan pembangkitan gelombang yang terjadi akibat energi angin. Sedangkan untuk ukuran grid
atau garis bantu perhitungan numerik, dipakai grid dengan ukuran 15m x 15m dengan timestep 0.05 menit selama 15 hari simulasi.
Delft3D juga mempunyai
Morphological Acceleration Factor
(MORFAC). Pendekatan faktor
percepatan morfologi adalah metode yang digunakan untuk melakukan
simulasi morfodinamik pantai. Konsep simulasi dengan menggunakan metode ini mampu memodelkan secara numerik perubahan morfologi pantai karena gelombang dan arus dalam skala waktu puluhan tahun dengan waktu simulasi komputer yang singkat [4]. Angka
morphology scale factor yang
digunakan pada model ini adalah 11.5, 5.5, dan 7, masing-masing untuk arah barat, barat daya, dan selatan secara berurutan.
Gambar 5. Struktur model morfodinamik pantai dengan MORFAC
[4].
Secara Umum konsep validasi faktor
percepatan morfologi terhadap
penerapan pantai belum dilakukan investigasi secara mendalam. Model morfodinamik pantai terdiri dari suatu komputasi kontrol yang tersusun dari tiga proses yang berurutan yaitu proses hidrodinamik, proses pengangkutan sedimen, dan perhitungan perubahan permukaan dasar.
Setelah simulasi selesai dilaksanakan maka diperoleh bentuk morfologi dasar
kolam pelabuhan baru. Untuk
mengetahui apakah dasar kolam
tersebut mengalami erosi atau
sedimentasi, maka batimetri terbaru dibandingkan dengan data batimetri awal. Perhitungan volume sedimen digunakan untuk mengevaluasi sedimen
yang keluar masuk dari Kolam Pelabuhan PLTU Nagan Raya. Dalam perhitungan ini digunakan metode grid.
Nilai negatif menyatakan erosi,
sedangkan nilai positif menyatakan sedimentasi.
4.
HASIL DAN DISKUSI
Hasil simulasi arus dan pasang surut yang telah dilakukan menunjukkan pasang surut yang terjadi di perairan Pelabuhan PLTU Nagan Raya dua kali sehari, artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tingginya tidak sama.
Gambar 3. Grafik pasang surut. Gambar 3 menunjukkan grafik pasang surut di tiap-tiap titik observasi pada
domain pemodelan yang telah
ditentukan sebelumnya. Kisaran tinggi elevasi puncak air pasang (air tertinggi) dari setiap kali siklus pasang surut adalah 0,38 m dari Lowest Low Water Level terjadi pada tanggal 13 Januari 2015 Pukul 11:40 WIB dan kisaran elevasi lembah air surut (air terendah) dari setiap kali siklus pasang surut adalah 0,31 m dari Lowest Low Water Level terjadi pada tanggal 14 Januari Pukul 19:00 WIB. Kejadian tersebut untuk tinggi pasang dan surut (tidal range) semua titik observasi sama.
Gambar 6. Tinggi gelombang yang terjadi pada skenario I.
Setelah simulasi gelombang dijalankan didapatlah hasil simulasi pemodelan gelombang dintaranya tinggi gelombang pada daerah pemodelan. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 6 yang
menunjukkan tinggi gelombang
terhadap skenario yang dijalankan
sesuai dengan arah bangkitan
gelombang, dapat dilihat secara umum untuk tinggi gelombang yang terjadi pada domain pemodelan skenario I
dengan desain existing pecah
gelombang.
Untuk gelombang yang datang dari arah barat, sebagian besar energi gelombang dapat diredam oleh pemecah gelombang
sebelah kanan dari pelabuhan.
Sedangkan gelombang datang dari barat daya maupun selatan sebagian besar masuk ke dalam kolam pelabuhan. Gelombang yang masuk ini dapat membangkitkan arus, sehingga di
daerah-daerah tertentu dapat
menggerakkan sedimen dasar dari perairan.
Gambar 7. Tinggi gelombang yang terjadi pada skenario II.
Selanjutnya untuk tinggi gelombang pada hasil pemodelan skenario II dengan desain penambahan struktur pemecah gelombang (Gambar 7). Gelombang yang datang dari arah barat, sebagian besar energi gelombang dapat diredam oleh pemecah gelombang sebelah kanan dari pelabuhan, sehingga daerah kolam pelabuhan tidak terlalu terpengaruh oleh pergerakan sedimen oleh gelombang dan arus. Sedangkan gelombang datang dari selatan sebagian
besar masuk ke dalam kolam
pelabuhan. Gelombang yang masuk ini dapat membangkitkan arus, sehingga butiran sedimen yang ada di mulut pelabuhan dapat terdeposisi ke dalam kolam pelabuhan, meskipun dalam jumlah yang relatif lebih kecil.
Hasil pemodelan arus dan gelombang dengan FLOW dan Delft3D-WAVE yang dijalankan secara simultan maka didapat perubahan batimetri dasar kolam pelabuhan pada arah barat, selatan, dan barat daya. Selanjutnya dihitung volume sedimentasi dan erosi
yang terjadi terhadap perubahan
Gambar 8. Batimetri setelah simulasi pada skenario I.
Setelah satu tahun, diperoleh kondisi morfologi dasar seperti pada gambar 8 di atas, dengan volume sedimentasi
pada skenario pertama sebesar
49.621,28 m3 sedangkan pada skenario kedua (gambar 9) volume sedimentasi sebesar 19.339,99 m3.
Gambar 9. Batimetri setelah simulasi pada skenario II.
5.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data dan
pembahasan hasil pemodelan pada masing-masing skenario, penelitian ini mendapatkan beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
Kondisi pasang surut
Hasil simulasi yang telah dilakukan dengan waktu 15 hari simulasi didapatkan kondisi pasang surut pada perairan kolam pelabuhan PLTU Nagan Raya untuk kedua skenario. Pada skenario I dengan konstruksi yang ada didapat dalam sehari terjadi 2 kali pasang 2 kali surut. Hal yang sama juga terjadi pada skenario II dengan konstruksi pemecah gelombang yang diperpanjang dalam sehari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut. Tinggi elevasi puncak air pasang dan surut pada kedua skenario relatif sama. Tinggi elevasi puncak pada saat pasang pada kedua skenario mencapai 0,38 m dan elevasi surut terendah mencapai -0,31 m dari LLWL.
Kondisi arus
Pengaruh perubahan morfologi pantai akibat pengaruh arus dari arah barat, barat daya, dan selatan tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan arus yang yang bekerja dari setiap arah ini tidak mampu menggerakkan butiran sedimen yang ada berada disekitar garis pantai. Kondisi gelombang
Berdasarkan hasil simulasi gelombang
dengan Delft3D-WAVE, pengaruh
gelombang terhadap perubahan
morfologi pantai relatif besar. hal ini ditunjukkan dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin arah barat daya dan selatan pada kedua skenario. Pada skenario I gelombang yang datang dari arah barat daya menuju timur laut menghasilkan sedimentasi yang relatif besar tetapi tidak mencapai ke dalam kolam pelabuhan, dikarenakan energi gelombang yang datang sudah relatif
kecil ketika memasuki kolam
pelabuhan. Hal yang relatif serupa terjadi pada skenario II, tetapi pengaruhnya relatif lebih kecil karena
pemecah gelombang di sebelah kanan pelabuhan yang sedikit meredam energi gelombang tersebut.
Pada gelombang yang datang dari arah selatan ikut memberi pengaruh terhadap perubahan morfologi kolam pelabuhan. hal ini dapat dilihat melalui perubahan
yang terjadi diakibatkan oleh
gelombang yang dibangkitkan oleh angin arah tersebut pada kedua skenario. Pada skenario I hasil simulasi yang telah dilakukan menghasilkan erosi pada sisi kanan pelabuhan dan mengalami sedimentasi pada sisi kiri
pelabuhan. Hal ini disebabkan
gelombang yang bergerak dari arah selatan menuju barat laut diredam oleh pemecah gelombang sebelah kiri pelabuhan, yang menyebabkan sedimen terdeposisi di sebelah kiri pelabuhan, sedangkan sebelah kanan mengalami erosi dikarenakan berkurangnya suplai sedimen ke lokasi ini. Hal yang sama juga terjadi pada skenario II.
Sedangkan perubahan morfologi dasar kolam pelabuhan akibat gelombang dari
arah barat daya relatif tidak
terpengaruh, hal ini disebabkan karena gelombang yang datang dari ara tersebut sudah diredam oleh pemecah gelombang sisi kanan kolam pelabuhan. Kondisi morfologi dasar
Setelah satu tahun, diperoleh volume sedimentasi pada skenario pertama sebesar 49.621,28 m3 dengan laju sedimentasi 4.135 m3/bulan, sedangkan
pada skenario kedua volume
sedimentasi sebesar 19.339,99 m3
dengan laju sedimentasi yang terjadi 1611,66 m3/bulan
ACKNOWLEDGEMENTS
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada USAID dan the National Academy of Sciences yang telah mendukung proses publikasi melalui
PEER Cycle 3, Sponsor Grant Award Number: AID-OAAA-A-11-00012 dan Sub Grant Number PGA-2000004893 dengan judul Grant: Tsunami Waves Impacts on Coastal Morphological Changes Based on Sediment Transport Simulations.
Penulis juga berterimakasih kepada PT Horas Bangun Persada yang telah mengijinkan penggunaan beberapa data sekunder untuk mendukung penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim (1984) Shore Protection Manual, Mississippi: U.S. Army Coastal Engineering Research Center.
2. Anonim (2009) User Manual Deflt3D-Flow: Simulation of Multi-Dimensional Hydrodynamic Flows and Transport Phenomena, Including Sediments, Delft: Deltares.
3. Arizal (2011) Pemodelan Numerik Perubahan Morfologi Dasar Pantai
Singkil dengan Menggunakan
Delft3D, Tugas Akhir, Banda Aceh: Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.
4. Ranasinghe, R., Swinkels, C., Luijendijk, A., Roelvink, D., Bosboom, J., Stive, M., and Walstra, D. J. (2010) Mophodynamic Upscaling with The MORFAC Approach, Shanghai: 32nd Int. Conf. Coastal Engineering.
5. Syamsidik (2013) Kajian Laju Sedimentasi pada Kolam Pelabuhan PLTU 2x110 MW Nagan Raya. Meulaboh: PT. Horas Bangun Persada.
6. Al A’la, M., Syamsidik, Rasyif, TM, Fahmi, M. (2015) Numerical Simulation of Ujong Seudeun Land Separation Caused By the 2004 Indian Ocean Tsunami,
Aceh-Indonesia. Science of
Tsunami Hazards Journal, 34(3), 159-172.
7. Syamsidik dan Arizal (2012)
Applications of Numerical
Simulation on Coastal
Morphology Dynamic Studies,
Proceeding of 3rd International Symposium on Computational
Sciences, International
Symposium on Computational Sciences, Yogyakarta, May 15-16, 2012, UGM, UGM, 285-295, 2252-7761.