• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1996:6). Menurut Cahyono (1995:217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.

Menurut Purwo (1984:1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berubah-ubah, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan (1987:40)disebut deiksis.

Suatu informasi pada dasarnya menyaratkankecukupan dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul ketika informasi itu hanya dipahami dari konteksnya, karena dalam pemahaman konteks diperlukan kemampuan khusus yang tentunya terkait erat dengan deiksis yang digunakan dalam konteks tersebut.Konteks terkait erat dengan deiksis, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi.

▸ Baca selengkapnya: carilah kata yang kelima yang tidak memiliki kesamaan dengan keempat kata itu

(2)

Walaupun sudah cukup banyak pembahasan deiksis baik dalam buku-buku teori tertentu maupun dalam buku-buku grammar, namun masih sedikit deiksis disinggung dan disoroti, deiksis hanya menjadi bagian kecil dalam suatu pembahasan.Deiksis hanya di dilibatkan secara ala kadarnya saja dan tidak cukup mendetail. Padahal deiksis sangat penting sekali dalam suatu pemahaman baik pembelajar Bahasa Inggris di tingkat bawah (beginner) apalagi di tingakat atas (intermediate)agar tidak menimbulkan multiinterpretasi dan kesalahpahaman sekaligus agar sebuah wacana atau konteks itu tercapai maksud dan tujuannya.

Penelitian kecil yang peneliti lakukan kepada beberapa siswa usia 7-8 tahun yang mana anak ini diberikan tuturan seperti contoh di bawah. Dari tuturan tersebut diberikan kosakata yang mereka anggap sulit.Kemudia beberapa siswa tersebut ditanya tentang maksud dari tuturan.Ternyata sebagian besar dari mereka tidak paham terhadap tuturan yang diberikan.Beberapa siswa ini mengahasilkan sedikit data menunjukkan persoalan yang cukup serius dan harus segera dicari jalan keluarnya.Deiksis masih menjadi masalah besar bagi pembelajaran yaitu di kalangan siswa.Deiksis ini merupakan salah satu cara yang bisa dipakai untuk memahami tuturan.

Kenyataannya, meskipun deiksis ini selalu dipakai dalam memahami sebuah konteks, masih banyak ditemukan kesulitan dan kesalahan dalam memahami konteks tersebut, pada kalangan siswa. Contoh tuturan yang diambil dari buku pegangan siswa, Zaida (2013:4):

(1) Where is Timothy? I need to speak to him.

(3)

(2) The car is very dirty. Mum is washing it. ‘Mobil sangat kotor. Ibu sedang menyucinya.’ (3) This is my book. That is hers.

‘Ini buku saya. Itu bukunya(perempuan).’ (4) This book is mine.

‘Buku ini milik saya.’

(5) This pen is mine and that one is his.

‘Bolpoin ini punya saya dan itu bukunya (laki-laki).’

Zaida (2013:4): Pembuktian deiksis

(1) Where is Timothy? I need to speak to him. ‘Dimana Timothy? Saya perlu bicara dengannya.’

Kalimat (1) akan susah dihapami ketika hanya dituliskan dengan I need to speak to him. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa him itu. Hal yang semacam inilah yang membuat kalimat tidak terlepas dengan konteks. Dan konteks sangat berperan penting dalam suatu pemahaman.

(2) The car is very dirty. Mum is washing it. ‘Mobil sangat kotor. Ibu sedang menyucinya.’

Pada kalimat (2) tentunya akan membingungkan dan sulit dipahami ketika hanya dituliskan dengan mum is washing it. Karena akan timbul pertanyaan apa yang dicuci mama, dari situ dapat dirumuskan bahwa koteks berperan penting dalam suatu pemamahan bahasa. Dalam pemahaman bahasa dan tidak bisa terlepas dengan konyeks inilah yang biasa disebut dengan deiksis.

(4)

(3) This is my book. Thatis hers.

‘Ini buku saya. Itu bukunya(perempuan).’

Pada kalimat (3) that is hers akan susah untuk dipahami karena that dan hers tidak jelas mengacu pada siapa. Oleh karena itu perlu kalimat sebelumnya yaitu this is my book. Kedua kalimat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam hal pemahaman konteks.

(4) Those are Andy’s books. Thisis mine. ‘Itu buku-buku Andi. (Buku) ini milik saya.’

Demikian juga pada kalimat (4) this is mine, akan susah untuk dipahami karena memerlukan kalimat sebelumnya yaitu those are Andy’s books barulah kalimat kedua dapat dipahami sepenuhnya. Hal sepertinya iniah yang biasa disebut dengan deiksis, kalimat yang tidak pernah terlepas dari kalimat sebelumnya.

(5) This pen is mine and thatone is his.

‘Bolpoin ini punya saya dan itu bukunya (laki-laki).’

Pada kalimat (5) ketika pembaca hanya berfokus pada kalimat that one is his, pembaca akan mengalami kebingungan dalam memahami kalimat tersebut, oleh karena itu this pen is mine menjadi penentu untuk memahami kalimat setelahnya.

Dari kelima contoh data di atas pada awalnya siswa ini mengalami kesulitan ketika gurunya bertanya kata him pada data (1). Bentuk kesulitannya adalah kebingungan untuk membedakan antara him itu untuk dia laki-laki atau perempuan.Demikian pula dengan kalimat-kalimat selanjutnya, pada data (2) misalnya, siswa tersebut masih mengalami kebingungan untuk mengartikan kata

(5)

itkarena siswa awalnya beranggapan bahwa it mengacu pada dirty ‘kotor’. Kemudian pada data (3), siswa juga mengalami kesulitan untuk memahami kata hers, demikian juga pada data (4) dan (5) yang mana siswa mengalami kebingungan juga pada kata mine dan his.

Penjabaran yang lain ditunjukkan oleh Frege (1967: 24)viaLevinson (2004:5-6) ketika seseorang ingin mengatakan sesuatu yang sama seperti apa yang dia ucapkan kemarin, dia menggunakan ‘yesterday’ untuk mengantikan ‘today’. Meskipun apa yang diungkapkan adalah sesuatu hal yang sama, tetapi secara verbal ungkapan ini harus diungkapkan secara berbeda sehingga perbedaan pengungkapan waktu ini bisa disesuaikan dan dimengerti.

Hal yang sama juga berlaku pada kata-kata seperti ‘here’dan ‘there’,dalam hal ini apa yang tertulis bukanlah seperti apa yang ada dalam pikiran.Oleh karena itu, dibutuhkan penunjukan dengan jari, gerakan tangan dan juga tatapan mata sehingga bisa mendapatkan pengertian yang benar.Moeliono(2003:42) mendefinisikan deiksis sebagai berikut, deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau konstruksi seperti itu bersifat deiksis.

Jadi, kedua linguis Cahyono maupun Moeliono menyebutkan keterkaitan antara deiksis dengan sesuatu yang diacu dan dipengaruhi oleh situasi pembicaraan.

Kategori deiksis secara tradisional membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis persona (person deixis), deiksis ruang (place deixis) dan deiksis waktu

(6)

(time deixis) Levinson, (1983:62). Ketiga kategori ini disebut oleh Huang (2007:136) sebagai tiga kategori dasar deiksis. Selain ketiga kategori deiksis tersebut di atas, Levinson dan Huang menambahkan dua kategori lagi, yaitu deiksis wacana (discourse deixis)dan deiksis sosial (social deixis).

Penelitian ini akan membahas tiga kategori dasar deiksis, yaitu deiksis persona (person deiksis), deiksis ruang (place deixis) dan deiksis waktu (time deixis).Hal ini di lakukan karena masih perlunya pembahasan terperinci mengenai deiksis baik itu deiksis tradisional seperti deiksis persona, lokatif dan waktu ataupun deiksis wacana dan sosial.Sejauh ini pembahasan mengenai deiksis wacana dan deiksi sosial hanya dilakukan oleh Levinson dan Huang.

Contoh Anderson (2003:7-10):

(6) My dear, whatever do you mean? Asked his mother, the Queen, “We have met lots of charming girls.”

‘Anakku sayang, apapun alasanmu?tanya ibunya (sang ratu), “kita telah bertemu dengan banyak wanita yang mempesona.”

(7) Once upon a time, sitting beneath a lily tree, there was a handsome young man. He was Real Prince.

‘Dahulu kala, duduklah dibawah sebuah pohon lili, seorang laki-laki yang rupawan dan masih muda. Dialah sang pangeran sejati.’

Data (6) di atas dapat dianalisis sebagai berikut. Penutur: the Queen

Situasi: Percakapan terjadi pada situasi ketika kerajaan sedang mempunyai hajat besar, yaitu mencarikan calon putri untuk pangeran, yang sudah saatnya naik

(7)

tahta, dan harus segera mempunyai pendamping hidup untuk menemani pangeran memimpin rakyatnya. Hubungan antara penutur dan mitra tutur adalah ibu dan anak kandung, yang merupakan putra satu-satunya sekaligus penerus tahta kerajaan setelah ayahandanya wafat. Dari data (6) di atas dapat ditemukan salah satu deiksis yaitu deiksis persona pada kata we.

Data (7) diatas dapat dianalisis sebagai berikut. Penutur: narator

Situasi: Di sebuah tanah yang lapang, yang dipenuhi dengan bunga, pohon dan sunyi, bersandarlah seorang laki-laki muda yang begitu menawan di bawah pohon lili. Laki-laki muda dan menawan tersebut adalah sang pangeran yang sedang gundah, berfikir keras kiranya siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak, untuk memimpin rakyatnya. Tentunya sang pangeran mengharapkan sosok yang selama ini begitu di idamkannya, putri cantik, penuh kasih.

Pada percakapan di atas terdapat kata yang mengandung keterangan waktu ‘once upon atime’. Kata ini digunakan untuk menjelaskan bentuk rentang waktu yangdimaksudkan oleh narator. Narator menggunakan kata keterangan waktu dahulu kala untuk menceritakan kejadian yang telah terjadi di masa lalu ketika cerita ‘The Princess and the Pea’berlangsung dan sudah berlalu.Oleh karena itu, kata keterangan waktu ini dapatdikategorikan ke dalam jenis deiksis waktu yang juga terkait dengan referen ruang yaitu beneath a lily tree. Pada data (7) tersebut bersifat anaphora karena he pada kalimat tersebut terdapat proses berkelanjutan yang digunakan untuk mengidentifikasi sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya

(8)

a handsome young man.Bentuk deiksis waktu yang tampak dari data (7) dapat diperkuat dengan kalimatberikutnya yang menggunakan tobebentuk lampau yaitu ‘was’untukmempertegas sesuatu yang sudah terjadi di masa lampau.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam “Deiksis dalam Bahasa Inggris” ini antara lain:

a. Bagaimana bentuk dan fungsi deiksis persona dalam bahasa Inggris? b. Bagaimana bentuk dan fungsi deiksis lokatif dalam bahasa Inggris? c. Bagaimana bentuk dan fungsi deiksis temporal bahasa Inggris?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan ‘Deiksis dalam Bahasa Inggris’ adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan bentukdan fungsi deiksis persona dalam bahasa Inggris.

b. Mendeskripsikan bentuk dan fungsi deiksis lokatif dalam bahasa Inggris.

c. Mendeskripsikan bentuk dan fungsi deiksis temporal dalam bahasa Inggris

(9)

1.3.2 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat berguna bagi berbagai pihak terutama dalam pengajaran bahasa Inggris dan memberikan beberapa manfaat lain, baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat-manfaat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan untuk pengajaran bahasa Inggris dan ilmu bahasa (linguistik), yaitu berupa deiksis dalam bahasa Inggris. Temuan penelitian ini akan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk penelitian lain yang relevan.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Pembelajar bahasa Inggris akan dapat menggunakan temuan penelitian ini untuk bisa mempermudah proses pengajaran dan pembelajaran. Sehingga diharapkan pengajar dan pembelajar bahasa Inggris akan mampu berkomunikasi dengan efektif dan efisien.Temuan penelitian ini akan dapat digunakan sebagai masukan dalam bidang pengajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris, yang akan dapat dimanfaatkan oleh pengajar untuk memperkaya bahan pengajaran dan mempermudah pengajaran. Penelitian ini juga diharapkan akan dapat mendorong minat untuk melakukan penelitian pragmatik dengan menggunakan objek penelitian lainnya yang berbeda. Akhirnya, penelitian ini diharapkan akan dapat memperkaya penelitian yang sudah ada terkait dengan pragmatik.

(10)

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan pedoman bagi peneliti untuk menyusun tesisnya, antara lain:

Green (1992) dalam penelitiannya study of deixis in relation to lyric poetry meneliti tentang sebuah pengujian dalam peranannya dibidang satra khususnya pada puisi.Novitayanti (2013) meneliti deiksis pada pidato presiden Barack Obama di Universitas Indonesia Jakarta.Novitayanti menggunakan pendekatan kualitatif yang deiksisnya dianalisis dengan teori Levinson.Kemudian Agustina (2013) juga meneliti deiksis.Agustina memfokuskan pada ekspresi yang deikstis pada novel Twilight-Breaking Down jilid 1 yang ditulis oleh Stephenie Meyer. Agustina juga menggunakan pendekatan kualitatif dalam menganalisis ekspresi deiksis yaitu mengikuti teori Levinson.ƲQFOXUDLWH(2012) dalam penelitiannya the use of deictic elements in ælfric’s catholic homilies.Incluraite meneliti tentang fenomena deiktis yang menurut beliau masih menjadi dominan topic dalam pragmatik. Menurut beliau deiktik merupakan ekspresi yang refennya akan sesalu berubah-ubah sesuai dengan konteknya.

Rahyono (2002) yang meneliti tentang ekspresi deiktis dalam bahasa Jawa. Dalam penelitiannya, Rahyono menyebutkan bahwa tingkat tutur dalam bahasa Jawa, yang memiliki sistem yang teratur dan terperinci dalam pembagian ragam tuturnya, dapat mencakup semua partisipan tutur yang ada, sesuai dengan kondisi sosialnya masing-masing. Setiap orang yang bertindak sebagai partisipan tutur dapat memilih bentuk pronomina yang sesuai dengan hubungan perannya terhadap orang lain yang diacunya dalam tindak tutur. Dalam bahasa Jawa

(11)

terdapat ragam bahasa ngoko dan non ngoko atau krama yang terkait erat dengan deiksis sosial. Sistem pembagian ruang dalam bahasa Jawa secara deiktis dibedakan menjadi tiga, yaitu dekat, tidak dekat, dan jauh. Pembagian deiktis tersebut dinyatakan oleh bentuk pronomina demonstratif. Untuk mengetahui kedekatan obyek yang diacu sangat tergantung pada konteks tindak tutur yang bersangkutan. Pembicara dapat menggunakan kata “iki”atau“kene”, misalnya, untuk merujuk pada obyek yang ada pada dirinya, maupun lokasi yang melingkupinya di saat kawan bicara termasuk di dalamnya.

Deiksis dalam bahasa Indonesia diteliti secara rinci dalam disertasi Purwo (1984) yang membedakan antara deiksis luar-tuturan atau eksofora dan deiksis dalam-tuturan atau endofora. Permasalahan yang diangkat dalam eksofora adalah bidang semantik leksikal, meskipun bidang sintaksis tidak dapat dilepaskan sama sekali dari pembahasan bidang semantik leksikal ini. Sedangkan endofora lebih menyoroti masalah sintaksis. Deiksis luar tuturan dibedakan menjadi deiksis persona, deiksis ruang dan deiksis waktu.

Topik mengenai deiksis juga diangkat oleh Prasetiani (2004) dengan judul ‘Deiksis dalam Bahasa Arab’. Penelitian ini mendeskripsikan deiksis dalam bahasa Arab dan kata-kata dalam bahasa Arab yang dapat diidentifikasikan bersifat deiksis, serta untuk mengetahui kapan kata-kata tersebut bersifat deiktis atau nondeiktis. Ancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ancangan kualitatif. Penelitian ini terbatas pada analisis kosakata bahasa Arab ragam standar yang terdapat pada Al-Qur'an dan surat kabar. Data diperoleh dari beberapa sumber data seperti Al-Qur'an, beberapa buku pelajaran bahasa Arab,

(12)

dan surat kabar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa deiksis dalam bahasa Arab mencakup lima jenis deiksis yaitu deiksis persona, ruang, waktu, sosial, dan wacana. Pada deiksis persona, semua bentuk pronomina persona dalam bahasa Arab dapat dikategorikan sebagai deiksis, sedangkan pada deiksis ruang dan waktu, tidak semua kosakata yang mempunyai makna ruang dan waktu dapat dikategorikan sebagai deiksis. Dalam kosakata bermakna ruang, yang termasuk deiksis adalah pronomina demonstratif dan beberapa verba yang menyatakan perpindahan lokasi.

Kemudian deiksis juga diangkat oleh Rahman (2012) dalam ‘Deiksis dalam Bahasa Jerman’ yang membahas deiksis persona, lokatif (ruang) dan temporal (waktu). Bentuk pronomina persona bahasa Jerman bisa bersifat deiktis dan juga ada yang bersifat non-deiktis. Pada deiksis ruang dan deiksis waktu, tidak semua leksem yang mempunyai makna ruang dan waktu dapat dikategorikan sebagai deiksis.

Isgoentiar (2012) dalam “ Deiksis pada Novel Charlotte’s Web” Karya E. B. White: Kajian Pragmatis. Terdapat 3 jenis deiksis yang muncul pada percakapan-percakapan dalam novelCharlotte’s Web karya E. B. White yaitu: deiksis persona, deiksis tempat, dandeiksis waktu. Dari ketiga jenis deiksis ini, deiksis persona merupakan jenisdeiksis yang paling banyakditemukan pada percakapan-percakapan dalamnovel Charlotte’s Web karya E. B. White ini.

Penelitian-penelitian sebelumnya tersebut menjadi pijakan yang sangat membantu dalam penelitian ini.Pembeda antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu dan sebelumnya adalah dalam penelitian-penelitian ini dibahas juga

(13)

mengenai titik labuh deiksis dan juga pembalikan deiksis dalam bahasa Inggris. Selain itu, sumber data dalam penelitian ini tidak hanya surat kabar atau novel seperti penelitian sebelumnya, tetapi juga terkait dengan skrip film, buku-buku bacaan terkait linguistik, dan buku-buku dalam dunia pengajaran (belajar mengajar) lainnya yang sumber data sekaligus bertujuan agar pengajaran yang terkait dengan deiksis ini menjadi hal yang tidak rumit dan mudah untuk diajarkan ataupun dipelajari.

1.5 Landasan Teori 1.5.1 Pengertian Pragmatik

Pragmatik menurut International Pragmatics Association (IPRA) ialah penyelidikan bahasa yang menyangkut seluk beluk penggunaan bahasa dan fungsinya Soemarmo dalam setiawan (2013:1). Yule (1996:3) menyebutkan 4 definsi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara, (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya, (3) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara, dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.

Menurut Levinson (1983:9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Pengertian bahasa mengnunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.

(14)

Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat- kalimat-kalimat itu(Nababan, 1987:2).

Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan Levinson antara lainmengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.

Leech (1983:6) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam bidang linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua hal: a. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa. b. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.

Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Faktor-faktor

(15)

tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam peristiwa apa sehingga dapat disimpulkan bahwa pragmatik pada hakekatnya mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara tepat.

1.5.2 Pengertian Deiksis

Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen yang tetap (tetapi berubah-ubah). Selain konteks, deiksis, implikatur tuturan dan presuposisi akan membantu dalam penafsiran makna tuturan. Deiksis adalah satu di antara fenomena lingual yang universal. Setiap bahasa memiliki ekspresi deiksisnya masing-masing yang dapat difungsikan untuk mengacu pada sesuatu dalam berkomunikasi. Sebatas itu mudah dipahami bahwa tanpa pelibatan penggunaan ekspresi deiksis di dalamnya komunikasi tersebut tidak akan seefektif dan seefisien komunikasi yang melibatkan penggunaan ekspresi deiksis di dalamnya Huang, (2007:132). Kata deiksis (deixis) berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Menurut Wijana (1996:6), deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen yang berubah-ubah atau berpindah-pindah. Sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan tergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu

(16)

Purwo, (1984:1-2). Bahan kajian deiksis mengacu pada bahan kajian yang berupa kata-kata yang rujukannya atau referennya berpindah-pindah. Ujaran dalam suatu bahasa tersebut dibuat oleh orang tertentu (pembicara) dan biasanya ditujukan kepada orang lain yang tertentu pula (pendengar) Lyons, (1995:269-270).

Hubungan antara bahasa dengan konteks yang melalui acuan di berbagai konteks tesebut maka dapat diperoleh makna ungkapan-ungkapan deiksis Cummings (2007:31-42).Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik itu pada orang, waktu maupun tempat. Kata-kata yang lazim disebut dengan deiksis tersebut berfungsi untuk menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan tergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh seorang penutur. Deiksis bersandar pada konteks untuk bisa diinterpretasi secara penuh. Konteks yang relevan pada deiksis adalah ruang dan waktu, dan lokasi penutur dalam konteks ruang dan waktu adalah pusat di mana sistem deiksis berjalan. Suatu misal kata heredi sini dan there di sana berhubungan dengan dekatnya atau jauhnya sesuatu dari penutur, dan kata nowsekarang dan thenkemudian diinterpretasikan kepada waktu pertuturan. Pronomina persona juga merupakan salah satu kategori deiksis, karena makna pronomina persona bergeser secara terus menerus ketika percakapan berganti sehingga kita harus tahu siapa yang bertutur untuk mengetahui acuan tuturan tersebut Evans & Green, (2006:498-499).

Levinson (1983:55) memberikan contoh untuk mengambarkan pentingnya informasi deiksis. Suatu misal Anda menemukan sebuah botol di pantai berisi

(17)

surat dengan pesan sebagai berikut (8) Meet me here a week from now with a stick about this bigyangdapat diterjemahkan dengan (temui saya di sini seminggu setelah hari ini dengan membawa tongkat sebesar ini). Kalimat (8) ini tidak memiliki latar belakang kontekstual sehingga tidak informatif. Dalam kalimat (8) kita tidak tahu siapa yang harus kita temui, di mana atau kapan kita harus menemuinya, atau seberapa besar tongkat yang harus kita bawa.

1.5.3 Deiksis Orang (Persona)

Deiksis orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta dalam peristiwa berbahasa Agustina (1995:43). Djajasudarma (2010:51) mengistilahkan dengan deiksis pronomina orangan (persona), sedangkan Purwo (1984:21) menyebutkan dengan deiksis persona. Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut Nababan (1987:41). Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti ‘orang pertama’ misal: I, ‘orang kedua’ misal: me, dan ‘orang ketiga’ misal: mine.

Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti ‘saya’ I, ‘aku’ I, ‘kami’ we, dan ‘kita’ we. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang atau lebih pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti ‘kamu’ you, ‘engkau’ you, ‘anda’ you, dan ‘kalian’ you. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti ‘dia’ he/she, ‘ia’ he/she, ‘beliau’ he/she, ‘-nya’ his/her, dan ‘mereka’they. Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.

(18)

1. Mengapa hanya ‘saya’ yang diberi tugas berat seperti ini? 2. ‘Saya’ melihat ‘mereka’ di pasar kemarin.

Kata-kata yang di dalam tanda petik seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.

1.5.4 Dieksis Tempat (Lokatif)

Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu Agustina (1995:45). Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara ‘di sini’ here, ‘di atas’ above, ‘disebelah sana/disana’over there/right there, ‘di kiri’left. Hal ini dikarenakan ‘di sini’ lokasinya dekat dengan si pembicara, ‘di situ’ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan ‘di sana’ lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar. Purwo (1984:37) mengistilahkan dengan deiksis ruang dan lebih banyak menggunakan kata penunjuk seperti ‘dekat’ near, ‘jauh’ far, ‘tinggi’tall, ‘pendek’short, ‘kanan’ right, ‘kiri’ left, dan ‘di depan’in frontdengansyarat-syarat tertentu, misal:

(a) Klaten dekat dengan Yogyakarta. Ætidak bersifat deiktis (b) Rumah Rosi dekat dengan rumah saya.Æbersifat deiktis

Sedangkan Djajasudarma (2010:65) mengistilahkannya dengan dieksis penunjuk.

Contoh penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.

(19)

1. Tempat itu terlalu‘jauh’ baginya, meskipun bagimu tidak. 2. Duduklah bersamaku ‘di sini’.

Kata-kata yang didalam tanda petik seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis ruang/tempat.

1.5.5 Deiksis Waktu (Temporal)

Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu ungkapan Agustina (1995:46). Contoh deiksis waktu adalah ‘kemarin’ yesterday, ‘sekarang’ now / today,‘waktu itu’ then, ‘besok’ tomorrow, ‘lusa’ the day after tomorrow, ‘bulan ini’ this month, ‘minggu ini’ this week, ‘pada suatu hari’ one day,’perbedaan tense’ distinctions in tense, dan ‘pada suatu hari’ one day.

Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.

1. Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok. (tulisan di sebuah restoran)

2. Gaji bulan initidak seberapa yang diterimanya. 3. Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.

Kata yang tercetak miring seperti besok, bulan ini, sekarang ini merupakan leksem penunjuk deiksis waktu.

(20)

1.6 Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Oleh karena itu, yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan deiksis persona, deiksis ruang (lokatif/spatial), deiksis waktu (temporal) dalam bahasa Inggris

Penelitian yang sistematis dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap pengumpulan data, analisis data, penyajian data (Sudaryanto 1988).

1.6.1 Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Menurut Subroto (2007:47-48), teknik pustaka adalah mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber-sumber tertulis yang digunakan dipilih yang mencerminkan pemakaian bahasa. Sumber-sumber tertulis itu dapat berwujud surat kabarthe Jakarta post periode tanggal 1 Oktober 2013 sampai dengan 31 Januari 2014. Pemilihan penggunaan data tulis dikarenakan data bahasa tulis yang telah diterbitkan merupakan cerminan masyarakat penuturnya yang relatif lebih ajeg, kebakuannya terpelihara, bersifat formal dan monumental. Selain itu, menurut Sudaryanto dalam Nur (2008:17) sumber data tulis bersifat alamiah yang tidak dibuat atau dihadirkan hanya untuk pemenuhan data itu sendiri. Data yang akan diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dari teks tertulis berbahasa Inggris dari surat kabar berbahasa InggrisThe Jakarta Post, yaitu periode 1 Oktober 2013 sampai 31 Januari 2014.

Menurut Sudaryanto (1988:58) mengumpulkan data bukan hanya sekedar mengumpulkan data, tetapi juga menyiapkan data secara sistematis sesuai dengan

(21)

kepentingannya, yaitu dengan cara mengambil satuan-satuan lingual sesuai dengan tema atau objek penelitian. Oleh karena itu, data yang relevan diambil beserta konteks kalimat yang mengikutinya. Konteks kalimat dibatasi pada konteks yang menjelaskan data. Masing-masing data yang diambil beserta konteks kalimat disertakan kode sumbernya pada setiap akhir baris. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik catat. Teknik catat Kesuma (2007:45) adalah teknik menjaring data dengan cara mencatat hasil penyimakan data pada tabel data. Teknik ini digunakan karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa teks dalam bahasa Inggris.

1.6.2 Analisis Data

Analisis deskriptif kualitatif, yaitu menyajikan gambaran tentang objek penelitian, yaitu deiksis dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Langkah-langkah analisisnya adalah menyimak sumber data, mengumpulkan data yang mengandung deiksis beserta konteksnya dengan cara menuliskan pada tabel data, mengklasifikasikan data berdasarkan jenis deiksis, kemudian menganalisis datanya, sehingga akan ditemukan deiksis persona, lokatif dan temporal dalam bahasa Inggris (Kridalaksana, 2008:208).

1.6.3 Penyajian Hasil Analisis Data Formal dan Informal

Menyajikan data dalam bentuk tabel untuk analisis data formal dan dalam bentuk deskripsi/mendeskripsikan untuk analisis data informalnya.

1.6.4 Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan disajikan ke dalam beberapa bagian. Bab I dengan judul Pendahuluan. Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar

(22)

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab II berjudul “Deiksis Persona dalam bahasa Inggris. Bab III akan diberi judul “Deiksis Lokatif dalam Bahasa Inggris”. Bab IVdiberi judul “Deiksis Temporal dalam Bahasa Inggris. Bab V diberi judul “Penutup” yang berisi kesimpulan dan saran. Penyajian akan diberikan dalam bentuk deskripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Rabu tanggal 30 Maret zoLL, saya yang dengan Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor t&8,lKEPlH}zlKpl2ot1 tanggal 2g Maret zoLL, dosen

bahwa Negara Indonesia telah mengesahkan Konvensi tentang Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang harus ditindak lanjuti oleh Pemerintah dalam upaya

Setelah melalui prosedur percobaan yang telah dilakukan pada sistem kerja alat maka dapat dipastikan bahwa tmpilan aplikasi sistem penilaian samapta B Shuttle Run yang telah

Gambar 21 adalah perbandingan aktivitas siswa ketika menjawab soal menemukan informasi yang penting pada setiap paragraf dan merumuskan permasalahan. Pada siklus I, beberapa

Diperlukan rancangan jaringan syaraf dengan sejumlah spesifikasi untuk identifikasi, yang terdiri dari sejumlah neuron dan input sehingga dapat digunakan untuk

Kelompok PI, mendt betinadisuntik PMSG 5 IUI SC, dua hari kemudian disuntik anti- PMSG 0,1 ml (pengeneeran 1:20) dan disuntik hCG 5 IVISC selanjutnya dikawinkan dengan meneit

Distribusi muatan 4 memiliki nilai periode oleng lebih kecil diban- dingkan dengan lainnya, ini berarti waktu yang dibutuhkan kembali ke posisi semula lebih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Arcandra dicitrakan sebagai korban dari pemerintah terkait kasus kewarganegaraan gandanya, (2) Arcandra dicitrakan sebagai