138
Pertumbuhan Populasi Abalon (
Haliotis asinina
) yang Dipelihara Menggunakan
Drum Plastik Dengan Kepadatan Berbeda pada Kawasan
Integrated Multi Trophic
Aquaculture
(IMTA)
[Growth Rate of Different Population Density Abalone (Haliotis asinina) use of plastic drums
Rearing under Integrated Multi Trophic Aquaculture System]
Dedi
1), Irwan J.Effendy,
2)dan Abdul M. Balubi.
3)Program Studi BudidayaPerairanKons.AbalonFPIK UniversitasHalu Oleo KampusHijauBumiTridharmaKendari 93232 1 surel: dedifadil25@yahoo.co.id 2 surel: ijeeffendy69@yahoo.com 3 surel: ilmibahrain@gmail.com Abstrak
Tiga kelompok populasi abalon yang dipelihara menggunakan drum plastik pada kawasan IMTA dengan kepadatan berbeda telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan pertumbuhan, panjang berat populasi abalon yang dipelihara menggunakan drum plastik, sebagai organisme utama pada kawasan IMTA. Penelitian dilaksanakan di Hatchery PT. Sumber Laut Nusantara Desa Tapulaga Kecamatan Soropia selama 2 bulan. Kepadatan yang digunakan masing-masing populasi A (150 individu), populasi B (250 individu) dan C (350 individu), sehingga total hewan uji yang digunakan selama penelitian adalah 750 individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga kelompok populasi hewan uji selama penelitian mengalami pertambahan dimana panjang cangkang tertinggi pada populasi A 0.48 mm, kemudian diikuti populasi B 0.20 mm, dan populasi C 0.04 mm. Selanjutnya hasil pengukuran parameter kualitas air selama penelitian memiliki kisaran masing-masing suhu berkisar antara 29 – 30 oC, salinitas 34 - 36 ppt, pH 7-8.
Kata Kunci: Abalon, Kepadatan, Pertumbuhan, Drum Plastik, IMTA. Abstract
The study of three population of abalone cultured using a plastic drum on IMTA region with different densities was done. The aim of this study was to observe the changes in growth and weigh abalone population that cultured using plastic drum, as the main organism in the area of IMTA. The research was conducted at PT. Sumber Laut Nusantara, Tapulaga Village, Soropia District for two months. In total, the number of animals used for the research was 750 individuals, where the density that used in population A was 150 individuals, population B was 250 individuals, and population C was 350 individuals. The results showed that the three populations of tested animals during the research grew their shell length where the highest shell length at population A, 0.48 mm; followed by the population B, 0.20 mm; and population C, 0.04. Next the result of measuring water quality variables during the research had the temperature between 29-31oC, salinity 34-36 ppt, and pH 7-8.
Keywords: Abalone. Density, Growth, Plastic Drum, IMTA
1.
Pendahuluan
Abalon merupakan kelompok moluska
laut, di Indonesia yang dikenal kerang mata
tujuh atau siput lapar kenyang dimana
beberapa jenis merupakan komoditi ekono-
mis. Litay (2005) melaporkan bahwa permin-
taan dunia akan abalon meningkat sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan akan variasi
sumber protein serta perkembangan industri
perhiasan aquarium terutama negara-negara
maju seperti Jepang dan Australia.Semakin
meningkatnya permintaan masyarakat men-
yebabkan terjadinya
over fishing atau
penangkapan berlebihan di alam. Akibatnya
ketersediaan stok abalon di alam menjadi
berkurang dan jika tidak ada penanggulangan
akan hal itu maka penurunan populasi abalon
akan terus terjadi hingga menghampiri
kepunahan. Salah satu langkah yang dapat
digunakan untuk menjaga kelestarian abalon
adalah dengan cara budidaya.
Sejauh ini metode budidaya abalon
telah banyak dikembangkan adalah budidaya
karamba jaring apung, karamba jaring tancap,
dan juga
hetchery. Dalam kegiatan ketiga
metode budidaya tersebut, sisa pakan dan
limbah atau buangan dari hasil metabolisme
139
hewan budidaya selalu menjadi salah satu
faktor
permasalahan
karena
seringkali
menjadi sumber pencemaran lingkungan
budidaya. Sajauh ini belum banyak informasi
mengenai budidaya abalon dengan menggu-
nakan
sistem
IMTA
(Integrated-Multi
Trophic-Aquaculture) dimana system ini di-
lakukan dengan tujuan utama menjaga
keseimbangan ekosistem dengan konsep zero
waste (tanpa limbah) karena dalam ling-
kungan IMTA terjadi hubungan timbale balik
dengan saling memanfaatkan kembali hasil
buangan antara hewan budidaya sehingga
limbah mampu direduksi dan didaur kembali.
Solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut dengan cara menerapkan system
budidaya yang ramah lingkungan yaitu
system pemeliharaan IMTA (Integrated multi
trophic
aquaculture)
yang
diharapkan
mampu
berperan
untuk
meningkatkan
produktitas organism budidaya dan berperan
pula dalam efisiensi limbah.
Metode budidaya yang tepat merupakan
salah satu penentu tingkat keberhasilan
produksi suatu budidaya. Pemeliharaan
abalon menggunakan drum plastik sebagai
metode budidaya yang baru diharapkan
mampu memberikan sesuatu yang baik
ditinjau dari segi pertumbuhan dan sintasan
abalon.Kepadatan abalon dalam drum perlu
dipertimbangkan untuk menghindari per-
saingan yang berlebihan. Persaingan dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan
abalon.Penelitian tentang panjang dan berat
abalon dalam drum plastik di area budidaya
dibutuhkan keseimbangan ekologis dalam
pemenuhan pakan dan kualitas air. Mengenai
pertumbuhan abalon pada beberapa metode
budidaya dengan jenis wadah tertentu yang
digunakan untuk mendapatkan pertumbuhan
maksimal telah banyak dilakukan, namun
belum banyak ditemukan informasi mengenai
pertumbuhan abalon tropis jenis
H. asinina
yang dipelihara menggunakan drum plastik
pada kawasan IMTA (Integrated Multi
Trophic Aquaculture), sehingga penelitian
tentang studi pertumbuhan populasi abalon
(H. asinina) yang dipelihara menggunakan
drum plastik pada kawasan IMTA telah
dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat perubahan pertumbuhan, panjamg
berat populasi abalon yang dipelihara
menggunakan
drum
plastik,
sebagai
organisme utama pada kawasan IMTA.
2.
Metode Penelitian
2.1
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilakukan selama 2
bulan
dari
Januari–Maret
2016
yang
bertempat di Hatchery PT. Sumber Laut
Nusantara kerjasama LP2T-SPK di Desa
Tapulaga, Kecamatan Soropia Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara.
2.2
Alat dan bahan
Alat-alat
yang
digunakan
pada
penelitian ini adalah Karamba Jaring Tancap
(KJT), drum plastik, waring, spatula, timba-
ngan analitik, kaliper, hand refractometer,
thermometer, pH indikator, dan kamera.
Hewan uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah abalone (Haliotis
asinina), organisme lain yang digunakan
yaitu spons dan teripang (Holothuria scabra).
Pakan uji yang digunakan yaitu G. verrucosa,
yang
diambil
dari
desa
Torokeku,
Kec.Tinanggea, Kab. Konsel, Sulawesi
Tenggara.
2.3
Prosedur penelitian
Diawali dengan perehaban Karamba
Jaring Tancap untuk wadah area sistem
IMTA, pengadaan rumput laut sebagai
biofilter, pakan jenis
G. verrucosa, spong,
sebagai penjaga keseimbangan ekosistem
pada kawasan IMTA sehingga kondisi
lingkungan dan kualitas air tetap stabil.
Pembuatan wadah pemeliharaan organisme
140
yaitu drum plastik dengan ukuran tinggi 90
cm dan diameter 60 cm, diawali dengan
membuat jendelah 40 x 30 cm, melubangi
sisi-sisi drum menggunakan bor listrik,
kemudian membungkus bagian sisi bawah
menggunakan waring hijau agar pakan yang
diberi tetap tertinggal dalam drum. Wadah
diberi pemberat untuk ditenggelamkan di
dasar laut kemudian diikat tali untuk
memudahkan dalam pengambilan wadah saat
sampling dan pemberian pakan.Dilakukan
sampling hewan uji (abalon hasil produksi
hatchery dan dari alam sebanyak 750 ekor)
kemudian dimasukkan kedalam wadah drum
plastik masing-masing wadah A 150 ekor,
wadah B 250 ekor, serta wadah C 350 ekor,
dengan ukuran 3,0–5,9 cm panjang cang-
kang. Memasukan teripang, spong serta
rumput
laut
kedalam
karamba
jaring
tancap,memasukan drum plastik ke dalam
Karamba Jaring Tancap yang di dalam drum
telah dimasukan pakan berupa
G. verrucosa.
Kemudian memasukan abalon hasil sampling
ke dalam drum plastik dengan kepadatan
berbeda.
Pemeliharaan hewan uji dilakukan
selama
60
hari.
Pengambilan
data
pertumbuhan panjang cangkang dan bobot
tubuh, setiap 30 hari sekali. Pemberian pakan
setiap 2 hari dengan dosis pakan yang
ditentukan yaitu 20% dari bobot tubuh
abalon. Pengukuran Para meter Kualitas air
dilakukan untuk mengetahuai kelayakan
setiap parameter
2.4
Variabel yang diamati
2.4.1
Pertumbuhan mutlak
Pertumbuhan mutlak diukur dengan
dua cara yaitu perhitungan pertumbuhan
berdasarkan perubahan cangkang dan perhi-
tungan pertumbuhan berdasarkan perubahan
berat tubuh dengan menggunakan rumus
(f,2000) sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan mutlak panjang cangkang
dihitung menggunakan rumus yaitu :
Li = Lt – Lo
Keterangan: Li=Pertumbuhan mutlak panjang
rata-rata
interval
(mm),
Lt=
Panjang
cangkang abalon pada akhir penelitian (cm),
Lo= Panjang cangkang abalon pada awal
penelitian
(cm),
pertumbuhan
mutlak
berdasarkan perubahan bobot tubuh yaitu:
Wi = Wt – Wo
Keterangan : Wi =Pertumbuhan mutlak berat
tubuh rata-rata interval (g), Wt =Berat tubuh
rata-rata pada waktu-t (g), Wo =Berat tubuh
rata-rata pada awal penelitian (g)
2.4.2
Konsumsi pakan harian
Kosumsi
pakan
harian/wadah
penelitian dihitung dengan menggunakan
rumus yang direkomondasikan oleh Pereira
dkk., (2007) sebagai berikut:
FC=F1-F2 (g)
Keterangan: FC = Kosumsi Pakan (g), F1 =
Berat pakan awal (g), pakan akhir (g. )
Perhitungan kosumsi pakan tiap
abalon dilakukan dengan menggunakan
rumus berikut:
(g/abalone/hari)
Keterangan: FC = Konsumsi pakan, N=
Jumlah abalon, Day= Hari.
2.4.3
Sintasan
Sintasan atau persentase kelang-
sungan hidup abalon
H.
Asinina
dihitung
dengan
menggunakan
rumu
syang
direkomendasikan oleh (Effendie, 1997):
SR =
x 100%
Keterangan : SR= Sintasan (%), Nt = Jumlah
individu pada akhir penelitian (ekor), N =
Jumlah individu pada awal penelitian (ekor).
2.5
Analisis data
Data
yang
diperoleh
kemudian
dilakukanan
alisis
regresi
dengan
menggunakan program komputer software “
SPSS 16,0 “ untuk mengetahui pengaruh
perubahan panjang dan berat populasi
abalone dengan kepadatan berbeda yang
dipelihara menggunakan drum plastic pada
kawasan IMTA. Untuk mengetahui
daan perubahan panjang dan berat antara satu
populasi dengan populasi yang lain dilakukan
uji T.
3.
Hasil
Berdasarkan hasil pengukuran panjang
dan berat dari ketiga kelompok populasi
hewan uji dengan waktu sampling dilakukan
setiap 30 hari sekali, diperoleh persamaan
regresi
dari
masing-masing
kelompok
populasi
sehingga
diketahui
hubungan
panjang berat yang menggambarkan kondisi
perubahan
pertumbuhan
dari
ketiga
Gambar 1.Histogram laju pertumbuhan
Gambar 2.Pertumbuhan
Per tum buhan M utla k berda sark a n panj a n g ca ngk a ng (m m ) Per tum buhan M utla k B erda sark an B obo t Tu buh (g )Data
yang
diperoleh
kemudian
dilakukanan
alisis
regresi
dengan
menggunakan program komputer software “
SPSS 16,0 “ untuk mengetahui pengaruh
perubahan panjang dan berat populasi
an berbeda yang
dipelihara menggunakan drum plastic pada
kawasan IMTA. Untuk mengetahui perbe-
daan perubahan panjang dan berat antara satu
populasi dengan populasi yang lain dilakukan
Berdasarkan hasil pengukuran panjang
dan berat dari ketiga kelompok populasi
hewan uji dengan waktu sampling dilakukan
setiap 30 hari sekali, diperoleh persamaan
masing
kelompok
populasi
sehingga
diketahui
hubungan
nggambarkan kondisi
perubahan
pertumbuhan
dari
ketiga
kelompok hewan uji selama penelitian.
dimana masing-masing nilai korelasi r
populasi A nilai r = 0.8437, populasi B
= 0.83946, dan populasi C nilai
Kemudian berdasarkan sampling
dan berat diperoleh data pertumbuhan mutlak
berdasarkan panjang cangkang dan bobot
tubuh, konsumsi pakan, dan sintasan
1.
Pertumbuhan mutlak
Pertumbuhan mutlak b
jang cangkang (mm) (Gambar 1)
pertumbuhan mutlak berdasarkan
tubuh (g) (Gambar 2).
2.
Konsumsi Pakan
Nilai rata-rata konsumsi pakan makroalga
dapat dilihat pada gambar 3.
3.
Sintasan
Nilai rata-rata sintasan abalone dapat
dilihat pada gambar 4.
pertumbuhan mutlak panjang cangkang juvenile abalone
Gambar 2.Pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh abalon (H. asinina
0.48 0.2 0.08 0 0.2 0.4 0.6 A B C ca ngk a ng (m m ) Populasi1.40
0.40
0.01
0.00
0.50
1.00
1.50
A
B
C
Tu buh (g )Populasi
141kelompok hewan uji selama penelitian.
masing nilai korelasi r
, populasi B nilai r
nilai r = 0.84453.
n sampling panjang
dan berat diperoleh data pertumbuhan mutlak
berdasarkan panjang cangkang dan bobot
tubuh, konsumsi pakan, dan sintasan.
berdasarkan pan-
(Gambar 1), dan
erdasarkan bobot
rata konsumsi pakan makroalga
dapat dilihat pada gambar 3.
rata sintasan abalone dapat
juvenile abalone H.asinina
Gambar 3. Histogram Konsumsi
Gambar 4. Histogram ti
4.
Pembahasan
Pertumbuhanmerupakanperubahanuk
uranbaikpanjangcangkangmaupunbobottubuh
dalamsuatuperiodeatauwaktutertentu.
uhan mutlak panjang cangkang tertinggi
terjadi pada populasi A dengan nilai 0.48
mm, kemudian diikuti oleh populasi B
dengan nilai 0.20 mm, dan yang terendah
pada populasi C dengan nilai 0.08 mm.
Tingginya pertumbuhan pada populasi A
diduga kepadatan yang diberi pada wadah
yang digunakan masih dalam keadaan
kondusif dan tidak ada persaingan dalam
mencari makan karena tampak dalam wad
belum terlihat padat. Lain halnya pada
populasi B dan C dalam ruang wadah
budidaya tampak padat sehingga terjadi
persaingan ruang dan makanan, hal ini
didukung oleh pernyataan McAvananey
(2007),
dalam Saris (2010) menyatakan
bahwa kepadatan akan memberikan pengaruh
pada persaingan untuk mendapatkan
rdaya yang sama dalam satu ekosistem,
1.9 2.1 2.3 2.5 Konsum si Pak a n Har ia n (Gram /Individu/Ha ri ) 88 90 92 94 96 98 Sintas an (% )3. Histogram Konsumsi Pakan Harian Abalon H.asinina
. Histogram tingkat kelangsungan hidup abalone selama penelitian
Pertumbuhanmerupakanperubahanuk
uranbaikpanjangcangkangmaupunbobottubuh
dalamsuatuperiodeatauwaktutertentu.Pertumb
uhan mutlak panjang cangkang tertinggi
terjadi pada populasi A dengan nilai 0.48
mm, kemudian diikuti oleh populasi B
0.20 mm, dan yang terendah
pada populasi C dengan nilai 0.08 mm.
Tingginya pertumbuhan pada populasi A
diduga kepadatan yang diberi pada wadah
yang digunakan masih dalam keadaan
kondusif dan tidak ada persaingan dalam
mencari makan karena tampak dalam wadah
belum terlihat padat. Lain halnya pada
populasi B dan C dalam ruang wadah
budidaya tampak padat sehingga terjadi
persaingan ruang dan makanan, hal ini
didukung oleh pernyataan McAvananey
Saris (2010) menyatakan
bahwa kepadatan akan memberikan pengaruh
pada persaingan untuk mendapatkan sumber-
rdaya yang sama dalam satu ekosistem,
antara lain persaingan ruang dan makanan.
Rendahnya pertumbuhan pada populasi B
dan C diduga karena sebagian h
dalam penelitian ini sudah masuk pada
ukuran dewasa, sehingga akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan cangkang maupun
bobot tubuh. Hal ini sesuai dengan Effendie
(1997) menambahkan bahwa pertumbuhan
dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
internal diantaranya keturunan, seks, umur,
dan faktor eksternal diantaranya lingkungan
perairan, pakan, penyakit, dan parasit.
Dari hasil penelitian,
sebesar 1.40 g, merupakan pertumbuhan
mutlak bobot tubuh tertinggi dari ketiga
populasi, kemudian diikuti populasi B 0,39 g
dan terendah pada populasi C 0.01 g.
Tingginya bobot tubuh pada populasi A
diduga
berhubungan
dengan
tingkat
konsumsi pakan oleh abalon, dimana
konsumsi pakan pada populasi A lebih
banyak jika dibandingkan dengan populasi B
dan C sehingga bobot tubuh meningkat.
Fleming (1995) mengemukakan bahwa
2.45 2.204 2.133 1.9 2.1 2.3 2.5 A B C Populasi 96 93.6 91.7 88 90 92 94 96 98 A B C Populasi 142a
penelitian
antara lain persaingan ruang dan makanan.
Rendahnya pertumbuhan pada populasi B
dan C diduga karena sebagian hewan uji
dalam penelitian ini sudah masuk pada
ukuran dewasa, sehingga akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan cangkang maupun
bobot tubuh. Hal ini sesuai dengan Effendie
(1997) menambahkan bahwa pertumbuhan
dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
diantaranya keturunan, seks, umur,
dan faktor eksternal diantaranya lingkungan
perairan, pakan, penyakit, dan parasit.
pada populasi A
sebesar 1.40 g, merupakan pertumbuhan
mutlak bobot tubuh tertinggi dari ketiga
diikuti populasi B 0,39 g
dan terendah pada populasi C 0.01 g.
Tingginya bobot tubuh pada populasi A
diduga
berhubungan
dengan
tingkat
konsumsi pakan oleh abalon, dimana
konsumsi pakan pada populasi A lebih
banyak jika dibandingkan dengan populasi B
sehingga bobot tubuh meningkat.
Fleming (1995) mengemukakan bahwa
139
tingkat
konsumsi
pakan
oleh
abalon
dipengaruhi kualitas nutrisi pakan, kehadiran
senyawa anti nutrisi dan tekstur. Seperti
yang dinyatakan oleh Serviere-Zaragoza
dalamVieradkk.,
(2005) bahwa nilai nutrisi
tersebut tergantung dari banyak faktor
mencakup komposisi nutrient, palatabilitas,
dan
digestibility (daya cerna), sehingga
faktor-faktor tersebut yang memberikan
kontribusi terhadap performa pertumbuhan
bobot tubuh abalon. Selain itu juga pada
populasi A tidak telalu padat dibandingkan
populasi B dan C, sehingga tidak adanya
persaingan yang signifikan baik itu ruang
ataupun dalam memperoleh makanan. Hal ini
sesuai dengan Huet (1972)
dalam Agus
(1992), Litay (2005) menjelaskan bahwa
ukuran radula abalon sangat erat kaitanya
dengan jenis pakan yang dikonsumsi untuk
membantu pertumbuhanya. Jianguan
et
al.,(2012)yangmenyatakan bahwa rumput
laut yang dipelihara pada sistem IMTA
denganbantuan mikroorganisme yang dapat
mengubah
amoniak
menjadi
nitrogen
kemudian dapat dimanfaatkan oleh rumput
laut sebagai sumber nutrisinya, sehingga
rumput laut tersebut dapat digunakan sebagai
sumber nutrisi untuk herbivora, misalnya
abalon.
Berdasarkan hasil uji T panjang
cangkang, diketahui bahwa perlakuan A tidak
berbeda nyata dengan perlakuan B, namun
pada perlakuan A dan C, serta perlakuan B
dan C masing-masing berbeda nyata. Dengan
demikian bahwa berdasarkan pertumbuhan
panjang cangkang untuk pemeliharaan abalon
menggunakan drum plastik pada kawasan
IMTA dengan kepadatan 150 individu tidak
berbeda secara signifikan dengan kepadatan
250 individu. Hal ini dapat dilihat pada
lampiran III, namun berbanding terbalik
terhadap perlakuan A dan C, serta B dan C,
dimana
pemeliharaan
abalon
dengan
kepadatan
350
individu
memberikan
pengaruh yang signifikan dengan kepadatan
250 dan 150 individu terhadap pertumbuhan
cangkang.
Hal
ini
diduga
bahwa
pemeliharaan abalon menggunakan drum
plastik
pada
kawasan
IMTA
dengan
kepadatan diatas 250 suda tidak dapat
ditolerir oleh satuan luas dari wadah drum
plastik yang digunakan karena ukuran abalon
yang digunakan suda mancapai ukuran
rata-rata 4 ke atas, sehingga mempengaruhi
pertumbuhan abalon. hal ini didukung oleh
pernyataan McAvananey (2007), dalam Saris
(2010) menyatakan bahwa kepadatan akan
memberikan pengaruh pada persaingan untuk
mendapatkan sumberdaya yang sama dalam
satu ekosistem, antara lain persaingan ruang
dan makanan. Hasil analisis uji T ber-
dasarkan bobot tubuh diketahui bahwa
perlakuan A tidak berbeda nyata dengan
perlakuan B, serta perlakuan A dan C tidak
berbeda nyata pula, sedangkan perlakuan B
dan C berbeda nyata, hal ini dapat dilihat
pada lampiran III. Dengan demikian bahwa
pemeliharaan abalon menggunakan drum
plastik
pada
kawasan
IMTA
dengan
kepadatan 150 individu tidak memiliki
perbedaan yang signifikan dengan kepadatan
350 individu ditinjau dari pertumbuhan bobot
tubuh. Hal ini diduga bahwa semua abalon
yang digunakan suda pada ukuran yang
cenderung dewasa dimana rata-rata bobot
tubuh perlakuan A dan perlakuan C adalah
25,4 dan 25,6, sehingga pertumbuhan
mengarah
pada
daging.
Sebagaimana
pernyataan (Tisna, 2008) bahwa abalon
ketika akan mencapai ukuran dewasa maka
pertumbuhan abalon lebih mengarah terhadap
pertumbuhan bobot dibandingkan partum-
buhan panjang cangkang.
Konsumsi pakan merupakan jumlah
pakan yang dikonsumsi oleh abalon selama
masa pemeliharaan. Dari hasil penelitian
telah diketahui bahwa konsumsi pakan
tertinggi terdapat pada populasi A yaitu 2.49
g, kemudian populasi B 2.20 g, dan populasi
C 2.13 g. Ketiga populasi menunjukan
konsumsi pakan yang relatif hampir sama,
Hal ini karena jenis pakan yang diberikan
140
adalah sama yaitu pakan makro alga
G.
verrucosa.
Dimana pakan ini merupakan
jenis pakan yang baik untuk pertumbuhan
abalon. Hal ini didukung oleh penelitian
Singhagraiwan 1991 b, Singhagraiwan dan
Sasaki1991, Kunavongdate et al, 1995 dalam
Upatham, 1998 yang melaporkan bahwa red
alga seperti
Gracillaria
merupakan jenis
makroalga yang lebih disukai oleh
H.
asinina.
Selain
itu,
Fleming
(1995)
mengemukakan bahwa tingkat konsumsi
pakan oleh abalone dipengaruhi kualitas
nutrisi pakan, kehadiran senyawa anti nutrisi
dan tekstur. Selanjutnya abalone melakukan
pemilihan makanan berdasarkan sifat-sifat
fisik dari rumput laut yang diberikan, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Susanto,
dkk.,(2010)
yang
menyatakan
bahwa
pemilihan makanan oleh abalone disebabkan
oleh beberapa hal antara lain: keberadaan zat
metabolit kimia dari alga, morfologi alga
(kekerasan) dan nilai gizi alga yang
digunakan. Firmansyah (2011) menyatakan
bahwa salah satu kemampuan pakan yaitu
mempunyai
attraktan yang berfungsi untuk
menarik organism mendekati dan memakan
pakan yang diberikan, selain itu tekstur
pakan yang keras dan kasar mempengaruhi
kemampuan penetrasi radula ke dalam
permukaan alga, sebab radula memiliki batas
kemampuan
untuk
memotong
substrat.
Susanto
dkk., (2010) menjelaskan bahwa
abalone dapat mencerna rumputlaut karena
memiliki enzim yang dapat mendegradasi
sellulosa yang merupakan unsure jaringan
dinding sel rumputlaut seperti enzim selulase
dan pektinase.
Sintasan
merupakan
persentase
jumlah abalon yang hidup dalam waktu
tertentu (Effendie, 1979). Selama masa
pemeliharaan di karamba jaring tancap,
Abalon
H. asinina memperlihatkan tigkat
kelangsungan hidup yang baik untuk setiap
perlakuan.
Dimana
pada
populasi
A
menunjukan sintasan sebesar 96%, kemudian
populasi B sebesar 93.6%, dan populasi C
91.7%.
Sintasan
pada
suatu
kegiatan
pemeliharaan abalon perlu diperhatikan
untuk menunjang keberhasilan dalam satu
siklus produksi. Berdasarkan hasil penelitian
sintasan dari tiap perlakuan tidak mencapai
100 %, namun sintasan tertinggi diperoleh
pada populasi A, kemudian populasi B, dan
populasi C. Tidak tercapainya 100% sintasan
pada ketiga perlakuan disebabkan oleh
adanya predator yang masuk dalam wadah
pemeliharaan seperti kepiting dan ikan-ikan
kecil yang menyebabkan kematian abalon.
Hal
ini
didukung
oleh
pernyataan
Susantodkk.,(2010), bahwa abalon dari
semua ukuran dikenakan pemangsaan oleh
manusia, ikan, kepiting, bintang laut, dan
gurita. Kemudian rendahnya sintasan pada
populasi C dibandingkan populasi A dan B,
didugapada populasi C memiliki kepadatan
yang cukup tinggi apalagi jika diberikan
pakan, sehingga ruangan dipadati oleh pakan
dengan hal tersebut menyebabkan terjadi
penumpukan sisa buangan dari abalon dan
sisa pakan yang tidak termanfaatkan lagi oleh
abalon sehingga merusak kualitas air dalam
wadah pemeliharaan yang pada akhirnya
akan mengakibatkan kematian.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran
parameter kualitas air selama penelitian
menunjukan kisaran yang optimal untuk
budidaya.Dari hasil penelitian diperoleh data
suhu berkisar antara 29-31
oc, salinitas 34–36
ppt, dan pH 7–8. Data dari kualitas air
tersebut masih dapat menunjang partum-
buhan
abalon
sebagaimana
pernyataan
Setiawati
et al, (1995) melaporkan bahwa
abalon dapat hidup pada kisaran salinitas 35
–37 ppt dan pH sekitar 7,83–7, 85.
5.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis uji T terhadap
pertumbuhan panjang cangkang, perlakuan A
dan B tidak berbeda nyata, sedangkan
perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan
C. Berdasarkan analisis uji T terhadap per-
tumbuhan bobot tubuh, perlakuan A tidak
141
berbeda
nyata
dengan
perlakuan
B,
sedangkan perlakuan B berbeda nyata dengan
perlakuan C. dengan demikian diketahui dari
ketiga perlakuan bahwa kepadatan 250
menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik
ditinjau berdasarkan panjang cangkang dan
bobot tubuh abalon.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Dr. AB. Susanto, M. Sc, selaku
Koordinator Kerjasama Program Beasiswa
Unggulan, Biro Perencanaan dan Kerjasama
Luar Negeri Depdiknas Jakarta, dan juga
terimakasih kepada Bapak Ir. Irwan Junaidi
Effendy, M.Sc, selaku ketua Hatchery
Abalon LP2T-SPK di Desa Tapulaga,
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe,
Sulawesi Tenggara,atas izin penggunaan
tempat penelitian.
Daftar Pustaka
Agus, M., 1992. Pengaruh Substrak Terhadap
Laju
Pertumbuhan
Lola
Trochus
niloticus
di Perairan Labuangan Keca-
matan Mallusetahi Kabupaten Barru.
Tesis Fakultas peternakan Jurusan
Perikanan
Universitas
Hasanuddin.
Ujung Pandang.
Effendie,M.I. 1979. Biologi Perikanan. Bab.
I. Study Natural History. Fakultas
Perikanan.IPB. Bogor.
Effendie, M.I. 1997.
Biologi Perikanan.
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusan-
tara.
Effendy, I. J. 2000. Study on early dev-
elopment stages of donkey ear abalon
(Haliotis asinina) Linnaeus. Institute of
Aquaculture Collage of Fisheries Uni-
versity of the Philippines in Visayas.
Miagao. Iloilo. Philippines.
Firmansyah.2011. Pengaruh kepadatan yang
berbeda terhadap tingkat konsumsi
pakan alami
Glasilaria arcuata
pada
induk abalon jantan
Haliotis squa-
mata yang dipelihara di
Hatchery.
Skripsi. Program Studi Budidaya
Perairan Kosentrasi Abalon. Fakultas
Perikanan
dan
Ilmu
Kelautan.
Universitas Haluoleo.
Fleming, N.D. 1995.I'm Different; Not
Dumb,
Modes
of
Presentation
(V.A.R.K.) in the Tertiary Classroom.
Research and Development in Higher
Education [Online], Vol 18, 5 halaman.
Jinguang et al. 2009. Development IMTA
(Integrated Multi Trophic Aquaculture)
in Sungo Bay, China. Yellow Sea
Fisheries Research Institute, Qingdao,
China.
Litay, M. 2005. Peranan Nutrisi dalam Siklus
Reproduksi Abalon. Oseana XXX (3):
1-7.
Pereira, L., and Rasse, S. 2007. Evaluation of
growth and survival of juveniles of the
Japanese
abalone
Haliotis
discus
hannai
in
two
culture
systems
suspended in tanks. Journal of shellfish
research. 26: 769-776.
Saris, H., 2010. Pengaruh kepadatan yang
berbeda terhadap pertumbuhan dan
sintasan
juvenil
abalon
(Haliotis
asinina) dengan menggunakan
Flow
Through System. Jurusan Perikanan
dan Ilmu Kelautan. UHO. Kendari. Hal
10.
Setiawati, K.M., Yunus, Setyadi, I. & Arfah,
R. 1995. Pendugaan Musim Pemijahan
Abalon di Pantai Kuta Lombok Tengah.
J.Pen. Perik. Indonesia, 3:124-129.
Susanto , B., Rusdi, I., Ismi, S., Rahmawati,
R. 2010. Pemeliharaan Yuwana Abalon
Haliotis squamata Turunan F-1 Secara
Terkontrol Dengan Jenis Pakan Ber-
beda. Balai Besar Riset Perikanan
Budidaya laut. Buleleng. Bali. 11 hlm.
Tisna, K. 2008. Teknik Budidaya Abalon
(Haliotis asinina). Juknis Abalon BBL
Lombok. Pacitan. Jawa Timur.
Upatham, E.S., Sawatpeera, S., Kruatracheu,
M., Chitramvong, Y.P., Singhagraiwan,
T., Pumthong, T., and Jarayabhad, P.
142