• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA TUGAS 4. IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN (Ekstrak Psidium guajava)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA TUGAS 4. IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN (Ekstrak Psidium guajava)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA TUGAS 4

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN (Ekstrak Psidium guajava)

OLEH Ilma Nurhidayati 201410410311129 KELOMPOK 4

FARMASI C

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017

(2)

TUGAS 4

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN(Ekstrak Psidium guajava)

1. TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan identifikas senyawa golongan polifenol fan tanin dalam tanaman.

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Jambu Biji Putih (Psidium guajava L.)

Jambu biji berasal dari Amerika tropis, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Tanaman jambu biji putih dapat berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 mdpl (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

Sistematika tumbuhan jambu biji

Secara botani, tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut (Hapsoh dan Hasanah, 2011) :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L. 7

Manfaat tumbuhan jambu biji putih

Tanaman jambu biji putih atau Psidium guajava L. termasuk familia Myrtaceae. Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya

(3)

dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman jambu biji seperti daun, kulit akar maupun akarnya dapat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono, 2010).

Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah diteliti sebagai antioksidan. Menurut Indriani (2006), ekstrak etanol dari daun jambu biji dapat berperan sebagai antioksidan. Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu sebagai antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi, mengurangi demam dan penambah trombosit (Kirtikar dan Bashu., 1998).

Daun jambu biji putih telah terbukti secara klinis menghambat pertumbuhan rotavirus 8 yang menyebabkan enteritis pada anak-anak dan menyembuhkan kejang dan penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei et al., 2000).

Antioksidan

Kata radikal berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar. Istilah ini dipilih karena kelompok-kelompok atom tersebut menggantung dari sebuah molekul seperti akar dan bisa ‘mengakarkan’ diri pada molekul lain (Youngson, 2003). Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas baru melalui reaksi berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah dan menyerang tubuh (Kalt, et al., 1999).

Sebenarnya tubuh memiliki mekanisme pertahanan terhadap radikal bebas dalam bentuk enzim antioksidan dan zat antioksidan, namun perkembangan industri yang pesat dan manusia mengalami kontak langsung dengan sumber radikal bebas. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan oksidatif (Silalahi, 2006).

(4)

Kerusakan oksidatif terjadi sebagai akibat dari rendahnya antioksidan dalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktifitas radikal bebas (Winarsi, 2007). Secara kimia pengertian senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron. Secara biologis pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif radikal bebas dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan memberikan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat radikal sehingga aktivitas radikal bebas dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Keaktifan dari golongan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan ditentukan oleh adanya gugus fungsi hidroksi (-OH) bebas. 9 OH OH Fl-OH R RH OH O Fl-OH OH O Fl-OH R RH O O Fl-O Gambar 2.2 Peredaman Radikal Bebas oleh Flavonoid (Kandaswami and Middleton,1997)

Kandungan Kimia Daun Jambu Biji

Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012).

1. Tanin

Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa komplek yang tersebar hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada bagian daun, buah, akar serta batang. Secara kimia, tanin merupakan senyawa komplek yang tersusun dari polifenol yang sukar dipisahkan dan tidak membentuk kristal. Tanin dan senyawa turunannya bekerja dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran pencernaan dan di bagian kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin 10 dapat mempercepat pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat melindunginya dari infeksi atau sebagai antiseptik (Tyler, et al.,1976). 2. Alkaloid

(5)

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencangkup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering sekali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Secara kimia alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masin-masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau atau penarik serangga (Harborne, 1987).

3. Saponin

Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi. Saponin adalah suatu glikosida yang bila dihidrolisa menghasilkan bagian aglikon yang disebut sapogenin dan bagian glikon. Saponin merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika dikocok dalam air. Senyawa ini dapat mengiritasi membran mukosa dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisa darah merah. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dari larutan berair sehingga dalam bidang farmasi digunakan sebagai penstabil sediaan suspensi (Tyler, et al., 1976).

4. Steroid

Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau biru (Harborne, 1987).

5. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat (Harborne, 1987).

(6)

Senyawa polifenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa polifenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987).

Senyawa polifenol memiliki berbagai aktivitas, misalnya antibakteri, antijamur, antioksidan, sedatif, dan lain-lain (Saifudin dkk., 2011). Sementara bagi tanaman, fenolat berperan sebagai bahan pembangun dinding sel, sebagai pigmen bunga (antosianin), dan lain-lain. Namun, kemampuannya membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan tunggal dapat mengganggu dalam penelitian. Selain itu, fenol sendiri sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan (Harborne, 1987).

Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa polifenol yang artinya senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan karbon.

Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin

(7)

biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.

Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat:jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa denganprotein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yangsukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi, dansenyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna (Najebb, 2009).

Struktur

1. POLIFENOL

2. TANIN

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat

(8)

Golongan

Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000 (Risnasari, 2001). Senyawa-senyawa tanin termasuk suatu golongan senyawa yang berasal dari tumbuhan yang sejak dahulu kala digunakan untuk merubah kulit hewan menjadi kedap air, dan awet. Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Pada waktu itu belum diketahui bahwa tanin tersusun dari campuran bermacam-macam senyawa, bukan hanya satu golongan senyawa saja. Senyawa-senyawa tanin dapat diartikan sebagai suatu senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul antara 500 dan 3000, serta mempunyai sejumlah gugus hidroksi fenolik dan membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolimer lain, misalnya selulosa dan pectin (Manitto, 1992).

Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Beberapa ahli pangan menyebutkan bahwa tannin terdiri dari katekin, leukoantosianin, dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam (Winarno, 1992). Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin

(9)

terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysable tannins) (Manitto, 1992).

C. Cara Identifikasi 1. Polifenol

a) Larutan ekstrak/Larutan uji ditambahkan dengan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga hitam.

b) Uji kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pereaksi FeCl3. Jika timbul warna warna hitam maka menunjukkan bahwa sampel positif mengandung polifenol.

2. Tanin

a) Larutan uji ditambahkan dengan sedikit larutan gelatin dan larutan NaCl. Jika terjadi endapan putih  sampel positif mengandung tanin. b) Larutan ekstrak/Larutan uji ditambahkan dengan FeCl3 terjadi

perubahan warna menjadi hijau kehitaman.

Prosedur Kerja A. Preparasi Sampel

1. 0,3gram ekstrak ditambah 10ml aquadest panas, diaduk dan dibiarkan sampai temperatur kamar, lalu tambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk dan disaring.

2. Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3ml dan disebut sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC.

B. Uji gelatin

1. Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah dengan sedikit larutan gelatin dan 5ml larutan NaCl 10%.

2. Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin. C. Uji Ferri klorida

1. Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian diamati terjadinya perubahan warna.

2. Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

3. Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol.

FeCl3 positif, uji gelatin positif  tanin (+) FeCl3 positif, uji gelatin negatif  polifenol FeCl3 negatif  polifenol (-), tanin (-) D. Kromatografi lapis tipis

(10)

1. Sebagian larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan dengan KLT. Fase diam : Kiesel Gel 254

Fase gerak : Kloform-Etil asetat-Asam formiat (0,5:9:0,5) Penampak noda : Pereaksi FeCl3

2. Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel.

D. Pemisahan KLT

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.

PELAKSANAAN KLT 1. Fase Diam

(11)

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi.

2. Fase Gerak

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:

 Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

 Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

 Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

 Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.

3. Aplikasi (Penotolan) Sampel

Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.

(12)

4. Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Created by Rahma G.

5. Deteksi Bercak

Deteksi bercak pada KLt dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :

 Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.

 Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang

(13)

dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.

 Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.

 Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

 Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).

6. Perhitungan Nilai Rf

Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus : Rf= jarak yang ditempuholeh komponenjarak yang ditempuh oleh pelarut

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.

7. Alternatif Prosedur KLT

Adanya variasi prosedur pengembangan KLT dilakukan untuk meningkatkan resolusi, sensitifitas, kecepatan, reprosudibilitas dan selektifitas. Beberapa pengembangan ini meliputi KLT 2 dimensi, Pengembangan kontinyu dan Pengembangan gradient. KLT 2 dimensi atau KLT 2 arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, system 2 fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

(14)

Pengembangan kontinyu dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan. Pengembangan gradient dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan utama system ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit.

E. Tinjauan Eluen

Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan system pelarut mltikomponen ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian volume total 10 (Nyiredy, 2002). Pelarut pengembang

dikelompokkan ke beberapa golongan Snyder’s berdasarkan kekuatan pelrutnya. Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang digunakan dalam KLT dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan senyawa hidrofil dan lipofil.

Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air, methanol, asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, propanol, tert-butanol, fenol, n-butanol, sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil meliputi etil asetat, eter, kloroform, benzene, toluene, sikloheksana, dan petroleum eter.

1. Kloroform a. Sifat fisis

 Rumus molekul : CHCl3

 Berat molekul : 119,39 g/gmol  Wujud : cairan bening  Titik didih : 61,20C  Titik leleh : -63,50C

(15)

udara atau cahaya Zn HCl Zn H2O  Densitas : 1,489 g/cm3, 32oC  Suhu kritis : 264oC  Specific gravity :1,489  Viskositas : 0,57 cP (20oC)

 Kapasitas panas : 0,234 kal/goC, pada 20oC  Tekanan kritis : 53,8 atm

 Volume kritis : 0,239 m3/kmol  Tegangan permukaan : 0,0267 N/m, 25°C

 Kapasitas panas : 113,666 kJ/kmol.K, 25°C  Panas penguapan : 29,5 kJ/mol, 61,2°C  Energi Gibbs : -18,663kkal/mol  Entalpi pembentukan : -32,12 kkal/mol

 Kelarutan dalam 100 ml bagain air : 0,8 g (250C) (Ketta & Cunningham, 1992)

b. Sifat kimia

 Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya seara perlahan-lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene (karbonil klorida).

Reaksi :

CHCl3 + ½ O2 COCl2 + HCl

 Kloroform dapat direduksi dengan bantuan zeng dan asam klorida untuk membentuk metilen klorida. Jika proses reduksi dilakukan dengan bantuan debu sebg dan air akan dapat diperoleh metana. Reaksi :

CHCl3 + 2H COCl2 + HCl

(16)

 Kloroform dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat untuk membentuk nitro kloroform atau kloropikrin.

Reaksi :

CHCl3 + HNO3 CCl2NO2 + H2O

 Kloropikrin biasanya digunakan sebagai insektisida.

 Kloroform dapat mengalami proses klorinasi dengan klorin jika terkena sinar matahari dan mengahsilkan karbon tetraklorida. Reaksi :

CHCl3 + Cl2 CCl4 + HCl

(Kirk and Othmer, 1982) 2. Asam formiat

a. Sifat fisika

 Rumus molekul : HCOOH

 Berat molekul : 46,03 g/mol  Densitas : 785,601 kg/m3, 25°C  Viskositas : 1,57cP, 25°C  Titik didih : 100,8°C (760 mmHg)

 Titik leleh : 8,4°C

 Spesifik gravity : 1,22647,20°C

 Tegangan permukaan : 37,67 dyne/cm, 22°C  Kapasitas panas : 82,8 joulel/mol.K, 0°C  Panas pembentukan : 3031 kal/mol  Panas penguapan : 104 kal/mol

 Panas pembakaran cairan : –60,9 kkal/mol, pada 25°C

 Panas pembentukan cairan : –101,52 kkal/mol, pada 25°C b. Sifat kimia

o Asam formiat dapat bercampur sempurna dengan air dan sedikit larut dalam benzene, karbon tetra klorida, toluene dan tidak larut dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana.

(17)

o Asam formiat dapat melarutkan nilon, poliamida tetapi tidak melarutkan Poli Vinil Chlorida (PVC).

o Campuran Asam formiat dan air membentuk campuran azeotrop (yaitu campuran larutan yang mempunyai titik didih mendekati titik beku) dengan kandungan maksimum Asam formiat 77,5 % pada tekanan atmosfer.

o Asam formiat akan terdekomposisi menjadi Karbon dioksida dan air pada temperatur 100 oC atau dalam temperatur kamar bila ditambahkan katalis Palladium.

o Asam formiat terhidrasi oleh Asam sulfat pekat dan menghasilkan Karbon monoksida dan air.

3. Etil Asetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus

CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et

mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut.

Karakteristik Etil Asetat

Informasi keracunan pada BPOM (Balai Pengawasan Obat dan makanan) menjelaskan sifat fisika kimia etil asetat adalah sebagai berikut :

a. Sifat fisika  Berupa cairan bening  Tidak berwarna  Bau bervariasi,

 Berat molekul 88,11 gr/mol  Titik didih 171°F (77°C)  Titik beku -119°F (-84°C) ,

(18)

 Tekanan uap pada 20°C = 73 mmHg  Kerapatan uap (udara=1) 3,04  Kerapatan relatif (air=1) 0,9003  Nilai ambang batas bau 50 bpj

b. Sifat Kimia  Mudah menguap

 Kelarutan dalam air 8,7%  pH netral

 Larut dalam alkohol, benzen, eter, aseton, kloroform. Sintesis

Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya dalam sintesis disertai katalis asam seperti asam sulfat.

CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH2CH3 + H2O Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel dan menghasilkan suatu kesetimbangan kimia. Karena itu, rasio hasil dari reaksi di atas menjadi rendah jika air yang terbentuk tidak dipisahkan. Di laboratorium, produk etil asetat yang terbentuk dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan aparatus Dean-Stark.

Reaksi

Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer. Untuk memperoleh rasio hasil yang tinggi, biasanya digunakan basa kuat dengan proporsi stoikiometris, misalnya natrium

hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat, yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol:

(19)
(20)

Ekstrak Psidium guajava sebanyak 0,3 gram + 10 ml aquadest panas pada tabung reaksi

Diaduk dan dibiarkan sampai temperature kamar

Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan disebut sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC Ditambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk dan disaring

Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan NaCl 10%

Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3

Diamati perubahan warna yang terjadi

Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga hitam

Menunjukkan adanya senyawa polifenol

FeCl3 positif, uji gelatin positif → tanin (+) FeCl3 positif, uji gelatin negatif → polifenol (+)

FeCl3 negatif → polifenol (–), tanin (–) Bahan dan Alat

1) Ekstrak Psidium guajava 2) NaCl 10% 3) Gelatin 4) Kloroform 5) Etil asetat 6) Asam formiat 7) Pereaksi FeCl3 8) Waterbath 9) Plat KLT 10) Beaker Glass 11) Tabung Reaksi 12) Batang pengaduk 13) Cawan porselen 3. BAGAN ALIR a. Preprasi Sampel b. Uji Gelatin

(21)

Sebagian larutan IVC ditotolkan pada plat KLT (fase diam) dan dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh

Dilakukan pemeriksaan KLT

Pada plat KLT akan timbul noda yang dihasilkan dari pereaksi FeCl3 yang digunakan saat melakukan uji KLT

Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 10 ml aquadest panas Ekstrak sebanyak 0,3 g

Filtrat dibagi menjadi 3 bagian, masing-masing ± 3 ml dan disebut sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC

Ditambah dengan 3-4 tetes NaCl, lalu diaduk dan disaring

d. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

SKEMA KERJA

(22)

Larutan IVB ditambahkan dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml NaCl 10%Jika terdapat endapan putih menunjukkan adanya tanin Larutan IVA sebagai blanko

b. Uji Gelatin

c. Uji Ferri Klorida

d. Kromatografi Lapis Tipis

Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin diamati terjadinya perubahan warna. larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol

FeCl3 positif, uji gelatin positif tanin(+) FeCl3 positif, uji gelatin negatif polifenol (+) FeCl3 negatif tanin(-), polifenol (-)

Siap pemeriksaan KLT

Ditotolkan pada fase diam

Larutan IVC dimasukkan lemari asam biarkan menguap sampai tersisa 1/3 bagiannya

(23)

HASIL

UJI WARNA

No. Jenis

Larutan Pereaksi Warna Gambar

1. Uji Gelatin gelatin Endapan putih

Tanin

Fase diam : kiesel gel 254

Fase gerak : kloroform – etil asetat – asam formiat (0,5 : 9 : 0,5)

Penampak noda : pereaksi FeCl3

Adanya polifenol ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna hitam dalam sampel.

(24)

2. Uji FeCl3 FeCl3

hujau kehitaman

Tanin

UJI WARNA PADA KLT

Hasil Gambar Plat KLT PERHITUNGAN NILAI Rf

No.

Titik Noda (Rf)

Warna

Hasil

1.

Rf 1 = 0.075

Hitam

Polifenol

2.

Rf 2 = 0.15

Hitam

Polifenol

3.

Rf 3 = 0.25

Hitam

Polifenol

4.

Rf 4 = 0.3875

Hitam

Polifenol

(25)

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan proses

identifikasi senyawa golongan Polifenol

pada ekstrak Psidium guajava L (Jambu

biji). Adapun analisis dilakukan secara

kualitatif, yakni berkaitan dengan cara untuk

mengetahui ada atau tidaknya suatu senyawa

dalam suatu sampel. Sebelumnya perlu

mengetahui apa yang dimaksud dengan olongan

polifenol dan tannin. Senyawa polifenol

adalah suatu senyawa yang berasal dari

tumbuhan, dimana salah satu cirinya adalah

mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi oleh

dua atau lebih gugus fenol. Dua gugus fenol,

hidrolisis dan terkondensasi terdiri dari tanin.

Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya merupakan derivate atau turunan dari asam garlic dan gula.

Untuk identifikasi senyawa golongan polifenol dan tanin dapat dilakukan dengan uji gelatin, uji ferri klorida dan juga melalui kromatografi lapis tipis. Pada tahap preparasi sampel ekstrak jambu biji ditambah dengan 10 ml aquadest yang telah dilakukan pemanasan diatas water bath, hal ini dilakukan karena polifenol mudah larut dalam air, senyawa fenol yang berikatan dengan gula sebagai glikosida membuat polivenal mudah larut dalam air. Kemudian ditambahkan 3 tetes NaCl 10% berguna untuk membentuk garam tanin, Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan tanin agar terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel dan untuk mempercepat larutnya senyawa polivenol dan tannin dari bagian tubuh tumbuhan ke dalam aquadest. Selanjutnya setelah larutan ekstrak dingin di bagi menjdi 3 bagian yang akan dilakukan identifikasi senyawa. Larutan IVA sebagai blanko, IVB sebagai uji gelatin, IVC sebagai uji Ferri klorida.

Pada pengujian pertama dilakukan reaksi uji gelatin, pada uji ini larutan IVB ditambahkan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan NaCl 10%. Penambahan gelatin bertujuan untuk mengendapkan garam tersebut, karena jika ikatan tanin dan gelatin

Rf1 =

Jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh pelarut

= 3.18 Rf3 =

Jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh pelarut

= 2.08 Rf2 =

Jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh pelarut

= 1.28 Rf1 =

Jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh pelarut

(26)

semakin kuat endapan akan terbentuk. Jika larutan mengandung senyawa tannin, larutan akan akan terjadi endapan putih, hal ini terjadi karena gelatin akan bereaksi dengan tannin, dimana tannin akan mengendapkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air ( Harborne,1996). Reaksi ini lebih sensiti dengan penambahan NaCl untuk mempertinggi penggaraman dari tannin-gelatin. Pada hasil uji kelompok kami, Larutan IVB yang telah ditambahkan mengalami endapan putih setelah diberi NaCl 10% dan gelatin. Hal ini menunjukkan pada larutan IVB mengandung senyawa tanin.

Uji selanjutnya adalah uji ferriklorida, yaitu larutan IIIC ditambahkan dengan beberapa tetes ferriklorida (FeCl3) , maka akan terjadi perubahan warna menjadi warna hijau

kehitaman. Perubahan warna menjadi hijau kehitaman terjadi karena senyawa polifenol dan tannin yang terkandung dalam larutan ekstrak berekasi dengan larutan Ferri Klorida, hal ini terjadi karena gugus OH pada polifenol dan tanin yang bereaksi dengan penambahan larutan ferri klorida. Perlu diperhatikan FeCl3 ditambahkan saat larutan dingin agar tidak teroksidasi.

Pada uji ini, hasil kelompok kami menunjukkan hasil positif yakni terjadi perubahan larutan IIIC menjadi hijau kehitaman. Oleh karena itu pada uji ferriklorida ini menunjukkan pada larutan mengandung senyawa polifenol dan tanin.

Selanjutnya uji kromatografi lapis tipis, Fase diam yang digunakan adalah Kiesel Gel 254, dengan fase gerak Kloroform : Aseton : Asma formiat ( 0,5 : 9 : 0,5 ) dengan penampak noda Pereaksi FeCl3. Pada uji ini menggunakan larutan ekstrak IIIA yang selanjutnya

ditotolkan pada plat KLT, selanjutnya dilakukan eluasi dalam chamber, dan diamati di UV 254 dan 365 untuk mengetahui penampakan noda. Setelah dilakukan penyemprotan dengan penampak noda FeCl3, didapatkan noda berwarna hitam, dimana hal tersebut menunjukkan

sampel IIIB mengandung senyawa polifenol. Uji ini juga diperkuat dengan hasil positif pada uji ferri klorida. Pada kelompok ini mendapatkan 4 titik noda hitam yang menunjukkan adanya kandungan polifenol pada ekstrak daun jambu. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai Rf pada 4 noda yang timbul pada plat KLT, didapatkan Rf 1 = 0.075; Rf 2 = 0, 15; Rf 3 = 0,25; Rf 4 = 0,3875.

Kesimpulan.

1. Pada pengujian uji gelatin, ekstrak Psidium guajava L. yang ditunjukkan dengan adanya endapan putih, positif mengandung senyawa tanin

(27)

2. Pada pengujian uji ferri klorida ekstrak Psidium guajava L. ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi hijau kehitaman, maka ekstrak positif mengandung senyawa polifenol dan tanin.

3. Pada uji kromatografi lapis tipis untuk identifikasi senyawa polifenol menunjukkan hasil posif yang ditandai dengan munculnya noda berwarna hitam pada plat KLT dan pada kelompok ini menghasilkan 4 titik noda hitam, dengan nilai Rf 1 = 0.075; Rf 2 = 0, 15; Rf 3 = 0,25; Rf 4 = 0,3875.

4. Sehingga dari hasil uji diatas dapat disimpulkan pada ekstrak Psidium guajava L. mengandung senyawa tannin dan polifenol.DAFTAR PUSTAKA

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/publikasi/warta/warta %202009/perkebunan diakses 25 Februari 2017

http://www.phytochemicals.info/phytochemicals/saponins.php diakses 25 feb 2017

Kar, Ashutosh. 2013. Jakarta. Farmakognosi & Farmakobioteknologi Volume 1 Edisi 2. Jakarta. EGC.Hal. 271

Referensi

Dokumen terkait