• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu menunda kesuburan/kehamilan, mengatur menjarangkan kehamilan dan mengakhiri kehamilan atau kesuburan (Suratun, dkk, 2008).

Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi pada umumnya yaitu : a. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.

b. Melumpuhkan sperma.

c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.

2.2. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Devices (IUD) 2.2.1. Pengertian

AKDR/IUD adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke uterus melalui kanalis servikalis dengan cara kerja utamanya adalah mencegah

(2)

pembuahan dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/paramedik lain yang sudah dilatih (Pendit, dkk, 2006).

2.2.2. Jenis AKDR/IUD

Jenis AKDR/IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah :

a. Copper-T

AKDR/IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. AKDR/IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.

b. Copper-7

AKDR/IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm², fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada AKDR/IUD Copper-T.

c. Multi Load

AKDR/IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm²

(3)

atau 375 mm² untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.

d. Lippes Loop

AKDR/IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian AKDR/IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, dkk, 2010).

2.2.3. Efektifitas

Sebagai kontrasepsi, AKDR/IUD dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100% bergantung pada jenis AKDR/IUD. Yang terbaru tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi, bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan. Pada penelitian yang lain ditemukan setelah penggunaan 12 tahun ditemukan 2,2 kehamilan per 100 pengguna dan 0,4 diantaranya terjadi kehamilan ektopik (Meilani, 2010).

(4)

2.2.4. Mekanisme Kerja AKDR/IUD

Mekanisme kerja AKDR/IUD adalah sebagai berikut : a. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii b. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

c. AKDR/IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR/IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi

d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Proverawati, dkk, 2010).

2.2.5. Keuntungan AKDR/IUD

Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut : a. Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi. b. AKDR/IUD dapat efektif segera setelah pemasangan

c. Metode jangka panjang (dapat sampai 10 tahun tidak perlu diganti)

d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik e. Tidak memengaruhi hubungan seksual

f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)

h. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal

(5)

i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)

j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat

l. Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen

m. Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang terkandung didalamnya (Pinem, dkk, 2009).

n. Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali motivasi

o. Tidak menimbukan efek sistematik p. Efektivitas cukup tinggi

q. Reversible (Sarwono, 2009). 2.2.6. Kerugian

Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan kontrasepsi AKDR/IUD adalah :

a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan) yaitu :

a. Haid lebih lama dan banyak.

b. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. c. Saat haid lebih sakit.

(6)

b. Komplikasi lain :

a. Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia.

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar). c. Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.

a. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan

b. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR/IUD, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas

c. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR/IUD. Sering kali perempuan takut selama pemasangan

d. Sedikit nyeri dan perdarahan terjadi segera setelah pemasangan AKDR/IUD. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari.

e. Klien tidak dapat melepaskan AKDR/IUD sendiri

f. Mungkin AKDR/IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR/IUD dipasang segera setelah melahirkan).

g. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR/IUD untuk mencegah kehamilan normal (Proverawati, dkk, 2010).

(7)

2.2.7. Indikasi a. Usia reproduktif

b. Telah mendapat persetujuan dari suami

c. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang 5 cm. d. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi.

e. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.

f. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30 tahun.

g. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang h. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi i. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

j. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi k. Resiko rendah dari IMS

l. Tidak menghendaki metode hormonal (Saifuddin, 2003). 2.2.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR/IUD

Menurut Meilani (2010), kontraindikasi pemakaian AKDR/IUD adalah : a. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)

b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) c. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

(8)

e. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri

f. Kanker alat genital

g. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm 2.2.9. Cara Pemasangan AKDR/IUD

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR/IUD setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR/IUD dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartanto, 2004).

2.3. Faktor-Faktor dalam Memilih dan Menggunakan Alat Kontrasepsi

Seperti kita ketahui sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna. Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk cafeteria atau supermarket, yang artinya calon klien memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya. Menurut Hartanto (2004), faktor-faktor yang memengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi adalah :

(9)

a. Faktor pasangan, yang dapat memengaruhi motivasi dalam memilih metode kontrasepsi, yaitu meliputi : umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah anak yang diinginkan, pengalaman dengan alat kontrasepsi yang lalu, sikap dari individu sendiri dan sikap dari pasangan (suami).

b. Faktor kesehatan, yang dapat memengaruhi keadaan kontraindikasi absolute atau relative, yaitu meliputi : status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul.

c. Faktor metode kontrasepsi, yang berhubungan dengan tingkat penerimaan dan pemakaian yang berkesinambungan, yaitu meliputi: efektifitas, efek samping, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial dan besarnya biaya.

Menurut Proverawati, dkk (2010), beberapa kendala yang sering dijumpai dilapangan sehingga masyarakat masih enggan menggunakan kontrasepsi AKDR/IUD ini antara lain :

a. Pengetahuan/pemahaman yang salah tentang AKDR/IUD

Kurangnya pengetahuan pada calon akseptor sangat berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi AKDR/IUD. Beberapa temuan fakta memberikan implikasi program, yaitu manakala pengetahuan dari wanita kurang maka penggunaan kontrasepsi terutama AKDR/IUD juga menurun. Jika hanya sasaran para wanita saja yang selalu diberi informasi, sementara para suami kurang pembinaan dan pendekatan, suami kadang melarang istrinya karena faktor ketidaktahuan dan tidak ada komunikasi untuk saling memberikan pengetahuan.

(10)

b. Pendidikan pasangan usia subur (PUS) yang rendah

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pasangan suami/istri yang rendah akan menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang AKDR/IUD juga terbatas.

c. Sikap dan pandangan negatif masyarakat

Sikap ini juga berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seseorang. Banyak mitos tentang AKDR/IUD seperti dapat mengganggu kenyamanan hubungan suami/istri, mudah terlepas jika bekerja terlalu keras, menimbulkan kemandulan dan lain sebagainya.

d. Sosial budaya dan ekonomi

Tingkat ekonomi memengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi AKDR/IUD lebih murah dari KB suntik atau pil, tetapi terkadang orang melihatnya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya setiap kali pasang, mungkin AKDR/IUD tampak jauh lebih mahal. Tetapi kalau dilihat jangka waktu penggunaannya tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan AKDR/IUD akan lebih murah dibandingkan KB suntik ataupun pil. AKDR/IUD

(11)

bisa aktif selama 3-5 tahun tahun, bahkan seumur hidup atau sampai dengan menopause. Sedangkan KB suntik atau pil hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan AKDR/IUD seseorang harus melakukan 12-36 kali suntikan bahkan berpuluh-puluh kali lipat

2.4. Dukungan

2.4.1. Pengertian Dukungan

Menurut As’ari (2005), dukungan adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut.

Menurut Katc dan Kahn (2000) dukungan adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu.

Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.

Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.

(12)

2.4.2. Fungsi Dukungan Keluarga/Sosial

Menurut Suhita (2005), dukungan keluarga menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu :

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.

b. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari

(13)

suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga/Sosial

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumber daya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya. Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat

(14)

pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah (Akhmadi, 2006).

2.4.4. Sumber-Sumber Dukungan Keluarga/Sosial

Menurut Suhita (2005), sumber-sumber dukungan sosial yaitu : a. Suami

Hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung dan menyelesaikan permasalahan bersama. Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, memahami istrinya, tidak menyakiti istri dan berdoa untuk keselamatan istri (Harymawan, 2007). Dalam hal ini untuk mempergunakan KB dibutuhkan dukungan suami, apabila ada dukungan suami untuk memilih jenis kontrasepsi yang mau dipakai, maka ibu dapat memilih jenis KB sesuai dengan keinginan istri dan suami.

(15)

b. Keluarga

Keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan.

c. Teman/sahabat

Menurut Kail dan Neilsen dalam Suhita (2005), teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa persahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara, pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi.

Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja dan organisasi komunitas.

2.5. Budaya

2.5.1. Pengertian Budaya

Menurut Kuntjaraningrat (2009) budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

(16)

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Menurut E.B. Taylor dalam Soelaeman (2007), budaya adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anpgota masyarakat.

2.5.2. Unsur Budaya

Menurut Koentjaraningrat (2009) unsur-unsur kebudayaan secara universal adalah :

a. Sistem Religi

Merupakan produk manusia sebagai homo religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan leluhur, tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar. Karena itu manusia takut, sehingga menyembahnya kepercayaan yang sekarang menjadi agama.

(17)

b. Sistem Pengetahuan

Merupakan produk manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu didapat juga dari orang lain. Kemampuan manusia mengingat-ingat apa yang telah diketahui kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa, menyebabkan pengetahuan menyebar luas. Lebih-lebih bila pengetahuan itu dibukukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.

c. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup Manusia

Merupakan produk dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas dan dibantu dengan tanggannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat membuat dan mempergunakan alat. Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang-barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.

d. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem-Sistem Ekonomi

Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.

(18)

e. Sistem Organisasi Kemasyarakatan

Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.

f. Bahasa

Merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode) yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bentuk bahasa tulisan.

g. Kesenian

Merupakan hasil dari manusia sebagai homo aesteticus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka dibutuhkan kebutuhan psikisnya untuk dipuaskan. Manusia bukan lagi semata-mata memenuhi kebutuhan isi perut saja, mereka juga perlu pandangan mata yang indah, suara yang merdu, yang semuanya dapat dipenuhi melalui kesenian

2.6. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Perilaku Penggunaan AKDR/IUD Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Menurut Notoatmodjo (2010) yang dibedakan dalam tiga jenis yaitu :

(19)

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pengetahuan, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b. Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah lingkungan fisik, keterampilan petugas, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

c. Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya, konsumen akan memutuskan menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD.

Selanjutnya proses penggunaan alat kontrasepsi AKDR/IUD oleh masyarakat atau konsumen dapat dijelaskan oleh Notoadmodjo (2010) yang mengutip pendapat

(20)

Anderson (1974) bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan alat kontrasepsi tertentu tergantung pada :

a. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan maupun memakai alat kontrasepsi yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :

a. Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga.

b. Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama dan kesukuan.

c. Kepercayaan kesehatan : keyakinan, sikap, pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya.

b. Karakteristik pendukung (enabling characteristic)

a. Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

b. Sumber daya masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana.

(21)

c. Karakteristik kebutuhan (need characteristik)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni :

a. Perceived (subject assessment) : simptom, fungsi-fungsi yang terganggu,

persepsi terhadap status kesehatannya.

b. Evaluated (clinical diagnosis) : simptom dan diagnosis

2.7. Beberapa Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Perilaku Penggunaan AKDR/IUD

Berdasarkan penelitian Imbarwati (2009), beberapa faktor yang berkaitan dengan penggunaan KB AKDR/IUD pada peserta KB di Kecamatan Pedurangan Kota Semarang adalah pengetahuan yang kurang baik tentang KB AKDR/IUD semakin menjauhkan AKDR/IUD sebagai salah satu pilihan bagi akseptor KB, Alasan yang mayoritas klien yang lebih memilih menggunakan KB non AKDR/IUD salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang akan informasi yang benar tentang AKDR/IUD sehingga menyebabkan mereka memiliki perasaan takut untuk memilih alat kontrasepsi tersebut.

Faktor pengetahuan suami sebagai pasangan dari peserta KB juga berkontribusi cukup besar sebagai pendukung sekaligus penganjur istri dalam menjatuhkan pilihan kontrasepsi. Suami yang memiliki pengetahuan cukup tentang AKDR/IUD akan cenderung menganjurkan dan mengijinkan istrinya menggunakan

(22)

alat kontrasepsi jangka panjang tersebut. Perpaduan antara pengetahuan dan dukungan suami dengan kemauan yang kuat dari istri dalam menetapkan pilihan pada alat kontrasepsi non hormonal yang terbukti efektif tersebut membuahkan keputusan yang bulat bagi kedua pasangan dalam memilih menggunakan kontrasepsi tersebut.

Selain itu kualitas pelayanan KB yang tergambar dalam dua dimensi kualitas. Dimensi pertama adalah gambaran ketersediaan berbagai pilihan metode kontrasepsi, Dimensi mutu kedua dari kualitas pelayanan KB ternyata masih ada yang dipersepsikan kurang baik oleh responden, Dimensi mutu yang ketiga menggambarkan kemauan petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat, serta memberikan pelayanan dengan trampil. Dimensi yang keempat menggambarkan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan untuk menimbulkan pemahaman dan kemantapan bagi klien dalam memilih salah satu metode kontrasepsi serta keramahan dan kesopanan petugas. Dimensi kelima tergambar dari interaksi antara klien dan petugas kesehatan yang dinilai dari kecakapan petugas untuk menciptakan suasana serta komunikasi dua arah untuk membantu memahami kebutuhan dan memberi perhatian pada klien.

Menurut penelitian Junita Tatarini Purba (2008), bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS KB di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008 adalah pengetahuan berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi (Exp B = 6,151; 95% CI = 1,454-26,025) artinya jika pengetahuan ibu semakin baik maka peluang responden untuk memakai alat

(23)

kontrasepsi 6,151 kali dibandingkan jika ibu dengan pengetahuan buruk, ketersediaan alat kontrasepsi berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi (Exp B = 22,457; 95% CI = 3,893-129,551) artinya jika alat kontrasepsi tersedia maka peluang responden untuk memakai alat kontrasepsi 22,457 kali dibandingkan jika alat kontrasepsi tidak tersedia, sikap ibu berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi (Exp B = 4,253; 95% CI = 1,063-17,014) artinya jika sikap ibu semakin baik maka peluang responden untuk memakai alat kontrasepsi 4,253 kali dibandingkan jika ibu dengan sikap buruk, jumlah anak berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi (Exp B = 0,118; 95% CI = 0,024-0,575) artinya jika jumlah anak semakin banyak maka peluang responden untuk memakai alat kontrasepsi 0,118 kali dibandingkan jika jumlah anak semakin sedikit.

2.8. Landasan Teori

Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi AKDR/IUD adalah pemberi pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan yaitu ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan dan kualitas, faktor budaya yaitu keyakinan, tradisi, nilai dan agama, faktor informasi yaitu tenaga kesehatan, media massa/televisi, kelompok masyarakat, keluarga dan pengalaman orang lain, karakteristik individu yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, faktor pengetahuan, pengalaman dan persepsi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, konsumen akan memutuskan menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD.

(24)

Gambar 2.1. Kerangka Teori Menurut Green (1991)

Landasan teori menurut Green (1991) tidak semuanya akan diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi dilapangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan kepustakaan yang ada menurut peneliti. Variabel yang diambil adalah variabel karakteristik ibu (umur, pendidikan, pengetahuan dan jumlah anak), dukungan suami, budaya dan kualitas pelayanan KB. Pemberi Pelayanan Kesehatan : - Bidan - Dokter Fasilitas pelayanan kesehatan : - Ketersediaan - Keterjangkauan - Kualitas Budaya - Keyakinan - Tradisi - Agama - Nilai

Informasi dan komunikasi - Tenaga kesehatan - Kelompok masyarakat - Keluarga/suami - Pengalaman orang lain Karakter individu / WUS : - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Sosial ekonomi - Pengetahuan - Pengalaman Persepsi Penggunaan KB AKDR/IUD

(25)

2.9. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik ibu : - Umur - Pendidikan - Pengetahuan - Jumlah anak Kualitas Pelayanan KB

- Ketersediaan alat kontrasepsi - Ketersediaan tenaga terlatih

Pemakaian AKDR/IUD Dukungan Suami

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori Menurut Green (1991)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Kompilasi Hukum Islam orang tua angkat secara serta merta dianggap telah meninggalkan wasiat (dan karena itu diberi nama wasiat wājibah) maksimal sebanyak 1/3 dari harta

Setiap pilihan atas produk Obligasi yang dibeli nasabah merupakan keputusan dan tanggung jawab nasabah sepenuhnya, termasuk apabila nasabah memilih jenis produk yang

Berdasarkan hasil tersebut, penambahan molase sebagai sumber karbon memberikan pengaruh yang positif pada sistem pemeliharaan yang stagnan sehingga dapat diterapkan pada

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu investasi bagi perusahaan karena diperlukan biaya untuk mendukung hal tersebut, namun sejalan dengan

(2) derajat pemahaman fungsi pada siswa yang mengalami miskonsepsi konsep himpunan: (a) mengenai pengertian fungsi: siswa yang mengalami miskonsepi konsep himpunan

Berdasarka Tabel 6, dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana di Kabupaten Tulang Bawang sudah cukup baik terlihat dari tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang untuk