• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber) merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua. Balok laminasi terbuat dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama lain, berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al. 1999). Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang diinginkan.

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang tertua, dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat. Ketebalan maksimum laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara 25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al. 2010).

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi pembebanan, balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan vertikal. Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi (glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing memiliki beberapa variasi.

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al.(1999) menyatakan bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efesiensi dan ramah lingkungan.

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran.

(2)

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas, balok laminasi juga memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan balok laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik, dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam desain balok laminasi berukuran besar, lurus, atau lengkung adalah penanganan (Moody et al. 1999).

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, balok, kolom, dan kuda-kuda CWC (2000). Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Pada umumnya beberapa penggunaan balok laminasi yang dapat dibuat antara lain:

1. Bangunan-bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.

2. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok penopang dan decking.

3. Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

2.2Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai bahan bangunan atau konstruksi. Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al. 2003).

(3)

2.2.1 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT). Kadar air ini mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al. 2003).

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-15%. Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18% (Sinaga dan Hadjib 1989; Malik dan Santoso 1995; Yanti 1998; Ginoga 1998; Rostina 2001; Shedlauskas et al. 1996).

2.2.2 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991), kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun horizontal. Pada arah vertikal, bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki kerapatan yang rendah. Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor biologis. Pada arah horizontal, kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah. Kerapatan mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas, penyusutan dan pengembangan, sifat mekanis, panas, sifat akustik, kelistrikan, dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu selanjutnya (pengolahan, pengeringan, dll).

2.2.3 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

(4)

satuan volume. Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan dengan kerapatan air (1 g/cm³) (Bowyer et al. 2003).

2.3 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991). Sifat mekanis yang diuji umumnya adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture).

2.3.1 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan. Sifat ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai batas proporsi saja (Bowyer et al. 2003). Nilai MOE rendah akan meningkatkan kecepatan suara, kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara (Tsoumis 1991).

2.3.2 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi, maka benda akan mengalami perubahan bentuk yang tetap. Jika pembebanan diteruskan, maka benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah. Keadaan ini menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of Rupture (MOR) (Bowyer et al. 2003).

2.4Bahan yang Digunakan

2.4.1 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST. Blake)

Eucalyptus urophylla ST. Blake termasuk anggota famili Myrtaceae, subgenus Symphyomyrtus, merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara alami di Indonesia. Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian 300 – 3.000 m di atas permukaan laut. Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya. Tanaman ini dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap.

(5)

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda. Kayu ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu gergajian, konstruksi, finir, plywood, furniture, dan bahan pembuatan pulp dan kertas. Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan (Dephut 1994).

2.4.2 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air >16%) (APA 2003). Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF), resorcinol formaldehyde (FR), phenol resorcinol (PRF), isocyanate dan melamin formaldehyde (MF).

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok laminasi, namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al. 1999). Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior maupun eksterior (CWC 2000).

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu: cairan, serbuk atau film. Sementara itu, perekat RF dibuat dalam bentuk cairan. Kedua perekat ini sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap. PF matang dalam kempa panas pada suhu 120°-150°C, sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan. Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap, air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu tinggi (Marra 1992; Vick 1999).

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan PRF (Pizzi 1994). Dengan kesamaan reaksi kimia, dimungkinkan penggabungan sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang. Hasilnya, perekat PRF yang mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992).

(6)

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989; Wardhani 1999; Anshari 2006). Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001). Sedangkan untuk keperluan struktur eksterior, jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian adalah perekat PF (Darmayanti 1998; Yanti 1998; Penrangin-angin 2000), PRF (Karnasudirdja 1989; Wong et al 2002; Hadi et al 2005; Abdurrahman dan Hadjib 2005) dan MF (Moody et al 1999). Untuk keperluan struktural eksterior terbatas, dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001; Imron 2005; Anshari 2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993).

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF), walaupun hasilnya belum setara dengan perekat PRF. Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian bervariasi, pada umumnya berkisar antara 170-470 g/m² dengan pelaburan pada satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread).

2.4.3 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992).

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral, dan air. Perekat polymeric methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan dengan kayu, sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk kayu komposit.

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992). Sementara itu Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk memproduksi papan partikel eksterior.

(7)

Keuntungan perekat ini antara lain adalah: lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992).

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan. Perekat matang pada suhu kamar, suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio dan memerlukan tekanan yang tinggi. Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999).

2.4.4 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al. (1999) menyatakan bahwa pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan. Balok laminasi yang dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan ikatan perekat dalam kinerja struktural. Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari : pembuatan lamina, pengeringan dan pemilahan, perekatan permukaan, penyelesaian akhir (finishing), dan pabrikasi. Jika balok laminasi digunakan pada kondisi lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan. Tahap akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai. Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000).

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al. 1999). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan, pada umumnya

(8)

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15%. Beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18% (Yanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005; Abdurachman dan Hadjib 2005).

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat, lamina harus diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al. 1999).

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Metode yang paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping bads). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan mencapai 90% atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya, pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997; Moody et al. 1999).

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kg/cm² dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil penelitian Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Landa (2014), elemen desain merupakan elemen dasar yang harus digunakan agar pesan dapat tersampaikan dengan baik.. Setiap elemen desain memiliki fungsi

Menurut Kotler (2000) mengungkapkan ada tujuh dimensi kualitas produk, yaitu :.. a) Performance (kinerja), Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk

Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang saling berhubungan, saling ketergantungan satu sama

Studi klinis, meskipun terbatas dibandingkan dengan cara pemberian lainnya, telah menunjukkan bahwa pemberian misoprostol secara bukal juga efektif untuk aborsi,

Jika fluida ditinjau dalam dua dimensi, maka secara sederhana hukum kekekalan massa dalam fluida tersebut dapat dinyatakan sebagai laju perubahan massa pada suatu elemen luas

Setiap elemen kapasitor dilengkapi fuse, apabila terjadi kegagalan elemen kapasitor maka fuse yang berfungsi sebagai pembatas arus akan memutuskan secara efektif

Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali

Jumlah bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan pulp dapat dinyatakan sebagai banyaknya alkali yang efektif dan tergantung pada faktor-faktor seperti spesies