• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon Meranti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon Meranti"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.)

Meranti merah (Shorea Leprosula Miq.) adalah nama sejenis kayu pertukangan yang populer dalam perdagangan. Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan sampai berat-sedang. Berat jenisnya berkisar antara 0,3 – 0,86 pada kandungan air 15%. Kayu terasnya berwarna merah muda pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan (Ika Heriansyah, 2002)

Gambar 1. Pohon Meranti

Menurut kekuatannya, meranti merah dapat digolongkan dalam kelas kuat II-IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III-IV. Kayu ini tidak begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah. (Dorthe Joker, 2002)

Meranti merah (Shorea Leprosula Miq.) adalah kayu komersial di asia tenggara. Kayu ini sering digunakan untuk berbagai keperluan. Kayu ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi, panel kayu untuk dinding, loteng, sekat ruangan, bahan mebel dan perabot rumahtangga, mainan, peti mati dan lain-lain. Kayu meranti merah-tua yang lebih berat biasa digunakan untuk konstruksi sedang sampai berat, balok, kasau, kusen pintu-pintu dan jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu (Ika Heriansyah, 2002).

(2)

B. Sifat Umum Kayu

Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu (Dept. Kehutanan RI, 2007).

Gambar 2. Penampang kayu Sifat-sifat umum kayu, antara lain:

1. Berasal dari pohon yang senantiasa vertikal.

2. Komposisi kimia dari setiap jenis kayu terdiri dari tiga komponen penting, yaitu Sellulosa, Hemisellulosa dan Non karbohidrat (lignin).

3. Kayu bersifat anisotropik artinya bahan kayu menunjukkan perbedaan dalam sifat-sifat pada ketiga bidang orientasinya.

4. Kayu mempunyai sifat higroskopis artinya mempunyai kecenderungan untuk mengisap uap air.

Arti mempunyai sifat higroskopis kayu, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air atau kelembaban. Kelengasan kayu jadi petunjuk, untuk kualitas dan sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara sesaat.

Makin lembab udara di sekitarnya, akan makin tinggi pula kelengasan kayu, hingga mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan masuknya air ke dalam kayu itu,maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang atau menyusut (Dumanauw, 2003).

(3)

Perubahan-perubahan kadar air sangat besar pada permukaan kayu, di mana perubahan-perubahan kadar air berlangsung cepat. Di bagian dalam kayu mengalami perubahan kadar air. Proses yang terjadi lambat, sebab waktu yang dibutuhkan oleh air untuk berdifusi dari atau ke bagian luar kayu lebih lama. (Dumanau, 2003).

Air terletak di dua bagian besar pori-pori kayu sebagai berikut:

1. Free water (air bebas), terletak didalam pori-pori kayu, mengisi serat kayu yang berbentuk seperti pipa-pipa yang tersusun searah. Air bebas ini sangat mudah menguap karena tidak mengandung banyak zat dan sel pohon. Air bebas pada beberapa jenis kayu lunak bisa menguap melalui proses pengeringan alami, sedangkan untuk beberapa kayu keras hanya bisa melalui pengeringan mekanis.

2. Bound Water (air terikat), mengandung lebih banyak selulosa dan kimia lain. Air terikat ini terletak di antara pori-pori sekaligus memperkuat ikatan antar pori. Apabila air terikat ini menguap maka kayu akan mengalami penyusutan. (Dept. Kehutanan RI, 2007).

Gambar 3. Posisi air dalam kayu

Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeluaran air dari dalam kayu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Faktor yang berhubungan dengan kayu, diantaranya: a. Struktur anatomi

b. Berat jenis kayu c. Ukuran tebal kayu

(4)

2. Faktor luar kayu, diantaranya: a. Suhu

b. Kelembaban c. Sirkulasi udara

d. Cara penumpukan kayu

Dalam sebuah sampel potongan kayu umumnya terdapat dua kadar air kayu yang berbeda, yaitu kadar air rendah pada permukaan kayu dan kadar air yang tinggi pada bagian dalam kayu. Di antara kedua titik berlainan itu terdapat peralihan kadar air yang berangsur-angsur menaikkan atau menurunkan kadar air.. Dalam arah longitudinal atau arah memanjang dari kayu) gerakan air dalam bentuk uap lebih mudah keluar, karena struktur sel yang berbentuk tabung (buluh) (Dumanauw, 2003).

Salah satu usaha untuk mencegah dan membatasi penyusutan kayu ialah dengan membuat kayu pada kadar air keseimbangan kayu dengan lingkungannya, atau batas kandungan air kayu yang terendah.

C. Karakteristik Termal Kayu

Karakteristik termal atau sifat panas adalah sifat fisik bahan yang berhubungan dengan panas. Thermal properties terdiri dari panas jenis, konduktivitas panas dan difusivitas panas.

1. Panas Jenis

Setiap bahan memerlukan panas yang berbeda untuk menghasilkan kenaikan suhu tertentu. Perbandingan antara banyaknya panas yang diberikan Q dengan kenaikan suhu ΔT disebut kapasitas panas benda tersebut (Sears, 1950) atau dengan rumus:

Kapasitas Panas =

... (1)

Besarnya kapasitas panas benda berbeda-beda, kapasitas panas benda dihitung dalam tiap satuan massa sehingga menghasilkan nilai spesifik yang disebut Kapasitas Panas Jenis (Specific Heat Capacity) dan diberi simbol Cp.

Cp = K M = ∆ =

(5)

Panas jenis suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara kapasitas panas jenis bahan itu dengan panas jenis air. Karena besarnya kapasitas panas jenis air adalah 1 kal/gr oC maka nilai panas jenis air sama dengan nilai kapasitas panas jenisnya. Akan tetapi karena didefinisikan sebagai perbandingan maka nilai tersebut hanya berupa bilangan tanpa satuan sehingga nilainya sama dalam tiap satuan. Berdasarkan definisi tersebut maka kapasitas panas suatu benda sama dengan hasil kali massa benda itu dengan kapasitas panas jenisnya ( Sears, 1950).

2. Konduktivitas Panas

Konduktivitas panas adalah karakteristik suatu bahan yang mnunjukkan kemampuan bahan tersebut dalam mengkonduksikan panas. Pindah panas konduksi merupakan perpindahan energi di dalam bahan tanpa pergerakan bahan itu sendiri. Konduksi terjadi ketika ada perbedaan suhu dalam bahan padat (atau fluida statis). Aliran panas konduksi terjadi dari temperatur yang lebih tinggi menuju temperatur yang lebih rendah, karena suhu yang lebih tinggi memiliki energi molekul yang lebih tinggi atau pergerakan molekul yang lebih banyak. Energi disalurkan dari bagian berenergi tinggi menuju ke bagian yang berenergi lebih rendah melalui milekul yang berdekatan.

Konduktivitas panas λ didefinisikan sebagai jumlah panas Q yang ditransmisikan melalui ketebalan bahan L tegak lurus permukaan A karena perbedaan suhu ΔT pada kondisi stabil dan ketikan pindah panas hanya dipengaruhi oleh perbedaan suhu. Konduktivitas panas dihitung dengan persamaan berikut:

λ = Q × L / (A × ΔT) ... (3) 3. Difusivitas panas

Difusifitas panas didefinisikan sebagai laju perambatan panas secara difusi dalam suatu bahan (Mohsenin, 1980). Dalam hubungannya dengan sifat panas yang lain difusivitas merupakan perbandingan dari konduktivitas panas K dengan kapasitas panas volumetrik Cw, dimana kapasitas panas volumetrik merupakan hasil kali antara massa jenis ρ dengan panas jenis Cp, sehingga difusivitas panas α dapat dirumuskan sebagai berikut:

(6)

α =

ρ

... (4)

Dengan diketahuinya nilai difusivitas panas bahan maka akan diketahui laju panas yang didifusikan keluar dari bahan sehingga akan dapat diduga waktu yang diperlukan untuk suatu proses perlakuan panas.

D. Pengeringan Kayu

Pengeringan kayu adalah proses pengeluaran air yang terdapat dalam kayu merupakan suatu rangkaian kegiatan penggergajian (industri primer) dan industri sekunder (Dephutbun RI, 1998). Metode pengeringan yang biasa digunakan saat ini adalah pengeringan alami atau pengeringan matahari dan pengeringan mekanis.

1. Pengeringan Matahari

Pengeringan matahari adalah pengeringan yang menggunakan energi surya sebagai sumber energi panasnya. Prinsipnya adalah mengumpulkan energi panas untuk mencapai suhu tertentu dan suhu ini digunakan untuk mengeluarkan air dari dalam kayu (Rasmussen, 1961).

Pengeringan matahari sangat tergantung pada jumlah radiasi yang diterima oleh bangunan pengering (Jansen,1995). Nilai rata-rata intensitas radiasi yang dipancarkan ke permukaan bumi melalui atmosfer untuk daerah khatulistiwa sebesar 1353 W/m2 (Kamaruddin et al, 1998) dan selanjutnya dapat kita sebut radiasi ekstraterestrial. Menurut Tiwari (1998) fluktuasi nilai radiasi ekstraterestrial ini berkisar antara 1350 hingga 1440 W/m2. Radiasi yang selanjutnya menentukan adalah besarnya radiasi langsung pada daerah terestrial dimana bangunan tersebut berada. rata-rata radiasi terestrial normal sebesar 781,6 W/m2. Hasil perhitungan total, besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima oleh bangunan sebesar 757 W/m2. Besarnya nilai radiasi harian dapat dilihat pada gambar 8.

(7)

Gambar 4. Grafik radiasi matahari harian 2. Pengeringan mekanis

Pengeringan mekanis adalah pengeringan yang menggunakan bahan bakar atau listrik sebagai sumber panasnya (Rasmussen, 1961). Pengeringan tipe ini menggunakan pemanas untuk menaikkan suhu lalu mengalirkan udara panas tersebut menggunakan kipas atau blower. Pengeringan mekanis dapat menurunkan kadar air lebih cepat daripada pengeringan alami, namun peralatan yang digunakan relatif lebih mahal.

Pada pengeringan alami, kondisi cuaca sangat menentukan kecepatan kayu mengering. Sedangkan pada pengeringan mekanis ketiga faktor pengeringan, yaitu: suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mengering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12% (Dephutbun RI, 1998).

Dengan adanya pengeringan akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

1. Berat kayu akan berkurang, sehingga biaya pengangkutan berkurang (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)

2. Penyusutan yang menyertai pengeringan terjadi sebelum kayu digunakan sebagai produk akhir. Perubahan kadar air seimbang yang kecil akan meminimumkan penyusutan dan pengembangan kayu dalam pemakaiannya sebagai produk akhir sehingga mencegah retak dan pecah yang mungkin terjadi (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)

3. Hampir sernua sifat mekanika kayu akan naik. Kekuatan pukul (impact bending)

0 200 400 600 800 1000 1200 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Glob al  Ra d ia ti on  (W /m 2 ) Pukul Penyinaran (jam) global radiation (Iti)

(8)

kayu yang sudah dikeringkan akan sama atau sedikit lebih kecil dibanding kayu basah. Kekuatan geser, tarik, lengkung dan elastisitas akan naik sekitar 3% 6% setiap 1% penurunan kadar air setelah melewati titik jenuh serat. Keadaan ini disebabkan karena kayu sudah dikeringkan mempunyai jumlah massa dinding sel kayu yang lebih besar dan lebih banyak dibanding kayu basah pada volume yang sama (Brown & Bethel, 1965, Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)

4. Umur pakai kayu akan bertambah karena kemungkiman serangan mikrobia pembusuk dan cendawan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu dengan kadar air dibawah 20% (Brown & Bethel, 1965; Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) 5. Kayu yang dikeringkan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan

serangga perusak kayu (Prayitno, 1994; Hadikusumo, 1994)

6. Kekuatan sambungan sambungan yang terbuat dari paku dan baut akan lebih besar pada kayu kering daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971)

7. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perekatan dan penggunaan akhir (Rietz & Page, 197 1; Prayitno, 1994)

8. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perlakuan bahan kimia, pengawet dan penghambat kebakaran (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994) 9. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat permesinan lebih baik karena

dapat dipotong pada ukuran tepat dengan permukaan yang halus (Prayitno, 1994) 10. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat isolasi listrik dan isolasi panas

yang lebih baik daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)

Menurut (Hadikusumo, 1994), kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tebal kayu, kadar air awal, kayu dalam batang (kayu gubal dan kayu teras) dan keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan angin)

1. Jenis kayu. Kayu yang ringan biasanya lebih cepat kering daripada kayu tebal. Dimana kecepatannya dipengaruhi oleh struktur dan sifat kayunya (Brown dan Bethel,1965).

2. Tebal kayu. Makin tebal kayu maka akan semakin lama waktu pengeringan. Hal ini karena. waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama dari kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965).

(9)

3. Kadar air awal. Kadar air awal mula mula di dalam kayu segar akan berpengaruh terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama daripada kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965)

4. Potongan papan. Potongan papan atau arah penampang berpengaruh terhadap keluarnya air dari dalam kayu. Hal ini berkaitan dengan struktur sel kayunya. Sebagian besar kadar air akan dikeluarkan nelalui penampang melintang daripada melalui penampang radial dan tangensial ( Brown dan Bethel,1965). Hal ini disebabkan karena sel-sel pembuluh tersusun dalam seri yang sejajar dengan sumbu pohon, dan pori pori kayu terclapat pada penampang melintang.

5. Letak kayu dalam batang (kayu Gubal dan Kayu Teras). Kayu teras kurang permeabel terhadap cairan bila dibandingkan kayu gubal sehingga lebih lambat mengering (Rietz dan Page, 197 1)

6. Keadaan Lingkungan (Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan Angin).

Menurut Martelli dalam Hadikusumo (1986), bahwa dalam pengeringan kayu syarat utama yang harus dipenuhi yaitu cukup energi dan kelembaban untuk untuk mengeluarkan air terutama air yang terdapat dalam dinding sel, dan sirkulasi udara yang cukup sehingga panas yang dihantarkan dapat merata mengenai seluruh permukaan kayu dari setiap tumpukan. Sirkulasi udara yang normal untuk mengeringkan kayu sekitar 2 in per detik. Kecepatan udara yang kurang dari 1,5 m per detik dapat menyebakan kayu mengering sangat lambat. a. Suhu udara

Menurut Prayitno (1994), suhu udara berhubungan. dengan kemampuan udara untuk menerima dan menahan molekul uap air yang tetap dalam udara dan kemudian keluar dari udara dalam bentuk embun. Semakin tinggi suhu udara maka semakin banyak molekul uap air yang mampu diterima dan ditahan dalam udara menurut Yudidobroto (1980). Fungsi dari suhu udara tinggi atau panas dalam proses pengeningan kayu akan menaikkan tekanan udara dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat di permukaan kayu. Pengaruh suhu udara terhadap proses proses pengeringan adalah semakin tinggi suhu udara dalam alat pengering, makin cepat penguapan air dari dalam kayu.

(10)

b. Kelembaban relatif

Menurut Vlasov et al (1968) dan Prayitno (1994), kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap dalam udara dengan tekanan uap dalam keadaan jenuh, yang dinyatakan dalam persen pada suhu yang sama. Pengaruh kelembaban relatif terhadap pengeringan kayu adalah semakin rendah kelembaban udara di sekitar kayu yang dikeringkan, proses pengeringan akan semakin cepat.

c. Sirkulasi udara

Menurut Prayitno, (1994) terdapat 2 kelompok sirkulasi udara yaitu sirkulasi udara internal dan sirkulasi udara eksternal. Sirkulasi udara internal adalah sirkulasi udara, yang membawa panas dari permukaan radiator ke permukaan kayu. Sirkulasi udara eksternal adalah sirkulasi udara, yang membawa udara segar dari luar alat pengering dan membawa udara jenuh air keluar dari alat pengering.

Menurut Yudodibroto (1980), fungsi dari panas di dalam proses pengeringan kayu adalah untuk menaikkan tekanan udara dan uap di dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat dipermukaan kayu. Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat penguapan air dari dalam kayu. Semakin rendah kelembaban udara sekitar udara sekitar kayu yang dikeringkan maka proses pengeringan kayu akan semakin cepat. Fungsi udara adalah sebagai medium pembawa panas di dalam proses pengeringan kayu. Dengan semakin cepatnya sirkulasi udara, maka proses pengangkutan kelembaban di permukaan kayu akan semakin cepat.

Kecepatan angin yang tinggi akan mempercepat pengeringan. Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali pengeningan kayu didalamnya, dapat terlaksana lebih cepat daripada pengeringan alami Jika kelembaban relatif udara dapat diturunkan dan sirkulasi udara dapat disempurnakan.

E. Cacat-cacat Pengeringan Kayu

Cacat-cacat pengeringan. yang sering terjadi digolongkan menjadi 3 kelas, yang didasarkan pada penyebabnya yaitu penyusutan, cendawan, dan bahan bahan kimia di dalam kayu, dan ini terjadi pada. pengeringan alami maupun buatan. Penyusutan terjadi jika pengeringan dilakukan di bawah titik jenuh serat. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan

(11)

oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu baglan luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar menyusut tetapi dihalangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat gaya yang terjadi karena penyusutan ini sering lebih besar danipada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Masing-masing jenis kayu berbeda ketahanannya dalam menghadapi retak pada kondisi pengeringan yang sama.

Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Pelengkungan memangkuk biasanya mudah dihindari dengan cara penumpukan yang baik dengan menggunakan ganjal-ganjal yang lurus dan tebalnya seragam. Pelengkungan yang lain adalah pelengkungan membusur. Pelengkungan ini terjadi karena adanya penyusutan pada arah longitudinal yang terjadi pada papan yang mengandung kayu juvenil dan papan yang mengandung kayu reaksi. Kayu reaksi terdapat pada batang yang miring tumbuhnya.

Penyusutan arah longitudinal pada kayu reaksi dan kayu juvenil jauh lebih besar daripada kayu dewasa dan kayu normal, sehingga papan yang mengandung kaya juvenil atau kayu reaksi akan membusur pada pengeringan. Untuk menghindari keretakan dengan melabur kedua ujung papan kayu dengan larutan kimia (flinkote) (Martawijaya,1976). Cendawan menimbulkan cacat berupa noda, busuk dan lapuk yang terjadi pada suhu dan kelembaban yang menguntungkan dalam pengeringan. Akibat yang ditimbulkan antara lain perubahan warna kayu dan berkurangnya kekuatan kayu. Cara menghindarinya adalah mengeringkan kayu sampai di bawah 20% kadar airnya, atau menyemprot zat kimia.

Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan kayu yang terIalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu bagian luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar manyusut tertapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat, gaya yang teriadi karena penyusutan im sering lebih besar dari daripada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak.

(12)

Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu.

Menurut Hadikusumo (1986), tindakan pengeringan kayu yang cepat dilaksanakan akan dapat menghindarkan kayu dari serangan cendawan pewarna seperti blue stain. Jamur pewarna kayu akan berkembang mengikuti bagian kayu yang sukar kering, sebab udara dan kadar air pada bagian tersebut berada dalam keadaaan yang optimum bagi perturnbuhannya. Menurut Supriana (1976), tindakan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah serangan bluestain pada kayu gergajian adalah dengan mengeringkannya dengan cepat.

F. Teori Pengeringan

Hall (1957) menyatakan pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban nisbi yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan.

Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah panas diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke udara. Pindah panas terjadi karena tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada di udara. Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap, air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air karena perbedaan tekanan pada bagian dalam dan bagian luar (Henderson dan Perry, 1976). Proses pengeringan bahan oleh udara pengering di dalam ruang pengering dapat dilihat pada grafik psikrometrik berikut.

(13)

G b b p d p b p d Gambar 5. G Kada bahan terseb 1976). Pada bebas dan se Pada pengeringan dapat diliha perpindahan bahan (Broo pengeringan dibatasi oleh Grafik Psikro ar air suatu but, baik ber a proses pen

etelah air beb

Gam a proses pe n konstan da at pada Gam n air interna oker et al, 1 n yang kemu h kadar air kr AB C D Berat ometrik Pros bahan men rupa air beb geringan, ya bas maka pe mbar 6. Kurv engeringan an laju peng mbar 7. Laj al labih keci 974). Laju p udian diikuti ritis (critica ses Pengerin nunjukkan ju bas maupun ang pertama enguapan sel va pengering terdapat du eringan men aju pengerin il dari perp pengeringan i oleh laju p l moisture co E Waktu ngan di dalam umlah air y air terikat ( a mengalami lanjutnya terj an (Hall, 195 ua laju pen nurun. Grafi ngan konstan indahan uap n konstan ter pengeringan ontent) (Hen m Ruang Pen yang dikandu (Henderson i penguapan rjadi pada air

57) ngeringan, ik laju peng n terjadi ka p air pada p rjadi pada a n menurun. P nderson, 197 ngering. ung dalam dan Perry, n adalah air r terikat. yaitu laju eringan ini arena gaya permukaan awal proses Periode ini 76).

(14)

Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun.

Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 3). Besarnya laju pengeringan berbeda pada setiap bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah:

1. Bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan.

2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas laten, panas jenis spesifik, konduktifitas termal dan emisivitas termal.

3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal 4. Keadaan diluar bahan, seperti suhu

Gambar 7. Kurva karakteristik pengeringan (Hall, 1957) dimana:

A-B adalah periode pemanasan B-C adalah laju pengeringan konstan C adalah kadar air kritis

C-D adalah periode penurunan laju pengeringan pertama D-E adalah periode penurunan laju pengeringan kedua

E D C B A La ju  Penu runan  KA Kadar Air Laju pengeringan menurun Laju pengeringan  tetap

(15)

G. Kadar Air Kesetimbangan Dan Konstanta Pengeringan 1. Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air keseimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh, 1981). Pada saat terjadi keseimbangan kadar air, jumlah air yang menguap sama dengan jumlah air yang diserap oleh bahan. Konsep kadar air keseimbangan diperlukan dalam analisis sistem penyimpanan dan pengeringan hasil pertanian, karena kadar air keseimbangan menentukan tingkat kadar air minimum yang dapat dicapai pada suatu kondisi pengeringan tertentu. Kadar air keseimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik yang besarnya dipengaruhi oleh kelembaban relatif dan suhu lingkungan, jenis bahan dan tingkat kematangan bahan (Manalu, 2001).

Penurunan kadar air suatu bahan yang diletakkan di dalam suatu ruang dengan kelembaban relatif rendah dan suhu tinggi disebut desorpsi. Sebaliknya bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi dan suhu rendah, dikatakan bahwa bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangannya melalui adsorpsi. Proses ini disebut juga sorpsi isotermis (Henderson dan Perry, 1976).

Ada perbedaan yang nyata antara kadar air desorpsi dan adsorpsi pada kondisi suhu dan RH yang sama yaitu bahwa kadar air keseimbangan desoprsi lebih tinggi dari pada kadar air keseimbangan adsorpsi. Fenomena ini disebut histerisis (Christensen, 1974 di dalam Manalu, 2001).

Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva kadar air keseimbangan pada suhu tetap atau sorpsi isotermis. Untuk produk pertanian kurvanya berbentuk sigmoid (berbentuk S) (Manalu, 2001)

Menurut Brooker et al., (1981) ada dua cara atau metode untuk menentukan kadar air keseimbangan yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis bahan dibiarkan dalam keadaan tenang untuk mencapai keseimbangannya, biasanya dipergunakan larutan kimia untuk menjaga kemantapan RH lingkungannya. Untuk mencapai keseimbangan diperlukan waktu beberapa hari. Pada metode dinamis ada mekanisme pergerakan udara, cara ini lebih cepat, akan tetapi memikili kendala pada pengendalian RHnya.

(16)

Metode dinamis pada umumnya dipakai pada analisis pengeringan sedangkan metode statis untuk analisis penyimpanan.

Kadar air keseimbangan merupakan fungsi dari kelembaban relatif (RH) dan suhu mutlak (T), dimana hubungan antara Me, RH dan T dinyatakan sebagai berikut (Henderson dan Perry, 1976):

1 exp ... ... (5)

Penjabaran Rumus diatas menghasilkan rumus berikut: ln ( ln ( 1-RH )-1) = ln c + ln T + n ln Me ... (6)

Untuk bahan kayu, U.S. Forest Products Laboratory menyatakan bahwa kadar air kesetimbangan merupakan fungsi dari suhu dan RH sebagai berikut: Me = 1800/W

[

K KH K K K H K KH K K K H

]

... (7) Dimana: Me = Kadar Air (%) T = Suhu (oF) H = RH (/100) dan W = 330 + 0.452T + 0.00415T2 ... (8) K = 0.791 + 0.000463T - 0.000000844T2 ... (9) K1 = 6.34 + 0.000775T - 0.0000935T2 ... (10) K2 = 1.09 + 0.0284T - 0.0000904T2 ... (11) 2. Konstanta Pengeringan

Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam). Makin tinggi nilai konstanta pengeringan makin cepat suatu bahan membebaskan airnya.

Konstanta pengeringan (k) merupakan fungsi dari difusifitas dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam memecahkan persamaan difusi. Konstanta pengeringan bervariasi terhadap suhu mengikuti persamaan Arrhenius (Brooker et al., 1981) sebagai berikut:

(17)

... (12) Menurut Henderson dan Perry (1976) untuk menghitung konstanta pengeringan digunakan rumus berikut:

e-kt ... (13) Dimana A merupakan koefisien yang tergantung dari bentuk partikel, yang besarnya sekitar 8π-2 atau 0,810569 untuk benda berbentuk lempeng.

Penjabaran persamaan (13) menghasilkan persamaan berikut:

k =

...(14)

H. Model Pengeringan Lapisan Tipis

Pengeringan lapisan tipis didefinisikan sebagai pengeringan satu lapis bahan yang terbuka terhadap udara pada suhu dan RH konstan (Ban, 1974). Sedangkan menurut Henderson dan Perry (1976) pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana seluruh bahan tersebut dapat menerima langsung aliran udara pengering yang melewatinya dengan kelembaban relatif dan suhu konstan.

Luikov (1966) dalam Broker dan Arkema telah mengembangkan model matematik dalam bentuk persamaan diferensial untuk menggambarkan proses pengeringan lapisan tipis sebagai berikut:

= K M K θ K P = K M K θ K P

= K M K θ K P ... (15) Dimana K11, K22, dan K33 adalah koefisien fenomena dan nilai K yang lain

menunjukkan koefisien penggandaan. Hasil penggandaan adalah kombinasi dari efek kadar air, suhu, energi dan pindah massa total.

Pengeringan buatan berada pada suatu kondisi yang mengizinkan penyederhanaan persamaan pengeringan Luikov. Contohnya, penurunan kadar air karena perbedaan tekanan hanya signifikan saat suhu bahan berada diatas suhu yang digunakan pada pengeringan biji-bijian. Hal ini berarti pengaruh tekanan

(18)

dapat dihilangkan dari sistem persamaan Luikov. Oleh karena itu, persamaan pengeringan Luikov dimodifikasi menjadi:

= K M K θ

= K M K θ...(16) Dua persamaan diatas telah digunakan pada pengeringan beberapa jenis bahan termasuk jagung (Husain et al.,1972). Dari pengeringan tersebut dapat disimpulkan bahwa efek penggandaan suhu dan kadar air dalam analisis pengeringan bahan hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, persamaan fenomena dapat diubah menjadi:

= K M

= K θ ...(17) Karena gradien tekanan total dan suhu dapat diabaikan dalam praktek pengeringan (Broker et al., 1974) maka persamaan (10) dapat disederhanakan menjadi:

= K M ... (18) Pada umumnya pergerakan air dalam bahan dapat dianggap berlangsung secara difusi, maka koefisien K11 disebut koefisien difusifitas (D).

Dengan menganggap nilai D konstan dan difusi berlangsung dari pusat ke permukaan maka persamaan (11) dapat dinyatakan sebagai:

= D [ + ] ... (19) Kondisi awal : M (r,0) = M(in)

Kondisi batas: M (r0,t) = Me(eq)

Dimana c = 0 untuk benda lempeng tak berhingga, gabungan untuk badan silinder dan c = 2 untuk benda berbentuk bola dan r adalah jari-jari atau setengah ketebalan bahan.

Untuk menghitung konstanta pengeringan digunakan persamaan Henderson dan Perry seperti tercantum pada persamaan (13).

(19)

I. Proses Pindah Panas pada Pengering

Panas yang masuk ke dalam bangunan pengering berasala dari lingkungan dan akan dikeluarkan kembali ke lingkungan. Perpindahan panas ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan di dalam dan luar bangunan. Hal yang demikian akan membuat terjadi pergerakan fluida antara di dalam dan di luar untuk menyeimbangkan energi.

Soegijanto (1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa perpindahan panas. Proses pindah panas yang terjadi pada bangunan tersebut terjadi melalui beberapa jenis pindah panas, yaitu radiasi, konveksi dan konduksi. 1. Pindah Panas Radiasi

Radiasi adalah proses transfer energi melalui gelombang elektromagnet. Radiasi tidak merambat pada suatu material dan terjadi pada ruang hampa. Radiasi merupakan bagian dari energi yang dapat dinilai berdasarkan besarnya suhu. Saat energi radiasi mengelilingi setiap bagian atau seluruh partikel maka akan terjadi perpindahan panas. Besarnya energi radiasi bergantung pada suhu permukaan dari pertikel tersebut.

Tiwari (1998) menyatakan bahwa persamaan besarnya perpindahan panas karena radiasi digambarkan oleh persamaan berikut:

Q = ε σ T4 ...(20) Keterangan:

ε = Emisivitas permukaan benda

σ = Konstanta Stevan-Boltsman, 5,67 x 10-8 W/m2K4

T = Suhu permukaan luar, K Q = Pindah panas radiasi, W/m2 2. Pindah panas konveksi

Konveksi adalah transfer panas dari satu bagian fluida ke beberapa bagian lain dengan suhu rendah dari pencampuran partikel fluida. Pergerakan fluida dapat terjadi karena adanya paksaan ataupun secara alami. Apabila pergerakan fluida disebabkan oleh perbedaan tekanan maka kondisi itu disebut konveksi paksa (Tiwari, 1998).

(20)

Davies, Morris (2004) pada proses percepatan sentrifugal gravitasi perlu digantikan posisinya sesuai dengan posisi fluida, gaya gaya pergerakan akibat viskositas ini dapat diabaikan. Pada dua plat dengan perbedaan perubahan suhu yang kecil dimana salah satu plat diberikan pendinginan maka akan menyebabkan terhambatnya pergerakan dari aliran udara pada posisi tersebut, sehingga kondisi ini disebut Rayleigh Number.

Q = h A ΔT ...(21) Keterangan:

Q = Pindah panas konveksi, W/m2 h = Koefisien pindah panas A = Luas Permukaan, m2

ΔT = Perbedaan suhu permukaan bahan dengan udara, K.

Untuk konduktivitas panas konveksi (h) pada permukaan vertikal (v) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dibawah.

a. Hubungan karakteristik udara menggunakan Reynold Number (Re)

Re = ρ V ... (22) b. Hubungan pindah panas dan pergerakan udara menggunakan Prandtl Number (Pr)

Pr =

...(23)

c. Hubungan gaya angkat hidrostatik fluida pada konveksi menggunakan Grashof Number (Gr)

Gr = ∆ = ∆

...(24)

d. Pindah panas pada konveksi paksa (Tiwari, 1998) menggunakan Nusselt Number (Nu)

Nu = 0,8 (Re Pr)0,25 K ...(25) e. Koefisien pindah panas pada bidang vertikal (Tiwari, 1998) menggunakan rumus

K = [

(21)

f. Koefisien konveksi pada bidang vertikal dengan kecepatan udara laminer (Hollman, 1992) menggunakan rumus

h = 1,42 (∆

)

1/4

...(27)

Keterangan:

Re = Reynold Number Pr = Prandtl Number Gr = Grashof Number

ρ = Massa jenis udara, kg/m3

v = Kecepatan Udara, m/s x = Tebal bahan, m

μ = Viskositas dinamis, kg/m2s Cp = Panas jenis, W/m2K

K = Konduktivitas Panas, W/m2K

β = Koefisien volumetrik ekspansi panas g = akselarasi grafitasi, m/s2

ΔT = Perbedaan suhu udara dan bahan, K 3. Pindah Panas Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas yang merambat dari material satu ke material lain atau merambat dari satu partikel ke partikel lain. Pindah panas konduksi biasanya terjadi pada daerah lantai dan lapisan dinding. Besarnya perpindahan panas karena konduksi digambarkan oleh persamaan berikut: Q = - K = ( T1 – T2 ) ...(28)

Keterangan:

Q = Pindah panas Konduksi, W/m2 T = Suhu, K

X = Jarak antar material, m K = Thermal conductivity, W/m2C S = Ketebalan material, m

T1 = Suhu Udara, K

(22)

J. Energi dan Efisiensi Pengeringan

Energi pengeringan adalah energi yang digunakan untuk memanaskan bahan dan menguapkan air dari bahan. Energi pengeringan merupakan penjumlahan antara energi yang digunakan untuk memanaskan bahan (Q1) dan

energi untuk menguapkan air dari bahan (Q2), dimana:

Q1 = mww Cpw (Tw – Ta) ... (29)

Q2 = mu Hv ... (30)

Mu = mww ... (31)

Dengan:

Mww = Massa kayu basah, kg

Mi = Kadar air awal kayu, %bb

Mf = Kadar akhir awal kayu, %bb

Cpw = Panas Jenis kayu, kJ/kg K

Tws = Suhu Permukaan kayu, oC

Ta = Suhu pengering, oC

Hv = panas laten penguapan pada Tk, kJ/kg K

Efisiensi pengeringan adalah perbandingan antara energi pengeringan dengan energi yang diberikan oleh sistem pengering (kipas dan pemanas). Perhitungan efisiensi pengeringan berguna untuk pendugaan pengeringan dan pemilihan alternatif alat pengering. Efisiensi pengeringan dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Esp = 100% ... (32)

Dimana:

Esp = Efisiensi pengeringan, %

Qu = Energi total yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air

selama pengeringan berlangsung, Joule

Qt = Energi yang diberikan oleh sistem pengering. Joule

Energi yang diberikan pengering (Qt) adalah penjumlahan energi yang

digunakan untuk memutar kipas (Qk) dan energi alat pemanas heater (Qh).

(23)

K. A a b G s d J l m p G Dimana: Qk = 3.6 P Qh = 3.6 P Dengan: Pk = Day Ph = Day Δt = Wak Alat Musik Gitar a atau sebuah bergetar. Gi Gitar akustik senar gitar y dalam ruang Suara Jenis kayu listrik adala menjadi arus penguat dan Suara Getaran ters Pk Δt ... Ph Δt... a kipas, Wat a pemanas h ktu pengering Gitar adalah alat m plektrum (a itar bisa ber k adalah jen yang dialirk g suara. di dalam ru akan memp ah sejenis gi s listrik yang n loud speake gitar dihasi sebut meram ... ... tt heater, Watt gan, Jam. musik berdaw alat petik gita

rupa gitar a nis gitar dim kan melalui Gambar 8. G ang suara in engaruhi su itar yang m g akan dikua er. (Simon,1 ilkan dari s mbat dengan ... ...

wai yang dim ar). Bunyiny akustik atau ana suara ya sadel dan je Gitar akustik ni akan beres uara yang di mengubah bu atkan kemba 998). senar yang m n adanya per ... ... mainkan den ya dihasilkan listrik, atau ang dihasilk embatan tem k dan bagian sonansi terha ihasilkan ole unyi atau ge ali dengan m menggetarka rsentuhan an ... ... ngan jari-jem n dari senar-u gabsenar-ungan an berasal d mpat pengika nnya adap kayu b eh gitar aku etaran dari menggunakan an udara di ntar udara. G ...(33) ..(34) mari tangan -senar yang keduanya. dari getaran at senar ke badan gitar. ustik. Gitar senar gitar n perangkat isekitarnya. Getaran ini

(24)

berupa gelombang bunyi. Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar maju-mundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia lalu diartikan oleh indera pendengar (Simon, 1998).

Gelombang bunyi yang dihasilkan dari getaran senar akan dipantulkan oleh badan gitar berupa kayu. Pemantulan gelombang ini akan menyebabkan terjadinya gema. Kejernihan suara tergantung kemampuan medium untuk menyerap dan memantulkan suara. Medium suara dapat berupa udara, cairan ataupun benda padat.(Simon, 1998). Pada alat musik gitar, medium pemantul suara adalah kayu badan gitar berupa kayu, oleh karena itu kejernihan suara tergantung pada kemampuan kayu untuk menyerap dan memantulkan suara.

Tiap jenis kayu memiliki kemampuan pemantulan yang berbeda untuk selang frekuensi yang berbeda. Setiap jenis musik memiliki keperluan rentang suara tertentu, seperti musik rock biasa dimainkan dengan nada yang tinggi, musik klasik dengan rentang suara yang panjang dari frekuensi rendah hingga menengah dan musik bass memerlukan kayu dengan rentang suara yang rendah namun keras.

Tabel 1. Karakteristik beberapa jenis kayu

No Nama Kayu Treble Mid Bass Berat Kekerasan

1 Alder 6 7 6 sedang Sedang

2 Meranti 5 7 8 berat Sedang

3 White ash 8 5 7 berat Rendah

4 Maple 7 6 5 berat Berat

5 Padauk 8 5 5 berat Keras

6 Koa 6 8 7 berat Keras

7 Rosewood 5 8 6 berat Keras

Gambar

Gambar 1. Pohon Meranti
Gambar 2. Penampang kayu  Sifat-sifat umum kayu, antara lain:
Gambar 4. Grafik radiasi matahari harian  2. Pengeringan mekanis
Gambar 7. Kurva karakteristik pengeringan (Hall, 1957)  dimana:
+2

Referensi

Dokumen terkait

Disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif siswa di kelas yang menggunakan strategi peta konsep yang berbasis card sort lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan peta konsep

Setelah Anda melakukan pengaturan dan sudah mendapatkan tema yang baik untuk blog gratisan di blogspot (yang AdSense friendly), maka Anda siap untuk memasukkan entri baru di

d. Surat Pernyataan Pengurus Asosiasi tidak merangkap sebagai pengurus pada Asosiasi terkait Rantai Pasok Konstruksi lain. Pakta Integritas yang ditandatangani oleh ketua umum

SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan merupakan instansi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Dalam penanganan konsultasi siswa, pencatatan konseling dan perhitungan

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hambatan dalam pengembangan model pembiasaan pada pembelajaran agama Hindu di SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan dalam

8 Ainur rohmah/ 2013/ universitas dian nuswantoro semarang Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode harga pokok pesanan untuk efisiensi biaya produk studi kasus pada

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Pengujian lelah dengan siklus rendah dari alu- minum padu 7475-T351 merupakan pengujian dasar untuk mendapatkan karakteristik suatu material dimana hasilnya menunjukkan bahwa