i
TESIS
IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS
DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI
(Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY)
oleh
SUJIYATI, S.Ag.
NIM : M214021
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM BEASISWA KUALIFIKASI S2 GURU PAI/ PENGAWAS PAI
PROGRAM PASCASARJANA
vi ABSTRAK
Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis. Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.
Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1) Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI?
Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
vii
ABSTRACT
Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis.
Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.
Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1) Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI?
Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
viii
MOTTO
َ ُ َ ِ ْ ِ ْ ا ِ َ َط ِ َج َ َ ْ َ
ِﷲ ِ ْ ِ َ
ix
Alhamdulillah rasa syukur kita panjatkan kehadirat Allâh Subhânahu Wata'âla, yang telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayah sehingga pada kesempatan ini penulis dapat
menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang.
Tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
Magister Pendidikan Islam Program Beasiswa Supervisi Pendidikan Islam pada Program Pasca
Sarjana IAIN Salatiga. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini tentu masih jauh dari
kesempurnaan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, arahan, serta dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankanlah
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. H. Amin Haedari, M.Pd. selaku Direktur PAI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, beserta jajaranya yang telah memberikan bantuan beasiswa S2 supervisi PAI.
2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan tulus memberikan bimbingan, dorongan, pengarahan dan pencerahan kepada penulis.
3. Bapak Dr. H. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga beserta staf, Bapak/Ibu Dosen dan karyawan, yang telah membantu kelancaran selama belajar di kampus Pascasarjana IAIN Salatiga.
4. Bapak Prof. Dr. H. Muh.Zuhri, MA., Dr.Winarno, M.Pd., Dr.Imam Sutomo, M.Ag.selaku Dosen penguji tesis yang telah memberikan pencerahan.
x
6. Ibu Hj.Badingah, S.Sos. selaku Bupati Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan surat tugas belajar dan kesempatan belajar.
7. Kepala BKD Kabupaten Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan ijin sekaligus surat tugas belajar.
8. Bapak Drs. H. Bardan, M.Pd. selaku kasi Pakis Kanwil Kementrian Agama DIY, dan Bapak H. Supriyanto, S.Ag. M.Si. selaku Kasi Pais Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul yang telah memberikan kesempatan untuk belajar melalui program beasiswa.
9. Bapak H. Sumitro, S.Ag. MA. dan bapak Drs.Rubino,MA. selaku pengawas pembimbing di Kabupaten Gunungkidul.
10. Bapak/Ibu Pengawas baik Dinas Pendidikan maupun Pengawas Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi, dokumen data pelaksanaan supervisi dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam pengumpulan data penelitian.
11. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Guru PAI se Kabupaten Gunungkidul yang telah membantu kelancaran selama penelitian dan selama belajar.
12. Keluarga besar Bapak Muhammad Nur ‘Adhiman suami tercinta, ananda Istiqomah Nur Achsani dan Imroatul Azizah Alhabibah Nur Achsani putri tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material.
13. Serta rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana seperjuangan yang telah memberikan bantuan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga semua amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazâkumullâhu khaira atas dukungan berupa motivasi dan do'anya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengatahuan,
khususnya bagi para pengawas dan calon pengawas PAI untuk mengkaji lebih dalam mengenai
masalah yang berhubungan dengan peranan supervisi klinis dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru.
Salatiga, 1 Juni 2016
Penulis
xi
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……….. 13
2. Kehadiran Peneliti………. 14
3. Lokasi penelitian……… 15
4. Data dan Sumber Data……….. 15
5. Teknik Pengumpulan data………. 16
6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data……… 21
7. Analisis……… 23
F. Sistematika Penulisan………..….. 26
BAB II KAJIAN TEORI……… 28
A. Supervisi Klinis……….. 29
xii
2. Siklus Dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis……… 31
3. Karakteristik Supervisi Klinis………. 42
A. Profil Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul……….... 59
B. Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis……… 60
1. Dasar Pelaksanaan……… 60
2. Visi Misi Pokjawas PAI dan Madrasah Kabupaten Gunungkidul…….. 60
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.. 61
4. Format Instrumen Pelaksanaan Supervisi Klinis………. 80
C. Hambatan dan Solusinya……… 88
D. Tindak Lanjut Kegiatan Kepengawasan……… 102
BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI GURU PAI……….. 113
A. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI………. 113
1. Mengenal karakteristik peserta didik……….. 115
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran…………... 117
3. Pengembangan kurikulum……….. 119
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik………... 120
5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik………... 122
6. Komunikasi dengan peserta didik………... 123
7. Penilaian dan Evaluasi………. 135
B. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru PAI……… 127
1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan……… 129
2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif……… 131
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pedoman Wawancara………... 146
Lampiran 2. Data Hasil Wawancara………... 115
Lampiran 3. Data Hasil Observasi……….... 172
Lampiran 4. Data Dokumen Pengawas.………... 179
Lampiran 5. Jurnal Pelaksanaan Supervisi Klinis……… 185
Lampiran 6. Instrumen Pelaksanaan Supervisi………. 192
Lampiran 7. Surat Permohonan Ijin Penelitian……… 114
Lampiran 8. Surat Rekomendasi Penelitian……….. 118
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan amanat Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 01/III/PB/2011 dan Nomor: 6
Tahun 2011 Tanggal: 24 Maret 2011, BAB II tentang kedudukan, tugas pokok,
rumpun jabatan, beban kerja, dan bidang pengawasan pasal 5 menjelaskan
bahwa:
“(1) Beban kerja Pengawas Sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh setengah) jam perminggu di dalamnya termasuk pelaksanaan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan di sekolah binaan. (2) Sasaran pengawasan bagi setiap Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a. untuk taman kanak-kanak/raudathul athfal dan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan dan/atau 60 (enam puluh) Guru; b. untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran; c. untuk sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru; dan d. untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat puluh) Guru bimbingan dan konseling.”1
Rekapitulasi pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten
Gunungkidul tahun ajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa jumlah pengawas
Pendidikan Agama Islam semua jenjang sebanyak 15 orang, jumlah sekolah
1
2
1135, jumlah Guru Pendidikan Agama Islam 1258 orang yang tersebar di 18
kecamatan, walaupun jumlah Pengawas PAI tidak seimbang dengan jumlah
sekolah dan guru PAI, namun dapat diupayakan supervisi klinis dapat
terlaksana, dengan menciptakan pola hubungan colega antara pengawas,
kepala sekolah dan guru senior, melalui pendidikan dan pelatihan, seminar,
diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2007, Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, pada kompetensi
akademik menyebutkan tugas pengawas adalah “membimbing guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan
atau di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.”2
Fenomena menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan dalam pelaksanaan supervisi, kurang konsisten antara pandangan
normatif teori supervisi secara ilmiah dengan pandangan deskriptif kenyataan
yang terjadi di sekolah, yang menimbulkan kegelisahan peneliti, permasalahan
lain supervisi masih cenderung mengarah pada inspeksi, disebabkan adanya
kendala secara struktur sebutan supervisi adalah pengawas bukan supervisor,
menyebabkan paradigma pemikiran mengarah ke inspeksi. Kendala lainnya
ruang lingkup dari pekerjaan pengawas lebih menekankan pada aspek
2
3
administratif, latar budaya kultural menjadikan guru dan pengawas tidak terbuka
dalam proses supervisi, pengawas sebaiknya mengkombinasikan tanggung
jawab perbaikan pengajaran dilihat dari aspek profesional dan tanggung jawab
administrasi guru karena bantuan pengajaran merupakan pembinaan profesional,
sedangkan pendekatan administrasi merupakan bagian dari birokrasi saja.
Guru selaku obyek supervisi, disibukkan dengan tuntutan administratif,
sementara tugas utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge” pada siswa mendapatkan porsi yang kecil. Akhirnya guru menganggap bahwa
supervisi sama dengan evaluasi dan inspeksi yang selalu mencari kesalahan saja,
supervisi berangkat dari kepentingan pengawas, dan bukan kepentingan guru,
sehingga hubungan antara supervisor dan guru terkesan antara atasan dan
bawahan, secara psikologis guru merasa tertekan, tidak memiliki kesempatan
untuk menunjukkan keunggulan dan kehebatannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut strategi yang dapat dilakukan
melalui model supervisi klinis, karena supervisi klinis merupakan bagian dari
supervisi pengajaran, prosedur pelaksanaannya supervisi klinis ditekankan untuk
mencari sebab akibat atas kelemahan yang terjadi didalam proses belajar
mengajar, cara memberikan obatnya dilakukan setelah supervisor mengadakan
observasi secara langsung terhadap perilaku mengajar guru di kelas, kemudian
4
harapan agar kelemahan yang dilakukan guru selama mengajar dapat segera
diketahui dan bagaimana usaha untuk memperbaikinya segera teratasi.
Supervisi Klinis merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam
perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang
penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan
dengan cara yang rasional. Supervisi klinis merupakan proses membantu
guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan
tingkah laku mengajar yang ideal, supervisi klinis merupakan supervisi edukatif
model kontemporer dengan pendekatan klinis, bersifat kolaboratif, memperbaiki
pembelajaran melalui perbaikan perilaku guru, maka supervisi klinis sangat
penting untuk diteliti lebih mendalam.
Dengan demikian peneliti akan menyajikan beberapa hal yang berkaitan
dengan supervisi klinis, agar guru dan pengawas memiliki pemahaman tentang
siklus supervisi klinis, hambatan dan solusinya, serta mengetahui sejauh mana
implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik
dan kompetensi profesional guru PAI khususnya di kabupaten Gunungkidul
5 B. Rumusan Masalah.
Masalah yang berhubungan dengan supervisi klinis dapat diidentifikasi antara
lain: pelaksanaan supervisi kurang sistimatis, kegiatan supervisi sering tidak ada
tindak lanjutnya, belum optimal kontribusi pengawas pada implementasi
supervisi klinis, banyak fokus pada supervisi menejerial dan administrasi
sehingga belum secara langsung membantu mengatasi kesulitan guru dalam
mengajar, belum semua pengawas sanggup melaksanakan supervisi klinis karena
keterbatasan waktu dan tenaga, serta biaya, belum tercipta pola hubungan yang
harmonis antara pengawas dan guru sebagai kollega, sehingga banyak guru yang
takut untuk disupervisi.
Mengingat banyaknya masalah yang berkenaan dengan supervisi klinis,
maka penulisan tesis ini dibatasi pada masalah implementasi model supervisi
klinis dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kompetensi pedagogik
dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam di Kabupaten
Gunungkidul DIY.
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut dapat di
rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru
6
2. Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model
supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam?
3. Sejauhmana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan
Agama Islam?
C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui siklus implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru
Pendidikan Agama Islam.
b) Untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam
implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam.
c) Untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis
dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional
Guru Pendidikan Agama Islam.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat secara teoretis
Menambah wawasan lebih luas dalam lingkungan akademis
7
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah referensi pustaka
yang dimiliki, tentang implementasi model supervisi klinis.
Memberikan tolok ukur bagi penelitian dan intelektual
pendidikan Indonesia, baik bagi penulis, pembaca yang budiman
maupun peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan
secara berkesinambungan oleh generasi berikutnya.
b) Manfaat secara praktis
Bagi Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Kementerian
Agama, sebagai umpan balik atas pembinaan yang telah dilakukan
terhadap guru dalam peningkatan kompetensinya, dan sebagai masukan
untuk membuat kebijakan dalam bidang supervisi pendidikan
khususnya supervisi klinis, agar tugas kepengawasan dapat lebih
efektif dan efisien.
Bagi Pengawas Dinas Pendidikan dan Pengawas Kemenag
Kabupaten Gunungkidul diharapkan dapat menemukan unsur-unsur
yang berhubungan dengan supervisi klinis dan kompetensi guru,
sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja
dan kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya, dan dapat dijadikan
masukan bagi pengembangan sumber daya manusia oleh para praktisi
pendidikan.
Bagi Kepala Sekolah sebagai evaluasi terhadap kegiatan
8
dijadikan acuan agar dapat meningkatkan pelaksanaan supervisi klinis
secara sistimatis dan terprogram di masa yang akan datang.
Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang
luas dan mendalam tentang implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru
Pendidikan Agama Islam.
Bagi khalayak masyarakat dan pemerhati dunia pendidikan
diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi
guide (pedoman) dalam mengemban amanah di bidang pendidikan. D.Kajian Pustaka
Untuk mempertajam penelitian ini, maka penulis melakukan tinjauan pustaka
atas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti
terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diangkat dalam tesis
ini, diantaranya sebagai berikut:
Indah dalam penelitiannya yang berjudul Manajemen lesson study sebagai
teknik supervisi kolegial di SMP, menggunakan pendekatan kualitatif dan rancangan studi multi situs. Hasilnya menunjukkan bahwa: ”supervisi kolegial
dilakukan pada tahapan lesson study yaitu plan (merencanakan pembelajaran),
9
pembelajaran), dan manajemen LSBS terlaksana dengan baik sehingga teknik
supervisi kolegial dapat dilaksanakan dengan baik.”3
M. Syafi’i dalam penelitiannya yang berjudul Kontribusi supervisi pengawas PAI dalam meningkatkan kompetensi profesional Guru PAI SMK Kota Salatiga, dengan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, ditemukan faktor pendukung adanya program supervisi yang disusun pengawas
dan motivasi pengawas terhadap guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi Guru Pendidikan Agama
Islam dukungan dari semua pihak, pengawas bersertifikat pengawas Pendidikan
Agama Islam, berijazah S2. Adapun faktor penghambatnya dari aspek
pengawasnya adalah “beban kerja yang cukup besar karena selain melaksanakan
supervisi akademik juga harus melaksanakan supervisi manajerial, dari
gurunya, perasaan guru kurang nyaman bila disupervisi, kurang lengkap
administrasi, kurangnya motivasi dalam pengembangan profesi, sehingga
berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.”4
Sugeng Riyadi, dalam penelitiannya yang berjudul Supervisi akademik pengawas Kemenag dalam meningkatkan kompetensi guru bahasa arab di Kabupaten Ponorogo, dengan pendekatan kualitatif, secara teoretis sesuai dengan ciri-ciri
3
Indah Yudiani, “Manajemen Lesson Study Sebagai Teknik Supervisi Kolegial Di SMP”,
Jurnal Pendidikan Humaniora (JPH) 2, no. 2 (2015): 164–75.
4
10
supervisi yang bersifat ilmiah, sistimatis, dan obyektif dan menggunakan
instrumen, teknik yang dikembangkan cukup bervariatif namun ada kendala
yang belum teratasi yaitu “ketersediaan tenaga pengawas sangat kurang untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah sekolah maupun guru, upaya tindak
lanjutnya belum optimal kontribusi pengawas dalam melaksanakan
pembinaan.”5
Hasil penelitian Chui Mi and Lili Ng. yang berjudul pelaksanaan supervisi klinis Kepala Sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran pada SMA Negeri 2 Sambas, dengan penelitian kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi serta
dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, kesimpulannya bahwa kinerja
guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal, persepsi guru terhadap
pelaksanaan supervisi klinis mendapat tanggapan positif dari semua guru, upaya
yang dilakukan dalam mengatasi masalah supervisi klinis dengan melaksanakan
In House, memberikan pengarahan dan motivasi pada guru, tukar informasi, memberdayakan guru senior dalam membimbing penyusunan RPP, adapun
hambatan-hambatan dalam melaksanakan supervisi klinis bisa berasal dari guru
dan kepala sekolah, faktor-faktor yang mendukung kompetensi kepala sekolah
dalam melaksanakan supervisi klinis meliputi “pendidikan dan pelatihan,
seminar, diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis,
5
11
pertemuan rutin dalam MKKS, studi banding ke daerah yang sudah
melaksanakan supervisi klinis.”6
Ali Susin dalam penelitiannya yang berjudul implementasi supervisi
akademik terhadap proses pembelajaran, menyimpulkan bahwa “pelaksanaan
supervisi dalam seluruh mata pelajaran belum berjalan optimal.”7 hal ini terbukti
dari persentase yang diperoleh sebesar 45,27%. Secara pelaksanaan supervisi
yang meyangkut aspek pengelolaan pembelajaran berada dalam kategori cukup
yaitu 56,37%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek peningkatan
kemampuan akademik guru dalam pembelajaran berada dalam kategori cukup
yaitu 41%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek pengembangan
profesi sebagai guru mata pelajaran oleh supervisor berada dalam kategori
kurang yaitu 35,97%.
Kinerja guru dapat dilihat melalui pelaksanaan supervisi klinis, yang
dilaksanakan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah memiliki peran
penting, selain melaksanakan supervisi klinis, kepala sekolah hendaknya
memiliki motivasi, sebagaimana hasil penelitian dari Laili Kurniati, yang berjudul Pengaruh supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga, menyimpulkan bahwa: “pelaksanaan supervisi klinis oleh kepala sekolah sangat baik, hasil perhitungan motivasi kerja kepala sekolah
6
Chui Mi and Lili Ng., “Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Pada SMA Negeri 2 Sambas”, Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP) 7, no. 1 (April 5, 2012), 339.
7
12
sangat baik, dan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
mengajar, pelaksanaan supervisi klinis dan motivasi kerja kepala sekolah secara
bersama-sama memberikan pengaruh positif terhadap kinerja mengajar.”8
Hasil penelitian Sari yang berjudul Model supervisi akademik berbasis kemitraan, melalui pendekatan kuantitatif dengan analisis SEM (Structural Equation Model), bahwa kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas tidak berpengaruh langsung terhadap supervisi akademik. Komitmen pengawas dan
hubungan kemitraan berpengaruh langsung terhadap keefektifan supervisi
akademik. Komitmen pengawas dan hubungan kemitraan berfungsi sebagai
variabel intervening dari kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas
terhadap keefektifan supervisi akademik. Kesimpulannya bahwa “supervisi
akademik akan terlaksana dengan efektif jika didukung oleh komitmen yang
tinggi dari pengawas dan hubungan kemitraan yang baik antara pengawas dan
guru.”9
Munculnya pengaruh yang positif dan signifikan efektifitas supervisi
pendidikan, bantuan supervisor, kemampuan supervisor secara bersama-sama
terhadap kinerja guru ditururkan oleh Isdarmoko,dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pada SMU di Kabupaten Bantul, dengan pendekatan fenomenologis diharapkan pengawas selalu
8
Laeli Kurniati, “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK Negeri 1 Purbalingga” Tesis tidak dipublikasikan, (Universitas Negeri Semarang, 2007).
9
13
meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi khususnya dalam frekuensi
kunjungan dan tindak lanjut hasil pelaksanaan supervisi, serta “meningkatkan
kemampuan sejalan dengan tuntutan kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang pendidikan, serta disesuaikan dengan
kebutuhan yang diharapkan oleh para guru yang memerlukan bantuannya.”10
Sejauh pengamatan penulis, tesis yang membahas tentang implementasi
model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam, belum pernah dilakukan.
Maka perbedaan tesis penulis dengan tesis yang lainnya bahwa tesis yang ada
pada kajian pustaka kebanyakan membahas tentang supervisi akademik, dan
supervisi manajerial, sedangkan tesis penulis lebih spesifik membahas tentang
supervisi klinis, sehingga penulis terinspirasi pentingnya melakukan penelitian
yang berkaitan dengan implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru
Pendidikan Agama Islam di kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan demikian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya.
E.Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
10
14
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yaitu “penelitian yang ditujukan untuk mempelajari secara intensif latar belakang
keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, lembaga dan masyarakat.”11
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tesis ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.”12 Penelitian
kualitatif penulis gunakan untuk menjelaskan data-data yang didapat dari
hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh dari lapangan.
Sedangkan pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan
fenomenologis dan deskriptif naturalistik.
2. Kehadiran peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari peran serta
pengamat atau peneliti, sebab peranan penelitian yang menentukan
keseluruhan skenarionya. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak
sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data yang
mana informan mengetahui bahwa peneliti melakukan penelitian agar
mempermudah dalam melakukan pengumpulan data, adapun instrumen yang
lain hanya sebagai penunjang.
11
Husaini Usman dan Purnama Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, 5.
12
15
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di lingkungan Kantor Kementrian Agama
Kabupaten Gunungkidul terletak di Jalan Brigjen. Katamso, No 13,
Wonosari,Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Kode Pos,55813.
4. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: Sumber data
primer dari Pokja Pengawas, Pengurus MGMP Pendidikan Agama Islam,
Guru Pendidikan Agama Islam, dan dari mana saja yang penulis anggap bisa
memberikan data yang sesuai dengan indikator yang diharapkan.
Sebagaimana dijelaskan bahwa “sumber data dalam penelitian adalah sumber
dari mana data tersebut diperoleh.”13
Sumber data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen, arsip,
surat-surat dan data yang dianggap relevan dan mendukung penelitian. Data
bersifat kualitatif tekstual. Penentuan data diperoleh dengan cara menerapkan
sampel di mana penulis akan menggunakan “purpose sampling yaitu semua sampel yang dipilih dianggap mempunyai potensi untuk memberikan
13
16
kontribusi bagi penggalian jawaban- jawaban atas masalah-masalah
penelitian.”14
5. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi, wawancara, observasi,
dan dokumentasi, sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti
maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek tersebut
berlangsung, dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan
dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh subyek atau tentang
subyek).
a) Teknik wawancara
Wawancara merupakan “suatu pengumpulan data yang dilakukan
dengan proses tanya jawab secara sistimatis dan berdasar pada tujuan
penelitian.”15Menurut Moleong berpendapat bahwa:
“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakan wawancara adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain, merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa yang lalu, memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia, memverifikasi, mengubah, dan
14
Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2011, Cetakan II., 83.
15
17
memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.”16
Dalam wawancara setidaknya terdapat dua jenis wawancara,
yakni: wawancara mendalam (in-depth interview), di mana peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat langsung
dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa
pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasanannya
hidup, dan dilakukan berkali-kali, wawancara terarah (guided interview) dimana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah
disiapkan sebelumnya. Wawancara ini memiliki kelemahan yaitu suasana
tidak hidup, karena peneliti terikat dengan pertanyaan yang telah
disiapkan sebelumnya, sering terjadi si peneliti lebih memperhatikan
daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka dengan
informan, sehingga suasana terasa kaku, dan dalam praktek sering juga
terjadi jawaban informan tidak jelas atau kurang memuaskan.
Jika ini terjadi maka peneliti bisa mengajukan pertanyaan lagi
yang lebih spesifik. Selain kurang jelas, sering ditemui informan
memberikan jawaban” kurang tahu”, jika terjadi jawaban ini maka
peneliti harus berhati-hati dan tidak berpindah ke pertanyaan lain sebab,
kalimat “Tidak Tahu” mengandung beberapa arti, yaitu: informan
memang tidak mengerti pertanyaan peneliti, sehingga untuk menghindari
16
18
jawaban “tidak mengerti” dia menjawab “ tidak tahu”, informan
sebenarnya sedang berfikir memberikan jawaban, tetapi karena suasana
tidak nyaman dia menjawab”tidak tahu”, pertanyaannya bersifat
personal yang mengganggu privasi informan, sehingga jawaban “tidak
tahu” dianggap lebih aman, informan memang betul-betul tidak tahu
jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Karena itu “jawaban “tidak tahu”
merupakan jawaban sebagai data penelitian yang benar dan sungguh
yang perlu dipertanggung jawabkan oleh peneliti.”17
Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian adalah
“indepth interviewing ( wawancara mendalam) atau biasa juga disebut wawancara tidak terstruktur.”18 Maksudnya peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus
permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa
terkumpul semaksimal mungkin.
Hasil wawancara dari tiap-tiap informan tersebut ditulis lengkap
dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Juga menggunakan jenis
wawancara terarah di mana peneliti melakukan wawancara dengan
informan melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan, penulis
17
Singarimbun, Masri dan Sofian effendi (ed), Metode penelitian Survai, Jakarta: LP3S, 1989, 198-199.
18
19
hanya menyiapkan pertanyaan secara garis besar kemudian penulis
mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan.
b) Teknik observasi
Observasi adalah “pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistimatis
mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian
dilakukan pencatatan.”19 Sanafiah faisal mengklasifikasikan observasi
menjadi observasi berpartisipatif (participan observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation), dan observasi tak terstruktur (unstructured observation), dalam penelitian ini menggunakan “teknik observasi partisipatif, dimana
pengamat bertindak sebagai partisipan.”20
Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam catatan
lapangan, sebagai alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif peneliti mengandalkan pengamatan dan
wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. “Pada waktu
dilapangan membuat “catatan” setelah pulang sampai dirumah atau
tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan.”21
Adapun beberapa jenis atau bentuk observasi, yaitu:
19
Joko Subagyo, Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, 63.
20
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005, 64.
21
20
“(1) observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana peneliti terlibat dalam keseharian informan; (2) observasi tidak tersruktur adalah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan; (3) observasi kelompok adalah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi obyek penelitian.”22
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak
terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya
berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini data
yang diobservasi adalah mengenai pelaksanaan supervisi klinis, aspek
yang disupervisi, instrumen supervisi, dan teknik supervisi yang
dilakukan oleh pengawas dalam meningkatkan kompetensi profesional
dan pedagogik guru Pendidikan Agama Islam.
c) Dokumentasi
Dokumentasi adalah ”metode dengan mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel yang berupa catatan, traskrip, buku, surat kabar,
majalah dan sebagainya.”23 Dokumentasi merupakan “catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat
22
Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2007, 115-117.
23
21
pengumpulan data yang utama karena pembuktian hipotesisnya diajukan
secara logis dan rasional.”24
Teknik dokumentasi sengaja digunakan dalam penelitian ini
sebab: sumber ini selalu tersedia dan murah, terutama ditinjau dari
waktu, merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya
dalam merefleksikan situasi yang terjadi dimasa lampau, dan dianalisis
kembali tanpa mengalami perubahan, rekaman dan dokumen merupakan
sumber informasi yang kaya, secara kontektual relevan dan mendasar
dalam konteknya, sumber ini merupakan pernyataan legal yang dapat
memenuhi akuntabilitas, hasil pengumpulan data melalui cara
dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi.
6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data
Keabsahan data merupakan “konsep penting yang diperbaharui dari konsep
keaslian (validitas) dan keandalan(reliabilitas).”25 Derajat kepercayaan keabsahan data (credebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi.
Ketekunan peneliti yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a)
24
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, 158-181.
25
22
mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara kesinambungan
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi; (b) menelaahnya secara rinci
sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah
satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa.
Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Maka dari itu peneliti
menggunakan “beberapa macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan yang diantaranya adalah sumber, metode,
penyidik, dan teori.”26 Triangulasi adalah “penggunaan berbagai metode dan
sumber daya dalam pengumpulan data untuk menganalisis suatu fenomena
yang saling berkaitan dari perspektif yang berbeda.”27
Triangulasi yang digunakan ada dua yaitu: (a) Triangulasi metode,
dimana penulis akan melakukannya dengan membandingkan informasi atau
data dengan cara yang berbeda, yaitu dengan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi; (b) triangulasi sumber data yaitu menggali kebenaran
informan tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Penulis akan mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
26
Sugiyono, Memahami Penelitian…, 82-83.
27
23
Dalam penelitian ini peneliti mengecek ulang data hasil wawancara
dengan pengawas, dan guru Pendidikan Agama Islam tentang implementasi
model supervisi dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional Guru PAI, kemudian penulis menyesuaikannya dengan dokumen
berbentuk instrumen yang ada.
7. Analisis Data
Dalam analisis data kualitatif deskriptif, “data ini dilakukan dengan cara
menyusun dan mengelompokkannya, sehingga memberikan gambaran nyata
terhadap responden.”28 Teknik analisis data merupakan proses mengatur
urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengunakan analisis
data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman, dengan
tiga jenis kegiatan yaitu: “reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat
sebelumnya, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang
sejajar.”29
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai
28
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Prakteknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2005, 86.
29
24
tuntas. Aktifitas dalam analisis data meliputi: “data reduction
(merangkum,memilih dan memilah data), data display (penyajian data), dan data conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi).”30
a) Data Reduksi (reduction Data)
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data”kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dalam
konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal
yang penting, membuat kategori. Dengan demikian “data yang telah
direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
jika diperlukan.”31
b) Penyajian data (display data)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Mendisplay data atau menyajikan data kedalam
pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik,
30
Sugiyono, Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2006, 246.
31
25
network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku
yang selanjutnya akan di displaykan pada laporan akhir penelitian.
c) Conclusion Drawing/ Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan data verifikasi. Menurut Miles dan Huberman
langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:
Gambar model analisis interaktif (interactive model)32
Keterangan :
1) Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi
32
Sugiyono, Metode Penulisan…, 247.
Penyajian Data
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penarikan
26
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penelitian untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data untuk menyajikan data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, grafik,matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut
sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan di displaykan pada
laporan akhir penelitian.
3) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran umum tesis ini penulis akan mendeskrepsikan
dalam sistimatika pembahasan, hal ini penulis lakukan untuk mempermudah
pembahasan persoalan didalamnya agar pembaca dapat lebih mudah memahami
dan mengerti secara utuh, oleh karena itu penulis akan menguraikan
masing-masing bab sehingga dapat dilihat rangkaian pembahasan secara sistimatis. Hasil
penelitian ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang sebagai
pengantar untuk menjelaskan kelayakan, urgensi permasalahan, dan arah
penelitian, identifikasi, batasan masalah dan rumusan, signifikansi penelitian,
27
kajian pustaka yang mencakup penelitian terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika laporan penelitian.
Bab II mengemukakan landasan teoritis yang diperlukan untuk menyoroti
dan sekaligus sebagai bahan analisis atas kondisi lapangan, dalam bab ini memuat
definisi supervisi klinis, siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis, karakteristik
supervisi klinis, tujuan supervisi klinis, fungsi supervisi klinis, prinsip supervisi
klinis, pelaporan supervisi klinis, kelemahan dan kelebihan supervisi klinis,
kompetensi pedagogik, serta kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama
Islam.
Bab III menguraikan deskrepsi data penelitian tentang gambaran umum
keadaan dilapangan yang akan diteliti menyajikan, data lapangan baik sebagai
hasil pengamatan, wawancara, perekaman, dan pencatatan.
Bab IV mengemukakan analisis atas data lapangan, didasarkan pada teori
yang ada, menguraikan tentang implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru PAI di
Kabupaten Gunungkidul DIY.
Bab V merupakan bagian akhir dan penutup yang menyajikan kesimpulan
dari serangkaian hasil penelitian yang tegas dan kritis sesuai dengan permasalahan
penelitian, disertai pemikiran atau saran-saran terkait dengan hasil penelitian
28
BAB II
KAJIAN TEORI
SUPERVISI KLINIS, KOMPETENSI PEDAGOGIK
DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang masalah yang
berkaitan dengan pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI, berikut
penulis sajikan secara berturut-turut kerangka teori tentang supervisi klinis,
kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.
Pengembangan model supervisi ada empat:
”a) model supervisi konvensional/ tradisional yaitu supervisi dengan mengadakan inspeksi untuk mencari dan menemukan kesalahan; b) model supervisi ilmiah yaitu supervisi dilaksanakan secara berencana dan kontinu, sistimatis, menggunakan prosedur dan teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data dari keadaan yang riil; c) model supervisi artistik yaitu bekerja untuk orang lain, bekerja dengan orang lain dan bekerja melalui orang lain, dan d) model supervisi klinis.”33
Untuk mempertajam wawasan dari keempat model tersebut, penulis akan
membahas supervisi klinis secara rinci sebagai berikut:
33
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Malang: Cetakan ketiga, 1979, 34.
29 A.Supervisi Klinis
1. Definisi Supervisi Klinis
Sebelum membahas supervisi klinis perlu diketahui secara umum tentang
supervisi. Sergiovanni dalam Pidarta menjelaskan bahwa: “supervisi lebih bersifat
proses daripada peranan, supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh
personalia sekolah yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tujuan
sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain,
untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu.”34
Boardman dalam Sahertian mendefinisikan supervisi adalah
“suatu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individual maupun kolektif agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstimulir dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontinu, serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.”35
Mc. Nerney, dalam Sahertian menjelaskan supervisi adalah “prosedur
memberi arah, serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses
pengajaran, menurutnya tugas supervisi merupakan suatu proses penilaian secara
terus menerus. Ia menambahkan bahwa tujuan akhir dari supervisi harus memberi
pelayanan yang lebih baik kepada semua murid.”36
34
Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cetakan Pertama, 1992, 2.
35
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…,19.
36
30
Kimball Wiles. dalam sahertian menuturkan supervisi adalah “bantuan
dalam perkembangan dari belajar mengajar yang baik, menurutnya fungsi dasar
supervisi ialah memperbaiki situasi belajar mengajar, situasi belajar mengajar
dapat menjadi baik bergantung kapada pelaksanaannya sehingga lebih
mengutamakan faktor manusia, apabila manusia memiliki kecakapan dasar maka
akan diharapkan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang baik.”37
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses
pemberian bantuan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran agar
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bantuan
yang diberikan berupa layanan dan dorongan diarahkan untuk pembinaan
kemandirian, agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesinya.
Selanjutnya secara spesifik supervisi klinis diadopsi dari istilah kedokteran
dengan asumsi dan harapan agar keakraban yang terjadi antara dokter dengan
pasien dapat pula diterapkan dalam pelaksanaan supervisi yaitu terjadi keakraban
dan pola komunikasi yang baik antara pengawas dan guru, “supervisi klinis bukan
ditujukan kepada guru yang sakit atau mengalami masalah dalam pembelajaran,
melainkan semua guru bisa diterapkan untuk membina mereka.”38
Richard Weller yang dikutip oleh Acheson dan Gall dalam Jasmani,
memberikan definisi supervisi klinis adalah “supervisi yang difokuskan pada
37
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 21
38 Abd. Kadim Masaong,
31
perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap
perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap
penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi
yang rasional.”39
2. Siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis
Beberapa tokoh berbeda pendapat tentang siklus supervisi klinis. Binti
Maunah, menegaskan bahwa: ”prosedur pelaksanaan supervisi klinis berlangsung
dalam suatu proses yang berbentuk siklus dengan tiga tahap yaitu: tahap
pertemuan awal, tahap observasi kelas, dan tahap pertemuan akhir.”40 Terjadinya
variasi dalam pengembangan tahap supervisi klinis disebabkan oleh tekanan
secara ekplisit dalam beberapa kegiatan yang terdapat pada tahapan tertentu.
“Prosedur supervisi klinis disebut siklus, karena ketiga tahapan itu merupakan
suatu proses yang berkelanjutan atau kontinu dimana pada tahap akhir pada
umumnya dibicarakan bahan masukan (in-put) untuk tahap awal pada siklus
berikutnya.”41
a) Siklus pertemuan awal
Pertemuan awal dilaksanakan sebelum mengajar, guru tidak perlu takut
akan dimarahi dan dinilai berbicara kurang sopan oleh supervisornya. Guru dapat
39
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru Dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, Yogyakarta: Arruzz Media, 2013, 90.
40
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 81.
41Binti Maunah,
32
mengajukan rencana latihannya, cara dan alat untuk mengobservasi
penampilanya, pertemuan tersebut diharapkan memperoleh kesepakatan antara
guru dan supervisor. Secara rinci inti dalam pertemuan awal ada lima tahap:
“1) menciptakan suasana intim dan terbuka antara supervisor dan guru sebelum maksud yang sesungguhnya dibicarakan; 2) membicarakan rencana pelajaran yang telah dibuat oleh guru, yang mencakup tujuan, bahan, kegiatan belajar mengajar serta evaluasinya; 3) mengidentifikasi komponen ketrampilan beserta indikatornya yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan mengajar; 4) mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan, merekam data dalam penampilan guru sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan ketrampilan beserta indikatornya; 5) mendiskusikan berama instrumen tersebut termasuk cara penggunannya, data yang akan dijaring, hasil diskusi merupakan kontrak antara guru dan supervisor dan sekaligus menjadi saran dalam tahap berikutnya.”42
Dalam mengembangkan dan menyusun instrumen observasi supervisor
dan guru perlu membuat kesepakatan tentang kriterianya yaitu: “sasaran observasi
harus jelas berdasarkan kontrak tentang jenis ketrampilan yang akan diamati yang
berupa fakta (bukan opini atau interpretasi) yang telah ditentukan; cara
penggunaan instrumen harus jelas dan dapat dikelola oleh supervisor bila perlu;
skor, skala, frekuensi dan persentase; ketepatan dalam menginterpretasikan data
yang telah direkam yang serasi dengan target yang ingin dicapai oleh guru;
disepakati bersama antara supervisor dan guru.”43
b) Siklus observasi.
Dalam siklus ini guru mengajar dengan menerapkan komponen
ketrampilan yang disepakati pada pertemuan awal, sementara supervisor
42
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 83.
43Binti Maunah,
33
mengadakan observasi dengan menggunakan alat perekam yang telah disepakati
bersama. Hal yang diobservasi adalah “segala sesuatu yang tercantum dalam buku
kontrak yang telah disetujui bersama dalam pertemuan awal.”44 Selanjutnya
fungsi utama observasi adalah “untuk menangkap apa yang terjadi selama
pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru dapat dengan
tepat mengingat kembali pelajaran dengan tujuan agar analisis dapat dibuat
secara obyektif.”45
Dalam melaksanakan observasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
“1) kelengkapan catatan, usahakan mencatat sebanyak mungkin apa yang
dikatakan dan apa yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, hasilnya akan
merupakan “bukti” bagi supervisor dan guru untuk diketengahkan apabila nanti
bersama-sama menganalisis apa yang terjadi selama pelajaran. semakin spesifik
apa yang digambarkan semakin berarti analisis supervisor; 2) fokus, karena tidak
mungkin untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas maka supervisor
harus memilih aspek-aspek ketrampilan yang perlu dicatat dengan kesepakatan
bersama; 3) mencatat komentar, walaupun proes mencatat harus dilakukan secara
obyektif, namun supervisor sering ingin mencatat komentar-komentar supaya
tidak lupa, dengan cara memisahkan komentar dari catatan observasi atau dengan
menggunakan tanda kurung; 4) pola, hal ini sangan bermanfaat untuk mencatat
pola perilaku tertentu dari guru yang akan digunakan dalam pertemua akhir/
44
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85.
45 Binti Maunah,
34
balikan; 5) membuat guru tidak merasa gelisah, pada permulaan melatih suatu
ketrampilan mengajar sering membingungkan guru, apabila seseorang berada
dibelakang kelas sambil mengamati dn membuat catatan mengenai dirinya. untuk
menghilangkan perasaan gelisah dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus
menjelaskan tentang apa yang akan dicatatnya, itulah sebabnya perlu dibuat
kesepakatan tentang apa yang akan diobservasikan.”46
c) Siklus pertemuan balikan.
Berbeda dengan pertemuan awal yang bisa dilakukan beberapa waktu
sebelumnya, “pertemuan akhir harus segera dilangsungkan sesudah kegiatan
mengajar selesai, dengan tujuan untuk menjaga agar segala sesuatu yang terjadi
masih segar dalam ingatan baik supervisor maupun guru.”47 Pertemuan akhir ini
merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru dengan suasana
akrab, terbuka, bebas dari suasana menilai dan mengadili. Supervisor menyajikan
data sedemikian rupa sehingga dapat menemukan kelemahan dan kelebihan
sendiri. Secara rinci langkah –langkah pertemuan akhir adalah:
“a) memberi penguatan serta menanyakan perasaan guru/calon guru tentang apa yang dialaminya dalam mengajar secara umum, hal ini untuk menciptakan suasana santai, agar guru tidak merasa diadili; b) mereviu tujuan pelajaran; c) mereviu target ketrampilan serta perhatian utama guru dalam mengajar; d) menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan tujuan dan target yang telah direviu, dimulai dari hal-hal yang dianggap baik, kemudian diikuti dari hal-hal yang dianggap kurang berhasil; e) menunjukkan data hasil observasi yang telah dianalisis an diinterpretasikan oleh supervisor sebelum
46
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85-86.
47 Binti Maunah,
35
pertemuan akhir dimulai, kemudian memberikan waktu pada guru untuk menganalisis data dan menginterpretasikannya dan akhirnya hasil observasi didiskusikan bersama; f) menanyakan kembali perasaan guru setelah mendiskusikan dan interpretasi data hasil observasi, meminta guru untuk menganalisis hasil pelajaran yang telah dicapai oleh siswa yang diajarnya; g) menanyakan perasaan guru tentang proses dan hasil pelajaran tersebut; h) menyimpulkan hasil pencapaian dalam mengajar dengan membandingkan antara kontrak yang bersumber pada keinginan dan target yang telah mereka susun dengan apa yang sebenarnya mereka capai; i) menentukan secara bersama-sama rencana mengajar yang akan datang baik berupa dorongan untuk meningkatkan hal-hal yang belum dikuasai dalam kegiatan yang baru lalu, maupun ketrampilan yang masih perlu disempurnakan.”48
Menurut Masaong “episode supervisi klinis terdiri dari tiga tahapan atau
tiga episode yaitu: episode pertemuan awal, episode observasi di kelas, dan
episode pertemuan balikan.”49
a) Episode pertemuan awal
Supervisor dan guru menciptakan suasana yang akrab untuk menghindari
beban psikologis, target episode ini terjadi kesepakatan atau kontrak yang
berkaitan dengan pembinaan guru.
Adapun langkah-langkahnya adalah:
“1) supervisor menyampaikan report kepada guru dalam suasana kolegialistis sehingga guru mau terbuka terhadap masalah yang dihadapi; 2) supervisor dan guru bersama-sama membahas rencana pembelajaran; 3) supervisor dan guru mengkaji dan mengenali ketrampilan mengajar agar guru memilih yang akan disepakati; 4) supervisor dan guru mengembangkan instrumen yang akan dipakai sebagai penduan untuk mengobservasi penampilan guru.”50
b) Episode observasi kelas
48
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 87-88.
49
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56.
50 Abd. Kadim Masaong,
36
Pengawas dan guru memasuki ruang kelas dengan penuh keakraban
bahwa: “1) guru memberikan penjelasan kepada siswa maksud kedatangan
supervisor; 2) supervisor mengobservasi penampilan guru dengan
mempergunakan format observasi yang telah disepakati; 3) selama pengamatan
pengawas hanya memfokuskan pada kontrak dengan guru, jika ada hal-hal yang
penting diluar dari kontrak pengawas dapat membuat catatan untuk pembinaan
selanjutnya atau didiskusikan; 4) setelah pembelajaran selesai, guru bersama-sama
dengan supervisor menuju ruangan khusus untuk tindak lanjut.”51
c) Episode pertemuan balikan
Dalam siklus ini meliputi kegiatan yang dilakukan antara pengawas
dengan guru antara lain: “1) supervisor memberikan penguatan pada guru tentang
proses belajar yang baru dilaksanakan; 2) supervisor dan guru memperjelas
kontrak yang dilakukan mulai dari tujuan sampai pelaksanaan evaluasi; 3)
supervisor menunjukkan hasil observasi berdasarkan format yang disepakati; 4)
supervisor menanyakan pada guru tentang perasaannya dengan hasil observasi
tersebut; 5) supervisor meminta pendapat guru tentang penilaian dirinya sendiri;
6) supervisor dan guru membuat kesimpulan dan penilaian bersama; 7) supervisor
dan guru membuat kontrak pembinaan berikutnya.”52
51
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 57
52 Abd. Kadim Masaong,
37
Sahertian, menjelaskan bahwa: ”langkah-langkah dalam supervisi klinis
melalui tiga tahap pelaksanaan yaitu pertemuan awal, observasi, dan pertemuan
akhir.”53
Jasmani dan Syaiful Mustofa, juga menegaskan “tahapan pelaksanaan
supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan pertemuan awal
(perencanaan), tahap mengamati (observasi), dan analisis atau umpan balik.”54
Pada semua tahapan ini supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti
mengenai pengamatan dan perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran
yang dilakukan oleh guru.
Hal ini senada dengan Makawimbang dalam Jasmani mengemukakan
bahwa “tahapan operasional model supervisi klinis dilakukan melalui suatu
siklus-siklus yang terdiri dari tiga siklus perencanaan, observasi dan diskusi
balikan.”55
Setelah mencermati tahap demi tahap, siklus implementasi model
supervisi klinis tersebut, sangat baik dan mudah untuk dilaksanakan, jika
supervisor dan guru sama-sama memiliki keinginan untuk memperbaiki mutu
pembelajaran, dan guru memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi yang
melekat pada dirinya, apalagi jika supervisor dan guru memiliki komitmen yang
53
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar …, 40.
54
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 90.
55
38
tinggi dalam melaksanakan supervisi pendidikan, tentu hasilnya jauh lebih baik
dari sebelumnya.
Syaiful Sagala berpendapat yang berbeda: “ada empat tahapan
pelaksanaan supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan
pra-observasi atau pertemuan awal pra siklus dan dilanjutkan pada siklus pertama,
mengamati (observasi) guru atau siklus kedua, dan sesudah pengamatan (post
observasi) melakukan umpan balik siklus ketiga.”56 Pada semua tahapan ini
supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti mengenai pengamatan dan
perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran yang dilakukan oleh guru.
a) Pra Siklus
Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis pada tahap pra siklus dimulai
dari guru merasa butuh bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar,
kebutuhan ini muncul, karena guru butuh pelayanan dari supervisor agar guru
mengetahui, memahami kelebihan dan kelemahan dibidang ketrampilan mengajar
untuk selanjutnya berusaha meningkatkannya kearah yang lebih baik lagi.
Pada tahap ini supervisor meyakinkan guru bahwa melalui bantuan
supervisor guru akan dapat mengetahui kelebihan, kelemahan dan atau
kekurangan dalam hal: mempersiapkan rencana kegiatan pembelajaran,
membelajarkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditentukan dalam silabus
56 Syaiful Sagala,