• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI (Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TESIS IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI (Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY) - Test Repository"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS

DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI

(Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY)

oleh

SUJIYATI, S.Ag.

NIM : M214021

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Islam

PROGRAM BEASISWA KUALIFIKASI S2 GURU PAI/ PENGAWAS PAI

PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi ABSTRAK

Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis. Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.

Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1) Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI?

Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

(7)

vii

ABSTRACT

Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis.

Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.

Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1) Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI?

Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

(8)

viii

MOTTO

َ ُ َ ِ ْ ِ ْ ا ِ َ َط ِ َج َ َ ْ َ

ِﷲ ِ ْ ِ َ

(9)

ix

Alhamdulillah rasa syukur kita panjatkan kehadirat Allâh Subhânahu Wata'âla, yang telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayah sehingga pada kesempatan ini penulis dapat

menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dari zaman kegelapan menuju

zaman yang terang benderang.

Tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

Magister Pendidikan Islam Program Beasiswa Supervisi Pendidikan Islam pada Program Pasca

Sarjana IAIN Salatiga. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini tentu masih jauh dari

kesempurnaan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, arahan, serta dorongan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankanlah

penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. H. Amin Haedari, M.Pd. selaku Direktur PAI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, beserta jajaranya yang telah memberikan bantuan beasiswa S2 supervisi PAI.

2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan tulus memberikan bimbingan, dorongan, pengarahan dan pencerahan kepada penulis.

3. Bapak Dr. H. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga beserta staf, Bapak/Ibu Dosen dan karyawan, yang telah membantu kelancaran selama belajar di kampus Pascasarjana IAIN Salatiga.

4. Bapak Prof. Dr. H. Muh.Zuhri, MA., Dr.Winarno, M.Pd., Dr.Imam Sutomo, M.Ag.selaku Dosen penguji tesis yang telah memberikan pencerahan.

(10)

x

6. Ibu Hj.Badingah, S.Sos. selaku Bupati Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan surat tugas belajar dan kesempatan belajar.

7. Kepala BKD Kabupaten Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan ijin sekaligus surat tugas belajar.

8. Bapak Drs. H. Bardan, M.Pd. selaku kasi Pakis Kanwil Kementrian Agama DIY, dan Bapak H. Supriyanto, S.Ag. M.Si. selaku Kasi Pais Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul yang telah memberikan kesempatan untuk belajar melalui program beasiswa.

9. Bapak H. Sumitro, S.Ag. MA. dan bapak Drs.Rubino,MA. selaku pengawas pembimbing di Kabupaten Gunungkidul.

10. Bapak/Ibu Pengawas baik Dinas Pendidikan maupun Pengawas Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi, dokumen data pelaksanaan supervisi dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam pengumpulan data penelitian.

11. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Guru PAI se Kabupaten Gunungkidul yang telah membantu kelancaran selama penelitian dan selama belajar.

12. Keluarga besar Bapak Muhammad Nur ‘Adhiman suami tercinta, ananda Istiqomah Nur Achsani dan Imroatul Azizah Alhabibah Nur Achsani putri tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material.

13. Serta rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana seperjuangan yang telah memberikan bantuan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga semua amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan

balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazâkumullâhu khaira atas dukungan berupa motivasi dan do'anya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengatahuan,

khususnya bagi para pengawas dan calon pengawas PAI untuk mengkaji lebih dalam mengenai

masalah yang berhubungan dengan peranan supervisi klinis dalam rangka meningkatkan

kompetensi guru.

Salatiga, 1 Juni 2016

Penulis

(11)

xi

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……….. 13

2. Kehadiran Peneliti………. 14

3. Lokasi penelitian……… 15

4. Data dan Sumber Data……….. 15

5. Teknik Pengumpulan data………. 16

6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data……… 21

7. Analisis……… 23

F. Sistematika Penulisan………..….. 26

BAB II KAJIAN TEORI……… 28

A. Supervisi Klinis……….. 29

(12)

xii

2. Siklus Dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis……… 31

3. Karakteristik Supervisi Klinis………. 42

A. Profil Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul……….... 59

B. Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis……… 60

1. Dasar Pelaksanaan……… 60

2. Visi Misi Pokjawas PAI dan Madrasah Kabupaten Gunungkidul…….. 60

3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.. 61

4. Format Instrumen Pelaksanaan Supervisi Klinis………. 80

C. Hambatan dan Solusinya……… 88

D. Tindak Lanjut Kegiatan Kepengawasan……… 102

BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI GURU PAI……….. 113

A. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI………. 113

1. Mengenal karakteristik peserta didik……….. 115

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran…………... 117

3. Pengembangan kurikulum……….. 119

4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik………... 120

5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik………... 122

6. Komunikasi dengan peserta didik………... 123

7. Penilaian dan Evaluasi………. 135

B. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru PAI……… 127

1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan……… 129

2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif……… 131

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Wawancara………... 146

Lampiran 2. Data Hasil Wawancara………... 115

Lampiran 3. Data Hasil Observasi……….... 172

Lampiran 4. Data Dokumen Pengawas.………... 179

Lampiran 5. Jurnal Pelaksanaan Supervisi Klinis……… 185

Lampiran 6. Instrumen Pelaksanaan Supervisi………. 192

Lampiran 7. Surat Permohonan Ijin Penelitian……… 114

Lampiran 8. Surat Rekomendasi Penelitian……….. 118

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan amanat Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 01/III/PB/2011 dan Nomor: 6

Tahun 2011 Tanggal: 24 Maret 2011, BAB II tentang kedudukan, tugas pokok,

rumpun jabatan, beban kerja, dan bidang pengawasan pasal 5 menjelaskan

bahwa:

“(1) Beban kerja Pengawas Sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh setengah) jam perminggu di dalamnya termasuk pelaksanaan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan di sekolah binaan. (2) Sasaran pengawasan bagi setiap Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a. untuk taman kanak-kanak/raudathul athfal dan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan dan/atau 60 (enam puluh) Guru; b. untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran; c. untuk sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru; dan d. untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat puluh) Guru bimbingan dan konseling.”1

Rekapitulasi pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten

Gunungkidul tahun ajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa jumlah pengawas

Pendidikan Agama Islam semua jenjang sebanyak 15 orang, jumlah sekolah

1

(16)

2

1135, jumlah Guru Pendidikan Agama Islam 1258 orang yang tersebar di 18

kecamatan, walaupun jumlah Pengawas PAI tidak seimbang dengan jumlah

sekolah dan guru PAI, namun dapat diupayakan supervisi klinis dapat

terlaksana, dengan menciptakan pola hubungan colega antara pengawas,

kepala sekolah dan guru senior, melalui pendidikan dan pelatihan, seminar,

diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2007, Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, pada kompetensi

akademik menyebutkan tugas pengawas adalah “membimbing guru dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan

atau di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang

relevan di sekolah menengah yang sejenis.”2

Fenomena menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan

kenyataan dalam pelaksanaan supervisi, kurang konsisten antara pandangan

normatif teori supervisi secara ilmiah dengan pandangan deskriptif kenyataan

yang terjadi di sekolah, yang menimbulkan kegelisahan peneliti, permasalahan

lain supervisi masih cenderung mengarah pada inspeksi, disebabkan adanya

kendala secara struktur sebutan supervisi adalah pengawas bukan supervisor,

menyebabkan paradigma pemikiran mengarah ke inspeksi. Kendala lainnya

ruang lingkup dari pekerjaan pengawas lebih menekankan pada aspek

2

(17)

3

administratif, latar budaya kultural menjadikan guru dan pengawas tidak terbuka

dalam proses supervisi, pengawas sebaiknya mengkombinasikan tanggung

jawab perbaikan pengajaran dilihat dari aspek profesional dan tanggung jawab

administrasi guru karena bantuan pengajaran merupakan pembinaan profesional,

sedangkan pendekatan administrasi merupakan bagian dari birokrasi saja.

Guru selaku obyek supervisi, disibukkan dengan tuntutan administratif,

sementara tugas utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge” pada siswa mendapatkan porsi yang kecil. Akhirnya guru menganggap bahwa

supervisi sama dengan evaluasi dan inspeksi yang selalu mencari kesalahan saja,

supervisi berangkat dari kepentingan pengawas, dan bukan kepentingan guru,

sehingga hubungan antara supervisor dan guru terkesan antara atasan dan

bawahan, secara psikologis guru merasa tertekan, tidak memiliki kesempatan

untuk menunjukkan keunggulan dan kehebatannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut strategi yang dapat dilakukan

melalui model supervisi klinis, karena supervisi klinis merupakan bagian dari

supervisi pengajaran, prosedur pelaksanaannya supervisi klinis ditekankan untuk

mencari sebab akibat atas kelemahan yang terjadi didalam proses belajar

mengajar, cara memberikan obatnya dilakukan setelah supervisor mengadakan

observasi secara langsung terhadap perilaku mengajar guru di kelas, kemudian

(18)

4

harapan agar kelemahan yang dilakukan guru selama mengajar dapat segera

diketahui dan bagaimana usaha untuk memperbaikinya segera teratasi.

Supervisi Klinis merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada

peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam

perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang

penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan

dengan cara yang rasional. Supervisi klinis merupakan proses membantu

guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan

tingkah laku mengajar yang ideal, supervisi klinis merupakan supervisi edukatif

model kontemporer dengan pendekatan klinis, bersifat kolaboratif, memperbaiki

pembelajaran melalui perbaikan perilaku guru, maka supervisi klinis sangat

penting untuk diteliti lebih mendalam.

Dengan demikian peneliti akan menyajikan beberapa hal yang berkaitan

dengan supervisi klinis, agar guru dan pengawas memiliki pemahaman tentang

siklus supervisi klinis, hambatan dan solusinya, serta mengetahui sejauh mana

implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik

dan kompetensi profesional guru PAI khususnya di kabupaten Gunungkidul

(19)

5 B. Rumusan Masalah.

Masalah yang berhubungan dengan supervisi klinis dapat diidentifikasi antara

lain: pelaksanaan supervisi kurang sistimatis, kegiatan supervisi sering tidak ada

tindak lanjutnya, belum optimal kontribusi pengawas pada implementasi

supervisi klinis, banyak fokus pada supervisi menejerial dan administrasi

sehingga belum secara langsung membantu mengatasi kesulitan guru dalam

mengajar, belum semua pengawas sanggup melaksanakan supervisi klinis karena

keterbatasan waktu dan tenaga, serta biaya, belum tercipta pola hubungan yang

harmonis antara pengawas dan guru sebagai kollega, sehingga banyak guru yang

takut untuk disupervisi.

Mengingat banyaknya masalah yang berkenaan dengan supervisi klinis,

maka penulisan tesis ini dibatasi pada masalah implementasi model supervisi

klinis dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kompetensi pedagogik

dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam di Kabupaten

Gunungkidul DIY.

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut dapat di

rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru

(20)

6

2. Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model

supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam?

3. Sejauhmana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan

Agama Islam?

C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui siklus implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru

Pendidikan Agama Islam.

b) Untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam

implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi

pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam.

c) Untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis

dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional

Guru Pendidikan Agama Islam.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat secara teoretis

Menambah wawasan lebih luas dalam lingkungan akademis

(21)

7

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah referensi pustaka

yang dimiliki, tentang implementasi model supervisi klinis.

Memberikan tolok ukur bagi penelitian dan intelektual

pendidikan Indonesia, baik bagi penulis, pembaca yang budiman

maupun peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan

secara berkesinambungan oleh generasi berikutnya.

b) Manfaat secara praktis

Bagi Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Kementerian

Agama, sebagai umpan balik atas pembinaan yang telah dilakukan

terhadap guru dalam peningkatan kompetensinya, dan sebagai masukan

untuk membuat kebijakan dalam bidang supervisi pendidikan

khususnya supervisi klinis, agar tugas kepengawasan dapat lebih

efektif dan efisien.

Bagi Pengawas Dinas Pendidikan dan Pengawas Kemenag

Kabupaten Gunungkidul diharapkan dapat menemukan unsur-unsur

yang berhubungan dengan supervisi klinis dan kompetensi guru,

sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja

dan kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya, dan dapat dijadikan

masukan bagi pengembangan sumber daya manusia oleh para praktisi

pendidikan.

Bagi Kepala Sekolah sebagai evaluasi terhadap kegiatan

(22)

8

dijadikan acuan agar dapat meningkatkan pelaksanaan supervisi klinis

secara sistimatis dan terprogram di masa yang akan datang.

Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang

luas dan mendalam tentang implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru

Pendidikan Agama Islam.

Bagi khalayak masyarakat dan pemerhati dunia pendidikan

diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi

guide (pedoman) dalam mengemban amanah di bidang pendidikan. D.Kajian Pustaka

Untuk mempertajam penelitian ini, maka penulis melakukan tinjauan pustaka

atas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti

terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diangkat dalam tesis

ini, diantaranya sebagai berikut:

Indah dalam penelitiannya yang berjudul Manajemen lesson study sebagai

teknik supervisi kolegial di SMP, menggunakan pendekatan kualitatif dan rancangan studi multi situs. Hasilnya menunjukkan bahwa: ”supervisi kolegial

dilakukan pada tahapan lesson study yaitu plan (merencanakan pembelajaran),

(23)

9

pembelajaran), dan manajemen LSBS terlaksana dengan baik sehingga teknik

supervisi kolegial dapat dilaksanakan dengan baik.”3

M. Syafi’i dalam penelitiannya yang berjudul Kontribusi supervisi pengawas PAI dalam meningkatkan kompetensi profesional Guru PAI SMK Kota Salatiga, dengan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, ditemukan faktor pendukung adanya program supervisi yang disusun pengawas

dan motivasi pengawas terhadap guru Pendidikan Agama Islam dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi Guru Pendidikan Agama

Islam dukungan dari semua pihak, pengawas bersertifikat pengawas Pendidikan

Agama Islam, berijazah S2. Adapun faktor penghambatnya dari aspek

pengawasnya adalah “beban kerja yang cukup besar karena selain melaksanakan

supervisi akademik juga harus melaksanakan supervisi manajerial, dari

gurunya, perasaan guru kurang nyaman bila disupervisi, kurang lengkap

administrasi, kurangnya motivasi dalam pengembangan profesi, sehingga

berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.”4

Sugeng Riyadi, dalam penelitiannya yang berjudul Supervisi akademik pengawas Kemenag dalam meningkatkan kompetensi guru bahasa arab di Kabupaten Ponorogo, dengan pendekatan kualitatif, secara teoretis sesuai dengan ciri-ciri

3

Indah Yudiani, Manajemen Lesson Study Sebagai Teknik Supervisi Kolegial Di SMP”,

Jurnal Pendidikan Humaniora (JPH) 2, no. 2 (2015): 164–75.

4

(24)

10

supervisi yang bersifat ilmiah, sistimatis, dan obyektif dan menggunakan

instrumen, teknik yang dikembangkan cukup bervariatif namun ada kendala

yang belum teratasi yaitu “ketersediaan tenaga pengawas sangat kurang untuk

memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah sekolah maupun guru, upaya tindak

lanjutnya belum optimal kontribusi pengawas dalam melaksanakan

pembinaan.”5

Hasil penelitian Chui Mi and Lili Ng. yang berjudul pelaksanaan supervisi klinis Kepala Sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran pada SMA Negeri 2 Sambas, dengan penelitian kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi serta

dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, kesimpulannya bahwa kinerja

guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal, persepsi guru terhadap

pelaksanaan supervisi klinis mendapat tanggapan positif dari semua guru, upaya

yang dilakukan dalam mengatasi masalah supervisi klinis dengan melaksanakan

In House, memberikan pengarahan dan motivasi pada guru, tukar informasi, memberdayakan guru senior dalam membimbing penyusunan RPP, adapun

hambatan-hambatan dalam melaksanakan supervisi klinis bisa berasal dari guru

dan kepala sekolah, faktor-faktor yang mendukung kompetensi kepala sekolah

dalam melaksanakan supervisi klinis meliputi “pendidikan dan pelatihan,

seminar, diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis,

5

(25)

11

pertemuan rutin dalam MKKS, studi banding ke daerah yang sudah

melaksanakan supervisi klinis.”6

Ali Susin dalam penelitiannya yang berjudul implementasi supervisi

akademik terhadap proses pembelajaran, menyimpulkan bahwa “pelaksanaan

supervisi dalam seluruh mata pelajaran belum berjalan optimal.”7 hal ini terbukti

dari persentase yang diperoleh sebesar 45,27%. Secara pelaksanaan supervisi

yang meyangkut aspek pengelolaan pembelajaran berada dalam kategori cukup

yaitu 56,37%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek peningkatan

kemampuan akademik guru dalam pembelajaran berada dalam kategori cukup

yaitu 41%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek pengembangan

profesi sebagai guru mata pelajaran oleh supervisor berada dalam kategori

kurang yaitu 35,97%.

Kinerja guru dapat dilihat melalui pelaksanaan supervisi klinis, yang

dilaksanakan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah memiliki peran

penting, selain melaksanakan supervisi klinis, kepala sekolah hendaknya

memiliki motivasi, sebagaimana hasil penelitian dari Laili Kurniati, yang berjudul Pengaruh supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga, menyimpulkan bahwa: “pelaksanaan supervisi klinis oleh kepala sekolah sangat baik, hasil perhitungan motivasi kerja kepala sekolah

6

Chui Mi and Lili Ng., “Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Pada SMA Negeri 2 Sambas”, Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP) 7, no. 1 (April 5, 2012), 339.

7

(26)

12

sangat baik, dan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

mengajar, pelaksanaan supervisi klinis dan motivasi kerja kepala sekolah secara

bersama-sama memberikan pengaruh positif terhadap kinerja mengajar.”8

Hasil penelitian Sari yang berjudul Model supervisi akademik berbasis kemitraan, melalui pendekatan kuantitatif dengan analisis SEM (Structural Equation Model), bahwa kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas tidak berpengaruh langsung terhadap supervisi akademik. Komitmen pengawas dan

hubungan kemitraan berpengaruh langsung terhadap keefektifan supervisi

akademik. Komitmen pengawas dan hubungan kemitraan berfungsi sebagai

variabel intervening dari kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas

terhadap keefektifan supervisi akademik. Kesimpulannya bahwa “supervisi

akademik akan terlaksana dengan efektif jika didukung oleh komitmen yang

tinggi dari pengawas dan hubungan kemitraan yang baik antara pengawas dan

guru.”9

Munculnya pengaruh yang positif dan signifikan efektifitas supervisi

pendidikan, bantuan supervisor, kemampuan supervisor secara bersama-sama

terhadap kinerja guru ditururkan oleh Isdarmoko,dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pada SMU di Kabupaten Bantul, dengan pendekatan fenomenologis diharapkan pengawas selalu

8

Laeli Kurniati, Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK Negeri 1 Purbalingga” Tesis tidak dipublikasikan, (Universitas Negeri Semarang, 2007).

9

(27)

13

meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi khususnya dalam frekuensi

kunjungan dan tindak lanjut hasil pelaksanaan supervisi, serta “meningkatkan

kemampuan sejalan dengan tuntutan kemajuan dan perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang pendidikan, serta disesuaikan dengan

kebutuhan yang diharapkan oleh para guru yang memerlukan bantuannya.”10

Sejauh pengamatan penulis, tesis yang membahas tentang implementasi

model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam, belum pernah dilakukan.

Maka perbedaan tesis penulis dengan tesis yang lainnya bahwa tesis yang ada

pada kajian pustaka kebanyakan membahas tentang supervisi akademik, dan

supervisi manajerial, sedangkan tesis penulis lebih spesifik membahas tentang

supervisi klinis, sehingga penulis terinspirasi pentingnya melakukan penelitian

yang berkaitan dengan implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru

Pendidikan Agama Islam di kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa

Yogyakarta, dengan demikian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan

keasliannya.

E.Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

10

(28)

14

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yaitu “penelitian yang ditujukan untuk mempelajari secara intensif latar belakang

keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, lembaga dan masyarakat.”11

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tesis ini adalah penelitian

kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.”12 Penelitian

kualitatif penulis gunakan untuk menjelaskan data-data yang didapat dari

hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh dari lapangan.

Sedangkan pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan

fenomenologis dan deskriptif naturalistik.

2. Kehadiran peneliti

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari peran serta

pengamat atau peneliti, sebab peranan penelitian yang menentukan

keseluruhan skenarionya. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak

sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data yang

mana informan mengetahui bahwa peneliti melakukan penelitian agar

mempermudah dalam melakukan pengumpulan data, adapun instrumen yang

lain hanya sebagai penunjang.

11

Husaini Usman dan Purnama Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, 5.

12

(29)

15

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di lingkungan Kantor Kementrian Agama

Kabupaten Gunungkidul terletak di Jalan Brigjen. Katamso, No 13,

Wonosari,Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Kode Pos,55813.

4. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: Sumber data

primer dari Pokja Pengawas, Pengurus MGMP Pendidikan Agama Islam,

Guru Pendidikan Agama Islam, dan dari mana saja yang penulis anggap bisa

memberikan data yang sesuai dengan indikator yang diharapkan.

Sebagaimana dijelaskan bahwa “sumber data dalam penelitian adalah sumber

dari mana data tersebut diperoleh.”13

Sumber data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen, arsip,

surat-surat dan data yang dianggap relevan dan mendukung penelitian. Data

bersifat kualitatif tekstual. Penentuan data diperoleh dengan cara menerapkan

sampel di mana penulis akan menggunakan “purpose sampling yaitu semua sampel yang dipilih dianggap mempunyai potensi untuk memberikan

13

(30)

16

kontribusi bagi penggalian jawaban- jawaban atas masalah-masalah

penelitian.”14

5. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi, wawancara, observasi,

dan dokumentasi, sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti

maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek tersebut

berlangsung, dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan

dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh subyek atau tentang

subyek).

a) Teknik wawancara

Wawancara merupakan “suatu pengumpulan data yang dilakukan

dengan proses tanya jawab secara sistimatis dan berdasar pada tujuan

penelitian.”15Menurut Moleong berpendapat bahwa:

“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakan wawancara adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain, merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa yang lalu, memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia, memverifikasi, mengubah, dan

14

Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2011, Cetakan II., 83.

15

(31)

17

memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.”16

Dalam wawancara setidaknya terdapat dua jenis wawancara,

yakni: wawancara mendalam (in-depth interview), di mana peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat langsung

dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa

pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasanannya

hidup, dan dilakukan berkali-kali, wawancara terarah (guided interview) dimana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah

disiapkan sebelumnya. Wawancara ini memiliki kelemahan yaitu suasana

tidak hidup, karena peneliti terikat dengan pertanyaan yang telah

disiapkan sebelumnya, sering terjadi si peneliti lebih memperhatikan

daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka dengan

informan, sehingga suasana terasa kaku, dan dalam praktek sering juga

terjadi jawaban informan tidak jelas atau kurang memuaskan.

Jika ini terjadi maka peneliti bisa mengajukan pertanyaan lagi

yang lebih spesifik. Selain kurang jelas, sering ditemui informan

memberikan jawaban” kurang tahu”, jika terjadi jawaban ini maka

peneliti harus berhati-hati dan tidak berpindah ke pertanyaan lain sebab,

kalimat “Tidak Tahu” mengandung beberapa arti, yaitu: informan

memang tidak mengerti pertanyaan peneliti, sehingga untuk menghindari

16

(32)

18

jawaban “tidak mengerti” dia menjawab “ tidak tahu”, informan

sebenarnya sedang berfikir memberikan jawaban, tetapi karena suasana

tidak nyaman dia menjawab”tidak tahu”, pertanyaannya bersifat

personal yang mengganggu privasi informan, sehingga jawaban “tidak

tahu” dianggap lebih aman, informan memang betul-betul tidak tahu

jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Karena itu “jawaban “tidak tahu”

merupakan jawaban sebagai data penelitian yang benar dan sungguh

yang perlu dipertanggung jawabkan oleh peneliti.”17

Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian adalah

“indepth interviewing ( wawancara mendalam) atau biasa juga disebut wawancara tidak terstruktur.”18 Maksudnya peneliti mengajukan

beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus

permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa

terkumpul semaksimal mungkin.

Hasil wawancara dari tiap-tiap informan tersebut ditulis lengkap

dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Juga menggunakan jenis

wawancara terarah di mana peneliti melakukan wawancara dengan

informan melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan, penulis

17

Singarimbun, Masri dan Sofian effendi (ed), Metode penelitian Survai, Jakarta: LP3S, 1989, 198-199.

18

(33)

19

hanya menyiapkan pertanyaan secara garis besar kemudian penulis

mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan.

b) Teknik observasi

Observasi adalah “pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistimatis

mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian

dilakukan pencatatan.”19 Sanafiah faisal mengklasifikasikan observasi

menjadi observasi berpartisipatif (participan observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation), dan observasi tak terstruktur (unstructured observation), dalam penelitian ini menggunakan “teknik observasi partisipatif, dimana

pengamat bertindak sebagai partisipan.”20

Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam catatan

lapangan, sebagai alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.

Dalam penelitian kualitatif peneliti mengandalkan pengamatan dan

wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. “Pada waktu

dilapangan membuat “catatan” setelah pulang sampai dirumah atau

tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan.”21

Adapun beberapa jenis atau bentuk observasi, yaitu:

19

Joko Subagyo, Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, 63.

20

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005, 64.

21

(34)

20

“(1) observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana peneliti terlibat dalam keseharian informan; (2) observasi tidak tersruktur adalah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan; (3) observasi kelompok adalah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi obyek penelitian.”22

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak

terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya

berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini data

yang diobservasi adalah mengenai pelaksanaan supervisi klinis, aspek

yang disupervisi, instrumen supervisi, dan teknik supervisi yang

dilakukan oleh pengawas dalam meningkatkan kompetensi profesional

dan pedagogik guru Pendidikan Agama Islam.

c) Dokumentasi

Dokumentasi adalah ”metode dengan mencari data mengenai hal-hal atau

variabel-variabel yang berupa catatan, traskrip, buku, surat kabar,

majalah dan sebagainya.”23 Dokumentasi merupakan “catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat

22

Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2007, 115-117.

23

(35)

21

pengumpulan data yang utama karena pembuktian hipotesisnya diajukan

secara logis dan rasional.”24

Teknik dokumentasi sengaja digunakan dalam penelitian ini

sebab: sumber ini selalu tersedia dan murah, terutama ditinjau dari

waktu, merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya

dalam merefleksikan situasi yang terjadi dimasa lampau, dan dianalisis

kembali tanpa mengalami perubahan, rekaman dan dokumen merupakan

sumber informasi yang kaya, secara kontektual relevan dan mendasar

dalam konteknya, sumber ini merupakan pernyataan legal yang dapat

memenuhi akuntabilitas, hasil pengumpulan data melalui cara

dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi.

6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data

Keabsahan data merupakan “konsep penting yang diperbaharui dari konsep

keaslian (validitas) dan keandalan(reliabilitas).”25 Derajat kepercayaan keabsahan data (credebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi.

Ketekunan peneliti yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a)

24

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, 158-181.

25

(36)

22

mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara kesinambungan

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi; (b) menelaahnya secara rinci

sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah

satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa.

Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Maka dari itu peneliti

menggunakan “beberapa macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan yang diantaranya adalah sumber, metode,

penyidik, dan teori.”26 Triangulasi adalah “penggunaan berbagai metode dan

sumber daya dalam pengumpulan data untuk menganalisis suatu fenomena

yang saling berkaitan dari perspektif yang berbeda.”27

Triangulasi yang digunakan ada dua yaitu: (a) Triangulasi metode,

dimana penulis akan melakukannya dengan membandingkan informasi atau

data dengan cara yang berbeda, yaitu dengan metode observasi, wawancara

dan dokumentasi; (b) triangulasi sumber data yaitu menggali kebenaran

informan tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

Penulis akan mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.

26

Sugiyono, Memahami Penelitian…, 82-83.

27

(37)

23

Dalam penelitian ini peneliti mengecek ulang data hasil wawancara

dengan pengawas, dan guru Pendidikan Agama Islam tentang implementasi

model supervisi dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi

profesional Guru PAI, kemudian penulis menyesuaikannya dengan dokumen

berbentuk instrumen yang ada.

7. Analisis Data

Dalam analisis data kualitatif deskriptif, “data ini dilakukan dengan cara

menyusun dan mengelompokkannya, sehingga memberikan gambaran nyata

terhadap responden.”28 Teknik analisis data merupakan proses mengatur

urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan

uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengunakan analisis

data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman, dengan

tiga jenis kegiatan yaitu: “reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat

sebelumnya, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang

sejajar.”29

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai

28

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Prakteknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2005, 86.

29

(38)

24

tuntas. Aktifitas dalam analisis data meliputi: “data reduction

(merangkum,memilih dan memilah data), data display (penyajian data), dan data conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi).”30

a) Data Reduksi (reduction Data)

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data”kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dalam

konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal

yang penting, membuat kategori. Dengan demikian “data yang telah

direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya

jika diperlukan.”31

b) Penyajian data (display data)

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Mendisplay data atau menyajikan data kedalam

pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik,

30

Sugiyono, Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2006, 246.

31

(39)

25

network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku

yang selanjutnya akan di displaykan pada laporan akhir penelitian.

c) Conclusion Drawing/ Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan data verifikasi. Menurut Miles dan Huberman

langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

Gambar model analisis interaktif (interactive model)32

Keterangan :

1) Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi

32

Sugiyono, Metode Penulisan…, 247.

Penyajian Data

Pengumpulan Data

Reduksi Data Penarikan

(40)

26

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penelitian untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data untuk menyajikan data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, grafik,matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut

sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan di displaykan pada

laporan akhir penelitian.

3) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran umum tesis ini penulis akan mendeskrepsikan

dalam sistimatika pembahasan, hal ini penulis lakukan untuk mempermudah

pembahasan persoalan didalamnya agar pembaca dapat lebih mudah memahami

dan mengerti secara utuh, oleh karena itu penulis akan menguraikan

masing-masing bab sehingga dapat dilihat rangkaian pembahasan secara sistimatis. Hasil

penelitian ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang sebagai

pengantar untuk menjelaskan kelayakan, urgensi permasalahan, dan arah

penelitian, identifikasi, batasan masalah dan rumusan, signifikansi penelitian,

(41)

27

kajian pustaka yang mencakup penelitian terdahulu, metode penelitian, dan

sistematika laporan penelitian.

Bab II mengemukakan landasan teoritis yang diperlukan untuk menyoroti

dan sekaligus sebagai bahan analisis atas kondisi lapangan, dalam bab ini memuat

definisi supervisi klinis, siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis, karakteristik

supervisi klinis, tujuan supervisi klinis, fungsi supervisi klinis, prinsip supervisi

klinis, pelaporan supervisi klinis, kelemahan dan kelebihan supervisi klinis,

kompetensi pedagogik, serta kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama

Islam.

Bab III menguraikan deskrepsi data penelitian tentang gambaran umum

keadaan dilapangan yang akan diteliti menyajikan, data lapangan baik sebagai

hasil pengamatan, wawancara, perekaman, dan pencatatan.

Bab IV mengemukakan analisis atas data lapangan, didasarkan pada teori

yang ada, menguraikan tentang implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru PAI di

Kabupaten Gunungkidul DIY.

Bab V merupakan bagian akhir dan penutup yang menyajikan kesimpulan

dari serangkaian hasil penelitian yang tegas dan kritis sesuai dengan permasalahan

penelitian, disertai pemikiran atau saran-saran terkait dengan hasil penelitian

(42)

28

BAB II

KAJIAN TEORI

SUPERVISI KLINIS, KOMPETENSI PEDAGOGIK

DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

Untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang masalah yang

berkaitan dengan pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI, berikut

penulis sajikan secara berturut-turut kerangka teori tentang supervisi klinis,

kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.

Pengembangan model supervisi ada empat:

”a) model supervisi konvensional/ tradisional yaitu supervisi dengan mengadakan inspeksi untuk mencari dan menemukan kesalahan; b) model supervisi ilmiah yaitu supervisi dilaksanakan secara berencana dan kontinu, sistimatis, menggunakan prosedur dan teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data dari keadaan yang riil; c) model supervisi artistik yaitu bekerja untuk orang lain, bekerja dengan orang lain dan bekerja melalui orang lain, dan d) model supervisi klinis.”33

Untuk mempertajam wawasan dari keempat model tersebut, penulis akan

membahas supervisi klinis secara rinci sebagai berikut:

33

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Malang: Cetakan ketiga, 1979, 34.

(43)

29 A.Supervisi Klinis

1. Definisi Supervisi Klinis

Sebelum membahas supervisi klinis perlu diketahui secara umum tentang

supervisi. Sergiovanni dalam Pidarta menjelaskan bahwa: “supervisi lebih bersifat

proses daripada peranan, supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh

personalia sekolah yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tujuan

sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain,

untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu.”34

Boardman dalam Sahertian mendefinisikan supervisi adalah

“suatu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individual maupun kolektif agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstimulir dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontinu, serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.”35

Mc. Nerney, dalam Sahertian menjelaskan supervisi adalah “prosedur

memberi arah, serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses

pengajaran, menurutnya tugas supervisi merupakan suatu proses penilaian secara

terus menerus. Ia menambahkan bahwa tujuan akhir dari supervisi harus memberi

pelayanan yang lebih baik kepada semua murid.”36

34

Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cetakan Pertama, 1992, 2.

35

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…,19.

36

(44)

30

Kimball Wiles. dalam sahertian menuturkan supervisi adalah “bantuan

dalam perkembangan dari belajar mengajar yang baik, menurutnya fungsi dasar

supervisi ialah memperbaiki situasi belajar mengajar, situasi belajar mengajar

dapat menjadi baik bergantung kapada pelaksanaannya sehingga lebih

mengutamakan faktor manusia, apabila manusia memiliki kecakapan dasar maka

akan diharapkan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang baik.”37

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses

pemberian bantuan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran agar

sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bantuan

yang diberikan berupa layanan dan dorongan diarahkan untuk pembinaan

kemandirian, agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesinya.

Selanjutnya secara spesifik supervisi klinis diadopsi dari istilah kedokteran

dengan asumsi dan harapan agar keakraban yang terjadi antara dokter dengan

pasien dapat pula diterapkan dalam pelaksanaan supervisi yaitu terjadi keakraban

dan pola komunikasi yang baik antara pengawas dan guru, “supervisi klinis bukan

ditujukan kepada guru yang sakit atau mengalami masalah dalam pembelajaran,

melainkan semua guru bisa diterapkan untuk membina mereka.”38

Richard Weller yang dikutip oleh Acheson dan Gall dalam Jasmani,

memberikan definisi supervisi klinis adalah “supervisi yang difokuskan pada

37

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 21

38 Abd. Kadim Masaong,

(45)

31

perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap

perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap

penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi

yang rasional.”39

2. Siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis

Beberapa tokoh berbeda pendapat tentang siklus supervisi klinis. Binti

Maunah, menegaskan bahwa: ”prosedur pelaksanaan supervisi klinis berlangsung

dalam suatu proses yang berbentuk siklus dengan tiga tahap yaitu: tahap

pertemuan awal, tahap observasi kelas, dan tahap pertemuan akhir.”40 Terjadinya

variasi dalam pengembangan tahap supervisi klinis disebabkan oleh tekanan

secara ekplisit dalam beberapa kegiatan yang terdapat pada tahapan tertentu.

“Prosedur supervisi klinis disebut siklus, karena ketiga tahapan itu merupakan

suatu proses yang berkelanjutan atau kontinu dimana pada tahap akhir pada

umumnya dibicarakan bahan masukan (in-put) untuk tahap awal pada siklus

berikutnya.”41

a) Siklus pertemuan awal

Pertemuan awal dilaksanakan sebelum mengajar, guru tidak perlu takut

akan dimarahi dan dinilai berbicara kurang sopan oleh supervisornya. Guru dapat

39

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru Dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, Yogyakarta: Arruzz Media, 2013, 90.

40

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 81.

41Binti Maunah,

(46)

32

mengajukan rencana latihannya, cara dan alat untuk mengobservasi

penampilanya, pertemuan tersebut diharapkan memperoleh kesepakatan antara

guru dan supervisor. Secara rinci inti dalam pertemuan awal ada lima tahap:

“1) menciptakan suasana intim dan terbuka antara supervisor dan guru sebelum maksud yang sesungguhnya dibicarakan; 2) membicarakan rencana pelajaran yang telah dibuat oleh guru, yang mencakup tujuan, bahan, kegiatan belajar mengajar serta evaluasinya; 3) mengidentifikasi komponen ketrampilan beserta indikatornya yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan mengajar; 4) mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan, merekam data dalam penampilan guru sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan ketrampilan beserta indikatornya; 5) mendiskusikan berama instrumen tersebut termasuk cara penggunannya, data yang akan dijaring, hasil diskusi merupakan kontrak antara guru dan supervisor dan sekaligus menjadi saran dalam tahap berikutnya.”42

Dalam mengembangkan dan menyusun instrumen observasi supervisor

dan guru perlu membuat kesepakatan tentang kriterianya yaitu: “sasaran observasi

harus jelas berdasarkan kontrak tentang jenis ketrampilan yang akan diamati yang

berupa fakta (bukan opini atau interpretasi) yang telah ditentukan; cara

penggunaan instrumen harus jelas dan dapat dikelola oleh supervisor bila perlu;

skor, skala, frekuensi dan persentase; ketepatan dalam menginterpretasikan data

yang telah direkam yang serasi dengan target yang ingin dicapai oleh guru;

disepakati bersama antara supervisor dan guru.”43

b) Siklus observasi.

Dalam siklus ini guru mengajar dengan menerapkan komponen

ketrampilan yang disepakati pada pertemuan awal, sementara supervisor

42

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 83.

43Binti Maunah,

(47)

33

mengadakan observasi dengan menggunakan alat perekam yang telah disepakati

bersama. Hal yang diobservasi adalah “segala sesuatu yang tercantum dalam buku

kontrak yang telah disetujui bersama dalam pertemuan awal.”44 Selanjutnya

fungsi utama observasi adalah “untuk menangkap apa yang terjadi selama

pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru dapat dengan

tepat mengingat kembali pelajaran dengan tujuan agar analisis dapat dibuat

secara obyektif.”45

Dalam melaksanakan observasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

“1) kelengkapan catatan, usahakan mencatat sebanyak mungkin apa yang

dikatakan dan apa yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, hasilnya akan

merupakan “bukti” bagi supervisor dan guru untuk diketengahkan apabila nanti

bersama-sama menganalisis apa yang terjadi selama pelajaran. semakin spesifik

apa yang digambarkan semakin berarti analisis supervisor; 2) fokus, karena tidak

mungkin untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas maka supervisor

harus memilih aspek-aspek ketrampilan yang perlu dicatat dengan kesepakatan

bersama; 3) mencatat komentar, walaupun proes mencatat harus dilakukan secara

obyektif, namun supervisor sering ingin mencatat komentar-komentar supaya

tidak lupa, dengan cara memisahkan komentar dari catatan observasi atau dengan

menggunakan tanda kurung; 4) pola, hal ini sangan bermanfaat untuk mencatat

pola perilaku tertentu dari guru yang akan digunakan dalam pertemua akhir/

44

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85.

45 Binti Maunah,

(48)

34

balikan; 5) membuat guru tidak merasa gelisah, pada permulaan melatih suatu

ketrampilan mengajar sering membingungkan guru, apabila seseorang berada

dibelakang kelas sambil mengamati dn membuat catatan mengenai dirinya. untuk

menghilangkan perasaan gelisah dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus

menjelaskan tentang apa yang akan dicatatnya, itulah sebabnya perlu dibuat

kesepakatan tentang apa yang akan diobservasikan.”46

c) Siklus pertemuan balikan.

Berbeda dengan pertemuan awal yang bisa dilakukan beberapa waktu

sebelumnya, “pertemuan akhir harus segera dilangsungkan sesudah kegiatan

mengajar selesai, dengan tujuan untuk menjaga agar segala sesuatu yang terjadi

masih segar dalam ingatan baik supervisor maupun guru.”47 Pertemuan akhir ini

merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru dengan suasana

akrab, terbuka, bebas dari suasana menilai dan mengadili. Supervisor menyajikan

data sedemikian rupa sehingga dapat menemukan kelemahan dan kelebihan

sendiri. Secara rinci langkah –langkah pertemuan akhir adalah:

“a) memberi penguatan serta menanyakan perasaan guru/calon guru tentang apa yang dialaminya dalam mengajar secara umum, hal ini untuk menciptakan suasana santai, agar guru tidak merasa diadili; b) mereviu tujuan pelajaran; c) mereviu target ketrampilan serta perhatian utama guru dalam mengajar; d) menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan tujuan dan target yang telah direviu, dimulai dari hal-hal yang dianggap baik, kemudian diikuti dari hal-hal yang dianggap kurang berhasil; e) menunjukkan data hasil observasi yang telah dianalisis an diinterpretasikan oleh supervisor sebelum

46

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85-86.

47 Binti Maunah,

(49)

35

pertemuan akhir dimulai, kemudian memberikan waktu pada guru untuk menganalisis data dan menginterpretasikannya dan akhirnya hasil observasi didiskusikan bersama; f) menanyakan kembali perasaan guru setelah mendiskusikan dan interpretasi data hasil observasi, meminta guru untuk menganalisis hasil pelajaran yang telah dicapai oleh siswa yang diajarnya; g) menanyakan perasaan guru tentang proses dan hasil pelajaran tersebut; h) menyimpulkan hasil pencapaian dalam mengajar dengan membandingkan antara kontrak yang bersumber pada keinginan dan target yang telah mereka susun dengan apa yang sebenarnya mereka capai; i) menentukan secara bersama-sama rencana mengajar yang akan datang baik berupa dorongan untuk meningkatkan hal-hal yang belum dikuasai dalam kegiatan yang baru lalu, maupun ketrampilan yang masih perlu disempurnakan.”48

Menurut Masaong “episode supervisi klinis terdiri dari tiga tahapan atau

tiga episode yaitu: episode pertemuan awal, episode observasi di kelas, dan

episode pertemuan balikan.”49

a) Episode pertemuan awal

Supervisor dan guru menciptakan suasana yang akrab untuk menghindari

beban psikologis, target episode ini terjadi kesepakatan atau kontrak yang

berkaitan dengan pembinaan guru.

Adapun langkah-langkahnya adalah:

“1) supervisor menyampaikan report kepada guru dalam suasana kolegialistis sehingga guru mau terbuka terhadap masalah yang dihadapi; 2) supervisor dan guru bersama-sama membahas rencana pembelajaran; 3) supervisor dan guru mengkaji dan mengenali ketrampilan mengajar agar guru memilih yang akan disepakati; 4) supervisor dan guru mengembangkan instrumen yang akan dipakai sebagai penduan untuk mengobservasi penampilan guru.”50

b) Episode observasi kelas

48

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 87-88.

49

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56.

50 Abd. Kadim Masaong,

(50)

36

Pengawas dan guru memasuki ruang kelas dengan penuh keakraban

bahwa: “1) guru memberikan penjelasan kepada siswa maksud kedatangan

supervisor; 2) supervisor mengobservasi penampilan guru dengan

mempergunakan format observasi yang telah disepakati; 3) selama pengamatan

pengawas hanya memfokuskan pada kontrak dengan guru, jika ada hal-hal yang

penting diluar dari kontrak pengawas dapat membuat catatan untuk pembinaan

selanjutnya atau didiskusikan; 4) setelah pembelajaran selesai, guru bersama-sama

dengan supervisor menuju ruangan khusus untuk tindak lanjut.”51

c) Episode pertemuan balikan

Dalam siklus ini meliputi kegiatan yang dilakukan antara pengawas

dengan guru antara lain: “1) supervisor memberikan penguatan pada guru tentang

proses belajar yang baru dilaksanakan; 2) supervisor dan guru memperjelas

kontrak yang dilakukan mulai dari tujuan sampai pelaksanaan evaluasi; 3)

supervisor menunjukkan hasil observasi berdasarkan format yang disepakati; 4)

supervisor menanyakan pada guru tentang perasaannya dengan hasil observasi

tersebut; 5) supervisor meminta pendapat guru tentang penilaian dirinya sendiri;

6) supervisor dan guru membuat kesimpulan dan penilaian bersama; 7) supervisor

dan guru membuat kontrak pembinaan berikutnya.”52

51

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 57

52 Abd. Kadim Masaong,

(51)

37

Sahertian, menjelaskan bahwa: ”langkah-langkah dalam supervisi klinis

melalui tiga tahap pelaksanaan yaitu pertemuan awal, observasi, dan pertemuan

akhir.”53

Jasmani dan Syaiful Mustofa, juga menegaskan “tahapan pelaksanaan

supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan pertemuan awal

(perencanaan), tahap mengamati (observasi), dan analisis atau umpan balik.”54

Pada semua tahapan ini supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti

mengenai pengamatan dan perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran

yang dilakukan oleh guru.

Hal ini senada dengan Makawimbang dalam Jasmani mengemukakan

bahwa “tahapan operasional model supervisi klinis dilakukan melalui suatu

siklus-siklus yang terdiri dari tiga siklus perencanaan, observasi dan diskusi

balikan.”55

Setelah mencermati tahap demi tahap, siklus implementasi model

supervisi klinis tersebut, sangat baik dan mudah untuk dilaksanakan, jika

supervisor dan guru sama-sama memiliki keinginan untuk memperbaiki mutu

pembelajaran, dan guru memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi yang

melekat pada dirinya, apalagi jika supervisor dan guru memiliki komitmen yang

53

Piet A. Sahertian, Konsep Dasar …, 40.

54

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 90.

55

(52)

38

tinggi dalam melaksanakan supervisi pendidikan, tentu hasilnya jauh lebih baik

dari sebelumnya.

Syaiful Sagala berpendapat yang berbeda: “ada empat tahapan

pelaksanaan supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan

pra-observasi atau pertemuan awal pra siklus dan dilanjutkan pada siklus pertama,

mengamati (observasi) guru atau siklus kedua, dan sesudah pengamatan (post

observasi) melakukan umpan balik siklus ketiga.”56 Pada semua tahapan ini

supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti mengenai pengamatan dan

perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran yang dilakukan oleh guru.

a) Pra Siklus

Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis pada tahap pra siklus dimulai

dari guru merasa butuh bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar,

kebutuhan ini muncul, karena guru butuh pelayanan dari supervisor agar guru

mengetahui, memahami kelebihan dan kelemahan dibidang ketrampilan mengajar

untuk selanjutnya berusaha meningkatkannya kearah yang lebih baik lagi.

Pada tahap ini supervisor meyakinkan guru bahwa melalui bantuan

supervisor guru akan dapat mengetahui kelebihan, kelemahan dan atau

kekurangan dalam hal: mempersiapkan rencana kegiatan pembelajaran,

membelajarkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditentukan dalam silabus

56 Syaiful Sagala,

Gambar

Gambar model analisis interaktif (interactive model)32
Gambar 3.3

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

1) Perpustakaan sekolah merupakan salah satu komponen sistem pengajaran. 2) Perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar di lingkungan sekolah. 3) Perpustakaan sekolah merupakan

(3) Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara pembelajaran yang menggunakan metode Peta Konsep menggunakan media atlas non elektronik

Dampak psikologis yang dialaminya antara lain : mengalami peristiwa traumatis (dengan melihat dan menjadi korban dari peristiwa traumatik); munculnya respon-respon

Seiring peningkatan jumlah KBIHU di indonesia, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi yang harus dipecahkan, diantaranya adalah s emakin banyaknya jumlah KBIHU yang

Pada bagian administrasi dan keuangan ini, praktikan melakukan pemeriksaan ulang laporan keuangan area-area (footing dan cross footing), penginputan beban kas

Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dengan menggunakan metode latihan ( drill ) dengan metode resitasi. Adapun langkah-langkah

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah kami sebutkan, ada beberapa hal yang dapat kami rekomendasikan kepada perusahaan, antara lain adanya pemisahan tugas antara bagian kasir dan