• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI KEPADA KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMIDDIN (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI KEPADA KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMIDDIN (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI KEPADA KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMIDDIN (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA

TAHUN 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

NURUL BADIAH 111 13 222

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

ii

PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI TERHADAP KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMUDDIN

( STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN 2018 )

SKRIPSI

Oleh :

NURUL BADIAH 111 13 222

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii MOTTO

ُهقَّ َح اَنِمِلاَعِل ْف ِرْعَيَو ،اَنَريِغَص ْمَحْرَيَو ،اَنَريِبَك هل ِج ي ْمَل ْنَم اهنِم َسْيل

Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak

memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda

serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar

diutamakan pandangannya).”

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya, saya persembahkan

karya ini kepada:

1. Bapak Jiman dan ibu Siti Fatimah tercinta yang selalu memberi kasih sayang,

semangat, motivasi, dan nasihat untuk keberhasilan.

2. Abah dan umah ku yang selalu memberi motivasi dan selalu mendoakan ku

3. Adik-adiku Fahmi Fathurahman dan Arief lukman hakim yang saya sayangi

4. Simbah ku yang senantiasa selalu mendoakan ku

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada

terhimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “pembentukan sikap

ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya Ulumiddin (studi kasus pondok

pesantren sunan giri salatiga)”.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan Uswah Khasanah Rasulullah

Muhammad S.A.W, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang

setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk membimbing umat manusia.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan (SPd) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi

ini berjudul “pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya

Ulumiddin (studi kasus pondok pesantren Sunan Giri Salatiga)”.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. Nasafi, M.Pd.I. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat

(10)

x

5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu

pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta

bantuan.

7. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Angkatan 2013, yayah, mbk dwi ,

dono, sukitrem, sanah, mbk reza, bastul, ika dan kawan kawanku yang tak kan

terlupakan

8. Rekan-rekanku semua di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, khuausnya

dek Ulfa, Mbk Yu, Mbk Dwi, Asiyah, Nafisah, dan kawan kawanku semuanya

yang telah membantuku.

9. Segenap keluarga pondok pesantren Sunan Gri yang selalu aku sayangi dan

banggakan

(11)

xi 11.Almamater IAIN Salatiga.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat

terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah

SWT.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna

bagi penulis khususnnya serta para pembaca pada umumnya.

Salatiga, 20 Maret 2018

Penulis

(12)

xii ABSTRAK

Badiah, Nurul. 2018. Pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin (studi kasus pondok pesantren sunan giri Salatiga tahun 2018). Skripsi. Jurusan Terbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Slatiga. Pembimbing: Dr. Nasafi, M.Pd.I.

Kata kunci : Pembentukan sikap Ta’dzim santri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bagaimana pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?, (2) mengetahui bagaimana sikap Ta’dzim santri kepada Kyai di Pondok pesantren Sunan Giri Salatiga?, (3)untuk mengetahui adakah pengaruh antara pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin terhadap sikap ta’dzim Kyai di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menitik beratkan pada data kualitatif yaitu data hasil wawancara, observasi dokumentasi. Pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang terangkum dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara menggunakan triangulasi yang ditujukan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, Ustadz dan Ustadzah, pengus dan juga santriwan santriwati Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga. Metode dokumentasi digunakan untuk mengambil data, Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa:

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

(14)

xiv

2. Guru dan panutan Imam Ghozali ... 15

3. Karya-karya Imam Ghozali ... 16

4. Kepribadian dan pengaruh Imam Ghozali ... 18

B. Latar belakang penulisan kitab Ihya’ Ulumuddin ... 23

C. Pengertian pembentukan sikap Ta’dzim ... 26

(15)

xv

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran umum lokasi pondok pesantren suana giri ... 47

1. Sejarah singkat ... 47

10. Pembelajaran dan pendidikan Madrasah ... 54

11. Dewan pengajar Madrasah Diniyah ... 56

12. Struktur organisasi pengurus ... 58

13. Keadaan santri pondok pesantren ... 60

(16)

xvi

1. Kajian kitab Ihya Ulumuddin ... 63

2. Sikap ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren Sunan

Giri Salatiga ... 67

3. Pengaruh pengajian kitab Ihya Ulumuddin terhadap sikap ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri

salatiga ... 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2. Pedoman Wawancara

Lampiran 3. Transkip Hasil Wawancara

Lampiran 4. Daftar Nilai SKK

Lampiran 5. Lembar Konsultasi Skripsi

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nilai nilai luhur bangsa indonesia terutama tentang sikap

menghargai orang lain, sopan santun dan semangat kebersamaan adalah

nilai yang telah terbentuk sejak lama , terlebih setelah datangnya agama

Islam di Indonesia dimana Indonesia membawa ajaran Rahmatan lil’alamin, saling mengasih dan sikap menghormati terhadap orang lain

(Salam, 1997:32). .Nilai-nilai luhur yang telah diajarkan para ulama

seyogyanya kita lestarikan sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang

bermoral dan beradab.

Pemikiran–pemikiran yang luhur pada masa lalu haruslah kita

lestarikan sehingga tetap menjadi kaum yang berbudi pekerti yang baik

terutama pada orang tua dan guru. Siswa suatu saat akan menjadi pemuda

penerus dan pemegang kepemimpinan bangsa haruslah memiliki nilai-nilai

luhur yang telah diwariskan oleh para ulama, Diantaranya sikap ta’dzim. Dengan sikap ta’dzim atau sikap menghormati dan sopan, akan dapat

membawa seseorang pada kemulyaan dan akan dihormati oleh orang lain.

Tapi kenyataannya, sekarang ini banyak siswa yang berani kepada

gurunya, mungkin karena kurangnya pengajaran tentang akhlak di

sekolah-sekolah. Pondok pesantren menjadi alternatif yang setrategis bagi

(19)

2

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang religius

Islami dan merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Pada awal didirikannya, pesantren tidak semata-mata ditujukan untuk

memperkaya pikiran santri (murid) tetapi meningkatkan moral (akhlaq),

memotivasi, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,

mengajarkan tingkah laku dan bermoral serta mempersiapkan para santri

untuk hidup sederhana dan bersih hati (Dhofier,1994:50). Tujuan utama

pengajaran ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Pesantren sebagai

suatu lembaga pendidikan yang tumbuh berkembang di tengah-tengah

masyarakat sekaligus memadukan tiga hasil pendidikan yang amat penting

yaitu: ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk penyebaran ilmu dan

amal untuk mewujudkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Shaleh,

1978:8).

Pengajaran pendidikan Islam klasik sebenarnya sudah menawarkan

konsep tentang pembentukan akhlak dan mental yang baik, yaitu dengan

pengajaran sebuah kitab yang menekankan pada pendidikan akhlak dan

penumbuhan sikap menghormati atau lebih dikenal dengan pembentukan

sikap ta’dzim yang salah satunya melalui Pengajaran kitab Ihya`

Ulumuddin buah karya Imam Ghazali. Kitab ini menerangkan sikap ta’dzim santri terhadap kyai yang mana untuk mendidik karakter santri

sebagai santri yang sopan dan santun akan akhlaknya. Sikap ta‟dzim

merupakan wujud dari sikap manusia terdidik.

(20)

3

اَنِمِلاَعِل ْف ِرْعَي َو ،اَنَريِغَص ْمَح ْرَي َو ،اَنَريِبَك َّل ِجُي ْمَل ْنَم اَّنِم َسْي

ل

Artinya : “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak

memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang

tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan

pandangannya).” (Riwayat Ahmad)

Pengajaran Kitab Ikhya Ulumidin dan pembentukan sikap ta’dzim

yang semakin menipis. Pondok Pesantren Sunan Giri adalah salah satu

madrasah yang mengkaji Kitab Ihya Ulumidin sehingga santri dipondok

pesantren tersebut memiliki sikap yang sopan, santun dan patuh terhadap

gurunya.

Berangkat dari sinilah penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana kitab Ihya’ Ulumiddin mendiskripsikan apa dan bagaimana pembentukan

sikap santri terhadap kyai yang seharusnya mempunyai sikap yang sopan

dan santun dan apakah ada perbedaan antara santri yang mengaji kitab ihya’ ulumudin dan tidak mengaji kitab Ihya’ Ulumiddin. Adapun fokus

penelitian yang peneliti tulis berbeda dari skripsi-skripsi sebelumnya. Penulis memberi judul skripsi ini “ PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM

SANTRI TERHADAP KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA

ULUMIDIN (STUDI KASUS SANTRI PONDOK PESANTREN

(21)

4 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumuskan pokok masalah yang akan dikaji dan diteliti dalam

penyusunan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimanakah pengajian Kitab Ihya Ulumidin di pondok pesantren

Sunan Giri Salatiga ?

2. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren

Sunan Giri Salatiga ?

3. Adakah Pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumidin Terhadap

Sikap ta’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren Sunan Giri

Salatiga? C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan penelitian

Tujuan peneliti ini pasti tidak terlepas dari permasalahan yang

peneliti munculkan. Adapun tujuanya adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana pengajian kitab Ihya Ulumudin

di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.

b. Untuk mengetahui bagaimana Sikap ta’dzim santri kepada

Kyai di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.

c. Untuk mengetahui adakah Pengaruh antara Pengajian kitab

Ihya Ulumidin Terhadap Sikap ta’dzim santri terhadap kyai di

(22)

5 D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan manfaat yang diatas, maka manfaat penelitian ini

antara lain :

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan wawasan keilmuan yang berkaitan dengan

pembelajaran kitab Ihya’ Ulumidin dengan sikap ta’dzim

santri.

b. Untuk menambah khazanah pengetahuan kepustakaan

pengaruh pengajaran kitab Ihya Ulumidin terhadap pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap Kyai.

2. Manfaat praktis

a. Bagi pihak pondok pesantren, hasil penelitian ini di harapkan

dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi

dalam rangka pelaksanaan pembelajaran akhlak dengan pengajian kitab Ikhya’ Ulumidin.

b. Bagi santri, mempunyai prilaku sopan santun dan menghormati orang yang lebih tua sesuai dengan pengajian kitab Ihya’

Ulumidin.

c. Bagi peneliti, bisa di jadikan sumber rujukan dalam rangka

(23)

6 E. Penegasan istilah

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan kemungkinan

terjadinya salah penafsiran terhadap apa yang terkandung dalam skripsi ini,

maka perlu kiranya penulis perjelas dan membatasi pengertian sebagai

berikut:

1. Pembentukan sikap ta’dzim

Pembentukan memiliki arti menjadikan atau perbuatan (hal, cara,

dan sebagianya ) membentuk wujud atau rupa sesuai dengan yang

diinginkan. (Poerwadarminta, 1976:122). 2. Sikap

Menurut Ngalim Purwanto (1987:141). Sikap atau yang dalam

bahasa inggris attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu

perangsang.

3. Ta’dzim

Kata ta’dzim dalam bahasa Inggrisnya adalah “ respect” yang

mempunyai makna sopan santun, menghormati dan mengagungkan

orang yang lebih tua atau yang di tuakan. (Nicholson, 1978; 1-2) 4. Santri

Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan

orang-orang pesantren, seorang-orang alim hanya bisa disebut kyai bilamana

memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren

tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena

(24)

7

pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat

2 kelompok santri, yang pertama santri mukim yaitu murid-murid

yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok

pesantren. Dan yang kedua adalah santri kalong yaitu murid-murid

yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya

tidak menetap dalam pesantren.

5. Kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan

mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain

gelar kyai, ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983:

55).

6. Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan

dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren

pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri

dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan

ruang belajar. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga

pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya

pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non

klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana

seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang

tertulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar abad

(25)

8 F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam

membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian

kualitatif, secara garis besar sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama

dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,

pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak,

daftar isi, dan daftar lampiran.

2. Bagian Inti

Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data:

BAB I : Pendahuluan

Meliputi Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Tujuan

Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode

Penelitian, dan Sistematika Penulis Skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

Berisi kajian kitab Ihya Ulumudin dalam pemebentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai.

BAB III : Paparan Data Penelitian

Meliputi Gambaran Umum Pondok Pesantren Sunan Giri

Salatiga dan pembentukan sikap santri terhadap kyai dalam kajian kitab Ihya’ Ulumudin Pondok Pesantren Sunan Giri

(26)

9 BAB IV : Analisis Data Penelitian

Meliputi pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai dalam

kajian kitab ihya ulumudin Pondok, faktor pendukung dan

kajian kitab Ihya Ulumudin pondok Pesantren Sunan Giri

Salatiga, serta pengaruh sikap ta’dzim santri terhadap Kyai dalam kajian kitab Ihya’ Ulumidin Pondok Pesantren Sunan Giri

Salatiga.

BAB V : Kesimpulan, Saran dan Penutup

Yang meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

3. Bagian Akhir

Bagian akhir dari skripsi ini, memuat: Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran,

(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI A. Biografi Imam Al Ghozali

Imam Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad

Ibnu Muhammad al-Ghazali, yang terkenal dengan Hujjatul Islam

(Argumentator Islam) karena jasanya yang besar di dalam menjaga Islam dari pengaruh ajaran bid’ah dan aliran rasionalisme Yunani. Beliau lahir

pada tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah, suatu kota

kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah, yang mana saat itu

merupakan salah satu tempat pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam (Tim

Penyusun Ensiklopedi Islam, 1997:25).

Beliau dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya

adalah seorang pengrajin wool sekaligus sebagai pedagang hasil

tenunannya, taat beragama dan mempunyai semangat keagamaan yang

tinggi. Karena simpatiknya kepada ulama, ayahnya pun kemudian

mengharapkan anaknya menjadi ulama yang selalu memberi nasehat

kepada umat. Itulah sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkannya

(Imam Ghazali) dan saudarnya (Ahmad) pada teman ayahnya (seorang ahli

tasawuf) untuk mendapatkan bimbingan dan didikan (Ghazali, 2004:4).

Meskipun dibesarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana,

tidak menjadikan Imam Ghazali merasa rendah atau malas, justru beliau

semangat dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga beliau

(28)

11

hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang sufi sampai usia 15 tahun

(450-456) (Ghazali, 2004:4).

1. Riwayat pendidikan

Perjalanan mencari ilmu Imam Ghazali dimulai dari tanah

kelahirannya, beliau belajar al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu

keagamaan yang lain pada ayahnya, di lanjutkan di Thus dengan

mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah beliau belajar pada

teman ayahnya (seorang ahli tasawuf), kemudian beliau masuk ke

sekolah untuk memperoleh selain ilmu pengetahuan. Beliau

mempelajari dasar Islam (al-Qur’an dan al-Hadist).

Diantara kitab-kitab hadist yang beliau pelajari, antara lain :

a. Shahih al-Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin

d. Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim, beliau belajar dari Abu

al-Fatyan ‘Umar ar-Ru’asai (Ghazali, 2004:267).

Begitu pula diantaranya bidang-bidang ilmu yang dikuasai Imam

Ghazali adalah ushuluddin, ushululfiqh, mantiq, filsafat, dan tasawuf

(29)

12

Kesantunan hidup sebagaimana waktu beliau belajar fiqh pada

Imam Kharamain, beliau belajar bersungguh-sungguh sampai mahir

dalam madzhab, khilaf (perbedaan pendapat), perdebatan, mantiq,

membaca hikmah, dan falsafah, Imam Kharamain menyikapinya

sebagai lautan yang luas (Himawijaya, 2004:15).

Setelah Imam Haramain wafat kemudian beliau pergi ke Baghdad

dan mengajar di Nidzhamiyah. Beliau mengarang tentang madzhab

kitab al-Basith, al- wasith, al-Wajiz, dan al-Khulashoh. Dalam ushul

fiqih beliau mengarang kitab al-Mustasyfa, kitab al-Mankhul,

Bidayatul-hidayah, al-Ma’lud fil-Khilafiyah, Syifaal-ali fi Bayani

Masalikit Ta`wil dan kitab-kitab lain dalam berbagai bidang (Bik,

1980:570).

Antara tahun 465-470 H, Imam Ghazali belajar fiqih dan

ilmu-ilmu dasar yang lain dari Ahmad Radzaski di Thus dan dari Abu

Nasral Ismailli di Jurjan. Setelah Imam Ghazali kembali ke Thus, dan

selama 3 tahun di tempat kelahirannya, beliau mengaji ulang

pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kekpada Yusuf an-Nassaj

(w-487 H), pada tahun itu Imam Ghazali berkenalan dengan

al-Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul

Ghofur, Ismail Farisi dan Imam Ghozali menjadi pembahas paling

pintar di zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan prestasi

muridnya, karena walaupun kemasyhuran telah diraih Imam Ghazali,

(30)

13

tahun 478 H. Sebelum al-Juwaini wafat, beliau memperkenalkan

Imam Ghazali kepada Nidzham al-Mulk, perdana mentri sultan

Saljuk Malik Syah. Nidzham adalah pendiri madrasah

al-Nidzhamiyah. Di Naisabur ini Imam Ghazali sempat belajar tasawuf

kepada Abu Ali al-Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali al-Farmadi (w.477

H/1084 M) (Himawijaya, 2004:15).

Setelah gurunya wafat, Imam Ghazali meninggalkan Naisabur

menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham al-Mulk. Di

daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan ulama.

Dari perdebatan yang dimenangkan ini, namanya semakin populer

dan disegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M,

Imam Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah

Nidzhamiyah, ini dijelaskan dalam bukunya al-Munqiz Minadl-dlalal.

Selama megajar di madrasah, dengan tekunnya Imam Ghozali

mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al-Farabi, Ibn

Sina Ibn Miskawih dan Ikhwan as-Shafa. Penguasaanya terhadap

filsafat terbukti dalam karyanya seperti al-Maqasidul Falasifah,

Tahafutul Falasifah (Himawijaya, 2004:17).

Pada tahun 488 H/1095 M, Imam Ghazali dilanda keraguan

(skeptis) terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum, teologi, dan

filsafat), sehingga beliau menderita penyakit selama dua bulan dan

sulit diobati. Karena itu, Imam Ghazali tidak dapat menjalankan

(31)

14

akhirnya beliau meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus. Di

kota ini, selama kira-kira dua tahun, Imam Ghazali melakukan uzlah,

riyadah, dan mujahadah. Kemudian beliau pihdah ke Bait al-Maqdis

Palestina untuk melakukan ibadah serupa. Setelah itu tergeraklah

hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarohi maqom

Rosulullah SAW (Himawijaya, 2004:19).

Sepulang dari tanah suci, Imam Ghazali mengunjungi kota

kelahirannya di Thus, disinilah beliau tetap berkhalwat dalam

keadaan skeptis sampai berlangsung selama 10 tahun. Pada periode

itulah beliau menulis karyanya yang terkenal ” Ihya’ Ulumuddin ” the

revival of the religious (menghidupkan kembali ilmu agama)

(Himawijaya, 2004:19).

Karena mendapat desakan dari madrasah Nidzhamiyah di

Naisabur, berselang selama dua tahun, akhirnya kemudian beliau

memberi pelajaran bagi para fuqoha dan jawiyah atau khanaqoh

untuk para mustafifah. Di kota inilah (Thus) beliau wafat pada tahun

505 H / 1 Desember 1111 M (Ghazali, Tt:7).

Abul Fajar al-Jauzi dalam kitabnya al-Asabat ‘inda Amanat

mengatakan, Ahmad saudaranya Imam Ghazali berkata: pada waktu

shubuh, Abu Hamid berwudhu dan melakukan sholat, kemudian

beliau berkata: ambillah kain kafan untukku, kemudian ia mengambil

(32)

15

menjulurkan kakinya dan menghadap kiblat. Imam Ghazali yag

bergelar Hujjatul Islam itu meninggal dunia menjelang matahari terbit

di kota kelahirannya (Thus) pada hari senin 14 Jumadil Akhir 505 H

(1111 M). Imam Ghazali dimakamkan di Zhahir at-Tabiran, ibu kota

Thus (Ghazali, 2004:266).

2. Guru dan panutan Imam Ghazali

Imam Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai

banyak guru, diantaranya guru-guru Imam Ghazali adalah sebagai

berikut:

a. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah al-Hafsi, beliau mengajar

Imam Ghazali dengan kitab Shohih Bukhori.

b. Abul Fath al-Hakimi at-Thusiy, beliau mengajar Imam Ghazali

dengan kitab Sunan Abi Dawud.

c. Abdullah Muhammad Bin Ahmad al-Khawari, beliau mengajar

Imam Ghazali dengan kitab Maulid an-Nabi.

d. Abu al-Fatyan Umar ar-Ru’asi, guru kitab Shohih Bukhori dan

Shohih Muslim (Hasan, 2006:267).

Dengan demikian guru-guru Imam Ghazali tidak hanya mengajar

dalam bidang tasawuf saja, akan tetapi beliau juga mempunyai

guru-guru dalam bidang lainnya, bahkan mayoritas guru-guru-guru-guru beliau itu

(33)

16 3. Karya-karya Imam Ghazali

Imam Ghazali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi,

karya beliau diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :

a. Maqhasid Falasifah

b. Tahafutul Falasifah

c. Mi’yar al-‘Ilmi

d. Ihya’ Ulumuddin

e. Al-Munqiz min adl-Dlalal

f. Al-Ma’arif al-Aqliyah

g. Misykat al-Anwar

h. Minhajul Abidin

i. Al-Iqtishad fil I’tiqod

j. Ayyuhal Walad.

k. Al-Musytasyfa

l. Ilham al-Awwam an ‘Ilmal Kalam.

m. Mizan al-Amal.

n. Akhlaq al-Abror wan Najah minal Asyar

o. Assrarul Ilmi ad-Din

p. Al washit

q. Al-Wajiz

r. Az-Zariyah ilaa Makarim asy-Syari’ah

s. Al-Hibr al-Masbuq fin Nashihah al-Muluk

(34)

17

u. Syifa`ul Qolil fi Bayanis Syaban wal Mukhil wa Masalikit ta’wil

v. Tarbiyatul Aulad fil Islam

w. Tahzibul Ushul

x. Al-Ikhtishos fil Itishod

y. Yaaqutut Ta’wil (Nasution, Tt:155).

4. Kepribadian dan pengaruh Imam Ghazali

Terkait dengan pengaruh Imam Ghazali terhadap perkembangan

dunia Islam, Samuel M. Zwemer mengatakan, ada empat orang yang

paling besar jasanya terhadap Islam, yaitu Nabi Muhammad, Imam

Bukhari sebagai pengumpul hadist yang paling masyhur, Imam Asy’ari sebagai teolog terbesar dan menantang rasionalisme dan

Imam Ghazali sebagai “reformer” dan sufi.

Imam Ghazali merupakan penyelamat tasawuf dari kehancuran

yakni dengan mengintegrasikannya dengan fiqh dan kalam sehingga

menjadi ajaran Islam yang utuh. Imam Ghazali telah meninggalkan

pengaruh begitu luas atas sejarah Islam. Bahkan karya-karya beliau

telah diterima secara luas di kalangan komunitas muslim yang

berbahasa Arab, baik di Timur maupun di Barat. Sekalipun sudah

hampir seribu tahun Imam Ghazali meninggalkan kita, namun

ilmunya, tetesan kalam buah penanya tetap mengekal abadi.

Pemikiranya telah memberi pengaruh besar, karena diperlukan dan

ditelaah oleh umat manusia dari berbagai bangsa dan agama (Smith,

(35)

18

Tokoh Imam Ghazali yang menjadi fokus pembahasan

menempati kedudukan yang unik dalam sejarah agama dan pemikiran

Islam karena kedalaman ilmunya, keorisinilan pemikirannya, dan

kebenaran pengaruhnya di kalangan Islam. Di samping ahli agama,

pendidikan dan hukum Islam, ia juga memiliki ilmu yang luas tentang

filsafat, tasawuf, akhlak, dan masalah kejiwaan serta spiritualitas

Islam. Di belahan timur dunia Islam ia amat berpengaruh bagi

masyarakat Islam Sunni dan memperoleh sukses dalam memimpin

mereka, sedangkan di belahan barat dunia Islam pengaruhnya tidak

kecil. Sampai sekarang pengaruh Imam Ghazali masih terus ada di

seluruh dunia Islam (Jaya, 1994:12).

Di Timur, Imam Ghazali mendapat sukses di bidang

pembaharuan mental dan spiritual umat, sehingga

pendapat-pendapatnya merupakan aliran yang penting dalam Islam.

Bukunya Ihya` Ulumuddin adalah bukti dari adanya usaha tersebut.

Pada waktu itu juga, ia berjasa dalam membela agama Islam dan

umatnya dari pengaruh negatif pemikiran filsafat Yunani, ilmu

Kalam, dan aliran kebatinan. Dengan pembelaannya itu, ia berhasil

memperbaiki keadaan masyarakat Islam, dari pemujaan akal atas

agama, menjadi ketaatan kepada Allah SWT, yaitu dalam arti hukum

syari`at menguasai akal dan akhlak manusia, sehingga kebahagiaan

dapat dicapai. Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak salah

(36)

Hujjatul-19

Islām (pembela agama Islam), Zainud-Dîn (permata agama Islam)

dan Mujaddid (pembaharu). Imam Ghazali telah melakukan

pembaharuan dalam tasawuf. Pembaharuan yang dilakukan adalah

mengintegrasikan kesadaran tasawuf dengan syari`at yang telah

dimulai pada pertengahan kedua abad ketiga hijriah dengan

tokoh-tokoh seperti al-Kharraz dan al-Junaid, dan gerakan ini mencapai

puncaknya dibawa komando Imam Ghazali yang selanjutnya sangat

menentukan perkembangan pemikiran Islam (Rahman, 2010:202).

Upaya Imam Ghazali mendamaikan antara tasawuf dan fiqh yang

bercorak sunni mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat

Islam, terbukti dengan menyebarnya tasawuf keberbagai daerah Islam

dan menjamurnya tarekat diberbagai daerah Islam (Siddiqi,

1996:55). Dengan langkah perdamaian Imam Ghazali ini, ketegangan

antara fuqaha dan sufi dapat diredamkan dan sejak saat itu, seorang

tokoh teolog besar adalah seorang sufi besar pula.

Imam Ghazali dikenal sebagai seorang yang cerdas, luas

cakrawalanya, kuat hafalannya, jauh dari keraguan, sekaligus

mendalam dalam memahami makna-makna secara jeli (Subki,

1978:103). Ia juga seorang yang kritis, gemar menyelidiki sesuatu

karena sikap skeptisnya untuk melepaskan diri dari belenggu taqlid

(Ghazali, 1960:47). Unsur-unsur kepribadian Imam Ghazali ini cukup

untuk membekalinya dalam pencariannya terhadap hakekat

(37)

20

Di belahan barat dunia Islam, tulisan Imam Ghazali tidak saja

mempengaruhi pemikir Islam seperti Ibn Rusyd, tetapi juga

mempengaruhi para pemikir Kristen dan Yahudi seperti Thomas

Aquinas dan Blaise Puscal, (Ghazali, 1960:14) dan filsuf-filsuf Barat

lainnya, sebagaimana diakui oleh Asim Palaeros, banyak

persamaannya dengan Imam Ghazali dalam pendiriannya, bahwa

pengetahuan-pengetahuan agama tidak diperoleh dari akal pikiran

tetapi harus hati dan rasa (Poerwantama, dkk, 1994:168). Imam

Ghazali juga sering disebut sebagai pembuktian Islam, hiasan

keimanan, atau pembaharu agama. Dalam buku berjudul Historiografi

Islam Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama As-subkhi

dalam bukunya yang berjudul Thabaqat as Shafiyya al Kubra pernah

menyatakan, “Seandainya ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad,

maka manusianya adalah Imam Ghazali.” Hal ini menunjukkan

tingginya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki Imam

Ghazali. (Natsir, 1988:175).

Di Eropa Barat, Imam Ghazali mendapat perhatian besar, tak

sedikit orang Barat yang memberikan penghargaan kepadanya.

Filosof asal Prancis Renan, pujangga-pujangga Cassanova, Carra de

Vaux, adalah orang-orang yang kagum terhadap Imam Ghazali (Ali,

1991:70).

Masuknya pengaruh filsafat Imam Ghazali di benua Eropa tidak

(38)

21

dulu masuk Eropa. Pada abad pertengahan, Eropa dikuasai gereja.

Gereja yang mengatasnamakan “wakil Tuhan” bertindak tidak

manusiawi dan mengekang rasio. Keadaan semacam ini membuat

para ilmuwan Eropa menolak dominasi gereja. Alat yang dipakai para

ilmuwan saat itu adalah filsafat Ibn Rusyd. Begitu hebatnya pengaruh

Ibn Rusyd sampai-sampai di Eropa ada kelompok Averoesme. Ketika

gejolak perkembangan Averoesme sedang menjalar di Eropa pada

abad pertengahan, gereja menggunakan Tahafut al-Falasifah sebagai

pembendungnya. Alexander Hales, seorang pendeta ternama, adalah

orang yang paling masyhur dalam membelokkan Averoesme kepada

filsafat Imam Ghazali. Bahkan Santo Thomas Aquines sebagai

pemuda Ibn Rusyd dalam beberapa kritikannya terhadap orang yang

dipujanya tersebut tidak sedikit ia mendapatkan ilham dari Imam

Ghazali.

Ketidak gentarannya dalam mencari kebenaran melalui

kegandrungannya pada ajaran-ajaran tasawuf banyak pula

mendatangkan kritikan dan pertentangan di kalangan Mutakallimin,

baik ketika Imam Ghazali masih hidup maupun setelah

meninggalnya. Di Andalusia, seorang Qadhi dari Cordoba, Abu

Abdullah Muhammad bin Hamdin, menyalahkan

karangan-karangan Imam Ghazali. Para Qadhi di Spanyol pada umumnya

menerima pengutukan itu, hasilnya seluruh karya-karya Imam

(39)

22

Ghazali dengan ancaman sangsi hukuman mati. Termasuk di

dalamnya kitab Ihya` (Smith, 2000:226). B. Latar belakang penulisan kitab Ihya` Ulumuddin

Kitab Ihya’ Ulumuddin merupakan salah satu karya monumental

yang menjadi intisari dari seluruh karya Imam Ghazali. Secara bahasa, Ihya’ Ulumuddin berarti menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama.

Sebagaimana judulnya kitab ini berisi tentang ilmu-ilmu agama yang akan

menuntun umat Islam tidak berorientasi pada kehidupan dunia belaka,

akan tetapi kehidupan akhirat yang lebih utama.

Imam Ghazali, menjadi rektor di Universitas Nidzamiyah selama

empat tahun, tentu kedudukannya sebagai pejabat tinggi dalam

pemerintah, namanya termasyhur telah memengaruhi jiwanya untuk cinta

kepada kebendaan. Tetapi pengaruh yang demikian itu tidak lama

menyelinap pada dirinya, karena kemudian timbul pergolakan-pergolakan pada batinnya, pergolakan dan pertentangan antara “ilmu dan amal”.

Semua suara batin yang mengajak kepada kebendaan itu dapat dikalahkan.

Tetapi, pergolakan perjalanan dalam batinnya itu menyebabkan dia jatuh

sakit. Seorang dokter yang hendak menolongnya mengatakan bahwa

penyakitnya sukar disembuhkan, karena penyakit itu bukan berasal dari

luar, melainkan dari dalam. Oleh karena itu pengobatan dari luar tidak

akan dapat membawa manfaat baginya, dan selama waktu itu ia tertimpa

keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhirnya ia

(40)

23

(Psikoterapi). Oleh karena itu, dia berusaha mengobati penyakitnya itu

dengan kekuatan jiwanya sendiri. Penyakit itu beliau obati dengan

berlindung diri kepada Allah, mohon bantuan dan pertolongan agar

penyakit itu lepas dari dalam dirinya. Akhirnya berkat anugrah Allah,

sakitnya menjadi sembuh, bahkan ia mendapat ilham dan petunjuk

dari-Nya. Hatinya menjadi terang, sikapnya menjadi tabah serta memperoleh

kepastian tentang ilmu.

Secara diam-diam Imam Ghazali meninggalkan Baghdad menuju

Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa

(khalifah) maupun sahabat Universitas. Pekerjaan mengajar ditinggalkan

dan mulailah Imam Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud

yang dia tempuh. Hampir dua tahun, Imam Ghazali menjadi hamba Allah

yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsunya. Dia menghabiskan waktunya untuk berkhalwat, ibadah dan i’tikaf di sebuah

masjid di Damaskus. Berdzikir sepanjang hari di menara untuk

melanjutkan taqarrubnya kepada Allah, lalu kemudian Imam Ghazali

pindah ke Baitu al-Maqdis, di sinilah Imam Ghazali selalu merenung, membaca dan menulis karya puncaknya “Ihya’ Ulumuddin”. Dia

melanjutkan berjihad melawan hawa nafsu, mengubah akhlak,

memperbaiki watak yang menimpa hidupnya.

Kitab Ihya` Ulumuddin disusun pada waktu ketika umat Islam

teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah Imam Ghazali kembali dari

(41)

24

ilmu-ilmu agama. Mengapa demikian? Ketika itu, umat islam acuh

terhadap ilmu-ilmu Islam dan mereka lebih asik dengan filsafat barat. Oleh

karena itu, Imam Ghazali tergugah hatinya untuk membersihkan hati umat

dari kesesatan, sekaligus pembelaan terhadap serangan-serangan pihak

luar baik Islam ataupun barat (orentalist) dengan menghadirkan sebuah

karya ilmiah ditengah-tengah umat Islam.

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin ini seseorang akan dapat melihat

bagaimana ia memadukan antara wawasan spiritual dengan soal-soal

praktis dan menghasilkan pendekatan yang khas terhadap topik yang ia

bicarakan dimana ia tak pernah lupa menghubungkan apapun yang ia

bicarakan dengan kondisi spiritual manusia. Oleh karenanya Abul Hasan

an-Nadwi mengomentari kitab ini dengan mengatakan, “kitab Ihya’

Ulumuddin dengan semuanya itu telah menjadi kitab ishlah dan tarbiyyah,

seakan-akan pengarangnya ingin agar kitab ini berfungsi sebagai mursyid

dan murabbi yang tidak membutuhkan yang lainnya, yang mewakili

semua perpustakaan Islam. Untuk itu, ia menjadikannya berisi tentang

aqidah, fiqih, tazkiyyatun nafs (penyucian jiwa), tahdzibul akhlaq (pendidikan akhlaq)”.

Imam Ghazali dalam menulis kitab tersebut merujuk kepada

sumber-sumber tasawuf lama. Ia menulisnya dengan kelembutan hati

yang jujur dan ungkapan yang kuat, sehingga kitab tersebut memberikan

kesan yang mendalam dalam jiwa dan mendorong terjadinya perubahan

(42)

25

Sebagian orang menerima dan takjub terhadap isinya, sementara itu

sebagian yang lainnya mencampakkannya, sehingga di negeri Maghrib

khususnya, banyak terjadi fitnah dan ta’ashub karena kitab ini, sehingga

nyaris mereka membakarnya dan ada kemungkinan sebagian kecil dari

kitab itu telah terbakar (repo.iain-tulungagung.ac.id/3192/5/BAB_III,

diakses tanggal 22 Maret 2017 pukul 22.11).

C. Pengertian pembentukan sikap ta’dzim

Pembentukan memiliki arti menjadikan atau perbuatan (hal, cara,

dan sebagianya ) membentuk wujud atau rupa sesuai dengan yang

diinginkan. (poerwadarminta, 1976:122). 1. Pengertian sikap ta’dzim

Sikap Menurut Ngalim Purwanto (1987:141). Sikap atau yang

dalam bahasa inggris attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu

perangsang.

Kata ta’dzim dalam bahasa inggrisnya adalah “ respeck” yang

mempunyai makna sopan santun, menghormati dan mengagungkan

orang yang lebih tua atau yang di tuakan. (Nicholson, 1978; 1-2). W.J.S Poerwardaminta mengatakan bahwa sikap ta’dzim

adalah perbuatan dan prilaku yang mencerminkan kesopanan dan

menghormati kepada orang lain terlebih kepada yang lebih tua darinya

atau kepada seorang kyai, guru dan orang yang di anggap di muliakan.

(Poerwardaminta, 1976; 995).

(43)

26

lagi yaitu bukan hanya bersikap sopan santun dan menghormati saja

akan tetapi lebih dari itu, yaitu :

a. Konsentrasi dan memperhatikan

b. Mendengarkan nasehat-nasehatnya

c. Meyakini dan merendahkan diri kepadanya

(Asrori1996;11-12).

Sikap-sikap tersebt di atas lebih lanjut di jelaskan oleh Ma’ruf merupakan wujud dari sikap mengagungkan seorang guru.

Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulakn bahwa sikap ta’dzim adalah suatu totalitas dari kegiatan rohani (jiwa) yang di

reaslisasikan dengan prilaku dengan wujud yang sopan santun,

menghormati orang lain dan mengagungkan guru.

Sikap ta’dzim ini wajib di lakukan seorang siswa kepada

gurunya, sebagaimana syair Syeh Salamah Abi Abdul Hamid yang di terjemahkan oleh Mas’ud bin Abdur Rohman sebagai berikut :

(

wajib ta’dzim (mengagungkan ) kepada gurunya.” (Mas’ud bin

(44)

27 2. Ciri ciri sikap Ta’dzim

Menurut A. Ma’ruf ciri-ciri sikap ta’dzim ada 5 yaitu :

a. Apabila duduk di depan gurunya selau sopan

b. Selalu mendengarkan perkataan guru

c. Selalu melaksanakan perintahnya

d. Berfikir sebelum berbicara kepada guru

e. Selalu merendahkan diri kepadanya. (Ma’ruf, 1996:11)

Sedangkan menurut Sidik Tono et.Al, ciri ciri sikap ta’dzim

adalah sebagai berikut:

a. Selalu bersikap hormat kepada guru

b. Selalu datang tepat waktu

c. Senantiasa berpaikaian rapi

d. Mendengarkan saat guru menrangkan

e. Menjawab saat guru bertanya

f. Berbicara ketika sudah di beri izin

g. Selalu melaksanakan tugas yang di berikan guru. (Tono,

et.Al,2002:107)

Menurut Syeh Salman dalam kitab Jawahirul adab ciri-ciri sikap ta’dzim adalah sebagai berikut :

a. Selalu mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru

b. Mengerjakan pekerjaan yang membuat guru senang

c. Senantiasa menundukan kepala ketika duduk di dekat

(45)

28

d. Ketika bertemu guru di jalan senantiasa berhenti di

pinggir jalan seraya menaruh hormat kepadanya

e. Senantiasa mendengarkan ketika guru menrangkan

seraya mencatat

f. Selalu hormat kepada siapapun

g. Menjaga nama baik guru dimanapun

Jadi secara umum ciri-ciri sikap ta’dzim adalah bila di hadapn

guru selalu menundukan kepala dengan niat hormat, selalu

mendengarkan perkataan-perkataan guru, selalu menjalankan

perintahnya, menjawab ketika di tanya, selalu merendah diri

kepadanya, menjaga nama baik guru, dan lain lainya.

3. Fungsi sikap Ta’dzim a. Fungsi sikap Ta’dzim

1. Untuk menunjukan sebagai orang yang terdidik

2. Sebagai salah satu jalan mendapatkan ilmu yang bermanfaat

3. Untuk mengharapkan rasa pertemanan

4. Memberikan penghormatan kepada sesama dan kepada orang

yang lebih tua.

b. Manfaat sikap Ta’dzim

1. Mendapat ilmu yang bermanfaat

2. Di hormati orang lain

3. Di cintai orang lain

(46)

29 5. Di senangi teman-temanya

6. Di senangi guru

Fungsi dan manfaat sikap Ta’dzim di atas sudah bersifat spesifik,

adapun fungsi dan manfaat dari sikap Ta’dzim secara umum yaitu

dimana sikap Ta’dzim meruopakan wahana untuk mencapai tujuan

dari berbagai fariasi tujuan dalam kehidupan manusia. Sebagai

manfaatnya adalah akan mendapatkan sesuatu tujuan yang di harapkan

dengan tanpa menimbulkan masalah.

4. proses pembentukan sikap Ta’dzim

sikap ta’dzim itu bukan tumbuh dan berkembang dengan

sendirinya, akan tetapi harus di bentuk dan di pengaruhi oleh

pendidikan dan lingkungan ke arah tujuan yang sesuai dan di inginkan.

Ada 4 unsur yang dapat membentuk sikap ta’dzim yaitu :

a. ملعتملا (pelajar)

b. داتسلاا(guru/pengajar)

c. بلاا (orang tua)

d. كيرشا(sekutu, rekan, teman/Masyarakat)

(Al-Zamaji,t.th:21)

Berdasarkan di atas, proses pembentukan sikap Ta’dzim di

pengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor dari siswa itu sendiri dimana

(47)

30 sendiri-sendiri.

b. Faktor Eksternal

Faktor Eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri

siswa yaitu:

1. faktor guru dan tempat pendidikan

2. faktor orang tua dan rumah tangga

3. faktor lingkungan teman dan Masyarakat.

Adapun dalam pembentukan sikap ta’dzim siswa tersebut melalui

tiga proses, yaitu:

1. pengajaran dan pembiasaan

setelah ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmu akhlak di

sampaikan oleh seorang guru perlu di lakukan suatu pembiasaan

membentuk aspek kerjasama dan kerohanian dari sikap atau

kecakapan harus di lakukan secara kontiyu (terus-menerus),

dimana pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan untuk

membentuk sikap yang ingin dicapai. Al-Zamaji juga

menggunakan teori pembiasaan pengulangan dalam belajar sebgai

berikut:

Artinya: Adapun pelajaran pertama yang di ajarkan

(48)

31

pengulangan sepuluh kali, maka ia sampai akhirnya

demikian, karena hal ini menjadi kebiasaan yang

sulit di hilangkan kecuali dengan susah payah dan

di katakan; pelajaran satu huruf pengulanganya

seriu kali. (As’ad:75).

2. Pembentukan kognitif

Pembentukan kognitif adalah proses yang berlaku pada

seseorang dengan memberikan interprestasi pada milleu.

Sehubungan dengan ini samoel mengatakan sebagai berikut:

“memperkenalkan sesuatu kepada anak yang beraneka ragam

pengertianya melalui proses kognitif. Perkembangan sikap pada anak di pengaruhi oleh pengertian pengerian yang di kuasai anak”.

(soetione,1982:54).

Menurut Samuel, pada proses ini perlu adanya perluasan

pemikiran dan pengertian yang di miliki oleh anak, karena anak

akan bersikap sesuai dengan apa yang di ketahuinya.

Pembentukan sikap perlu di perhatikan bahwa manusia

yang di bentuk adalah manusia secara keseluruhan melalui

tenaga-tenaga aspek kepribadian, dengan mempergunakan fikiran dapat di tanamkan pengertian sikap Ta’dzim sehingga akan menjadi

kebiasaan.

3. Pembentukan rohani

(49)

32

dalam proses ini di tanaman suatu keyakinan untuk melakukan

hal-hal yang baik dan akan membawa kemanfaat hidup di dunia dan di

akhirat.

Rohani (jiwa) merupakan inti atau atau suatu hal yang halus

dan akan membentuk hakekat manusia. Dari sinilah akan muncul

suatu kehendak untuk melakukan sesuatu, karena rohani (jiwa)

merupakan pimpinan bagi anggota- anggota tubuh lainya.

(Fanidin,2001:105).

Maka dari itu sikap Ta’dzim perlu tersentuh terlebih dahulu

aspek rohani dari manusia (siswa) melalui pengkajian kitab Ihya’

Ulumuddin. Dengan mempengaruhi seluruh anggota tubuh dan

dapat membawa siswa kepada sifat kebaikan dan adab sopana

santun, untuk membentuk akhlaq yang baik, terutama sikap ta’dzim kepada gurunya.

5. Pondok pesantren

1. Definisi Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan

pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari

bahasa Arab yang berarti penginapan atau hotel. Akan tetapi di

dalam pesantren Indonesia, khususnya pilau Jawa, lebih mirip

dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu

perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk

(50)

33

pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti

tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang

kyai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah

lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran

serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan islam

(Nasir, 2005:80).

Menurut Zamakhsyari Dhofier sebagaimana dikutip Nasir,

bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di

depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Lebih

lanjut beliau mengutip dari pendapat Profesor Johns dalam ”Islam in South Asia”, bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil,

yang berarti guru ngaji. Sedang menurut C.C Berg, bahwa istilah

santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti

orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal

dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama

atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.

1. Ciri-ciri Umun Pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai

cirri-ciri umum, yaitu:

a. Kyai (abuya, encik, ajengan, tuan guru) sebagai sentral

figure, yang biasanya juga disebut pemilik.

b. Asrama (kampus atau pondok) sebagai tempat tinggal

(51)

34

c. Adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui

sistem pengajian (weton dan bandongan), yang sekarang

sebagian sudah berkembang dengan sistem klasikal atau

madrasah. Pada umumnya kegiatan tersebut sepenuhnya

dibawah kedaulatan dan leadership seorang atau

beberapa orang kyai.

Sedangkan ciri khususnya ditandai dengan sifat

karismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang

mendalam (Dhofier, 1986:18-43). 2. Unsur-unsur Pesantren

Menurut Damakhsyari Dhofier bahwa tradisi pesantren

terdiri dari lima elemen dasar, yaitu pondok, masjid,

pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai. Jika suatu

lembaga telah memiliki unsur-unsur tersebut, maka sudah dapat

disebut sebagai pesantren. Berikut definisi (Dhofier,

1980:44-55) dari masing-masing unsur:

a. Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah

asrama pendidikan islam tradisional di mana para

siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah

bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut

(52)

35

bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid

untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan

keagamaan-keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini

biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat

mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

Pondok, asrama bagi para santri, merupakan cirri

khas tradisi pesantren, yang membedakannya denagn

sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang

berkembang di kebanyakan wilayah islam di

Negara-negara lain. Bahkan sistem asrama ini pula yang

membedakan pesantren dengan sistem pendidikan surau

di daerah minangkabau.

b. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat

dipisahkan denagn pesantren dan dianggap sebagai

tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri,

terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang jum’ah, dan pengajaran kitab

-kitab islam klasik.

Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan

dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi

(53)

36

Denagn kata lain kesinambungan sistem pendidiakn islam

yang berpusat pada masjid sejak masjid al-Qubba

didirikan dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad

saw tetap terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman

Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan islam. Di

mana kaum muslimin berada, mereka selalu

menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat

pendidiakan, aktivitas administrasi, dan cultural.

d. Pengajaran Kitab-kitab Klasik

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab islam klasik,

terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah, merupakan satu-satunya pengajaran

formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.

Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik

calon-calon ulama. Para santriyang tinggal di pesantren

untuk jangka waktu pendek (misalnya kurang dari satu

tahun) dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai

tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal

pendalaman perasaan keagamaan.

Para santri yang bercita-cita ingin menjadi

ulama, mengembangkan keahliannya dalam bahasa

(54)

37

mereka pergi ke pesantren untuk mengikuti sistem

bandongan. Meskipun sekarang banyak pesantren yang

telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum

sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan

pesantren, namun pengajaran kitab-kitab islam klasik

tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan

utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia

kepada faham islam tradisional.

Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di

pesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok yaitu

nahwu (syntax) dan saraf (morfologi, fiqh, usul fiqh,

hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta

cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab

tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks

yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadis,

tafsir, fiqh, usul fiqh, dan tasawuf. Kesemuanya ini

dapat pula digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu,

kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah, dan

kitab-kitab besar.

e. Santri

Menurut pengertian yang dipakai dalam

lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim hanya

(55)

38

santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk

mempelajari kitab-kitab islam klasik. Oleh karena itu,

santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga

pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi

pesantren, terdapat 2 kelompok santri, yang pertama

santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari

daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok

pesantren. Dan yang kedua adalah santri kalong yaitu

murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling

pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam

pesantren.

f. Kyai

Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari

suatu pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan

pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu

pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan

pribadi kyainya.

Menurut asal-usulnya, perkataan kyai pada bahasa

jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda

yaitu: sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang

dianggap keramat, gelar kehormatan untuk orang-orang tua

pada umumnya, dan gelar yang diberikan pleh masyarakat

(56)

39

menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab

(57)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Seperti sudah dijelaskan, variasi metode

dimaksud adalah: angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes,

dokumentasi (Arikunto, 2010:203). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang

baik, cermat dan akurat, maka pada penelitian ini akan digunakan

tahap-tahapan sebagai berikut:

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field

research) dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi metode

yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen studi

dokumenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi,

memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005:108). Dalam

laporan penelitian ini data memungkinkan berasal dari naskah wawancara,

catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan dokumen lainnya.

Moleong (2008:2) menyatakan, bahwa penelitian lapangan (field

research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian

kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide

pentingnya adalah peneliti berangkat ke lapangan mengadakan

pengamatan tentang sesuatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau

(58)

41 B. Kehadiran Penelitian

Kehadiran peneliti pada penelitian kualitatif sangatlah penting.

Karena peneliti harus melakukan pengamatan sekaligus terjun langsung di

lapangan untuk mendapatkan hasil yang diperlukan untuk menunjang

penelitiannya. Peneliti melakukan penelitian langsung di Pondok

Pesantren Sunan Giri Salatiga , dan melakukan wawancara dan observasi

dengan subjek penelitian di Pondok Sunan Giri Salatiga.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Pondok Pesantren Sunan Giri

Salatiga. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian di Pondok Pesantren

Sunan Giri Salatiga berkaitan dengan pengkajian akhlakul karimah santri

terhadap kyai yang diajarkan di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga sangatlah penting. Oleh karena itu, pembentukan sikap ta’dzim santri

Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga perlu terus dikembangkan,

sehingga akan meningkat pula akhlakul karimah santri dalam

mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada

padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).

D. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek

darimana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner

atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut

(59)

pertanyaan-42

pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto,

2010:172).

Sumber data dibedakan menjadi dua (2) antara lain:

a. Data Primer

Sumber dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata

dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman

dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi

data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari

orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji

dan bersedia memberi data atau informasi tersebut diperlukan. Sumber

data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan

oleh peneliti dari sumber utama. Dalam penelitian ini yang menjadi

sumber data utama yaitu santri, ustadz, dan pengasuh pondok.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data informasi yang diperoleh dari

sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku

literature, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga

yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya

buku-buku referensi seperti: Risalah Akhlak ,Panduan Perilaku Muslim

Modern karya Wahid Ahmadi, Tasawuf dan Tarekat karya Cecep

Alba, Kapita Selekta Pendidikan karya M Arifin, Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik karya Suharsimi Arikunto, Analisis Data

(60)

43

Kualitatif karya Lexy J Moleong Pemikiran Al Ghazali Tentang

Pendidikan karya Abidin Ibnu Rusn. E. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan

metode-metode berikut:

a. Metode Wawancara

Menurut Moleong (2011:186) metode wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh

dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini, wawancara

ditujukan kepada pengasuh Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga,

dewan asatidz, pengurus, santri serta wali santri pondok pesantren

Sunan Giri guna memperoleh informasi terkait tentang sikap ta’dzim santri terhadap kyai, pelaksanaan pembentukan sikap ta’dzim santri

serta faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung pelaksanaan

kajian kitab ihya ulumudin Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.

b. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan

cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan

dipandang relevan. Dalam melaksanakan metode dokumentasi,

peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan

(61)

44

ini digunakan untuk memperoleh data sejarah Pondok Pesantren

Sunan Giri Salatiga. Letak geografis, Struktur organisasi, serta

keadaan ustadz dan santri Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.

c. Metode Observasi

Metode observasi adalah pengumpulan data dengan

pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad,

1994:164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan

kondisi lingkungan Pondok Pesantren Pesantren Sunan Giri Salatiga

baik keadaan santri-santri maupun ustadznya.

Melalui metode observasi ini, peneliti bisa mengetahui secara

langsung fenomena yang diteliti, mengenai kajian kitab ihya ulumudin,dalam pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai serta

faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kajian kitab ihya’

ulumudin di pondok pesantren Sunan Giri Slatiga. F. Analisis data

Menurut Bungin (2010:83) dalam penelitian kualitatif dikenal ada

dua analisis data yang sering digunakan bersama-sama atau secara terpisah

yaitu model strategi analisis deskriptif kualitatif dan atau model strategi

analisis verivikatif kualitatif. Kedua model analisis itu member gambaran

bagaimana alur logika analisis data pada penelitian kualitatif sekaligus

memberi masukan terhadap bagaimana teknik analisis data kualitatif

(62)

45

Proses berjalannya analisis data kualitatif menurut Seiddel

sebagaimana dikutip Moleong (2011:248) adalah sebagai berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi

kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,

membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,

c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai

makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan

membuat temuan-temuan umum. G. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti berusaha memperoleh keabsahan data

temuannya. Teknik yang dipakai untuk menguji keabsahan temuan

tersebut yaitu teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.

Danzin (dalam Moleong, 2011:330-331) membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik peemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan

sumber, metode, penyidik, dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Triangulasi dengan

metode terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan

(63)

46

pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang ssama.

Teknik triangulasi jenis ketiga adalah dengan jalan

memanfaatkan peneliti dengan pengamat lainnya untuk keperluan

pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Sedangkan triangulasi

dengan teori, beranggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat

kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. H. Tahap-tahap Penelitian

a. Kegiatan administratif yang meliputi, pengajuan ijin operasional untuk

penelitian dari pengasuh pondok pesantren Sunan Giri Salatiga selaku

penanggung jawab, kemudian menyusun pedoman wawancara dalam

melakukan administrasi lainnya.

b. Kegiatan lapangan yaitu meliputi:

1) Menemui pengasuh pondok untuk memberikan surat ijin

penelitian.

2) Menemui para santri yang akan dijadikan subjek penelitian.

3) Melakukan wawancara kepada para responden atau informan

sebagai langkah pengumpulan data.

4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan

untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan.

5) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan sebagai

deskriptif temuan penelitian.

(64)

47 BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. PAPARAN DATA

1. Sejarah Singkat

Pondok pesantren Sunan Giri sudah berdiri sejak tahun 1992 M, dibawah naungan KH. Maslikhuddin Yazid, KH. Muslimin Asy’ari, Kyai

Sa’dullah dan KH. Zumroni, yang letak perkembangannya tepat disebuah

perkampungan di dusun Krasak, desa Ledok, Kecamatan Argomulyo, kota

Salatiga.

Semula pondok pesantren Sunan Giri adalah sekolah yang

mengajarkan kitab-kitab kuning (madrasah diniyah) yang diasuh KH. Muslimin Asy’ari. Kemudian setelah KH. Maslikhudin Yazid pulang dari

menuntut ilmu agama di pondok pesanten Tulung Agung dan dengan

perkembangan santri yang selalu bertambah maka didirikan pondok

pesantren.Nama yang digunakan adalah mengikuti nama salah satu tokoh

wali songo, karena di Pondok Tulung Agung nama-nama pondok untuk

tiap komplek juga mengambil dari nama-nama wali songo. Dan pada

tahun 2014, salah satu pengasuh yaitu KH. Zumroni telah wafat. Maka,

setelah itu sampai sekarangjumlah pengasuh pondok pesantren Sunan Giri

tiga orang.

Sistem pembelajaran di pesantren dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: tingkat TPA dan Ibtida’iyah, tingkat Tsanawiyah dan Aliyah.Mulai dari

Gambar

Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu ada yang perlu di catat dari pemikiran Omid Safi adalah kesetaraan dan keadilan gender harus diberikan kepada kaum perempuan bukan sebagai hadiah atau

[r]

Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah mengukur keragaman genetik klon-klon ubi jalar berdasarkan ragam genetik dan ragam fenotip, mendapatkan karakter

Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa mengenai iklim kelas dengan motivasi belajar siswa kelas X Jurusan Akuntansi pada SMKN

Modifikasi aspal polimer telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir, umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat

Bermotor, dan Pajak Reklame terhadap Kinerja keuangan Pemerintah Daerah. Provinsi DKI Jakarta

Selama melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo, praktikan ditempatkan di Sub Bagian Pelayanan yang bertugas untuk melakukan

Metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,