• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: implementation of Diklatpim IV, participants Diklatpim IV, Badan Kepegawaian Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: implementation of Diklatpim IV, participants Diklatpim IV, Badan Kepegawaian Daerah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT IV

DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA PEGAWAI

(Studi Kasus pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk)

Ariyan Kusuma Wardani, Agus Suryono, Siswidiyanto

Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang E-mail: cute.nayra@yahoo.com

Abstract:Implementation of Education and Training Leadership Level IV in Order to Increase

Performance Employees (Study at Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk). The

charges will the slow the employee performance in providing services to the public, lazy, not disciplined at the time of the working hours, often play truant be culture in the practice of work PNS. So as to be a huge challenge for the government to remove the nature of the central and local bureaucrats urged the government to get organized themselves on performance employees. It is held also on BKD district nganjuk aimed at improving the performance of employees in SKPD district nganjuk. This research using methods qualitative with a kind of descriptive. The focus of the study: (1) the exercise of the results of diklatpim IV in the regentcy of nganjuk, (2) the consequence participants (diklatpim IV) to increasing its performance by function (is expected) and dysfunctional (not to be expected), (3) the obstacles BKD and the participants in the implementation of diklatpim IV.

Keywords: implementation of Diklatpim IV, participants Diklatpim IV, Badan Kepegawaian

Daerah

Abstrak: Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pegawai (Studi Kasus pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk). Adanya Tuduhan akan lambannya kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, malas, ketidaksiplinan pada saat jam kerja, sering membolos menjadi budaya dalam praktek kerja PNS. Sehingga menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk menghilangkan sifat tersebut, diranah birokrat baik pusat maupun daerah mendesak pemerintah untuk berbenah diri pada kinerja pegawai.. Hal ini dilaksanakan pula oleh BKD Kabupaten Nganjuk yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai di SKPD Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskriptif. Fokus penelitian: (1)Pelaksanaan hasil diklatpim IV di Kabupaten Nganjuk, (2)Konsekuensi peserta diklatpim IV terhadap peningkatan kinerjanya secara fungsional (DIharapkan) dan disfungsional (tidak diharapkan), (3)Kendala yang dihadapi BKD dan peserta pada pelaksanaan diklatpim IV.

Kata kunci: pelaksanaan Diklatpim IV, peserta Diklatpim IV, Badan Kepegawaian Daerah

Pendahuluan

Manusia adalah sumber daya pembangunan yang paling penting dan utama di antara sumber daya-sumber daya yang lain yang harus terus menerus dibangun kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan, Kartasasmita (1996, h.1). Sehingga diperlukan sebuah manajemen yang dapat mengatur sumber daya manusia yang ada, yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM). Oleh karena itu untuk mewujudkan keberhasilan suatu pembangunan maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas serta professional.

Hal ini disebabkan karena pemerintah harus dapat memberikan pelayanan serta pembangunan secara optimal. Pegawai negeri sipil sebagai

sumber daya aparatur untuk mengelola tanggung jawabnya tersebut maka haruslah melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun realitanya, tuduhan akan lambannya kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, malas, ketidaksiplinan pada saat jam kerja, sering membolos menjadi budaya dalam praktek kerja PNS sehingga menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk menghilangkan sifat tersebut.

Salah satu cara dalam meningkatkan kinerja aparatur sebagai upaya dalam mengembangkan sumber daya manusia ialah melalui Pendidikan dan Pelatihan atau dikenal sebagai Diklat. Siagian (1995, h.178) menyatakan “pentingnya pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu investasi dalam bidang sumber daya manusia

(2)

(Human Investment) yang tidak bisa harus dilaksanakan oleh setiap organisasi, apabila organisasi yang bersangkutan ingin bukan saja meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja-nya, akan tetapi dalam rangka mempercepat, pemantapan perwujudan perilaku organisasi yang diinginkan”.

Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan baik ditingkat pusat maupun daerah. Pada tingkat pemerintah daerah salah satu daerah yang juga melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yakni pada Kabupaten Nganjuk. Dari tingkatan pendidikan dan pelatihan salah satu yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Nganjuk ialah pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV sesuai amanah PP No. 101 Tahun 2000. Pendidikan dan pelatihan ini dikhususkan bagi aparatur pegawai negeri yang akan menduduki atau memiliki jabatan struktural eselon IV (Kepala Seksi).

Di Kabupaten Nganjuk sendiri dalam pelaksanakan diklatpim tingkat IV pemberian nilai atau evaluasi terhadap peserta hanya dilakukan pada saat peserta mengikuti diklat. Namun setelah selesai mengikuti diklat evaluasi terhadap dampak atau konsekuensi kinerja PNS (peserta) setelah kembali pada instansi masing-masing tidak dilaksanakan. Hal ini dikarenakan setelah dilaksanakannya diklat, konsekuensi alumni peserta belum dapat diketahui. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh diklatpim terhadap konsekuensi peserta diklat-pim IV khususnya dalam peningkatan kinerja peserta dengan menarik judul Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV Dalam Rangka Meningkatkan

Kinerja Pegawai”. (Studi kasus pada Badan

Kepegawaan Daerah Kabupaten Nganjuk).

Tinjauan Pustaka

Untuk mencapai pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan hasil yang memuaskan perlu adanya hal-hal yang menjadi perhatian dan pertimbangan Moekijat (1989, h.57):

a. Siapa yang akan dilatih

b. Isi program pendidikan dan pelatihan c. Siapa yang menyelenggarakan diklat d. Berapa lama dan dimana diklat itu

diselenggarakan

Sedangkan Nitisemito (1986, h.37) hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pencapaian keberhasilan pendidikan dan pelatihan yakni:

1. Dana atau biaya 2. Pemilihan calon 3. Jenis latihan 4. Metode pelatihan 5. Tempat pelatihan 6. Waktu pelatihan 7. Pelaksanaan pelatihan 8. Instruktur

Pendidikan dan pelatihan merupakan suatu wujud dari adanya system manajemen sumber daya manusia guna meningkatkan ketrampilan, sikap, atau kinerja PNS yang ada di Indonesia. Pendidikan dan pelatihan pada jenjang jabatan structural, fungsional, maupun teknis dalam ranah PNS disebut dengan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan. Dalam pelaksanaannya diklatpim ini terdiri dari 4 jenjang menurut PP 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yaitu antara lain:

1. Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat I

2. Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat II

3. Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III

4. Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV

Sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Nganjuk No. 09 Tahun 2010 tentang Anggaran pendapatan dan Belanja daerah tahun anggaran 2011 serta Peraturan Bupati Nganjuk No. 67 tahun 2010 tentang penjabaran anggaran pendapatan dan Belanja daerah tahun 2011. Berkaitan dengan peraturan tersebut, Kabupaten Nganjuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV melalui Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk.

Dalam mengukur kinerja seorang pegawai dapat dilihat melalui beberapa indikator. Ada lima indicator yang dapat diukur yakni Dwiyanto,(Dalam Pasolong, 2006, h.50-51):

1. Produktivitas, bahwa produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Dan pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dan output.

2. Kualitas layanan, maksudnya bahwa kualitas dari pelayanan yang diberikan sangat penting untuk dipertahankan. 3. Responsivitas, maksudnya bahwa birokrasi

harus memiliki kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat

4. Responsibilitas, maksudnya bahwa pelaksanaan kegiatan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun yang implisit.

(3)

5. Akuntabilitas, maksudnya bahwa sebarapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi tunduk kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dimana para pejabat politik tersebut dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat. Adapun kendala pengembangan yang dapat menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan menurut Hasibuan (2005, h.85), yaitu:

1. Peserta

Peserta yang mengikuti pendidikan dan pelatihan memiliki latar belakang yang berbeda seperti faktor usia, pangkat golongan, pengalaman kerja dan pendidikan dasarnya. Sehingga menyulitkan dan menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karena daya tangkap, persepsi, dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan tidak sama.

2. Pelatih

Pelatih yang ahli dan cakap mentrasfer pengetahuannya pada peserta pendidikan dan pelatihan sulit dicapai karena daya tangkap yang berbeda.

3. Fasilitas

Kurangnya fasilitas sarana dan prasana yang digunakan untuk pengembangan pendidikan dan pelatihan akan menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

4. Kurikulum

Kurikulum yang diajarkan tidak sesuai atau menyimpang serta tidak sistematik untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau jabatan peserta

5. Jarak dan waktu

Jarak atau tempat yang jauh sehingga membutuhkan waktu untuk mengikuti diklat dan juga peserta diharuskan untuk membayar sehingga mereka enggan untuk mengikutinya

6. Keluarga

Bagi peserta yang akan mengikuti diklat enggan untuk berpisah lama dengan keluarganya karena jarak yang cukup jauh.

7. Dana pengembangan

Dana yang tersedia untuk pengembangan sangat terbatas sehingga sering dilakukan secara paksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan..

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Fokus penelitian ini adalah (1)Pelaksanaan hasil Diklatpim IV dalam rangka meningkatkan kinerja, (2)Konsekuensi peserta (PNS) Diklatpim IV terhadap peningkatan kinerjanya secara fungsional (Diharapkan) dan disfungsional (tidak diharapkan), (3)Kendala yang dihadapi BKD dan peserta Diklatpim IV di Kabupaten Nganjuk.

Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Nganjuk dan situs penelitian yaitu Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Analisis data penelitian menggunakan analisis interaktif, dalam Miles dan Huberman (1994) terdapat 4 tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Pembahasan

1. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Kepemimpinan Tingkat IV Dalam

Rangka Meningkatkan Kinerja Pegawai Dalam penyelnggaraan diklatpim IV ini yang menjadi objek pelaksana ialah peserta. Peserta yang mengikuti diklatpim IV ini adalah mereka yang memangku jabatan PNS dengan pangkat golongan eselon IV dan akan menduduki eselon IV. Berkaitan dengan keberhasilan pendidikan dan pelatihan menurut Moekijat (1989, h.57), hal yang perlu dipertimbangkan ialah Siapa yang akan dilatih.

Dalam pelaksanaan diklatpim yang telah diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk, sudah memenuhi syarat keberhasilan kegiatan. Siapa yang akan dilatih disini ialah peserta yang mengikuti jalannya diklatpim IV yang memang sudah termonitor atau ditunjuk oleh BKD Kabupaten Nganjuk untuk mengikutinya. Moekijat menyatakan hal yang harus diperhatikan lagi ialah siapa yang menyelenggarakan diklat. Hal ini telah terjawab, bahwa diklatpim IV itu diselenggarakan oleh Badan Diklat Provinsi Jawa Timur yang bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk guna meningkatkan kinerja PNS Eselon IV untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kinerja pegawai.

Menurut Nitisemito (1986, h.37) hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pencapaian keberhasilan pendidikan dan pelatihan antara lain yakni pemilihan calon. Pemilihan calon disini ialah memilih peserta yang akan diikut sertakan dalam pelaksanaan diklatpim IV.

Pemilihan calon dirasakan sangat penting hal ini dikarenakan tidak semua PNS yang akan dan telah menduduki jabatan eselon IV dapat ikut serta dalam diklatpim IV terdapat seleksi didialamnya. Seleksi itu berupa seleksi administrasi maupun tes staff bagi peserta yang akan menduduki jabatan eselon IV.

Diklatpim IV yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk dilaksanakan pada tanggal 7 Maret s/d 12 April 2012 bertempat di Hotel Melati Sawahan

(4)

Nganjuk. Dengan lama 5 minggu ini peserta diasramakan. Hal ini sangat berkaitan dengan pendapat Moekijat (1989, h.57) menyatakan “Berapa lama dan dimana duklat itu dilaksanakan”. Sedangkan Nitisemito (1986, h.37) menyatakan “adanya tempat dan waktu pelatihan” pelaksanaan diklatpim IV di Kabupaten Nganjuk dapat dikatakan berhasil dan sudah memenuhi syarat.

Moekijat (1989, h.57) menyatakan “adanya isi program pendidikan dan pelatihan”, hal ini berarti pada saat menyelenggarakan diklat haruslah ada suatu program yang terstruktur untuk memperjelas akan melakukan apa pada saat peserta diklat. Dengan adanya kurikulum yang jelas, serta sudah terjadwalkan maka isi program diklatpim IV Kabupaten Nganjuk telah terpenuhi.

Nitisemito (1986, h.37) menyatakan keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan memperhatikan salah satunya terdapat instruktur didalamnya. Pada pelaksanaan diklatpim IV ini, instruktur diklat disebut dengan Widiyaiswara yang dikirim langsung oleh Badan Diklat Provinsi Jawa Timur untuk mengarahkan, mengajar peserta diklat memahami pemateri yang ditentukan. Widiyaiswara ini ialah orang-orang yang telah berkompeten dibidangnya yakni diklat.

Dana, anggaran, atau biaya sangatlah penting hal ini juga disebutkan oleh Nitisemito (1986, h.37). Untuk pelaksanaan diklatpim IV yang ada di Kabupaten Nganjuk, dana berasal dari APBD yang telah disusun atau dianggarkan pada tahun sebelum pelaksanaan. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 83 tahun 2010 tentang standard biaya pendidikan dan pelatihan, kontribusi instansi pengirim dilingkungan Badan Diklat Provinsi Jawa Timur masing-masing peserta dikenakan biaya sebesar Rp. 12.500.000. Sehingga dengan melihat besarnya dana yang dibutuhkan maka peningkatan kinerja pegawai melalui pelaksanaan diklatpim IV dikatakan berhasil.

2. Konsekuensi Peserta (PNS) Diklatpim

Tingkat IV Terhadap Peningkatan

Kinerjanya Dilihat dari Konsekuensi Secara Fungsional (Diharapkan) dan Disfungsional (Tidak Diharapkan) Konsekuensi fungsional ini Mengacu pada lima indicator kinerja menurut Dwiyanto (dalam Pasolong, 2006, h.50-51) yang menyebutkan untuk melihat kinerja pegawai itu optimal atau tidak dapat dilihat melalui: Produktivitas,

Kualitas Layanan, Responsivitas Responsibilitas, dan Akuntabilitas.

“Produktivitas diartikan bahwa tidak hanya

mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Dan pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dan output”,

Dwiyanto (dalam Pasolong, 2006, h.50-51). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa,

input dari kegiatan ini ialah telah berlangsungnya

pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk, sebagai ouput dari kegiatan ini peserta dapat menguasai materi dan juga menerapkan apa yang telah mereka terima pada saat diklat untuk dipraktekkan secara nyata.

Hal ini dapat diartikan pula bahwa tingkat produktivitas kinerja pegawai dapat meningkat. Dengan menguasainya materi yang diberikan pada saat diklat, peserta setelah kembali pada instansi masing-masing mendapatkan wawasan atau ilmu yang lebih baik lagi sesuai dengan tuposi yang mereka emban saat ini. Dengan begitu pesrta menerapkan apa yang sudah di dapatkan pada saat pendidikan dilakukan didunia nyata kerja mereka. Sehingga produktivitas kinerja mereka dapat meningkat setelah adanya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan ini.

Pada diklatpim IV yang telah diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk. Adanya keberanekaragaman instansi yang dinaungi oleh masing-masing peserta berbeda. Hal ini sangat berpengaruh pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat juga berbeda. Apabila dari instasi kantor kelurahan dan kecamatan yang terbiasa atau berhubungan langsung dengan masyarakat maka kualitas pelayanan yang mereka berikan dapat terlihat secara nyata. Kualitas pelayanan itu dapat terlihat dari pelayanan yang tidak berbelit-belit. Apabila ada masyarakat yang meminta surat keterangan yang mengetahui kelurahan maupun kecamatan maka segera mereka buatkan.

Berbeda dengan instansi yang tidak berhubungan dengan masyrakat secara langsung seperti di lingkungan sekolah, maupun dinas maka pelayanan yang diberikan tergantung dengan permintaan. Akan tetapi terlepas dari pemberian layanan pada masyrakat, sebagai pegawai yang memiliki jabatan Eselon IV mereka tetap melakukan kegiatan yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

Menurut Dwiyanto (dalam Pasolong, 2006, h.50-51).”Responsivitas maksudnya bahwa birokrasi harus memiliki kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

(5)

masyarakat”. dengan tuntutan globalisasi ini, PNS dituntut untuk mengenal atau peka terhadap perkembangan yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga dalam kegiatan diklatpim IV ini yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk, memberikan pemateri kepada peserta seputar isu mengenai permasalahan yang ada disekitar agar PNS sebagai abdi masyrakat peka terhadap tuntutan masyarakat saat ini melalui aktualisasi diri.

Eselon IV merupakan jabatan yang disandang oleh seorang PNS dengan jabatan yang mereka miliki sebagai kepala seksi, kepala bagian atau sebagainya. Hal ini menuntut profesionalitas mereka dalam bekerja harus lebih baik disbanding ketika mereka menjadi staff dulu. Sebagai seorang pemimpin, mereka dituntut untuk peka terhadap permasalahan atau aspirasi masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai eselon IV. seperti halnya peserta dari instansi kantor kelurahan ataupun kecamatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat mereka haruslah peka terhadap kondisi atau permintaan masyarakat. Sehingga dengan lebih pekanya PNS terhadap tuntutan rakyat, hal ini dapat meningkatkan kinerja pegawai.

Responsibilitas diartikan oleh Dwiyanto

(dalam Pasolong, 2006, h.50-51) “maksudnya bahwa pelaksanaan kegiatan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun yang implisit”. Kegiatan diklatpim IV ini merupakan program yang telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pegawai melalui perubahan ketrampilan, sikap, dan wawasan. Diklat ini memiliki jenjang tertentu disetiap jabatan, sehingga pengembangan maupun pemateri yang diberikan tidaklah sama pada masing-masing jabatan sesuai dengan prinsip administrasi yang benar. Dan dalam pelaksanaannya diklatpim IV ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat yakni pada PP No.101 tahun 2000

Materi yang telah diberikan oleh widiyaiswara dan dapat diserap oleh peserta merupakan wujud dari pertanggung jawaban peserta diklatpim IV setelah kembali ke instansi masing-masing. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan sebagaian menjawab bahwa 70% dari materi yang mereka terima dilaksanakan pada instansi masing-masing. Materi yang mereka terapkan pada instansi masing-masing berkisar pada tugas pokok dan fungsi mereka dalam jabatan yang mereka emban.

Menurut Dwiyanto (dalam Pasolong, 2006, h.50-51), menuturkan Akuntabilitas ialah “bahwa sebarapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi tunduk kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dimana para pejabat politik tersebut dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat“. Konsekuensi fungsional atau yang diharapkan ialah peserta dapat bertanggung jawab atas kepentingan rakyat. Dengan diterapkannya materi dari pendidikan yang mereka terima pada saat diklat, sebagai pejabat yang memangku jabatan eselon mampu mendayagunakan kinerjanya untuk kepentingan atau kebutuhan rakyat.

Konsekuensi disfungsional ialah konsekuensi yang tidak diharapkan bagi para peserta yakni tidak menerapkan materi yang telah diberikan pada saat diklat kedalam dunia kerja nyata, setelah mereka kembali pada instansi masing-masing. Dengan tidak dilaksanakan atau diterapkannya materi diklat maka tujuan dari diklatpim IV tidak dapat terwujud. Konsekuensi disfungsional ini kebalikan dari konsekuensi fungsional. Dimana tujuan dari adanya diklatpim IV tidak dapat tercapai. Konsekuensi disfungsional ini peneliti fokuskan pada sikap dan perilaku peserta diklatpim IV yang sudah menyelesaikan diklat.

Disiplin menjadi sangat penting dilakukan oleh setiap PNS dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi masyarakat. Begitu pula dengan peserta diklatpim yang telah melaksanakan diklat. Ketika mereka kembali pada instansi masing-masing materi yang didapat pada saat pendidikan masih sangat fresh sehingga mempengaruhi kedisiplinan mereka pada saat melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Kedisiplinan ini dapat dilihat dari ketepatan waktu mereka datang dikantor, maupun ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Namun pada kenyataannya ketika peneliti melakukan penelitian, tidak Nampak dari alumni peserta diklatpim IV menunjukan sikap kedisiplinan kerja. Masih banyak seringnya telat, dan menganggur menjadi budaya sehari-hari hal ini dikarenakan apabila tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan maka mereka tidak melakukan kegiaan apa-apa.

Akan tetapi lambat laun, yang mereka rasakan ialah keadaan kembali seperti semula dimana para peserta sudah tidak lagi merasakan semangat kerja yang tinggi, kedisiplinan dan kepercayaan diri sudah tidak lagi dirasakan tepanya setelah 1 tahun alumni peserta diklat kembali pada instansinya masing-masing. Jadi pada konsekuensi disfungsional ini, peserta melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Untuk sementara setelah mendapatkan diklat

(6)

mereka menerapkan semangat kerja yang tinggi, namun setelah lama berlalu keadaan kembali semula dimana semngat kerja, kedisiplinan, serta kepercayaan diri tidak ada pada diri peserta.

3. Kendala yang Dihadapi BKD dan

Peserta dalam Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV

Kendala yang dihadapi BKD dari segi peserta ini, dirasakan karena adanya perbedaan yang dialami oleh masing-masing individu. Perbedaan ini mulai dari usia, pendidikan, jabatan/golongan yang berbeda sehingga menghasilkan daya tangkap masing-masing individu berbeda. Pada pendapat Hasibuan (2005, h.85) tentang peserta menyebutkan “Peserta yang mengikuti pendidikan dan pelatihan memiliki latar belakang yang berbeda seperti faktor usia, pangkat golongan, pengalaman kerja dan pendidikan dasarnya. Sehingga menyulitkan dan menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karena daya tangkap, persepsi, dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan tidak sama“.

1. Waktu

Hambatan yang peserta alami mengenai waktu ialah dimana pelaksanaan diklat itu memerlukan waktu yang tidak sedikit yakni selama 5 minggu peserta diasramakan. Selain itu, waktu yang mereka permasalahkan yakni kurangnya waktu untuk menerima materi yang diberikan oleh WI kepada mereka. Hambatan yang dirasakan peserta ini, sama yang diungkapkan oleh Haibuan bahwa salah satu kendala pada diklat ialah waktu.

2. Keluarga

Menurut Hasibuan kendala yang dihadapi dalam diklat salah satunya keluarga, ia menyatakan “Bagi peserta yang akan mengikuti diklat enggan untuk berpisah lama dengan keluarganya karena jarak yang cukup jauh.” Hal ini sangat dibenarkan oleh peserta yang mengikuti diklat. Lamanya waktu yang dibutuhkan membuat mereka terpisah dengan keluarganya. Sehingga keluarga menjadi kendala terberat bagi para peserta karena harus terpisah dengan keluarganya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Nganjuk tentang “Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pegawai” dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan diklatpim ini terdapat evaluasi pasca diklat yang seharusnya dilakukan untuk memantau kinerja pegawai yang telah melakukan diklat. Akan tetapi monitoring evaluasi tersebut tidak dilakukan sehingga menimbulakan pertanyaan tentang konsekuensi yang harus dilakukan oleh peserta pada saat mereka kembali pada instansi masing-masing sedangkan monitoring evaluasi tidak ada.

2. Untuk melihat dampak setelah adanya diklat, peneliti melihat dari segi konsekuensi dari peserta terdiri dari 2 macam yakni konsekuensi fungsional dan disfungsional. Dimana dalam konsekuensi ini terdapat Gap yang terjadi. Awal setelah selesainya diklat para peserta mampu dan menerapkan apa yang telah diberikan pada saat diklat. Namun lambat laun kenyataannya mereka kembali pada asalnya yakni kurangnya semngat kerja, dan ketidakdisiplinan terjadi pada alumni peserta diklatpim IV. Selain itu gap yang terjadi ialah penerapan materi yang dilakukan setelah kembali pada instansi masing-masing, mereka hanya menerapkan sesuai dengan tuposinya. Selebihnya ilmu yang mereka dapatkan digunakan sebagai tambahan ilmu dan akan berguna ketika mereka dimutasi. 3. Adanya kendala atau hambatan yang terjadi

pada saat pelaksanaan diklatpim IV berlangsung. Kendala itu berasal dari: peserta, perbedaan latar belakang mulai dari usia, pendidikan, jabatan atau golongan mengakibatkan daya serap masing-masing peserta berbeda. Kemudian waktu, waktu yang diberikan untuk menerima materi dirasa sangat kurang. Dengan banyaknya materi yang harus dipelajari waktu untuk mempelajarinya kurang. Selain itu hambatan besar yang dirasakan ialah keluarga, dimana peserta harus meninggalkan keluarganya dengan waktu yang cukup lama. Sehingga menjadikan beban mental tersendiri bagi para peserta yang berpisah dengan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Malayu, S, P. (2005) Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Cetakan Kelima. Jakarta,PT. Bumi Aksara.

(7)

Miles, Matthew B dan A Michael Huberman.(1994) Analisis Data Kualitatif. Jakarta, Universitas Indonesia Press.

Moekijat. (1989) Latihan dan Pengembangan Pegawai. Bandung: alumni.

Mudir. (2013) Mengukur Kinera Pegawai Melalui Lima Indikator. [Internet] Available from: <http://www.slideshare.net/mu_dir/mengukur-kinerja-pegawai-melalui-lima-indikator/Acessed

>

[Accessed: 1 November 2013].

Peraturan Bupati nganjuk No. 67 Tahun 2010 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011. Nganjuk, Bupati Kabupaten Nganjuk.

Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 83 tahun 2010 tentang Standard Biaya Pendidikan dan Pelatihan, kontribusi instansi pengirim dilingkungan Badan Diklat Provinsi Jawa Timur. Surabaya, Gubernur Jawa Timur.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta, Lembaga Administrasi Negara.

Perda Kabupaten Nganjuk Nomor 9 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011. Nganjuk, Badan Kepegawaian daerah Kabupaten Nganjuk

S, Nitisemito. (1986) Manajemen Sumberdaya. Yogjakarta: Andi Offset. Siagian, S.P. (1997) Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis finansial rancangan teknis dasar transportasi minyak kelapa sawit moda pipa dilakukan untuk menghitung biaya angkut, dan menganalisis kriteria kelayakan investasi

Perawatan beton umur 28 hari dilakukan dengan cara merendam benda uji dalam air pada hari kedua selama 21 hari, kemudian beton ringan dikeluarkan dari air dan

Secara agregat Hasil Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan pemda di Maluku sampai dengan akhir triwulan I tahun 2018 masih belum terealisasi atau mengalami penurunan 100% dari

Maka dapat disimpulkan bahwa hasil dari pengujian skenario 2 adalah nilai operator canny yang digunakan pada sistem sebesar 0.08 yang menghasilkan akurasi 86.1 % dengan

Dengan melakukan penyelidikan secara empiris mengenai QWL diharapkan menemukan QWL yang sesuai dengan kebutuhan karyawan dapat memberikan sumbangan efektif bagi peningkatan

Dari hasil wawancara (lampiran 3), maka diperoleh informasi bahwa ada beberapa permasalahan pada pembelajaran tersebut, antara lain guru dalam menyampaikan bahan ajar

Dalam pembuatan prototape sistem kendali penangan banjir dengan sistem elektronik data proses yang menjadi peranan utamanya adalah sumber power listrik arus

Masalah yang kerap kali terjadi adalah ketidak sinambungan (discountinity) gambar ketika masuk proses editing, artinya jadual shooting yang tidak sesuai dengan