• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan program pemuliaan tanaman dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keberhasilan program pemuliaan tanaman dalam"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SUMARNO DAN ZURAIDA: HUBUNGAN KORELATIF DAN KAUSATIF KOMPONEN HASIL DAN HASIL KEDELAI

ABSTRACT. Correlati ve and Causative Rel ationship between Yield Components and Grain Yield of Soybean. Correlation and path analyses between yield components and grain yield of soybean were performed using data collected from the rainy season 1999/2000 experiment. The objectives of the experiment were to investigate the most responsible yield components for seed yield, among diversely varieties and promising soybean lines. The finding maybe useful for establishing selection criteria in the soybean breeding program for high grain yield. Nine soybean genotypes (varieties and lines) were tested using randomized complete block design in three replicates at Cikeumeuh (Bogor) Experimental farm, during the rainy season of 1999/2000. Data were collected for stem height at maturity, number of branches, number of fertile nodes, number of filled pods, number of empty pods, seed weight (g/100 seeds), number of plants harvested per plot and grain yield. Among the yield components, plant height and number of pods per plant correlated the highest with grain yield, but seed size was negatively correlated with grain yield. Yield components were considered as causal effect to the grain yield and were analysed using path analysis. The direct effect of the number of pods per plant and plant height to grain yield, as indicated by path coefficient, was the highest, while other causal effects were small or negative. Yield variation attributable to the seven yield component variables, was rather small, namely (1-R2) = 42%. Based on both analyses, soybean genotype with high grain yield should have sufficient plant height and high pod number per plant. Plant height and number of pods per plant can be used as selection criteria on soybean breeding program, using a standard high yielding variety data as a reference. These criteria can be applied visually during bulk selection on the early generation stages, from F2 to F4, and subsequently to be applied for line development on F5 based on individual plant observation. Path coefficient analysis can be used to quantify the magnitude of causal relation between yield components and grain yield, thus gives more accurate measure the roles of each yield components on grain yield.

Keywords: Soybean genotypes, correlation, path coefficient, plant height, pods per plant, grain yield

ABSTRAK. Analisis korelasi dan analisis jalur antara komponen hasil dan hasil kedelai diterapkan terhadap data sembilan varietas/ galur harapan kedelai. Tujuan penelitian adalah menginvestigasi komponen hasil yang paling berperan terhadap hasil kedelai pada sembilan varietas dan galur harapan yang beragam asal, latar belakang genetik, dan karakter agronomis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai untuk menentukan kriteria seleksi pada pemuliaan kedelai guna memperoleh genotipe yang berdaya hasil tinggi. Sembilan genotipe kedelai diuji menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan tiga ulangan di Cikeumeuh, Bogor, pada MH 1999/2000. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi batang saat panen, jumlah cabang per batang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, ukuran biji (g/100 biji), banyaknya tanaman

dipanen, dan hasil biji per petak. Di antara komponen hasil yang diamati, tinggi batang dan jumlah polong isi per batang memiliki koefisien korelasi tertinggi dengan hasil biji. Pengaruh langsung komponen hasil terhadap hasil biji, yang dinyatakan oleh koefisien jalur, menunjukkan jumlah polong isi per batang dan tinggi batang memiliki peran tertinggi, sedangkan pengaruh langsung komponen hasil lainnya sangat rendah atau negatif. Keragaman hasil biji yang dapat dikaitkan dengan tujuh peubah yang diamati agak kecil, yakni (1-R2) = 42%. Berdasarkan teknik analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa genotipe kedelai memiliki daya hasil tinggi apabila batangnya cukup tinggi dan jumlah polong per batang cukup banyak dibanding-kan varietas standar. Tinggi batang dan jumlah polong per batang dapat disarankan untuk digunakan sebagai kriteria seleksi hasil tinggi pada pemuliaan kedelai. Kedua kriteria tersebut dapat di-aplikasikan secara visual pada saat memilih individu tanaman untuk dibulk pada generasi F2 sampai F4, kemudian diikuti oleh penerapan kriteria seleksi tersebut berdasarkan data kuantitatif, pada saat memilih tanaman generasi F5 untuk dijadikan galur pedigree. Koefisien jalur dapat dipakai untuk mengkuantifikasi besarnya hubungan kausal antara masing-masing komponen hasil dengan hasil biji, sehingga lebih teliti dalam menentukan komponen hasil yang berperan penting terhadap hasil biji.

Kata kunci: Genotipe kedelai, korelasi, koefisien jalur, tinggi batang, jumlah polong per batang, hasil biji

K

eberhasilan program pemuliaan tanaman dalam membentuk varietas unggul berdaya hasil tinggi pada umumnya memanfaatkan konsep “bentuk tanaman ideal” atau idio plant type atau memanfaatkan gejala heterosis dalam membentuk varietas hibrida (Fehr 1987). Secara empiris, bentuk tanaman ideal terekspresikan pada karakter morfologi tanaman varietas unggul, yang secara langsung menjadi komponen hasil. Sebagai contoh pada tanaman padi (Oryza sativa L.), komponen hasil terdiri dari banyaknya malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah, dan banyaknya rumpun per unit area panen (Yoshida 1981). Multiplikasi komponen hasil tersebut akan memperoleh hitungan teoritis daya hasil varietas yang bersangkutan. Pe-mahaman atas peran dan hubungan antarkomponen hasil menurut Yoshida (1981) dapat digunakan untuk merancang tipe baru bentuk tanaman.

Pada tanaman kedelai (Glycine max Merr.) Chomacho (1974) menyarankan bahwa untuk memilih genotipe yang berpotensi hasil tinggi di wilayah tropik

Hubungan Korelatif dan Kausatif

Antara Komponen Hasil dengan Hasil Kedelai

Sumarno1 dan Nani Zuraida2

1Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147 Bogor

2Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A Bogor

(2)

dapat menggunakan kriteria seleksi berdasarkan komponen hasil, yang terdiri atas banyaknya cabang, jumlah buku subur, jumlah polong per batang, dan ukuran biji. Namun diingatkan bahwa hubungan antara komponen hasil dengan hasil biji dapat berubah, yang disebabkan oleh kompetisi antartanaman pada jarak tanam yang berbeda, dan oleh adanya cekaman lingkungan. Pada tanaman kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.), Duarte dan Adam (1972) melaporkan

bahwa banyaknya polong per batang, biji per polong, dan ukuran biji menjadi faktor penentu utama hasil biji kering. Pandey dan Torrie (1973) juga melaporkan bahwa dari tujuh varietas kedelai yang mereka teliti, jumlah polong per unit area panen dan banyaknya biji per polong memberikan pengaruh terbesar terhadap hasil biji kering. Banyaknya polong per batang dinilai kurang tepat sebagai komponen hasil panen, karena karakter tersebut sangat dipengaruhi oleh jarak tanam dan kompetisi antartanaman dalam populasi yang kurang optimal.

Pemuliaan kedelai belum dapat menggunakan model tanaman ideal untuk merakit varietas unggul, karena belum ada rumusan bentuk tanaman ideal untuk kedelai. Varietas unggul kedelai pada umumnya dipilih secara empiris berdasarkan keunggulan daya hasil pada uji daya hasil dan uji multilokasi. Karakter yang sering dijadikan kriteria seleksi awal pada umumnya terbatas pada umur panen, ketahanan rebah, dan kadang-kadang warna atau mutu biji (Sumarno 1985). Karakter tersebut walaupun ikut menentukan tingkat hasil biji tetapi bukan merupakan komponen hasil biji.

Komponen hasil kedelai yang berperan langsung pada populasi tanaman di lapangan adalah banyaknya tanaman yang dipanen per unit area, banyaknya polong isi per batang, banyaknya biji per polong, dan bobot biji. Faktor morfologi tanaman yang ikut menentukan hasil biji secara tidak langsung termasuk tinggi batang adalah jumlah cabang, buku subur, dan jumlah polong hampa per batang. Agar efektif sebagai kriteria seleksi, berbagai komponen hasil dan karakter morfologis tanaman tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) heritabilitas karakter cukup tinggi dan tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan, (2) terdapat korelasi yang tinggi antara karakter dengan hasil biji, (3) tidak terdapat korelasi negatif antara komponen hasil yang digunakan untuk kriteria seleksi, dan (4) tidak terjadi interaksi antara karakter (genotipe) dengan lingkungan (Fehr 1987). Untuk karakter yang diatur oleh banyak gen, persyaratan tersebut mungkin sukar dipenuhi. Adam (1967) melapor-kan bahwa pada kacang buncis antarkomponen hasil saling berasosiasi negatif, karena masing-masing kom-ponen diatur oleh gen-gen yang bebas atau berbeda, dan terjadi kompetisi dalam proses pertumbuhannya.

Pada populasi tanaman yang tidak optimal juga terjadi sifat kompensatif antara komponen hasil. Apabila populasi tanaman renggang, jumlah polong per batang akan meningkat (Pandey and Torrie 1973). Untuk dapat menggunakan komponen hasil sebagai kriteria seleksi maka dipersyaratkan populasi tanaman dan per-tumbuhan harus optimal.

Varietas unggul dan galur harapan kedelai di Indonesia pada umumnya berasal dari berbagai sumber dan memiliki latar belakang genetik (plasma nutfah) yang beragam, sehingga karakter morfologis antar-varietas dan galur harapan sering kali berbeda satu sama lain. Untuk mengetahui peran karakter morfologis yang paling dominan terhadap hasil biji, perlu dilakukan penelitian hubungan asosiasi antara komponen hasil dengan hasil biji menggunakan beberapa teknik analisis. Analisis sidik jalur (path analysis) pertama kali diper-kenalkan oleh Wright (1921) untuk menerangkan pe-warisan genetik dari suatu populasi. Dewey dan Lu (1956) menggunakan analisis ini untuk mengetahui peran komponen morfologis tanaman rumput (crested

wheatgrass) terhadap hasil biji. Menurut mereka,

koefisien jalur (path coefficient) sangat bermanfaat untuk meneliti lebih mendalam hubungan korelatif antara peubah yang saling berhubungan. Koefisien jalur mereka artikan sebagai koefisien regresi parsial yang terstandarisasi, yang dapat mengukur pengaruh langsung suatu peubah terhadap “hasil akhir”, serta memungkinkan untuk memisahkan koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Li (1975) menguraikan teknik analisis jalur ini secara rinci, dan mendefinisikan analisis sidik jalur sebagai salah satu bentuk regresi linear dengan menggunakan peubah yang terstandarisasi di dalam struktur data tertutup.

Asadi et al. (2004) menerapkan analisis jalur ter-hadap data komponen hasil 60 galur F7 dan lima varietas kedelai tetuanya. Dari berbagai komponen hasil yang diteliti, hanya jumlah polong per batang yang memberi-kan pengaruh langsung positif terhadap hasil biji, sedangkan banyaknya cabang pada batang, tinggi batang, dan bobot 100 biji tidak atau sangat kecil pengaruh langsungnya terhadap hasil biji. Banyaknya cabang tidak berpengaruh langsung terhadap hasil biji, tetapi melalui jumlah polong per batang.

Pada tanaman gandum (Triticum aestivum.L.), Budiarti et al.(2004) melaporkan, dengan menggunakan analisis jalur terhadap komponen hasil 27 genotipe terdapat tiga komponen hasil yang memiliki pengaruh langsung terhadap hasil biji, yaitu jumlah anakan produktif, banyaknya bulir per malai, dan bobot 100 butir. Analisis jalur juga diterapkan terhadap komponen hasil pada 52 klon ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Jumlah umbi dan bobot rata-rata umbi merupakan karakter yang

(3)

paling berpengaruh langsung terhadap hasil (Wahyuni

et al. 2004). Panjang umbi, indeks panen, dan bobot

bahan kering umbi berdasarkan hasil pe-nelitian mereka, pengaruh langsungnya terhadap hasil umbi adalah kecil atau negatif.

Analisis peran komponen hasil pada varietas unggul dan galur harapan kedelai yang memiliki latar belakang genetik sangat beragam dan memiliki perbedaan karakter morfologis belum pernah dilakukan di Indonesia. Apabila diketahui terdapat karakter umum yang berperan dominan terhadap hasil biji, maka karakter tersebut dapat dijadikan kriteria seleksi, atau digunakan untuk menentukan bentuk tipe ideal tanaman kedelai. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah terdapat karakter morfologis umum yang sama pada tanaman kedelai yang berperan terhadap tingginya hasil biji. Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-identifikasi komponen hasil yang paling berperan dalam menentukan hasil biji kedelai, sehingga dapat dijadikan dasar pembentukan tipe tanaman yang paling produktif.

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian terdiri dari sembilan varietas unggul dan galur harapan kedelai yang karakter morfologisnya berbeda dan dari penelitian sebelumnya dinyatakan memiliki daya hasil tinggi (Tabel 1). Genotipe tersebut juga memiliki latar belakang genetik yang beragam, karena lokasi asalnya yang sangat beragam. Penelitian dilakukan di Instalasi (Kebun Percobaan) Cikeumeuh, Bogor, pada musim hujan 1999/2000, dari bulan November 1999 sampai Februari 2000. Perlakuan terdiri dari sembilan genotipe kedelai, disusun dalam rancang-an acak kelompok lengkap (randomized complete block design), diulang tiga kali. Unit perlakuan berupa genotipe kedelai ditanam pada petak berukuran 2 m x 5 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Tanaman dipupuk dengan 50 kg urea + 75 kg SP36 + 60 kg KCl/ha, bersamaan dengan tanam benih, pada larikan

sepanjang barisan tanaman. Pemeliharaan tanaman, ter-masuk pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), dilakukan secara intensif. Pengairan berasal dari curah hujan yang cukup besar pada saat pelaksanaan percobaan. Untuk memperbaiki drainase tanah, di antara batas ulangan dibuat parit sedalam 40 cm dengan lebar 30 cm, sehingga air hujan tidak pernah meng-genang pada petak percobaan.

Data yang diamati dari 10 tanaman contoh adalah tinggi batang pada saat panen, banyaknya cabang, buku subur, jumlah polong isi per batang, dan jumlah polong hampa. Banyaknya tanaman yang dipanen per petak diamati pada saat panen. Hasil biji kering per petak dan bobot 100 biji diamati setelah biji ditampi bersih dan dikeringkan mencapai kadar air 14%. Umur panen pada stadia R-8 (polong matang merata) tidak dianalisis karena semua genotipe dipanen pada hari yang sama, yaitu 92 hari setelah tanam (HST).

Data dianalisis menggunakan sidik ragam, korelasi antarkarakter, dan analisis jalur (path analysis, Li 1975) antara pengaruh kausal komponen hasil terhadap hasil biji. Koefisien jalur (path coefficient) merupakan nilai pengaruh langsung komponen hasil yang bersangkutan terhadap hasil biji dan besarnya dapat melebihi satu. Analisis menggunakan data rata-rata tanaman contoh dan data petak untuk hasil biji. Data hasil biji di-konversikan ke satuan t/ha.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman tumbuh subur, tinggi tanaman rata-rata mencapai 62,5 cm, dengan kisaran antara 42 cm (varietas SJ-7) hingga 78 cm (varietas Leuser). Genotipe yang tipe batangnya determinat seperti varietas SJ-7, Malabar, dan Argomulyo, pertumbuhan batangnya lebih pendek dan tegap (Tabel 2). Tinggi batang varietas Wilis mencapai 66 cm, termasuk normal dan tumbuh subur. Curah hujan yang tinggi pada bulan November-Desember mengakibatkan pertumbuhan vegetatif kedelai ber-lebihan, tetapi pertumbuhan generatif dan pembentuk-an polong kurpembentuk-ang optimal. Hasil biji ypembentuk-ang diperoleh dari sembilan genotipe kedelai yang diteliti berkisar antara 1,12-1,64 t/ha. Varietas Wilis menghasilkan 1,58 t/ha, termasuk agak rendah bila dibandingkan dengan hasil varietas Wilis pada kondisi optimal yang dapat mencapai 2,2 t/ha. Keragaman hasil biji yang cukup besar pada percobaan ini menunjukkan adanya perbedaan daya hasil antargenotipe, terkait dengan perbedaan karakter morfologi batang tanaman. Koefisien keragaman (KK) karakter morfologi yang diamati sekitar 20%, nilai yang wajar untuk percobaan lapang tanaman kedelai. KK untuk hasil biji dan tinggi batang bahkan relatif rendah, Tabel 1. Genotipe (varietas dan galur) kedelai bahan percobaan.

Inlit/kebun Cikeumeuh, Bogor, MH 1999/2000. Varietas/Galur Asal Pedigree

Leuser Persilangan Mlg 2621 x B-1682G Kawi Persilangan 10050 x MSC 8306-1-M Argomulyo Thailand Nakhon Sawan-1 Bromo Filipina Introduksi asal Manchuria BPTP-Krp3 Jember Segregat alamiah SJ-7 Thailand Introduksi dari Taiwan Wilis Persilangan Orba x B-1682 Palmetto USA Introduksi asal China Malabar Persilangan No. 1991 x Wilis

(4)

masing-masing 14% dan 12%, yang berarti data dari masing-masing ulangan relatif konsisten. Hanya jumlah cabang per batang yang nilai KK-nya cukup besar (46%), yang menunjukkan keragaman jumlah cabang antar-ulangan.

Daya hasil sembilan genotipe kedelai pada ling-kungan tumbuh yang dinilai kurang optimal tersebut dapat dipisahkan menjadi tiga kelompok, yakni: cukup tinggi, 1,58-1,64 t/ha (Wilis dan Kawi); sedang ,1,26-1,44 t/ha (Malabar, Bromo, Palmetto, Leuser dan SJ-7); dan rendah, 1,12-1,15 t/ha (BPTP-Krp3, Argomulyo) (Tabel 2). Rata-rata hasil sembilan genotipe kedelai yang diuji adalah 1,34 t/ha, termasuk agak rendah untuk varietas unggul dan galur harapan, disebabkan oleh gangguan curah hujan yang tinggi pada stadia generatif tanaman. Angka koefisien korelasi yang cukup bermakna antara komponen hasil dengan hasil biji diperoleh dari tinggi batang (r = 0,37) dan jumlah polong isi per batang (r = 0,45**). Hal ini memberikan indikasi bahwa varietas yang batangnya tinggi dan jumlah polong per batang banyak cenderung memberikan hasil tinggi. Akan tetapi dua varietas yang batangnya tertinggi (Leuser dan Palmetto) ternyata hasilnya tergolong sedang, dan varietas Wilis dan Kawi yang tinggi batangnya sedang memberikan hasil tertinggi. Varietas Bromo dan BPTP-Krp3 yang tinggi batangnya hampir sama dengan tinggi batang varietas Wilis, hasilnya masing-masing termasuk sedang dan rendah. Dua varietas yang batangnya terpendek, Malabar dan SJ-7, hasilnya termasuk sedang. Hubungan antara tinggi batang dengan hasil biji yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan vegetatif yang berlebihan bagi genotipe kedelai yang tipe ba-tangnya indeterminat, namun tidak disertai oleh pem-bentukan polong yang jumlahnya optimal.

Koefisien korelasi antara tinggi batang dengan jumlah polong per batang adalah nyata (r = 0,37*), demikian juga antara jumlah polong per batang dengan hasil biji (r = 0,45**). Namun varietas Bromo yang jumlah polong per batangnya terbanyak (43 polong/batang) hasilnya tergolong sedang, kemungkinan terkait dengan jumlah polong hampanya yang juga terbanyak Lima genotipe lainnya yang jumlah polong per batangnya tergolong sedikit (25-29 polong/batang) hasilnya relatif rendah, kecuali varietas SJ-7, Palmetto, dan Malabar, hasilnya tergolong sedang.

Koefisien korelasi antara ukuran biji dengan hasil cukup bermakna, tetapi dengan nilai negatif (r = -0,32). Hubungan korelasi antara ukuran biji dengan hasil mengindikasikan bahwa varietas yang hasil bijinya relatif tinggi adalah yang ukuran bijinya kecil. Enam dari tujuh genotipe kedelai yang hasilnya sedang atau tinggi memang ukuran bijinya relatif kecil, berkisar antara 7,8-11,8 g/100 biji. Hanya varietas SJ-7 yang ukuran bijinya relatif besar (14,3 g/100 biji) tetapi hasilnya tergolong sedang. Ukuran biji ternyata juga berkorelasi nyata negatif dengan tinggi batang. Varietas yang batangnya tinggi, ukuran bijinya cenderung kecil; atau varietas yang berbiji relatif besar cenderung berbatang pendek. Korelasi antara ukuran biji dengan jumlah polong isi juga negatif, tetapi kurang bermakna (r = -0,15). Korelasi antara cabang, buku subur, polong hampa, dan jumlah tanaman dipanen dengan hasil biji masing-masing kecil, tidak nyata.

Dari analisis korelasi tersebut secara induktif dapat disimpulkan bahwa varietas kedelai yang hasilnya tinggi adalah genotipe yang memiliki karakter morfologi sebagai berikut: batang cukup tinggi, polong isi per batang cukup banyak, dan ukuran biji relatif kecil. Tabel 2. Hasil biji kering dan komponen hasil sembilan genotipe kedelai. Inlit Cikeumeuh, MH 1999/2000.

Tinggi Jumlah Jumlah Jumlah Bobot Banyak Polong

Varietas Hasil biji batang buku subur/ cabang/ polong isi/ 100 biji tanaman hampa per

(t/ha)1) (cm) batang batang batang (g) dipanen batang

Leuser 1,32 ab 78 a 13 ab 1,9 ab 34 ab 7,8 d 420 ab 3,4 bc Kawi 1,64 a 62 bc 16 a 2,4 ab 37 ab 7,9 d 447 a 3,9 b Argomulyo 1,15 b 56 bc 13 ab 1,8 ab 29 b 12,7 b 386 ab 2,8 bc Bromo 1,26 ab 67 ab 16 ab 2,8 a 43 a 11,8 bc 346 b 7,5 a BPTP-Krp3 1,12 b 65 ab 13 ab 2,8 a 27 b 12,8 b 353 b 2,9 bc SJ-7 1,44 ab 42 d 10 b 1,0 b 25 b 14,3 a 376 ab 1,2 c Wilis 1,58 a 66 ab 10 b 2,2 ab 39 ab 8,5 d 442 a 2,8 bc Palmetto 1,27 ab 77 a 11 ab 1,2 ab 25 b 9,2 d 337 ab 2,5 bc Malabar 1,26 ab 50 cd 12 ab 2,5 ab 27 b 10,8 c 429 ab 1,6 bc Rata-rata 1,34±0,06 62,5±2,5 13±0,9 2,1±0,3 32±2,2 10,6±0,3 397±14 3,2±0,4 KK (%) 14 12 21 46 21 8 11 19

Korelasi terhadap hasil (r): 0,37* 0,20 0,06 0,45** -0,32 0,12 0,19

1) Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT KK = koefisien keragaman

(5)

Banyaknya cabang dan buku subur nampaknya tidak menjadi faktor determinan yang cukup penting terhadap hasil kedelai.

Analisis Koefisien Jalur

Kalau koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan timbal-balik (korelatif) antara dua peubah bebas, koefisien jalur menunjukkan besaran nilai pengaruh langsung dari masing-masing peubah bebas terhadap peubah yang berstatus “akibat” (hasil biji). Pengaruh langsung dari banyaknya polong isi dan tinggi batang terhadap hasil biji nilainya cukup besar, masing-masing P4 = 1,04 dan P1 = 0,27 (Gambar 1). Pengaruh langsung ukuran biji dan jumlah tanaman yang dipanen terhadap hasil biji masing-masing kecil (P6 = 0,03 dan P7 = 0,13), kurang bermakna. Pengaruh langsung banyak cabang, buku subur, dan jumlah polong hampa terhadap hasil biji menunjukkan nilai negatif, masing-masing P2 = -0,13; P3 = -0,50; P5 = -0,25.

Dengan menggunakan analisis jalur diperoleh informasi bahwa karakter morfologis dan komponen hasil yang berperan penting terhadap hasil kedelai adalah banyaknya polong isi dan tinggi batang, dibarengi oleh pengaruh langsung negatif dari jumlah buku subur. Komponen hasil lain nampaknya kurang berperan terhadap hasil biji. Dari analisis jalur tersebut diperoleh koefisien residual yang ternyata cukup besar,  = 0,76. Besar porsi ragam hasil biji yang berkait dengan tujuh peubah yang diamati adalah (1-R2) = 42%. Data ini

mem-berikan petunjuk bahwa di antara komponen hasil yang diamati, tinggi batang dan jumlah polong isi per batang memberikan pengaruh langsung yang penting terhadap

hasil biji, walaupun terdapat faktor lain yang tidak terukur ikut mempengaruhi. Sifat kompetitif dan kompensatif antara karakter morfologis atau antara komponen hasil, seperti yang dijelaskan oleh Adam (1967), mungkin beroperasi pada penelitian ini, sehingga peran peubah yang diamati menjadi kurang konsisten. Penguraian koefisien jalur antara masing-masing peubah terhadap hasil biji menunjukkan hampir seluruhnya memiliki pengaruh tidak langsung dari jumlah polong isi yang cukup bermakna (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa peran peubah jumlah polong per batang sangat penting dalam menentukan hasil biji.

Hasil analisis koefisien jalur pada dasarnya mem-berikan informasi yang sama dengan analisis korelasi, namun dengan analisis koefisien jalur dapat diketahui besaran relatif pengaruh langsung masing-masing peubah kausal. Seperti halnya analisis korelasi, analisis koefisien jalur juga memberikan indikasi bahwa varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi adalah yang memiliki batang cukup tinggi dan polong isi per batang cukup banyak. Jumlah cabang, buku subur, polong hampa, ukuran biji, dan jumlah tanaman yang dipanen tidak menjadi penentu penting hasil biji.

Diskusi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi batang dan jumlah polong isi per batang memiliki peran penting dalam menentukan hasil kedelai, sedikit berbeda dengan hasil penelitian Asadi et al. (2004), yang melapor-kan hanya jumlah polong per batang yang memiliki peran penting, tetapi tidak untuk tinggi batang. Dalam penelitian yang dilaporkan ini data berasal dari sembilan genotipe kedelai, sengaja dipilih yang memiliki ke-ragaman cukup besar pada komponen hasil, terutama tinggi batang, kemampuan membentuk polong per batang, dan ukuran biji, dari genotipe kedelai yang berdaya hasil biji tinggi. Walaupun hasil biji pada per-cobaan ini tidak optimal, namun adanya keragaman penampilan hasil biji antargenotipe dapat dipakai untuk menelusuri komponen hasil yang terkait erat dengan hasil biji. Analisis koefisien jalur ternyata menguatkan hasil analisis korelasi, bahwa tinggi batang dan jumlah polong per batang berperan sebagai komponen hasil terpenting dalam menentukan hasil yang tinggi pada kedelai.

Informasi dari hasil penelitian ini dapat dimanfaat-kan untuk menentudimanfaat-kan kriteria seleksi pada program pemuliaan kedelai. Seleksi terhadap populasi segregasi generasi awal F2 sampai F4 disarankan menggunakan

seleksi massa-bulk, dengan cara memilih individu tanaman yang secara visual terlihat batangnya tinggi dan jumlah polongnya lebih banyak dibandingkan dengan varietas unggul standar. Tanaman terpilih berdasarkan Gambar 1. Koefisien jalur komponen peubah kausal (1 s/d 7)

terhadap hasil hiji, dari sembilan genotipe kedelai. Inlit

Hasil biji Tinggi batang (1) Cabang (2) Buku subur (3) Polong isi (4) Polong hampa (5)

Ukuran besar biji (6)

Jumlah tanaman/ha (7) Residu Korelasi terhadap hasil (r) 0,37 0,06 0,45 0,19 - 0,32 0,12 0,20

(6)

seleksi visual tersebut bijinya dibulk pada generasi F3 dan

F4. Pada tanaman generasi F5 seleksi dilakukan terhadap

individu tanaman yang batangnya tinggi dan jumlah polong per batang banyak untuk dijadikan galur pedigree F5. Seleksi terhadap karakter agronomis lain dapat

di-lakukan pada galur pedigree asal F5 dan generasi

be-rikutnya. Dengan metode seleksi seperti yang disaran-kan diharapdisaran-kan adisaran-kan memperoleh stok galur-galur yang memiliki daya hasil tinggi, dengan cara yang lebih efektif, walaupun seleksi dilakukan oleh tenaga pemulia junior, karena penggunaan tinggi batang dan polong per batang sebagai kriteria seleksi sangat mudah diterapkan.

KESIMPULAN

1. Analisis jalur terhadap peubah kausal (komponen hasil) terhadap hasil biji kedelai dapat memperkuat analisis korelasi, yaitu dapat mengukur pengaruh langsung komponen hasil yang bersangkutan, dan dapat mengidentifikasi komponen hasil yang berperan penting terhadap hasil biji.

2. Di antara karakter morfologi dan komponen hasil kedelai, jumlah polong isi per batang dan tinggi batang berperan terpenting dalam menentukan hasil biji. Ukuran biji mempunyai pengaruh langsung secara negatif terhadap hasil biji, yang berarti ge-notipe yang ukuran bijinya besar, daya hasilnya cenderung rendah.

3. Tinggi batang dan jumlah polong isi per batang di-sarankan untuk digunakan sebagai kriteria seleksi secara cepat dan mudah, guna memilih galur ke-delai secara visual pada generasi awal, yang dapat dikembangkan menjadi galur-galur berpotensi hasil tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M.W. 1967. Basis of yield component compensation in crop plants with special reference to field bean, Phaseolus vul-garis. Crop Sci. 7:505-510.

Asadi, Soemartono, Wuryono M., dan Jumanto H. 2004. Keefektifan metode seleksi modifikasi bulk karakter agronomi dan ke-tahanan terhadap virus kerdil pada galur F7– kedelai. Zuriat 15(1):64-76.

Budiarti S.G., Y.Risdianto R., dan Y.W.E. Kusumo. 2004. Analisis koefisien lintas beberapa sifat pada plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.). Zuriat 15 (1):31-39.

Chomacho, L.H. 1974. Breeding soybeans for tropicals condition. Proceed. Workshop on Soybeans for Tropical and Subtropical Conditions. Univ. of Puerto Rico/INTSOY, Univ. of Illiniois USA. Dewey, D.R. and K.H. Lu. 1959. A Correlation and path coefficient analysis of componentof crested wheatgrass seed production. Agron. J. 51:515-518.

Tabel 3. Pengaruh langsung (koefisien jalur) antara komponen hasil terhadap hasil biji dan pengaruh tidak langsung melalui komponen hasil lainnya. Data percobaan varietas kedelai, Cikeumeuh MH 99/2000.

Pengaruh langsung Pengaruh tidak

komponen hasil langsung melalui Koefisien terhadap hasil biji komponen

Tinggi batang (P1) - 0,268 Cabang/batang -0,042 Buku subur -0,212 Polong isi/batang 0,470 Polong hampa -0,098 Ukuran biji -0,015 Banyak tanaman -0,006 Polong isi/batang (P4) - 1,04 Tinggi batang 0,121 Cabang/batang -0,084 Buku subur -0,426 Polong hampa -0,180 Ukuran biji -0,004 Banyak tanaman -0,017 Buku subur (P3) - -0,504 Tinggi batang 0,113 Cabang/batang -0,109 Polong isi/batang 0,879 Polong hampa -0,155 Ukuran biji -0,001 Banyak tanaman -0,020 Cabang/batang (P2) - -0,129 Tinggi batang 0,088 Buku subur -0,427 Polong isi/batang 0,681 Polong hampa -0,130 Ukuran biji 0,003 Banyak tanaman -0,024 Polong hampa (P5) - -0,250 Tinggi batang 0,105 Cabang/batang -0,067 Buku subur -0,313 Polong isi/batang 0,747 Ukuran biji -0,001 Banyak tanaman - 0,030 Ukuran biji (P6) - -0,028 Tinggi batang -0,142 Cabang/batang -0,015 Buku subur 0,021 Polong isi/batang -0,154 Polong hampa 0,010 Banyak tanaman -0,068 Banyak tanaman (P7) - 0,126 Tinggi batang -0,012 Cabang/batang 0,024 Buku subur 0,078 Polong isi/batang -0,145 Polong hampa 0,060 Ukuran biji -0,015

(7)

Duarte, R.A. and M.W. Adam. 1972. A Path Coefficient Analysis of Some Yield Component Interrelations in Field Beans. Crop Sci. 12:579-583.

Fehr, W.R. 1987. Principles of cultivar development. MacMillan Publishing Company. New York, USA.

Li, C.C. 1975. Path analysis, a primer. The Boxwood Press, Pacific Grove, California. 347p.

Pandey, J.P. and J. H. Torrie. 1973. Path coefficient analysis of seed yield components in soybeans. Crop Sci. 13:505-507.

Sumarno. 1985. Teknik pemuliaan kedelai. Dalam: Somaatmadja, S. et al. (Eds). Kedelai p. 263-294. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Wahyuni T.S., R. Setiamiharja, N. Hermiati dan K. Hendraatmodjo. 2004. Variabilitas genetik, heritabilitas dan hubungan beberapa karakter dengan hasil umbi. Zuriat 15 (2): 109-117.

Wright, S. 1921. Correlation and causation. J. Agr. Res. 29:557-585.

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crop science. IRRI, Los Banos, Philippines.

Gambar

Tabel 3. Pengaruh langsung (koefisien jalur) antara komponen hasil terhadap  hasil  biji  dan  pengaruh  tidak  langsung  melalui komponen hasil lainnya

Referensi

Dokumen terkait

(4) proses pembelajaran menghasilkan perubahan persepsi yang tidak selamanya nampak dalam bentuk tingkah laku, (5) Materi pelajaran yang dipisah-pisah menjadi

Berdasarkan hasil wawancara tentang keberhasilan usaha kepada pemilik usaha mengenai membangun citra baik usaha, bahwa campus laundry telah membangun citra

Berdasarkan hasil dari pembahasan tentang peran istri dalam dalam upaya meningkatkan perekonomian rumah tangga ditinjau dari ekonomi Islam (studi kasus pada pedagang di

bahwa hasil Pengambilan Keputusan dalam Tabel Rekapitulasi Nilai Kegiatan Audit (EQI- F077) Nomor Urut 130.1 tanggal 29 Desember 2016 menunjukkan PT DELSHARAYA PRIMA

Cek garis median model kerja yang telah dipasang dalam artikulator harus sebidang dengan garis median artikulator... Lakukan pemasangan full veneer crown dengan

Dengan demikian, dapat disim- pulkan bahwa sikap mahasiswa FIK UNY terhadap usaha-usaha pencegah- an lakalantas dari komponen objek si- kap kendaraan adalah cukup

Pemuatan iklan di media cetak khususnya surat kabar lebih baik dikombinasikan dalam bentuk display dan advertorial dengan tetap memperhatikan unsur visual dan body

Nakon žetve kukuruza, kroz prinos zrna, utvren je efekat primene konzervacijskog i konvencionalnog sistema obrade zemljišta u sadejstvu sa efektima primene razliitih tretmana