• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI

TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR

PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN

PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

MUHAMMAD ARAS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

TESIS

KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI

TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN

PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Ilmu Perikanan

Disusun dan diajukan oleh

MUHAMMAD ARAS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

(3)

TESIS

KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI

TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN

PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

Disusun dan diajukan oleh

MUHAMMAD ARAS Nomor Pokok P3300209020

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis pada Tanggal 23 Juli 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui Komisi Penasihat,

Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.P

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana

Ilmu Perikanan, Universitas Hasanuddin.

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Muhammad Aras

Nomor mahasiswa : P3300209020

Program studi : Ilmu Perikanan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan Tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Mei 2013 Yang menyatakan,

(5)

PRAKATA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita masih sempat untuk berpikir, berinspirasi dan kesempatan untuk terus berekspresi, serta slawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW atas syafaatnya dan para sahabat serta pegikutnya sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan tesis ini, Penulis banyak mendapat dukungan dan arahan dari berbagai pihak, keluarga dan handaitaulan, sahabat dan teman-teman mahasiswa Pasca Sarjana 2009. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis hanya bisa berucap terima kasih tak terhingga.

Dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Najamuddin,M.Sc selaku pembimbing utama dan Dr. M. Abduh Ibnu Hajar, S.Pi., MP. selaku pembimbing anggota, atas bimbingan dan arahannya sejak awal hingga selesainya Tesis ini.

(6)

3. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Perikanan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin atas ilmu, didikan dan bimbingannya selama Penulis menimba ilmu di Pascasarjana UNHAS. 4. Prof. Dr. Ir, Achmar Mallawa, DEA., Prof. Dr. Ir. Sudirman, MP. dan

Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si. atas bimbingan dan masukannya sebagai tim penguji dalam pembuatan tesis ini.

5. Semua pihak yang telah turut membantu, namun tidak mungkin dapat Penulis sebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih belum sempurna, untuk itu

penulis masih mengharapkan saran dan kritik untuk lebih

menyempurnakannya. Semoga Tesis ini dapat berguna bagi kita semua. Akhirnya kepada Allah SWT jualah kami menghaturkan sembah sujud sebagai rasa terima kasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Februari 2013

(7)

ABSTRAK

MUHAMMAD ARAS. Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi terhadap

Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang Berbeda di Pulau Pute Anging Kabupaten. Barru (dibimbing oleh Najamuddin dan M. Abduh Ibnu Hajar).

Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor berdasarkan durasi waktu, dan frekuensi serta jumlah koloni telur yang dilekatkan.

Desain penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif (studi kasus) dengan eksprimental fishing dan pengamatan langsung kelapangan terhadap tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor tali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atraktor tali, mampu mempengaruhi cumi-cumi untuk melekatkan telurnya. Pelekatan telur pertama kali pada hari ke-35 dan terakhir pada hari ke-60 sebanyak 16 koloni dengan jumlah polong telur 566 atau 1698 kapsul telur. Pelekatan telur cumi-cumi pada atraktor tali, dilakukan sekaligus dengan interval waktu 10-30 detik selama kurang lebih 15 menit dengan frekuensi rata-rata 3-4 hari dan dilakukan pada pukul 06.00-07.00 dengan beberapa pasangan. Untuk menjaga stok cumi-cumi, perlu memperbanyak

pemasangan atraktor pada suatu kawasan tertentu dengan

memperhatikan aspek ramah lingkungan.

(8)

ABSTRACT

MUHAMMAD ARAS. Study of squid Attractor Design its Behaviour In Sticking Eggs on Different Susbtrates in Pute Anging island, Barru Regency (Supervised by Najamuddin and M. Abduh Ibnu Hajar.)

The research aimed to disclose and describe the squid behavior in sticking eggs on rope attachment attractor based on the time duration, frequency and the total of the egg colonies stuck.

This was a qualitative descriptive analisys research (a case study) with the experimental fishing and direct observation in the field towards the squid behaviour in sticking eggs on the rope attractor.

The research result indicates that rope attachment attractor is able to influence the squids to stick their eggs. The first egg sticking is on the 35th day, and the last is on the 60th day as many as 16 colonies with the total of 566 egg pods or 1.698 egg capsules. In sticking egg on the rope attachment attractor, the squid perform it stimultaneously in the time interval of 10 – 30 second for approximately 15 minutes with the frekuensi of average 3 – 4 days, and it is carried out in the morning between 06 – 07.00 hours with several couples. To maintain the squid stock, it is necessary to increase the attractor installations in the certain region by focusing on the environmental friendly aspect.

Keywords: Attractor design, squid, rope substrate

(9)

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Muhammad Aras, S.Pi

Nomor Pokok : P 3300209020

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Pare-pere, 15 Nop1969

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Alamat Rumah : Jl. A.Saripin No 48 Barru. 90711

Pekerjaan : Dosen Politani Negeri Pangkep

Instansi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Alamat Instansi : Jl. Poros Makassar Pare-pere KM 83 Mandalle Pangkep.

Program Studi : Ilmu Perikanan Tanggal Lulus : 23 Juli 2013

Nomor Alumni :

IPK :

Predikat Kelulusan :

Judul Tesis : Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi terhadap Tingkah

Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang Berbeda di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru

Pembimbing : 1. Prof. Dr.Ir. Najamuddin, M.Sc (Ketua)

(10)

DAFTAR ISI

A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-cumi

(11)

B. Habitat dan Tingkah Laku C. Reproduksi dan Siklus Hidup D. Populasi dan Distribusi E. Kapsul Telur

2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi 3. Setting Atraktor Cumi-cumi

D. Metode Penelitian 1. Pengumpulan Data 2. Analisis Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian B. Parameter Oseonografi

C. Deskripsi Atraktor Cumi-cumi 1. Desain dan kontruksi

a. Desain Atraktor cumi-cumi

(12)

b. Konstruksi Atraktor Cumi-cumi 1. Pelampung

2. Frame Rope

3. Penutup dan Rangka Penutup 4. Pemberat

5. Media pelekatan telur

6. Tali jangkar/pelampung/penghubung 7. Jangkar

8. Prosedur Pembuatan Atraktor 2. Pengoperasian Atraktor Cumi-cumi D. Interaksi Organisme yang Berasosiasi 1. Organisme Penempel pada Atraktor

2. Organisme yang berasosiasi pada Atraktor E. Efektifitas Desain Atraktor Cumi-cumi

1. Jumlah Koloni

2. Volume Koloni Telur pada Substrat 3. Daya Tahan Koloni pada Substrat F. Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur

1. Durasi/Periode Waktu Pelekatan Telur 2. Waktu dan Frekuensi Pelekatan Telur 3. Posisi Pelekatan Telur dalam Atraktor 4. Penetasan Telur Cumi-cumi

V. KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor

halaman 1. Parameter Oseonografi Lokasi Pagi dan Sore Hari

2. Rataan Parameter Oseonografi 3. Jumlah Koloni Telur Dalam Atraktor Cumi-cumi

4. Frekuensi Pelekatan Telur

(15)

DAFTAR GAMBAR

4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan 5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian 6. Setting Atraktor

7. Pulau Pute Anging

8. Denah Situasi Pulau Pute Anging.

9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor 10. Frame Rope dan Pipa Penguat

11. Penutup dan Rangka Penutup 12. Pemberat

13. Subtrat Pelekatn Telur

14. Bagian Sebuah Atraktor Cumi-cumi 15. Kegiatan Setting Atraktor Cumi-cumi

16. Organisme Menempel pada Atraktor Cumi-cumi

17. Distribusi dan Kecenderungan Keberadaan Organisme yang berasosiasi pada Atraktor Cumi-cumi

(16)

20. Durasi Waktu Pelekatan Telur

21. Distribusi dan Aktivitas Cumi-cumi di Daerah Pemijahan 22. Telur yang Menempel pada Substrat Tali dan Posisi Telur

Pada Substrat Tali

23. Jumlah Polong dan Volume Koloni Telur Cumi-cumi pada Setiap Substrat

24. Penampang Telur Umur 10 Menit dan Penampang Telur Umur 14 Hari

25. Ukuran Larva Cumi-cumi Umur 10 Menit

52 52 55

56

57

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

halaman

1. Jumlah Koloni Telur pada Substrat 2. Data parameter oseonografi

3. Daftar Bahan Satu Unit Atraktor Cumi-cumi 4. Iliustrasi Pembuatan Atraktor

5. Empat Jenis Bahan- Susbtrat

6. Tampak Sepasang Cumi-cumi Sedang Menuju ke Tempat Pemijahan

7. Pengangkatan atraktor

8. Telur Cumi-cumi Umur 10 Menit, Telur Cumi-cumi Umur 14 hari, Telur Cumi-cumi Umur 28 hari

66 67 68 69 70 70

(18)

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanfaatan berkelanjutan suatu sumber daya harus mencakup tiga hal, yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pengelolaan perikanan pada tahap awal ketika stok masih melimpah bertujuan pada pengembangan kegiatan eksploitasi sumber daya untuk memaksimumkan produksi dan produktivitas. Pada tahap selanjutnya ketika pemanfaatan sumberdaya ikan meningkat sehingga kelestarian stok ikan mulai terganggu, pengelolaan sumber daya perikanan biasanya mulai memerhatikan unsur sosial (keadilan) dan lingkungan agar pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat berkelanjutan. Strategi yang diterapkan pada tahap ini umumnya bertujuan untuk konservasi.

(19)

Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Kebiasaan cumi-cumi pada saat akan memijah bermigrasi ke daerah pantai dan dilakukan secara bergerombol (Hanlon, et.al. 2004 dan Tallo, 2006). Migrasi harian cumi-cumi dipengaruhi oleh kehadiran predator dan penyebaran makanan. Siang hari biasanya berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari, Roper, et. Al. (1984)

dalam Tallo (2006), dan Downey, et.al. (2010).

(20)

Atraktor cumi-cumi adalah suatu teknologi tepat guna yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan dan mempertahankan sumberdaya cumi-cumi dan tidak merusak lingkungan serta berkelanjutan pada suatu perairan. Fungsi dari atraktor cumi-cumi tersebut sebagai tempat menempelkan telurnya, sampai akhirnya telur-telur tersebut menetas. Tingkat keberhasil atraktor dalam menetaskan telur adalah 85% (Baskoro, 2007). Hingga saat ini penggunaan atraktor untuk menarik cumi-cumi menempelkan telurnya belum banyak dilakukan (Tallo, 2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan uji coba pemasangan atraktor cumi-cumi menemukan telur cumi-cumi pada kedalam 5 dan 7 meter di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru.

Pulau Pute Anging adalah salah satu pulau yang masuk dalam wilayah Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Letaknya berada di Selat Makassar dan di pesisir barat Kabupaten Barru. Pulau ini tidak luas, jumlah penduduk sekitar 400 jiwa atau sekitar 100 kepala keluarga. Sebagian besar mata pencahariaan penduduknya sebagai nelayan. Umumnya alat penangkap ikan yang digunakan antara lain; jaring insang, purse seine, pancing, dan bubu (Badan Statistik Barru, 2009). Hasil tangkapan khususnya cumi-cumi setiap keluarga nelayan rata-rata sepuluh kilogram per bulan.

(21)

atraktor tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan sekaligus sebagai tempat cumi-cumi melekatkan telurnya. Tentunya dengan kondisi yang kondusif tersebut menjadi peluang dan harapan untuk mendapatkan hasil tangkapan cumi-cumi yang lebih banyak tanpa merusak lingkungan. Manfaat lain dengan adanya atraktor cumi-cumi dapat menjadi daerah yang menarik untuk dikembangkan sebagai daerah ekowisata pantai, misalnya kegiatan penyelaman dan pemancingan serta alih teknologi yang mudah kepada masyarakat dengan tetap memerhatikan aspek kelestarian lingkungan.

Diharapkan dengan adanya kegiatan pemasangan atraktor cumi-cumi dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan nelayan. Pemasangan atraktor dapat dilakukan secara berkesinambungan oleh masyarakat.

Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini diarahkan untuk meneliti substrat atau media penempelan telur pada atraktor yang disukai cumi-cumi yang pada saat ini belum banyak dikaji, Substrat atau media ini merupakan komponen yang penting dalam sebuah atraktor cumi-cumi. (http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detail-dttg/109/atraktor-cumi-cumi)

B. Rumusan Masalah

(22)

2. Fenomena perilaku cumi-cumi dalam menempelkan/melekatkan telurnya belum banyak diungkap secara detail, baik terhadap durasi waktu penempelan maupun banyaknya koloni telur yang ditempelkan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang kajian disain atraktor terhadap tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada substrat yang berbeda di perairan Pulau Pute Anging Kab.Barru bertujuan :

1. Menentukan efektifitas desain atraktor cumi-cumi berdasarkan jenis media pelekatan telur.

2. Mendeskripsikan fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telurnya pada substrat yang berbeda berdasarkan frekuensi pada substrat, durasi waktu pelekatan telur dan jumlah koloni telur yang dilekatkan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Merekomendasikan desaian atraktor cumi-cumi berdasarkan jenis substrat yang efektif kepada para nelayan dan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya cumi-cumi berkelanjutan.

(23)

E. Definisi Operasional.

1. Substrat adalah media yang dipergunakan oleh cumi-cumi untuk menempelkan telurnya.

2. Koloni telur adalah kumpulan polong-polong telur cumi-cumi pada substrat, biasanya dlakukan sekali pemijahan

3. Polong telur adalah telur cumi-cumi yang berwarna transparan, terbungkus oleh zat gelatin dan terdiri dari 1 sampai 5 kapsul telur.

4. Kapsul telur adalah telur cumi-cumi yang terdiri dari satu bakal induvidu baru.

(24)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-Cumi

(25)

Gambar 1. Keluarga Chepalopoda

Karakteristik khusus yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya tinta yang terdapat di atas usus besar dan bermuara didekat anus. Bila cumi-cumi diserang musuhnya, kantong tinta akan berkontraksi dan mengeluarkan cairan berwarna hitam gelap melalui pipa ini. Hal ini

menyebabkan terbentunya awan hitam disekelilingnya yang

memungkinkan cumi-cumi terhindar dari serangan. Cairan yang berwarna hitam yang dikeluarkan mengandung butir-butir melanin (Jacobson, 2005).

(26)
(27)

(http://www.google.co.id/imglanding?q=morfologi%20cumi-cumi&imgurl)

Gambar 2. Anatomi Cumi-cumi

Sistem saraf yang berkembang baik yang dipusatkan dikepala, berenang dengan cepat, menunjukkan emosi, berubah warna dengan cepat dengan kromatofor, dan dapat merayap di dasar atau berenang didekat dasar. Kelompok hewan ini ber-badan lunak dan tidak mempunyai cangkang yang tebal, mantelnya menyelimuti sekeliling tubuhnya membentuk kerah yang agak longgar pada bagian leher. Jenis yang paling umum dijumpai adalah antara lain cumi-cumi (Loligo vulgaris)

dengan tubuh yang langsing. Kerangkanya tipis dan bening yang terdapat didalam tubuhnya. (Nontji. 2002).

B. Habitat dan Tingkah Laku

(28)

Cumi-cumi tergolong hewan pemakan daging (karnivora) oleh sebab itu semua biota laut yang bisa masuk mulutnya akan dimakan seperti kerang, ikan dan hewan laut lainnya. Cumi-cumi menangkap mangsanya dengan menggunakan jari-jarinya yang mempunyai mangkok pengisap, giginya menyerupai paruh betet yang tajam. Cumi-cumi ada yang hidup dilaut dalam dan ukurannya sangat besar (Baskoro 2007).

Cumi-cumi sangat terbantu selama berburu dengan adanya alat peraba (tentakel) pada mulutnya. Tentakel yang seperti cambuk ini biasanya tetap tergulung dalam kantung yang terletak di bawah lengan-lengannya. Ketika menemukan mangsa, cumi-cumi menjulurkan tentakel untuk menyergapnya. Makhluk ini bergantung pada lengan-lengannya yang jumlahnya delapan. Ia mampu dengan mudah mencabik-cabik seekor kepiting menjadi serpihan kecil dengan menggunakan paruhnya. Cumi-cumi menggunakan paruhnya dengan begitu terampil sehingga mampu dengan baik melubangi kulit cangkang kepiting dan mengeluarkan dagingnya dengan lidah.

C. Reproduksi dan Siklus Hidup

(29)

berubah menjadi alat kopulasi yang disebut hektokotil yang berfungsi menyalurkan sperma ke betina. Ketika melakukan kopulasi, hektokotil telah berisi sperma dan di-masukkan ke dalam rongga mantel betina kemudian sperma akan membuahi telur-telur pada cumi-cumi betina. Sebelum melakukan kopulasi cumi-cumi jantan akan mengambil sperma dari alat genitalianya. Sperma akan dikemas dalam tabung khitin, yang dinamakan spermatofor yang ukurannya sekitar 10–15 mm. Dalam satu hari jantan dapat memproduksi kurang lebih 12 spermatofor (Roper et al.1984).

Di bawah kulit cumi-cumi tersusun sebuah lapisan padat kantung-kantung pewarna lentur yang disebut kromatofora. Dengan menggunakan lapisan ini, cumi-cumi dapat mengubah penampakan warna kulitnya yang tidak hanya membantu dalam penyamaran akan tetapi juga sebagai sarana komunikasi. Seekor cumi-cumi jantan menunjukkan warna yang berbeda ketika kawin dengan warna yang digunakan ketika menghadapi musuhnya. Saat cumi-cumi jantan bercumbu dengan cumi-cumi betina, kulitnya berwarna kebiruan. Jika jantan lain datang mendekat pada waktu ini, ia menampakkan warna kemerahan pada separuh tubuhnya yang terlihat oleh jantan yang datang itu. Merah adalah warna peringatan yang digunakan saat menantang atau melakukan serangan (Roper et al.1984).

Terdapat pula rancangan sempurna pada sistem

(30)

Janin yang ada dalam telur memakan sari makanan yang telah tersedia dalam telur tersebut hingga siap menetas. Janin ini memecah selubung telur dengan cabang kecil mirip sikat pada bagian ekornya. Setiap seluk beluknya telah dirancang dan bekerja sebagaimana direncanakan. Seekor induk cumi-cumi rata-rata mampu menghasilkan sekitar 500 butir telur (Baskoro, 2007).

Menurut Summers (1971); Lange (1982) dalam Jacobson (2005), cumi-cumi mempunyai jangka waktu hidup 1–2 tahun. Brodziak dan Macy (1996) melakukan pengukuran pertumbuhan cumi-cumi dengan metode statolith diperoleh bahwa umur kurang dari satu tahun ukurannya dapat mencapai sekitar 40–50 cm, tetapi sebagian besar masih kurang dari 30 cm. Selanjutnya masa hidup cumi-cumi hanya 6–9 bulan (Yang et al. 1983; Jackson,1994; dan Jackson, 2003 dalam Hanlon, at.al. 2004).

D. Populasi dan Distribusi

(31)

Menurut Soewito (1990) dalam Aras (2008), cumi-cumi menghuni perairan dengan suhu antara 8–32 ºC dan salinitas 8,5–30‰. Terjadinya kelimpahan cumi-cumi ditunjang oleh adanya zat hara yang terbawa arus

(run off) dari daratan. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh zooplankton, juvenile ikan ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan makanan cumi-cumi.

Cumi-cumi pada siang hari berada didasar perairan, pada malam hari cumi-cumi bergerak ke permukaan air. Cumi-cumi biasanya bermigrasi secara bergerombol (Scooling). Cumi-cumi sangat berasosiasi dengan faktor lingkungan seperti salinitas, suhu dan kedalaman perairan. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap keberadaan cumi-cumi (Brodziad and Hendrickson, 1999 dalam Tallo, 2006).

Migrasi harian cumi-cumi dipengaruhi pula oleh kehadiran predator dan pe-nyebaran makanan. Cumi-cumi dewasa pada umumnya

bermigrasi ke daerah pemijahan secara bergerombol. Genus

Ommastrphid diketahui memijah di daerah lepas pantai, sedangkan Loligonid memijah di dekat pantai (in shore). Pada waktu bermigrasi ke daerah dekat pantai untuk memijah, cumi-cumi jantan dari genus Loligo tiba lebih dahulu di pantai dari betina. Cumi-cumi akan segera meninggalkan suatu lingkungan perairan yang tercemar dan mencari perairan yang lebih baik (Sauer et.al, 1999 dalam Tallo, 2006).

(32)

Istilah kapsul telur dimana di dalamnya terdapat telur-telur sering disebut dalam menjelaskan perkembangan embrio. Kapsul pada mulanya disebut chorion yang merupakan sekresi dari folikel selama tahap akhir oogenesis. Telur yang telah matang dan bebas dari jaringan folikel, dikeluarkan melalui saluran telur dengan cara satu persatu atau berturut-turut dalam satu rangkaian yang berisi beberapa telur pada satu kali pelepasan telur (Boletzky, 1977; Segawa, 1987 dalam Aras, 2008). Telur cumi-cumi yang ditempelkan umumnya berkumpul membentuk koloni. Adapun bentuk telur cumi-cumi ditampilkan pada Gambar 3. dapat mencapai 10 sampai 275 kapsul

(33)

Gambar 3. Telur Cumi-cumi (Aras, 2008)

Telur-telur yang telah dibuahi akan dikeluarkan satu per satu atau dalam kapsul-kapsul gelatin kemudian diletakkan atau ditempelkan pada karang, batu-batuan, ganggang, rumput laut atau benda lainnya. Telur cumi-cumi saling melekat hingga menyerupai untaian buah anggur. Pelindung tambahan gelatin yang membungkus masing-masing telur tadi akan mengeras saat bersentuhan dengan air laut Telur-telur diletakkan berserakan atau berkelompok dalam untaian kemudian akan menetas setelah enam minggu atau lebih. Diameter telur antara 0,8–20 mm dan jumlahnya bervariasi sekitar 60 butir atau lebih dalam satu kelompok. Cumi-cumi tidak mengenal tahap kehidupan sebagai larva, dimana setelah telur menetas bentuknya seperti induknya (Roper, et al. 1984).

Cumi-cumi meletakkan telur dalam tumpukan yang dibungkus jelly atau kapsul yang memiliki bentuk menyerupai gulungan spiral. Jumlah minimum telur pada setiap kapsul yang ditemukan pada Sepioteuthis lesoniana adalah dua butir. Jumlah telur normal pada setiap kapsul adalah tiga atau lebih setiap kapsul (Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).

(34)

Salah satu alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pemikat ikan adalah rumpon atau biasa disebut juga atraktor. Alat ini tersusun dari beberapa komponen, antara lain rakit, atraktor, tali rumpon, dan jangkar Samples dan Sproul (1985)

dalam Tadjuddah (2009) menyatakan bahwa tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon disebabkan karena: Rumpon sebagai tempat berteduh

(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu; Rumpon sebagai tempat ber-lindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu; Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.

Von Brandt (1984), menyatakan bahwa metode yang sangat sederhana untuk memikat cumi-cumi untuk meletakkan telurnya adalah dengan menenggelamkan ranting pohon ke dalam perairan.

(35)

telurnya (Baskoro

,

2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemasangan

atraktor cumi-cumi dalam perairan menggunakan sistem long line. Dalam satu unit terdiri dari 10 buah atraktor yang dipasang memanjang diletakkan di dasar perairan sekitar terumbu karang dengan kondisi perairan yang jernih dan arus yang tidak terlalu kuat, kedalaman 5–7 meter dari permukaan laut. Biasanya sekitar satu bulan pasca diletakkan atraktor, baru terlihat ada telur cumi-cumi di alat tersebut dan akhirnya akan menetas dan menjadi cumi-cumi baru yang siap menjadi dewasa. Beberapa bentuk atraktor cumi-cumi terlihat pada Gambar 4 Dibawah ini.

A

(36)

Keterangan:

A. Bahan Dasar dari Ban Bekas B. Bahan Dasar Kawat Galvanisir C. Bahan Dasar Bambu

Gambar 4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan Dasar

(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detaildttg/109/ atraktor-cumi-cumi).

G. Penangkapan Cumi-cumi

Jenis cumi-cumi yang banyak tertangkap diperairan Indonesia (Paparan Sunda, Selat Makassar, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafura) adalah Loligo edulis, L. sinensis, L. duvaucelii, L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis lessoniana, dan Nototodarus philippi-nensis (Mallawa, 2006).

Tallo (2006) menjelaskan bahwa penangkapan cumi-cumi yang paling intensif adalah pada musin memijah dimana cumi-cumi yang tertangkap sebagian besar telah matang gonad. Akibat penangkapan yang berlebih tanpa memperhatikan faktor biologi dan ekologi maka kesempatan cumi-cumi untuk berkembang biak sangat terbatas.

(37)

Pemanfaatan sumberdaya perikanan cumi-cumi melalui kegiatan penangkapan sudah saatnya disertai upaya pengaturan penangkapan dan kegiatan budidaya yang meliputi upaya pemijahan (hatchery) dan pelepasan benih ke alam. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan sumberdaya cumi-cumi karena dapat di lakukan pengkayaan stok untuk memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya cumi-cumi. Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya cumi-cumi adalah adanya ketersediaan telur dan keberhasilan pemijahan (Tallo,2006).

(38)
(39)
(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Pute Anging Kabupaten Barru. Waktu penelitian selama 3 bulan, (Oktober – Desember 2012) B. Alat dan Bahan Penelitian

No Nama Alat/bahan Spesifikasi Jumlah Kegunaan

Alat

1 Perahu sampan bermotor 1 unit Sarana transfortasi dan pengambilan data

2 CCTV bawah air non merek 1 unit Melihat aktifitas cumi-cumi dalam air

3 Kamera foto Sony Cyber-shot, 12,1 mp

2 unit Mengambil foto-foto yang diperlukan

4 Casing Kamera bawah air Seashell 40 m 1 unit Rumah kamera kedap air untuk mengambil foto dalam air

5 Global Positioning System Garmin CX80a 1 unit Menentukan posisi atraktor cumi-cumi

6 Hand refratometer 1 unit Alat ukur untuk menentukan salinitas air laut

7 Termometer 1 unit Alat ukur untuk menentukan suhu air laut

8 Secci disk 1 unit Alat ukur untuk menentukan kecerahan air laut

9 Layangan arus 1 unit Dipakai pada pengukuran arus laut

10 Stop watch Digital 1 unit Dipakai pada pengukuran arus laut

11 Sigmat Ketelitian 0.1 mm 1 unit Alat ukur untuk menentukan panjang lebar telur cumi-cumi

12 Mistar/meteran Ketelitian 1 cm 1 unit Alat ukur untuk menentukan kedalaman perairan.

13 Alat scuba diving tecnisub 2 unit Digunakan untuk pengambilan data dalam air dan setting atraktor

14 Gunting/pisau Stainless steel 1 unit Alat yang dipergunakan untuk memotong tali

15 Senter kedap air Plastik 1 unit Alat penerangan dalam air

(41)

C. Prosedur Kerja 1. Pemilihan Lokasi.

Pemilihan lokasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang sesuai untuk pemasangan atraktor. Kedudukan atraktor di dasar perairan harus stabil walaupun terjadi pergerakan arus yang kuat. Persyaratan untuk lokasi penempatan atraktor cumi-cumi adalah :

Bahan untuk atraktor cumi-cumi

1

Pelampung

a. Pelampung Tanda

Styrofoam

1 buah

Sebagai tanda dimana atraktor ditempatkan

b. Pelampung atraktor

Styrofoam

16 buah

Mengangkat sisi bagian atas atraktor agar

berdiri dalam laut

2 Frame rope (Fr)

a. Frame rope vertikal

Polyetheline

16 buah

Tiang atraktor

b. Fr rope atas

Polyetheline

16 buah

Bingkai atas

c. Fr rope bawah

Polyetheline

16 buah

Bingkai bawah

3

Media Pelekatan Telur

a. Plastik

Plastik tebal

16 lembar Tempat penempelan telur

b. Papan

Kayu ulin

16 lembar Tempat penempelan telur

c. Tali

Katun dia.10mm

32 helai

Tempat penempelan telur

d. Lembaran Jaring

Poliamida, 50x8mata

4 lembar

Tempat penempelan telur

4

Pemberat

(42)

a. Dasar perairan berpasir atau pasir karang, b. Kondisi air jernih sampai kedalam 4-5 meter

c. Kedalaman 3-7 meter dengan topografi dasar laut agak landai (Baskoro dkk, 2011)

d. Dekat dengan terumbu karang dan padang lamun.

e. Kecepatan arus pada daerah tersebut tidak lebih dari 0,5 knot (Baskoro dkk, 2011)

f. Sering ditemukan cumi-cumi bertelur pada lokasi tersebut.

2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi.

Desain atraktor cumi-cumi yang dibuat adalah atraktor berbentuk kotak dengan sistem pelampung dan pemberat. Desain ini mempunyai performance yang baik, stabil dalam air, material yang dipergunakan mempunyai daya tahan yang baik terhadap air laut dan tersedia banyak di pasaran dengan harga yang terjangkau, disamping itu pengangkutan alat yang mudah karena dapat dilipat dan dibongkar pasang serta teknik pembuatan alat yang relatif gampang (150 menit per unit atraktor).

(43)

Kontruksi atraktor cumi-cumi terbuat dari bahan dasar tali

polyetheline (PE) dan pipa pralon (PVC) yang dirangkai sehingga berbentuk kotak empat persegi panjang. Atraktor yang dibuat sebanyak 4 unit atraktor cumi-cumi.

Atraktor cumi-cumi terdiri dari pelampung, bingkai atraktor (frame rope), penutup atraktor, material pelekatan telur, tali-temali dan pemberat.

3. Setting Atraktor Cumi-cumi

(44)

Gambar 6. Setting Atraktor D. Metode Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,

(45)

dilekatkan, waktu pelekatan, frekuensi pelekatan, durasi pelekatan, kondisi fisik atraktor (ukuran, dimensi, bahan) interaksi organisme disekitar atraktor dan tingkah laku cumi-cumi pada saat akan melekatkan telurnya pada substrat. Informasi tingkah laku cumi-cumi di daerah pemijahan juga didapat dari beberapa nelayan cumi-cumi. Semua data yang terkumpul kemudian ditabulasi selanjutnya diadakan analisis data. Waktu Pengumpulan data dilakukan pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00 dan 17.00 – 18.00.

2. Analisis Data

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Pulau Pute Anging adalah sebuah pulau kecil di wilayah kabupaten Barru bagian Selatan, tepatnya di desa Lasitae kecamatan Tanete Rilau.. Pute anging terletak ±3 mil sebelah Barat dari pelabuhan Perikanan Polejiwa Pekkae Kabupaten Barru (Gambar 7)

(47)

Pulau ini dikelilingi batu karang dan sedikit padang lamun mulai dari Selatan ke Utara melalui Barat, sedangkan pada bagian Timur sedikit kearah Selatan dan Utara berpasir campur karang pasir. Pada bagian ini juga penduduk daerah ini membangun dermaga Pute Anging dan aktivitas tambat kapal/perahu para nelayan.

Daerah penangkapan cumi-cumi yang paling potensial pada bagian Utara dan Selatan Barat Daya. Bagian Utara perairannya agak landai banyak hidup buluh babi, teripang dan hewan laut lainnya, berkarang tapi sebagian besar telah hancur. Banyak ditumbuhi tumbuhan lamun. Pada bagian Timur dasar perairan sedikit curam dengan dasar berpasir sedikit lumpur (ada dermaga Pute Anging). Di atas dermaga nelayan sering melakukan pemancingan cumi-cumi. Waktu penangkapan cumi-cumi dilakukan nelayan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan pancing ulur. Jenis cumi-cumi yang tertangkap adalah cumi-cumi yang berkulit tebal (Sepioteuthis lessoniana)

(48)

1. Tidak keruh (jernih),

2. Dasar perairan tidak berlumpur (pasir atau karang campur pasir), 3. Kedalaman perairan 3 – 7 meter,

4. Kecepatan arus tidak lebih dari 0,5 knot dan 5. Daerah migrasi cumi-cumi.

Keadaan fisik lokasi tersebut memenuhi persyaratan untuk pemasangan atraktor cumi-cumi dan pengembangan selanjutnya. Denah situasi Pulau pute anging dapat dilihat pada Gambar 8.

(49)

B. Parameter Oseonografi

Parameter oseonografi yang diukur pada saat penelitian adalah suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus permukaan tempat dimana atraktor dipasang. Keadaan oseonografi perairan pada saat itu antara lain : suhu terendah dan tertinggi adalah 29,5 dan 31,9°C, rataan suhu pada pagi dan sore hari masing-masing 29,84 dan 31,03°C. Salinitas 28,5 dan 33‰, rataan salinitas pada waktu pagi dan sore hari adalah 30,46 dan 31,15‰. Kecerahan 3,5 dan 5,5 meter, rataan kecerahan pagi dan sore hari adalah 4,36 dan 3,88 meter. Kecepatan arus 1 dan 22 cm/detik, rataan 6 dan 9 cm/detik. Keadaan parameter oseonografi dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Parameter Oseonografi Pagi dan Sore Hari

Parameter Oseonografi

Pagi Sore Range

Suhu (°C) 29,1 – 30,0 30,3 – 31,9 29,1 – 31,9

Salinitas (‰) 28,5 – 32,0 29 – 33 28,5 – 33,0

Kecerahan (m) 3,5 -5,5 3,5 – 5,0 3,5 - 5

(50)

Tabel 2. Rataan Parameter Oseonografi

(51)

suhu 25 – 32 derajat Celcius , Salinitas 30 - 34 ‰. Oksigen terlarut 6 - 8 mg/liter dan pH 7-8. Parameter seperti suhu dan salinitas merupakan faktor pembatas di laut, Nybakken (1988).

Pengamatan performance atraktor cumi-cumi terhadap faktor oseonografi antara lain yang paling berpengaruh adalah kecepatan arus, Arus perairan dapat mempengaruhi suatu alat yang ada dalam perairan. Arus yang kuat dapat menggeser posisi atraktor sedikit demi sedikit ke arah kedalaman, sehingga atraktor meninggalkan posisinya, Berdasarkan data pengamatan selama 2 bulan, arah arus rata-rata dari arah Utara menuju ke Selatan dengan kecepatan arus tertinggi adalah 22 cm/detik (0,4 knot). Kecepatan arus ini masih memenuhi persyaratan untuk lokasi penempatan atraktor yang diisyaratkan yaitu tidak lebih dari 0,5 knot, Baskoro dkk, (2011).

C. Deskripsi Atraktor Cumi-Cumi

1. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi a. Desain Atraktor Cumi-cumi

(52)

merangsang cumi-cumi untuk menempelkan telurnya. Tallo (2006), membuat atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dari bahan bambu, Baskoro dkk (2007), mendesain atraktor cumi-cumi berbentuk bunga mekar dari bahan besi harmonika dan yang berbentuk kotak dari ban bekas. Atraktor cumi-cumi yang dioperasikan di Pulau Bangka Belitung berbentuk bundar dan kotak dari bahan drum bekas dan kayu.

b. Kontruksi Atraktor Cumi-cumi

Bentuk sempurna atraktor cumi-cumi ini dapat dilihat setelah ditanam di dalam air, terbentuk karena adanya tekanan ke atas oleh beberapa pelampung terpasang dan daya tarik kebawah oleh beberapa pemberat terpasang. Terbentuk menyerupai kotak dengan ukuran tertentu. Bagian-bagian sebuah atraktor adalah sebagai berikut :

1. Pelampung

a. Pelampung Tanda

Pelampung tanda berfungsi sebagai tanda dimana atraktor diletakkan, biasanya dilengkapi dengan simbol-simbol atau bendera (Gambar 9). Pelampung tanda terdiri dari pelampung, pemberat, tiang, dan bendera/simbol.

b. Pelampung Atraktor Cumi-cumi

(53)

pelampung yang tersedia, tepat dibawah penutup atraktor dan tidak terikat sehingga bebas bergerak dalam frame rope, biasanya jenis pelampung ini memiliki lubang khusus untuk keperluan tersebut, Daya apung tiap pelampung antara 1300-1500 gram dengan ukuran 15 x 10 cm berbentuk lonjong (Gambar 9). Fungsi pelampung untuk mengangkat frame rope agar atraktor terbentuk dengan baik. Terdapat banyak dipasaran dengan bermacam-macam bentuk dan ukuran.

Gambar 9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor

2. Frame Rope

(54)

lebih kecil yaitu 10 mm dan 8mm karena hanya sebagai pemberi bentuk. Pada frame rope yang di sisi atas dipergunakan pipa pralon berdiameter 1 inch yang dibuat kedap air sedangkan pada frame rope sisi bawah dipergunakan pipa pralon ½ inch yang tidak kedap air melainkan tali frame rope sisi bawah dimasukkan kedalam lubang pipa, (Gambar 10).

Keterangan gambar : A = Pipa penguat B dan C = Frame rope

Gambar 10. Frame Rope dan Pipa Penguat 3. Penutup dan Rangka Penutup Atraktor

(55)

fungsinya sebagai rangka penguat ia juga berfungsi sebagai pembuka atraktor secara horizontal, pelampung bantu dan tempat menggantungkan substrat pelekatan telur. Rangka penutup dibuat kedap air dengan beberapa batang pipa pralon dan sambungan siku (L) dan T. (Sambungan L dan T masing-masing 4 buah) dibuat dengan bentuk persegi panjang dengan ukuran 100 x 100 sentimeter (Gambar 11 A dan C).

Gambar 11. Penutup dan Rangka Penutup 4. Pemberat

(56)

buah. Pemberat diikatkan pada sambungan mata yang tersedia pada frame rope. Gambar 12 memperlihatkan pemberat yang dipergunakan pada atraktor cumi-cumi.

Gambar 12. Pemberat. 5. Media Pelekatan Telur (Substrat)

Media pelekatan telur adalah merupakan material tempat cumi-cumi menempelkan telur dalam atraktor cumi-cumi. Media pelekatan telur dibuat dalam 4 jenis material yang berbeda di antaranya adalah :

a. Substrat plastik tebal dengan ukuran 35 x 8 cm ketebalan 1,5 mm berwarna biru sebanyak 16 lembar, Gambar 13.1 b. Substrat papan tipis dengan ukuran 35 x 8 cm ketebalan 5

(57)

c. Substrat tali dengan ukuran 35 cm berdiamter 10 mm sebanyak 32 lembar Gambar 13.3

d. Substrat lembaran jaring dengan ukuran 50 x 8 mata, mesh size 2 inch Gambar 13.4.

Gambar 13. Substrat Plastik 1), Substrat Papan 2), Substrat Tali 3), Substrat Lembaran Jaring 4). Tampak dari Samping. 6. Tali Jangkar/Tali Pelampung/Tali Penghubung Antar Atraktor.

Atraktor dapat disambung satu dengan yang lainnya dengan menggunakan tali penghubung. Tali ini juga dapat berfungsi sebagai tali jangkar atau tali pelampung tanda. Jenis tali yang dipergunakan adalah Tali PE berdiameter 10 mm dengan panjang 10 meter.

(58)

Jenis jangkar yang digunakan adalah jangkar pasir/lumpur yang berat 10 kg. Berfungsi untuk menahan atraktor agar tetap diposisinya jika terjadi arus yang kuat.

8. Prosedur Pembuatan Atraktor Cumi-cumi

a. Mula-mula yang harus dibuat terlebih dahulu adalah frame rope atraktor (tiang utama) yang kedua ujungnya bersimpul mata

b. Pembuatan simpul mata dengan melipat ujung tali sesuai ukuran simpul yang diinginkan (ukuran simpul mata 5 cm), kemudian dililit dengan tali (monofilament)

c. Sebelum menyelesaikan simpul mata yang kedua, frame rope ini dimasukkan kedalam lubang pelampung atraktor. d. Kemudian perakitan frame rope atas dan mengikatnya pada

tiang utama tepat dileher sambungan mata.

e. Frame rope bawah diikatkan di tiang utama dibagian bawah, f. Pemasangan penutup atraktor diikatkan pada frame rope

bagian atas.

g. Tali penggantung atraktor diikat secara diagonal pada sambungan mata pada frame rope di bagian atas.

h. Selanjutnya atraktor digantung untuk memudahkan

(59)

i. Pemasangan tali-temali (tali pelampung tanda, tali jangkar, tali penghubung) sesuai kebutuhan. Selanjutnya atraktor siap untuk dioperasikan.

Ilustrasi pembuatan atraktor dapat dilihat pada daftar lampiran 4 dan bagian-bagian satu unit atraktor dapat dilihat pada Gambar 14.

Bahan dan material yang dipergunakan didalam pembuatan atraktor cumi-cumi adalah bahan-bahan yang mudah didapatkan dan tersedia banyak dipasaran dengan harga yang terjangkau. Jenis bahan, spesifikasi bahan, dimensi dan jumlah bahan pembuat atraktor cumi-cumi dapat dilihat pada daftar Lampiran 3.

(60)

A : Tali pelampung tanda/penghubung/jangkar B : Tali penggantung

C : Penutup Atraktor D : Rangka Penutup E : Pelampung Atraktor

F,H : Frame rope (bingkai atraktor) G : Substrat Tali (media pelekatan telur) I : Pemberat.

Gambar 14. Bagian-bagian Sebuah Atraktor Cumi-cumi. 2. Pengoperasian Atraktor Cumi-cumi

(61)

Keterangan Gambar :

1 : Atraktor yang sudah jadi, 2 : Penurunan atraktor,

3 : Atraktor yang telah berada dalam air

Gambar 15. Kegiatan Setting Atraktor Cumi-cumi

D. Interaksi Organisme yang Berasosiasi pada Atraktor Cumi-cumi 1. Organisme Penempel pada Atraktor Cumi-cumi

1 2

(62)

Organisme penempel permanen pada atraktor cumi-cumi yang paling banyak dijumpai adalah dari jenis alga, teritip, tiram, bunga karang dan hewan lunak kecil lainnya. Organisme tersebut menempel hampir merata disemua bagian atraktor cumi-cumi dan menjadi makanan buat ikan-ikan kecil yang berasosiasi di atraktor cumi. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 16. Atraktor cumi-cumi yang ditanam diperairan setelah 6 - 8 bulan ditanam maka akan dihuni oleh berbagai macam biota laut seperti yang terjadi pada terumbu buatan (artificial reefs) www.pusluh.kkp.go.id /index. php/.../Atraktor_Cumi.pdf/, sehingga Atraktor cumi-cumi tersebut dapat berfungsi sebagai cikal bakal terumbu karang buatan.

(63)

Hampir semua ikan yang sering berada disekitar terumbu karang sering kita jumpai di sekitar atraktor. Ada jenis ikan yang berada dalam atraktor mencari makan, ada yang bermain dekat atraktor (ikan kuniran, ikan jenggot kuning, kakap,krot-krot, kurisi, kuro, dll. dan jenis ikan yang bermain agak jauh dari atraktor termasuk jenis ikan balanak, kuniran, jenggot, julung-julung, ekor kuning kecil, dll. Ikan yang berada dalam atraktor mencari makan termasuk ikan buntel, ikan pakol, ikan-ikan hias laut, ikan kepe-kepe, ikan lepu, ikan glaga, dan lain-lain, Jenis ikan perusak telur cumi-cumi seperti ikan bayeman ijo, (Thallasoma purpureum dan

Thallasoma quenqeuvittatum) bale pello-pello bahasa daerah setempat dan ikan Baluran (Cheilinius trilobatus, Lacepede, 1801)

atau bale konnya-konnya bahasa daerah setempat. Ikan ini menggigit pangkal-pangkal telur yang tergantung sehingga telur-telur tersebut jatuh dan hanyut terbawa arus laut.

(64)

E. Efektifitas Media Pelekatan Telur 1. Jumlah Koloni Telur

Jumlah koloni telur yang menempel pertama kali di dalam atraktor cumi-cumi ada 2 koloni masing-masing koloni berjumlah 67 dan 51 polong telur. Berikutnya berjumlah 4, 6, 1 dan 3 koloni.

Keterangan Gambar :

1 : Ikan Kepe-kepe, 2 : Ikan Pakol, 3 : Ikan Buntal, 4 : Ikan Kuniran, 5 : Ikan Krot-krot, 6 : Ikan Kakap, 7 : Ikan Jenggot Kuning, 8 : Ikan Kurisi, 9 : Ikan Balanak,10: Ikan Julung-julung,11 : Ikan ekor kuning

Gambar 17. Distribusi dan Kecenderungan Keberadaan Organisme yang berasosiasi pada Atraktor Cumi-cumi (A),Tampak

A

(65)

Beberapa Ikan-ikan Karang dan Ikan Kecil di sekitar Atraktor Cumi-cumi (B)

Jumlah koloni telur dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 1. Pongsapan et al. (1995) dan Danakusumah et al. (1995) dalam Tallo (2006), masing-masing mengatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali memijah berkisar 78 - 408 polong telur dengan jumlah kapsul telur sebanyak 194 sampai 1350 butir dan jumlah polong telur cumi-cumi berkisar 380 - 551 dengan jumlah kapsul telur 700 - 2241 butir, setiap polong berisi 1 sampai 6 kapsul telur.

Tabel 3. Jumlah Koloni Telur dalam Atraktor Cumi-cumi.

Hari ke

(66)

dengan rata-rata 893,9 kapsul telur. Penelitian diperairan Pulau Bangka, setiap atraktor cumi-cumi rata-rata berisi 234 polong telur (820 kapsul telur http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul= Penelitian%20Rumpon%20Cumi%20Berhasil%20di%20Perairan%20

Tuing,%20Pulau%20Bangka&&nomorurut_artikel=599. Tingkat fekunditas cumi-cumi tergantung kepada bobot tubuh dan panjang mantelnya, Syarifuddin (2002).

(67)
(68)

menemukan cumi melekatkan telurnya pada atraktor cumi-cumi yang bersubstrat tali. Baskoro dkk (2011), membuat atraktor cumi-cumi dengan substrat pelekatan telur dari bahan tali rami.

Atraktor cumi-cumi yang dioperasikan di Pulau Bangka,

menggunakan substrat dari tali dan berhasil dengan baik.

2. Volume Koloni Telur pada Substrat.

Jumlah substrat tali yang terpasang di dalam atraktor 32 helai (Lampiran 5 B). Jumlah susbtrat yang ditempati cumi-cumi melekatkan telur 13 helai (46,6 %) dan ada 3 helai substrat yang dipilih cumi-cumi melekatkan telurnya sebanyak 2 kali pelekatan telur (2 koloni telur dalam 1 substrat) yaitu substrat nomor 14, 18 dan 19 yang masing-masing berisi 54 dan 35 koloni, 67 dan 39 koloni dan 60 dan 1 koloni telur. Substrat nomor 18 yang paling banyak berisi telur yaitu 106 polong telur (18,7 %) dari total jumlah polong telur.

3. Daya Tahan Koloni pada Substrat.

(69)

2-3 kali ukuran awalnya dengan menyerap air dan memberi rongga pada setiap telur.

Koloni telur cumi-cumi yang ditempelkan pada substrat tali mempunyai kekuatan lekat yang kuat. Namun beberapa jenis ikan yang membuat telur-telur itu terlepas dari koloninya. Ikan-ikan ini menggigit pangkal-pangkal telur (tudung telur) yang melekat pada substrat sampai terlepas (Gambar 17), ikan ini termasuk ikan-ikan karang dari jenis Bayeman ijo dan ikan Baluran (Gambar 18). Syarifuddin (2002), menjelaskan bahwa setelah telur-telur cumi-cumi dibuahi akan dikeluarkan satu per satu dalam kapsul-kapsul gelatin. Zat gelatin adalah zat yang melindungi telur dan tidak disukai oleh ikan. Alasan ikan-ikan ini menggigit pangkal-pangkal telur belum diketahui dengan pasti dan perlu penelitian lebih lanjut.

(70)

Gambar 18. Ikan Bayeman Ijo Thallasoma quenqeuvittatum dan IkanBaluran Cheilinus trilobatus (Lacepede, 1801) Daya tahan telur juga berpengaruh kepada pengangkatan atraktor di atas permukaan air laut, ini terbukti pada telur yang pertama kali dilekatkan, banyak yang terpisah dari koloninya setelah diturunkan kembali. Hal ini sangat memungkinkan karena pada saat pengangkatan atraktor kepermukaan, telur-telur tersebut bergerak kesana kemari sehingga daya lekatnya berkurang dan setelah diturunkan kembali polong-polong telur tersebut terangkat oleh tekanan air dan akhirnya terlepas dari koloninya.

F. Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur

Keadaan lingkungan laut sangat berpengaruh kepada pemijahan, sehingga bila kondisi lingkungan laut belum sesuai, maka masa pemijahan dapat ditunda hingga benar-benar sesuai.

(71)

melakukan survey. Informasi yang didapatkan dari penelitian ini mengatakan 3 - 14 hari (n = 3) setelah survey lokasi baru.

Cumi-cumi didalam melakukan survey tempat pelekatan telur dilakukan secara berkelompok (lebih dari 1 pasang). Pada penelitian ini ditemukan sampai 4 pasang cumi-cumi. Kedatangan cumi-cumi yang kedua kalinya langsung menuju atraktor cumi-cumi searah arus laut, ada juga yang berputar 90 dan 360 derajat (Gambar 19 A), Kemudian berhenti sejenak, lalu cumi-cumi betina diiringi cumi-cumi jantan bergerak maju memeriksa media/substrat dimana telurnya akan dilekatkan, kemudian mundur lagi selang beberapa detik kemudian maju lagi untuk melekatkan telurnya yang diiringi oleh cumi-cumi jantan yang selalu mendampinginya (Gambar 19 B). Keadaan seperti ini berlangsung selama 15 menit kemudian cumi-cumi tersebut pergi meninggalkan atraktor.

(72)

Keterangan Gambar :

A – A’ :Pergerakan cumi-cumi jantan (maju mundur) pada saat mendampingi cumi-cumi betina penempelkan telurnya B – B’ : Pergerakan cumi-cumi betina (maju mundur) pada saat

penempelan telur

Gambar 19. Tingkah Laku Cumi-cumi Sebelum Pelekatan Telur (A), Tingkah Laku Cumi-cumi pada Saat akan Melekatkan Telurnya (B)

Proses pelekatan telur cumi-cumi untuk pertama kalinya pada media pelekatan telur itu didahului dengan proses identifikasi media pelekatan telur dengan cara penglihatan kemudian dilanjutkan dengan perabaan dengan menggunakan tentakel oleh induk betina. Dari hasil respon penglihatan dan rabaan itu kemudian cumi-cumi mengambil tindakan untuk melekatkan telurnya pada media pelekatan telur yang dipilihnya.

1. Durasi/Periode Waktu Pelekatan Telur

Periode waktu pelekatan telur diperkirakan pada subuh hari menjelang pagi atau sebelum jam tujuh pagi. Pada waktu tersebut sering ditemukan pasangan cumi-cumi berada dekat dengan atraktor cumi-cumi. Cumi-cumi di dalam melekatkan

(73)

telur dilakukan sekitar pukul 06.00 – 07.00 am atau lebih spesifik pada pukul 06.35 - 06.55 am, n = 3 (Gambar 20) dan dilakukan secara perpasangan dan dalam kelompok kecil, ditemukan sampai 4 pasangan sedangkan pada sore hari tidak ditemukan pasangan cumi-cumi. Keberadaan cumi-cumi disekitar atraktor hingga menjelang siang hari dan pada sore hari cumi-cumi cenderung berada pada daerah terumbu karang sebelah Utara lokasi penelitian yang merupakan daerah aktivitas penangkapan cumi-cumi. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 21. Hanlon (2004), mengatakan bahwa aktivitas penempelan telur cumi-cumi pada susbtrat terjadi pada siang hari dan tidak menemukan pada malam hari. Hal senada yang ditemukan oleh Tallo (2006), bahwa

telur cumi-cumi menempel pada atraktor

cumi-cumi pada periode pengangkatan atraktor pada waktu

menjelang pagi.

: Waktu Pengambilan Data

(74)

Gambar 20. Durasi Waktu Pelekatan Telur

Gambar 21. Distribusi dan Aktivitas Cumi-cumi di Daerah Pemijahan

2. Waktu dan Frekuensi Pelekatan Telur.

Waktu pelekatan telur pada penelitian ini pertama kali ditemukan didalam atraktor pada hari ke 35 (22 Nopember 2012) setelah penanaman atraktor, yaitu sebanyak 2 koloni telur dan terakhir pada hari ke 60 (17 Desember 2012) yaitu sebanyak 3 koloni telur. Waktu pelekatan telur dapat dilihat pada Tabel 4. Tallo (2006), menemukan telur pada atraktor di minggu ke 2 setelah

diturunkan pada bulan Agustus-September. Aras (2008),

menemukan telur cumi-cumi di atraktor pada bulan Agustus pada Mencari makan

Pemijahan

Kolom perairan

(75)

kedalaman 5 - 7 meter. Di perairan Pulau Bangka cumi-cumi menempelkan telurnya di atraktor yang ditanam pada bulan Oktober - Desember pada kedalaman 3 - 7 meter. Selanjutnya, Hatfield dkk (2002), mengemukakan bahwa cumi-cumi bertelur sepanjang tahun dengan musim puncak yang bervariasi sesuai dengan geografis daerah tersebut.

Frekuensi pelekatan telur dalam atraktor cumi-cumi pada penelitian ini belum ditemukan data yang pasti, akan tetapi data penelitian mengatakan tiap 1 - 12 hari. Rataan frekuensi setiap kali penempelan telur yang terjadi di dalam atraktor cumi-cumi adalah 6,25 hari n = 4, sedangkan rataan frekuensi setiap kali pelekatan telur di dalam dan diluar atraktor adalah 4 hari, modus adalah 3 hari dimana n = 7. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4. Pelekatan telur pada substrat, cumi-cumi melakukannya berulang-ulang kali dengan interval waktu 10 – 30 detik selama kurang lebih 15 menit (n = 3). Jantzen (2003), menemukan interval waktu 20 detik. Danakusumah et al. (1995) menemukan cumi-cumi memijah dua sampai tiga kali sebelum mati, dengan selang waktu 3 – 4 hari antara pemijahan yang pertama dan berikutnya. Di Jepang, Segawa et al.

(76)

Tabel 4. Frekuensi Pelekatan Telur Cumi-cumi Hari

ke Frekuensi Uraian

32 - Temuan pertama kali telur diranting

kayu

35 3 Temuan pertama kali telur didalam

atraktor

38 3 Menanam ranting kayu seputar

atraktor

41 3 Temuan Telur pada ranting kayu yang

ditanam dihari ke 38

42 1 Temuan telur di dalam atraktor

43 1 Temuan telur di dalam atraktor

48 5 Temuan telur di dalam atraktor

60 12 Temuan telur di dalam atraktor

3. Posisi Pelekatan Telur dalam Atraktor Cumi-cumi

(77)

Gambar 22. Telur yang Menempel pada Substrat Tali (Gambar atas), Ilustrasi Posisi Telur pada Substrat Tali (Gambar Bawah)

(78)

pelekatan, jumlah polong dan volume koloni pada substrat dapat dilihat pada Gambar 23.

Keterangan Gambar :

Angka dalam lingkaran 1-32 = Nomor substrat Tanda panah = Menunjukkan urutan nomor substrat Angka dalam kurva :

Gambar 23. Jumlah Polong dan Volume Koloni Telur Cumi-cumi pada Setiap Substrat.

(79)

Penetasan telur di atraktor cumi-cumi pada saat penelitian tidak ditemukan hingga dihari yang ke 60, sehingga ada beberapa sampel telur yang diambil untuk melengkapi informasi penelitian. 7 polong telur yang diambil terdiri dari 5 polong berisi 3 kapsul telur, 1 polong berisi 2 kapsul dan 1 polong berisi 1 kapsul jumlah total 15 kapsul telur. Beberapa polong telur ini ditempatkan pada tabung transparan pada kedalaman 67 cm. Diameter tabung 10 cm, tinggi air dalam tabung adalah 81 cm dan diaerasi terus menerus selama 24 jam bersama ikan hias laut ikan badut (anemon fish)

Amphiprion ocellaris. Kapsul telur yang diambil dari atraktor cumi-cumi ini ditempelkan pada hari ke 48 (5 Desember 2012) atau telah berumur 14 hari dengan ukuran polong 64 mm berdiameter 13 mm. Panjang kapsul telur adalah 22 mm. Telur menetas pada tanggal 2 Januari 2013 jam 19.20 dihari yang ke 28. Panjang rata-rata larva cumi-cumi berumur 10 menit adalah 7,7 mm (n =7) dan yang berumur 1 hari adalah 9,7 mm (diukur dari luar tabung) n = 3.

(80)

penetasan. Aquarium hanya diaerasi 24 jam dan tidak ada lagi perlakuan lain. Salinitas

Gambar 24. Penampang Telur Umur 10 Menit (A), Penampang Telur Umur 14 hari.(B).

A

B Penampang Telur Umur 10 Menit

(81)

Gambar 25. Ukuran Larva Cumi-cumi Berumur 10 Menit.

dan temperature tidak dikontrol karena faktor keterbatasan padahal, salinitas dan temperature air selama penetasan akan berpengaruh terhadap perkembangan embrio di dalam telur

sehingga akan mempengaruhi keberhasilan penetasan. Pada

beberapa spesies cumi-cumi, pengaruhnya berupa semakin lamanya waktu penetasan, Takdir (2004).

(82)
(83)

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Preferensi media pelekatan telur pada tali sebagai bahan atraktor, cumi-cumi secara nyata lebih disukai dibandingkan media plastik, webbing dan papan kayu.

2. Fenomena tingkah laku cumi-cumi di dalam pelekatan telur dapat dideskripsikan sebagai berikut :

- Fase pendekatan media pelekatan atraktor,

- Adaptasi tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur,

- Frekuensi pelekatan telur dilakukan ± 3 - 4 hari dengan periode pelekatan telur sekitar pukul 06.00 - 07.00 am selama ±15 menit perkoloni perpasangan dengan interval waktu pelekatan telur ±10 - 30 detik.

B. Saran

1. Perlu ada penelitian lanjutan tentang tingkah laku cumi-cumi setelah melakukan pemijahan untuk kegiatan komersil.

(84)

DAFTAR PUSTAKA

Aras, M. 2008. Uji Coba Pemasangan Atraktor Cumi-Cumi di Perairan Pulau Pute Anging Kabupaten Barru. Lutjanus : Bulletin Politeknik Pertanian Bidang Perikanan No 14. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Baskoro, M.S. Atraktor Cumi-cumi. Diaplikasikan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Kota Makassar. (http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detaildttg/ 109/atraktor-cumi-cumi)

Baskoro, M.S, dan Mustaruddin. 2007. Atraktor Cumi-Cumi: Teknologi Potensial dan Tepat Guna untuk Pengembangan Kawasan Pantai Terpadu (Squids Attractors: Potential and Appropriate Technology for Integrated coastal Development) Prosiding Perikanan Tangkap. (IPB-IRC: Atraktor Cumi-Cumi : Teknologi Potensial dan Tepat Guna ...)

Baskoro, M,S. 2008. Atraktor Rangsang Cumi-Cumi Bertelur .

(http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/01/atraktor-rangsang-cumi-cumi-bertelur/)

Baskoro.M,S., Purwangka,F., Suherman,S. 2011. Atraktor Cumi-Cumi.

ISBN : 978-97 9-097-159-2 Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Danakusumah, E., A. Mansur dan S. Martinus 1995. Studi Mengenai Aspek-aspek Biologi dan Budidaya Cumi-cumi Sepioteuthis lessoniana LESSON . I Musim Pemijahan. Prosiding. Seminar Kelautan Nasional 15-16 November 1995. Jakarta : BPPT. 17 hal Downey, N. J., Roberts, M. J., and Baird, D. 2010. An investigation of the

spawning behaviour of the chokka squid Loligo reynaudii and the potential effects of temperature using acoustic telemetry. ICES Journal of Marine Science, 67: 231–243.

Gunarso, W. 1996. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metoda dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah (tidak dipublikasikan). Jurusan Peman-faatan Sumberdaya Perikanan – Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(85)

Hatfield, E.M.C. and S.X. Cadrin. 2002. Geographic and temporal patterns in Loligo pealei size and maturity off the Northeastern United States. Fishery Bulletin 100: 200-213.

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Penelitian%20Rumpon%20 Cumi%20Berhasil%20di%20Perairan%20Tuing,%20Pulau%20Bangka&& nomorurut_artikel=599. Di download pada tanggal 14 Maret 2013.

Jacobson. 2005. Longfin inshore Squid, Loligo pealeii, Life History and Habitat Characteristics. Second Edition. U. S. Department Of Commerce.

Jantzen TM, Havenhand JN (2003b). Reproductive behaviour in the squid Sepioteuthis australis from South Australia: interactions on the spawning grounds. Biological Bulletin 204: 305-317.

Kuncoro.E.B dan Ardi wiharto.F.E., 2009. Ensiklopedi Populer Ikan Air Laut. Lily Publisher ISBN : 978-979-29-0746-9 Yogyakarta.

Mallawa, A. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Disajikan Pada Lokakarya Agenda Penelitian COREMAP II Kabupaten Selayar, 9-10 September 2006.

Mhitu,H.A., Mgaya,Y.D., and Ngoile,M.A.K.,1995. Growth and

reproduction of the big fin squid, Sepioteuthis lessoniana, in the coastal waters of Zanzibar

Nabhitabata, J. 1996. Life Cycle of Cultured Big Fin Squid, Sepioteutis lessoniana LESSON. Phuket marine biological center Special publication 16 : 83-95

Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Jambatan, Jakarta

Nybakken, J.W. 1998. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologi. Ali

Syarifuddin, O.A. (2002). Biologi Reproduksi Cumi-cumi (Sepioteuthis Lessoniana LESSON, 1883). Institut Pertanian Bogor.

(86)

wordpress. com/2009/01/28/pembentukan-daerah-penangkapan-ikan-dengan-light-fishing-dan-rumpon/

Takdir, M. 2004. Penetasan Telur, Pemeliharaan Larva, dan Biologi Reproduksi Cumi-Cumi, Sepioteuthis Lessoniana Lesson. Makalah falsafah sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor

Tallo I. 2006. Perbedaan Jenis dan Kedalaman Pemasangan Atraktor Terhadap Penempelan Telur Cumi-cumi. (Tesis) Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor

(87)
(88)

Lampiran 1. Jumlah Koloni Telur pada Substrat

JUMLAH KOLONI TELUR PADA SUBSTRAT PELEKATAN

(89)

Lampiran 2. Data Parameter Oseonografi

Pagi

Sore

Pagi

Sore

Pagi

Sore

Pagi

Sore

18-Oct-12

31-Oct-12

29.5

31.9

32

32

5

4

0.05

0.1

7-Nov-12

30

31.5

31

32

4

3

0.02

0.07

13-Nov-12

29.8

30.3

32

33

5

3

0.08

0.22

16-Nov-12

29.1

31

31

31.5

4.5

5

0.05

0.18

19-Nov-12

30

31.5

31

32

4

3.5

0.06

0.09

22-Nov-12

29.5

31

32

31.5

5.5

5

0.03

0.11

23-Nov-12

30.1

30.8

29.5

32.5

4

4

0.05

0.06

25-Nov-12

30.3

30.9

32

31.5

4.5

4

0.07

0.01

29-Nov-12

30.5

31.2

29.5

31.5

4.5

3.5

0.01

0.06

30-Nov-12

30

31

29

29

4

4

0.01

0.03

5-Dec-12

29.7

30.3

29

29

4

4

0.1

0.2

9-Dec-12

29.9

31

30

29.5

5

3.5

0.06

0.09

12-Dec-12

29.5

-

28.5

-

3.5

-

0.2

-17-Dec-12

29.9

31

30

30

3.5

4

0.03

0.01

setting atraktor

Suhu

Salinitas

Kecerahan

Arus

(90)

Lampiran 3. Daftar Bahan 1 Unit Atraktor Cumi-cumi

Nama Bahan Spesifikasi Dimensi (PLT) Jumlah

Pelampung tanda Styrofoam 20x20x20cm 1 buah

Pelampung atraktor

Styrofoam 15x10 cm, bentuk

lonjong dan

Frame sisi atas PE, dia.10mm Panjang 100cm 4 buah per

atraktor

Frame sisi bawah PE, dia.8mm Panjang 100cm 4 buah per

atraktor

Plastik tebal Warna biru 35x8x0,1cm 32 buah per

atraktor

Papan kayu Kayu ulin 35x8x0,5cm 32 buah per

atraktor

Tali Katun, putih

dia. 10cm

Panjang 1000cm 1 buah per

atraktor

Lembaran jaring Polyamida Mesh zise 2 inch,

50x8 mata

Tali Penggantung PE, biru Panjang 150cm

dia.10cm

2 buah per atraktor

Tali jangkar PE, biru Panjang 1000cm

dia.10cm

Tali monofilament No.800 Panjang 2500cm 1 buah per

atraktor

Pemberat atraktor Semen cor

bertulang

Berat 3-4 kg (20x10x10cm)

(91)

Jangkar besi 5 kg 1 buah

Lampiran 4. Ilustrasi Pembuatan Atraktor Bahan-bahan atraktor cumi-cumi

Perakitan atraktor

(92)

Lampiran 5. Gambar Empat Jenis Bahan Substrat (A : Susbtrat Jaring,

B : Substrat Tali, C : Substrat Plastik, dan D : Substrat Papan)

D C

(93)

Lampiran 6. Tampak 1 Pasang Cumi-cumi Sedang Menuju ke Tempat Pemijahan

(94)
(95)

Gambar

Gambar 2.
Gambar 4.  Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan Dasar
Gambar 5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 6. Setting Atraktor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan lain yang dapat ditemukan dalam kedua iklan ini adalah sasaran pemirsa yang menonton iklan ini, keduanya sama-sama mempublikasikannya kepada seluruh lapisan

Berdasarkan hasil simulasi dan perhitungan didapatkan tata letak untuk penambahan fasilitas pelabuhan petrokimia Gresik yang optimum, yaitu: dermaga dengan penambahan panjang 170

Teknik ini dilakukan dengan melihat data-data sekunder yang telah di sediakan oleh Bank Indonesia yang meliputi data tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI dan

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dari minyak kayu putih ( Melaleuca cajuputi Powell) asal Flores menggunakan metode

Selama berlangsungnya daur hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah

KEPUTUSAN PENENTUAN KOMPONEN KOMPUTER RAKITAN DENGAN ALGORITMA DEPTH FIRST SEARCH BERBASIS WEB.. Kategori :

Kebon Agung Malang establish cost of goods manufactured are still using traditional method, where the basic is used to assign manufacturing overhead to each product

Analisis ragam statistik menunjukkan bahwa variasi asam sitrat dan asam tartrat memberikan pengaruh signifikan terhadap sudut diam dan kekerasan tablet, namun