• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau laten. Sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang konkrit, berwujud, dan dapat dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan pengertian kebudayaan dalam arti sempit dan kebudayaan dalam arti luas. Kebudayaan dalam arti luas adalah segala usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit meliputi tradisi dan sistem kepercayaan. Sementara kebudayaan menurut Tylor (dalam Ratna, 2005: 5) adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, adat-istiadat, moral, termasuk juga sastra, dan lain-lain.

Sastra merupakan suatu wujud dan hasil dari kebudayaan. Sastra terjadi dalam konteks sosial sebagai bagian dari kebudayaan yang menyiratkan masalah tradisi, konvensi, norma, genre, simbol, dan mitos. Hal itu terjadi karena sastrawan dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat (Wellek dan Austin, 1989: 120). Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu. Pengarang menggubah karyanya selaku warga masyarakat dan menyapa pembaca yang juga sama-sama dengannya yang merupakan warga masyarakat tersebut. Sastra pun dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat. Ini sesuai dengan pendapat Luxemburg, dkk. (1989:

(2)

2

26) yang menyatakan bahwa sastra dipergunakan sebagai sumber dalam menganalisis sistem masyarakat.

Karya sastra merupakan rekaman peristiwa-peristiwa kebudayaan. Sastra dan kebudayaan memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat, manusia sebagai fakta sosial dan juga manusia sebagai makhluk kultural. Kebudayaan bersifat universal, artinya kebudayaan dimiliki oleh tiap bangsa di dunia ini, dan setiap bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Sastra dan kebudayaan berbagi wilayah yang sama, yaitu aktivitas manusia, tetapi dengan cara yang berbeda, sastra melalui kemampuan imajinasi dan kreativitas, kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan akal. Objek yang diteliti adalah masyarakat itu sendiri. Dalam ilmu sastra, tokoh-tokoh dan kejadian dipahami secara imajinatif sebagai hasil rekaan pengarang. Sebaliknya, melalui pemahaman fakta sosial akan didapat pengertian yang berbeda, mengapa pengarang menciptakan tokoh sebagaimana terkandung dalam karya sastra, seberapa jauh tokoh-tokoh tersebut mewakili tokoh-tokoh yang ada dalam masyarakat yang sesungguhnya. Dalam hubungan inilah terjadi analisis dalam kaitannya dengan sastra dan kebudayaan.

Keseluruhan permasalahan masyarakat yang dibicarakan dalam sastra dan kebudayaan, tidak bisa dilepaskan dengan kebudayaan yang melatarbelakanginya. Kenyataan, baik sebagai fakta sosial maupun fakta sejarah memegang peranan penting baik dalam karya sastra maupun kebudayaan. Hakikat masyarakat dan kebudayaan pada umumnya adalah kenyataan, sedangkan hakikat karya sastra adalah

(3)

3

imajinasi. Namun imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang didasarkan atas kenyataan.

Setiap bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Begitu pula dengan Jepang. Jepang memiliki budaya yang khas yang tidak dimiliki oleh bangsa yang lain dan merupakan budaya yang unik untuk dipahami dan dipelajari. Jepang merupakan salah satu negara di dunia yang selalu berusaha memelihara dan melestarikan kebudayaan bangsanya. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang mampu mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain tanpa mengorbankan kepribadian sendiri. Selain itu juga sifat bangsa Jepang menunjukkan naluri yang sangat kuat untuk menjamin kelangsungan hidup dan meneruskan nilai-nilai budaya bangsanya. Jepang tidak pernah kehilangan kepribadian dan adat-istiadatnya yang tradisional.

Kekhasan dan keunikan budaya Jepang juga dapat dilihat dari kehidupan nyata, dapat diekspresikan atau diungkapkan dalam bentuk karya sastra yaitu novel. Sesuai dengan media yang tersedia, di antara jenis-jenis karya sastra, novel merupakan sarana yang paling memadai dalam menampilkan kembali masalah-masalah kehidupan. Dalam penelitian ini budaya samurai akan penulis kaji dari dwilogi novel Samurai karya Takashi Matsuoka.

Novel Samurai merupakan sebuah karya sastra epik yang dikarang oleh Takashi Matsuoka. Takashi Matsuoka lahir pada tanggal 10 Januari 1947. Sejak kecil Matsuoka sudah bercita-cita menjadi penulis, mengikuti jejak sang ayah, seorang reporter surat kabar di Hawaii. Takashi Matsuoka sempat bekerja di kuil Buddha Zen

(4)

4

sebelum menjadi penulis full-time. Takashi juga belajar hukum di New York, dan kini kegiatannya hanya menulis dan tinggal di Honolulu.

Novel ini terdiri atas dua jilid yaitu novel yang pertama adalah novel

Samurai: Suzume no Kumo (Kastel Awan Burung Gereja) dan novel kedua adalah

Samurai: Aki no Hashi (Jembatan Musim Gugur). Novel Samurai: Suzume no Kumo

merupakan novel perdana karya Takashi Matsuoka yang menceritakan tentang kehidupan samurai yang berlatar (setting) Jepang pada zaman Edo (1603-1867). Matsuoka mengenalkan kebiasaan, ritual, dan tradisi Jepang kepada pembacanya. Dalam novel ini terdapat budaya bushido pada masyarakat Jepang di zaman itu. Novel ini juga menampilkan tentang sejarah Jepang pada masa itu. Dalam novel ini, Takashi mengkritik sejarah bangsa Jepang karena mengisolasi diri selama berabad-abad.

Di samping itu, alur cerita yang beralih-alih membuat kisah ini sangat dinamis. Pengarang menggambarkan dunia para bangsawan, geisha, ninja, samurai dan rahib yang dilukiskan secara detail. Takashi juga mengajak pembaca berimajinasi dengan menyelami perpaduan unik kemanusiaan dan keanggunan kuno khas Jepang di samping merenungi makna kehidupan dan kematian.

Lanjutan dari novel Samurai: Suzume no Kumo adalah novel Samurai: Aki no Hashi. Dalam lanjutannya ini, Takashi sedikit demi sedikit menyibak rahasia yang terselubung dalam buku pertama. Takashi juga mengajak pembaca untuk berimajinasi dengan menyelami arti pengetahuan dan pertanda bagi manusia. Dalam novel

(5)

5

bushido yang muncul pada tokoh-tokoh samurai yang merupakan oknum dari bushi

berupa pengkhianatan pada tiap generasi klan Okumichi.

Dwilogi novel ini menceritakan tentang kisah hidup Genji Okumichi, seorang

daimyo (tuan tanah) di Akaoka, yang memiliki pemikiran moderat untuk menerima masuknya bangsa asing ke Jepang. Bushido1 yang sangat diagung-agungkan itu harus ditinggalkan, digantikan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat. Sikap Genji ini dinilai sangat kontroversial dan kurang ajar oleh kelompok bangsawan dan generasi tua yang sangat mencintai tradisi samurai.

Kemudian dapat dilihat beberapa pujian terhadap novel tersebut. Misalnya, adalah “Perjalanan melewati imajinasi daratan Jepang pada 1868 yang sangat nyata” (Publishers Weekly). Kemudian The Grand Rapid Press juga menyatakan bahwa novel ini merupakan “Novel debutan yang sangat menarik dan Matsuoka punya semua karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi pengarang besar”. Begitu pula dengan Baton Rouge Magazine yang mengatakan bahwa novel ini merupakan “Novel perdana yang mengesankan… benar-benar menarik dan susah diletakkan begitu Anda mulai membacanya”.

Kemudian dapat dilihat pujian untuk novel Samurai: Jembatan Musim Gugur dari Publishers Weekly, yakni “Takashi Matsuoka berkisah dengan sangat kaya dan terpercaya, membuat novel Samurai: Jembatan Musim Gugur ini menjadi bacaan

1

Bushido (武士道) adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai yang bersumber dari pelajaran agama Buddha, khusunya ajaran Zen dan Shinto. Bushido mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan 1. kejujuran, 2. keberanian, 3. kemurahan hati, 4. kesopanan, 5. kesungguhan, 6. kehormatan/harga diri, dan 7. kesetiaan.

(6)

6

yang memukau”. Novel ini merupakan, “Salah satu cerita yang paling impresif sepanjang masa. Dikisahkan dengan detil rumit dan eksotis, membuat Samurai:

Jembatan Musim Gugur ini sangat memuaskan pembacanya”. (San Fransisco Chronicle Books).

Dalam novel Samurai ini banyak terdapat nilai-nilai budaya Jepang terutama

bushido. Bushido adalah etika moral bagi kaum samurai. Berasal dari zaman Kamakura (1185-1333), terus berkembang mencapai zaman Edo (1603-1867), bushido menekankan kesetiaan, keadilan, rasa malu, tata-krama, kemurnian, kesederhanaan, semangat berperang, kehormatan, dan lain-lain. Aspek spiritual sangat dominan dalam falsafah bushido. Bushido (jalan prajurit) merupakan nilai-nilai dasar yang awalnya berkembang dari kebutuhan dasar prajurit. Istilah bushido

digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai atau bushi. Bushido lahir dari ajaran Shinto, Zen Buddhisme dan ajaran Konfusius yang menjadikannya suatu kode etik bagi samurai pada zaman Edo. Setiap samurai menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, memelihara kehormatan, serta pengendalian diri (Suryohadiprojo,1987: 197).

Bushido yang terdapat di setiap zaman memiliki karakteristik masing-masing. Bushido lama adalah bushido yang ada semenjak adanya bushi di Jepang. Ciri khas bushido lama ini berbeda-beda di setiap daerah, tetapi pada umumnya berupa moral pengabdian diri yang bersifat zettai teki (mutlak) pada masing-masing tuannya di daerah. Adanya ketidakseragaman konsep pengabdian diri pada masing-masing bushido lama ini adalah karena terpencarnya kekuasaan pemerintah di Jepang

(7)

7

sebelumnya. Bushido lama ditandai dengan pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya, gejala paling jelas dapat dilihat dari perilaku junshi (bunuh diri mengikuti kematian tuan) dan perilaku adauchi (mewujudkan balas dendam tuan) yang sering dilakukan anak buah sebagai tanda pengabdian kepada tuannya (Situmorang, 1995: 21).Pemikiran bushido lama ini lahir pada zaman Kamakura dan Muromachi yang hidup di masyarakat bushi hingga zaman Edo.

Ada sepuluh sikap yang harus dimiliki oleh bushi di dalam mewujudkan moral shido, yaitu: menjaga perasaan, mempunyai kebebasan hati, mempunyai harapan, kemurahan, kecerahan, membicarakan giri, menerima takdir jiwa pasrah,

seiren (hidup jernih), kejujuran, dan teguh hati (gusho). Kesepuluh sikap tersebut harus diterapkan dalam tingkah laku sehari-hari dengan melakukan pekerjaan sebagai berikut: mengupayakan chuko (kesetiaan pengabdian terhadap tuan dan terhadap ayah), mengutamakan jinggi (kemanusiaan), melakukan berbagai penelitian terhadap alam, dan mempelajari tulisan. Kemudian bushi juga harus memperhatikan igi

(kesan/penampilan) dalam kehidupan sehari-hari. Igi tersebut diterapkan dalam cara berpakaian, cara makan dan tempat tinggal (Situmorang, 1995: 55). Igi bushi juga diterapkan dalam tata krama makan, pakaian dan tempat tinggal.

Shido ini bersumber dari jugaku (konfusionis) yang muncul dari pemikiran

kangakusha yang muncul dari pengalaman di zaman Sengoku jidai (masa perang seluruh negeri) sebagai pendidikan politik dengan tujuan supaya negara aman (Situmorang, 1995: 57).

(8)

8

Dalam novel Samurai: Suzume no Kumo ini banyak terdapat nilai-nilai budaya Jepang terutama bushido (jalan hidup bushi) yang sangat tinggi, maka penulis mencoba untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan hal yang telah disebutkan di atas. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis nilai falsafah bushido yang terdapat di dalam dwilogi novel Samurai.

Kemudian di dalam novel jilid kedua, Samurai: Aki no Hashi juga masih terdapat nilai–nilai bushido, namun di dalam novel kedua ini sudah mulai ada penyimpangan terhadap nilai – nilai bushido yang diakibatkan oleh bangsa asing yang masuk ke Jepang. Kedua aspek ini menarik penulis untuk membahas mengenai nilai – nilai bushido dan penyimpangannya di dalam dwilogi novel Samurai.

1.2 Perumusan Masalah

Secara garis besar permasalahan yang ingin dikemukakan dalam penelitian ini adalah tentang nilai falsafah bushido dan penyimpangannya yang terdapat dalam dwilogi novel Samurai karya Takashi Matsuoka. Adapun masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah nilai falsafah bushido yang terdapat dalam dwilogi novel

Samurai karya Takashi Matsuoka?

2. Bagaimanakah penyimpangan nilai bushido di dalam dwilogi novel Samurai

(9)

9

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menguraikan nilai falsafah bushido yang terdapat dalam dwilogi novel

Samurai karya Takashi Matsuoka.

2. Menganalisis penyimpangan nilai bushido yang terdapat dalam dwilogi novel

Samurai karya Takashi Matsuoka.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini adalah adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan untuk merangsang penelitian sastra Jepang yang selama ini berfokus pada penelitian intrinsik dan struktural. Penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian budaya Jepang.

2. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk menambah khasanah pengetahuan tentang perkembangan sastra Jepang.

(10)

10

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah:

1. Membantu masyarakat untuk memahami nilai budaya dan filsafat Jepang. 2. Menumbuhkan semangat masyarakat untuk mencintai dan melestarikan

kebudayaan masing-masing.

Referensi

Dokumen terkait

Using Short Stories to Enhance Students’ Vocabulary Mastery in Writing Narrative Texts (A Classroom Action Research at the Tenth Grade Students of Islamic Senior High

Jika session benar maka user dipersilahkan membuka halaman kotak surat, namun jika salah maka user tidak bisa membuka halaman kotak surat dan biasanya akan

Belum adanya syslog server yang dapat menampilkan log jika terjadi serangan di sebuah jaringan client yang ditampilkan secara terpusat untuk memudahkan para admin wahana

Hal ini disebabkan tidak dilakukannya pembuatan kurva baku menggunakan kadar terendah sesuai nilai LLOQ yang diperoleh diawal penelitian, selain itu tidak

Ngadirejo Kediri pada tahun 2013-2015 yang terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan, total biaya pemesanan dan penyimpanan bahan baku pembantu, dan fokus

Keduanya mendatangi Syekh Bayan dan Syekh Abdullah untuk menyampaikan surat dari Syekh Ibrahim Di dalam buku Sejarah Cirebon karangan Haji Mahmud Rais diterangkan bahwa orang yang

Materi Debat Bahasa Indonesia Siswa SMK Tingkat Nasional Tahun 2016 adalah isu-isu yang aktual tentang kebahasaan dan tentang hal umum yang ada di masyarakat. Isu-isu

Grafik step respon hasil simulasi untuk sistem pengendalian kcc epatan putaran motor diesel high speed dengan menggunakan kontro l er logika fuzzy kctika motor dilakukan