• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAH LUNAK

Sebagian besar deposit tanah yang ada di Indonesia merupakan tanah lunak. Tanah jenis ini umumnya dapat ditemui di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Ketebalan tanah lunak pada ketiga wilayah di atas dapat mencapai lebih dari 30 m. Selain ketiga wilayah yang telah disebutkan di atas, tanah lunak juga tersebar di kawasan Indonesia lainnya walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.

Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik 1, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Tanah lunak merupakan tanah yang berkarakteristik buruk. Hal ini karena tanah lunak memiliki sifat kompresibilitas yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat kompresibilitas pada tanah lunak adalah karena tanah jenis ini memiliki angka pori yang tinggi. Selain itu tanah jenis ini juga memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan tanah lunak memiliki daya

(2)

dukung yang sangat rendah dan memiliki masalah penurunan yang besar selama dan setelah konstruksi dibangun. Untuk menangani permasalahan yang ada pada tanah lunak, maka sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi, terlebih dahulu perlu dilakukan upaya perbaikan pada tanah jenis ini, diantaranya dengan menggunakan material geosintetik untuk perkuatan pada dasar timbunan yang berada di atas tanah lunak.

Tanah lempung jenuh air merupakan salah satu jenis tanah lunak yang umum ditemui. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, jika tanah lunak (dalam hal ini tanah lempung jenuh air) menerima beban, maka akan terjadi penurunan yang relatif besar dalam suatu jangka waktu tertentu. Proses penurunan yang sebenarnya sangat kompleks tersebut dapat disederhanakan dengan membaginya ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Penurunan segera (penurunan elastis)

Penurunan segera (penurunan elastis) terjadi pada saat beban diberikan. Pada saat ini, beban pertama kali diterima oleh air pori sehingga timbul tegangan air pori. Pada tanah yang berpermeabilitas rendah, untuk sementara tidak ada air pori yang terdisipasi dan tanah disebut dalam keadaan undrained. Tanah akan berdeformasi tanpa mengalami perubahan volume sedemikian sehingga deformasi vertikal (penurunan) yang dialami oleh tanah diikuti dengan pengembangan ke arah lateral. Menurut Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli (1956), besarnya penurunan segera dapat dihitung dengan persamaan:

E qB

(3)

Dimana:

Si = Penurunan segera

µ1 = Koefisien (terkait perbandingan antara H dan B) µ0 = Koefisien (terkait perbandingan antara D dan B)

q = Tegangan pada bidang kontak antara beban dengan tanah dasar B = Lebar timbunan ekivalen

E = Modulus Young

Besarnya nilai koefisien µ1 dan µ0 dapat ditentukan dengan menggunakan

grafik sebagaimana yang diberikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Koefisien µ0 dan µ1 (Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli; 1956)

(4)

2. Penurunan konsolidasi (penurunan primer)

Penurunan konsolidasi terjadi bersama dengan berlalunya waktu, yaitu terjadi bersama-sama dengan terdisipasinya tegangan air pori. Akibatnya, penurunan yang terjadi disertai dengan perubahan volume tanah. Tegangan air pori yang timbul akan dipindahkan ke partikel tanah dalam suatu jangka waktu tertentu menjadi tegangan efektif tanah. Kecepatan terjadinya konsolidasi bergantung pada kecepatan keluarnya air pori yang merupakan fungsi dari permeabilitas tanah dan batas-batas drainase. Besarnya penurunan konsolidasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

a. Untuk tanah terkonsolidasi normal

' ' ' log e 1 C H S 0 0 0 c 0 c σ σ ∆ + σ + = ... (2.2)

b. Untuk tanah terkonsolidasi berlebih

Jika (σ0' + ∆σ') ≤ σ0', maka besarnya penurunan konsolidasi adalah:

' ' ' log e 1 C H S 0 0 0 s 0 c σ σ ∆ + σ + = ... (2.3)

Sedangkan jika σ0' < σp' < (σ0' + ∆σ'), besarnya penurunan konsolidasi

adalah sebagai berikut:

' ' ' log e 1 C H ' ' log e 1 C H S p 0 0 c 0 0 p 0 s 0 c σ σ ∆ + σ + + σ σ + = ... (2.4)

(5)

Dimana:

Sc = Penurunan konsolidasi

H0 = Tebal lapisan tanah

Cc = Indeks kompresi

Cs = Indeks swelling

e0 = Angka pori awal σ0' = Tegangan efektif awal

σp' = Tegangan prakonsolidasi efektif awal ∆σ' = Perubahan tegangan efektif

3. Penurunan rangkak (penurunan sekunder)

Penurunan sekunder merupakan penurunan jangka panjang yang terjadi setelah seluruh tegangan air pori terdisipasi dan tegangan efektif tanah telah konstan. Deformasi ini terjadi akibat efek rangkak yang disebut drained creep. Besarnya penurunan sekunder dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5).

p p p 0 s t t t log e 1 C H S +∆ + = α ... (2.5) Dimana:

Ss = Penurunan rangkak (sekunder)

H0 = Tebal lapisan tanah

Cα = Indeks kompresi penurunan sekunder ep = Angka pori pada akhir konsolidasi

tp = Waktu ketika konsolidasi selesai

(6)

Gambar 2.3 Hubungan Antara Penurunan dan Waktu (Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

Dengan demikian, maka penurunan total yang terjadi pada tanah setelah beban kerja diberikan adalah sebagai berikut:

s c i S S S S= + + ... (2.6) Dimana: S = Penurunan total Si = Penurunan segera Sc = Penurunan konsolidasi

Ss = Penurunan rangkak (sekunder)

Waktu

Penurunan segera

Penurunan sekunder Penurunan konsolidasi

(7)

Besarnya ketiga macam penurunan ini sangat bergantung kepada tipe tanah, sifat-sifat kompresibilitas, riwayat tegangan (stress history), besar dan kecepatan pembebanan, dan berkaitan juga dengan perbandingan luas bidang pembebanan terhadap ketebalan tanah kompresif tersebut. Tanah inorganik umumnya mengalami penurunan seketika dan penurunan sekunder yang jauh relatif lebih kecil dibandingkan dengan penurunan konsolidasi. Karena itu penurunan konsolidasi disebut juga penurunan primer.

Gambar 2.4 Hubungan Gaya Terhadap Waktu Penurunan Total (Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

P Gaya Waktu Air pori Pegas P P P

(8)

Berlangsungnya konsolidasi yang terjadi pada tanah lunak akibat beban kerja, seperti timbunan, akan menurunkan tegangan air pori berlebih dan angka pori pada tanah lunak sehingga kepadatan dan tegangan vertikal efektif tanah lunak akan naik. Akibatnya, kuat geser tak terdrainase (undrained) tanah lunak dan faktor keamanan akan naik. Peningkatan kuat geser pada tanah dasar merupakan fungsi dari derajat konsolidasi, seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.7. Oleh karena itu kecepatan penimbunan harus dikontrol supaya terjadi konsolidasi yang cukup, sehingga kuat geser yang diinginkan dapat tercapai. Metode ini harus dipertimbangkan bila tinggi desain timbunan melebihi tinggi kritis yang dapat dengan aman didukung oleh tanah dasar.

U a⋅∆σ⋅ = τ ∆ ... (2.7) Dimana:

∆τ = Perubahan kuat geser a = Koefisien

∆σ = Perubahan tegangan U = Derajat konsolidasi

Besarnya perubahan tegangan pada tanah dasar dapat diambil kira-kira sama dengan beban timbunan. Untuk lempung yang terkonsolidasi normal, faktor a berkisar antara 0,20 – 0,40. Kenaikan kuat geser penuh hanya akan terjadi tepat di bawah areal timbunan paling tinggi dan menurun ke arah kaki timbunan. Perkiraan yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 cukup memadai untuk keperluan analisa stabilitas.

(9)

Gambar 2.5 Kenaikan Kuat Geser Tanah Dasar Akibat Konsolidasi (Sumber: Panduan Geoteknik 4, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Peningkatan kuat geser pada tanah lunak berlangsung secara perlahan sejalan dengan proses konsolidasi tanah lunak. Adapun waktu konsolidasi tanah dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.8).

v 2 dr v C H T t= ... (2.8) Dimana: Untuk U < 60 %, 2 v 100 U 4 T       π = ... (2.9) Untuk U ≥ 60 %, Tv =1,781−0,933log

(

100−U

)

... (2.10) Kuat geser

bertambah tidak bertambah Kuat geser Kuat geser

tidak bertambah

Titik tengah dari lereng samping Lebar ekivalen

(10)

Keterangan:

t = Waktu konsolidasi Tv = Faktor waktu

Hdr = Panjang lintasan drainase air

Cv = Koefisien konsolidasi

U = Derajat konsolidasi

Nilai koefisien konsolidasi umumnya dapat diperoleh melalui pengujian di laboratorium. Apabila pengujian tidak dilakukan, maka koefisien konsolidasi tanah dapat didekati dengan menggunakan persamaan (Terzaghi; 1996):

v w v m k C γ = ... (2.11) Dimana: Cv = Koefisien konsolidasi k = Koefisien permeabilitas γw = Berat isi air

(11)

2.2 GEOSINTETIK

Menurut Etimologi, kata “GEOSINTETIK” terdiri dari dua suku kata, yaitu “GEO” yang berarti bumi/tanah dan “SINTETIK” yang berarti bahan sintetik/buatan. Dengan demikian, maka geosintetik dapat didefinisikan sebagai material yang terbuat dari bahan polimer yang digunakan pada konstruksi-konstruksi yang berkaitan dengan bidang Geoteknik. Secara umum, geosintetik dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan kelompok, yaitu:

1. Geotextile

2. Geogrid

3. Geonet

4. Geomembrane

5. Geosynthetics clay liners

6. Geopipes

7. Geocomposites

8. Geofoam

(12)

Secara umum ada enam fungsi utama geosintetik yang dapat bekerja secara mandiri ataupun berkolaborasi satu sama lain, yaitu:

1. Sebagai lapis pemisah (separation)

Geosintetik berfungsi untuk memisahkan dua jenis material yang berbeda dalam karakteristik dan ukurannya, misalnya antara material timbunan dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

Gambar 2.6 Material Geosintetik Sebagai Lapis Pemisah Geosintetik

(13)

2. Sebagai lapis perkuatan (reinforcement)

Gambar 2.7 Material Geosintetik Sebagai Lapis Perkuatan

Penggunaan material geosintetik yang mempunyai properti kuat tarik yang baik dapat menstabilkan suatu konstruksi berbahan tanah. Tanah dikenal mempunyai kemampuan yang baik terhadap pengaruh gaya tekan namun lemah terhadap gaya tarik, dan geosintetik akan mengambil alih gaya tarik yang harus dipikul oleh tanah.

3. Sebagai lapis filtrasi (filtration)

Melalui fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material geosintetik pada arah tegak lurus dengan bidang geosintetik, namun butiran-butiran tanah akan tertahan. Oleh karena itu geosintetik harus mempunyai ukuran bukaan pori yang cukup besar (sehingga air dapat lewat dengan mudah) dan juga cukup kecil (sehingga butiran tanah akan tertahan).

TARIK = LEMAH TEKAN = KUAT TARIK = KUAT

+

TANAH GEOSINTETIK

TANAH DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

TARIK = KUAT TEKAN = KUAT

(14)

4. Sebagai lapis drainase (drainage)

Pada fungsi drainase ini, geosintetik digunakan sebagai media untuk mengalirkan air searah dengan bidang geosintetik. Untuk itu, geosintetik yang digunakan harus mempunyai koefisien transmissivity (pengaliran searah bidang) yang cukup besar.

5. Sebagai lapis kedap (impermeable liner)

Geotekstil merupakan material yang porous, namun jika dikombinasikan dengan cairan bitumen atau semen pada geotekstil nonwoven akan didapatkan suatu lapisan yang cukup kedap air. Alternatif lain yang lebih umum digunakan adalah menggunakan material geomembran.

6. Sebagai lapis pelindung (protection)

Umumnya fungsi ini diperlukan untuk melindungi suatu material atau lapisan dari kerusakan akibat pengaruh benda-benda tajam. Jenis lapisan yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material kedap air.

Stabilitas tanah disebabkan oleh adanya kuat geser tanah yang berasal dari gesekan antara partikel tanah dan tegangan tekan pada tanah. Gaya penggerak yang menyebabkan keruntuhan pada tanah harus dapat ditanggulangi oleh gaya resistansi akibat kuat geser pada tanah di sepanjang bidang keruntuhan. Sebelum terjadi kegagalan (failure) pada massa tanah, partikel-partikel tanah di sepanjang bidang kelongsoran akan saling bergeser satu sama lain. Hal ini menyebabkan terjadinya regangan tarik dan regangan tekan pada massa tanah di sepanjang bidang kelongsoran yang terjadi.

(15)

Pemanfaatan material perkuatan seperti geosintetik harus memperhatikan perilaku tanah sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya agar material perkuatan yang digunakan dapat bekerja bersama-sama dengan massa tanah dalam mencegah kegagalan pada tanah. Karena sifat tanah yang lemah terhadap gaya tarik, maka material perkuatan harus diletakkan pada arah dimana terjadi regangan tarik sehingga timbul gaya tarik pada material perkuatan akibat deformasi yang terjadi pada tanah. Gaya tarik yang timbul pada material perkuatan akan meningkatkan stabilitas tanah dengan cara mengurangi gaya penyebab keruntuhan pada tanah dan meningkatkan gaya resistansi pada tanah. Perilaku dari material perkuatan ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.8.

Pada Gambar 2.8(a), regangan tekan dan regangan tarik akan timbul pada bidang geser akibat bekerjanya gaya horizontal (Ph) pada massa tanah. Gaya horizontal

yang diberikan tersebut akan ditahan oleh gaya resistansi pada tanah (Pr) akibat

gaya gesek antar partikel tanah. Pada Gambar 2.8(b), deformasi geser yang terjadi pada tanah menyebabkan timbulnya gaya tarik (Pr) pada material perkuatan.

Akibat gaya tarik yang timbul pada material perkuatan tersebut, maka akan timbul gaya resistansi tambahan di sepanjang bidang geser. Adapun gaya resistansi tersebut adalah:

1. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan disepanjang bidang geser

(Prsin θ)

Komponen gaya resistansi ini secara langsung akan mengurangi gaya geser yang disebabkan oleh gaya horizontal (Ph).

(16)

2. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan yang bekerja dalam arah

tegak lurus terhadap bidang geser (Prcos θ)

Komponen gaya ini meningkatkan gaya tekan pada tanah disepanjang bidang geser. Dengan adanya tambahan gaya tekan, maka gaya geser yang bertindak sebagai gaya penahan juga akan mengalami peningkatan.

Gambar 2.8 Ilustrasi Perilaku Material Perkuatan pada Pengujian Direct Shear

(a) Regangan Tekan dan Regangan Tarik pada Saat Terjadi Pergerakan pada Massa Tanah (b) Gaya pada Material Perkuatan Meningkatkan Gaya Resistansi pada Saat Terjadi Pergerakan Massa Tanah

(Sumber: Terram Design Guide) Shearing soil Shearing resistance: From soil alone: Pvtan φ

Reduction in forces causing failure: Prsin θ

Increase in forces resisting failure: Prcos θtan φ

Total shearing resistance:

Presisting = Pvtan φ + Pr(sin φ + cos θtan φ) Pv Ph Soil, φ Reinforcement θ Prcos θ Prsin θ Pr (b) Shearing soil Shearing resistance: Presisting = Pvtan φ Compressive strain Tensile strain Pv Ph Soil, φ (a)

(17)

Gambar 2.9 Konsep Perkuatan Tanah dengan Material Geotekstil

Pada perkuatan geotekstil, deformasi yang terjadi pada geotekstil akibat beban kerja menyebabkan geotekstil tertarik. Akibatnya, timbul reaksi berupa gaya tarik pada geotekstil. Komponen vertikal dari gaya tarik geotekstil (Vg) ini akan

mengeliminasi sebagian dari beban yang bekerja, sehingga gaya yang harus dipikul oleh tanah dasar menjadi lebih kecil. Mekanisme kerja perkuatan dengan geotekstil ini dikenal dengan nama efek kurva (curvature effect). Tanpa analisa dengan menggunakan metode elemen hingga sangat sulit untuk memperkirakan besarnya deformasi yang terjadi pada geotekstil.

Geotekstil

P Vg

Hg Hg

(18)

2.3 TEKNIK PENINGKATAN STABILITAS TANAH DASAR PADA KONSTRUKSI TIMBUNAN

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas tanah dasar selama masa konstruksi timbunan berlangsung, yaitu:

1. Membangun timbunan secara bertahap

Pembangunan konstruksi timbunan secara bertahap dilakukan dengan menimbun tanah dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Metode ini bertujuan untuk mencegah kegagalan pada tanah dasar dengan cara mengkonsolidasikan tanah dasar hingga timbunan berikutnya diberikan sehingga stabilitas tanah dasar dapat ditingkatkan. Akan tetapi untuk tanah dengan karakteristik drainase yang buruk, metode ini sangat jarang digunakan secara mandiri karena metode ini memerlukan waktu konstruksi yang lama sehingga seringkali tidak ekonomis jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi.

(19)

2. Membangun timbunan dengan menggunakan berm

Penggunaan berm pada timbunan bertujuan untuk mencegah squeeze pada tanah dasar dan meningkatkan area pembebanan sehingga dapat mengurangi tegangan yang terjadi pada tanah dasar. Dengan demikian, maka stabilitas tanah dasar dapat tetap terjaga. Akan tetapi metode ini memerlukan luas lahan yang besar sehingga metode ini jarang untuk digunakan.

Gambar 2.11 Teknik Penimbunan dengan Menggunakan Berm

3. Membangun timbunan dengan menggunakan perkuatan pada dasar timbunan Pemakaian sistem perkuatan pada dasar timbunan seperti geotekstil merupakan metode yang paling ekonomis dan paling banyak digunakan akhir-akhir ini karena metode ini dapat meminimalkan geometri timbunan (meminimalkan luas area penimbunan dan memaksimalkan tinggi timbunan) serta mengurangi masa pelaksanaan konstruksi timbunan.

Gambar 2.12 Teknik Penimbunan dengan Perkuatan Dasar Timbunan

Berm

Timbunan

Perkuatan geosintetik Timbunan

(20)

2.4 ANALISA KESEIMBANGAN BATAS PADA TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

Umumnya timbunan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar dan berpeluang mengalami failure akibat kurangnya daya dukung tanah lunak terhadap beban timbunan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah dasar yang ada adalah dengan menggunakan material geosintetik seperti geotekstil yang digelar di atas tanah lunak sebelum pelaksanaan konstruksi timbunan. Material geosintetik dalam hal ini berfungsi sebagai perkuatan tanah (soil reinforcement). Perkuatan dasar timbunan di atas tanah lunak hanya bekerja sementara hingga daya dukung tanah lunak meningkat sehingga mampu mendukung beban yang ada di atasnya. Umumnya desain perkuatan tanah sebagaimana yang digambarkan di atas dilakukan dengan menggunakan metode

limit equilibrium dimana analisa stabilitas baru dapat diterima jika faktor

keamanan yang dihasilkan menunjukkan hasil yang memuaskan (lebih besar dari 1). Analisa dengan menggunakan metode limit equilibrium meninjau tiga modus stabilitas konstruksi timbunan di atas tanah lunak, yaitu stabilitas internal (internal

stability), stabilitas tanah dasar (foundation stability), dan stabilitas konstruksi

(21)

Gambar 2.13 Model Keruntuhan pada Internal Stability (Hird dan Jewel; 1990) (Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the

Role of Geosynthetics)

Analisa stabilitas internal (internal stability) bertujuan untuk mencegah pergerakan lateral pada konstruksi timbunan. Gaya lateral yang timbul harus dapat ditahan oleh kaki timbunan. Oleh karena itu, stabilitas internal (internal stability) suatu timbunan sangat dipengaruhi oleh kemiringan kaki timbunan itu sendiri.

Gambar 2.14 Keseimbangan Batas pada Stabilitas Internal (Sumber: Stabilenka Design Guide)

Gaya lateral yang timbul pada analisa stabilitas internal diakibatkan oleh tegangan lateral aktif akibat tanah timbunan. Secara matematis besarnya gaya lateral yang timbul pada konstruksi timbunan diberikan oleh Persamaan (2.12).

n 1 Ea Sliding plane Anchor zone H D Soft subsoil T Finternal γ c φ cu γs L = nH Reinforcing mat

(22)

2 a a K H 2 1 E = ⋅ ⋅γ⋅ ... (2.12) Dimana:

Ea = Tegangan lateral aktif

Ka = Koefisien tegangan lateral aktif γ = Berat isi

H = Tinggi timbunan

Untuk timbunan tanpa perkuatan (unreinforced embankment) yang berada di atas tanah lunak jenuh air tak terkonsolidasi, pada interface antara timbunan dan tanah dasar akan timbul sebuah bidang geser. Bidang geser inilah yang akan mengimbangi gaya lateral yang ada. Besarnya gaya geser yang timbul pada bagian

interface antara material timbunan dan tanah dasar ini dipengaruhi oleh nilai

kohesi tanah dasar yang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.13). H

n c

Finternal = u⋅ ⋅ ... (2.13) Dimana:

Finternal = Gaya internal

cu = Kohesi undrained

n = Kemiringan kaki timbunan

(23)

Sedangkan untuk timbunan dengan perkuatan (reinforced embankment), kuat geser yang timbul pada area interface ditentukan berdasarkan besarnya gesekan antara material timbunan dan material perkuatan geotekstil yang digunakan. Adapun besarnya kuat geser yang timbul dapat ditentukan dengan Persamaan (2.14).

φ ⋅ γ ⋅ = H tan 2 1 nH Finternal ... (2.14) Dimana:

Finternal = Gaya internal

n = Kemiringan kaki timbunan

H = Tinggi timbunan

γ = Berat isi

φ = Sudut geser dalam

Dengan demikian, struktur timbunan dikatakan aman terhadap stabilitas internal jika: internal a F E SF⋅ ≤ ... (2.15) Dimana: SF = Faktor keamanan Ea = Tegangan lateral aktif

(24)

Apabila kondisi keseimbangan batas tidak tercapai, maka diperlukan adanya suatu gaya tambahan untuk menahan gaya lateral yang timbul. Gaya tambahan ini berasal dari material perkuatan (geotekstil) yang digunakan. Adapun besarnya kuat tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.16). internal a F E SF T= ⋅ − ... (2.16) Dimana:

T = Kuat tarik perlu geotekstil SF = Faktor keamanan Ea = Tegangan lateral aktif

Finternal = Gaya internal

Gambar 2.15 Model Keruntuhan pada Foundation Stability (Hird dan Jewel; 1990)

(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the Role of Geosynthetics)

Akibat adanya beban timbunan, maka tanah dasar yang berupa tanah lunak akan terdorong keluar. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam analisa stabilitas tanah dasar pada metode keseimbangan batas. Pada analisa keseimbangan batas untuk

foundation stability, modus keruntuhan yang terjadi adalah modus keruntuhan

(25)

yang ditunjukkan oleh Gambar 2.16. Pada bidang ini akan bekerja tekanan tanah aktif (Ea) dan tekanan tanah pasif (Ep) yang besarnya dapat dihitung dengan

menggunakan Teori Rankine ataupun Teori Coulomb. Adapun asumsi yang digunakan dalam analisa keseimbangan batas untuk foundation stability adalah pada bidang WX dan YZ tidak bekerja gaya geser. Dengan demikian, secara matematis besarnya kuat tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.17).

Gambar 2.16 Keseimbangan Batas pada Stabilitas Pondasi (Sumber: Stabilenka Design Guide)

(

E E G

)

SF T= ap − ... (2.17) Dimana: D H D c 2 D 2 1 E 2 u s a = ⋅γ ⋅ − ⋅ ⋅ +γ⋅ ⋅ ... (2.18) D c 2 D 2 1 E 2 u s p = ⋅γ ⋅ + ⋅ ⋅ ... (2.19) H n c G= u⋅ ⋅ ... (2.20) L = nH H D Soft subsoil n 1 γ c φ cu γs T Ea G Ep Reinforcing mat W X Z Y

(26)

Keterangan:

T = Kuat tarik perlu geotekstil Ea = Tegangan lateral aktif

Ep = Tegangan lateral pasif

G = Gaya geser SF = Faktor keamanan γs, γ = Berat isi

cu = Kohesi undrained

H = Tinggi timbunan

D = Tebal lapisan tanah dasar dimana terjadi keruntuhan

Gambar 2.17 Model Keruntuhan pada Overall Stability (Hird dan Jewel; 1990) (Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the

Role of Geosynthetics)

Analisa stabilitas keseluruhan (overall stability) pada metode keseimbangan batas memfokuskan perhatian pada mekanisme keruntuhan struktur timbunan secara keseluruhan, yaitu stabilitas tanah timbunan dan tanah dasar. Untuk kondisi dimana tanah dasar terdiri dari tanah yang relatif homogen dengan kuat geser yang rendah, model keruntuhan umumnya diasumsikan sebagai keruntuhan rotasi dan dianalisa dengan menggunakan Bishop Simplified Method. Dengan demikian,

(27)

maka faktor keamanan pada analisa stabilitas keseluruhan suatu struktur timbunan didefinisikan sebagai perbandingan antara momen penahan yang tersedia dengan momen pendorong yang ada. Perhitungan dilakukan secara iterasi untuk sejumlah mekanisme keruntuhan rotasi hingga diperoleh faktor keamanan terkecil. Oleh karena itu perhitungan analisa stabilitas keseluruhan pada metode keseimbangan batas umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer. Faktor keamanan untuk timbunan tanpa perkuatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

(

)

α       + α φ α φ − + = sin W SF tan tan 1 cos tan ub W cb SF ... (2.21) Dimana: SF = Faktor keamanan c = Kohesi b = Lebar slice W = Berat slice

u = Tegangan air pori φ = Sudut geser dalam

(28)

Apabila faktor keamanan struktur timbunan tanpa perkuatan tidak mencukupi, maka faktor keamanan struktur timbunan dapat ditingkatkan dengan menggunakan perkuatan geotekstil pada dasar timbunan. Gaya yang timbul pada material geotekstil akan meningkatkan momen penahan pada struktur timbunan sehingga akan meningkatkan faktor keamanan timbunan secara keseluruhan. Besarnya momen penahan tambahan yang terjadi pada struktur timbunan akibat adanya perkuatan geotekstil pada dasar timbunan adalah:

y T

Mr = × ... (2.22) Dimana:

Mr = Momen penahan tambahan akibat material geotekstil

T = Kuat tarik perlu geotekstil y = Ordinat pusat kelongsoran

Sehingga besarnya kuat tarik geotekstil yang diperlukan sebagai perkuatan dasar timbunan adalah:

(

)

y SF tan tan 1 cos tan ub W cb sin W SF T

      + α φ α φ − + − α = ... (2.23) Dimana:

T = Kuat tarik perlu geotekstil SF = Faktor keamanan c = Kohesi

W = Berat slice

b = Lebar slice

(29)

φ = Sudut geser dalam

α = Kemiringan slice pada bidang keruntuhan

y = Jarak antara resultan gaya tarik pada material geotekstil dengan pusat kelongsoran

Walaupun perkuatan geotekstil pada dasar timbunan dapat memberikan gaya penahan tambahan dalam arah horizontal sehingga faktor keamanan timbunan meningkat, beban vertikal yang bekerja pada tanah dasar akibat timbunan tetap dipikul oleh tanah dasar. Apabila daya dukung tanah dasar tidak mencukupi, maka akan terjadi deformasi yang besar pada struktur timbunan. Besarnya daya dukung timbunan di atas tanah lunak dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.24). c u ult c N Q = ... (2.24) Dimana:

Qult = Daya dukung batas

cu = Kohesi undrained

Nc = Faktor kapasitas daya dukung

Adapun nilai Nc diperoleh dari grafik yang dipublikasikan oleh Pilot (1976) seperti

(30)

Gambar 2.18 Faktor Kapasitas Daya Dukung (Pilot; 1976) (Sumber: Stabilenka Design Guide)

2.5 METODE ELEMEN HINGGA

Metode elemen hingga (finite element method) merupakan metode perhitungan yang didasarkan pada konsep diskretisasi, yaitu membagi sebuah elemen kontinu menjadi elemen-elemen kecil, sehingga suatu sistem yang mempunyai derajat kebebasan tidak terhingga dapat didekati dengan menggunakan sejumlah elemen yang mempunyai derajat kebebasan tertentu. Dengan demikian, metode elemen hingga merupakan suatu metode penyelesaian yang bersifat pendekatan (hampiran). Dengan membagi sebuah elemen kontinu menjadi elemen yang sekecil-kecilnya, maka penyelesaian yang diperoleh akan semakin akurat selama elemen-elemen kecil tersebut dapat bekerja secara simultan. Metode elemen hingga dapat digunakan untuk mencari distribusi beban yang bekerja pada suatu elemen, seperti deformasi dan tegangan.

(31)

2.6 PLAXIS

PLAXIS adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisa deformasi dan stabilitas dalam bidang Geoteknik. Prosedur pembuatan model secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetail. Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan didasarkan pada prosedur numerik.

Pengembangan PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Teknik Delft

(Technical University of Delft) atas inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan

Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and

Water Management). Tujuan awal dari pembuatan Program PLAXIS adalah untuk

menciptakan sebuah program komputer berdasarkan metode elemen hingga dua dimensi yang mudah digunakan untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah Holland. Pada tahun-tahun berikutnya, PLAXIS dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek perencanaan Geoteknik lainnya.

(32)

Pada PLAXIS, struktur Geoteknik pada kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axi-simetri. Model regangan bidang digunakan untuk model geometri dengan penampang melintang yang kurang lebih seragam, dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut. Perpindahan dan regangan dalam arah tegak lurus terhadap penampang diasumsikan tidak terjadi atau bernilai nol. Walaupun demikian, tegangan normal pada arah tegak lurus terhadap penampang diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Model axi-simetri digunakan untuk struktur berbentuk lingkaran dengan penampang melintang radial yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama pada setiap arah radial. Dalam model axi-simetri koordinat x menyatakan radius dan koordinat y merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Koordinat x negatif tidak digunakan. Penggunaan regangan bidang maupun axi-simetri akan menghasilkan model elemen hingga dua dimensi dengan dua buah derajat kebebasan translasi pada setiap titik nodalnya (arah x dan y).

(33)

Gambar 2.19 Contoh Permasalahan Regangan Bidang dan Axi-simetri (Sumber: Manual PLAXIS)

Elemen tanah dalam Program PLAXIS dimodelkan sebagai elemen segitiga. PLAXIS membagi elemen segitiga ke dalam dua jenis, yaitu elemen segitiga dengan 6 titik nodal dan elemen segitiga dengan 15 titik nodal. Elemen segitiga dengan 15 titik nodal menggunakan interpolasi ordo empat untuk menghitung perpindahan dan integrasi numerik melibatkan 12 titik Gauss (titik tegangan). Untuk elemen segitiga dengan 6 titik nodal, ordo interpolasi adalah dua dan integrasi numerik melibatkan tiga buah titik Gauss. Dengan demikian, maka analisa elemen hingga dengan menggunakan segitiga dengan 15 titik nodal akan menghasilkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan analisa dengan

y

x

x y

(34)

menggunakan 6 titik nodal. Akan tetapi proses perhitungan akan lebih lambat jika analisa dilakukan dengan menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal.

Gambar 2.20 Posisi Titik Nodal dan Titik Tegangan pada Elemen Tanah (Sumber: Manual PLAXIS)

Dalam model analisa regangan bidang, gaya yang dihasilkan akibat adanya perpindahan yang diberikan dinyatakan dalam gaya per satu satuan lebar dalam arah tegak lurus terhadap penampang. Dalam model analisa axi-simetri, gaya-gaya yang dihasilkan adalah gaya-gaya yang bekerja pada bidang batas yang membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling berhadapan. Untuk memperoleh besarnya gaya yang bekerja pada model, maka gaya-gaya tersebut harus dikalikan dengan faktor sebesar 2π. Seluruh keluaran lainnya pada model axi-simetri diberikan per satu satuan panjang dan bukan per radian.

× × × × × × × × × × × × × × × ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●

(35)

PLAXIS selalu menghasilkan model elemen hingga dua dimensi dengan berdasarkan pada suatu model geometri. Model geometri dibuat dalam bidang xy yang berada dalam sistem koordinat global dimana arah z positif adalah arah yang tegak lurus keluar dari bidang gambar.

Walaupun PLAXIS merupakan program dua dimensi, namun tegangan-tegangan tetap diperhitungkan berdasarkan sistem koordinat Cartesius tiga dimensi. Dalam suatu analisa regangan bidang, σzz adalah tegangan yang bekerja tegak lurus keluar

dari bidang gambar. Dalam analisa axi-simetri, x menyatakan koordinat radial, y menyatakan koordinat aksial dan z menyatakan arah tangensial. Dalam kasus ini, σxx menyatakan tegangan radial dan σzz menyatakan tegangan melingkar (hoop

stress).

Gambar 2.21 Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda Positif untuk Tegangan (Sumber: Manual PLAXIS)

σyy σyx σyz σzy σzx σzz σxy σxx σxz y x z

(36)

Dalam seluruh data keluaran, gaya dan tegangan tekan, termasuk tegangan air pori ditetapkan bernilai negatif, dan sebaliknya gaya dan tegangan tarik akan bernilai positif. Gambar 2.21 menunjukkan arah-arah tegangan yang bernilai positif.

Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai rasio antara beban runtuh dengan beban kerja. Namun demikian, untuk struktur tanah definisi di atas tidak selalu dapat diaplikasikan. Sebagai contoh, pada struktur timbunan sebagian besar beban yang bekerja diakibatkan oleh berat sendiri tanah dan peningkatan berat tanah umumnya tidak mengakibatkan keruntuhan. Dengan demikian, definisi yang lebih tepat untuk faktor keamanan adalah:

all ult SF τ τ = ... (2.25) Dimana: SF = Faktor keamanan τult = Kuat geser batas τall = Kuat geser ijin

Rasio dari kekuatan tanah yang tersedia terhadap kekuatan minimum yang dihitung untuk mencapai keseimbangan adalah faktor keamanan yang secara konvensional digunakan dalam Mekanika Tanah. Dengan menerapkan kondisi standar dari Coulomb, faktor keamanan dapat diperoleh dengan persamaan:

all n all ult n ult tan c tan c SF φ σ + φ σ + = ... (2.26)

(37)

Dimana:

SF = Faktor keamanan σn = Tegangan normal

call = Kohesi yang diijinkan

cult = Kohesi yang tersedia

φall = Sudut geser dalam yang diijinkan φult = Sudut geser dalam yang tersedia

Prinsip di atas adalah dasar dari metode phi/c reduction yang digunakan dalam PLAXIS untuk menghitung faktor keamanan global. Dengan pendekatan ini, parameter tanah c dan tan φ direduksi dengan proporsi yang sama. Reduksi parameter kekuatan diatur oleh faktor pengali total ΣMsf. Parameter ini akan ditingkatkan secara bertahap hingga keruntuhan terjadi. Faktor keamanan kemudian didefinisikan sebagai nilai ΣMsf saat keruntuhan terjadi, hanya jika saat keruntuhan terjadi suatu nilai yang kurang lebih konstan telah diperoleh untuk beberapa langkah pembebanan secara berturut-turut. Adapun penentuan faktor keamanan dalam PLAXIS secara matematis dapat dinyatakan dengan:

r ult r ult tan tan c c Msf φ φ = =

... (2.27)

(38)

Dimana:

ΣMsf = Faktor keamanan pada PLAXIS cult = Kohesi yang tersedia

φult = Sudut geser dalam yang tersedia

cr = Kohesi tereduksi φr = Sudut geser dalam tereduksi

2.7 MATERIAL GEOSINTETIK DALAM PROGRAM PLAXIS

Dalam Program PLAXIS, material geosintetik yang berbentuk lembaran dan fleksibel seperti geotekstil dan geogrid dimodelkan sebagai elemen geogrid. Kekakuan aksial (EA) merupakan data input yang tersedia dalam Program PLAXIS untuk mendefinisikan properti dari geotekstil atau geogrid yang akan digunakan. Kekakuan aksial yang dimasukkan sebagai data input di dalam Program PLAXIS dinyatakan dalam satuan gaya per satu satuan lebar. Kekakuan aksial material geotekstil atau geogrid umumnya diketahui karena telah diberikan oleh pihak manufaktur geosintetik. Jika kekakuan aksial tidak diketahui, maka besarnya kekakuan aksial dapat ditentukan melalui grafik yang menggambarkan korelasi antara perpanjangan yang dialami oleh material geotekstil atau geogrid terhadap gaya yang diberikan dalam arah longitudinal. Kekakuan aksial merupakan rasio antara gaya per satu satuan lebar dengan regangan aksial. Secara matematis kekakuan aksial dinyatakan dalam Persamaan (2.28).

(39)

ε = F EA ... (2.28) Dimana: l l ∆ = ε ... (2.29) Keterangan:

EA = Kekakuan aksial material geotekstil/geogrid F = Kuat tarik material geotekstil/geogrid ε = Regangan aksial material geotekstil/geogrid

∆l = Pertambahan panjang material geosintetik/geogrid akibat F l = Panjang awal material geosintetik/geogrid

Elemen geogrid merupakan elemen garis dengan dua buah derajat kebebasan translasi pada setiap titik nodalnya (ux, uy). Jika elemen tanah dimodelkan dengan

menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal, maka setiap elemen geogrid didefinisikan dengan lima buah titik nodal, sedangkan elemen geogrid dengan tiga titik nodal digunakan untuk elemen tanah dengan 6 titik nodal. Gaya aksial dihitung pada setiap titik tegangan Newton-Cotes dan titik-titik tegangan ini mempunyai lokasi yang sama dengan titik nodal. Posisi titik nodal dan titik-titik tegangan dalam elemen geogrid ditunjukkan pada Gambar 2.22.

(40)

Gambar 2.22 Posisi Titik Nodal dan Titik Tegangan dalam Elemen Geogrid dengan 3 dan 5 Buah Titik Nodal

(Sumber: Manual PLAXIS)

2.8 KORELASI EMPIRIS ANTAR PARAMETER UNTUK TANAH LEMPUNG

Untuk memperoleh parameter tanah yang diperlukan dalam desain struktur tanah, ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu melakukan pengujian langsung di lapangan, melakukan pengujian laboratorium, ataupun dengan menggunakan korelasi empiris antar parameter yang telah dipublikasikan oleh para ahli. Umumnya parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian laboratorium ataupun dari hasil pengujian langsung di lapangan. Pemakaian korelasi empiris antar parameter umumnya hanya digunakan apabila data tanah hasil pengujian di laboratorium ataupun pengujian langsung di lapangan tidak tersedia ataupun untuk melakukan verifikasi terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah beberapa korelasi empiris untuk tanah lempung yang diberikan oleh para ahli:

×

×

×

×

×

×

×

×

● ● Titik nodal

×

Titik tegangan

(41)

1. Hubungan antara konsistensi tanah dengan kohesi tanah undrained (cu)

Hamilton (1987) memberikan interval nilai kohesi tanah dalam kondisi

undrained berdasarkan konsistensi tanah. Adapun hubungan tersebut disajikan

pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23 Interval Nilai Kohesi Tanah dalam Kondisi Undrained

Berdasarkan Konsistensi Tanah (Hamilton; 1987) (Sumber: Stabilenka Design Guide)

2. Korelasi antara modulus Young (Eu) dengan kohesi (cu) tanah

Ducan dan Buchignani (1976) memberikan hubungan antara modulus Young dengan kohesi tanah pada kondisi undrained sebagai fungsi dari indeks plastisitas tanah dan overconsolidation ratio. Adapun hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.24.

(42)

Gambar 2.24 Korelasi Antara Kohesi Tanah dan Modulus Young Tanah dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Nilai OCR dan Indeks Plastisitas (Ducan dan Buchignani; 1976)

(Sumber: PLAXIS Standard Course)

Korelasi antara modulus elastisitas dengan kohesi tanah dalam kondisi

undrained juga diberikan oleh Termaat, Vermeer, dan Vergeer (1985). Secara

grafis, korelasi kedua parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.25. Adapun persamaan garis yang ada pada Gambar 2.25 diberikan oleh Persamaan (2.31) % I c 15000 E p u 50 u = ... (2.30) Dimana:

Eu50 = Modulus Young undrained

cu = Kohesi undrained

(43)

Gambar 2.25 Korelasi Antara Kohesi Tanah dan Modulus Young Tanah dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Nilai Indeks Plastisitas (Termaat, Vermeer, dan Vergeer; 1985)

(Sumber: PLAXIS Standard Course)

3. Korelasi antara Poisson rasio (υ) dengan indeks plastisitas (IP) tanah

Untuk tanah yang terkonsolidasi normal, Wroth (1975) menyatakan bahwa Poisson rasio tanah merupakan fungsi dari indeks plastisitas tanah. Adapun hubungan antara kedua parameter tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26 Hubungan Antara Indeks Plastisitas dengan Poisson Rasio (Wroth; 1975)

(44)

4. Nilai kisaran parameter pada tanah lunak

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pedoman Kimpraswil No: Pt T-10-2002-B memberikan kisaran nilai parameter pada tanah lunak. Adapun kisaran nilai yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai Kisaran Parameter pada Tanah Lunak (Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah; 2002)

Parameter

Tanah Lempung Lempung Organik Berserat Gambut Kadar air, ω % 20 – 150 100 – 500 100 – 4000 Berat isi total, ãb kN/m3 14 – 17 12 – 15 10 – 12 Kadar organik % < 25 25 – 75 > 75 Kohesi tak terdrainase, cu kPa 5 – 50 5 – 50 10 – 50

Batas cair, LL % 60 – 120 – – Indeks plastis, PI % 40 – 80 – – c' kPa 0 0 0 φ' 21 – 27 25 – 35 30 – 40 Cc – – 1 – 20 Cc/(1 + C0) 0,1 – 0,3 0,3 – 1,0 – Cv m2/th 1 – 10 5 – 50 10 – 100 Cá cm/dt (0,03 – 0,05)Cc (0,04 – 0,06)Cc 1 – 4

5. Hubungan antara perilaku drainase dengan koefisien permeabilitas (k) tanah Menurut Casagrande dan Fedum (1940), hubungan antara koefisien permeabilitas dan karakteristik pengaliran tanah diberikan pada Gambar 2.27. Gambar 2.27 juga memberikan metode pengujian yang tepat dalam menentukan koefisien permeabilitas tanah.

(45)

Gambar 2.27 Interval Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah (Casagrande dan Fadum; 1940)

(Sumber: Soils and Foundations, Prentice Hall) Drainage

Soil type

Good Poor Practically impervious Clean

gravel Clean sands, clean sand and gravel mixtures

Very fine sands, organic and inorganic silts, mixtures of sand silt and clay, glacial till, stratified clay deposits, etc.

“Impervious” soils modified by effects of vegetation and weathering

“Impervious” soils (e.g., homogeneous clays below zone of weathering) Direct determi-nation of k

Direct testing of soil in its original position – pumping test; reliable if properly conducted; considerable experience required Falling-head permeameter; reliable; little experience required Indirect determi-nation of k Constant-head permeameter; little experience required

Falling-head permeame-ter unreliable; much experience required Falling-head permeameter; fairly reliable; considerable experience necessary

Computation from grain-size distribution; applicable only to clean cohesionless sands and gravels Computation based on results of consolidation tests; reliable; considerable experience required 102 101 100 10– 1 10– 2 10– 3 10– 4 10– 5 10– 6 10– 7 10– 8 10– 9

Gambar

Gambar 2.1  Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia
grafik sebagaimana yang diberikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.3  Hubungan Antara Penurunan dan Waktu
Gambar 2.4  Hubungan Gaya Terhadap Waktu Penurunan Total
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, Framon H.A Mailuhuw, Rico Kundre nyong Ambon yang selalu perhatian, Pak Emanuel Safirman Bata yang senyumnya imut

Level trigliserida dapat meningkat sedikit pada beberapa pasien yang diterapi dengan resin pengikat asam empedu, sehingga penggunaan obat ini harus dengan peringatan

Maka jelaslah dalam hal pelaksanaan pembentukan peraturan daerah harus berdasarkan program legislasi daerah sebagai instrumen awal dalam pembentukan peraturan daerah yang

Jika diasumsikan kegiatan awal dimulai tahun 2007, maka ada kemungkinan lulusan STTN tahun 2007 sebanyak 38 lulusan be1um bisa langsung berkiprah pada pembangunan PLTN,

pelakVDQDDQ SHQJDZDVDQ GDQ HYDOXDVL SURJUDP SHQGLGLNDQ´ 3DUWLVLSDVL orangtua dapat berbentuk keikutsertaan mereka dalam penyelenggaraan pendidikan. Partisipasi orangtua juga

4.1.2.3.3 Kepuasan Yang Diperoleh (Gratification Obtained) Pada Motif Integrasi Dan Interaksi Sosial Dalam Membaca JUICE Magazine Indonesia ..... Bagan Teori Uses

Dengan ukuran kamus yang lebih besar dan kompleksitas pohon yang lebih besar, algoritma ini dapat menghasilkan hasil pemampatan yang lebih baik (lebih kecil)

Studi literatur melaui pendekatan Yuridis-Normatif maka teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dan menganalisis bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer,