• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. pragmatik. Beberapa pengertian mengenai pragmatik akan disampaikan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. pragmatik. Beberapa pengertian mengenai pragmatik akan disampaikan pada"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Pragmatik

Definisi pragmatik telah banyak disampaikan para linguis yang menggeluti pragmatik. Beberapa pengertian mengenai pragmatik akan disampaikan pada bagian ini agar didapatkan gambaran yang jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan pragmatik. Menurut Yule dalam cutting (2002:2) (1996) menyatakan,

“Pragmatics and discourse analysis study the meaning of words in context, analyzing the parts of meaning that can be explained by knowledge of the physical and social world, and the socio- psychological factors influencing communication, as well as the knowledge of the time and place in which the words are uttered or written”.

Pragmatik dan analisis wacana adalah ilmu tentang makna ujaran pada konteksnya, yang menanalisis bagian makna yang dapat dijelaskan oleh pengetahuan fisik dan ilmu sosial, bukan hanya faktor psikologi-sosial yang dapat mempengaruhi cara berkomunikasi, tetapi juga keadaan waktu dan tempat dimana tuturan tersebut diucapkan atau dituliskan.

Menurut Leech (1993:8), Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations) yang meliputi unsur-unsur penutur dan lawan tutur, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan, waktu dan tempat. Sedangkan menurut Thomas (1995:1) yang secara sederhana mendefinisikan pragmatik sebagai “Meaning in use or meaning in context”, yang artinya pragmatik adalah makna dalam penggunaan atau makna dalam konteksnya.

(2)

Levinson dalam Rahardi, (2005:48) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Menurut Parker dalam Rahardi (2005:48) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Tokoh ini membedakan pragmatik dengan studi tata bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks, sedangkan studi pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks.

George Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (edisi terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab) (2006:3-4) dijelaskan bahwa ilmu pragmatik mempunyai empat batasan:

1. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang maksud penutur. 2. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual.

3. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.

4. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak hubungan.

Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Secara kasar dapat dirumuskan: Pragmatik = makna-kondisi-kondisi kebenaran (Tarigan:2009:31) atau studi mengenai hubungan antara bahasa dan konteks. Dalam pragmatik,

(3)

dibutuhkan adanya konteks tutur dan pemahaman pengetahuan atau informasi yang sama (shared knowledge), karena sangat mungkin terjadi ambiguitas (makna ganda atau makna kabut) dalam suatu tuturan. Karena itu, makna suatu tuturan dan makna yang dimaksudkan oleh penutur (atau yang ditangkap orang penutur) dapat saja berbeda dalam pragmatik.

Lalu menurut Van Jick dalam bukunya Text and Context Pragmatics (1977) menyatakan bahwa“Pragmatics would have the task of studying the relationships between signs and their user”. Pragmatik mempelajari hubungan antara lambang (bahasa) dan para penuturnya. Maksudnya yaitu cara mengetahui makna dari tuturan dan mitra tutur tersebut. George Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (1996:3) menyatakan juga bahwa “pragmatics concerned with the study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener (or reader).” Dijelaskan lebih lanjut bahwa “this type of study necessarily involves the interpretation of what people mean in a particular context and how the context influences what it said.” Dengan demikian ilmu ilmu pragmatik melibatkan interpretasi seseorang dalam memahami suatu konteks.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat ditegaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik menyelidiki makna yang terikat pada konteks yang mewadahi dan melatar belakangi bahasa itu. Jadi dapat dikatakan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik.

Konteks berhubungan dengan situasi berbahasa (speech situation). Konteks mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata. Konteks adalah sesuatu

(4)

yang menyertai atau bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa (Rani, 2004:190). Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Konteks ini didefinisikan oleh Leech (1983:13) sebagai “background knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes to h‟s interpretation of what‟s mean by a given utterance”. Latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga latar tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang di maksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu

2.2 Tindak Tutur

John Austin (1956) mengemukakan teori tindak tutur pertama kali dalam bentuk kuliah yang kemudian dituliskan dalam bentuk esai dengan judul “How to do Things with words?” kemudian teori itu berkembang setelah mahasiswanya, John Searle (1969), menulis buku “Speech Acts: An Essay in the Philosophy of language”, komunikasi bukan hanya sekedar simbol, kata atau kalimat tetapi hasil dari simbol ujaran (utterance) yang berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts.)

Menurut Cummings (2007:363) tindak tutur merupakan indikator penting bagi fungsi pragmatik. Subjek mungkin bisa memproduksi tindak tutur, namun tidak bisa mengubah sifat langsung berbagai tindak tersebut sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan kesantunan. Pada kondisi lain subjek mungkin tidak dapat mengetahui maksud penutur dalam menyatakan suatu ujaran, yang berdampak pada implikasi dalam konteks yang ada untuk memahami tindak tutur tidak langsung. Dalam buku Pragmatics and Discourse, Austin menjelaskan

(5)

“speech acts as the action performed in saying something. Tindak tutur merupakan sebuah tindakan yang dilakukan dalam mengatakan sesuatu.

Chaer (1995:65) berpendapat bahwa tindak tutur adalah makna dari bentuk kalimat yang membedakan lokusi, ilokusi, perlokusi dan mengikutkan situasi dalam penentuan makna bahasa. Teori tindak tutur memusatkan perhatian pada penggunaan bahasa mengkomunikasikan maksud dan tujuan pembicaraan. Lalu pengertian tindak tutur lainnya di jelaskan oleh Yule (1996: 46), “In attempting to express themselves, people do not only produce utterance containing grammatical structures and words, they perform actions via those utterance. Action performed via utterances are generally called speech acts.” Dalam mengekspresikan perasaannya, manusia tidak hanya menuturkan kalimat-kalimat sesuai dengan stuktur grammar nya saja. Mereka juga bertindak melalui tuturan tersebut. Tindakan yang dilakukan melalui tuturan disebut tindak tutur.

Tuturan adalah suatu ujaran dari seorang penutur terhadap lawan tutur ketika sedang berkomunikasi. Tuturan dalam pragmatik diartikan sebagai produk verbal (bukan tidak verbal itu sendiri) (Leech, 1993:20). Sementara itu menurut Tarigan (2009:33) setiap ujaran atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa.

Austin (dalam Cummings, 2007:9) menjelaskan tujuan penutur dalam bertutur bukan hanya untuk memproduksi kalimat-kalimat yang memiliki pengertian dan acuan tertentu tetapi untuk memberikan kontribusi jenis gerakan interaksional tertentu pada komunikasi. Menurut Austin (1962) dalam buku Pengajaran Pragmatik (Tarigan, 2009:34) tindak tutur terbagi menjadi tiga

(6)

tingkatan. Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkap mengenai tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi.

2.3 Macam- Macam Tindak Tutur

Tuturan dalam Pragmatik merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Istilah tindak tutur atau speech acts sendiri mulai diperkenalkan oleh filosof Inggris J.L Austin. (Leech, 1986:199). Austin membuat tiga macam tindak tutur yaitu, lokusi, ilokusi dan perlokusi. Berikut ketiga penjelasan tersebut.

2.3.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Menurut Cutting (2002: 16) “what is said the form of the words uttered; the act of saying something is known.” Tindak tutur ini hanya berupa tuturan untuk menyatakan sesuatu. Dalam tindak lokusi tidak memermasalahkan maksud atau fungsi tuturan. Pernyataan yang diajukan berkenaan dengan lokusi ini berkaitan dengan makna tuturan yang diucapkan. Dengan demikian, tuturan yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi ujaran yang diungkapkan oleh penutur, contohnya sebagai berikut:

Konteks: Seorang anak kecil yang merasa lapar karena ditinggal ibunya belanja ke pasar.

[3] “I‟m hungry”

Tuturan [3] tersebut dari segi lokusi memiliki makna sebenarnya. Dengan demikian, dari segi lokusi kalimat di atas merupakan sebuah pernyataan bahwa

(7)

kalimat [3] termasuk kedalam tindak tutur lokusi. Berdasarkan pengertian dan contoh diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak lokusi hanya berupa tindakan menyatakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya tanpa disertai unsur nilai dan efek terhadap lawan tuturnya. Tindak tutur merupakan tindak tutur dalam pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur.

2.3.2 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak ilokusi, yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk- bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Menurut Yule (1996: 48) “Illocutionary act is performed via the communicative force of an utterance. We might utter to make statement, an offer an explanation, of for some other communicative purpose”. Tindak tutur ilokusi merupakan sentral untuk memahami tindak tutur. Hal tersebut dikarenakan harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur tersebut terjadi. Selain itu, Austin menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah pembuatan pernyataan, tawaran, janji dan lain-lain.

Tindak ilokusi dapat diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang berfungsi untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi. Hal itu terjadi karena tindak ilokusi itu berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur dilakukan pada tindak tutur ilokusi perlu disertakan konteks tuturan dalam situasi tutur. Tidak seperti tindak tutur lainnya, tindak tutur ilokusi mempunyai daya paksa terhadap mitra tuturnya. Contohnya adalah sebagai berikut,

(8)

[4] “I‟m hungry” [5] “I need your help”

Maksudnya kalimat [4] adalah meminta makanan, kalimat tersebut merupakan suatu tindak ilokusi dan secara tidak langsung penutur minta dibawakan makanan oleh lawan tuturnya. Begitu juga kalimat [5], bukan hanya suatu pernyataan saja tapi maksudnya adalah si penutur benar- benar memohon bantuan.

Berdasarkan jenis tindak tutur yang dapat dicermati dari sudut pandang langsung atau tidak langsung serta literal atau tidak literal, Parker (1986:20) menyatakan bahwa keduanya dapat berinteraksi. Sehubungan dengan interaksi ini, tindak tutur dapat dilihat dari sudut pandang literal atau tidak literal.

. 2.3.2.1 Tindak Tutur Langsung (Direct Speech Act)

Dalam tindak tutur langsung, tuturan difungsikan konvensional sesuai dengan arti kalimatnya secara literal. Kalimat tanya fungsinya untuk bertanya, kalimat perintah untuk menyuruh dan sebagainya. Searlie dalam Cutting (2002:19) menyatakan tindak tutur langsung ialah “A speaker using direct speech act wants to communicate the literal meaning that the words conventionally express; there is a direct relationship between the form and the functions.”

Menurut Yule (1996: 54:55) sebagai teori yang selaras, yaitu “Whenever there is a direct relationship between a structure and a function, we have a direct speech act. “Yang artinya, apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung.

(9)

pendukung “Direct speech acts are these in which this expected correlation is preserved: two forms of the sentence matches the purpose, or intended force, of the utterance. “ Tindak tutur langsung merupakan tindak tutur yang sesuai dengan tujuan kalimatnya, misalnya untuk menginformasikan sesuatu menggunakan kalimat berita, menanyakan sesuatu menggunakan kalimat tanya. Yule (1996: 96) memberikan contoh dan penjelasannya sebagai berikut

[6] “it‟s could outside”

[7] “I hereby tell you about the weather”

Seperti yang digambarkan dalam tuturan [6] yang berbentuk deklaratif. Jika tuturan ini digunakan untuk membuat suatu pernyataan, seperti yang diparafrasakan dalam [7]. Tuturan ini berfungsi sebagai suatu tindak tutur langsung.

Jadi, bentuk deklaratif dari contoh sebelumnya; yang digunakan untuk membuat suatu pernyataan disebut tindak tutur langsung. Crystal menyatakan “If in the other hand, someone produced the same sentence to express, literally, the fact that he or she was feeling cold, then the speech act would be direct…” (1997: 194-195) Kesimpulannya adalah kalimat langsung merupakan tindak tutur yang langsung pada inti pesan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur tanpa basa-basi atau pemilihan kata. Terkadang, tindak tutur langsung dianggap kurang sopan oleh bebrapa kalangan linguis.

2.3.2.1.1 Tindak Tutur Langsung Literal (TTLL)

Untuk memahami tindak tutur literal lebih lanjut, kita harus mengetahui pengertian dari kata literal itu sendiri. Secara harfiah, literal adalah arti kata

(10)

sebagaimana aslinya atau asalnya. Karena arti ini terdapat pada kamus (leksikon) sebagai leksem, arti ini dapat pula disebut leksikal atau arti yang paling mendasar.

Parker dalam Nadar (2009: 20) menjelaskan bahwa tindak tutur ini dapat dijumpai dalam tuturan seorang dokter kepada seorang pasiennya sebagai berikut

[8] “Open your mouth I want to see your throat!”

Dokter ini sedang memeriksa seorang anak yang diantar ibunya. Tuturan di atas dapat diklarifikasikan sebagai tuturan langsung literal. Tuturan langsung karena dokter betul-betul ingin agar anak ini membuka mulutnya lebar-lebar untuk diperiksa dan literal karena dokter tersebut menggunakan modus kalimat perintah untuk menyuruh.

Wijana (1996: 33) menyatakan bahwa “Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud penuturannya. ”Tindak tutur langsung literal sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, hanya saja banyak orang yang tidak menyadari dan mengetahui bahwa tuturan yang diucapkan itu termasuk ke dalam kategori ini. Tindak tutur langsung literal seringkali dijumpai pada situasi dalam kelas, jika murid tidak tahu atau tidak mengerti, maka dia harus bertanya. Tuturan spontan seperti itulah yang biasanya berupa tuturan langsung literal.

Tindak tutur ini pula dijumpai dalam sebuah presentasi pada perkuliahan. Ketika presentasi, biasanya para mahasiswa atau mahahasiswi diharapkan untuk bertanya agar mendapat informasi lebih lanjut mengenai isi presentasi tersebut. Untuk lebih jelasnya, Wijana (1996: 33) memberikan contoh dan penjelasannya sebagai berikut:

(11)

[10] “Open your mouth!” [11] “What is the time now?”

Tuturan [9], [10], dan [11] merupakan tindak tutur langsung literal bila secara berturut-turut dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang dibicarakan sangat pandai, menyuruh lawan tutur membuka mulut, dan menanyakan pukul berapa ketika itu. Maksud memerintah dengan kalimat perintah dan maksud bertanya dengan kalimat bertanya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tuturan langsung literal dengan tujuan dan konteks yang berbeda dalam setiap pertuturannya. Jika diperhatikan, masih banyak tuturan langsung literal dalam berbagai situasi, seperti dalam tanya jawab seminar, kuliah umum, dan sebagainya.

2.3.2.1.2 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (TTLTL)

Menurut Parker dalam Nadar (2009: 20) tuturan dalam kelompok ini dapat dilihat dalam contoh tuturan dibawah ini.

Seorang mahasiswa mendapat nilai B untuk mata kuliah sintaksis. Dia mengatakan kepada teman dekatnya sebagai berikut.

[12] “Woa, I failed again on the test, I only got B.”

Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak tutur langsung karena menggunakan kalimat berita untuk memberitakan; yaitu hasil ujiannya kepada teman dekatnya. Namun, tuturan ini tidak literal karena yang dia maksudkan adalah lulusnya, bukan tentang gagalnya.

Wijana menyatakan “Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud penuturnya.”

(12)

(1996: 35). Dalam percakapan sehari-hari, penutur terkadang mendengar dan juga berbicara dengan maksud yang berbeda. Itu tidak masalah selama penutur dan lawan tuturnya memahaminya. Untuk lebih jelasnya Wijana (1996: 35) memberikan contoh dan penjelasannya sebagai berikut:

[13] “Your voice is good”

[14] “you can make the radio‟s volume louder, so I can study tonight.” Pada contoh [13] maksudnya suara lawan tutur tidak bagus. Pada contoh [14] penutur menyuruh lawan tuturnya yang mungkin dalam hal ini adiknya untuk mengecilkan volume radio agar dia bisa belajar.

2.3.2.2 Tindak Tutur Tidak Langsung (Indirect Speech Act)

Tindak tutur tidak langsung erat kaitannya dengan prinsip sopan santun dalam percakapan. Kalimat perintah dapat diungkapkan melalui kalimat tanya atau kalimat berita agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Tindak tutur tidak langsung merupakan tindak tutur yang tidak sesuai dengan fungsi kalimatnya. Menurut Kroeger (2005: 197) “Indirect speech acts are those in which there is a mismatch between the sentence type and he intended force.” Adapun contoh menurut parker dalam Nadar (2009: 18) sebagai berikut:

[15] “Bring me my coat”

Contoh di atas merupakan tindak ilokusioner bertanya yang secara tidak langsung merupakan tindak ilokusioner meminta. Maka tuturan bring me my coat? Merupakan contoh tindak tutur tidak langsung. Verschuren dalam Griffiths (1999: 149) menyatakan “When a sentence type is used in the performative of speech acts different from their default kind, we have what are called indirect

(13)

speech acts.

Penulis menyimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang tidak sesuai dengan maksud yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur. Biasanya, tindak tutur tidak langsung lebih sopan digunakan ketika berkomunikasi daripada tindak tutur langsung. Hal tersebut karena penutur melakukan strategi-strategi dan pemilihan kata sebelum berbicara dengan lawan tuturnya. Yule (1996: 96-97) memberikan contoh dan menjelaskannya, yaitu:

[16] “I hereby request of you that you close the door

Tuturan ini digunakan untuk membuat suatu perintah atau permohonan, seperti yang diparafrasakan dalam [16]. Ada pula tuturan yang berfungsi sebagai suatu tindak tutur tidak langsung.

[17] “Move out the way!”

[18] “Do you have to stand in front of the TV?” [19] “You‟d make a better door than a window.”

Yule memberikan penjabarannya, yaitu struktur yang berbeda dapat digunakan untuk menyempurnakan fungsi yang sama. Ini terlihat seperti contoh di atas, dimana penutur menginginkan orang yang dituju agar tidak berdiri didepan TV. Fungsi dasar dari seluruh tuturan tersebut ialah perintah atau permohonan, tetapi hanya struktur imperative dalam [17] yang mewakili tindak tutur. Struktur deklaratif dalam [18] dan [19] juga termasuk ke dalam permohonan tidak langsung.

Adapun definisi yang selaras menurut Yule (1996: 55), yaitu “Whenever there is an indirect relationship between a structure and a function, we have an indirect speech act. ”Yang artinya, apabila ada hubungan tidak langsung antara

(14)

struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung.

Yule (1996: 97) menjelaskan lebih rinci dengan contohnya sebagai berikut.

[20] “Could you pass the salt?” [21] “Would you open this?”

Contoh tersebut memiliki bentuk interogatif, tetapi secara khusus tidak dipakai untuk menanyakan suatu pertanyaan (karena tidak hanya mengharapkan suatu jawaban, akan tetapi mengharapkan suatu tindakan). Contoh pada [20] dan [21] biasanya dipahami dengan bentuk permohonan.

“Searly explained that someone using an indirect speech act wants to communicate a different meaning from the apparent surface meaning; the form and function are not directly related” Cutting (2002: 19). Dalam tindak tutur tidak langsung, seseorang berusaha mengkomunikasikan maksud yang berbeda dari tuturan yang diucapkan, bentuk dan fungsi tuturan tidak langsung berhubungan.

Maka dari itu, dibutuhkan pemahaman makna yang cepat ketika berkomunikasi agar penutur dan lawan tutur tidak kebingungan menangkap maknanya. Cyrstal (1997: 197) memberikan definisinya, yaitu “In the classification of speech acts, the term refers to an untterance who linguistic from does not directly reflect its communicative purpose, as when I‟m feeling code functions as a request for someone to close a door. ”Dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung merupakan tindak tutur yang lebih halus digunakan dalam pertuturan. Dalam tindak tutur tidak langsung ada maksud yang tersirat, seperti yang penulis jelaskan sebelumnya. Sehingga, seseorang yang diperintah,

(15)

misalnya; tidak merasa diperintah.

2.3.2.2.1 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (TTTLL)

Parker dalam Nadar (2009: 21) memberikan contoh yang dapat ditemukan dalam situasi sebagai berikut.

Suatu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang sedang makan malam bersama. Sang suami suka pedas dan menginginkan sambal yang terletak jauh darinya. Sehingga, dia berkata pada istrinya, yaitu:

[22] “Honey, can I have sauce?”

Tuturan ini tidak langsung karena menggunakan kalimat tanya untuk membuat suatu tindak ilokusi tidak langsung? Menyuruh istrinya mengambilkan sambal. Tuturan suami kepada istrinya ini dapat diklasifikasikan sebagai tuturan literal karena suaminya memang meminta saus.

Wijana (1996: 34) memberikan definisinya, “Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur.”

Adapun contoh yang Wijana (1996: 34) kemukakan sebagai berikut: [23] “The floor is dirty.”

Dalam konteks seorang Ibu rumah tangga berbicara dengan pembantunya [23]. Tuturan ini tidak hanya informasi tetapi terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat tanya dan makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan maksud yang dikandung.

(16)

karena memang situasinya tepat untuk berbicara seperti itu. Dalam percakapan sehari-hari pun begitu, dengan melihat konteks, dapat langsung paham maksud penutur

.

2.3.2.2.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (TTTLTL)

Diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan. Untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai kotor, seorang majikan dapat saja mengutarakan dengan kalimat tuturan tidak langsung dan tidak literal.

Contoh:

[24] “The floor is very clean, huh?

Penutur dapat menyuruh anaknya untuk mencuci mobil dengan mengtakan, “Your car is very clean”.

2.3.3 Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi, yaitu tuturan yang memiliki fungsi tanpa memaksudkan tuturan itu memiliki akibat. Menurut Hurford (1983: 243) “Perlocutionary acts carry out by a speaker making an utterance is the act of causing a certain effect on the hearer and others.” Tindak tutur perlokusi di ucapkan oleh penutur dan menimbulkan efek terhadap mitra tuturnya.

Tindak tutur perlokusi, yang juga dinamakan the act of affecting someone, berada pada pemahaman penutur (addressee) yang menangkap makna pada daya pengaruh (perlocutionary force) atau dampak tuturan itu. Dampak tersebut dapat berupa pengaruh yang dimaksudkan oleh penutur atau yang tidak dimaksudkan

(17)

sama sekali. Tindak tutur ini lebih kompleks dan lebih sulit ditetapkan maknanya, karena untuk memahaminya kita harus terlebih dahulu mengenal konteks tuturnya. Makna yang tertangkap atau dipahami pada tindak tutur perlokusi sangat tergantung pada presepsi dan pemahaman penutur (addressee).

Tindak tutur perlokusi dapat dilihat dari beberapa verba yang digunakan. Beberapa verba itu antara lain membujuk, menipu, mendorong, membuat jengkel, menakut-nakuti, menyenangkan, melegakan, mempermalukan, menarik perhatian, dan sebagainya. Tindak tutur perlokusi dapat menghasilkan efek atau daya ujaran terhadap mitra tutur hasilnya rasa khawatir, rasa takut, sedih, senang, putus asa, kecewa, takut, dan sebagainya. Berikut contoh dari tindak tutur perlokusi,

[25] A: “Go away!”

B: (smiling and keep sitting in his/her chair)

Pada tuturan [25] terlihat bahwa penutur (A) meminta mitra tuturnya yaitu (B) untuk pergi meninggalkan ruangan, tetapi reaksi yang ditimbulkan (B) adalah tersenyum dan tetap diam saja di tempat duduknya. Tindakan seperti itulah yang disebut dengan tindak tutur perlokusi. Tindakan atau reaksi yang terjadi pada tindak tutur perlokusi tidak selalu sesuai dengan yang dikehendaki oleh penuturnya.

2.4 Konsep Muka (Face Concept)

Definisi dari istilah muka (face) disini bukanlah semata-mata rupa atau paras, melainkan suatu pencitraan dari individu. Untuk lebih jelas, berikut pendapat para linguistik. “Face is an image of self delineated in terms of approved social attributes albeit an image that others may share, as when a

(18)

person makes a good showing for his profession of religion by making good showing of himself.” (Goffman, 1967:5). Berdasarkan pernyataan tersebut muka (face) adalah gambaran diri yang melukiskan atribut sosial. Oleh karena itu, asumsi diri atau self-assumption individu memiliki tampilannya masing-masing di muka publik, yang ditentukan oleh ketetapan fitur sosial, seperti profesi, agama, jenis kelamin, dan etnis. Selanjutnya Brown dan Levinson (1987:61) mengemukakan “face is something that emotially attended to in interaction.” Berdasarkan pernyataan tersebut muka (face) adalah sesuatu yang emosional dan hadir dalam interaksi.

Diperjelas oleh Yule (1996:60) dengan mengemukakan muka (face) adalah “a person‟s public self-image.” Berdasarkan pernyataan tersebut muka (face) adalah gambaran diri dari individu.

Dari ketiga pendapat yang sudah diuraikan, disimpulkan bahwa muka (face) adalah citra diri atau self-image public yang memainkan peran utama dalam setiap kebudayaan, dan hal ini membentuk bagaimana karakter penutur dianggap oleh lawan tutur.

2.4.1 Muka Negatif (Negative face)

Menurut Yule, (1996:61-62) “A person‟s negative face is the need to independent, to have freedom of action, and not to be imposed by others. The word „negative‟ here doesn‟t mean „bead‟, it‟s just the opposite pole from „positive‟. Muka negatif (negative face) adalah kebutuhan seseorang untuk menjadi mandiri, memiliki kebebasan bertindak, dan tidak ingin dijatuhkan oleh individu lain. Kata „negative‟ disini bukan berarti „buruk‟, tetapi hanya lawan kata

(19)

dari “positive”.

2.1 Tabel muka negatif (Negative face) Muka negatif (Negative face) Ekspektasi Kebebasan dari pembebanan Kebutuhan

Penekanan pada penghormatan dan kepedulian

Sedangkan menurut Brown dan Levinson (1987:61) yang mengemukakan “Negative fac: the basic claim to territories, personal preserves, rights to non distraction –I,e. to freedom of action and freedom from imposition.”Muka negatif yang merupakan keinginan setiap orang untuk wilayah, hak perseorangan, hak untuk bebas dari gangguan, yaitu kebebasan bertindak dan kebebasan dari kewajiban melakukan sesuatu. Muka negatif (Negative Face) adalah keinginan individu agar setiap keinginannya tidak dihalangi oleh pihak lain.

contoh muka negatif (negative face) : Perintah [26] “Please close the door”!!

Tuturan tersebut merupakan sebuah perintah murni yang menunjukkan adanya sebuah kekuatan dari penutur kepada lawan tutur walaupun lawan tutur bisa saja menolak, namun ucapan penutur tersebut kurang lebih membatasi kebebasan individu dari lawan tutur tersebut.

2.4.2 Muka Positif (Positive face)

Menurut Yule, (1996:61-62) A person‟s positive face is the need to be accepted, even liked, by others, to be treated as a member of the same group, and to know that his or her wants are shared by others.” Muka positif (positive face) adalah kebutuhan untuk diterima, bahkan disukai, dan diketahui oleh individu

(20)

lain.

2.2 Tabel Positive Face Muka positif (Positive face) Ekspektasi Pendekatan social

Kebutuhan Untuk terhubung

Untuk diterima sebagai anggota kelompok yang memiliki tujuan yang sama Untuk mandiri

Untuk memiliki kebebasan bertindak, dan tidak terbebani Penekanan Pada solidaritas dan kesamaan

Sedangkan menurut Brown dan Levinson (1987:61) yang mengemukakan “Positive face: the positive face consistent self-image or personality (crucially including the desire that this self image be appreciated and approved of) claimed by interactions. “Muka positif, yakni citra diri atau kepribadian positif yang konsisten yang dimiliki oleh warga yang berinteraksi (termasuk di dalamnya keinginan agar citra positif ini diakui dan dihargai). Muka Positif adalah keinginan setiap penutur agar dia dapat diterima atau disenangi oleh pihak lain.

Contoh muka positif (positive face) : kritik

[27] “I don‟t think your work today is that good!!”

Muka positif dari lawan tutur akan merasa terancam karena penutur seperti sedang mengatakan sesuatu yang tidak baik kepada lawan tutur. Di sini, muka lawan tutur dinilai secara negatif karena pekerjaannya yang dianggap tidak sebagus biasanya.

(21)

2.5 Tindakan Mengancam Muka (Face Threatening Acts) atau (FTA)

Mengacu pada teori Brown dan Levinson (1987:61) yang menyatakan “face threatening acts are strategies that can damage or threaten another person‟s positive or negative face.” Berdasarkan pernyataan tersebut tindakan mengancam muka (face threatening act) adalah suatu strategi yang dapat melukai muka seseorang. Sedangkan menurut Yule (1996:61) “face threatening acts is when a person says something that represents a threat to another individual‟s expectations regarding self-image.” Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui penutur mengatakan sesuatu yang merupakan ancaman bagi lawan tutur mengenai citra diri (self-image), maka hal ini disebut tindakan mengancam muka (face threatening act). Secara singkat, kemungkinan bahwa beberapa tindakan bisa ditafsirkan sebagai ancaman terhadap muka seseorang.

2.5.1 Tindakan mengancam muka negatif meliputi tindakan yang terkandung dalam :

Brown dan Levinson (1987:65-66) menyatakan tindakan-tindakan yang terutama mengancam muka negatif lawan tutur (pendengar), dengan menunjukkan bahwa A tidak bermaksud untuk menghindari kebebasan tindakan lawan tutur, termasuk:

i. Tindakan-tindakan yang predikat beberapa tindakan penutur depan lawan tutur kkdan dengan demikian menaruh beberapa tekanan pada pendengar untuk kkmelakukan (atau menahan diri dari melakukan) tindakan A.

(22)

(Penutur menunjukkan bahwa ia ingin lawan tutur untuk melakukan keinginan penuturnya).

Contoh: Perintah (orders) [28] “Please close the door”!!

Tuturan tersebut merupakan sebuah perintah murni yang menunjukkan adanya sebuah kekuatan dari penutur kepada lawan tutur walaupun lawan tutur bisa saja menolak, namun ucapan penutur tersebut kurang lebih membatasi kebebasan individu dari lawan tutur tersebut.

b.JUngkapan mengenai saran, nasihat (suggestions, advice).

(Penutur menunjukkan bahwa ia berpikir lawan tutur harus (mungkin) melakukan beberapa tindakan A).

c.JUngkapan mengenai peringatan (reminding).

(Penutur menunjukkan bahwa lawan tutur (pendengar) harus ingat untuk kkkmelakukan beberapa A)

d.JUngkapan mengenai ancaman, tantangan (threats, warnings, dares).

(Penutur menunjukkan bahwa ia atau seseorang, atau sesuatu, akan memicu sanksi terhadap lawan tutur (pendengar) kecuali dia lakukan A).

ii. Tindakan-tindakan yang predikat beberapa tindakan masa depan yang positif JJJdari pembicara terhadap pendengar dan dengan demikian menaruh beberapa IIItekanan pada pendengar untuk menerima atau menolak mereka dan mungkin IIIuntuk dikenakan hutang:

a.kUngkapan mengenai tawaran (offers).

(Penutur menunjukkan bahwa ia ingin melakukan beberapa tindakan untuk jjjjjjlawan tutur (pendengar), sehingga menimbulkan utang).

(23)

b. Ungkapan mengenai janji (promises).

(Penutur melakukan dirinya untuk tindakan masa depan untuk kepentingan bbblawan tutur (pendengar).

iii. Tindakan-tindakan yang predikat beberapa keinginan dari penutur ke arah jjjjjjlawan tutur (pendengar), lawan tutur (pendengar) memberikan alasan untuk llllilberpikir bahwa ia mungkin harus mengambil tindakan untuk melindungi kkkobjek keinginan penutur atau memberikannya kepada lawan tutur.

a.j Ungkapan mengenai pujian (Compliments

(Penutur menunjukkan bahwa dia suka atau ingin sesuatu dari lawan tutur) b. jUngkapan perasaan negatif yang kuat seperti kebencian dan kemarahan terhadap lawan tutur, expressions of strong (negative) emotions toward H- e.g.hatred, bbanger ).

(Penutur menunjukkan kemungkinan motivasi untuk merugikan lawan tutur)

2.5.2 Tindakan mengancam muka positif meliputi:

Brown dan Levinson (1987:66) menyatakan tindakan mengancam muka positif, dengan menunjukkan bahwa penutur tidak peduli tentang perasaan lawan tutur , meliputi:

i. Orang-orang yang menunjukkan penutur yang memiliki penilaian negatif dari jj jbeberapa aspek muka positif lawan tutur:

i.a Ungkapan mengenai ketidaksetujuan, kritik, tindakan merendahkan, keluhan,

gggdakwaan,kpenghinaan (disapproval, criticism, contempt, complaints,

gggaccusations, insults).

(24)

lawan tutur).

Contoh: i.a2 Kritik (Criticism)

[29] “I don‟t think your work today is that good!!

("Saya tidak habis pikirjbahwa pekerjaan anda saat ini baik!! ),

Muka positif dari lawan tutur akan merasa terancam karena penutur seperti sedang mengatakan sesuatu yang tidak baik kepada lawan tutur. Di sini, muka lawan tutur dinilai secara negatif karena pekerjaannya yang dianggap tidak sebagus biasanya.

i.b Ungkapan mengenai pertentangan, tantangan (contradictions, challenges). Contoh: i.b2 tantangan (challenges)

[30] “Come and explore Sweden yourself !”

Penutur tidak memperdulikan perasaam lawan tutur dan penutur memiliki penilaian negatif terhadap muka positif dari lawan tutur dengan meragukan keberanian dari lawan tutur untuk menjelajahi swedia dengan sendirian, tindakan tantangan di atas mengancam muka positif lawan tutur (pendengar) karena dalam kenyataanya lawan tutur (pendengar) tidak ingin ditantang dan ingin diterima serta diakui keberaniannya oleh pihak lainnya.

(Penutur menunjukkan bahwa ia berpikir lawan tutur salah atau tidak masuk akal tentang beberapa masalah, seperti kesalahan yang dikaitkan dengan pertemtangan).

ii. orang-orang yang menunjukkan bahwa penutur tidak peduli (atau acuh tak acuh) terhadap muka positif lawan tutur,meliputi:

ii.a Ungkapan mengenai emosi yang tidak terkontrol yang membuat lawan tutur merasa dibuat takut atau dipermalukan (violent (out-of-control) emotions).

(25)

(Penutur memberikan alasan kepada lawan tutur yang mungkin dia menjadi takut atau malu oleh dia).

ii.b Ungkapan yang tidak sopan, penyebutan hal-hal yang bersifat tabu ataupun llllll yang tidak selayaknya dalam suatu situasi, yaitu penutur menunjukkan bahwa hh penutur tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan juga tidak mau kkkmengindahkan hal-hal yang ditakuti oleh lawan tutur. (irreverence, mention hhhof taboo topics, including those that are inappropriate in the context).

(Penutur menunjukkan bahwa ia tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan dia tidak takut lawan tutur ketakutan)

ii.c Ungkapan mengenai kabar buruk mengenai lawan tutur, atau menyombongkan berita baik, yaitu yang menunjukkan bahwa penutur tidak segan-segan kkkmenunjukkan hal-hal yang kurang menyenangkan pada lawan tutur, dan tidak kkkbegitu mempedulikan perasaan lawan tutur (bad news about H, or good news kkk(boasting) about S (S indicates that he is willing to cause distress to H, and/or kkkdoesn‟t care about H‟s feeling).

ii.d Ungkapan mengenai hal-hal yang membahayakan sertajtopik yang bersifat ggggmemecah belah pendapat, seperti masalah politik, ras, agama, pembebasan kkkkwanita. Dalam hal ini penutur menciptakan suatu suasana yang dapat atau dvddmempunyai potensi untuk mengancam muka lawan tutur yaitu penutur dddvmembuat suatu atmosfir yang berbahaya terhadap muka lawan tutur jjjjjjjj(dangerously emotional or divisive topics, e.g. politics, race, religion, llllllllwomen‟s liberation (S raises the possibility or likelihood of lface threatening jjjjjjjjact (such as above) occurring; i.e., S creates a dangerous- to-kface kkkkatmosphere).

(26)

ii.e Ungkapan yang tidak kooperatif dari penutur terhadap lawan tutur, yaitu kkkkpenutur menyela pembicaraan lawan tutur, menyatakan hal-hal yang tidak kkkkgayut serta tidak menunjukkan kepedulian (non-cooperation in an activity-kkkNe.g. disruptively interrupting H‟s talk, making sequiturs or showing non-kkk kattention).

kkk(penutur menunjukkan bahwa dia tidak mempedulikan keinginan muka negatif llllhmaupun muka positif lawan tuturnya). (S indicates that he doesn‟t care about kkkH‟s negative or positive wants”).

ii.f Ungkapan mengenai sebutan ataupun hal-hal yang menunjukkan status lawan kkktutur pada perjumpaan pertama. Dalam situasi ini mungkin penutur membuat kkkidentifikasi yang keliru mengenai lawan tuturnya yang melukai perasaannya kkkatau mempermalukannya baik secara sengaja ataupun tidak (address terms kkkand other status marked identification in initial encounters (S may misidentify kkkH in an offensive or embarrassing way, intentionally or accidentally).

Brown dan Levinson (1987:66) menjelaskan bahwa sejumlah tindakan memang dapat sekaligus mengancam baik muka negatif (Negative Face) maupun muka positif (Positive Face) lawan tutur, seabagai berikut: Note that there is an overlap in this classification of FTA, because some FTA‟s intrinsically threaten both negative and positive face (e.g. complaints, interruptions, threats, strong expressions of emotion, requests for personal information”). Harap diperhatikan bahwa ada kerancuan dalam klasifikasi FTA karena sejumlah FTA secara intrinsik mengancam baik muka negatif maupun muka positif (misalnya pengaduan, interupsi, ancaman, ungkapan emosional yang kuat, permintaan informasi yang bersifat pribadi”).

(27)

Selaras dengan pandangan Brown dan Levinson (1987) bahwa sejumlah tindakan dapat secara sekaligus mengancam baik muka negatif (Negative Face) maupun muka positif (Positive Face) lawan tuturnya.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai yang dijelaskan diatas maka peneliti tertarik untuk melangsungkan penelitian mengenai piutang air yang ada di PDAM Tirta Kencana Kabupaten Jombang dengan

VSM (engl.Value Stream Maping) odnosno mapiranje toka vrijednosti koji vizualizira tok materijala i informacija i č ini gubitke lako vidljivima, a kada uvidimo gubitke

Secara organsatoris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali menjabarkan kegiatannya kedalam 14 program terdiri dari 11 program Dinas Pendidikan Pemuda

ketupat ini, sudah menjadi tradisi warga kampung Jaton yang dilaksanakan pada setiap tahunnya, sejak dahulu kala yang diwariskan dari nenek moyang atau leluhur mereka2. Oleh

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keuntungan usaha tani bawang merah, menganalisis daya saing bawang merah melalui keunggulan kometitif dan komparatif, serta

Peningkatan kapasitas yang terjadi pada guru MINU Waru Sidoarjo dalam menguasai setiap materi yang telah diberikan pada setiap siklus dalam pelatihan ini menjadi bukti dari

Matokeo katika jedwali namba 4.2 hapo juu yanaashiria kwamba,walimu wanapata athari kwa kutofundishia kiswahili katika shule za sekondari.Athari hizo ni Kushuka kwa ubora

pedoman bagi observer untuk mengamati hal-hal yang diamati. Macam instrument observasi antara lain: chekc list, anecdotal record, dan rating scale. 1) Check list atau daftar