• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP KOMBINASI ISONIAZID DAN ETAMBUTOL DENGAN TEKNIK NUKLIR. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP KOMBINASI ISONIAZID DAN ETAMBUTOL DENGAN TEKNIK NUKLIR. Abstrak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

34 UJI RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP KOMBINASI

ISONIAZID DAN ETAMBUTOL DENGAN TEKNIK NUKLIR Ratna Dewi Purwanti1, Aang Hanafiah Ws1, Nanny Kartini Oekar2

1

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Bandung 2

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Bandung

Abstrak

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri tahan asam penyebab penyakit tuberkulosis (TB). Bakteri ini menyerang paru dan organ lain, seperti tulang, kulit, kelenjar getah bening, kelenjar tiroid, dan saluran urogenital. M. tuberculosis sangat mudah resisten terhadap obat anti tuberkulosis, sehingga berdampak pada sulitnya pengobatan penyakit TB secara tuntas. Resistensi yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya mutasi. Deteksi resistensi M. tuberculosis terhadap INH dengan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengetahui adanya mutasi gen katG M. tuberculosis telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Kali ini dilakukan uji resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap kombinasi INH dan etambutol dengan menggunakan senyawa bertanda 99mTc-etambutol secara in-vitro. Pengujian resistensi M. tuberculosis meliputi pemberian kombinasi obat INH dan etambutol pada M. tuberculosis, inkubasi, penambahan kadar antibiotik INH di minggu ke-2 pengamatan, penambahan senyawa bertanda 99mTc-etambutol, dan pencacahan radioaktivitas. INH yang ditambahkan ke dalam kelompok tabung adalah 1 μg/mL, sedangkan kadar etambutol yang ditambahkan ke dalam kelompok tabung adalah 2 μg/mL, 4 μg/mL, 6 μg/mL, dan tanpa penambahan etambutol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa M. tuberculosis yang telah diinduksi oleh INH dan etambutol masih dapat tumbuh secara bertahap selama 4 minggu inkubasi, sedangkan % uptake radioaktivitas 99mTc-etambutol dan 99mTc-perteknetat cenderung menurun dengan bertambahnya konsentrasi INH dan etambutol.

Kata Kunci : Mycobacterium tuberculosis, INH, etambutol, resistensi, 99mTc-etambutol

Abstract

Mycobacterium tuberculosis is an acid-resistant bacteria causing tuberculosis (TB). This bacteria attacks lungs and other organs such as bones, skin, lymph nodes, thyroid gland and urogenital track. M. tuberculosis is very easy resistant to anti-tuberculosis drugs, thus it makes the madical of TB disease completely difficult. Generally, resistant is caused by mutation. The previous research has made resistance detection of M. tuberculosis to INH by using PCR (Polymerase Chain Reaction) to detect gene mutations of katG M. tuberculosis. In this research, in-vitro resistance test of M. tuberculosis has been done to INH combination and ethambutol by using 99mTc-ethambutol labelled compound. The resistance test of M. tuberculosis includes giving INH drugs combination and ethambutol on M. tuberculosis, incubation time, additional of INH antibiotics in the second week of observation, additional of 99mTc-ethambutol compound and radioactivity enumeration. INH were added to the tube group is 1 mg/mL, whereas the levels of ethambutol were added to the tube group is 2 mg/mL, 4 mg/mL, 6 mg/mL, and without the addition of ethambutol The results show that % radioactivity uptake of 99mTc-ethambutol tends to decrease with the increasing of INH and ethambutol concentration.

(2)

35 PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Saat ini TB menjadi penyebab kematian nomor 3 di dunia setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Sedemikian pentingnya penyakit TB ini untuk diperhatikan, sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tanggal 24 Maret sebagai “Hari TB Sedunia” bertepatan dengan dicanangkannya kedaruratan global penyakit TB.

Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi sepertiga populasi dunia, sekitar 90% penderita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, dan sekitar 10% di antaranya berubah menjadi penyakit TB. Setiap hari, sebanyak 50 ribu orang di dunia meninggal karena penyakit ini. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB pada tahun 2002, dan kasus tersebut cenderung terus meningkat. Peningkatan jumlah kasus TB tersebut dipicu dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia. Kombinasi TB dan HIV/AIDS menjadi penyakit yang paling ditakuti dan bahkan dapat mematikan apabila tidak ditangani dengan benar (Kartini, 2008; Tabrani, 2007).

Indonesia berada pada peringkat ke-3 terbanyak penyumbang kasus TB di dunia. Setiap tahunnya tercatat 582 ribu

kasus TB, dan 140 ribu orang kematian diakibatkan oleh penyakit TB.

Penyakit TB di Indonesia sebagian besar menyerang kelompok usia kerja produktif dan kebanyakan penderitanya berasal dari kelompok sosio ekonomi rendah. Departemen kesehatan RI menyatakan bahwa penderita TB terbanyak terdapat di Indonesia bagian timur karena adanya kemiskinan, malnutrisi, dan sanitasi lingkungan yang buruk. Jawa Barat menempati urutan ke-4 propinsi penyumbang kasus TBC terbanyak setelah Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta (Kartini, 2008; Tabrani, 2007).

Pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus kematian akibat TB di Indonesia. Pada tahun 2009 ditemukan 528.063 kasus baru TB dengan kematian 91.369, angka tersebut dapat diturunkan menjadi 430.000 kasus baru TB dengan kematian 61.000 orang. Penurunan angka kematian karena TB yang mencapai lebih dari 50% menyebabkan Indonesia berada pada peringkat ke-5 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia. Kemajuan ini dicapai karena pendekatan baru dalam pengendalian TB melalui Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2000.

TB dapat ditularkan melalui saluran nafas dengan menghirup atau menelan tetes-tetes ludah atau dahak yang mengandung basil dan dibatukkan oleh

(3)

36 penderita TB. Bila bakteri tersebut sudah

masuk ke paru, terjadi gejala seperti demam, keringat malam, dan batuk. Bakteri TB dapat berpindah dari paru melalui peredaran darah sehingga dapat menyerang kulit, tulang, kelenjar getah bening, kelenjar tiroid dan saluran urogenital yang dikenal di kalangan medis sebagai TB ekstra paru (Tjay, 2002).

Penderita TB ekstra paru sering tidak menyadari bahwa di dalam tubuhnya telah bersarang bakteri Mycobacterium tuberculosis karena gejalanya yang tidak terlalu spesifik. Penyakit TB seperti inilah yang sering kali tidak dapat didiagnosis dengan metode konvensional maupun modern sehingga menyebabkan pengobatan dan penatalaksanaan penyakit TB menjadi sangat terlambat (Kartini, 2008).

Penyakit TB dapat disembuhkan apabila diagnosis dilakukan dengan tepat dan akurat dan kemudian dilakukan pengobatan secara teratur. Akan tetapi, terdapat beberapa kendala untuk menemukan secara dini penyakit mematikan tersebut, seperti letak geografis dari tempat tinggal pasien yang sulit dijangkau, kurangnya sosialisasi pengetahuan tentang penyakit TB, dan terbatasnya kemampuan tenaga medis dalam menangani penyakit TB, serta kemiskinan yang masih meluas dialami masyarakat Indonesia.

Banyaknya kendala yang dihadapi untuk menurunkan angka infeksi dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit

TB seperti yang disebutkan di atas, akan semakin menyulitkan program pencanangan target Indonesia Sehat (Kartini, 2008).

Metode diagnosis yang biasa digunakan untuk menemukan penderita baru adalah dengan cara pemeriksaan laboratorium/mikrobiologi (Mantoux, uji apus sputum) dan radiologi (Foto Rontgen, MRI, CT-Scan, dan ultrasonografi-USG). Penderita TB paru sangat mudah dideteksi dengan metode-metode tersebut, walaupun kadang-kadang memberikan hasil yang negatif palsu (false negative). Untuk mendiagnosis secara benar di daerah mana terjadinya infeksi Mycobacterium tuberculosis, maka diperlukan suatu metode diagnosis yang lebih akurat (Kartini, 2008).

Pada pasien TB, pengobatan biasanya menggunakan obat anti TB lini pertama, yaitu Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol, dan Rifampisin selama 6-9 bulan. Obat-obat anti TB tersebut selalu digunakan sebagai kombinasi antara 3-4 obat karena bakteri TB sangat cepat resisten terhadap masing-masing obat anti TB (Mutschler, 1991).

Hal terpenting pada pengobatan TB adalah kepatuhan pasien dalam meminum obat. Permasalahan yang sering terjadi adalah penderita sering tidak mematuhi dosis dan pemakaian obat yang diharuskan atau ada pula penderita yang berhenti memakan obat karena merasa bosan mengkonsumsi dalam periode waktu yang berkepanjangan. Tanpa disadari, hal tersebut dapat mengakibatkan dampak fatal

(4)

37 bagi penderita, yaitu timbulnya resistensi

terhadap obat-obat anti TB (Mustchler, 1991).

Berbagai metode untuk menentukan resistensi Mycobacterium tuberculosis telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan mempertimbangkan sensitivitas dan spesifisitas. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lina, dkk (2009) dengan menggunakan teknik PCR hibridisasi Dot Blot menggunakan pelacak oligonukleotida bertanda untuk mendeteksi resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazid. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa teknik PCR adalah metode yang cepat, spesifik, dan sensitif untuk mendeteksi adanya mutasi gen katg Mycobacterium tuberculosis yang berkaitan dengan resistensinya terhadap INH (Lina, 2009).

Pada laporan hasil penelitian ini, penulis memaparkan hasil uji mikrobiologis untuk melihat kemungkinan terjadinya resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazida sebagai salah satu obat anti TB dengan memanfaatkan peran iptek nuklir menggunakan senyawa bertanda 99m

Tc-Etambutol.

METODOLOGI Alat

Alat yang digunakan adalah inkubator (Memmert), dose calibrator (Victoreen), shaker incubator (Karl Kolb), generator 99Mo/99mTc, syringe disposable (Terumo), pengaduk vortex, oven

(Memmert), botol Mc.Carney, parel gelas, otoklaf, sentrifuga, timbangan analitis (Metler), tabung reaksi steril berpenutup ukuran 25 mL, tabung sentrifuga, tabung gelas ulir 25 mL, tabung untuk pencacahan supernatan, masker 3M, sarung tangan, seperangkat alat kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, kawat ose, pembakar spiritus, laminar air flow (Koy Pharma), mikro pipet berbagai ukuran, spatel, beaker glass 50 mL, erlenmayer 500 mL, pipet volume 2 mL, gelas ukur 10 mL, vial 10 mL, tip putih, tip kuning, tip biru, wadah Pb dan Single Chanel Analizer (SCA) (ORTEC) dengan detektor NaI(Tl) .

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah etambutol, isonikotinil hidrazid (INH) (Lupin-China), Mycobacterium tuberculosis strain H37RV (patogen), kit kering radiofarmaka etambutol yang terdiri dari dua buah vial berisi SnCl2.2H2O, Natrium pirofosfat (vial A), etambutol, dan manitol (vial B). Radionuklida 99mTc-perteknetat yang berasal dari generator 99Mo/99mTc (PT-BATAN Teknologi).

Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah media Middlebrook (DIFCO), media Lowenstein-Jensen (DIFCO), larutan pengaya (enrichment) Middlebrook 7H9 (DIFCO), gliserin, penyaring steril (Millipore 0,22 μm), natrium klorida (NaCl) fisiologis, aseton, asetonotril 50% (E.Merck), aquadest steril

(5)

38 (IPHA Laboratories), kertas indikator pH

universal (E.Merck) dan larutan Mack Farland untuk standard dengan konsentrasi 107. Selain itu digunakan pula kertas Whatman 31ET dan pelat lapis tipis TLC-SG (PALL Corporation) untuk kromatografi.

Penyiapan Media Untuk Larutan Uji Dan Larutan Kontrol

Media yang digunakan untuk membuat larutan uji dan kontrol adalah media Middlebrook cair steril. Pembuatan media Middlebrook dilakukan dengan menimbang media padat Middlebrook sebanyak 2,87 g kemudian dimasukkan ke dalam erlemeyer 500 mL, ditambahkan gliserol 2 mL, lalu ditambahkan aquadest hingga 500 mL. Setelah itu, media Middlebrook disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah suhu media 60oC (hangat kuku), ditambahkan larutan pengaya (enrichment) 61 mL secara aseptis.

Penyiapan Larutan Antibiotik

INH sebanyak 10 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam vial, kemudian dilarutkan dengan 10 mL aquadest, diaduk hingga homogen menggunakan pengaduk vortex. Setelah itu, larutan INH disaring menggunakan penyaring steril (Millipore 0,22 μm).

Dalam wadah lainnya, sebanyak 6 mg etambutol dimasukkan ke dalam vial 10 mL, kemudian dilarutkan dengan aquadest

6 mL, diaduk hingga homogen menggunakan pengaduk vortex. Setelah itu, disaring menggunakan penyaring steril (Millipore 0,22 μm). Semua pengerjaan dilakukan secara aseptis.

Penyiapan Bakteri Mycobacterium tuberculosis

Pembuatan suspensi bakteri dilakukan secara aseptis. Larutan NaCl fisiologis steril diambil menggunakan syringe sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam tabung Mc.Carney yang telah berisi parel gelas. Mycobacterium tuberculosis yang telah dibiakkan pada media Lowenstein-Jensen selama 8 minggu diambil dengan menggunakan kawat ose dan dimasukkan ke dalam tabung Mc.Carney. Suspensi bakteri diaduk dengan alat vortex hingga kekeruhannya sama dengan kekeruhan larutan Mack Farland 107.

Penyiapan Senyawa Bertanda 99m Tc-Etambutol

Aquabides steril diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam vial pertama (A) yang berisi 1,4 mg SnCl2.2H2O dan 35 mg Na-pirofosfat, dikocok perlahan-lahan sampai larut baik dan homogen. Sebanyak 0,5 mL larutan dari vial A diambil dan dimasukkan ke dalam vial kedua (B) yang berisi 3,5 mg etambutol-HCl dan 5 mg manitol kemudian dikocok

(6)

39 sampai tercampur sempurna, dan

selanjutnya vial B dimasukkan ke dalam wadah Pb yang sesuai.

Radionuklida 99mTc-perteknetat diambil dari generator 99Mo/99mTc sebanyak 4 mL kemudian diukur aktivitasnya menggunakan dose calibrator. Ke dalam vial B ditambahkan radionuklida 99m Tc-perteknetat sebanyak 2,5 mL. Larutan dalam vial B dikocok menggunakan pengocok vortex dan dibiarkan pada

temperatur kamar selama 20 menit sampai dihasilkan produk senyawa bertanda 99m Tc-etambutol kemudian diukur pH dan aktivitasnya. Semua tahap pengerjaan dilakukan secara aseptis.

Larutan antibiotik, suspensi bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan senyawa bertanda 99mTc-etambutol yang ditambahkan ke dalam masing-masing kelompok tabung dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

(7)

40 Tabel 1. Kelompok Kontrol

B1 a.I.1 b.I.1 B.I.1 B.II.1 B.III.1 B.IV.1 B2 a.I.2 b.I.2 B.I.2 B.II.2 B.III.2 B.IV.2 B3 a.I.3 b.I.3 B.I.3 B.II.3 B.III.3 B.IV.3

Setiap tabung berisi larutan di bawah ini Media 10mL Media 10mL Media 10mL Media 10mL Media 10mL Media 10mL Media 10mL - - - 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH - - - EMB 0 μL 20 μL EMB 40 μL EMB 60 μL EMB - Bakteri TB 100 μL Bakteri TB 100 μL - - - - Inkubasi 370C selama 2 minggu, kemudian setiap tabung ditambah INH 10 μL, inkubasi

kembali 370C selama 2 minggu Setiap tabung ditambahkan

- - - 99m TcO4/ 99m Tc-ET 100 μL 99m TcO4/ 99m Tc-ET 100 μL 99m TcO4/ 99m Tc-ET 100 μL 99m TcO4/ 99m Tc-ET 100 μL Tabel 2. Kelompok larutan uji

I.a.1 II.a.1 III.a.1 IV.a.1 I.b.1 II.b.1 III.b.1 IV.b.1 I.a.2 II.a.2 III.a.2 IV.a.2 I.b.2 II.b.2 III.b.2 IV.b.2 I.a.3 II.a.3 III.a 3 IV.a.3 I.b.3 II.b.3 III.b.3 IV.b.3

Masing-masing tabung berisi larutan di bawah ini Media MB 10 mL Media MB 10 mL Media MB 10 mL Media MB 10 mL Media MB 10 mL Media MB 10 mL Media MB 10 mL Media MB 10 mL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL INH 10 μL EMB

0 μL 20 μL EMB 40 μL EMB 60 μL EMB EMB 0 μL 20 μL EMB 40 μL EMB 60 μL EMB Inkubasi 370C selama 2 minggu, kemudian setiap tabung ditambah INH 10 μL, inkubasi

kembali 370C selama 2 minggu Setiap tabung ditambahkan 99m TcO4 100 μL 99m TcO4 100 μL 99m TcO4 100 μL 99m TcO4 100 μL 99m Tc-ET 100 μL 99m Tc-ET 100 μL 99m Tc-ET 100 μL 99m Tc-ET 100 μL Keterangan :

Penandaan tabung B1, B2, dan B3 menunjukkan banyaknya pengulangan (triplo)

: Kelompok tabung yang di tambahkan radionuklida 99mTcO4

: Kelompok tabung yang ditambahkan senyawa bertanda 99mTc-etambutol (99mTc-ET)

: Kelompok tabung yang tidak ditambah radionuklida 99mTcO4 maupun senyawa bertanda 99m

Tc-etambutol

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan Media

Media yang digunakan untuk penetapan resistensi bakteri Mycobacterium

tuberculosis adalah media Middlebrook, sedangkan media Lowenstein-Jensen merupakan media padat miring yang digunakan untuk membiakkannya.

(8)

41 Sterilisasi media Middlebrook dilakukan

dengan cara sterilisasi uap, yaitu dengan menggunakan otoklaf suhu 1210C selama 15 menit. Penambahan gliserol dan larutan pengaya (enrichment) Middlebrook pada media Middlebrook berfungsi sebagai nutrisi tambahan yang akan digunakan oleh Mycobacetrium tuberculosis.

Penyiapan Larutan Antibiotik

INH dan etambutol disterilkan dengan menggunakan penyaring Millipore 0,22 μm yang dilakukan secara aseptis. Banyaknya INH yang di tambahkan ke dalam tiap kelompok tabung adalah 10 μg/10 μL sehingga kadar INH dalam 10 mL media adalah 1 μg/mL, sedangkan kadar etambutol dalam tiap kelompok tabung adalah 2 μg/mL, 4 μg/mL, 6 μg/mL, dan tanpa penambahan etambutol.

Penyiapan Bakteri Mycobacterium tuberculosis

Botol Mc.Carney yang digunakan untuk membuat suspensi bakteri merupakan suatu tabung berpenutup yang berisi parel gelas. Parel gelas tersebut berupa butiran gelas yang berfungsi untuk memecah gumpalan bakteri TB saat di vortex. Hal tersebut dilakukan karena bakteri TB membentuk ikatan kuat, berbeda dengan bakteri-bakteri lain yang mudah tersuspensi hanya dengan pengadukan sederhana. Ikatan antara bakteri TB yang kuat kemungkinan terjadi karena adanya kandungan lipid yang sangat tebal di dinding sel bakteri TB.

Bakteri TB yang telah dipindahkan ke botol Mc.Carney diaduk dengan pengaduk vortex sampai Mycobacterium tuberculosis tercampur rata (tersuspensi) dalam larutan NaCl fisiologis hingga diperoleh konsentrasi 107. Konsentrasi suspensi bakteri TB didapatkan dengan cara membandingkan kekeruhan suspensi dengan kekeruhan larutan Mac Farland konsentrasi 107.

Pembuatan larutan uji, larutan kontrol, dan suspensi bakteri dilakukan secara aseptis di dalam laminar air flow yang sebelumnya telah disinari oleh UV dan menggunakan pembakar spiritus. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi dari bakteri lain.

Penyiapan Senyawa Bertanda 99m Tc-Etambutol

Senyawa bertanda 99mTc-etambutol terdiri dari 2 vial, yaitu vial A (etambutol 3,5 mg & manitol 5 mg) dan vial B (SnCl2.2H2O 1,4 μg & Na Pirofosfat 35 mg ). Manitol ditambahkan ke dalam sediaan sebagai bahan pengisi. SnCl2.2H2O yang terdapat pada vial B berfungsi sebagai reduktor untuk menurunkan tingkat oksidasi (+7) senyawa perteknetat (TcO4) yang sangat stabil ke tingkat oksidasi yang lebih rendah (+4) agar lebih mudah bereaksi dengan etambutol. Di dalam vial B, SnCl2.2H2O berikatan dengan molekul pirofosfat membentuk kompleks yang jernih dan stabil pada pH netral sampai sedikit basa.

(9)

42 Natrium pirofosfat yang terdapat di

dalam sediaan juga dapat bertindak sebagai co-ligand sehingga dilakukan pemisahan bahan menjadi 2 vial. Apabila semua bahan terdapat dalam satu vial, dikhawatirkan kompleks yang terbentuk bukan 99m

Tc-Etambutol, tetapi 99mTc-pirofosfat. Selain itu, faktor kestabilan sediaan juga melatarbelakangi dilakukannya pemisahan bahan dalam formulasi sediaan radiofarmaka etambutol.

Gambar 1. Mekanisme yang terjadi pada penandaan etambutol dengan 99mTc

Di antara obat anti TB, etambutol mempunyai bentuk molekul yang lebih mudah berikatan dengan atom teknesium membentuk kompleks 99mTc-Etambutol. Etambutol sebagai obat anti TB bertindak sebagai ligan dalam senyawa bertanda 99m

Tc-Etambutol, sedangkan 99mTc bertindak sebagai ion intinya. Senyawa bertanda yang dihasilkan dari proses penandaan tersebut masih bersifat bakterisida, artinya masih tetap dapat berikatan dengan bakteri TB sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan lokasi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada dalam tubuh manusia.

Hasil Kemurnian Senyawa Bertanda

99m

Tc-Etambutol

Kemurnian radiokimia sediaan radiofarmasi menunjukkan fraksi radioaktivitas yang berasal dari radionuklida 99mTc yang berikatan dengan etambutol. Metode kromatografi kertas dipilih sebagai metode untuk menentukan kemurnian radiokimia senyawa bertanda 99m

Tc-etambutol karena metode tersebut paling praktis dan sederhana. Batasan kemurnian radiokimia yang layak digunakan untuk sediaan radiofarmaka adalah ≥90%.

Pada saat proses kromatografi terjadi pemisahan pengotor radiokimia

(10)

43 99m

Tc-reduksi dan 99mTc-perteknetat bebas dari senyawa bertanda 99mTc-etambutol. Pemisahan pengotor radiokimia 99m Tc-reduksi dilakukan dengan menggunakan kertas Whatman 31ET sebagai fase diam dan bahan pengembang asetonitril 50%. Pengotor radiokimia 99mTc-tereduksi akan berada di sekitar titik 0 (-1, 0, 1) dari kertas, sedangkan radiokimia yang terbawa oleh elusi asetonitril adalah 99mTc-etambutol dan 99m

Tc-perteknetat.

Pemisahan pengotor radiokimia 99m

Tc-perteknetat bebas dilakukan dengan menggunakan pelat TLC-SG sebagai fase diam dan bahan pengembang aseton. Pada pelat TLC-SG radiokimia yang berada di sekitar 0 adalah 99mTc-Etambutol dan 99m Tc-reduksi, sedangkan 99mTc-perteknetat akan terelusi oleh aseton hingga ke ujung atas pelat TLC-SG.

Tabung reaksi yang digunakan untuk pencacahan harus diukur terlebih dahulu aktivitasnya untuk mengetahui aktivitas lingkungan (background). Aktivitas background yang baik yaitu di bawah 10.

Kertas kromatografi yang sudah kering kemudian dipotong tiap 1cm. Hal tersebut dilakukan karena tiap cm potongan dari kromatogram tersebut memiliki aktivitas yang berbeda. Aktivitas kertas kromatografi yang sudah diukur kemudian dikurangi oleh aktivitas background.

Rata-rata kemurnian radiokimia senyawa bertanda 99mTc-Etambutol yang digunakan untuk mendeteksi resestensi

Mycobacterium tuberculosis adalah sebesar 97,4% dengan nilai masing-masing 99,87% dan 94,94%. Rata-rata pengotor radiokimia 99m

Tc-reduksi yang terdapat pada kertas Whatman 31ET adalah 2,53%, sedangkan pengotor radiokimia 99mTc-perteknetat bebas yang terdapat pada pelat TLC-SG memiliki nilai rata-rata 0,06%.

Kemurnian radiokimia senyawa bertanda 99mTc-Etambutol yang diperoleh tergolong sangat baik mengingat batasan dari kemurnian suatu radiokimia yaitu lebih dari 90%. Batasan pH yang harus dipenuhi sebagai persyaratan suatu senyawa bertanda yaitu sekitar 6,5-9. Sedangkan rata-rata pH yang dihasilkan dari proses penandaan etambutol yaitu sekitar 8,6.

Penetapan Resistensi Hasil Pengamatan Bakteri Mycobacterium tuberculosis

Penetapan resistensi bakteri Mycobacterium tuberculosis dilakukan dengan menginkubasikan tabung yang berisi bakteri TB yang sudah diberi obat anti TB, yaitu INH dan etambutol selama 4 minggu di dalam inkubator. Pada pengamatan di minggu ke-2, ke dalam masing-masing kelompok tabung ditambahkan larutan INH sebanyak 1 μg/mL untuk meningkatkan dosis obat. Hal tersebut dilakukan karena umumnya dosis obat anti TB yang diberikan pada pasien TB semakin meningkat sejalan dengan lamanya pengobatan.

Pertumbuhan bakteri TB di dalam tabung berpenutup diamati selama 4

(11)

44 minggu secara visual dengan cara melihat kekeruhannya.

Gambar 2. Jumlah Partikel yang Teramati Secara Visual Berdasarkan data tersebut dapat

diketahui bahwa sebagian besar bakteri TB mengalami pertumbuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah partikel yang semakin meningkat setiap minggunya. Jumlah partikel yang teramati dari minggu ke-1 hingga minggu ke-4 diberi nilai dari 1 sampai 4. Pada kelompok tabung dengan dosis etambutol 2 μg/mL dan INH 2 μg/mL terjadi penurunan jumlah partikel dari minggu ke-3 ke minggu ke-4. Pada kelompok tabung lainnya jumlah partikel yang teramati secara visual meningkat secara bertahap hingga minggu ke-4.

Jumlah partikel yang semakin meningkat selama 4 minggu belum dapat dipastikan bahwa Mycobacterium tuberculosis ataupun bakteri lain mengalami pertumbuhan karena partikel tersebut membentuk endapan pada dasar tabung dan endapan tersebut akan larut pada media setelah pengadukan.

Penambahan Radiofarmaka 99m Tc-Etambutol

Radiofarmaka 99mTc-etambutol yang telah dibuat dan diuji kemurniannya, dimasukkan ke dalam masing masing kelompok tabung sesuai pada tabel 1 dan tabel 2, dan sebagai pembanding digunakan 99m

Tc-perteknetat. Proses pengerjaan dilakukan secara aseptis di dalam laminar air flow yang sebelumnya telah disinari dengan UV selama 3 jam untuk mensterilkan lingkungan saat penambahan 99m

Tc-etambutol dan 99mTc-perteknetat pada tabung.

Setelah masing-masing kelompok tabung ditambahkan 99mTc-Etambutol dan kelompok lainnya ditambahkan 99m Tc-perteknetat, kemudian semua tabung dimasukkan ke dalam shaker incubator pada suhu 370C selama 24 jam. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada senyawa bertanda 99mTc-Etambutol dan radionuklida 99mTc-perteknetat agar

(12)

45 dapat bereaksi dengan asam mikolat yang

ada pada dinding sel bakteri.

Hasil Pencacahan Aktivitas

Mycobacterium tuberculosis yang telah diinkubasi selama 24 jam kemudian dimatikan dengan menggunakan autoklaf suhu 1210C selama 15 menit. Pemanasan tersebut tidak mempengaruhi ikatan antara Mycobacterium tuberculosis dengan 99m Tc-etambutol, karena struktur molekul asam mikolat yang terdapat pada dinding sel Mycobacterium tuberculosis merupakan asam lemak berbobot molekul tinggi dengan rantai samping dapat berupa alkana dengan 60-90 atom karbon.

Sentrifugasi dilakukan pada semua tabung yang akan dicacah dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. selanjutnya dilakukan dekantasi antara supernatan dan endapan dengan menempelkan antara mulut tabung (tabung b) dengan mulut tabung yang lain (tabung c).

Pembilasan tabung dengan NaCl fisiologis bertujuan untuk meminimalkan adanya endapan yang tertinggal di dalam tabung yang dapat mempengaruhi hasil pencacahan. Diameter tabung gelas ulir dan tinggi supernatan (cm) yang diperoleh harus diukur untuk mendapatkan volume total supernatan yang didapatkan.

Pencacahan aktivitas supernatan hanya dilakukan pada 1 mL dari volume total supernatan yang terkumpul. Hal tersebut dilakukan karena detektor NaI(Tl)

yang terdapat pada Single Channel Analyzer (SCA) terletak di bawah tabung reaksi yang berisi sampel yang akan dicacah. Jika semua supernatan (volume total) yang didapat dari proses sentrifugasi di ukur dengan menggunakan SCA maka yang terhitung bukan aktivitas total, melainkan aktivitas semu (bukan aktivitas yang sebenarnya). Hal tersebut dapat terjadi karena adanya peredaman deteksi radiasi detektor NaI(Tl) oleh volume supernatan. Oleh karena itu, pengukuran aktivitas supernatan dilakukan dengan cara mengukur 1 mL dari total volume supernatan kemudian radioaktivitasnya dikonversikan dengan volume total supernatan sehingga didapatkan aktivitas total dari supernatan

Endapan yang diperoleh dari proses sentrifugasi diasumsikan sebagai bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada dalam sistem. Pencacahan aktivitas endapan dilakukan lebih sederhana dibandingkan dengan pencacahan aktivitas supernatan. Endapan yang terdapat dalam tabung sentrifuga dapat langsung dicacah menggunakan SCA dan radioaktivitas endapan dapat langsung diketahui.

Pada detektor sintilasi NaI(Tl) terjadi dua tahapan mekanisme pendeteksian radiasi, yaitu proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier. Pulsa listrik inilah

(13)

46 yang kemudian dapat dibaca sebagai

aktivitas dari suatu radionuklida.

Aktivitas endapan dan supernatan yang diperoleh dari hasil pencacahan dengan menggunakan Single Channel Analyzer (SCA) dimasukkan ke dalam rumus :

% uptake =

x 100%

Persentase uptake yang dihasilkan dari perhitungan tersebut diartikan sebagai banyaknya radioaktivitas dari 99m Tc-etambutol atau 99mTc-perteknetat yang diterima oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kurva hasil perhitungan % uptake dapat dilihat pada gambar 3

.

Gambar 3. Kurva radioaktivitas bakteri Mycobacterium tuberculosis yang telah di induksi INH dan etambutolterhadap 99mTc Etambutol dan 99mTc-perkeknetat

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Gambar 3, dapat dibandingkan prosentase (%) uptake antara Mycobacterium tuberculosis yang diberi senyawa bertanda 99mTc-Etambutol dan Mycobacterium tuberculosis yang diberi radionuklida 99mTc-perteknetat. Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa Mycobacterium tuberculosis tidak hanya menyerap senyawa bertanda 99m Tc-Etambutol, tapi juga menyerap radionuklida 99m

TcO4 walaupun bakteri Mycobacterium

tuberculosis telah diinduksi oleh etambutol dan INH. Tampilan pada Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan % uptake 99m

Tc-Etambutol dan 99mTc-perteknetat dengan meningkatnya konsentrasi INH dan etambutol.

Isoniazid sebagai obat anti TB bersifat bakteriostatik untuk bakteri yang istirahat (dormant), tetapi juga bersifat bakterisid bagi mikroorganisme yang sedang membelah dengan cepat. Untuk mendapatkan efek antituberkulosis, INH

(14)

47 harus diaktifkan terlebih dahulu oleh enzim

katalase-peroksidase. INH yang sudah aktif dapat mengganggu biosintesis asam mikolat, sehingga terjadi penurunan sifat tahan asam dan menyebabkan penurunan jumlah lemak yang terdapat pada Mycobacterium tuberculosis.

Etambutol dapat menekan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap INH. Etambutol secara in-vitro bersifat tuberkulostatik dengan menghambat arabinosyl transferase, yang dikodekan oleh embCAB operon. Arabinosyl transferase terlibat dalam reaksi polimerasi dari arabinoglycan, suatu komponen esensial dari dinding sel mikobakteri. Gangguan terhadap sintesis arabinoglycan akan mempengaruhi pertahanan sel, dan akan meningkatkan aktivitas obat yang menembus dinding sel.

Resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap etambutol berkaitan dengan mutasi yang terjadi pada gen embCAB pengkode arabinosyl transferase yang terlibat dalam biosintesis arabinoglycan yang merupakan suatu komponen esensial dari dinding sel bakteri. Mutasi pada gen embCAB dapat menghambat polimerasi dinding sel arabinoglycan, sedangkan resistensi terhadap INH diakibatkan karena adanya mutasi pada enzim katalase-peroksidase (kat-g) yang menurunkan aktivitasnya, mencegah konversi isoniazid prodrug menjadi bentuk aktifnya serta missense mutation (mutasi yang mengubah kodon)

yang dapat menyebabkan protein target atau enzim pengaktivasi obat menjadi hilang aktivitas pengikatannya

SIMPULAN

Persentase uptake senyawa bertanda 99mTc-etambutol dan radionuklida 99m

Tc-perteknetat mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi INH dan etambutol. Resistensi Mycobacterium tuberculosis akibat induksi INH dan etambutol belum dapat diidentifikasi secara jelas sehingga senyawa bertanda 99m Tc-etambutol masih belum menunjukkan keefektifan untuk digunakan sebagai metode deteksi resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap kombinasi obat etambutol dan INH secara in-vitro.

DAFTAR PUSTAKA

Kartini N.O. 2008. “Kit diagnostik berbasis

teknik nuklir dalam

penatalaksanaan tuberkulosis”, Majalah Kedokteran Indonesia, LVIII. (10):388-393.

Lina, dkk, 2009,“Deteksi mutasi gen kat-g Mycobacterium tuberculois dengan metoda PCR hibridisasi dot blot

menggunakan pelacak

oligonukleotida bertanda 32P.” Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. V (1):54-67.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi 5. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hlm 664-669.

(15)

48 Syaifudin, M. 2008. “Pengembangan teknik

deteksi resistensi Mycobacterium Tuberculosis terhadap obat dengan teknik biologi molekuler berbasis nuklir.” Jakarta: PTNBR-BATAN. Tabrani, I. 2007. “Konfersi sputum BTA

pada fase intensif tuberkulosis paru kategori I antara kombinasi dosis tetap (KDT) dan obat anti tuberkulosis generik di RSUP. H. Adam Malik Medan.” Medan: Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tjay, T. H., dan Raharjo, K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi 6. Jakarta: PT. Alex Computindo. Hlm 154-163.

Gambar

Gambar 1. Mekanisme yang terjadi pada penandaan etambutol dengan  99m Tc
Gambar 2. Jumlah Partikel yang Teramati Secara Visual
Gambar 3. Kurva radioaktivitas bakteri Mycobacterium tuberculosis yang telah di induksi  INH dan etambutol terhadap  99m Tc Etambutol dan  99m Tc-perkeknetat

Referensi

Dokumen terkait

Namun, masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, dengan beragamnya kriteria pemilihan dan jika pembuatan

kar.a kuran- jelas dan tidak

Tujuan pembelajaran kedua dan ketiga kelas eksperimen persentase ketuntasan per tujuan pembelajaran lebih tinggi daripada kelas kontrol, hal ini dikarenakan pada

kamerunicus diambil dari 7 Kabupaten di sumatera Utara yang telah dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Marihat yang kemudian dikumpulkan dan ditempatkan

KESIMPULAN Pemberian tiga jenis dan dosis biochar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun

Tujuan umum mata kuliah ini untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi Bahasa Inggris kebidanan yang difokuskan pada pengetahuan umum kebidanan yang meliputi peran

Sedangkan untuk mengetahui pendapatan yang berasal dari luar kegiatan menyadap dan pendapatan masing-masing anggota keluarga rumah tangga buruh tani penyadap karet

Selain melakukan kegiatan survei lapangan juga dilakukan koordinasi dengan beberapa instansi pemerintah di Makassar dan Maros, yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan