DAYAK, BERDASARKAN TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Petronela Ellen Babaro
NIM: 009114004
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
(SegeraK) - PANCUR KASIH YAI{G BERLATAR BELAKANG BUDAYA
DAYAK BERDASARKATI
TEORI MOTTVASI ABRATIAM MASLOW
Oleh:
Drs. Hadrianus
Wahyudi,
M.Si
ranggar,
. 3.?..
-..
I.:PiJ.Sb.?f
...:...2008
11
'f--,i,,'
$ **i tr
(SegeraK) - PAFrcuR KAstg yAttc BERLATAR BELAKANG BUDAYA
DAYAK BERDASARKAN TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW
Dipersiapkaa
dan.
dif{*lis ol€h:
Penguji
Penguji
Penguji III : Minto Istono, S.Psi.,
M.Si.
Yogyakarta,
- 29 SepLennb.r^
Fakultas Psikologi
- 2008
Untuk mereka yang terus berjuang hingga akhir.
Untuk mereka yang percaya pada cinta dan mencintai kehidupan
tanpa takut kehilangan.
Untuk mereka yang sedang berjalan menuju kebahagiaan.
Untuk siapa saja yang pernah merasa membuat
keputusan-keputusan keliru, namun tetap berani menjalani hidup.
pernatr diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan
di suatu
Perguruan Ti"gg, dan tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali
yang secaiatertrlis telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka.
Belakang Budaya Dayak, Berdasarkan Teori Motivasi Abraham
Maslow. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Universitas Sanata
Dharma
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi kerja, yang terkait teori
motivasi maslow, yang mendorong individu bekerja sebagai aktivis di SegeraK –
Pancur Kasih di Pontianak yang secara umum para aktivisnya berasal dari latar
belakang budaya suku Dayak.
Teori Motivasi Maslow menjadi teori utama. Hubungan antara budaya
Dayak dengan teori motivasi Maslow terletak pada peran budaya Dayak dalam
pembentukan motivasi kerja individu yang dibahas dalam kerangka teori motivasi
Maslow.
Penelitian ini menggunakan metode deskripsitif kualitatif. Subyek
penelitian sebanyak lima aktivis dengan menggunakan teknik
purposive sampling.
Motivasi kerja para aktivis SegeraK dapat diklasifikasikan sesuai dengan
klasifikasi kebutuhan menurut Maslow. Kebutuhan fisiologis menjadi pendorong
awal mereka bekerja di SegeraK. Ini memberikan landasan bagi terpenuhinya
kebutuhan akan perlindungan dan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa
memiliki-dimiliki dan kebutuhan akan penghargaan/ harga diri. Kebutuhan pada
tingkat dasar terpenuhi dengan memadai, sehingga kebutuhan akan aktualisasi diri
juga terpenuhi. Semua motivasi kerja tersebut saling berhubungan satu sama lain
dan terus-menerus mengarahkan kegiatan mereka untuk tetap mengabdikan diri di
SegeraK. Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan/harga diri dan aktualisasi diri
memberikan pengaruh yang relatif lebih kuat terhadap motivasi kerja para aktivis
bila dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah.
Budaya Dayak sebagai latar belakang para aktivis mempengaruhi motivasi kerja
mereka khususnya pada kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki-dimiliki,
kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
The Dayak Culture’s Background, Based on Abraham Maslow’s
Motivation Theory. Thesis. Yogyakarta : Faculty of Psychology, Sanata
Dharma University.
This research aimed to know the work motivation, which related to
Maslow’s theory of motivation, which encourage a person to work as an activist at
SegeraK – Pancur Kasih, Pontianak, whose most of them have Dayak culture
background.
Maslow’s motivation theory becomes the main theory. The relation between
Dayak culture and Maslow’s theory laid on the role of Dayak culture on forming
an individual’s work motivation which discussed in the frame of Maslow’s theory.
This research used a descriptive-qualitative’s method. There were five
activists as subjects research by using the purposive sampling technique.
The work motivation of
SegeraK’s activist can be classified as needs’
classification according to Maslow’s theory. The physiological needs became
their early motivation to work at SegeraK. It gave a structure to the satisfaction of
the safety needs, the belongingness and love needs, and the self-esteem needs.
The basic needs were well-satisfied, so that the self-actualization needs. All of
these work motivations were related to one another and toward their self dedicate
to
SegeraK
continuously. The needs of self-esteem and self-actualization were
relatively gave more influence to activist’s work motivation in compared to others
lower needs. The Dayak’s culture, as the activist’s background, have influence
their work motivations especially to the belongingness and love needs, the
self-esteem needs, and the self-actualization needs.
Nama
: Petronela
Ellen Babaro
Nomor Mahasiswa
: 009114004
Demi pengembangan
ilmu pengetahuan,
saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas
Sanata
Dharma kuyailmiah sayayangberjudul
:
"Motivasi Kerja Aktivis di Lembaga Swadaya Masyarakat Serikat
Gerakan (SegeraK) - Pancur Kasih yang Berlatar Belakang Budaya
Dayak, Berdasarkan
Teori Motivasi Abratram Maslow''
beserta
perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya
di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta iztn dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selamatetap mencantumkan
nama saya
sebagai
penulis.
Demikian pemyataan
ini yang saya buat dengan seben:rnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada
tanggal : 27 September
2008
Yang menyatakan
perlindungan, kekuatan dan cinta-Nya yang memampukan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Penulis mengalami banyak kesulitan dan kendala selama proses penulisan
skripsi ini, karena itu penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tak mungkin
dapat terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dalam
kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.
Rektor, Wakil Rektor I dan Wakil Rektor II Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta beserta segenap staff dan jajarannya.
2.
Bpk. P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan fakultas psikologi
fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3.
Bpk. Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabar memberikan
waktu, bimbingan dan perbaikan yang berharga dalam penulisan skripsi ini.
4.
Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S.Psi., M.Si. selaku Ketua Program Studi
fakultas psikologi sekaligus Dosen Penguji II dan Bpk.Minto Istono,
S.Psi.,M.Si. selaku Wakaprodi sekaligus Dosen Penguji III.
5.
Segenap dosen di fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua bimbingan, ilmu,
pengalaman dan inspirasi selama masa studi penulis.
6.
Mas Gandung, Mba Nani, Pak Giono, Mas Doni, dan Mas Muji di
sekretariat, ruang baca dan laboratorium fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma. Terima kasih atas segala bantuan dan perhatian yang
diberikan. Tuhan memberkati.
7.
Bpk.Drs.AR.Mecer selaku ketua SegeraK-Pancur Kasih.
8.
Segenap keluarga besar SegeraK-Pancur Kasih di Pontianak.
cinta kalian yang tak terhingga, yang selalu mencintai apapun adanya diriku.
11.
My beloved Brothers; Agus, Dani, Paul. Thanks for everything, your
supports and love.
12.
My beloved Sisters – SEMEDI – beserta para suami dan soul-mate mereka ;
‘ate’Ete + mas Didik, Rini’sweetnyet’ + mas Totok, Ulin’na + Wicak,
Dini’nyeti’ + “
her soon to be Mr.Right
”, NokAtut’sapi’ + Dion,
Shinta‘black-mimi’ + Didik, Poe’brintix’ + Ucup, Vivi’gajdah’ + Popo,
Ica’cicienx’ + mas Yudhi, Ria ’cempluk’ + mas Adi. Thanks for sharing all
these years; happinesse and joy, strugles and dignity, tears and smiles, critics
and support, kalian adalah matahari-pagi-hujan dan pelangi!
13.
My Nandan’s Family : Daning & Siska, Danang, Windu’ne’daning,
Shincan’ne’siska, n Robert, thanks for all.
14.
Semua teman dan sahabat di fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma
yang tak dapat disebutkan satu per-satu, khususnya angkatan 2000 kelas A,
my best classmates ever! Terima kasih atas hari-hari yang penuh semangat
dan inspirasi bersama kalian semua.
15.
Teman-teman KKN kel.9 angkt.26, juga teman dan sahabat di ds. Jetis-
Bantul; special thanks to Mince …
☺
16.
Semua teman-teman di DKD, FORMAKAL, dan KPMKKB di Yogyakarta.
17.
My beloved friends, sist’ and bro; Siska, Meong, dan Vincent yang menjadi
tempat berbagi semangat, keluh kesah, cerita, dan kesenangan... hehe... Love
u all, someday we’ll make our dreams comes true!
18.
Teman-teman yang pernah berbagi ”rumah” denganku: kost Agatha (kalian
membuat tahun pertama menjadi mudah); kontrakan Jambu Sari (yang
berantakan but fun); kost Davita (kak erni, mba rita, ferly, mba nunug, siska,
nana, yanti dll…kalian teman-kost paling seru sedunia…hehe); kost Morelia
Julz (atas bantuan yang sangat besar selama penulisan skripsi ini) Mas
Koch, Mas Men2…Chayo! Chayo! Segera menyusul yaa…Love U All!
20.
Komunitas Tari Sang Tantra dan segala isinya; Tari, Ayu, Dita, Lisa, Pipink,
Ayu gede, dan teman-teman yang pernah terlibat di dalamnya, terima kasih
untuk hari-hari penuh sukacita bersama kalian, I love u all , GBU
☺
21.
Mas Dewo dan Star Otopia-nya,…semoga Startop jaya terus dan tambah
banyak cabangnya!!
22.
Bpk.Augustinus Suluh beserta keluarga, terimakasih atas segala perhatian,
dukungan dan solusi dalam masa-masa sulit saya.
23.
Tante Maria+Om Ilde dan keluarga, Kak Lusi+Bang Pilin dan keluarga, Kak
Serapin+Bang Anton dan keluarga, Kak Ester dan keluarga, Bang Benyamin
dan keluarga, nenek+tante Pupo di surga, dan seluruh keluarga besar Pius
Ria Ensoh, serta semua keluarga di pontianak yang tidak mungkin
disebutkan satu per-satu. Terima kasih atas doa dan dukungannya.
24.
Terima kasih tak terhingga pada semua pihak yang telah banyak mendukung
dan membantu penulis selama kuliah dan dalam penyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis memohon maaf apabila masih banyak kekurangan dan kelemahan
dalam tulisan ini, karena itu kritik dan saran yang diberikan akan sangat berarti
bagi penulis untuk menyempurnakannya.
Akhirnya, semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, Agustus 2008
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN………...……...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………...………...…iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...v
ABSTRAK……….………...vi
ABSTRACT...vii
KATA PENGANTAR………..viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...………...xi
DAFTAR ISI………..………...xii
DAFTAR GAMBAR……….xv
DAFTAR TABEL………...xvi
DAFTAR LAMPIRAN………....xvii
BAB I PENDAHULUAN………....1
A.
Latar Belakang Masalah………...……...1
B.
Rumusan Masalah………...6
C.
Tujuan Penelitian………....6
D.
Manfaat Penelitian………...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA………..……….8
A.
Motivasi Kerja………...…8
1.
Motif………...…..8
2.
Motivasi...9
3.
Motivasi Kerja...11
B.
Teori Motivasi Maslow ……….……...13
C.
Budaya Dayak………...………....21
1.
Budaya………...21
2.
Suku Dayak………...24
BAB III METODE PENELITIAN……….47
A.
Metode Penelitian………..47
B.
Metode Pengumpulan Data………...47
C.
Subyek Penelitian………...………...49
D.
Rancangan Penelitian………...……….49
1.
Membuat Pedoman Umum Wawancara………..49
2.
Membuat Catatan Observasi Pendahuluan………...….50
3.
Pengorganisasian Data………...…..50
4.
Pengkodean………...…...50
5.
Merancang dan Membuat Tabel Analisis ...…………...51
6.
Interpretasi Data………...………....51
E.
Teknik Analisis Data………...………..55
F.
Keabsahan Data Penelitian………55
1.
Kredibilitas………...55
2.
Transferabilitas…...57
3.
Dependabilitas………..58
4.
Konfirmabilitas………...….58
BAB IV PENELITIAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……...59
A.
Penelitian...59
1.
Pelaksanaan Penelitian………...………..59
2.
Proses Pengolahan Data..………..………...61
B.
Hasil Penelitian………...62
1.
Tabel Hasil Penelitian………...………...62
2.
Deskripsi Hasil Penelitian………....63
C.
Analisis dan Pembahasan………...………..….72
1.
Motivasi Kerja Aktivis SegeraK Berdasarkan Aspek
Kebutuhan Fisiologis...103
2.
Motivasi Kerja Aktivis SegeraK Berdasarkan Aspek
Kebutuhan Perlindungan dan Rasa Aman...105
3.
Motivasi Kerja Aktivis SegeraK Berdasarkan Aspek
Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki-Dimiliki...106
4.
Motivasi Kerja Aktivis SegeraK Berdasarkan Aspek
Kebutuhan Penghargaan/ Harga Diri...108
5.
Motivasi Kerja Aktivis SegeraK Berdasarkan Aspek
Kebutuhan Aktualisasi Diri...110
3.
Motivasi Kerja Aktivis SegeraK dalam Hubungan antara
Budaya Dayak dengan Teori Motivasi Maslow...111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………...………119
A.
Kesimpulan...119
B.
Saran...121
DAFTAR PUSTAKA………..123
2.
Skema Penelusuran dalam Penelitian………...46
3.
Skema Hasil Penelitian………...118
2.
Tabel 2. Rancangan Tabel Analisis...53
3.
Tabel 3. Verbatim Wawancara Subyek-1...131
4.
Tabel 4. Verbatim Wawancara Subyek-1...138
5.
Tabel 5. Verbatim Wawancara Subyek-1...148
6.
Tabel 6. Verbatim Wawancara Subyek-1...152
7.
Tabel 7. Verbatim Wawancara Subyek-1...161
8.
Tabel 8. Tabel Analisa Subyek-1...170
9.
Tabel 9. Tabel Analisa Subyek-2...189
10.
Tabel 10. Tabel Analisa Subyek-3...211
11.
Tabel 11. Tabel Analisa Subyek-4...220
12.
Tabel 12. Tabel Analisa Subyek-4...239
13.
Tabel 13. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-1...258
14.
Tabel 14. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-2...260
15.
Tabel 15. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-3...262
16.
Tabel 16. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-4...264
17.
Tabel 17. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-5...266
18.
Tabel 18. Tabel Hasil Penelitian...268
Lampiran 2. Verbatim Wawancara Subyek-1……….. ...131
Lampiran 3. Verbatim Wawancara Subyek-2………....138
Lampiran 4. Verbatim Wawancara Subyek-3………....148
Lampiran 5. Verbatim Wawancara Subyek-4………....152
Lampiran 6. Verbatim Wawancara Subyek-5....………....161
Lampiran 7. Tabel Analisa Subyek-1...170
Lampiran 8. Tabel Analisa Subyek-2...189
Lampiran 9. Tabel Analisa Subyek-3...211
Lampiran 10. Tabel Analisa Subyek-4...220
Lampiran 11. Tabel Analisa Subyek-5...239
Lampiran 12. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-1...258
Lampiran 13. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-2...260
Lampiran 14. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-3...262
Lampiran 15. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-4...264
Lampiran 16. Tabel Rekapitulasi Data Primer Subyek-5...266
Lampiran 17. Tabel Hasil Penelitian...268
Lampiran 18. Surat Keterangan Penelitian...274
A.
Latar Belakang Masalah
Dimulai dari suatu pertanyaan; mengapa orang bekerja? Mengapa mereka
memilih suatu pekerjaan tertentu dan kemudian menjalani rutinitas pekerjaannya
dalam waktu yang panjang, bahkan selama sisa hidupnya?
Ada banyak hal yang mendorong orang untuk bekerja. Dorongan untuk
bekerja ini disebut motivasi kerja atau motif bekerja. Motif yang dimiliki individu
dalam bekerja tergantung pada diri masing-masing individu. Namun apapun
jenisnya, semua tentu berdasarkan adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut As’ad (1987), bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang
diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang
bersangkutan. Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja
adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Lebih lanjut menurut As’ad, pada
hakekatnya orang bekerja tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya, tetapi juga untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.
Sejalan dengan itu, Papu (2002) menegaskan bahwa seiring dengan adanya
berbagai kebutuhan individu, maka alasan individu untuk bekerja pun menjadi
beragam mengikuti kebutuhan tersebut sehingga pekerjaan memiliki makna
tertentu bagi individu. Makna suatu pekerjaan bukan lagi hanya sekedar untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis dasar tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Dalam sebuah teori tentang motivasi,
yakni
”needs hierarchy theory”
oleh Abraham Maslow (yang selanjutnya dalam
tulisan ini akan disebut dengan ”teori motivasi Maslow”), terdapat jawaban
tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut (As’ad, 1987).
Menurut Maslow (dalam Amirullah & Rindyah Hanafi, 2002) , kebutuhan
manusia tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat hirarki yang paling rendah adalah
kebutuhan fisiologis, kemudian secara berurutan disusul oleh kebutuhan akan
perlindungan dan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki-dimiliki,
kebutuhan akan penghargaan/ harga diri, dan yang paling tinggi adalah kebutuhan
akan aktualisasi diri. Kebutuhan pada tingkat/ hirarki yang paling rendah akan
dipenuhi terlebih dahulu setelah itu barulah memenuhi kebutuhan pada tingkat di
atasnya.
Berkenaan dengan pekerjaan, orang pada umumnya menganggap tujuan
bekerja hanya untuk mencari uang, sehingga semakin besar gaji yang diperoleh
dari suatu pekerjaan semakin tertariklah orang pada pekerjaan itu (Anoraga,
2006). Hal ini karena kebutuhan manusia akan makan, minum, pakaian dan
perumahan akan terpenuhi bila seseorang memiliki uang. Dengan kata lain, uang
adalah segala-galanya. Namun menurut Anoraga (2006), apabila gaji sudah
mencukupi secara sederhana maka gaji bukanlah faktor utama yang dikejar orang
dalam bekerja. Orang lebih cenderung memikirkan tipe pekerjaan, status sosial
pekerjaan dan kesempatan untuk maju walaupun gaji yang diterima relatif rendah.
rendah. Mereka lebih senang dengan tipe pekerjaan yang bersih, seperti juru ketik
di kantor atau perusahaan, walaupun penghasilannya rendah. Sementara itu, di
Negara-negara Barat, ternyata gaji hanya menduduki urutan ketiga sebagai faktor
yang merangsang orang untuk bekerja. Faktor utama yang memotivasi orang
untuk bekerja adalah rasa aman dan kesempatan untuk naik pangkat dalam
pekerjaannya. Bila demikian yang terjadi, maka motivasi kerja tidak terlepas dari
situasi dan kondisi pekerjaan atau lembaga tempat individu bekerja. Hal ini
sejalan dengan pendapat Maslow (dalam Goble, 1987), dimana tingkah laku
merupakan gabungan sejumlah kebutuhan dasar, kebiasaan-kebiasaan pribadi,
pengalaman di masa lampau, bakat-bakat dan kemampuan pribadi serta
lingkungan sekitar. Maka demikian pulalah yang kiranya berlaku pada motivasi
kerja seseorang. Dengan kata lain motivasi kerja yang dimiliki oleh seorang
individu berkaitan erat dengan sistem kebutuhannya, faktor-faktor kepribadiannya
(intrinsik), dan lingkungan tempat individu hidup dan bekerja. Dalam konteks
penelitian ini, ingkungan tempat individu hidup dan bekerja adalah lembaga atau
organisasi tempat individu mengabdikan dirinya.
Lembaga seperti ini biasanya bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, politik,
hukum, kebudayaan, konservasi alam dan lingkungan, serta lain sebagainya.
Lembaga non-profit merancang dan melaksanakan program-program
pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) dan pengelolaan SDA (Sumber
Daya Alam). Contohnya yaitu berbagai instansi pemerintah dan lembaga-lembaga
swadaya masyarakat.
Terlepas dari perbedaan antara tujuan profit dengan tujuan non-profit,
setiap lembaga pasti memerlukan Sumber Daya Manusia, yakni individu-individu
yang menjalankan sistemnya. Dalam dunia bisnis dan industri, individu tersebut
dikenal dengan sebutan karyawan atau pekerja. Dalam bidang pemerintahan
disebut pegawai negeri. Sedangkan dalam lembaga swadaya masyarakat, individu
biasanya dikenal dengan sebutan aktivis. Apapun sebutannya, setiap individu
disini menjalankan fungsinya masing-masing dalam sistem. Aktivitas mereka
dalam menjalankan sistem ini disebut ‘kerja’.
tempat kerja juga sifatnya khas pada lembaga yang bersangkutan, karena
merupakan perpaduan yang unik antara karakteristik sistem kerja dengan
kepribadian masing-masing individu di dalamnya. Hal ini senada dengan yang
diungkapkan oleh Anoraga (2006), bahwa secara psikologis, faktor-faktor seperti
pemenuhan kebutuhan ekonomi, tipe pekerjaan dan status sosial, kesempatan
berkarir, dan kondisi kerja merupakan motivator yang mendorong orang untuk
bekerja.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang
motivasi kerja yang mendorong individu bekerja sebagai aktivis di SegeraK.
Pembahasan tentang motivasi kerja para aktivis ini hendak dibahas berdasarkan
teori motivasi Maslow. Hubungan antara budaya Dayak dengan teori motivasi
Maslow terletak pada peran budaya Dayak dalam pembentukan motivasi kerja
individu yang dibahas dalam kerangka teori motivasi Maslow. Adapun teori
motivasi Maslow dipilih sebagai dasar pembahasan karena teori ini dapat
diterapkan pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia, baik pribadi maupun
sosial serta dalam berbagai latar belakang budaya yang berbeda.
B.
Rumusan Masalah
Permasalahan pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam
pertanyaan berikut:
Seperti apakah bentuk motivasi kerja yang terkait teori motivasi Maslow yang
mendorong seorang aktivis mengabdikan dirinya di SegeraK?
C.
Tujuan Penelitian
D.
Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, selain untuk menjawab rumusan masalah dan
mencapai tujuan, peneliti juga berharap dapat memperoleh manfaat antara lain
sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
Sebagai informasi yang dapat memperkaya wawasan dan pemahaman tentang
motivasi kerja serta penyajian fakta dan pengetahuan di bidang psikologi bagi
para peneliti maupun civitas akademika pada umumnya.
2.
Manfaat Praktis
A.
Motivasi Kerja
1.
Motif
Menurut Manulang (2001), kata motif disamakan artinya dengan
kata-kata
motive
, dorongan, alasan dan
driving force
. Motif adalah daya pendorong
atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu
tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Dengan
kata lain, yang melatarbelakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan
tertentu atau mengapa timbul tingkah laku seseorang, itulah motif. Pengertian
tersebut seperti yang diungkapkan oleh Anoraga (2006) yang juga
mengemukakan ciri-ciri motif individu sebagai berikut:
a.
Motif adalah majemuk.
Dalam suatu perbuatan sebenarnya tidak hanya mempunyai satu
tujuan tertentu tetapi ada beberapa tujuan yang berlangsung secara
bersama-sama. Misalnya seorang pekerja yang giat melakukan
pekerjaannya karena ingin lekas naik pangkat, sekaligus gaji yang besar,
ingin diakui atau dipuji dan sebagainya.
b.
Motif dapat berubah-ubah.
Motif seseorang seringkali mengalami perubahan. Ini disebabkan
karena keinginan manusia yang selalu berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan atau kepentingannya. Misalnya, suatu saat seorang karyawan
ingin gaji yang lebih besar. Tapi pada waktu yang lain ia menginginkan
pimpinan yang baik atau kondisi kerja yang menyenangkan. Dari hal ini
dapat dilihat bahwa motif sangat dinamis dan pergerakannya mengikuti
kepentingan-kepentingan individu.
c.
Motif berbeda-beda bagi individu.
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama ternyata memiliki
motif yang berbeda. Misalnya, dua orang yang bekerja pada suatu mesin
yang sama dan pada ruang yang sama pula, motivasinya dapat berbeda.
Yang seorang menginginkan teman sekerja yang baik, sementara yang lain
menginginkan kondisi pekerjaan yang menyenangkan.
d.
Beberapa motif tidak disadari oleh individu.
Banyak tingkah laku manusia yang tidak disadari oleh pelakunya,
sehingga beberapa dorongan yang muncul, lalu karena berhadapan dengan
situasi yang kurang menguntungkan, ditekan di bawah sadarnya. Dengan
demikian kalau ada dorongan dari dalam yang kuat menjadikan individu
yang bersangkutan tidak bisa memahami motifnya sendiri.
2.
Motivasi
Menurut Maslow (dalam Goble, 1987), manusia dimotivasikan oleh
sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak
berubah, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Motivasi mengacu
pada konsep yang digunakan untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang ada
dan bekerja pada diri individu yang menjadi penggerak dan pengarah tingkah
laku individu. Masih menurut Maslow, suatu tindakan atau keinginan sadar
memiliki lebih dari satu motivasi. Dan karena individu merupakan suatu
kesatuan yang padu dan teratur, maka sebagian besar hasrat dan dorongan
(motivasi) yang ada pada seseorang itu saling berhubungan. Dengan kata lain
ketika melakukan suatu tindakan, seluruh pribadinyalah yang digerakkan oleh
motivasi, bukan hanya sebagian dari orangnya. Hal ini memang tidak berlaku
untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu yang bersifat fundamental seperti rasa
lapar, namun jelas berlaku untuk kebutuhan-kebutuhan yang lebih kompleks
seperti kebutuhan akan cinta, rasa aman dan harga diri (Maslow dalam Goble,
1987).
Menurut Manulang (2001), motivasi adalah faktor yang mendorong
orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Dengan kata lain, motivasi adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (
action
atau
activity
) dan memberikan kekuatan (
energy
) yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi
ketidakseimbangan.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
faktor-faktor yang menjadi energi/ kekuatan dalam diri individu yang
mendorong dan mengarahkan tingkah lakunya dalam rangka memenuhi
kebutuhan/mencapai tujuan tertentu.
3.
Motivasi Kerja
Menurut Amirullah & Rindyah (2002), motivasi kerja dapat
didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan dunia kerja.
itu, motivasi kerja dalam psikologi kerja juga biasa disebut pendorong
semangat kerja.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut
Ravianto (1985) adalah atasan, rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan
peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.
Jadi motivasi individu untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh sistem
kebutuhannya. Maksudnya yaitu dalam pembahasan tentang motivasi kerja,
banyak melibatkan aspek-aspek psikologis atau kondisi psikis (intrinsik)
selain tentu saja aspek-aspek ekstrinsik yang berasal dari luar individu.
Ada perbedaan antara orang yang bermotif (
motived
) untuk bekerja
dengan orang yang bekerja dengan motivasi tinggi. Orang yang bermotif
untuk bekerja, hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
vital bagi diri dan keluarganya, seperti jaminan kesehatan dan hari tua, status,
atau pergaulan yang menyenangkan dan menarik. Baginya, pekerjaan yang
menyenangkan dan menarik belum tentu akan memberikan kepuasan bagi
dirinya. Sedangkan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi adalah
orang yang senang dan mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya. Ia akan
lebih berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan semangat
yang tinggi, serta selalu berusaha mengembangkan tugas dan dirinya.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan motivasi kerja dalam konteks penelitian ini ialah kondisi
psikis/sikap batin yang ada dalam diri aktivis maupun faktor-faktor eksternal
dari luar diri aktivis yang menjadi pendorong semangat aktivis dalam
melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
B.
Teori Motivasi Maslow
keliru. Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan aspek-aspek intrinsik dari kodrat
manusia yang tidak dimatikan oleh kebudayaan, hanya ditindas. Pandangan ini
menentang keyakinan lama bahwa naluri-naluri bersifat kuat, tidak bisa diubah
dan jahat. Maslow justru berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa
kebutuhan-kebutuhan dapat dengan mudah diabaikan atau ditekan dan “tidak jahat”
melainkan netral dan justru baik.
Maslow membedakan motivasi manusia menjadi dua, yaitu
kebutuhan-kebutuhan dasar (
basic needs
) dan metakebutuhan-metakebutuhan (
metaneeds
).
Kebutuhan-kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih sayang (afeksi), rasa aman,
harga diri, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersusun secara hirarkis
dan umumnya lebih kuat daripada metakebutuhan-metakebutuhan.
Metakebutuhan berbeda dengan kebutuhan dasar. Metakebutuhan
merupakan kebutuhan untuk pertumbuhan, sementara kebutuhan dasar ialah
kebutuhan untuk memuaskan kekurangan (mengadakan sesuatu yang tadinya
belum ada). Menurut Maslow, metakebutuhan atau kebutuhan untuk tumbuh
kembang ini dicapai oleh orang-orang yang telah teraktualisasikan.
Tindakan-tindakan mereka mengandung salah satu atau lebih dari nilai-nilai berikut, antara
lain; Kebenaran, Kebaikan, Keindahan, Sifat Hidup, Individualitas,
Kesempurnaan, Sifat Penting, Kepenuhan, Keadilan, Ketertiban, Kesederhanaan,
Sifat Kaya, Sifat Penuh Permainan, Sifat Tanpa Usaha, Sifat Mencukupi Diri, dan
Sifat Penuh Makna.
Sifatnya instingtif atau melekat pada manusia seperti kebutuhan-kebutuhan dasar,
dan apabila tidak dipenuhi maka orang itu dapat menjadi sakit.
Metapatologi-metapatologi ini meliputi keadaan-keadaan seperti alienasi, penderitaan, apati, dan
sinisme.
Menurut Maslow, kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan paling
jelas adalah kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya secara fisik,
yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, dan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis lainnya. Seseorang akan mengabaikan atau menekan
kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpenuhi. Namun, menurut
Maslow, meskipun sifatnya sebagai yang paling dasar dan paling kuat, namun
kebutuhan-kebutuhan fisiologis hanya akan berpengaruh besar pada tingkah laku
manusia sejauh kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpuaskan. Bagi banyak orang
yang hidup di tengah masyarakat yang beradab, jenis-jenis kebutuhan dasar ini
telah terpenuhi secara memadai.
Segera setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi secukupnya,
muncullah kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini
biasanya terpenuhi pada orang-orang dewasa yang normal dan sehat. Orang yang
sehat menginginkan keteraturan dan stabilitas, namun tidak seperti pada orang
yang tidak aman/ neurotik yang membutuhkannya secara berlebihan.
kelompoknya. Menurut Maslow, secara naluriah seseorang akan berusaha keras
mencapai tujuan yang satu ini. Suatu usaha yang patut dilakukan karena menurut
Maslow, tanpa adanya cinta maka pertumbuhan dan perkembangan orang akan
terhambat.
Setelah tiga tingkatan kebutuhan dapat dipenuhi, orang akan beranjak
menuju kebutuhan akan penghargaan. Maslow menemukan bahwa setiap orang
memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan; yakni, harga diri dan
penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri,
kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan dan
kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi
prestise
, pengakuan,
penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan.
Selanjutnya yang disebut dengan kebutuhan akan aktualisasi diri, yakni
kebutuhan psikologis manusia untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan
menggunakan kemampuan yang dimiliki diri. Dengan kata lain, hasrat untuk
menjadi apa saja menurut kemampuannya. Maslow menemukan bahwa kebutuhan
ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan penghargaan terpuaskan
secara memadai. Maslow mengkategorikan kebutuhan akan aktualisasi diri
sebagai kebutuhan yang lebih tinggi yakni metakebutuhan atau kebutuhan akan
pertumbuhan (
Being-values
).
khidmat, kebahagiaan yang mendalam, kegembiraan, ketentraman atau ekstase.
Pengalaman ini disebut Maslow dengan istilah ”pengalaman puncak”, yakni saat
dalam kehidupan seseorang ketika orang itu berfungsi secara penuh, merasa kuat,
yakin pada dirinya dan menguasai diri sepenuhnya. Menurut Maslow, pengalaman
puncak sering dialami oleh kebanyakan orang dan tidak hanya terbatas pada
orang-orang yang sehat secara psikologis saja.
Tingkah laku yang digerakkan oleh
Being-values
sangat sukar dilukiskan
karena antara nilai yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan sepenuhnya.
Demikian juga halnya dengan pengalaman puncak, karena bentuk dan sifatnya
yang subyektif maka seringkali dianggap tidak ilmiah. Banyak orang yang selama
atau sesudah mengalami pengalaman puncak merasa beruntung dan bersyukur,
diliputi oleh perasaan cinta terhadap sesama serta terhadap dunia, bahkan dipenuhi
hasrat untuk berbuat kebajikan di dunia ini. Menurut Maslow, pengalaman puncak
memiliki hampir seluruh ciri yang secara tradisional disebut pengalaman religius
oleh hampir semua penganut agama dan kepercayaan.
Mengenai sifat hubungan antar kebutuhan yang hirarkis, menurut Maslow,
metakebutuhan sebagai kodrat manusia yang lebih tinggi memerlukan
kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai fondasi. Jadi, pada permulaan manusia digerakkan oleh
serangkaian kebutuhan dasar. Sesudah kebutuhan-kebutuhan itu terpuaskan, ia
beralih ke taraf kebutuhan yang lebih tinggi dan menjadi digerakkan oleh
kebutuhan-kebutuhan yang lebih mulia itu.
hasil bukan saja dari gabungan sejumlah kebutuhan dasar, melainkan juga hasil
dari kebiasaan-kebiasaan pribadi, pengalaman di masa lampau, bakat-bakat dan
kemampuan pribadi serta lingkungan sekitar.
Orang-orang yang bekerja dalam lingkungan sosial dan sebagian kebutuhan sosial
mereka harus dipenuhi di tempat kerja, juga di beberapa tempat lain di luar
pekerjaan. Kebutuhan sosial meliputi kebutuhan akan perasaan diterima oleh
orang lain dan perasaan ikut serta. Orang tidak hanya cukup memiliki, tetapi juga
membutuhkan penghargaan dan status. Oleh karena itu, orang akan terus berusaha
memenuhi kebutuhan pada tingkat keempat, yaitu penghargaan dan status (
esteem
and status
)
.
Kebutuhan akan penghargaan berupa kebutuhan akan perasaan
dihormati, kebutuhan akan perasaan maju atau berprestasi, kebutuhan akan harga
diri dan pandangan baik dari orang lain terhadap kita. Kita perlu merasakan bahwa
kita berharga, merasakan juga bahwa orang lain memandang kita berharga dan
percaya bahwa mereka juga berharga. Kebutuhan pada tingkat kelima adalah
perwujudan diri (
self-actualization
)
.
Kebutuhan ini kurang jelas jika dibandingkan
dengan kebutuhan lainnya, karena orang-orang masih sibuk dengan kebutuhan
tingkat ketiga dan keempat. Meskipun sedikit yang memperhatikan, tetapi
kebutuhan ini mempengaruhi hampir semua orang. Apabila kebutuhan tingkat
kelima ini dapat dipenuhi, orang-orang akan merasa bahwa pekerjaan mereka
menantang dan memperoleh kepuasan batin dari pekerjaannya.
AKTUALISASI DIRI
Kebenaran, Kebaikan, Keindahan, Sifat Hidup Individualitas, Kesempurnaan
Sifat Penting, Kepenuhan, Keadilan, Ketertiban Kesederhanaan, Sifat Kaya
Sifat Penuh Permainan, Sifat Tanpa Usaha Sifat Mencukupi Diri, Sifat Penuh Makna
CINTA DAN RASA MEMILIKI-DIMILIKI HARGA DIRI
PERLINDUNGAN DAN RASA AMAN FISIOLOGIS
Hierarki Kebutuhan menurut Abraham Maslow:
Kebutuhan untuk
Tumbuh
(Metakebutuhan)
Kebutuhan
Dasar
Lingkungan Eksternal:
Prakondisi bagi pemuasan kebutuhan dasar, yakni;
kemerdekaan, keadilan, ketertiban, tantangan (stimulasi)
+ kebutuhan-kebutuhan untuk tumbuh memiliki nilai yang sama pentingnya
C.
Budaya Dayak
1.
Budaya
Dari berbagai definisi budaya di atas dapat disimpulkan pengertian
budaya yakni keseluruhan dari sistem nilai, gagasan, hasil karya, tindakan,
sikap, pola perilaku dan kebiasaan yang dipelajari dan diwariskan dari
generasi ke generasi oleh anggota masyarakat tertentu.
Berdasarkan definisi diatas, maka dalam penelitian ini sendiri ada dua
aspek yang menjadi konsep dasar dalam mencermati hubungan antara budaya
Dayak dengan individu (aktivis) antara lain:
a.
Budaya dipelajari melalui interaksi antara manusia dengan lingkungan
sosialnya.
Beberapa ahli merumuskan hubungan tersebut, antara lain Bandura
(dalam Huffman, 2001) dengan teori belajar sosial-nya. Menurut Bandura,
perilaku terbentuk/dipelajari melalui pengamatan, contohnya dengan
modelling
. Interaksi yang terjadi antara individu dengan lingkungannya
merupakan proses belajar, dimana kekuatan dari hubungan timbal balik
antara faktor kognitif – perilaku dan proses belajar dari lingkungan akan
menghasilkan kepribadian (
reciprocal determinism
).
b.
Budaya sebagai suatu sistem gagasan yang sifatnya abstrak, yang menjadi
pedoman bagi perilaku manusia.
yang mempengaruhi sikap individu antara lain stereotipe budaya,
nilai-nilai budaya, dan pengalaman pribadi.
Kedua hal yang menjadi konsep dasar tersebut sejalan dengan
pendapat Koentjaraningrat (1979), bahwa dalam memahami kebudayaan
secara menyeluruh dan terintegrasi, kita harus memahami empat komponen
penting dalam kebudayaan, yaitu: (1) sistem budaya; (2) sistem sosial; (3)
sistem kepribadian; dan (4) sistem organisma. Keempat komponen tersebut
berkaitan erat satu sama lain namun sekaligus merupakan entitas khusus
dengan sifatnya masing-masing.
Sistem budaya merupakan komponen abstrak dari kebudayaan dan
terdiri dari pikiran, gagasan, konsep, tema berpikir, dan keyakinan, atau
dengan kata lain dalam bahasa indonesia yang lazim disebut dengan
adat-istiadat.
Sistem sosial yang merupakan komponen konkret dari kebudayaan dan
terdiri dari aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku
berinteraksi antar-individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Dengan
demikian sistem sosial ini dapat dilihat dan diobservasi.
Dengan demikian sistem kepribadian manusia berfungsi sebagai sumber
motivasi dari tindakan sosialnya.
Sistem organisma yakni proses biologis dan biokimia dalam organisma
manusia sebagai mahkluk alamiah. Sistem organisma ini juga turut
menentukan kepribadian individu, pola-pola tindakan, dan bahkan juga
gagasan-gagasan yang dicetuskan manusia.
2.
Suku Dayak
Suku Dayak merupakan penduduk asli pulau Kalimantan yang
domisilinya tersebar di seluruh pelosok pulau Kalimantan, termasuk yang
berada di wilayah RI maupun Malaysia dan Brunei Darussalam. Menurut
Regina
1(2002),
Dayak adalah nama kelompok besar suku bangsa yang terdiri
atas ratusan anak suku, antara lain Iban, Ngaju, Khayaan, Kanayatn, Maanyan,
Dusun, dan Ot Danum. Anak-anak suku tersebut mempunyai bahasa dan
adat-istiadat sendiri yang berbeda satu sama lainnya, namun mereka memiliki
kesamaan dalam pola perladangan dan pengelolaan alam lingkungan. Mereka
juga memiliki sejumlah ritual yang sama dalam berbagai segi kehidupan,
seperti kelahiran, perladangan, dan kematian, walaupun dengan bentuk dan
cara yang berbeda. Kesamaan-kesamaan ini menjadi pengikat batin orang
Dayak sehingga merasa satu. Secara umum, struktur masyarakatnya tergolong
egalitarian, yakni tidak mengenal adanya tingkat atau strata penggolongan
bangsawan/kasta (Andasputra, 1997)
.
Namun orang Dayak mengenal lembaga
1
adat yang terdiri dari para
pengurus adat
atau
pemangku adat
2, yang mengatur
berlangsungnya tata kehidupan masyarakat sesuai dengan adat-istiadat
setempat.
Masih menurut Regina, pribadi orang Dayak dikenal sangat sederhana,
monoton, kurang kreatif dan tidak berani mengambil inisiatif. Lebih banyak
menunggu, pasrah, menerima nasib, banyak mengalah, mengharap belas
kasihan orang lain, lugu dan polos. Cepat puas, kurang atau sedikit jiwa
berkompetisi. Melihat sesuatu secara lurus-lurus saja, tanpa memandang
lika-likunya. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan berbahasa setempat ”
ahe-ahe ja
toke
” yang bila diartikan kurang lebih: terserah atasan dan penguasa. Sikap
hidup ini membuat orang Dayak enggan memacu diri untuk maju. Lingkungan
yang nyaman dan tenang, alam yang ramah dan menyediakan kekayaan yang
berlimpah membuat orang Dayak menjadi manja dan tergantung pada alam.
Alif (1997) mengutarakan bahwa latar belakang hidup orang Dayak
adalah agraris
3tradisional, yang selalu terikat dengan alam sekitarnya. Banyak
nilai-nilai kehidupan masyarakat Dayak yang bersumber dari tradisi ini,
sebagai contoh adalah upacara adat
Naik Dango
4(Julipin, 1997). Pada
hakekatnya
Naik Dango
menyangkut seluruh aspek budaya masyarakat
Dayak, namun setidaknya ada tiga aspek yang menurut Julipin paling
dominan, yaitu:
2
Istilahnya bisa berlainan pada setiap sub-suku, tapi umumnya memiliki fungsi dan struktur yang hampir sama
3
Cara hidup masyarakat yang bersumber pada sektor pertanian; pada masyarakat Dayak sistemnya adalah dengan berladang.
4
yakni upacara syukuran atas panen padi; pada subsuku Dayak Kanayat’n; istilah lainnya adalah
a.
aspek kehidupan masyarakat agraris
Masyarakat Dayak tidak dapat lepas begitu saja dari cara hidup
tradisi warisan nenek moyangnya.
Naik Dango
atau
Gawai Padi
5merupakan tradisi yang telah lama menyatu dalam kehidupan masyarakat
Dayak. Dalam upacara ini, benih padi untuk musim tanam selanjutnya
dipilih, dan hasil panen disimpan/dinaikkan ke dalam lumbung. Peristiwa
ini sekaligus menandai datangnya musim tanam yang baru.
b.
aspek religius
Hasil panen disimpan/dinaikkan ke dalam lumbung sambil diiringi
doa-doa permohonan dan persembahan
6menurut tata cara kepercayaan
asli. Mereka percaya bahwa bilamana menginginkan keselamatan,
7maka
upacara ini harus dilakukan, sekaligus sebagai pertanggungjawaban orang
Dayak kepada
Jubata
8.
c.
aspek kekeluargaan, solidaritas dan persatuan
Dengan diadakannya upacara ini secara serentak dalam satu
wilayah adat, memungkinkan untuk saling mengunjungi antara keluarga
yang berlainan wilayah. Selain itu juga mempererat komunikasi antar
anggota keluarga dekat, mengingat pada hari pelaksanaan upacara
biasanya semua anggota keluarga akan berkumpul.
5
Istilah yang lebih umum dikenali oleh semua sub-suku Dayak
6
Sesaji, sajen, dalam bahasa Dayak Kanayat’n yaitu palantar
7
Bila tidak dilakukan niscaya akan terjadi malapetaka berupa gagal panen, tidak mendapat rejeki dan tidak diberkati oleh Jubata
8
Masih menurut Alif, mata pencaharian orang Dayak, selain berladang,
adalah beternak, berburu, dan mengumpulkan hasil alam seperti karet (karet
alam), rotan, damar, dan emas (secara tradisional, dengan mendulang).
Cara hidup mereka juga telah menyesuaikan diri dengan lingkungan
selayaknya cara hidup masyarakat urban di perkotaan, dengan profesi yang
juga semakin beragam sesuai dengan tingkat pendidikannya, namun rasa
keterikatan sebagai ”orang Dayak” tidak dapat lepas dari kesadaran identitas
diri orang Dayak di perkotaan (Florus, 1992). Identitas diri sebagai orang
Dayak ini ditunjukkan dengan adanya berbagai organisasi sosial-budaya
seperti paguyuban-paguyuban berdasarkan kedaerahan (sub-suku) dan
organisasi adat di berbagai tingkat daerah yakni Majelis Adat Dayak. Selain
itu, umumnya orang Dayak yang hidup di daerah perkotaan juga masih setia
menjalankan adat tradisi-nya dalam bentuk ritual-ritual dalam berbagai situasi
kehidupan seperti kelahiran, kematian, perkawinan, tolak bala bahkan
pengobatan.
Selain memiliki profesi yang beragam, agama yang dianut oleh orang
Dayak pada umumnya, khususnya di Kalimantan Barat, sebagian besar
Kristen (Katolik dan Protestan), dan sebagian lagi beragama Islam. Di
samping agama konvensional (agama-agama besar di luar keyakinan orang
Dayak) di atas, Dilen dan Julipin (1997) mengungkap tentang keberadaan
agama asli
9orang Dayak. Dalam tradisi asli-nya, masyarakat Dayak percaya
akan adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang terjadi dalam alam
semesta ini. Aturan alam raya ini bersifat stabil, selaras dan kekal. Keselarasan
tingkah laku manusia dengan aturan alam raya tersebut (yang disebut adat
10)
9
kepercayaan asli dalam tradisi lisan orang Dayak tentang konsep hubungan manusia dengan dengan Sang Pencipta, sesama dan alam semesta
10
akan menentukan keluhuran dan kebahagiaan hidup manusia. Terkait dengan
kepercayaan asli suku Dayak yang diadaptasikan ke dalam pandangan tentang
kehidupan orang Dayak
modern
, Mecer (2003) mengungkap keberadaan
empat
Jalan Keselamatan
orang Dayak, yakni:
a.
Upacara Ritual
Segala kebiasaan yang berkaitan dengan kebutuhan spiritualitas
seperti halnya berdoa
11, baik itu dalam keadaan sehari-hari maupun dalam
menghadapi berbagai situasi kehidupan
12.
b.
Makan – Minum
Segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk kelangsungan
hidup.
c.
Tanam Benih
Segala kegiatan yang bertujuan untuk membantu diri sendiri dan
mempersiapkan masa depan, contohnya adalah kebiasaan menabung, yang
diibaratkan seperti memilih benih
13, demikian halnya dengan menabung.
d.
Sosial
Berkaitan dengan perkawanan atau jaringan kerja, dimana suatu
usaha yang dilakukan bersama dengan orang lain akan membuahkan hasil
yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil yang didapat bila bekerja
sendiri.
Empat Jalan Keselamatan
tersebut merupakan pedoman yang
mengingatkan orang Dayak masa kini akan hal-hal utama yang harus
11
Menurut keyakinan/agama yang dianut, termasuk juga yang berkenaan dengan tradisi
12
Lahir, mati, pernikahan, pekerjaan, dan upacara-upacara tradisi seperti naik daNGO dll
13
dilakukan dalam mengelola kehidupannya, khususnya dalam menghadapi
situasi hidup di zaman yang kian tak menentu sekarang ini, dimana sebagian
besar masyarakat Dayak masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka
masih menjadi kaum kecil yang terpinggirkan di atas ’tanah’-nya sendiri.
Kalimantan. Kondisi ini menyebabkan orang Dayak semakin tertinggal dalam
berbagai bidang seperti pendidikan, politik, ekonomi, dan sebagainya.
masyarakat terjebak dalam kemiskinan. Semua itu merupakan realitas yang
sedang terjadi di Kalimantan pada umumnya dan pada masyarakat Dayak di
Kalimantan Barat pada khususnya.
D.
SegeraK
– Pancur Kasih
1.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang juga biasa dikenal
dengan sebutan
NGO
, atau
Non Government Organization
, merupakan suatu
organisasi yang didirikan oleh perseorangan atau sekelompok masyarakat
dengan tujuan untuk melaksanakan usaha bersama dalam rangka peningkatan,
pengembangan, dan pemeliharaan sumber-sumber daya alam dan manusia.
Lebih lanjut usaha ini mengarah pada pemberdayaan masyarakat untuk dapat
mengelola sendiri berbagai bidang kehidupan dan lingkungan alamnya.
LSM biasanya berkaitan erat dengan masyarakat lokal dimana mereka
hidup dan berkembang. Program-program kerja yang dilaksanakannya-pun
senantiasa disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat lokal tersebut.
Faktor budaya masyarakat setempat memiliki peran yang sangat penting
dalam pembentukan budaya lembaga. Karena itu seringkali organisasi
semacam ini disebut
Grass-Root Organization
(Clark, 1995).
Cooperative for American Relief Everywhere
(
CARE
),
Catholic Relief Service
,
dan sebagainya. Salah satu yang menerima pendanaan tersebut, contohnya;
gerakan Gandhi di India yang memiliki banyak pengikut dan sampai sekarang
masih terus berkembang, dengan kegiatan meliputi pusat kerajinan tenun dan
inisiatif teknologi tepat guna lainnya, sekolah yang memfokuskan pada
pendidikan fungsional, Mahkamah Rakyat yang mempraktekkan pada
penekanan masyarakat tanpa kekerasan untuk menegakkan keadilan bagi kasta
yang paling rendah, dan kampanye organisasi yang menuntut dilakukannya
land reform
dan aspek keadilan sosial lainnya yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup (Clark, 1995).
Di Brasil, gerakan pendekatan baru dalam
NGO
diilhami oleh gagasan
Paolo Freire yang mempelopori pendekatan “penyadaran”, yakni suatu
kombinasi antara pendidikan politik, organisasi sosial dan pembangunan
masyarakat lapisan bawah, maka
NGO
dirancang tidak hanya untuk
meningkatkan taraf hidup, tetapi juga untuk membantu agar orang dapat
melihat eksploitasi atas diri mereka dan menyadari bahwa mereka memiliki
peluang-peluang untuk menghentikan eksploitasi seperti itu melalui bantuan
organisasi massa. Penyadaran, juga diklaim, dapat membebaskan para
penindas itu sendiri! (Clark, 1995)
2.
Serikat Gerakan (
SegeraK
) – Pancur Kasih
SegeraK adalah sebuah organisasi
non-government
yang memiliki
keunikan dalam perspektifnya terhadap kehidupan bersama anggotanya pada
khususnya, serta masyarakat kecil pada umumnya. Dalam
Panduan Umum
Bagi Pengurus dan Anggota(
1999
),
dijabarkan sebagai berikut:
memperjuangkan pembebasan suku Dayak dari dominasi sosial, kultural,
ekonomi dan politik yang menindas.“
Pemberdayaan Sistem Hutan Kerakyatan –
CBFsM
, (11) Program
Pemberdayaan Sistem Tani Asli –
EAF
, (12) Dana Solidaritas Masyarakat
Dayak – DSMD, (13) Pendidikan Kritis – PENTIS, (14) Pemberdayaan
Ekonomi Kerakyatan – PEK, (15) Koperasi Persekutuan Dayak – KPD, (16)
Percetakan Mitra Kasih – MIKA, (17)
Credit Union
Keling Kumang
–
CU
-KK
, (18) Pemberdayaan Otonomi Rakyat – POR, (19) Aliansi Masyarakat
Adat Kalimantan Barat – AMA Kalbar, (20) Yayasan Bina Sumber Daya –
Kalimantan Tengah, (21) Serikat Petani Karet Kalbar – SPK Kalbar, (22)
Lembaga Dayak
Panarung
– LDP Kalteng, (23) Perkumpulan Nurani
Perempuan – PNP Kaltim, (24) Lembaga Bina
Banua Putijaji
– LBBPJ
Kaltim, (25) Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Daya Lestari – LPEDL
Kaltim, (26)
School For Holistic Empowerment
-
SHE
, (27) Lembaga
Konsultan
Y333
.
organisasi ini tentunya tidak lepas dari peran kepemimpinannya (M. Maran,
wawancara pribadi, 10 Mei 2003).
SegeraK, melalui setiap bagiannya, melakukan upaya-upaya
penyadaran dan pemberdayaan masyarakat agar dapat keluar dari berbagai
permasalahan dalam realitas kehidupan.
Penekanan pada kesadaran bahwa
sebagai masyarakat kecil yang kurang berdaya dalam perekonomian dan
kemampuan bersaing secara sosial dan intelektual, maka yang harus dilakukan
adalah menolong diri sendiri melalui usaha bersama, bukannya tergantung
pada pertolongan dari pihak lain yang entah kapan datangnya. Konsep
penyadaran dalam konteks ini ialah untuk menjadi berdaya dengan saling
memberdayakan.
Dalam Sidang Pleno Anggota pada tanggal 18 Juni 1996, merumuskan
visi SegeraK sebegai berikut:
“Masyarakat Adat khususnya masyarakat Dayak mampu menentukan
dan mengelola kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dalam
kebersamaan dengan semangat cinta kasih untuk merebut kembali
harkat dan martabatnya.”
Atas dasar visi tersebut maka misi SegeraK adalah memfasilitasi
anggota-anggotanya dalam usaha pemberdayaan masyarakat Dayak, dan untuk
menjalankan misi tersebut, maka digariskanlah prinsip-prinsip pelaksanaannya
yaitu: kebersamaan, nilai-nilai keadilan yang mengutamakan nilai-nilai
demokrasi dan hak asasi manusia, serta kesetaraan dan keadilan gender.
yang terletak di kota Siantan- kecamatan Pontianak Utara, bertempat di dua
lokasi yang terpisah, yakni di
Credit Union
Pancur Kasih –
CU
-PK,
Pendidikan Kritis – PENTIS, dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan – PEK
(kelurahan Siantan Tengah) serta di Institut Dayakologi – ID, Lembaga Bela
Banua Talino – LBBT, Percetakan Mitra Kasih – MIKA dan Aliansi
Masyarakat Adat Kalimantan Barat – AMA Kalbar (kelurahan Siantan Hulu).
E.
Hubungan Antara Budaya Dayak dengan Teori Maslow
Robbins (1999) berpendapat bahwa teori-teori motivasi dipengaruhi oleh
budaya.
Hofstede (tahun tidak diketahui) mengatakan bahwa budaya mempunyai
pengaruh penting dalam nilai-nilai dan sikap karyawan yang berkaitan dengan
pekerjaan. Dalam penelitian ini, budaya Dayak menjadi latar belakang subyek,
yakni para aktivis SegeraK yang bersuku asli Dayak. Mereka lahir dan menetap
dalam masyarakat Dayak.
Selain berlatar belakang suku Dayak, pekerjaan subyek sebagai aktivis di
SegeraK semakin memperjelas keterlibatan mereka dalam masyarakat Dayak,
dimana sebagai sebuah LSM, SegeraK mempunyai visi-misi yang jelas
memperjuangkan masyarakat Dayak, yakni :
“Masyarakat Adat khususnya masyarakat Dayak mampu menentukan dan
mengelola kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dalam
kebersamaan dengan semangat cinta kasih untuk merebut kembali harkat
dan martabatnya.”
eksistensinya dan kedaulatan dalam menentukan nasibnya sendiri.
Lembaga-lembaga yang menjadi anggotanya adalah Lembaga-lembaga-Lembaga-lembaga yang senyatanya
memperjuangkan pembebasan suku Dayak dari dominasi sosial, kultural, ekonomi
dan politik yang menindas.
Hubungan antara budaya Dayak dengan teori motivasi Maslow terletak
pada peran budaya Dayak dalam pembentukan motivasi kerja individu yang
dibahas dalam kerangka teori motivasi Maslow. Motivasi kerja berkaitan dengan
faktor internal maupun eksternal. Dalam hal ini budaya Dayak berkaitan dengan
kepribadian individu yang merupakan salah satu faktor internal, sekaligus dengan
lingkungan (masyarakat) yang merupakan salah satu faktor eksternalnya. Oleh
karena itu, secara khas baik individu (secara pribadi) maupun pekerjaan dan
lingkungannya terkait dengan budaya Dayak baik itu dari pengalaman masa
lampau maupun dalam berbagai perwujudan/konsep akan masa depan yang
dimilikinya.
Budaya Dayak sebagai budaya yang mempengaruhi individu, mencakup
dua dimensi, yaitu secara teoritis dan secara empiris (berbagai situasi kehidupan
dalam masyarakat Dayak dewasa ini).
Secara teoritis, budaya Dayak ialah keseluruhan dari sistem nilai, gagasan,
hasil karya, tindakan, sikap, pola perilaku dan kebiasaan yang dipelajari dan
diwariskan dari generasi ke generasi oleh anggota masyarakat Dayak.
sosialnya yakni masyarakat Dayak. Yang kedua, budaya Dayak sebagai suatu
sistem gagasan yang sifatnya abstrak, yang menjadi pedoman bagi perilaku
aktivis, dalam hal ini perilaku bekerja.
Kedua hal penting tentang budaya Dayak dan aktivis SegeraK tersebut
diatas tidak bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Maslow (dalam
Goble, 1987) yakni bahwa tingkah laku merupakan hasil dari berbagai daya.
Tingkah laku dapat merupakan hasil bukan saja dari gabungan sejumlah
kebutuhan dasar, melainkan juga hasil dari kebiasaan-kebiasaan pribadi,
pengalaman di masa lampau, bakat-bakat dan kemampuan pribadi serta
lingkungan sekitar. Maslow, dalam hal ini, setuju dengan Freud, yakni bahwa
pengalaman masa lampau hadir dalam masa kini dalam diri setiap orang,
demikian halnya dengan masa depan yang juga hadir dalam diri sang pribadi
kini
,
berwujud cita-cita, harapan, kewajiban, tugas, rencana, tujuan, kemampuan yang
belum terealisasikan, perutusan, takdir dan sebagainya.
Berdasarkan pemaparan diatas, diketahui bahwa budaya Dayak ikut
membentuk kepribadian para individu aktivis menjadi kepribadian orang Dayak.
Sebagai seorang individu Dayak, para aktivis SegeraK dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan standar-standar budaya Dayak dan segala hal yang
ideal menurut masyarakat Dayak, yang dipelajari individu dari pola asuh
masyarakat Dayak yang diwarisinya, sehingga kepribadian mereka tak lepas dari
pengaruh budaya Dayak sebagai hasil dari proses belajar. Latar belakang ini, turut
mempengaruhi idealisme dan cara pandang subyek terhadap pekerjaannya. Latar
belakang budaya Dayak ini mempengaruhi subyek dalam memposisikan
diri-pribadinya dalam pekerjaannya, khususnya yang hendak dibahas dalam penelitian
ini yakni motivasi kerja individu.
Masih berkenaan dengan kepribadian orang Dayak, diketahui bahwa
secara psikologis orang Dayak memiliki perasaan rendah diri. Seperti yang
dikatakan oleh Djuweng (1992):
“Secara historis sistem kolonial telah menempatkan orang Dayak pada lapisan sosial yang paling rendah, yakni sebagai hamba/ulun bagi kelompok masyarakat feodal (Melayu) dan kolonial. Perlakuan ini sebagai bagian dari politik devide et impera pada masa itu. Dampak psikologis dari keadaan tersebut ‘diwariskan’ pada generasi-generasi berikutnya, yakni adanya perasaan inferioritas dalam diri orang Dayak. Kondisi psikis yang inferior ini diperparah oleh perlakuan rezim berkuasa yang masih saja menerapkan perlakuan yang sama pada orang Dayak meski sudah puluhan tahun bangsa ini merdeka”
Senada dengan Djuweng, ditambahkan oleh Bamba (2001):
karena domilisi mereka yang sebagian besar tersebar jauh di daerah pedalaman Kalimantan. Kondisi ini menyebabkan orang Dayak semakin tertinggal dalam berbagai bidang seperti pendidikan, politik, ekonomi, dan sebagainya”
Regina (2000) menggambarkan pribadi orang Dayak sebagai sangat
sederhana, monoton, kurang kreatif dan tidak berani mengambil inisiatif. Lebih
banyak menunggu, pasrah, menerima nasib, banyak mengalah, mengharap belas
kasihan orang lain, lugu dan polos. Cepat puas, kurang atau sedikit jiwa
berkompetisi. Melihat sesuatu secara lurus-lurus saja, tanpa memandang
lika-likunya. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan berbahasa setempat ”
ahe-ahe ja toke
”
yang bila diartikan kurang lebih: terserah atasan dan penguasa. Sikap hidup ini
membuat orang Dayak enggan memacu diri untuk maju. Lingkungan yang
nyaman dan tenang, alam yang ramah dan menyediakan kekayaan yang berlimpah
membuat orang Dayak menjadi manja dan tergantung pada alam.
Kenyataan tentang masyarakat Dayak ini membuat SegeraK, melalui
setiap bagiannya, melakukan upaya-upaya penyadaran dan pemberdayaan
masyarakat agar dapat keluar dari berbagai permasalahan dalam realitas
kehidupan.
Penekanan pada kesadaran bahwa sebagai masyarakat kecil yang
kurang berdaya dalam perekonomian dan kemampuan bersaing secara sosial dan
intelektual, maka yang harus dilakukan adalah menolong diri sendiri melalui
usaha bersama, bukannya tergantung pada pertolongan dari pihak lain yang entah
kapan datangnya, dengan kata lain menjadi berdaya dengan saling
memberdayakan.
tentang masyarakat Dayak tersebut mempengaruhi cara pandang/pikir individu
terhadap diri dan pekerjaannya. Di sisi lain, keterkaitan antara individu dengan
budaya /lingkungan mereka ini membantu peneliti dalam memahami dan
merumuskan motivasi kerja aktivis SegeraK yang berlatar belakang budaya
Dayak berdasarkan teori motivasi Maslow.
Dalam budaya Dayak terdapat nilai-nilai tentang prioritas yang harus
dipenuhi dan hal-hal penting yang berpengaruh dalam kehidupan individu Dayak.
Secara umum,
content
dari nilai-nilai tersebut senada dengan teori motivasi yang
dikemukakan Maslow, meskipun tidak sama persis secara hirarki, namun semua
kebutuhan tersebut memotivasi tingkah laku manusia.
Dalam
empat Jalan Keselamatan orang Dayak
terdapat,
Upacara Ritual,
yang merupakan representasi kebutuhan orang Dayak dari aspek spritual. Pada
hirarki Maslow, kebutuhan ini dapat digolongkan dalam kebutuhan akan
Aktualisasi Diri, dimana aspek spritual merupakan perwujudan dari nilai
keyakinan yang dimiliki oleh individu. Dalam menjalankan organisasi (gerakan),
visi-misi
SegeraK yang dijiwai semangat cinta kasih dan pengabdian untuk
memperjuangkan masyarakat yang tertindas, menjadi pedoman penting. Bila
dicermati lebih lanjut, nilai-nilai yang dianut ini kental dengan nuansa Kristiani
sebagai keyakinan yang umumnya dianut oleh orang Dayak.
ekonomi, atau dalam istilah mereka sendiri yakni cerdas secara finansial, sehingga
dengan demikian berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan akan perlindungan
dan rasa aman para aktivis dalam bekerja.
Nilai
Sosial
dalam budaya Dayak, yakni berkaitan dengan perkawanan
atau jaringan kerja, dimana suatu usaha yang dilakukan bersama dengan orang
lain akan membuahkan hasil yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil
yang didapat bila bekerja sendiri. Nilai sosial ini sama dengan kebutuhan akan
Cinta dan Rasa Memiliki-Dimiliki dalam teori Maslow, yang mencakup segala
bentuk dan kondisi relasi sosial dengan sesama. Dalam masyarakat Dayak
kebutuhan sosial sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari adat-istiadat yang
berlaku dalam budaya Dayak, diantaranya Upacara
Naik Dango
dan sistem
perumahan yang bersifat komunal seperti Rumah Panjang. Hal ini senada dengan
yang diungkapkan oleh Julipin (1997), dimana aspek kekeluargaan, solidaritas
dan persatuan menjadi aspek hidup yang dominan dalam tradisi masyarakat
Dayak.
Skema Penelusuran dalam Penelitian
Keterangan:
budaya Dayak
menjadi latar belakang subyek
teori motivasi Maslow yang dihubungkan dengan budaya Dayak
Motif/ Kebutuhan
dalam bekerja
Motivasi Kerja
Aktivis
Budaya
Dayak
Teori Motivasi
Maslow
A.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskripsitif kualitatif dengan analisis isi
atau
content analysis,
yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan suatu gejala
tertentu, dalam hal ini motivasi kerja aktivis SegeraK
berdasarkan teori motivasi
Maslow, secara sistematis dan terinci.
Agar memperoleh pemahaman yang jelas tentang realitas (gejala) yang
ada, maka penelitian ini menekankan pentingnya kedekatan dengan subyek
penelitian. Penelitian ini tidak menguji hipotesis melainkan hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya (Poerwandari, 2001), dalam konteks
penelitian ini informasi yang dimaksud yakni motivasi kerja aktivis SegeraK
berdasarkan teori motivasi Maslow.
B.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara terhadap
subyek dan observasi terhadap aktivitas subyek sehari-hari di tempat kerja. Dalam
proses wawancara digunakan alat bantu rekam yaitu
tape recorder
.
Wawancara dipilih karena merepresentasikan pendapat, nilai, perasaan,
pengetahuan, pengalaman atau definisi yang dianut oleh seseorang, suatu
kelompok, atau suatu organisasi ketika orang, kelompok atau organisasi itu
menafsirkan pengalaman-pengalaman tersebut. Yang terpenting adalah
interpretasi subyektif mereka atas situasi mereka, baik pada masa lalu ataupun
masa sekarang (Mulyana, 2002; Patton, 2002). Data hasil wawancara merupakan
data primer dalam penelitian ini. Wawancara yang digunakan adalah wawancara
kualitatif dengan pendekatan informal yang menggunakan panduan wawancara
(Patton, 2002). Menurut Patton, wawancara ini bersifat mendalam, fleksibel,
terbuka, tidak terstruktur ketat sehingga dapat dikembangkan sesuai fakta dan
kondisi yang ada. Pewawancara tidak menyediakan frase atau kategori yang harus
digunakan oleh responden dalam mengungkapkan dirinya, karena tujuan dari
wawancara kualitatif adalah : untuk merekam bagaimana responden memandang
dunia mereka; untuk mempelajari ungkapan dan penilaian responden; dan untuk
me