OPTIMASI PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN NATRIUM FENOBARBITAL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Marischa Novita Lissanta
NIM : 048114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
OPTIMASI PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN NATRIUM FENOBARBITAL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Marischa Novita Lissanta
NIM : 048114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iii
Skripsi berjudul
PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN NATRIUM FENOBARBITAL DENGAN METODE KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
Oleh :
Marischa Novita Lissanta
NIM : 048114044
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
v
U ntuk yang terCI NTA…
Keluargaku karena cinta dan dukungan kalian yang begitu besar
Sahabat-sahabatku, yang
membuat hidupku lebih berarti
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Marischa Novita Lissanta
Nomor Mahasiswa : 048114044
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“OPTIMASI PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN NATRIUM FENOBARBITAL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK”
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya:
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 24 April 2008
Yang menyatakan
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa YAHWEH di Sorga, karena
hanya karena hikmat, kekuatan, mukjizat serta penyertaanNYA maka skripsi yang
berjudul ”Optimasi Pemisahan dan Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan
Natrium Fenobarbital dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase
Terbalik” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah begitu luar
biasanya membant u penulis, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi M,Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan ketua penelitian payung yang penulis ikuti. Terima
kasih banyak atas bantuan dan semangatnya.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah begitu sabar
membimbing penulis, memberikan masukan, arahan, kritikan dan dukungan
selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. dan Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen
viii
4. Papa dan Mamaku yang telah luar biasa memberi dukungan moral dan material,
kasih sayang, doa, dukungan dan semua yang penulis butuhkan. Tanpa kalian,
Novi tidak akan jadi seperti ini.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, S.Si., M.Si. yang telah membantu penulis
membelikan alat yang pecah.
6. Seluruh staf laboratorium di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta : Pak Mukmin, Pak Prapto, Pak Parlan, Mas Sarwanto, Mas Kunto,
Mas Otok, Mas Heru yang telah banyak membantu penulis selama penelitian di
laboratorium dan mendukung kelancarannya.
7. Ai, ishakku, yang telah begitu banyak memberikan kasih sayang, perhatian,
dukungan yang luar biasa, semangat, doa, berkat, nasehat, kritik sebelum, selama
dan sesudah penyusunan skripsi ini (IDLU4E!)
8. Tika, Rissa dan Nur sebagai teman dan sahabat sejak penulis memasuki Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terima kasih atas semua
dukungan, semangat dan doanya.
9. Rian dan Tika terima kasih untuk semua dukungan, semangat, bantuan dan solusi
masalah yang dihadapi selama penyusunan skripsi ini.
10.A-Cu dan Reni, terima kasih atas team work yang solid, terima kasih untuk
membantu kerja di lab sampai malam, dukungan doa dan semangatnya.
ix
12.Semua saudara seiman di GAIN Alfa Omega Yogyakarta, Tante dan Om,
Yosafat, Viktor, Pak dan Bu Joko, Komang, Diana, Doni atas semua dukungan
doa dan berkatnya. YAHWEH berkati.
13.Teman-teman FST yang luar biasa kekompakannya, kalian memberi warna di
hidupku.
14.Setiap orang yang mungkin tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih
karena baik atau buruk kalian telah membentukku menjadi pribadi ya ng seperti
ini. Lanjutkan hidup kalian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Maka penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang akan membantu penulis
dalam perkembangan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi
kemajuan ilmu pengetahuan.
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya, atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Mei 2008
Penulis
xi
OPTIMASI PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN NATRIUM FENOBARBITAL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
INTISARI
Saat ini, karena terbatasnya bentuk sediaan dan kombinasi zat aktif yang tersedia di pasaran, maka tenaga medis di Rumah Sakit X mengombinasikan parasetamol dan natrium fenobarbital dalam bentuk pulveres untuk pasien anak-anak.
Pulveres dibuat dengan mengubah sediaan tablet menjadi pulveres dan dilakukan dalam jumlah besar. Maka untuk menjamin patient safety, diperlukan kontrol kualitas terhadap pulveres tersebut. Salah satu metode yang pernah digunakan untuk menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi, presisi, linearitas, LOD dan LOQ dari metode KCKT fase terbalik untuk menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital. Jenis penelitan ini adalah noneksperimental deskriptif. Sistem KCKT menggunakan kolom C18 (30 cm); perbandingan fase gerak
metanol:buffer fosfat pH 3,2 yang dioptimasi 30:70 dan 10:90; kecepatan alir yang dioptimasi 1 dan 1,5 ml/menit; detektor UV pada ? pengamatan 236 nm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode KCKT fase terbalik dengan kondisi optimum komposisi fase gerak 90:10 dan kecepatan alir 1,5 ml/menit memiliki akurasi, presisi dan linearitas yang baik untuk menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital. Dengan LOD dan LOQ untuk parasetamol berturut-turut 0,006 mg/ml dan 0,02 mg/ml sedangkan untuk natrium fenobarbital berturut-turut 0,124 mg/ml dan 0,414 mg/ml.
xii
OPTIMATION OF SEPARATION AND QUANTITATIVE ANALYSIS THE MIXTURE OF PARACETAMOL AND SODIUM PHENOBARBITAL WITH
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY METHOD REVERSED PHASE
ABSTRACT
Nowadays, because of dossage form and combination of active ingredient in market are limited, then the medical staff in hospital X combines paracetamol and sodium phenobarbital in pulveres form for pediatri. Pulveres made by changing tablet form into pulveres, in a large quantity. So in order to guarantee patient safety, quality control is needed towards those pulveres. One of the methods that ever used to determine the amount of paracetamol and sodium phenobarbital is reversed phase High Performance Liquid Chromatoraphy (HPLC).
This research’s aims are to know the accuracy, precision, linearity, LOD and LOQ from reversed phase HPLC to determine the amount of paracetamol and sodium phenobarbital in combination. Kind of this research is descriptive nonexperimental. HPLC system uses C18 column (30 cm); combination of mobile
phase methanol:phosphat buffer pH 3.2 that have been optimated are 30:70 and 10:90; flow rate that have been optimated are 1 and 1.5 ml/minutes; UV detector in observative ? 236 nm.
The result shows that HPLC method reversed phase with optimum condition of mobile phase composition 90:10 and flow rate 1.5 ml/minutes has good accuracy, precision and linearity to determine the amount of paracetamol and sodium phenobarbital. With LOD and LOQ for paracetamol are 0.006 mg/ml and 0.02 mg/ml, while LOD and LOQ for sodium phenobarbital are 0.124 mg/ml and 0.414 mg/ml.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
PRAKATA...vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... x
INTISARI... xi
ABSTRACT...xii
DAFTAR ISI...xiii
DAFTAR TABEL...xvii
DAFTAR GAMBAR... xviii
DAFTAR LAMPIRAN...xx
BAB I. PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang... 1
1. Permasalahan... 3
2. Keaslian Penelitian... 3
3. Manfaat Penelitian... 4
xiv
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5
A. Parasetamol... 5
B. Natrium fenobarbital... 6
C. Buffer... 7
D. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif... 8
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 9
1. Definisi dan instrumentasi... 9
2. Pembagian jenis kromatografi... 15
3. Kromatografi partisi... 16
4. Pemisahan puncak dalam kromatografi... 18
F. Spektrofotometri Ultraviolet... 21
G. Kesahihan Metode Analisis Instrumental... 24
H. Keterangan Empiris... 27
BAB III. METODE PENELITIAN... 28
A. Jenis Penelitian... 28
B. Definisi Operasional... 28
C. Bahan Penelitian... 28
D. Alat penelitian... 29
E. Tata Cara Penelitian... 30
1. Pembuatan fase gerak... 30
2. Pembuatan larutan baku parasetamol dan natrium fenobarbital…………. 31
xv
4. Optimasi pemisahan parasetamol dan natrium fenobarbital dalam
campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan
11:1 dengan KCKT fase terbalik……… 33
5. Optimasi penetapan kadar parasetamol dan natrium fenobarbital dalam campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1 dengan KCKT fase terbalik………... 35
6. Validasi metode penetapan kadar parasetamol dan natrium fenobarbital dalam campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1 dengan KCKT fase terbalik………36
F. Analisis Hasil... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 39
A. Penyiapan Fase Gerak... 39
B. Pembuatan Larutan Baku... 40
C. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Parasetamol dan Natrium Fenobarbital dengan Spektrofotometer UV……….. 41
D. Optimasi Pemisahan Parasetamol dan Natrium Fenobarbital dengan KCKT Fase Terbalik……….46
E. Optimasi Penetapan Kadar Parasetamol dan Natrium Fenobarbital dengan KCKT Fase Terbalik………. 56
xvi
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...65
A. Kesimpulan... 65
B. Saran... 66
DAFTAR PUSTAKA... 67
LAMPIRAN...70
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Nilai indeks polaritas pelarut... 13
Tabel II. Rentang rata-rata persen perolehan kembali yang dapat diterima
(Anonimc, 2004)...25
Tabel III. Presisi yang dapat diterima (Anonimc, 2004)... 26
Tabel IV. Resolusi pemisahan parasetamol 0,21 mg/ml dan asam
fenobarbiturat 1,5 mg/ml pada KCKT... 55
Tabel V. Data kurva baku parasetamol... 57
Tabel VI. Data kurva baku natrium fenobarbital... 57
Tabel VII. Data waktu retensi (tR) masing- masing senyawa baku dan sampel... 59
Tabel VIII. Data kadar parasetamol dan na trium fenobarbital dalam sampel... 61
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Parasetamol... 5
Gambar 2. Struktur Natrium Fenobarbital... 6
Gambar 3. Peralatan KCKT... 11
Gambar 4. Detektor ultraviolet untuk KCKT... 15
Gambar 5. Reaksi silanisasi... 17
Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom parasetamol... 43
Gambar 7. Gugus kromofor dan auksokrom natrium fenobarbital...43
Gambar 8. Spektrum serapan parasetamol (?maks = 245 nm)... 44
Gambar 9. Spektrum serapan natrium fenobarbital (?maks = 236 nm)... 45
Gambar 10. Gabungan spektrum serapan parasetamol konsentrasi 0,009 mg/ml dan natrium fenobarbital konsentrasi 0,09 mg/ml... 46
Gambar 11. Reaksi antara natrium fenobarbital dengan asam fosfat... ... 47
Gambar 12. Gugus nonpolar dari parasetamo l dan asam fenobarbiturat yang berinteraksi dengan fase diam...48
Gambar 13. Puncak parasetamol dan asam fenobarbiturat dengan fase gerak buffer fosfat pH 3,2 : metanol (70 : 30), fase diam oktadesilsilan, kecepatan alir 1 ml/menit, deteksi UV 236 nm...50
xix
Gambar 15. Puncak parasetamol dan asam fenobarbiturat dengan fase gerak
buffer fosfat pH 3,2 : metanol (90 : 10), fase diam oktadesilsilan,
kecepatan alir 1 ml/menit, deteksi UV 236 nm...52
Gambar 16. Puncak parasetamol dan asam fe nobarbiturat dengan fase gerak
buffer fosfat pH 3,2 : metanol (90 : 10), fase diam oktadesilsilan,
kecepatan alir 1,5 ml/menit, deteksi UV 236 nm...53
Gambar 17. Kromatogram sampel asam fenobarbiturat replikasi 3... 59
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat analisis parasetamol...70
Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium fenobarbital... 71
Lampiran 3. Data penimbangan bahan... 72
Lampiran 4. Spektra panjang gelombang serapan maksimum parasetamol...73
Lampiran 5. Spektra panjang gelombang serapan maksimum natrium fenobarbital... 75
Lampiran 6. Kromatogram baku parasetamol... 77
Lampiran 7. Kromatogram baku natrium fenobarbital...82
Lampiran 8. Kromatogram sampel parasetamol dan natrium fenobarbital ... 87
Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar larutan baku parasetamol...99
Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar larutan baku natrium fenobarbital... 101
Lampiran 11. Perhitungan CV parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sampel... 103
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Saat ini terbatasnya bentuk sediaan dan kombinasi zat aktif yang tersedia di
pasaran seringkali menyulitkan proses terapi untuk pasien anak-anak. Maka cara
yang dapat dilakukan adalah mengombinasikan beberapa zat aktif untuk mencapai
tujuan terapi tertentu seperti yang dilakukan tenaga medis di Rumah Sakit X. Salah
satunya adalah kombinasi parasetamol dan natrium fenobarbital. Parasetamol
digunakan sebagai penghilang nyeri dan penurun panas sedangkan natrium
fenobarbital yang memiliki khasiat antiepilepsi dimanfaatkan efek sampingnya untuk
menena ngkan pasien anak-anak yang terkena demam.
Kombinasi parasetamol dan natrium fenobarbital dibuat dalam bentuk
sediaan pulveres yang dapat diterima oleh anak-anak karena pasien anak pada
umumnya sulit menerima obat dalam bentuk sediaan tablet. Selain itu, keterbatasan
sediaan tablet adalah dosisnya ditujukan untuk pasien dewasa sehingga perlu
dilakukan pengubahan bentuk sediaan tablet menjadi bentuk sediaan pulveres dengan
tujuan membagi dosis supaya sesuai untuk anak-anak. Pulveres adalah serbuk yang
dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau
bahan pengemas lain yang cocok (Anief, 2000).
Pulveres campuran parasetamol dan natrium fenobarbital tersebut dibuat
kuantitatif sehingga tidak ada jaminan keseragaman zat aktif, keamanan, dan khasiat
penggunaannya. Sedangkan obat jadi adalah produk final artinya tidak layak
direfo rmulasikan apalagi dicampurkan dengan sediaan jadi lainnya.
Bagi apoteker yang lebih mengutamakan pasien, patient safety merupakan
isu kritis dan harus ditangani dengan tepat karena menyangkut keselamatan pasien.
Maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kontrol
kualitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif terhadap pulveres yang telah dibuat.
Hal ini penting sebab proses pengubahan bentuk sediaan dapat mengakibatkan
perubahan sifat obat, yang dapat membahayakan pasien seperti beberapa kasus yang
terjadi di Indonesia.
Untuk dapat melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif diperlukan suatu
metode yang tepat. Akan tetapi karena kombinasi zat aktif dalam sediaan pulveres
yang dibuat merupakan obat-obat yang diresepkan oleh dokter, maka metode
penetapan kadar yang ada saat ini belum ada yang telah tervalidasi. Untuk itu,
peneliti hendak melakukan penelitian mengenai optimasi dan validasi metode untuk
menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital.
Metode yang dipilih adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase
terbalik karena metode ini pernah digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol
dan natrium fenobarbital dalam sampel biologis (Lunn dan Schmuff, 1997). Oleh
karena itu pada penelitian ini dilakukan optimasi dan validasi metode KCKT untuk
penetapan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sediaan
Parasetamol dan natrium fenobarbital yang telah diubah menjadi bentuk
asamnya, memiliki gugus polar dan nonpolar yang berbeda sehingga dapat
berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak pada KCKT. Selain itu metode KCKT
merupakan metode yang cocok untuk analisis kualitatif dan kuantitatif campuran dua
senyawa atau lebih (multikomponen) tanpa perlu melakukan pemisahan
senyawa-senyawa tersebut terlebih dahulu (Johnson dan Stevenson, 1978).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang muncul.
a. Bagaimana kondisi optimum untuk melakukan pemisahan parasetamol dan
natrium fenobarbital menggunakan metode KCKT fase terbalik?
b. Bagaimana validitas metode KCKT fase terbalik untuk menetapkan kadar
campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sediaan pulveres?
2. Keaslian penelitian
Metode KCKT telah banyak digunakan untuk menetapkan kadar obat
dalam bentuk campuran. Tetapi penetapan kadar campuran parasetamol dan natrium
fenobarbital dalam sediaan obat secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
3. Manfaat penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat.
a. Manfaat teoritis. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan tentang metode KCKT yang dapat digunakan untuk
menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sediaan
obat.
b. Manfaat metodologis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap
campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dalam resep racikan pulveres di
Rumah Sakit X.
c. Manfaat praktis. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit X dan menjamin patient safety.
B. Tujuan Penelitian
Maka berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, tujuan
dilakukannya penelitian ini.
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi yang optimum untuk memisahkan
parasetamol dan natrium fenobarbital dengan metode KCKT fase terbalik.
2. Untuk mengetahui bagaimana validitas metode KCKT fase terbalik untuk
menetapkan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sediaan
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Parasetamol
Parasetamol atau 4’-hidroksiasetanilida dengan bobot molekul 151,16
mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol merupakan serbuk hablur putih, tidak
berbau, dengan rasa sedikit pahit (Anonima, 1995). Rumus bangun parasetamol dapat
dilihat pada gambar 1.
OH HN
C O
CH3
Gambar 1. Struktur Parasetamol (Anonima, 1995)
Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7-10 bagian etanol dan
13 bagian aseton, agak sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter
(Clarke, 1986). Larut dalam natrium hidroksida 1 N (Anonima, 1995).
Parasetamol memiliki pKa 9,5. Serapan maksimum parasetamol pada
daerah ultraviolet di larutan asam adalah 245 nm (A 1%, 1 cm = 668) dan dalam
serapan jenis adalah serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan
1 cm (Anonima, 1995).
Parasetamol diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri muskoloskeletal
sementara, dismenore dan demam. Parasetamol tidak memiliki aktivitas antiinflamasi
yang berarti dan kurang mengiritasi lambung dibanding dengan asetosal (Anonimb,
2000).
B. Natrium Fenobarbital
Natrium fenobarbital dengan BM 254,22 mengandung tidak kurang dari 98
% dan tidak lebih dari 101,0 % C12H11N2NaO3, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan (Anonima, 1995). Rumus bangun natrium fenobarbital dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Struktur Natrium Fenobarbital (Anonima, 1995)
Merupakan hablur berlapis atau hablur berbentuk granul, putih atau serbuk
putih, higroskopik, tidak berbau, dengan rasa pahit. Larutan bersifat basa terhadap
Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
eter dan dalam kloroform (Anonima, 1995).
Asam fenobarbiturat memiliki nilai pKa 7,4. Serapan maksimumnya pada
daerah ultraviolet dalam NaOH pH 13 adalah 254 nm (A 1%, 1 cm = 342) (Clarke,
1986).
Fenobarbital diindikasikan untuk mengobati semua jenis epilepsi kecuali
petit mal. Efek sampingnya mengantuk, depresi mental, resah dan bingung
(Anonimb, 2000).
C. Buffer
Buffer merupakan larutan yang dapat mempertahankan pH saat sejumlah
kecil asam atau basa ditambahkan, atau jika larutan diencerkan. Larutan buffer
merupakan campuran antara asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah
dengan asam konjugasinya dalam perbandingan atau konsentrasi tertentu (Christian,
2004).
Mekanisme pendaparan campuran asam lemah dan garamnya dapat
dijelaskan sebagai berikut. Nilai pH merupakan logaritma dari rasio antara garam
dan asam :
Jika buffer dilarutkan, rasio tersebut akan tetap konstan sehingga pH tidak berubah.
mencapai kesetimbangan HA H+ + A - sesuai dengan asas Le Châtelier, di
mana reaksi akan bergeser ke kiri. Karena perubahan rasio
[ ]
A−[ ]
HA kecil, makaperubahan pH yang terjadi juga kecil (Christian, 2004).
Kapasitas, atau kemampuan buffer untuk mempertahankan pH saat larutan
dimasuki asam/basa dengan pH berlainan, mencapai 100% saat pH buffer sama
dengan pKa asamnya. Maka supaya fase gerak memiliki kontrol pH yang baik, range
pH yang dapat digunakan adalah + 1 unit pH dari nilai pKa asam lemah. Untuk
buffer fosfat kapasitas buffer yang paling baik adalah pada pH 2,1 + 1; pH 7,2 + 1;
dan pH 12,3 + 1 (Heyrman dan Henry, 2006).
D. Analisis kualitatif dan kuantitatif
Dua langkah utama yang dilakukan dalam analisis adalah identifikasi dan
estimasi komponen-komponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal sebagai
analisis kualitatif sedangkan langkah estimasinya adalah analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dapat diklasifikasikan dengan dasar perbedaan metode analisis atau
diklasifikasikan dengan dasar skala analisisnya (Khopkar, 1990).
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kualitatif dan kuantitatif suatu
materi. Konstituen-konstituen yang akan dideteksi ataupun ditentukan jumlahnya
dapat berupa unsur, radikal, gugusan fungsi, senyawaan atau fase. Metode analisis
kuantitatif dapat diklasifikasikan sebagai makro, semimikro dan mikro tergantung
lebih besar dari 0,100 gram, semimikro antara 0,100-0,001 gram, sedangkan yang
kurang dari 0,001 gram adalah sampel mikro (Khopkar, 1990).
Konsentrasi analit merupakan hal yang penting karena kesulitan dalam
metode analisis seringkali berkaitan dengan rentang konsentrasinya. Pada penentuan
kadar rendah, derau dan alunan yang disebabkan oleh pencemaran-pelarut,
naik-turunnya suhu maupun keragaman aliran dapat mengurangi ketepatan dibanding
dengan penetapan kadar tinggi (Johnson dan Stevenson, 1978).
Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan konsentrasi suatu
senyawa dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan kurva kalibrasi
menggunakan baku eksternal. Disebut sebagai baku eksternal karena disiapkan dan
dianalisis secara terpisah denga n senyawa yang ada dalam sampel. Selanjutnya,
sampel yang akan ditetapkan konsentrasinya dianalisis dengan cara yang sama.
Konsentrasi senyawa kemudian ditentukan dengan metode grafik dari kurva kalibrasi
secara numerik (Rohman dan Gandjar, 2007).
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 1. Definisi dan instrumentasi KCKT
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat- zat kimia
yang berdasar pada perbedaan migrasi dari masing- masing komponen campuran
yang terpisah pada fase diam di bawah pengaruh pergerakan fase yang bergerak.
dan tetap dibiarkan dalam fase diam kemudian ditentukan untuk analisis (Mulja dan
Suharman, 1995).
Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan
detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair
menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode
ini dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi (Anonima, 1995). Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kromatografi cair yang
fase geraknya dialirkan secara cepat dengan bantuan tekanan dan hasilnya dideteksi
dengan instrument. Tidak seperti kromatografi gas, KCKT tidak dibatasi oleh
volatilitas analit atau ketahanan analit terhadap panas. KCKT memiliki fase diam
yang lebih banyak jenisnya sehingga memungkinkan lebih banyak interaksi spesifik
untuk terjadinya pemisahan senyawa (Willard, Merrit, Dean, dan Settle, 1988).
KCKT merupakan teknik pemisahan analitik yang paling banyak
digunakan, karena sensitivitas dari metode ini menghasilkan determinasi kuantitatif
yang akurat (Skoog, Holler, dan Nieman, 1985). Maksud dan tujuan analisis dengan
KCKT ha nya ada dua hal yaitu memperoleh pemisahan yang baik dalam proses yang
relatif singkat (Mulja dan Suharman, 1995). Keterbatasan metode KCKT adalah
untuk mengidentifikasi senyawa kecuali jika KCKT dihubungkan dengan
spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika analit yang akan
dianalisis sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Rohman dan
Gambar 3. Peralatan KCKT (Kazakevich dan Nair, 1996)
Tiga variabel utama yang harus diperhatikan untuk proses pemisahan dan
analisis menggunakan KCKT, yaitu :
a. Fase gerak
Pemisahan dengan fase gerak tunggal disebut elusi isokratik, sedangkan
elusi gradien menggunakan dua fase gerak dengan berbagai perubahan komposisi.
Suatu KCKT yang baik seharusnya mempunyai lebih dari dua penampung fase
gerak. Fase gerak dialirkan ke botol penyampur pada berbagai laju aliran. Sebagian
besar pompa KCKT mempunyai keluaran tekanan 70-400 atm, dan mampu
menghasilkan aliran sampai 20 ml/menit. Sampel dimasukkan dalam sistem injeksi
dengan penyuntik hiperdermik. Sampel sejumlah 2-100 µl dapat ditampung dalam
sistem injeksinya (Khopkar, 1990).
Fase gerak untuk analisis secara KCKT harus murni untuk mencegah
adanya peak pengganggu yang dapat tumpang tindih dengan peak analit, tidak
bereaksi atau mempengaruhi kolom, dapat melarutkan analit, memiliki titik didih
memungkinkan untuk memperoleh kembali analit dengan mudah (jika diperlukan),
tidak mudah terbakar dan toksisitasnya rendah, memiliki harga yang wajar (Skoog,
Holler, dan Nieman, 1985). Fase gerak KCKT juga harus bebas dari gas yang terlarut
karena dapat mempengaruhi respon detektor sehingga memuculkan sinyal palsu dan
akan mempengaruhi kolom (Gritter, Bobbit, Schwarting, 1985). Maka peralatan
degassing diperlukan untuk menghilangkan gas yang terlarut di dalam fase gerak
(Dean, 1995).
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase
terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan
asetonitril (Rohman dan Gandjar, 2007).
Variasi retensi analit untuk pemisahan yang optimum dicapai dengan
mengubah komposisi fase gerak. Snyder mendefinisikan parameter solvent strength,
eo, sebagai energi adsorbsi per unit area dari adsorbent. Kenaikan nilai eo berbanding
lurus dengan kenaikan nilai log k’. Semakin besar solvent strength maka kekuatan
fase gerak untuk mengelusi semakin besar dan menyebabkan semakin kecilnya nilai
k’ (faktor pemisahan) untuk kurva analit. Dengan demikian, fase gerak dapat dipilih
dengan mencocokkan polaritas relatif dari fase gerak dengan komponen sampel
(Willard, Merrit, Dean, dan Settle, 1988).
Kepolaran pelarut merupakan ukuran kekuatan pelarut untuk mengelusi
suatu senyawa. Kepolaran pelarut dinyatakan dalam bentuk P’ (indeks polaritas).
n
dengan F merupakan fraksi pelarut dalam campuran dan n adalah jenis pelarut yang
digunakan (Skoog et al., 1985).
Berikut ini merupakan beberapa nilai indeks polaritas dari beberapa pelarut
yang sering digunakan.
Tabel I. Nilai indeks polaritas pelarut
Nilai Eluotropik Solvent Indeks
Polaritas Alumina C18 Silika
(Snyder, Kirkland dan Glajh, 1997).
Tabel di atas menunj ukkan bahwa semakin besar nilai eluotropik dari suatu
pelarut maka semakin mudah untuk mengelusi analit. Sedangkan semakin besar
b. Fase diam
Kolom pada KCKT dapat berupa gelas atau baja tidak berkarat. Kolom
gelas dapat menahan tekanan sampai 50 atm. Panjang kolom bervariasi antara
15-150 cm. pengisi kolom biasanya adalah silika gel, alumina dan elit (Khopkar, 1990).
Diameter kolom dibuat 3-5 mm dengan tujuan supaya kepekaannya lebih
teliti, menghemat fase gerak, memperluas kemampuan detektor, dan mengurangi
jumlah sampel yang dianalisis. Untuk mendapatkan fase yang nonpolar silika gel
direaksikan dengan klorosilan Cl-Si-(R)n (Mulja dan Suharman, 1995). Oktadesil
silika (ODS) merupakan fase diam yang paling banyak dipakai karena mampu
memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun
tinggi (Rohman dan Gandjar, 2007).
Analit yang polar, terutama yang bersifat basa atau memiliki gugus amin
akan memberikan puncak yang mengekor (tailing peak) pada penggunaan fase diam
silika fase terikat. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi adsorbsi antara gugus
amin pada analit dengan residu silanol dan pengotor logam yang terdapat pada silika.
Hal ini dapat diatasi dengan end-capping yakni suatu proses menutup residu silano l
dengan gugus trimetilsilil dan menggunakan silika dengan kemurnian tinggi
(kandungan logam < 1 ppm) (Rohman dan Gandjar, 2007).
c. Detektor
Persyaratan detektor KCKT adalah sensitivitasnya harus sangat tinggi (10-8
yang linier terhadap konsentrasi analit; dapat bekerja pada temperatur kamar sampai
400oC; tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur dan kecepatan fase gerak;
mudah didapat dan mudah dioperasikan; selektif terhadap berbagai macam analit di
dalam fase gerak; tidak merusak analit; dapat menghilangkan ”zone broadening”
dengan adanya pengaruh minimal internal volume (Mulja dan Suharman, 1995).
Detektor UV umumnya digunakan untuk analisis bahan organik bergugus
fungsi (Khopkar, 1990). Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi
ultraviolet oleh spesies analit yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik.
Detektor dengan panjang gelombang yang bervariasi lebih berguna karena seorang
analis dapat memilih panjang gelombang dengan sensitifitas yang paling tinggi
(Rohman dan Gandjar, 2007). Diagram skematik detektor UV tampak pada gambar
di bawah ini.
Gambar 4. Detektor ultraviolet untuk KCKT (Skoog et al., 1985).
2. Pembagian jenis kromatografi
Pada prinsipnya semua cara pemisahan kromatografi mengalami proses
gerak dengan memanfaatkan perbedaan kecil sifat-sifat fisik komponen-komponen
yang yang hendak dipisahkan (Mulja dan Suharman, 1995).
Kromatografi dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan mekanisme
pemisahannya yaitu kromatografi partisi, kromatografi adsorbsi, kromatografi
pertukaran ion, kromatografi pasangan ion, kromatografi eksklusi dan kromatografi
afinitas (Harris, 1999).
3. Kromatografi Partisi
Prinsip kromatografi partisi didasarkan pada partisi analit di antara dua fase
yang tidak saling campur, karena adanya perbedaan koefisien distribusi dari
masing-masing senyawa (Johnson dan Stevenson, 1978). Sebagai fase gerak adalah
campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk
analit yang bersifat asam atau basa lemah, peranan pH sangat penting karena jika pH
fase gerak tidak diatur maka analit akan mengalami ionisasi. Terbentuknya spesies
yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lemah
dibanding jika analit dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi, karena spesies yang
terionisasi akan terelusi lebih cepat (Rohman dan Gandjar, 2007).
Kecepatan migrasi analit dalam fase diam ditentukan oleh perbandingan
distribusinya (D) yang bergantung pada afinitas relatif analit pada fase diam dan fase
gerak. Dalam kromatografi, D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi analit
m s
C C
D= (3)
Penggunaan temperatur kolom hanya beberapa derajat di bawah temperatur
kamar akan meningkatkan reprodusibilitas waktu retensi dan meningkatkan presisi
analisis kuantitatif. Permukaan silika pada kolom memiliki gugus silanol (Si-OH)
sampai 8 µmol per meter persegi. Gugus silanol akan mengalami disosiasi menjadi
bermuatan negatif Si-O- pada pH di atas 3. Gugus Si-O- akan mengikat gugus amin
terprotonasi secara kuat dan menyebabkan tailing. Kromatografi partisi
menggunakan fase diam silika yang ditempeli gugus secara kovalen pada
permukaannya (Harris, 1999). Gugus yang ditempelkan pada silanol tersebut pada
umumnya adalah hidrokarbon rantai panjang sehingga fase gerak umumnya lebih
polar dari fase diam (Skoog et al., 1988). Reaksi yang terjadi secara umum adalah
sebagai berikut :
Si OH + ClSi
Gambar 5. Reaksi silanisasi (Harris, 1999)
Pada pembuatan kolom oktadesilsilan –R merupakan rantai (CH2)17-CH3
(gugus oktadesil) (Harris, 1999). Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika
fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan
4. Pemisahan puncak dalam kromatografi a. Efisiensi kolom
Berdasarkan teori lempeng, jumlah lempeng (N) yang didasarkan pada
konsep lempeng teoritis pada distilasi kolom digunakan sebagai ukuran efisiensi
kolom. N didefinisikan sebagai berikut.
2
W merupakan lebar setengah puncak kromatogram (Rohman dan Gandjar,
2007).
Suatu ukuran alternatif yang tergantung pada panjang kolom kromatografi
adalah tinggi lempeng (H) atau yang biasa disebut dengan tinggi setara pelat teori
(HETP = Height Equivalent Theoritical Plate). Hubungan antara HETP dan jumlah
lempeng (N) serta panjang kolom (L) dapat dirumuskan dengan :
N L
H = (5)
Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP yang kecil
akan mampu memisahkan kompone n-komponen dalam suatu campuran, yang berarti
efisiens i kolom adalah besar (Rohman dan Gandjar, 2007).
Sedangkan menurut teori laju, efisiensi kolom dinyatakan dengan
persamaan Van Deemter. Luas puncak kromatografi pada kurva elusi dipengaruhi
transfer massa tidak seimbang. Sedangkan parameter-parameter yang menentukan
berlangsungnya proses-proses tersebut adalah : laju aliran, ukuran partikel, laju difusi
dan ketebalan stasioner. Van Deemter menghubungkan ketiga proses di atas dengan
efisiensi kolom dalam suatu persamaan. Menurut Van Deemter hubungan antara laju
aliran (µ) dengan tinggi piringan dapat dinyatakan dengan : H = A +
µ B
+ C. µ
(Khopkar, 1990).
Persamaan Van Deemter dapat juga dituliskan sebagai berikut.
(
)
µDi mana ? = tetapan ukuran ketidakteraturan kemasan
dp = diameter rata-rata partikel penyangga
DM = kedifusian analit dalam fase gerak
k’ = faktor kapasitas
µ = kecepatan alir
? = faktor koreksi kelikuan saluran dalam kolom
(Willard et.al., 1988)
Persamaan ini memberikan jawaban bagaimana meningkatkan peranan
kolom kromatografi. µ adalah kecepatan linier gas (atau kelajuan aliran) melalui
kolom. Besaran-besaran A, B dan C penyebab utama terjadinya pelebaran puncak
(Sastrohamidjojoa, 2002). A suatu variabel yang berasal dari difusi Eddy, B variabel
setimbang. Hubungan antara diameter partikel rata-rata dengan difusi Eddy (A)
adalah A = 2?dp. Dimana ? adalah faktor penjejalan kolom. Sedangkan difusi
longitudinal (B) ditimbulkan sebagai akibat dari kecenderungan molekul untuk
berpindah dari bagian tengah penampang piringan kolom yang konsentrasinya lebih
tinggi, ke bagian tepi piringan yang konsentrasinya lebih rendah. Besarnya difusi
longitudinal adalah B = 2?DM, dimana ? adalah faktor yang merupakan ukuran
rentangan suatu molekul bebas untuk berdifusi, sedangkan DM adalah koefisien
difusi zat terlarut dalam fase bergerak. Transfer massa tidak setimbang (C) akan
melebarkan puncak akibat gerakan fase bergerak yang tinggi (Khopkar, 1990).
b. Waktu tambat (tR) dan resolusi
Waktu tambat atau waktu retensi (retention time) adalah selang waktu yang
diperlukan oleh analit mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya
ditangkap detektor, dinyatakan sebagai tR (Mulja dan Suharman, 1995).
Di samping waktu tambat untuk analit, dikenal pula waktu tambat untuk
pelarut pengembang atau pengembang campur yang dinyatakan sebagai tM (Mulja
dan Suharman, 1995).
Waktu tambat analit dikurangi waktu tambat pelarut pengembang atau
pelarut pengembang campur disebut sebagai waktu tambat yang terkoreksi yang
dinyatakan sebagai tR’ (Mulja dan Suharman, 1995). Jika harga D (perbandingan
yang berarti analit akan lebih lama tinggal di dalam fase gerak dan memiliki waktu
retensi lebih cepat (Mulja dan Suharman, 1995).
Faktor resolusi (R) adalah ukuran pemisahan dari dua puncak berdekatan
yang dapat diukur dengan persamaan :
2
Harga tR1 dan tR2 merupakan waktu retensi senyawa yang diukur pada titik
maksimum puncak, harga w1 dan w2 merupakan lebar alas puncak (Johnson dan
Stevenson, 1978). Untuk pemisahan yang baik R harus > 1,5 karena berarti
pemisahan kedua senyawa > 99,7% (Sastrohamidjojoa, 2002).
F. Spektofotometri Ultraviolet
Teknik spektroskopik merupakan salah satu teknik analisis fisiko-kimia
yang mengamati interaksi atom atau molekul dengan suatu radiasi elektromagnetik
(REM). Spektrofotometri ultraviolet adalah anggota teknik analisis spektroskopik
yang menggunakan sumber radiasi elektromanetik ultraviolet dekat (190-380 nm)
dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet jauh (100-190
nm) tidak dipakai, sebab pada daerah tersebut REM diabsorbsi oleh udara (Mulja dan
Suharman, 1995).
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan terlihat
tergantung pada struktur elektronik molekul (Sastrohamidjojob, 2002). Apabila suatu
yang dikenal sebagai orbital elektron antiikatan. Ada empat tipe transisi elektronik
yang mungkin terjadi yaitu σ→σ*, π→π*, n →π*, dan n →σ*. Eksitasi elektron
(σ→ σ*) memberikan energi yang terbesar dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh
yang diberikan oleh ikatan tungal, misalnya alkana. Eksitasi elektron (π → π*)
diberikan oleh ikatan rangkap dua dan rangkap tiga, juga terjadi pada daerah
ultraviolet jauh. Sedangkan eksitasi elektron (n → σ*) terjadi pada gugus karbonil
yang terjadi pada ultraviolet jauh (Mulja dan Suharman, 1995).
Dalam praktek spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem
terkonjugasi. Meskipun demikian terdapat keuntungan yang selektif dari serapan
ultraviolet. Yaitu gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul yang
sangat kompleks (Sastrohamidjojob, 2002).
Suatu molekul dapat menyerap radiasi elektromagnetik jika memiliki
kromofor, yaitu gugus tak jenuh kovalen sebaga i penyerap dalam molekul. Pada
senyawa organik dikenal pula gugus auksokrom, yaitu gugus yang tidak menyerap
radiasi namun bila terikat bersama kromofor dapat meningkatkan penyerapan oleh
kromofor atau mengubah panjang gelombang serapan maksimum (Christian, 2004).
Auksokrom merupakan heteroatom yang langsung terikat pada kromofor, misalnya
gugus -OCH3, -Cl, -OH dan -NH2 (Sastrohamidjojob, 2002).
Ikatan terkonjugasi merupakan ikatan rangkap yang berselang-seling
dengan satu ikatan tunggal. Dalam orbital molekul, elektron p mengalami
akan menyebabkan penurunan tingkat energi p* dan memberikan pengurangan
karakter antiikatan. Sebagai konsekuensinya, panjang gelombang molekul ya ng
mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi akan mengalami pergeseran batokromik
(Rohman dan Gandjar, 2007).
Spektrofotometri ultraviolet melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis sehingga spektrofotometri ultraviolet lebih banyak
digunakan untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Analisis kuantitatif
dengan spektrofotometri ultraviolet selalu melibatkan pembacaan absorbansi REM
oleh molekul (A) atau REM yang diteruskan (%T). Bouguer, Lambert dan Beer
membuat formula secara matematik hubungan antara transmitan atau absorban
terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang
b
Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi yang diteruskan
e = daya serap molar (Liter.mol-1.cm-1)
c = konsentrasi (mol.Liter-1)
b = tebal larutan (cm)
A= serapan
(Mulja dan Suharman, 1995).
G. Kesahihan Metode Analisis Instrumental
Kesahihan metode analisis merupakan suatu prosedur untuk membuktikan
bahwa metode analisis yang digunakan dapat memberikan hasil seperti yang
diharapkan, dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai sesuai dengan standar
yang berlaku (Mulja dan Suharman, 1995).
Pedoman kesahihan metode analisis didukung oleh parameter-parameter di
1. Akurasi
Akurasi suatu metode merupakan keterdekatan nilai pengukuran dengan
nilai sebenarnya dari analit dalam sampel (Mulja dan Hanwar, 2003). Penentuan
akurasi metode analisis biasanya dinyatakan dengan persen perolehan kembali
terhadap analit yang kadarnya telah diketahui dengan pasti (Mulja dan Suharman,
1995).
Persen perolehan kembali yang dapat diterima bergantung pada matriks
analit, prosedur pengolahan analit dan konsentrasi analit (Anonimc, 2004). Rentang
rata-rata perolehan kembali ya ng dapat diterima, harus memenuhi ketentuan dalam
tabel II berikut.
Tabel II. Rentang rata-rata persen perolehan kembali yang dapat diterima (Anonimc, 2004)
Kandungan zat aktif (%b/v)
Rentang rata-rata persen perolehan kembali yang
diterima
Presisi suatu metode analisis merupakan derajat pencaran hasil yang
diperoleh dari analisis berulangkali pada suatu sampel homogen. Biasanya
Hanwar, 2003). Suatu metode dinyatakan memenuhi syarat presisi jika memenuhi
kriteria pada tabel III berikut.
Tabel III. Presisi yang dapat diterima (Anonimc, 2004)
Kandungan zat aktif (%b/v)
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh
hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran
yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Sebelum
dilakukan perhitungan analisis menggunakan kurva kalibrasi terlebih dahulu
ditentukan apakah ada korelasi yang bermakna antara kedua besaran yang diukur.
Untuk itu perlu dihitung besarnya koefisien korelasi (rhitung) dan dibandingkan
dengan rtabel. Jika rhitung lebih besar daripada rtabel berarti ada korelasi yang signifikan
dan besaran yang dicari dapat dihitung dengan persamaan regresi yang ada (Rohman
dan Gandjar, 2007). Suatu kurva kalibrasi dinyatakan linier jika r > 0,99 (Anonimc,
4. Limit kuantifikasi (LOQ) dan limit deteksi (LOD)
Sensitivitas suatu metode analisis harus diketahui batas kadar terkecil yang
masih dapat ditentukan untuk analisis kuantitatif ya ng dikenal sebagai LOD (Limit of
Detection). LOD merupakan suatu parameter untuk penetuan suatu analit dengan
kadar yang terkecil tetapi masih memberikan tanggap detektor yang berbeda dengan
pembanding (tanpa analit) (Mulja dan Suharman, 1995). Batas deteksi yang umum
digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit
yang memberian respon sebesar respon blangko (Yb) ditambah dengan 3 simpangan
baku blangko (3 Sb) (Rohman dan Gandjar, 2007).
Sedangkan LOQ (Limit of Quantification) adalah kadar terkecil dari suatu
analit yang masih dapat dianalisis dengan hasil yang tetap memenuhi syarat akurasi
dan presisi (Mulja dan Suharman, 1995). LOQ ditentukan dengan rasio signal to
noise 10 : 1 (Rohman dan Gandjar, 2007).
H. Keterangan Empiris
Komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang optimal pada kolom
oktadesilsilan dapat memisahkan parasetamol dan natrium fenobarbital, serta metode
ini memiliki validitas (akurasi, presisi dan linearitas) yang baik untuk dapat
digunakan dalam penetapan kadar campuran parasetamol dan natrium fenobarbital
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam “O ptimasi Pemisahan dan Penetapan Kadar
Campuran Parasetamo l dan Natrium Fenobarbital dengan Metode Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi Fase Terbalik” adalah penelitian noneksperimental deskriptif.
B. Definisi Operasional
1. Campuran parasetamol dan natrium fenobarbital adalah campuran antara
parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1
2. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang digunakan
adalah seperangkat alat KCKT dengan fase diam kolom reversed phase C18 dengan
fase gerak campuran metanol : buffer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan optimum
3. Kadar parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sampel ditetapkan dalam
satuan mg/ml
4. Parameter kesahihan metode analisis yang digunakan yaitu akurasi, presisi, LOD,
LOQ dan linearitas
C. Bahan Penelitian
Parasetamol kualitas working standard (Brataco), natrium fenobarbital
dari destilasi aquadest (laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma), dinatrium hidroksi fosfat, dan asam asetat glassial p.a (E.Merck).
D. Alat Penelitian
1. Spektrofotometer UV/Vis merk Genessis UV 10.
2. Sistem KCKT, yang terdiri dari :
a. Pompa merk Shimadzu model LC-10 AD No.C20293309457 J2.
b. Detektor UV-Vis merk Shimadzu model SPD-10 AV No. C20343502697
KG.
c. Injektor jenis katup suntik, model 7725i.
d. Kolom oktadesilsilan, merk Waters BondapacT M C18 (panjang 30 cm;
P61271B02 P/N 27324; diameter 5-10 mm).
e. CBM-101 merk Shimadzu, Cat No.223-03750-94, serial No.
C50363502311 SA.
f. Seperangkat komputer merk COMPAQ.
3. Syringe No. 046-00038-01, jarum syringe No. 228-18216-91.
4. Alat degassing merk Retsch, Tipe T 460 No. V935922013 EY.
5. Vakum merk Gast, Model DOA-P104-BN.
6. Penyaring Whatman
a. Organic Solvent Membrane Filter dengan ukuran pori 0,5 µm, diameter 47
b. Anorganic Solvent Membrane Filter dengan ukuran pori 0,45 µm, diameter
47 mm, Cat. No. 7184 004.
7. Membrane Filter Holder merk Whatman dengan kapasitas 300 ml, Cat. No. 1960
004.
8. Potensiometer
9. Penyaring Milipore
10.Mikropipet Socorex ukuran 200-1000 µl dan 100-500 µl
11.Neraca analitik merk Scaltec SBC 22 max 60/210 g; d = 0,01/0,1 mg; e = 1 mg
12.Seperangkat alat-alat gelas merk Pyrex.
E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan fase gerak
Fase gerak yang digunakan dalam penelitian menggunakan menggunakan
campuran metanol dan buffer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 30 : 70 dan 10 : 90.
Buffer dibuat dengan melarutkan lebih kurang 7,5 gram Na2HPO4 dalam 500,0 mL
aquabidest kemudian pH dibuat sampai 3,20 dengan asam asetat glassial p.a
menggunakan alat potensiometer kemudian ditambah aquabidest sampai 1000,0 ml.
Masing- masing perbandingan fase gerak dibuat dalam labu takar 1000,0 ml
kemudian digojog dan disaring dengan penyaring Whatman anorganik dengan
2. Pembuatan larutan baku parasetamol dan natrium fenobarbital
a. Pembuatan larutan stok parasetamol. Menimbang seksama lebih kurang 50
mg serbuk parasetamol dan dilarutkan dengan 3,0 ml metanol p.a kemudian
ditambah buffer fosfat pH 3,2 dalam labu ukur 10,00 ml sampai tanda.
b. Pembuatan larutan intermediet parasetamol. Mengambil 5,0 ml larutan stok
dimasukkan dalam labu ukur 10,00 ml kemudian diencerkan dengan buffer fosfat pH
3,2 sampai tanda.
c. Pembuatan larutan stok natrium fenobarbital. Menimbang seksama lebih
kurang 55 mg serbuk natrium fenobarbital dan dilarutkan dengan 5,0 ml metanol p.a
kemudian ditambah dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu ukur 25,0 ml sampai
tanda.
d. Pembuatan seri kurva baku parasetamol. Memipet sebanyak 0,280 ml dan
0,560 ml larutan intermediet parasetamol, dan memipet sebanyak 0,420; 0,560; dan
0,700 ml larutan stok parasetamol. Masing- masing larutan tersebut kemudian
diencerkan dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu takar 10,00 ml sampai tanda.
Hingga diperoleh lima seri larutan baku parasetamol (0,07; 0,14; 0,21; 0,28 dan 0,35
mg/ml). Disaring dengan milipore dan didegassing selama 15 menit. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali.
e. Pembuatan seri kurva baku natrium fenobarbital. Memipet sebanyak 2,30;
2,80; 3,40; 4,00 ml larutan stok natrium fenobarbital, dan larutan stok fenobarbital
digunakan sebagai seri ke-5. Masing- masing larutan tersebut kemudian diencerkan
diperoleh lima seri larutan baku natrium fenobarbital (1; 1,25; 1,5; 1,75 dan 2,2
mg/ml). Disaring dengan milipore dan didegassing selama 15 menit. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali.
f. Pembuatan campuran parasetamol dan natrium fenobarbital untuk
penetapan kadar. Menimbang seksama lebih kurang 15 mg natrium fenobarbital dan
dicampur homogen dengan 166,7 mg parasetamol (ditimbang seksama lebih kurang),
dilarutkan dengan 3 ml metanol kemudian ditambah buffer fosfat pH 3,2 dalam labu
takar 10,00 ml sampai tanda.
3. Pengamatan panjang gelombang pengamatan parasetamol dan natrium fenobarbital dengan spektrofotometer UV
Menimbang seksama lebih kurang 10 mg parasetamol, dilarutkan dengan
3,0 ml metanol kemudian ditambah dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu takar
10,00 ml sampai tanda. Memipet sebanyak 50,0; 70,0 dan 90,0 µl larutan stok
kemudian diencerkan dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu takar 10,00 ml sampai
tanda. Larutan ini dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 200-300 nm
dengan spektrofotometer UV. Kemudian diperoleh kurva hubungan panjang
gelombang dan absorbansi parasetamol.
Menimbang seksama lebih kurang 10 mg natrium fenobarbital, dilarutkan
dengan 3,0 ml metanol ditambah dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu takar 10,00
ml sampai tanda. Memipet sebanyak 500,0; 700,0 dan 900,0 µl larutan stok
tanda. Larutan ini dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 200-300 nm
dengan spektrofotometer UV. Kemudian diperoleh kurva hubungan panjang
gelombang dan absorbansi natrium fenobarbital.
Selanjutnya dari kurva parasetamol dan natrium fenobarbital tersebut,
spektra ditumpangtindihkan untuk mengetahui panjang gelombang pengamatan pada
deteksi dengan KCKT fase terbalik.
4. Optimasi pemisahan parasetamol dan natrium fenobarbital dalam campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1 dengan KCKT fase terbalik
a. Pengamatan waktu retensi parasetamol. Mengambil 0,420 ml larutan stok
parasetamol kemudian diencerkan dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu takar
10,00 ml sampai tanda, hingga mencapai konsentrasi 0,21 mg/ml. Disaring dengan
milipore dan didegassing selama 15 menit. Kemudian sebanyak 50,0 µl larutan
disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom ODS (5 mm x 30 cm). Optimasi
dilakukan pada panjang gelombang pengamatan. Perbandingan fase gerak dan
kecepatan alir pada sistem KCKT diubah-ubah hingga waktu retensi parasetamol dan
natrium fenobarbital berbeda jauh. Perbandingan fase gerak buffer fosfat pH 3,2 :
metanol yang digunakan adalah 70 : 30 dan 90 : 10 (point 1). Kecepatan alir yang
digunakan adalah 1 dan 1,5 ml/menit.
b. Pengamatan waktu retensi natrium fenobarbital. Mengambil sejumlah 3,40
3,2 dalam labu takar 10,00 ml sampai tanda, hingga mencapai konsentrasi 1,5 mg/ml.
Disaring dengan milipore dan didegassing selama 15 menit. Kemudian sebanyak
50,0 µl larutan disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom ODS (5 mm x 30
cm). Optimasi dilakukan pada panjang gelombang pengamatan. Perbandingan fase
gerak dan kecepatan alir pada sistem KCKT diubah- ubah hingga waktu retensi
natrium fenobarbital berbeda jauh dengan parasetamol. Perbandingan fase gerak
buffer fosfat pH 3,2 : metanol yang digunakan adalah 70 : 30 dan 90 : 10 (point 1).
Kecepatan alir yang digunakan adalah 1 dan 1,5 ml/menit. Kemudian berdasarkan
kromatogram 2 senyawa, harga tR dari masing- masing kromatogram dibandingkan
untuk melihat pemisahan puncak parasetamol dan natrium fenobarbital. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali.
c. Pemisahan campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sistem
KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi. Menimbang seksama lebih kurang 15 mg
natrium fenobarbital dan dicampur homogen dengan 166,7 mg parasetamol
(ditimbang seksama lebih kurang), kemudian dilarutkan dengan buffer fosfat pH 3,2
dalam labu takar 10,00 ml, hingga menghasilkan perbandingan tertentu parasetamol
dan natrium fenobarbital (11 : 1). Disaring dengan milipore dan didegassing selama
15 menit. Kemudian sebanyak 50,0 µl larutan disuntikkan ke dalam sistem KCKT
dengan kolom ODS (5 mm x 30 cm) menggunakan fase gerak dan kecepatan alir
hasil optimasi. Kemudian mengamati kromatogram natrium fenobarbital yang terjadi
pada panjang gelombang pengamatan. Mengambil sebanyak 0,125 ml larutan
10,00 ml. Disaring dengan milipore dan didegassing selama 15 menit. Kemudian
sebanyak 50,0 µl larutan disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom ODS (5
mm x 30 cm). Menggunakan fase gerak dan kecepatan alir hasil optimasi, kemudian
mengamati kromatogram parasetamol yang terjadi pada panjang gelombang
pengamatan. Melakukan penghitungan nilai resolusi dari pemisahan campuran
parasetamol dan natrium fenobarbital.
5. Optimasi penetapan kadar parasetamol dan natrium fenobarbital dalam campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1 dengan KCKT fase terbalik
a. Pembuatan persamaan kurva baku parasetamol. Sebanyak 50,0 µl
masing-masing seri larutan baku disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom ODS (5
mm x 30 cm), menggunakan perbandingan fase gerak dan kecepatan alir yang sudah
dioptimasi. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali dan dipilih persamaan kurva baku
untuk parasetamol yang paling baik.
b. Pembuatan persamaan kurva baku natrium fenobarbital. Sebanyak 50,0 µl
masing- masing seri larutan baku disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom
ODS (5 mm x 30 cm), menggunakan perbandingan fase gerak dan kecepatan alir
yang sudah dioptimasi. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali dan dipilih persamaan
kurva baku untuk natrium fenobarbital ya ng paling baik.
c. Penetapan kadar parasetamol dan natrium fenobarbital dalam campuran
dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1 untuk penetapan kadar (point
2.e). Disaring dengan milipore dan didegassing selama 15 menit. Kemudian
sebanyak 50,0 µl larutan disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom ODS (5
mm x 30 cm) menggunakan fase gerak dan kecepatan alir hasil optimasi.
Menghitung kadar natrium fenobarbital yang ada dalam campuran dengan
menggunakan persamaan kurva baku. Mengambil sebanyak 0,125 ml larutan
campuran tersebut kemudian dilarutkan dengan buffer fosfat pH 3,2 dalam labu takar
10 ml. Disaring dengan milipore dan didegassing selama 15 menit. Kemudian
sebanyak 50,0 µl larutan disuntikkan ke dalam sistem KCKT dengan kolom ODS (5
mm x 30 cm) menggunakan fase gerak dan kecepatan alir hasil optimasi.
Menghitung kadar parasetamol yang ada dalam campuran dengan menggunakan
persamaan kurva baku. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali.
6. Validasi metode penetapan kadar parasetamol dan natrium fenobarbital dalam campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan perbandingan 11 : 1 dengan KCKT fase terbalik
Kesahihan dari metode yang digunakan dalam penetapan kadar parasetamol
dan natrium fenobarbital dalam campuran secara KCKT fase terbalik dapat
a. Akurasi
Akurasi metode analisis dinyatakan dengan recovery.
100%
Jika nilai % recovery dari 6 kali replikasi parasetamol berada pada rentang
90-110 %, dan nilai % recovery dari 6 kali replikasi natrium fenobarbital berada pada
rentang 80-120 % maka metode ini dinilai memiliki akurasi yang baik (Anonimc,
2004).
b. Presisi
Presisi metode analisis dinyatakan dengan % koefisien variasi (KV).
100%
Jika nilai % koefisien variasi parasetamol kurang dari sama dengan 5 %,
dan % koefisien variasi natrium fenobarbital kurang dari sama dengan 10 %, maka
metode ini dinilai memiliki presisi yang baik (Anonimc, 2004).
c. Limit of Detection (LOD)
Jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat terdeteksi, tetapi
ditentukan dengan mengukur Ys yaitu kadar analit yang memberikan respon sebesar
respon blangko (Yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blangko (3Sb). Kemudian
LOD merupakan nilai x dengan memasukkan Ys sebagai AUC.
d. Limit of Quantification (LOQ)
Jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat terkuantifikasi dan
memenuhi standar presisi di bawah kondisi penelitian yang ditentukan, dapat
dinyatakan dalam LOQ. Nilainya ditentukan dengan mengukur Ys yaitu kadar analit
yang memberikan respon sebesar respon blangko (Yb) ditambah dengan 10
simpangan baku blangko (10Sb). Kemudian LOQ merupakan nilai x dengan
memasukkan Ys sebagai AUC.
F. Analisis Hasil
1. Luas area kromatogram (AUC = Area Under The Curve) dari berbagai seri baku
digunakan untuk membuat kurva baku menggunakan persamaan regresi linear y
= bx + a yang merupakan hubungan antara kadar dengan luas area yang
dihasilkan.
2. Penetapan kadar parasetamol dan natrium fenobarbital menggunakan persamaan
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyiapan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode Lunn
dan Schmuff (1997) yang menggunakan metode KCKT untuk analisis farmasetik
parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sampel biologis. Fase gerak yang
digunakan pada metode tersebut adalah campuran asetonitril dan buffer fosfat pH 3,2
dengan menggunakan sistem elusi gradien perbandingan 5 : 95 sampai 22 : 78
selama 24 menit. Pada penelitian ini, fase gerak asetonitril diganti dengan metanol
dengan perbandingan metanol dan buffer fosfat pH 3,2 yang akan dioptimasi adalah
10 : 90 dan 30 : 70. Komposisi pelarut organik pada penelitian ini lebih banyak
dibanding metode Lunn dan Schmuff (1997) supaya kepolaran campuran fase gerak
mirip dengan kepolaran campuran fase gerak yang digunakan oleh Lunn dan
Schmuff (1997), karena kepolaran metanol lebih rendah dibanding asetonitril.
Sedangkan optimasi dilakukan untuk mengetahui komposisi mana yang optimum
digunakan pada KCKT dengan sistem elusi isokratik.
Pada penelitian ini buffer fosfat merupakan campuran garam dinatrium
hidrogen fosfat (pKa 9) dengan asam asetat, pH diatur hingga mencapai 3,2
menggunakan alat potensiometer yang telah dikalibrasi. Larutan buffer sanga t mudah
ditumbuhi mikroba, maka harus disimpan dalam lemari pendingin dan pembuatannya
memiliki tingkat keasaman yang cukup untuk mengubah natrium fenobarbital
menjadi asam fenobarbiturat, sesuai dengan metode yang telah dilakukan Lunn dan
Schmuff (1997).
Metanol digunakan sebagai salah satu campuran fase gerak pada penelitian
ini karena kelarutan parasetamol dan natrium fenobarbital yang baik dalam metanol,
selain itu metanol memiliki viskositas yang rendah 0,54 cP, sehingga penggunaan
metanol dapat mengurangi tekanan pada kolom dan meningkatkan efisiensi kolom
untuk memisahkan parasetamol dan natrium fenobarbital.
Campuran fase gerak metanol dan buffer fosfat pH 3,2 bersifat polar,
sedangkan fase diam yang digunakan adalah kolom oktadesilsilan (C18) yang bersifat
nonpolar sehingga sistem kromatografi yang digunakan adalah kromatografi partisi
fase terbalik.
B. Pembuatan Larutan Baku
Larutan baku dibuat dalam konsentrasi tertentu dengan menggunakan
pelarut campuran metanol p.a dan buffer fosfat pH 3,2. Pelarut tersebut memenuhi
syarat pelarut yang dapat digunakan dalam sistem KCKT yaitu memiliki kemurnian
yang tinggi, dapat bercampur dengan fase gerak serta mudah terelusi.
Parasetamol dan natrium fenobarbital sulit larut dalam buffer fosfat pH 3,2
maka sejumlah tertentu parasetamol dan natrium fenobarbital dilarutkan terlebih
dahulu dengan metanol p.a didasarkan pada kelarutan kedua senyawa tersebut dalam
Larutan baku parasetamol dan natrium fenobarbital dibuat dalam 5 seri
konsentrasi. Untuk parasetamol konsentrasinya 0,07 mg/ml, 0,14 mg/ml, 0,21 mg/ml,
0,28 mg/ml dan 0,35 mg/ml. Sedangkan untuk natrium fenobarbital konsentrasinya 1
mg/ml, 1,25 mg/ml, 1,5 mg/ml, 1,75 mg/ml dan 2,2 mg/ml.
Pemilihan seri larutan baku ini didasarkan pada perbandingan konsentrasi
parasetamol dan natrium fenobarbital dalam sampel yaitu 11 : 1 (16,67 mg/ml : 1,5
mg/ml). Secara teoritis probabilitas transisi elektron parasetamol lebih besar
dibanding asam fenobarbiturat. Dengan demikian parasetamol akan memiliki daya
serap molar yang lebih besar dibanding natrium fenobarbital. Berdasarkan alasan
tersebut maka dilakukan pengenceran sebanyak + 80 kali terhadap konsentrasi
parasetamol 16,67 mg/ml dalam sampel hingga mencapai konsentrasi 0,21 mg/ml
supaya respon absorbansinya tidak jauh berbeda dengan natrium fenobarbital.
Dengan demikian masing- masing konsentrasi sampel merupakan
konsentrasi tengah dari kurva baku, hal ini bertujuan supaya persamaan kurva baku
yang diperoleh nantinya dapat digunakan untuk menetapkan kadar sampel.
C. Optimasi Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Parasetamol dan Natrium Fenobarbital dengan Spektrofotometer UV
Penentuan panjang gelombang pengamatan bertujuan untuk menge tahui
panjang gelombang di mana parasetamol dan natrium fenobarbital sama-sama
memberikan serapan yang optimal untuk dibaca pada KCKT. Untuk menentukan
natrium fenobarbital menggunakan spektrofotometer UV, yang bertujuan untuk
mengetahui panjang gelombang di mana parasetamol dan natrium fenobarbital dalam
pelarut metanol dan buffer fosfat pH 3,2 memberikan serapan yang maksimum saat
dikenai sinar UV.
Penentuan ?maks dilakukan menggunakan 3 seri kadar dengan tujuan untuk
meyakinkan hasil yang didapat benar-benar panjang gelombang serapan maksimum
dari senyawa tersebut. Sehingga nantinya ?maks dapat digunakan untuk analisis
kualitatif senyawa tersebut dalam pelarut metanol dan buffer fosfat pH 3,2, karena
?maks bersifat khas untuk suatu senyawa. Penggunaan 3 seri kadar juga diperlukan
untuk memastikan kebenaran senyawa yang digunakan, dengan membandingkan
panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh dengan panjang gelombang
serapan maksimum dari literatur. Hal ini diperlukan karena parasetamol dan natrium
fenobarbital yang digunakan memiliki kualitas working standard.
Pembacaan serapan dilakukan pada rentang panjang gelombang 200-300
nm karena berdasarkan literatur parasetamol dan natrium fenobarbital memiliki
panjang gelombang serapan maksimum pada rentang tersebut.
Syarat suatu senyawa untuk dapat ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri ultraviolet harus memiliki gugus kromofor yang bertanggung jawab
dalam penyerapan radiasi ultraviolet. Baik parasetamol maupun natrium fenobarbital
memiliki gugus kromofor yang merupakan ikatan rangkap yang memiliki elektron p
yang mudah tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi yaitu orbital p*. Selain memiliki