• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap manusia. Komunikasi dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap manusia. Komunikasi dapat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap manusia. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung (komunikasi lisan) dan tidak langsung (komunikasi tertulis). Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi, setiap orang dari berbagai penjuru dunia dapat berkomunikasi dengan sangat cepat baik melalui telepon, sms (short message system), e-mail, dan berbagai media sosial yang saat ini sedang berkembang dengan pesat. Komunikasi yang melibatkan berbagai orang dari berbagai bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda menuntut digunakannya satu bahasa universal yaitu bahasa inggris. Dilaporkan oleh Dori (2014) melalui kompasiana.com, Bahasa Inggris merupakan bahasa kedua terbanyak yang digunakan oleh manusia. Digunakan diberbagai negara di dunia, bahasa ini memiliki jumlah pengguna sekitar 508 juta.

Kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris akan menjadi kebutuhan yang semakin penting bagi generasi muda bangsa ini di masa yang akan datang. Sistem pengajaran Bahasa Inggris yang saat ini menggunakan pendekatan komunikatif diharapkan mampu mendorong pembelajar untuk dapat menggunakan Bahasa Inggris secara aktif. Komunikasi lebih penting dari tatabahasa. Sistem linguistik bahasa sasaran akan dapat dipelajari dengan sangat baik melalui proses pergumulan untuk berkomunikasi (Mustofa, 2012: 19). Oleh sebab itu, pengajaan tatabahasa secara eksplisit tidak merupakan sebuah keharusan dalam pendekatan

(2)

komunikatif. Hal ini menyebabkan frekuensi exposure pada tatabahasa di dalam pembelajaran menjadi berkurang dan cenderung bukan merupakan aktifitas utama, tetapi merupakan pendukung dari tema komunikatif yang diangkat.

Kecenderungan-kecenderungan pengajaran komunikatif tersebut dikhawatirkan gagal memberikan landasan tatabahasa yang memadai pada pembelajar. Sebagai contoh, sebuah bab dalam pembelajaran Bahasa Inggris yang komunikatif diharapkan mampu mendorong pembelajar untuk dapat membuat karangan, surat, dan dokumen tertulis lainya. Berbagai contoh surat dan karangan pun dimuat dalam bab itu dengan berbagai aktifitas belajar yang biasanya berbasis pada language function bukan penekanan tatabahasa. Indikator suksesnya pembelajaran dengan pendekatan ini adalah pembelajar diharapkan dapat membuat surat atau karangan dalam Bahasa Inggris yang tepat dan berterima, tidak ada penekanan atau exposure yang khusus pada item kebahasaan tertentu. Yang harus diperhatikan adalah apakah gagasan yang ingin disampaikan sudah ditulis dalam kalimat-kalimat yang tepat sesuai dengan kaidah kebahasaan Bahasa target? Kecenderungan yang didapatkan adalah, pembalajar yang memiliki pengetahuan Bahasa Inggris yang baik mampu memproduksi kalimat-kalimat yang sistematis, sementara pembelajar yang tidak memiliki dasar yang cukup kuat cenderung membuat kesalahan dari segi bahasa yang dipakai.

Pertanyaan berikutnya adalah, darimana pembelajar mendapatkan dasar-dasar Bahasa Inggris jika kurikulum pembelajaran Bahasa Inggris itu sendiri tidak pernah memuat materi-materi yang secara khusus membahas dasar-dasar bahasa inggris? Hanya pembelajar yang aktif dan memiliki motivasi belajar ekstra saja

(3)

yang akan mau belajar mandiri, mencari tempat-tempat kursus, dan fasilitas lainya untuk bisa menguasai dasar-dasar berbahasa Inggris tersebut. Pengetahuan dasar Bahasa Inggris yang tidak memadai mengakibatkan banyaknya kesalahan dasar yang dibuat oleh pembelajar dalam karangannya seperti kesesuaian antara subjek dan predikat, kesalahan kata benda tunggal dan jamak, dan lain-lain.

Menulis atau membuat karangan adalah kemampuan berbahasa yang paling sulit dibandingkan dengan kemampuan berbahasa yang lain. Hal ini tentunya tidak mengherankan karena untuk dapat menulis dengan baik seseorang harus dapat membentuk gagasan, menyusun dalam wacana yang terorganisir dengan efektif dan mengungkapkannya dengan baik sesuai dengan tatabahasa, diksi, dan struktur sintaksis yang berterima (Widowson, 1972). Menurut Jacob, dkk. (1981), terdapat lima komponen penting dalam proses menulis; a) isi, b) pengorganisasian, c) tatabahasa, d) kosakata dan e) mekanisme. Untuk dapat menulis dengan baik, kelima komponen di atas harus dikuasai. Tetapi, perlu juga diingat bahwa kemampuan menulis, apalagi dalam Bahasa Inggris, tidak serta merta datang dalam seketika tetapi harus dilatih dari tingkat yang paling dasar untuk kemudian dikembangkan dalam tulisan dengan tema yang lebih spesifik. Perlu dipertimbangkan juga bahwa sebelum pembelajar mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing, mereka telah lebih dulu mempelajari bahasa kedua yaitu Bahasa Indonesia. Latar belakang sintaksis bahasa ibu dan bahasa kedua tersebut tentunya juga mempengaruhi sintaksis tulisan pembelajar dalam Bahasa Inggris.

Sebagai bahasa asing, Bahasa Inggris memiliki porsi penggunaan yang sangat sedikit ditemui di lingkungan pembelajar pada konteks kehidupan

(4)

sehari-hari. Hal ini memberikan language exposure yang sangat terbatas. Menurut Dardjowidjojo (2003: 237) dalam pembalajaran bahasa, nature diperlukan karena tanpa bekal kodrati makhluk tidak mungkin anak dapat berbahsaa, sedangkan nurture diperlukan karena tanpa input dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud. Oleh karena itu, input bahasa yang didapatkan seorang pembelajar dari lingkungannya memiliki peran penting terhadap kemajuan pemerolehan bahasa yang dipelajari.

Tatabahasa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris memiliki beberapa perbedaan. Sebagai contoh, Bahasa Inggris memiliki susunan frase diterangkan-menerangkan (DM) sedangkan Bahasa Indonesia memiliki susunan diterangkan- menerangkan-diterangkan (MD). Perhatikan frase-frase berikut:

meja kayu(DM) - wooden table (MD) rambut panjang (DM) - long hair (MD)

Bahasa Inggris memiliki beberapa unsur yang tidak dimiliki oleh Bahasa Indonesia dan sebaliknya. Misalnya, Bahasa Inggris memiliki penanda waktu (tenses). Leech (1981:108) menerangkan bahwa dengan tenses, Bahasa Inggris memahami hubungan antara bentuk kata kerja dan konsep waktu (present, past, dan future). Sementara itu, Bahasa Indonesia tidak memiliki tensis tetapi hanya memiliki keterangan waktu saja. Perhatikan contoh berikut ini:

Saya pergi ke kampus setiap hari. I go to campus everyday.

Saya pergi ke kampus kemarin. I went to campus yesterday.

(5)

Saya pergi ke kampus besok. I will go to campus tomorrow.

Dari paparan contoh 3, 4, dan 5 dapat dilihat bahwa Bahasa Indonesia tidak memiliki perubahan kata kerja meskipun keterangan waktu dimana sebuah tindakan dilakukkan telah berubah. Hal ini tentunya menjadikan tantangan tersendiri bagi pembelajar dalam menulis kalimat atau karangan berbahasa Inggris. Perbedaan yang lain misalnya terletak pada tidak dimilikinya konsep kata benda tunggal dan jamak dan kesesuaian antara subjek dan predikat untuk subjek tunggal dan jamak. Leech dan Starvick (1981) menjelaskan bahwa subjek dalam Bahasa Inggris memiliki jumlah dan kesesuaiannya dengan predikat dalam sebuah kalimat. Perhatikan contoh berikut ini:

Saya bangun jam 5 setiap hari. I wake up at 5 everyday.

Dia bangun jam 5 setiap hari. She/He wakes up at 5 everyday.

Dari sudut pandang yang berbeda, Bahasa Inggris tidak memiliki kekayaan imbuhan seperti dimiliki oleh Bahasa Indonesia. Misalnya:

Rumah itu dibeli oleh Pak Min. The house is bought by Mr. Min

Kata ‘dibeli’ dalam Bahasa Indonesia didapatkan dari kata ‘beli’ yang ditambahkan awalan di- yang memberikan arti pasif. Dalam Bahasa Inggris, kalimat pasif ditandai dengan adanya kata kerja bantu (to be) diikuti oleh past participle (V3).

(6)

Kalimat tersebut dalam Bahasa Inggris akan menjadi “The house is bought by Mr. Min”. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa, sangat mungkin kekayaan imbuhan yang dimiliki Bahasa Indonesia termasuk imbuhan yang membentuk kata kerja aktif menjadi pasif menjadi masalah tersendiri bagi pembelajar dalam menulis karangan berbahasa Inggris. Perbedaan klasifikasi kata dan diksi juga dapat menyebabkan permasalahan. Misalnya pada contoh:

Saya mamakai seragam kemudian berangkat ke kampus.

I use my uniform and then go to campus.*

I put on my uniform and then go to campus.

Kata memakai (baju) diterjemahkan sebagai ‘put on’ bukan ‘use’ dalam Bahasa Inggris. Sehingga, dengan pilihan kata yang tepat, kalimat tersebut seharusnya tertulis “I put on my uniform and then go to campus”.

Perbedaan tatabahasa antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris mempengaruhi pembelajar dalam mempelajari bahasa target, baik dalam memproduksi ujaran maupun tulisan. Lado (1965) mengatakan bahwa unsur-unsur yang sama dari bahasa sumber dan bahasa target akan memudahkan pembelajar dalam mempelajari sebuah bahasa, sebaliknya perbedaan bahasa sumber dan bahasa target akan menimbulkan kesulitan bagi pembelajar dalam mempelajari bahasa tersebut. Penelitian ini mencoba mendeteksi jenis-jenis kesalahan berbahasa Inggris yang terdapat pada karangan berbahasa Inggris yang diproduksi oleh mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan Stikes‘Aisiyah Yogyakarta pada perkuliahan Bahasa Inggris Semester 1, menganalisis jenis-jenis kesalahan tersebut, dan mencari faktor penyebabnya.

(7)

Mata kuliah Bahasa Inggris pada Prodi S1 Ilmu Keperawatan di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta adalah Mata Kuliah Umum (MKU). MKU ini merupakan hasil kerja sama dengan Universitas NIIT, India. MKU ini terbagi dalam delapan level dimana setiap level ditempuh dalam satu semester. Ada banyak hal yang bisa diteliti dari sebuah bahasa dan pembelajaran bahasa, namun mengingat keterbatasan penulis dan menimbang pentingnya komunikasi secara tertulis, tentunya tidak salah bila peniliti memfokuskan penelitian ini pada analisis kesalahan pada karangan berbahasa Inggris Mahasiswa Semester 1 Prodi S1 Ilmu Keperawatan di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang terjadi pada karangan atau wacana, apalagi karangan atau wacana tersebut dihasilkan dari sebuah pembelajaran bahasa asing, dan telah banyaknya penelitian terdahulu pada bidang error analysis, masalah dalam penelitian ini dibatasi dan dirumuskan sebagai berikut:

1) Apa sajakah bentuk kesalahan yang terdapat dalam karangan berbahasa Inggris yang dibuat oleh mahasiwa S1 Ilmu Keperawatan Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta Semester 1 dalam Ujian Akhir Semester (Level) 1 pada semester gasal Tahun Akademik 2012/2013?

2) Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab kesalahan-kesalahan tersebut?

(8)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini yaitu:

1) Mengidentifikasi aneka kesalahan berbahasa ditinjau dari aspek linguistik yang diproduksi mahasiswa dalam karangan berbahasa Inggris responden.

2) Mendiskripsikan faktor-faktor yang menjadi penyebab aneka kesalahan berbahasa tersebut dari aspek linguistik dan mencari faktor penyebab kesalahan berbahasa tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya pada bidang yang sama. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi acuan untuk penelitian lain di bidang analisis kesalahan dalam pemerolehan bahasa asing yang masih menyisakan banyak aspek untuk diteliti.

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu dosen dan mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan khususnya dan mahasiswa Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta pada umumnya dalam memahami permasalahan yang dihadapi terkait dengan kecakapan menulis. Penelitian ini diharapkan mampu membantu memperbaiki kemampuan berbahasa Inggris responden, terutama dalam kecakapan menulis (writing).

(9)

1.5. Tinjauan Pustaka

Penelitian Lengkanawati (1990) menunjukkan adanya korelasi antara kemampuan menulis dalam B1 dengan B2. Apabila seorang pembelajar karya tulisnya dalam bahasa ibu baik, maka tulisannya dalam bahasa asing juga akan baik. Temuan lainnya menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara aspek logika (kemampuan mangaitkan isi dengan topik dan mengorgasisasikan gagasan secara koheren) dengan aspek linguistik (pemilihan kata, penggunaan bahasa, dan mekanisme penulisan).

Verhallen dan Schoonen (1993) meneliti hubungan pengetahuan leksikal dalam B1 dengan B2 yang melibatkan 40 orang pembelajar bilingual bahasa Turki dan Belanda. Temuan penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pengetahuan leksikal dalam B1 dan B2. Temuan lainnya menunjukkan bahwa pengetahuan kebahasaan B1 tidak bisa dijadikan ukuran dalam keterampilan B2.

Bindman dan Nunez (1997) meneliti 116 anak (berumur 6 hingga 11 tahun) yang mempelajari bahasa Yahudi dan Bahasa Inggris sebagai B2. Mereka melaporkan bahwa pembelajar B2 dapat mengambil keuntungan dari pendekatan yang menekankan pada kesejajaran linguistik antara kedua bahasa mereka walaupun kelihatannya kedua bahasa itu sangat berbeda.

Abeywikrama (2009) dalam laporan penelitiannya yang berjudul Analisis Kesalahan Menulis Dalam Bahasa Inggris pada penutur asli Bahasa Sihala (bahasa Srilangka), menyatakan bahwa interferensi atau transfer antara B1 dan B2 bukanlah

(10)

penyebab kesalahan utama dalam karangan respondenya yang merupakan pembelajar semester 1 di Universitas Kelaniya di Srilangka.

Sementara itu Darus (2010) dalam hasil penelitianya mengenai analisis kesalahan karangan berbahasa Inggris yang diproduksi oleh pembelajar sebuah sekolah menengah pertama di Malaysia menyebutkan enam kesalahan yang paling sering dilakukan oleh respondenya yaitu; kesalahan tunggal dan jamak, kata kerja, pilihan kata, kata depan, kesesuaian antara subjek dan predikat, dan susunan kata.

Pemerolehan bahasa asing memang sangat berhubungan dengan seberapa banyak kemiripan dan kesenjangan antara tatabahasa target dengan tata bahasa pembelajar. Beberapa penelitian analisis kesalahan sintaksis juga telah dilakukan oleh beberapa sarjana baik dari luar maupun dalam negeri. Penelitian ini mencoba memposisikan diri sebagai penelitian analisis kesalahan berbahasa yang lebih lanjut. Penelitian ini mencoba mendalami penyebab kesalahan-kesalahan berbahasa dari sisi gramatikal dan mencoba mencari hubungan antara kemampuan pemahaman seorang individu terhadap item gramatikal tertentu dengan kecenderungan-kecenderungan jenis kesalahan yang dapat dihindari dan berpotensi masih akan dilakukan didalam karya tulisnya.

1.6. Landasan Teori

1.6.1. Hakikat Kesalahan Berbahasa

Ada beberapa jenis kesalahan yang perlu diklarifikasikan dalam Sub-bab ini, yaitu kesalahan itu sendiri (mistake), kekeliruan (error), dan keseleo lidah (lapse/slip of tongue). Kesalahan adalah bentuk-bentuk bahasa yang tidak benar

(11)

secara gramatikal atau interpretasi yang diproduksi oleh seseorang. Kekeliruan adalah kesalahan bentuk bahasa atau interpretasi yang dilakukan seseorang karena kehilangan konsentrasi atau kelelahan. Sementara itu keseleo lidah adalah kesalahan yang dibuat oleh penutur asli sebuah bahasa yang disadari maupun tidak disadari dalam proses produksi bahasa. Ellis (2003: 17) mendefinisikan kesalahan sebagai jarak antara kompetensi yang dimiliki pembelajar dengan standar kompetensi yang semestinya. Kesalahan terjadi karena seorang pembelajar tidak mengetahui bentuk bahasa yang benar. Sementara itu kekeliruan, menurut Ellis, merupakan kegagalan seorang penutur untuk memproduksi bentuk bahasa yang benar karena dia gagal untuk memproduksi bentuk yang seharusnya dapat dibentuk dengan benar sejalan dengan pengetahuannya terhadap bentuk tersebut.

Sementara itu, Richard (1974) berpendapat bahwa kekeliruan merupakan kesalahan bentuk bahasa yang mengacu pada performansi, sedangkan kesalahan bahasa mengacu pada kegagalan kompetensi dalam proses produksi bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbeda dengan kekeliruan atau keseleo lidah. Kesalahan terjadi karena ketidakmampuan subjek untuk membentuk sebuah kalimat yang baik dikarenakan kurangnya pengetahuan atau kompetensi.

1.6.2. Analisis Kesalahan Berbahasa

Ellis (2003:15) berpendapat bahwa penelitian yang terfokus pada kesalahan yang diproduksi dalam proses pemerolehan bahasa diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengapa seorang pembelajar melakukakn kesalahan, apa penyebab kesalahan tersebut dan treatment apa yang bisa dilakukan untuk meminimalkan

(12)

kesalahan tersebut. Crystal (1980) mendefinisikan analisis kesalahan sebagai sebuah teknik mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan mengintepretasi kesalahan-kesalahan dalam sebuah wacana secara sistematis berdasarkan teori linguistik.

Lebih lanjut, ada beberapa paradigma berkaitan dengan pemerolehan bahasa dan hubunganya dengan perbandingan bahasa. Contrastive analysis adalah perbandingan data antara bahasa pertama dan bahasa target. Transfer analysis adalah perbandingan data antara bahasa pertama dengan bahasa target yang diproduksi. Sementara itu, error analysis (analisis kesalahan) adalah perbandingan data antara bahasa target yang diproduksi seorang pembelajar dengan bahasa target yang benar. James (1998: 1) mendefinisikan analisi kesalahan sebagai proses menentukan sebuah kesalahan dalam produksi bahasa, jenis-jenisnya, penyebabnya, dan konsekuensi-konsekuensi dari pembelajaran bahasa yang tidak sukses. Littewood (2000: 15) menyatakan; untuk mendapatkan sebuah gambaran yang jelas terhadap kemampuan pemahaman seseorang, seorang penelit tidak hanya dapat melihat pada bentuk-bentuk bahasa yang telah dibuat pembelajar dengan benar tetapi juga menganalisis kesalahan-kesalahan yang mereka buat.

1.6.3. Mengidentifikasi Kesalahan

Ellis (2003:15-17) menawarkan cara untuk mengindentifikasi kesalahan melalui beberap tahap. Tahap yang petama dilakukan dengan membuat daftar semua kesalahan yang diproduksi subjek penelitian tanpa menghiraukan apakah bentuk tersebut adalah bentuk kesalahan atau sekedar kekeliruan. Tahap yang kedua, seorang peneliti bisa melihat satu persatu jenis kesalahan tersebut dan

(13)

menentukan apakah kesalahan tersebut dilakukan secara terus menerus atau tidak. Jika jawabanya iya, maka bentuk tersebut bisa dikategorikan sebagai kesalahan. Jika jawabanya tidak, maka bentuk tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk kekeliruan. Tahap terakhir, untuk memferifikasi hasil dari analisis pada tahap kedua, Ellis menyarankan, untuk melakukan wawancara dengan si pemroduksi bahasa terkait dengan hasil temuan tersebut.

Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur tersebut yang merupakan modifikasi langkah-langkah analisis kesalahan yang diajukan Ellis (1986) dan Sidhar (1985). Langkah-langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) mengumpulkan data yang berupa kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar, (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan; tahap pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan berdasarkan kategori ketatabahasaan, (3) membuat peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan itu muncul, (4) menjelaskan kesalahan dengan mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebabnya dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan berupa pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).

Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian yang disarankan oleh Tarigan dengan beberapa penyesuaian.

(14)

1.6.4. Jenis-Jenis Kesalahan Berbahasa

Jenis-jenis kesalahan berbahasa hubungannya dengan pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing dapat diidentifikasi dengan beberapa kategori yang telah disarankan oleh para ahli bahasa. Klasifikasi yang dibuat oleh Richard (1974) mengelompokkan kesalahan berbahasa dalam 3 kategori yaitu; kesalahan tatabahasa (syntactical error), kesalahan kosakata (lexsical error), dan kesalahan morfologi (morfological error). Setiap jenis kesalahan memiliki batasannya masing-masing. Kesalahan morfologi adalah kesalahan yang terjadi pada batasan susunan kata. Kesalahan kosakata adalah kesalahan yang terjadi pada batasan kosakata, misalnya pilihan kata atau diksi. Sedangkan kesalahan sintaksis adalah kesalahan yang terjadi pada batasan tatabahasa sebuah teks. Kesalahan sintaksis, menurut Ellis (2003), dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut; penambahan (additional), pengurangan (omission), salah formasi (mis-formation) dan salah susun (mis-ordering).

James (1998:100) berpendapat bahwa jenis-jenis kesalahan sintaksis dapat dikaterorikan sebagai berikut:

a. Kesalahan penggunaan bentuk misalnya kesalahan penggunaan preposisi, tensis, dan kesalahan ekspresi,

b. Kesalahan penghilangan misalnya preposisi, c. Penggunaan kata yang tidak perlu,

d. Penempatan kata yang tidak tepat, dan

(15)

Lebih lanjut, James (1998) menyatakan bahwa kesalahan sintaksis mencakup kesalahan frase, klausa, kalimat, dan paragraf. Sementara itu, Ramlan (1978) dalam bukunya yang berjudul ‘Sintaksis’ berpendapat bahwa kesalahan sintaksis dibagi dalam tiga kategori yaitu kesalahan frase, klausa dan kalimat saja, paragraf bukan/ tidak termasuk dalam kesalahan sintaksis.

Contoh kesalahan yang sering ditemui dalam tuturan pembelajar Bahasa Inggris dimuat dalam beberapa contoh berikut ini. Dalam sebuah sesi menulis yang meminta pembelajar untuk menuliskan ‘personal details’, terdapat kalimat sebagai berikut I am come from North Sumatra*. Secara sintaksis kalimat tersebut salah karena menggunakan ‘am’ dengan kata kerja ‘come’ secara bersamaan. Untuk menyatakan makna dalam Bahasa Indonesia ‘Saya berasal dari Sumatra Utara’ kalimat yang benar menurut kaidah sintaksis Bahasa Inggris adalah I come from North Sumatra/ I am from North Sumatra. Atau bentuk opsi gramatikal lainya yang

benar adalah ‘I am coming from North Sumatra’ yang merupakan kalimat progressive yang menyatakan subjek sedang dalam perjalanan dari Sumatra Utara.

Elis (2003) menyarankan kategorisasi jenis kesalahan menjadi, penghilangan, penambahan, salah formasi, dan salah susun. Kesalahan penghilangan adalah kesalahan dimana suatu butir dalam sebuah kalimat dihilangkan atau tidak disebutkan. Kesalahan ini biasanya merupakan penghilangan morfem atau kata. Contoh:

(16)

Untuk menyatakan suatu kata benda tunggal dalam Bahasa Inggris harus digunakan artikel ’a’ atau ‘an’ tergantung dari suara vokal atau konsonan suku kata pertama yang memulai kata berikutnya. Dalam contoh diatas, seharusnya ditambahkkan artikel ‘a’ sebelum frase beautiful house karena frase tersebut merupakan frase kata benda tunggal. Sehingga, bentukkan kalimat yang baik adalah That is a beautiful house.

Kesalahan penambahan adalah kesalahan yang terjadi karena adanya penambahan baik berupa penambahan morfem, kata atau frasa dalam sebuah kalimat. Contoh: I watching TV everyday. Kata watching dalam kalimat diatas seharusnya berformasi bentuk dasar watch saja karena menyatakan kegiatan sehari-hari (habbit). Oleh karena itu, morfem –ing tidak ditambahkan dalam kata tersebut. Kesalahan formasi yaitu kesalahan yang terjadi karena adanya kesalahan dalam pembentukan kata. Contoh There are so many peoples in the hall.* Kata peoples mestinya people saja karena kata tersebut sudah merupakan bentuk jamak dari kata benda tunggal person.

Kesalahan yang terakhir menurut Ellis adalah salah susun yaitu kesalahan yang terjadi dalam susunan struktur kalimat. Contoh It is important to prepare money enough.* Kata enough dalam kalimat diatas seharusnya ditempatkan

sebelum kata money sehingga terbentuk kalimat ‘it is important to prepare enough money’.

Wacana kesalahan sintaksis juga dapat dilihat dari taksonomi atau wilayah tertentu. Nurhadi (1987), mengenai taksonomi kesalahan berbahasa, menyebutkan

(17)

bahwa taksonomi kesalahan berbahasa dibedakan sebagai berikut.Taksonomi kategori linguistik membedakan kesalahan berdasarkan komponen bahasa dan konstituen bahasa. Berdasarkan komponen bahasa, wilayah kesalahan kategori linguistik ini dibedakan menjadi: kesalahan tataran fonologi, kesalahan tataran morfologi dan sintaksis, kesalahan tataran semantik dan kata, dan kesalahan tataran wacana.

Berdasarkan konstituen bahasa, kesalahan terjadi pada tataran penggunaan unsur-unsur bahasa ketika dihubungkan dengan unsur bahasa lain dalam satu bahasa. Misalnya frase dan klausa dalam tataran sintaksis atau morfem-morfem gramatikal dalam tataran morfologi. Sedangkan berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi, kesalahan berbahasa didasarkan pada penyimpangan bahasa yang terjadi pada pemerolehan dan pengajaran B2.

Pendeskripsian kesalahan seharusnya dipertimbangkan atau dihubungkan dengan proses kognitif pada saat pembelajar bahasa memproduksi (merekonstruksi) bahasanya. Senada dengan Ellis (2003), dalam kategori strategi performasi, Nurhadi (1978) menyarankan adanya 4 (empat) kesalahan. Berikut adalah keempat kesalahan kategori strategi performasi menurutnya:

a. Penanggalan (omission), penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

(18)

b. Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsurunsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

c. Kesalah bentukan (misformation), penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.

d. Kesalah urutan (misordering), penutur menyusun atau mengurutkan unsurunsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa.

Selanjutnya, berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan menjadi 4 (empat) tataran. Berikut adalah keempat jenis kesalahan berdasarkan taksonomi komparatif.

a. Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi, yakni: kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh B1 terhadap B2.

b. Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat perkembangan. Kesalahan berbahasa bersumber dari penguasaan B2 yang belum memadai.

c. Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa yang merefleksikan kesalahan interlingual dan intralingual.

d. Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2. Misalnya: anak kecil yang mulai belajar berbicara dalam suatu bahasa, tidak sedikit tuturan (kata frase atau kalimat) yang tidak dapat dijelaskan dari B1 maupun B2.

(19)

Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global. Berdasarkan jenis penyimpangan bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan konstruksi kalimat yang ditanggalkan (dihilangkan) salah satu unsurnya. Akibatnya proses komunikasi menjadi terganggu. Misalnya: penutur menggunakan kalimat atau tuturan yang janggal saat berkomunikasi. Adapun kesalahan global adalah tataran kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh tuturan atau isi yang dipesankan dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menjadi tidak dapat dipahami akibat frase ataupun kalimat yang digunakan oleh penutur berada di luar kaidah bahasa manapun baik B1 maupun B2.

1.6.5 Sebab-Sebab Kesalahan Berbahasa

Sebab-sebab kesalahan berbahasa dapat dilihat dari berbagai sudut. Beberapa linguis membagi sebab-sebab kesalahan berbahasa secara berbeda. Kemungkinan untuk terjadinya tumpang tindih (over-laping) satu dengan yang lainya sangat mungkin terjadi. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, berikut ini adalah ulasan sebab-sebab kesalahan bebahasa yang dikemukakan beberapa ahli dan simpulan yang kemudian akan dipakai dalam pengelompokkan data penelitian ini.

Richard (1974) mengelompok kesalahan berbahasa dalam dua kategori besar yaitu kesalahan antar bahasa (interlanguage errors) dan kesalahan dalam bahasa (intra language errors). Kesalahan antar bahasa adalah kesalahan yang terjadi karena interfensi B1 terhadap B2. Pengaruh B1 terhadap B2 dapat diketahui dari hasil produksi bahasa yang dilakukan oleh seorang pembelajar baik dalam

(20)

ujaran atau kalimat yang diproduksi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Gass dan Selinker dalam Subiyakto (1988) bahwa menurut teori transfer orang cenderung mengalihkan pola-pola struktur dan budaya bahasa yang sedang dipelajari. Transfer dibagi dalam dua kategori yaitu transfer positif dantransfer negatif. Transfer positif terjadi ketika unsure-unsur B2 dan B1 memilik kemiripan sehingga dapat memudah proses penggunaan B2. Sementara itu, transfer atau yang lebih dikenal dengan interferensi terjadi ketika unsur-unsur B2 dan B1 berbeda. Perbedaan ini menjadi salah satu sumber terbesar kesalahan dalam berbahasa.

Tarigan (1989) berpendapat kesalahan berbahasa dapat terjadi secara berulang-ulang karena sikap acuh tak acuh, pengaruh B1, kurangnya pengetahuan mengenai B2, metode pengajaran yang tidak cocok, dan pengaruh lingkungan yang tidak mendukung. Ellis (2003) berpendapat bahwa kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antar lain; a interferensi, b sikap dan motivasi pembelajar, c pengaruh lingkungan, serta d hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

1. 7. Metode Penelitian

Penelitian ilmiah adalah usaha untuk mencari dan menemukan kebenaran ilmiah yang dilakukan secara valid dan reliable. Untuk memenuhi dua kriteria pengerjaan sebuah penelitian ilmiah tersebut diperlukan sebuah metode penelitian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam sub-bab ini peneliti akan menjelaskan jenis penelitian, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan data.

(21)

1.7.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitaian deskriptif dimana data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang mengandung yang diproduksi oleh responden. Peneilitian ini menggunakan metode gabungan antara dokumenter dan studi kasus. Disebut dokumenter karena penelitian ini menggunakan data-data yang sudah tersedia sebagai bahan atau data penelitian. Disebut studi kasus karena penelitian ini berangkat dari keadaan dimana hasil karangan berbahasa Inggris reponden dalam salah satu tugas menulis semester 1 tahun sebelumnya belum seperti yang diharapkan.

Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif analisis, disebut analisis karena penelitian ini mengkaji secara detail dan sistematis kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam data dari sudut pandang sintaksis dengan metode kuesioner dan wawancara sebagai langkah akhir untuk memferifikasi temuan tersebut. 1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini berupa kumpulan karangan berbahasa Inggris mahasiswa semester 1, jurusan Ilmu Keperawatan, Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Data diperoleh dari salah satu tugas menulis semester 1 yang bertema “My family” dimana tema tersebut diangkat dalam salah satu bab yang dipelajari pada semester yang sama oleh responden. Pengambilan data tahap selanjutnya dilakukan dengan menggunakan 2 Kuesioner.

Kuesioner 1 disusun untuk mengetahui motivasi belajar responden sementara Kuesioner 2 meminta responden untuk memberikan umpan balik terhadap 11 kalimat yang tidak gramatikal yang dipilih dari hasil pencermatan

(22)

kesalahan yang dibuat responden didalam karanganya. Pada tahap akhir, teknik wawancara digunakan untuk mengkonfirmasi pemahaman responden terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat didalam karanganya dan kemampuan responden memberikan umpan balik pada Kuesioner 2 guna menemukan faktor penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan itu.

1.7.3. Teknik Analisis Data

Untuk mempermudah analisis kesalalahan sintaksis yang dibuat oleh responden dan menghindari tumpang tindih analisis kesalahan, peneliti akan membuat kategori awal terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. Penentuan kategori ini dibuat berdasarkan jenis-jenis kesalahan yang didapati peneliti selama melakukan analisis terhadap karangan berBahasa Inggris yang dibuat oleh responden. Berdasarkan temuan kesalahan-kesalahan, kategori-kategori kemudian dibuat sebagai berikut:

a. kesalahan S-V agreement, b. kesalahan morfologi, c. kesalahan pilihan kata,

d. kesalahan artikel dan preposisi,

e. kesalahan tanda baca dan huruf kapital, f. kesalahan struktur frase dan kalimat, dan g. kesalahan keberterimaan

Ketujuh kelompok kesalahan tersebut telah dipertimbangkan bisa mewakili setiap kesalahan yang dibuat oleh responden dalam karangan berbahasa inggrisnya berdasarkan proses baca dan analisis tahap pertama terhadap karangan tersebut.

(23)

Kalimat-kalimat yang mengandung kesalahan sesuai dalam kategori tersebut kemudian dikelompokkan dan dimuat dalam lampiran penelitian ini dengan judul sama seperti setiap kategori kesalahan tersebut.

Bersamaan dengan proses pemberian kode ini, peneliti membaca secara kritis setiap karangan berbahasa Inggris responden. Proses membaca tersebut kemudian dilakukan beberapa kali untuk setiap karangan untuk menghindari apabila terjadi kerancuan atau kemungkinan tumpang tindih pengelompokan. Meskipun demikian, pada kenyataanya tedapat kalimat-kalimat yang mengandung lebih dari satu jenis kesalahan sehingga sangat mungkin satu kalimat yang sama muncul dalam kategori yang berbeda. Proses membaca juga masih akan diulangi lagi oleh penulis pada saat melakukan wawancara dengan responden terkait. Proses membaca yang dilakukan secara berulang-ulang dan teliti tersebut diharapkan dapat meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi selama proses analisis data.

1.7.4 Sistematika Penyajian

Penelitian ini diuraikan dalam empat bab dimana tiap-tiap bab mengandung satu topik yang akan dijelaskan. Pada Bab I penulis menjelaskan latar belakang masalah dan hal-hal yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian ini. Oleh karena itu, Bab I mengandung beberapa sub-bab seperti; latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Peneliti akan menggunakan Bab II dan III untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah. Pada Bab II, peneliti akan mengidentifikasi jenis-jenis kesalahan yang diproduksi responden

(24)

dalam karangan berbahasa Inggrisnya. Pada Bab III, peneliti akan mengetengahkan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan dan menentukan faktor manakah yang paling dominan yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Pada Bab IV, peneliti memberikan simpulan dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian dan kisi-kisi untuk penelitian selanjutnya pada bidang penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati bentuk dan jenis iklan baris kesehatan, penelitian telah menemukan data-data sebagai berikut: (1) Hampir semua media massa cetak, khususnya surat kabar

Air merupakan zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dan bagian penting dalam proses metabolisme.. Air juga dibutuhkan dalam fotosintesis

Sudah dapat dilihat bahwa kritik atau komentar matan berdasarkan beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa hadis diperbolehkannya air kencing unta menjadi bagian dari

Pencampuran limbah plastik LDPE dengan arang bahan biomassa seperti cangkang sawit dan tempurung kelapa yang dikenal memiliki nilai kalor tinggi dan kadar volatile matter cukup

Oleh yang demikian, pengkaji akan menjalankan satu kajian bagi mengenalpasti tahap kompetensi guru yang mengajar pengajaran amali bagi mata pelajaran Reka Bentuk

Setelah mengetahui hasil penelitian ini maka dapat ditarik hasil kesimpulan dari wawancara yang penulis lakukan pada masyarakat Kecamatan Pulau Rakyat bahwa

mendahulukan uang sewa tanah sebelum memperoleh panen, cukup memperhatikan dimana penulis melihat masyarakat Desa Selat Besar Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan

PERAN HUMAN RESOURCES DEPARTMENT DALAM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DI HOTEL AZIZA SYARIAH SOLO.. Tugas Dan Peran Human Resources Department