• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XV/2017"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 80/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009

TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 80/PUU-XV/2017 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah [Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), Dan Pasal 55 ayat (3) ]terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Selasa, 17 Oktober 2017, Pukul 10.12 –10.47 WIB

Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Saldi Isra (Ketua)

2) Maria Farida Indrati (Anggota)

3) Suhartoyo (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A.Kuasa Hukum Pemohon:

1. Salwan Darwis 2. Refly Harun

(4)

1. KETUA: SALDI ISRA

Sidang Pemeriksaan Perkara Nomor 80/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi. Salam sejahtera untuk

kita semua. Pertama, dipersilakan kepada Pemohon atau Kuasanya untuk memperkenalkan diri.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: SALMAN DARWIS

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dan selamat pagi. Pada persidangan hari ini hadir saya sendiri, Salman Darwis dan rekan kami Refly Harun. Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih. Pada pokoknya kami sebenarnya sudah membaca permohonan yang diajukan oleh Pemohon, tapi karena ini menjadi kewajiban dalam hukum acara kita, Pemohon diharuskan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan ini.

Oleh karena itu, dipersilakan kepada Pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan, lalu kemudian kami dari Majelis Panel akan memberikan saran, catatan-catatan yang mungkin diperlukan untuk penyempurnaan perkara ini. Dipersilakan.

4. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi. Salam sejahtera untuk kita semua. Shalom. Permohonan ini terkait dengan pengujian Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun yang mengajukan adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Umum, Ir. Hariyadi Budi Santoso Sukamdani, M.M dan Sekretaris Umum, Sanny Iskandar.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi kami lewati, Yang Mulia. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. APINDO adalah organisasi perkumpulan yang mewadahi pengusaha dan perusahaan. Ini terkait dengan kepentingan pengusaha atau perusahaan dalam kaitan dengan

SIDANG DIBUKA PUKUL 10.12 WIB

(5)

undang-undang atau pasal yang diajukan, yaitu mengenai pajak penerangan jalan yang dirasakan tidak adil dan dianggap, dinilai, didalilkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, terutama Pasal 28D ayat (1). Adapun Pasal 28D ayat (1) berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Beberapa pasal di dalam undang-undang ini yang kami ajukan, Yang Mulia, kami anggap itu tidak memberikan kepastian, tidak memberikan perlindungan, dan dirasakan juga tidak adil.

Bunyi pasal yang dipermasalahkan adalah Pasal 1 angka 28. “Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.”

Nah, ini kami persoalkan, Yang Mulia karena kalau kita lihat definisi pajak penerangan jalan sebelumnya, itu sangat terkait dengan penerangan jalan itu sendiri. Yaitu, seperti ada dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang digantikan undang-undang yang baru ini.

“Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.”

Jadi, pajak penerangan jalan ini memang pajak yang dikutip karena memang pemerintah daerah memberikan penerangan jalan. Tapi definisi yang baru ini adalah sepanjang penggunaan tenaga listrik pokoknya dikutip pajak penerangan jalan. Itu, Yang Mulia, keberatan kami.

Dan keberatan kami yang berikutnya adalah dalam Pasal 52 ayat (1), “Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.”

Jadi, kami termasuk mempermasalahkan ketidakadilan bahwa ketika Pemohon melakukan membangkit sendiri pasokan listriknya, itu juga dikenai pajak penerangan jalan. Padahal kita ketahui bahwa seharusnya mereka yang berpartisipasi membangkit tenaga listrik karena PLN dalam hal ini negara belum cukup memasok, gitu, mestinya dapat apresiasi, ini malah kena pajak penerangan jalan juga dan tidak disinggung apakah daerah tersebut ada penerangan jalan atau tidak. Pokoknya kalau menggunakan listrik, baik yang dari sumber lain maupun yang dibangkit sendiri kena pajak penerangan jalan.

Kemudian, Pasal 55 … Pasal 52 ayat (2) nya, “Listrik yang dihasilkan sendiri,” sebagaimana dimaksud pada ayat (1), “meliputi seluruh pembangkit listrik.”

Nah, ini juga kami persoalkan Yang Mulia karena membangkit sendiri pun ternyata kena pajak penerangan jalan juga. Jadi, namanya pajak penerangan jalan untuk listrik yang dibangkitkan sendiri. Kemudian, Pasal 55 ayat (2), Yang Mulia, penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan, minyak bumi, dan gas alam,

(6)

tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%. Nah,

ini juga kami permasalahkan, yaitu kata-kata dari sumber lainnya itu.

kami ingin kepastian hukum bahwa yang dimaksud dengan sumber lainnya itu adalah betul-betul, yaitu yang berasal dari negara dan dalam hal ini kita tahu bahwa PT PLN yang memasok tenaga listrik.

Kemudian Pasal 55 ayat (3) “Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%.”

Nah, ini juga kami persoalkan, Yang Mulia, dan kami minta hapuskan bahkan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat untuk Pasal 55 ayat (3) ini karena sekali lagi mengenakan pajak penerangan jalan terhadap listrik yang dihasilkan sendiri. Jadi, listrik ... bilamana di suatu daerah misalnya PLN katakanlah pasokan listrik itu kurang kan, biasanya perusahaan itu membangkit sendiri tenaga listriknya untuk proses produksi. Nah, ini ketika membangkit sendiri karena kekurangan pasokan tenaga listrik justru kena pajak penerangan jalan juga, judulnya Pajak Penerangan Jalan.

Itu Yang Mulia argumentasi yang kami sampaikan. Lalu kemudian petitumnya sebagai berikut.

40. Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan di atas dan bukti-bukti yang dilampirkan dalam permohonan ini, maka Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia agar menerima dan memutus permohonan ini sebagai berikut.

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk

seluruhnya.

2. Menyatakan Ketentuan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berbunyi “Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat bila tidak dimaknai conditionally unconstitutional, yaitu pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik yang diperoleh dari negara dan digunakan untuk kegiatan non produksi. Jadi, Yang Mulia, Pemohon tidak menolak untuk dikenakan pajak penerangan jalan sepanjang pajak tersebut diperoleh dari sumber negara, yaitu dalam hal ini PT PLN dan kemudian digunakan untuk kegiatan nonproduktif, nonproduksi karena kalau kegiatan produksi kan, ketika ada barang dan jasa yang dihasilkan, maka itu sendiri sudah ada pajaknya sendiri nantinya.

3. Menyatakan Ketentuan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang berbunyi “Objek pajak penerangan jalan adalah

(7)

penggunaan tenaga listrik baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat bila tidak dimaknai objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik yang diperoleh dari negara dan digunakan untuk kegiatan nonproduksi. Jadi, sekali lagi kami ingin penegasan bahwa pajak penerangan jalan itu adalah berasal dari negara dan digunakan untuk kegiatan nonproduksi.

4. Menyatakan Ketentuan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang berbunyi, “Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud dengan … pada ayat (1) meliputi seluruh pembangkit listrik bertentangan” dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Jadi, Yang Mulia, sekali lagi karena memberikan, mengenakan pajak pada listrik yang dihasilkan sendiri.

5. Menyatakan Ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang berbunyi “Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri pertambangan minyak bumi dan gas alam tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, atau setidak-tidaknya dinyatakan bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat conditionally unconstitutional sepanjang frasa sumber lain tidak dimaknai terbatas pada tenaga listrik yang bersumber dari negara dan pengenaan pajaknya hanya penggunaan tenaga listrik dalam kegiatan nonproduksi, sedangkan untuk kegiatan produksi dikecualikan.

6. Yang terakhir, Yang Mulia. Menyatakan Ketentuan Pasal 55

ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang berbunyi, “Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sekali lagi karena mengenakan pajak terhadap listrik yang dibangkit sendiri.

7. Terakhir. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita

Negara Republik Indonesia atau bilamana Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya. Ex aequo et bono. Itu, Yang Mulia, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.

(8)

5. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, Pemohon atau Kuasa Pemohon. Sekarang tiba giliran kami memberikan catatan-catatan atau saran-saran terhadap permohonan Saudara. kalau soal format kita tidak memperdebatkan karena ini memang sudah sesuai dengan format yang ada di Mahkamah Konstitusi. Tapi ada catatan-catatan kecil yang mungkin perlu jadi perhatian.

Pertama dari saya, ini soal konsistensi saja. Di beberapa bagian, Pemohon membuat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu ada yang dibuat perubahan keberapanya. Sementara di bagian lain, tidak dibuat di perubahan keberapa. Misalnya, ketika menyebut Pasal 1 ayat (3) itu tidak ada. Jadi, umum saja tidak perlu disebut perubahan keberapanya. Sebut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 saja itu sudah cukup, tanpa perlu mencantumkan kapan pasal-pasal yang didalilkan itu diubah lagi. Jadi, perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Itu pertama.

Yang kedua, ini karena mencari basis pembenarannya atau dasar argumentasinya banyak filosofinya, misalnya soal kemanfaatan, kepastian, dan segala macam. Nah, memang soal isu ... apa namanya ... pajak penerangan jalan ini kan, sebetulnya bisa dijelaskan dari aspek filosofis yang dikemukakan. Tapi, ada juga filosofi lain yang ... yang mengatakan begini. Jadi, the greatest happiness of the greatest numbers. Jadi, ini kan, bisa diperhadapkan dengan dalil awal yang dikemukakan oleh Pemohon.

Misalnya, soal sebagai kebahagiaan yang lebih menunjukkan kepada ... apa ... kepada pihak yang diwakili saja. Padahal sepengetahuan kami, beban untuk pajak penerangan jalan itu kan, tidak hanya kepada pengusaha. Pengguna listrik pun itu dibebankan oleh negara, untuk apa? Untuk ambil bagianlah untuk penerangan jalan itu. Jadi, kita takut nih kalau ini di ... di ... dikabulkan misalnya, nanti jangan-jangan ada pula perwakilan masyarakat yang mempersoalkan ... apa ... mempersoalkan biaya tambahan dari rekening listrik untuk penerangan jalan itu. Nah, artinya kan, ada dua asumsi yang berhadapan. Konsep ... apa namanya ... sebagai kebahagiaan (happiness) yang Pemohon kemukakan di awal dengan konsep lain, the greatest happiness of the greatest numbers. Jadi, ini ... apa namanya ... sesuatu yang mungkin bisa dielaborasi lebih jauh.

Yang ketiga yang perlu dikemukakan. Di dalam ... apa ... mendalilkan soal kerugian konstitusional Pemohon, itu kan, tidak ada angka yang bisa dipedomani. Berapa sih, sebetulnya? Mungkin salah satu perusahaan yang diwakili yang bergabung dalam APINDO ini membuat atau mengemukakan tabel, dia memiliki pembangkit sendiri. Lalu gara-gara pemberlakuan pasal yang dipersoalkan ini, dia harus membayar pajak untuk sesuatu yang dipersoalkan itu berapa? Mungkin

(9)

datanya kalau bisa dikemukakan supaya ... apa namanya ... supaya bisa menjadi tambahan argumentasi bagi Pemohon.

Di halaman 10 misalnya yang dikemukakan oleh Pemohon kan,

disebut terminologi pajak ... di bagian terakhir, penerangan jalan

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 28 tidak sejalan dengan filosofi pajak penerangan jalan. Nah, tapi Pemohon tidak menjelaskan, filosofi apa sebetulnya yang ada di pajak penerangan jalan itu? Sehingga filosofi itu kemudian yang diperhadapkan dengan ketentuan pasal-pasal yang dimohonkan bahwa filosofinya itu yang tidak sesuai dengan pasal-pasal itu. Itu kalau ... kalau mungkin bisa dikemukakan.

Poin berikutnya, ini soal biaya tadi sudah saya kemukakan. Berapa biaya yang dikeluarkan? Lalu kalau dilihat petitum kan, ada dua model sebetulnya yang dikemukakan yang diminta oleh Pemohon. Satu, konstitusional bersyarat, jadi dengan memberikan pemaknaan. Satu lagi dengan menghapus pasal-pasal. Nah, mungkin perlu juga Saudara pikirkan. Konsekuensi apa yang muncul kalau ... terutama yang dihapuskan itu kalau itu memang tidak ada lagi di dalam undang-undang yang Saudara persoalkan ini.

Catatan terakhir saya. Bagaimana misalnya kalau keinginan ini dikontes dengan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi? Bahwa soal listrik itu, kan termasuk cabang produksi penting yang dikuasai oleh negara. Jadi, negara bisa dong mengaturnya, termasuk soal pembebanan biaya seperti itu. Nah, mungkin ini menjadi bagian yang perlu dipikirkan oleh Pemohon untuk nanti ditambahkan kalau bisa ... kalau diterima. Tapi kalau tidak, ya, namanya juga ... apa ... saran, di perbaikan permohonan nantinya. Itu catatan awal dari saya. Selanjutnya, dari Yang Mulia Prof. Maria.

6. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Terima kasih, Pak Ketua. Saya rasa, saya hanya menambahkan untuk kedudukan hukum. Jadi, Pemohonnya ini adalah asosiasi, ya? Bukan umum, ya? Mohon ditambahkan, apa aspek dampak finan ... selain dampak finansial, ya? Tapi, dampak konstitusional yang dianggap oleh Pemohon itu dirugikan, ya. Kalau finansialnya sudah terlihat di sini. Tapi apa dampaknya selain hal ini? Ya, kontitusional itu.

Kemudian, kalau kita melihat dalam alat bukti, ya. Di dalam daftar alat bukti ada dituliskan Bukti -3, Bukti P-3 itu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tapi bukti fisiknya adalah Salinan Akta Pernyataan Keputusan Musyawarah Khusus Nasional Asosisasi, mohon nanti diperbaiki di Kepaniteraan.

Nah, kemudian yang petitumnya. Jadi, petitum itu yang petitum nomor 1, nomor 2 itu pemaknaan yang berbeda dengan yang ada dalam undang-undangnya. Kemudian, petitum yang keempat itu dianggap tidak berlaku, jadi dianggap dihilangkan.

(10)

Kemudian pasal ... nomor limanya itu, menjadi pemaknaan atau conditional inconstitutional atau unconstitutional. Dan juga nomor enamnya itu dianggap bertentangan dan ... itu, ya. Jadi, ada ... sebetulnya ada dua macam, ya. Dua dimaknai yang berbeda dan kemudian yang dua itu saja.

Kalau ... ya. Tapi kalau kita yang melihat dampaknya kalau misalnya yang ke ... keempat, ya. Menyatakan Pasal 52 ayat (2), “Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh (suara tidak terdengar jelas) listrik.”

Ini bertentangan. Dan juga yang nomor enam, ini kalau itu dinyatakan dikabulkan, kemudian dampaknya apa? Yaitu yang harus ini ... karena kalau kita menghapuskan menyatakan itu bertentangan itu mudah, tapi nanti dampaknya setelah dua pasal itu enggak ada, itu seperti apa? Mohon kemudian dirumuskan di dalam pokok permohonan ini. Saya rasa itu, Pak Ketua. Terima kasih.

7. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, Yang Mulia Prof. Maria. Selanjutnya, Yang Mulia Pak Suhartoyo.

8. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya. Pak Refly, bagus ya, permohonannya, menarik sih, isunya karena ini menyangkut juga keluhan keseharian, tidak hanya pengusaha. Pengusaha saja mengeluh, apalagi masyarakat. Tidak pernah menikmati penerangan jalan karena enggak pernah lewat jalan raya, setiap bulan suruh bayar penerangan jalan, bahasa sederhananya kan, seperti itu.

Begini, Pak Refly, kalau saya tambahkan mengenai legal standing, ya. Bisa tidak dari Pemohon atau kuasanya ini kemudian menegaskan bahwa apakah setiap pengusaha itu kemudian, khususnya yang berkaitan dengan wajib pajak dalam penerangan jalan ini yang dikenakan sebagai wajib pajak ini secara automatically adalah anggota APINDO? Kalau ya, tentunya barangkali bisa Pak Refly Harun nanti tambahkan perusahan-perusahan apa saja? Itu yang menurut saya kemudian berkolerasi dengan ... secara aktual hak konstitusionalitasnya yang dirugikan. Tapi secara universal, Pak Refly hanya mengangkat APINDO mewakili atas nama perusahaan.

Nah, connecting-nya di mana? Nanti khawatir ini hanya ... apa ... rumah besar ini kemudian seolah-olah menaungi, tapi kan, belum tentu ... itu tadi. Kalau memang itu otomatis bahwa bagian atau keanggotaannya adalah merupakan bagian dari APINDO, nah, perusahan-perusahan apa saja? Mohon kalau bisa ditampilkan di

(11)

permohonan ini bahwa ... apalagi kalau seperti disampaikan Pak Ketua tadi, “...dengan wajib bayarnya setiap bulannya sekian.”

Wah, itu lebih ... anu lagi ... lebih kuat lagi argumen bahwa kerugian konstitusional Pemohon itu APINDO, kemudian sub ... sub unitnya adalah perusahan-perusahaan ini yang secara riil tiap bulan mengalami kerugian.

Saya kira akan lebih ... apa ... lebih tereprentasi begitu, Pak Refly. Seandainya punya data dan punya ... anu ... lebih bagus karena itu untuk menitiktautkan dengan kerugian konstitusional yang Bapak ajukan di legal standing itu.

Kemudian yang kedua tentang ... apa ... tentang posita. Saya sih, sudah tidak ada persoalan. Hanya memang ini kan, tidak bisa terlepas irisannya itu kan, dengan bagaimana nanti konsumen ... bukan konsumen, penikmat penerangan lampu jalan ini kan, di situ juga masyarakat banyak.

Nah, ketika kemudian hanya Bapak inginkan bahwa dibatasi sumber listriknya hanya terbatas hanya PLN punya atau negara punya. Nah, apakah kemudian itu bisa me-cover, mencukupi keperluan-keperluan yang dibutuhkan oleh negara ... eh, kebutuhan-kebutuhan khususnya negara dan masyarakat? Yang kemudian ... apa ... yang kemudian memang menjadikan bahwa di satu sisi ini adalah sebuah kebutuhan yang absolut bahwa memang jalan ini harus ada penerangan dan mau, tidak mau itu diambilkan dari sumber listrik, entah itu PLN punya atau sumber lain, tapi di sisi lain, memang itu kemudian mau, tidak mau kepentingan yang Bapak perjuangkan hari ini adalah tidak berbeda dengan kepentingan masyarakat kebanyakan yang memang kemudian mau, tidak mau nanti akan terdampak itu.

Seandainya dikabulkan, ini seandainya kan, mau tidak mau masyarakat juga terbebas dari itu, kira-kira seperti itu apa tidak? Ya kan? Nah, kemudian akhirnya ada, tidak, kemudian korelasi atau dampaknya dengan kemampuan negara untuk memberikan sebuah kebutuhan penerangan jalan? Yang memang itu bisa kita katakan dalam konteks kekinian, itu adalah kebutuhan primer?

Kalau ... kalau untuk kemajuan saat ini ya karena kebutuhan teknologi dan informasi yang sedemikan pesat tentunya kita tidak bisa hidup dalam sebuah lingkungan yang kemudian ... bagian dari apa ... itu kan unsur kan keamanaan yang sangat mendesak yang tidak bisa jauh dari soal penerangan, yang merupakan bagian dari rambu-rambu orang untuk melakukan sebuah tujuan-tujuan negatif.

Itu kemudian yang ketiga, Pak Refly kalau petitum diminta supaya sumber lain ini dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai sumber sendiri itu apakah tidak complish dengan apa salahnya kalau ini dinyatakan dibuang saja? Kalau toh masih tetap dimaknai itu kan bentuk pengulangan juga sebenarnya, redundant di situ. Sepanjang frasa sumber lain tidak dimaknai terbatas pada tenaga listrik yang bersumber

(12)

dari negara, sedangkan frasa sebelumnya mengatakan sumber sendiri. Bedanya apa? Kan sama itu? Redundant kalau menurut saya, tetapi itu ... itu soal rasa, soal selera Pemohon yang diwakili oleh Pak Refly ya, monggo saja kalau memang, tapi nanti bisa direnungkan kembali apakah itu redundant, apakah malah penegasan barang kali? Kan, semua punya

angle untuk bacaan masing-masing, ya. Mungkin itu saja, Pak Ketua.

Terima kasih.

9. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, Yang Mulia Pak Suhartoyo. Ini sebelum diberikan kesempatan kepada Pemohon atau Kuasanya untuk … apa ... kalau ada yang dirasa perlu, ini kan, Saudara Refly Harun kan, sudah Advokat, mestinya datang ke sini pakai baju Advokat juga kayak temannya yang di sebelah gitu. Nah, kan begitu Advokat kalau masuk ke sini, pakai Advokat, gitu pakaian Advokat. Kan, enggak ada salahnya, sama hitam-hitam juga begitu. Silakan, kalau ada … apa namanya ... hal-hal penting yang mau disampaikan terkait dengan saran-saran yang dikemukan oleh Majelis Panel tadi dipersilakan.

10. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Yang tadi belum, Yang Mulia. Yang

menarik dari Yang Mulia Pak Suhartoyo, begini, Yang Mulia, kami justru dengan adanya permohonan ini, ini kan, sebenarnya pajak penerangan jalan ini disinsentif bagi mereka yang mau membangkit listrik sendiri. Misalnya, di sebuah daerah itu katakanlah pasokan tenaga listriknya kurang, maka kemudian pengusaha di situ membangkit sendiri listriknya. Nah, dalam membangkit listrik sendiri itu tidak semua listrik itu dipakai untuk produksi, dipakai juga untuk penerangan jalan yang bisa dinikmati masyarakat lain.

Nah, anehnya ketika kemudian pengusaha pembangkit listrik itu

berbaik hati untuk menerangi jalan untuk masyarakat di sekitar situ malah kena pajak. Kalau begitu kan, akhirnya kan, pengusaha berpikir, “Ya, kalau begitu kita tidak usah membangkit saja, gitu. Atau, “Kita tidak usah pakai listrik banyak-banyak karena kalau semakin banyak listrik kita bangkit dan semakin banyak kita pakai, makin besar pajak penerangan jalannya, padahal itu listrik kita sendiri yang kita pakai untuk menerangi jalan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat juga.” Begitu, Yang Mulia. Nah, yang terakhir barangkali yang ... yang dua lagi, mengenai dampaknya. Dampaknya adalah kalau itu misalnya dihapuskan, Yang Mulia, maka sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan masyarakat. Mungkin sumber pendapatan pemerintah daerahnya pasti berkurang secara signifikan, tapi kan, mereka bisa mengenakan pajak

(13)

lain. Kalau misalnya produktivitas meningkat, maka kemudian kan, pajak barangnya yang akan meningkat.

Nah, itu pajak barang itulah yang kemudian ... yang kemudian bisa dikenakan, tetapi untuk listriknya sendiri kalau digunakan untuk faktor produktif itu ... itu justru akan mendorong produktivitas, kami menganggap. Dan yang akan ... yang akan pengaruhnya hanya pada pengusaha yang bersangkutan saja, Yang Mulia. Jadi, masyarakatnya tidak. Sebenarnya kami kemarin mau ekstrem, yaitu kami mau minta dihapuskan semua pajak penerangan jalan ini karena tidak sesuai definisinya. Kan, tadi dikatakan pajak penerangan jalan harus ada penerangan yang dibuat oleh pemerintah di situ. Ini banyak di daerah yang tidak ada penerangan jalan oleh pemerintah karena pajak juga, tapi kami akhirnya mengatakan, “Ya sudahlah, sepanjang kami pakai listrik pemerintah, kami mau kena pajak penerangan jalan, tapi syaratnya untuk kegiatan yang sifatnya nonproduktif misalnya menerangi dan lain sebagainya, kita mengkonsumsi untuk kegiatan nonproduktif, itu Yang Mulia.

Kemudian mengenai yang tadi sumber lain, Yang Mulia, pajak penerangan jalan itu kan dibagi dua, yaitu yang dibangkit sendiri dan sumber lain. Nah yang dibangkit sendiri itu kita minta mau dihapuskan karena kita kok, membangkit sendiri, malah kita berpartisipasi di dalam pembangunan, tapi malah kena pajak, akhirnya kan, orang berpikir lebih baik enggak usah membangkit.

Nah, mengenai sumber lain kita ingin ada limitasi, jangan sampai kemudian sumber lain itu dimaknai macam-macam karena kalau kita tidak membangkit bisa juga kita membeli dari sumber lain. Misalnya ada ... apa ... ada perusahaan yang membangkit lalu kemudian digunakan oleh anak perusahaan misalnya, seperti itu.

Nah, jangan sampai kemudian karena sumber lain itu tidak dibatasi PLN sehingga semua kena pajak. Kami hanya ingin mengatakan bahwa kalau kami memakai listrik dari negara, mengonsumsi listrik dari negara, wajar kalau kena pajak. Sepanjang itu untuk hal-hal yang tidak produktif, tapi untuk hal yang produktif, kami minta intensif agar tidak dikenakan pajak karena itu akan me-trigger produksi barang terutama. Begitu, Yang Mulia.

11. KETUA: SALDI ISRA

Silakan, Pak Suhartoyo.

12. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Sedikit, ya, Pak Refly, ya. Bapak bisa tunjukkan mungkin sebuah rujukan apakah setiap swasta ketika membangun sebuah pembangkit itu kemudian ada kewajiban bahwa dia juga harus menyantuni suplai-suplai

(14)

listrik yang dibutuhkan pada wilayah itu? Artinya, kewajiban untuk itu? Apakah murni bahwa itu hak yang sifatnya privat yang memang terserah saja, kalau mau volunteer ya silakan, tapi kalau tidak apa kemudian negara, baik pemerintah bisa kemudian ... nah, itu yang ... yang sepertinya ada ... ini mau berbuat baik kok, kemudian malah dikenakan pajak itu kan, aneh itu.

Tapi satu hal yang lebih agak ke hulu, Pak Refly, ya. Ini ada, tidak dimensinya dengan daerah yang akan membangun pembangkit? Karena kalau itu ada ... sudah ada beberapa putusan MK, coba Pak Refly juga nanti titik tautkan nanti, jangan Bapak terbentur di sana bahwa tidak semua daerah juga kemudian boleh membangun pembangkit kan, Pak. Kan, itulah sudah beberapa permohonan yang Mahkamah tidak sependapat itu karena ya, mungkin daerah-daerah yang mampu mungkin tujuannya bisa bagus, tapi untuk daerah yang tidak mampu artinya makanya ada pemerataan dan itu semua kemudian menjadi kewenangan pusat itu.

Saya belum melihat benang merahnya, ada titik tautnya dengan ... itu tidak. Kalau tidak pun nanti Bapak kesampingkan atau kalaupun boleh ditambahkan dalam permohonan, beri penegasan bahwa yang dimaksud Pemohon adalah bukan pembangkit listrik yang dibangun oleh pemerintah daerah, ada kaitannya dengan itu, tapi adalah murni adalah milik swasta.

Nah kalau milik swasta itu fungsinya untuk apa? Apakah semata-mata untuk usaha produksinya perusahaan yang bersangkutan? Kalau itu, kok kenapa mesti harus ditarik ke jalan-jalan untuk memberi penerangan? Ataukah tidak pun memberi ... apa namanya ... apa namanya ini kalau aliran-aliran listrik ini namanya ... bukan, Prof ... apa ... instalasi, tidak membangun instalasi ke daerah-daerah ... ke jalan-jalan untuk sifatnya kemudian memberikan volunteer kepada masyarakat juga kena pajak? Artinya, itu yang tambah jauh lagi, kan? Sudah tidak memberikan aliran ke anu, malah tetap dikenakan pajak penerangan jalan. Tapi kan, itu mestinya, itu seperti itu yang Pak Refly contohkan tadi lho, masyarakat yang tidak ada penerangan jalan juga dikenakan pajak penerangan jalan itu, apakah juga perusahaan yang bangun listrik, pembangkit listrik, juga dikenakan pajak penerangan jalan? Itu maksudnya, Pak, itu, Pak Refly. Ini memang ... apa ya ... himpitannya agak anu ini agak sensitif itu. Terima kasih, Pak Ketua.

13. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, Pak Suhartoyo. Saudara Pemohon, itu beberapa catatan dari kami Majelis Panel. Silakan Saudara mempertimbangkan mana yang mau dielaborasi lagi, yang mau ditambah, dikurangi, dan segala macam agar kami semakin jelas memahami apa sebetulnya yang Saudara inginkan dari permohonan ini karena dalam memutus kan, kami

(15)

harus memberikan cara pandang yang komprehensif terhadap permohonan-permohonan yang masuk.

Oleh karena itu karena ini baru ... apa namanya ... pemeriksaan pendahuluan, Saudara diberi waktu untuk memperbaiki permohonan dan penyerahan Perbaikan Permohonan itu paling lambat disampaikan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada hari Senin, 30 Oktober 2017, pukul 10.00 WIB, itu batas paling lambat dan kalau bisa lebih cepat juga tidak masalah. Nah, sidang selanjutnya akan diberi tahu kemudian. Ada lagi yang mau disampaikan? Kalau cukup, sidang pemeriksaan pendahuluan dinyatakan selesai dan sidang ditutup.

Jakarta, 17 Oktober 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d.

Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 10.47 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah Program Pengalaman Lapangan Kedua (PPL II) Tahun Akademis 2013/2014 yang berjumlah 43

Dengan keadaan eksisting bahwa balok dan kolom berukuran besar sehingga penggunaan ruang gerak sedikit terbatas, diharapkan dari kelemahan struktur bangunan beton

Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.. Media Pendidikan: Pengertian,

 Oleh karena request antara layer AJAX dan server berupa bagian kecil dari informasi (tidak komplit satu halaman) maka sering digunakan untuk interaksi dengan database

Kesimpulan: Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri umbi bawang dayak yang mengandung senyawa flavonoid terhadap pertumbuhan enterococcus faecalis dan

Dari hasil analisis terhadap beberapa contoh marka grafis yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata di beberapa wilayah kawasan wisata kota Bogor, terdapat kesimpulan akan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap

Berdasarkan nilai ulangan harian akhir siklus pertama dan nilai ulangan harian akhir siklus kedua setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team