• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Ketua Panitia Pelaksana Selaku Chief Rapporteur Dalam Acara Penutupan Pertemuan Nasional AIDS IV Pembukaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Ketua Panitia Pelaksana Selaku Chief Rapporteur Dalam Acara Penutupan Pertemuan Nasional AIDS IV Pembukaan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Laporan Ketua Panitia Pelaksana Selaku Chief Rapporteur

Dalam Acara Penutupan Pertemuan Nasional AIDS IV Hotel Inna Garuda Yogyakarta – Kamis, 6 Oktober 2011

Pertemuan Nasional AIDS IV tanggal 3-6 Oktober 2011 di Jogyakarta telah dilaksanakan melalui serangkaian pertemuan, yang diawali dengan sidang pembukaan kemudian diikuti dengan pleno, simposium, penyajian oral dan poster serta skill building workshop, yang diakhiri dengan sidang penutupan. Laporan ini mencoba merangkum hasil pokok dari sidang pembukaan, pleno dimana pleno 1, yang juga menyampaikan hasil-hasil forum komunitas pra Pernas, langsung diikuti dengan Rakernas KPA, serta berbagai pertemuan lainnya yang dihimpun berdasarkan track. Track tersebut terdiri dari a) Pencegahan HIV melalui Penggunaan Napza Suntik, b) Pencegahan Penularan HIV Melalui Transmisi Seksual, c) Perawatan, Dukungan dan Pengobatan untuk HIV, termasuk upaya Penguatan Sistem Kesehatan dan Penelitian Biomedis, dan d) Pencegahan HIV dan Mitigasi Dampak pada Masyarakat Umum.

Pembukaan

Sesuai dengan tema besar Pernas AIDS IV, yaitu ’Pertemuan Pembahasan Kemajuan dan Tantangan Penanggulangan AIDS Nasional Dalam Mencapai Target MDG untuk HIV dan AIDS Tahun 2015’, Menkokesra selaku Ketua KPAN dalam pidato pembukaan menyampaikan sejumlah kemajuan upaya penanggulangan AIDS dalam kurun waktu 2006 – 2011 sejak Perpres 75/2006. Disebutkan antara lain bahwa dalam rangka pencapaian Akses Universal dan Tujuan Pembangunan Milenium, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan tujuan milenium tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 dan 2010-2014, Rencana Kerja Program Tahunan serta dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sasaran Tujuan Pembangunan Milenium itu telah pula dituangkan dalam Inpres 3/2010, yang meminta keterlibatan dan kerja sama semua pihak, yaitu pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, serta masyarakat luas.

Dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2006, banyak kemajuan diraih, seperti makin banyak layanan kesehatan dasar yang telah membuka konseling dan tes HIV. Makin banyak rumah sakit yang siap melayani pengobatan dan perawatan AIDS, begitu pula obat anti retroviral telah disediakan pemerintah secara cuma-cuma. Program pengurangan dampak buruk dari penggunaan napza suntik mulai menunjukkan keberhasilan. Makin banyak sektor pemerintah yang terlibat, dan yang lebih penting adalah makin tingginya kepedulian masyarakat. Untuk koordinasi penanggulangan AIDS, saat ini telah dibentuk KPA di 33 provinsi dan 172 kabupaten/kota, sehingga program dapat dilakukan serentak di seluruh provinsi, dari Aceh hingga Papua.

(2)

2 Dalam lima tahun terakhir ini, telah terwadahi jaringan-jaringan populasi kunci dalam rangka penanggulangan AIDS, yaitu Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia, Perkumpulan Korban Napza Indonesia, Gaya Warna Lentera Indonesia, dan Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia. Ini semua mewakili kelompok perempuan positif, pekerja seks, gay, waria dan LSL lainnya, pengguna napza suntik, serta orang yang terinfeksi HIV.

Lebih rinci kemajuan penanggulangan AIDS dapat dilihat dalam buku yang dibagikan kepada peserta, yaitu Rangkuman Eksekutif ’Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006-2011’. Buku ini menyampaikan antara lain kemajuan mobilisasi dana dalam negeri, upaya penanggulangan yang sudah bersifat komprehensif, adanya prioritas yang berfokus pada pencegahan, adanya keberhasilan pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik, perkembangan baru dalam pencegahan HIV melalui transmisi seksual, kemajuan dukungan perawatan dan pengobatan, berkembangnya kelompok dukungan sebaya untuk ODHA, menguatnya manajemen penanggulangan AIDS serta berkembangnya kemitraan dalam negeri dan luar negeri.

Pleno 1

Dalam pleno 1, Menkes dan Mendagri masing-masing selaku Wakil Ketua KPAN menyampaikan sejumlah isu strategis yang harus ditangani sampai dengan tahun 2014/2015, yang juga mendapat tanggapan dari para peserta Rakernas KPA.

Menteri Kesehatan terutama menyampaikan isu mengenai masih rendahnya pengetahuan remaja, rendahnya penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko, masih adanya stigma dan diskriminasi, serta rendahnya cakupan PMTCT. Disampaikan pula perlunya program HIV-AIDS dan IMS di Lapas, daerah perbatasan, daerah sulit dan terpencil, serta ke depan masih perlunya peningkatan kinerja program Harm Reduction.

Menteri Dalam Negeri, yang diwakili oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, menyampaikan bahwa sesungguhnya dukungan peraturan sudah cukup tersedia, namun diperlukan komitmen Bupati/Walikota dan DPRD untuk peningkatan anggaran dana penanggulangan AIDS. Disampaikan pula sejumlah isu perlunya penguatan KPA Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mampu melibatkan lintas sektor, dimana diharapkan pencegahan HIV di Lapas mampu melibatkan Kantor Hukum dan HAM Kab/Kota, Dinas Kesehatan, KPA Kab/Kota. Pencegahan HIV di hotel-hotel dan tempat hiburan perlu melibatkan Dinas Pariwisata, Satpol PP, Dinas Kesehatan, dan KPA Kab/Kota. Pencegahan tempat-tempat berisiko tinggi, seperti pertambangan, pelabuhan, terminal, dll melibatkan Dinas Pertambangan, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kesehatan. Perlunya sarana prasarana olah raga dan rekreasi untuk menyalurkan aktifitas positif.

(3)

3 Pada akhir pleno 1 disampaikan beberapa hasil pertemuan forum komunitas yang telah dilaksanakan sebelum Pernas, yaitu: Perlunya penegakan prinsip good governance KPA sekaligus penganggaran responsif gender. Mencabut perda yang mendiskriminasi dan mengkriminalkan komunitas kunci. Perlunya komitmen meningkatkan APBN dan APBD untuk penanggulangan AIDS, termasuk jaminan kesehatan ODHA. Menciptakan skema pendanaan obat-obatan esensial dari APBN untuk menjamin distribusi ARV. Memasukkan HIV dan AIDS dalam pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual komprehensif yg masuk dalam kurikulum sekolah dan pendidikan non sekolah, disertai dengan layanan kesehatan reproduksi dan seksual ramah remaja dan perempuan.

Pleno 2

Pleno 2 pada dasarnya membahas intervensi struktural dan Harm Reduction, dan beberapa pokok yang disampaikan di sini adalah sbb:

• Dalam SRAN 2010-2014 telah disampaikan salah satu strategi dengan pendekatan intervensi structural, untuk mendorong masuk penanggulangan AIDS ke dalam sistem pembangunan nasional.

• Mengantisipasi pembangunan ke depan yang berskala besar sampai dengan tahun 2025, telah dirancang suatu upaya Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) yang bersifat paripurna.

• Menghadapi tingginya penggunaan napza dimana jangkauan layanannya yang masih rendah, perlu ada kerja sama yang erat antara KPA dan BNN, dalam kerangka ‘getting to zero’ yang bersinergi dengan Indonesia bebas narkoba tahun 2015.

• Meningkatnya penggunaan napza ATS (Amphetamine Type Stimulant) harus diwaspadai bahwa ini berdampak terhadap peningkatan penularan HIV.

• Masih perlu dilakukan upaya peningkatan efektifitas dan keberlanjutan Harm Reduction.

Pleno 3

Pleno 3 pada dasarnya membahas hak dan tanggung jawab sehat serta positive

prevention, dimana beberapa pokok yang disampaikan adalah sbb:

• Tantangan pada upaya positive prevention, antara lain perlunya ketersediaan pemeriksaan CD4 di layanan untuk monitoring dan inisiasi pengobatan, perlu penguatan seluruh elemen pencegahan, seperti keterkaitan pencegahan dan pengobatan, TB, KIA, Kesehatan Reproduksi, IMS, HR.

• Paradigma baru konseling tes HIV untuk ‘getting to zero’, adalah dengan cara membuka peluang yang luas untuk tes mulai dari VCT, PITC, informed consent dan tes rutin, untuk mendapat jumlah orang terinfeksi yang besar, yang kemudian mereka mendapat pengobatan lebih awal.

(4)

4 • Tantangan pada mitigasi dampak pada anak dan keluarga, adalah perlunya kebijakan komprehensif sampai dengan implementasi ke daerah, perluasan layanan ARV anak, dan peningkatan cakupan dan kualitas program PMTCT.

• Untuk dapat menjalankan positive prevention, ODHA harus dapat menerima keadaan diri sendiri, untuk dapat memulai dari diri sendiri pula untuk hal-hal yang positif dan produktif.

Pleno 4

Pleno 4 membahas langkah-langkah upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia di masa mendatang, dengan beberapa pokok pikiran yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Telah terjadi peningkatan alokasi dana domestik (APBN, APBD) setelah terbitnya Perpres 75/2006 dan Permendagri 20/2007. Namun jumlahnya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dana program penanggulangan HIV dan AIDS.

 Tantangan mobilisasi dana sampai dengan tahun 2014 adalah agar kabupaten/kota prioritas (173) mampu mandiri mendanai program AIDS – terutama pencegahan. Perlu adanya peningkatan peran swasta (melalui ‘Public Private Partnership’).

 HIV dan AIDS dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional. Studi menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 2-4% akibat HIV-AIDS (Dixon et al, 2001). Upaya program mitigasi dampak: Meningkatkan cakupan jaminan kesehatan dan jaminan sosial lainnya, meningkatkan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah, menyediakan bantuan usaha ekonomi mikro untuk ODHA dan kelompok kunci, meningkatkan pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan melakukan pendekatan /rekayasa kultural, terutama untuk Papua.

 Program pencegahan HIV dan AIDS ke depan perlu lebih berpihak kepada perempuan, remaja dan buruh migran.

 Upaya penanggulangan HIV dan AIDS perlu melibatkan para pemangku kepentingan dari kalangan legislatif.

 Meningkatkan efektivitas peraturan-peraturan daerah untuk menjamin efektivitas dan keberlanjutan program penanggulangan HIV dan AIDS di daerah.

(5)

5 TRACK A : Pencegahan HIV melalui Penggunaan Napza Suntik

Fokus utama pencegahan penularan HIV pada pengguna napza suntik adalah peningkatan dan perluasan upaya pencegahan untuk pengguna narkoba suntik (penasun) dan warga binaan pemasyarakatan (WBP) melalui program pengurangan dampak buruk secara komprehensif yang meliputi program penukaran alat suntik, terapi rumatan metadon, layanan rujukan ke VCT dan layanan kesehatan lainnya untuk pengobatan seperti Hepatitis C dan terapi pemulihan adiksi.

Prioritas pembahasan Track A adalah sbb:

 Kajian mengenai keberhasilan, tantangan dan cost-effectiveness dari berbagai komponen program HR yang terpadu dalam mengurangi risiko penularan di berbagai komunitas dan dampaknya terhadap perencanaan lokal maupun nasional untuk mengurangi infeksi HIV dan AIDS.

 Kajian mengenai dampak pemberdayaan populasi kunci dan penguatan sistemik dari pelaksanaan program HR pada organisasi komunitas sipil dan sistem pelayanan di masyarakat – baik pada sektor kesehatan – termasuk dalam lingkungan yang dibatasi seperti penjara, kesejahteraan sosial, pendidikan masyarakat, terhadap keberhasilan dan atau tantangan program HR serta kerentanaan akibat ketidaksetaraan gender di kalangan penasun.

 Kajian mengenai hambatan dan atau dukungan pada program HR di tataran struktural, yaitu pada norma dan struktur masyarakat, peraturan dan perundang-undangan serta mekanismenya, kebijakan anggaran pemerintah lokal dan nasional, dan secara konstruktif menemukan atau memperoleh pelajaran mengenai bagaimana mengatasi hambatan tersebut.

Rekomendasi Pernas AIDS IV:

 Peningkatan Kerjasama KPAN dan BNN dalam kerangka ‘getting to zero’ yang bersinergi dengan Indonesia Bebas Narkoba 2015.

 Dengan dikeluarkannya UU No. 35 Th. 2009, penegak hukum harus lebih konsisten dalam mengedepankan proses diversi untuk perawatan rehabilitasi bagi pengguna narkotika. Pencabutan kategori kasus Narkotika sebagai extraordinary-crime perlu menjadi agenda yang diperhatikan dalam bidang kebijakan

 Instrumen Hukum yang mengatur persoalan Narkotika harus mampu mengejar peningkatan trend pembuatan zat-zat adiktif sintetik.

 Pengembangan intervensi khusus pada penggunaan napza ATS (Amphetamine Type Stimulants) dan dampaknya terhadap penularan HIV.

 Kerjasama sistem peradilan dibutuhkan mulai dari Kejaksaan hingga pemasyarakatan untuk memastikan hak kesehatan WBP sejak dari penangkapan terjamin. Warga

(6)

6 Binaan di Penjara (WBP) harus mendapatkan layanan kesehatan yang diinisiasi di dalam LAPAS (Metadone, ARV, dsb), termasuk layanan kesehatan bagi pengguna napza suntik. Secara khusus, diperlukan kebijakan untuk kasus narkotika pada anak dan kebijakan yang memenuhi kesetaraan Gender

 Dibutuhkan Peningkatan Efektivitas dan keberlanjutan Program Harm Reduction  Pendekatan dalam pencegahan perlu mendukung pembinaan dan integrasi Penasun

dalam masyarakat

TRACK B : Pencegahan Penularan HIV Melalui Transmisi Seksual

Fokus utama pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual adalah perluasan dan peningkatan intervensi efektif untuk menahan laju penyebaran infeksi HIV yang terjadi melalui hubungan seksual berisiko di masyarakat, khususnya di populasi kunci. Maka, upaya dan strategi pengendalian penularan HIV melalui jalur hubungan seks yang tidak aman perlu diperhatikan. Analisis dalam trak PMTS ini diharapkan menghasilkan rumusan-rumusan pendekatan PMTS yang secara efektif dan berkelanjutan menyumbang pada tujuan dari Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) 2010-2014 terutama terkait dengan percepatan pencegahan penularan HIV dan AIDS melalui transmisi seksual berdasarkan beragam perspektif termasuk dari epidemiologi sampai budaya.

Prioritas pembahasan Track B adalah sbb:

 Kajian mengenai keberhasilan, tantangan dan cost-effectiveness dari berbagai komponen PMTS terpadu dalam mengurangi resiko penularan dan dampaknya terhadap perencanaan lokal maupun nasional untuk mengurangi infeksi HIV dan AIDS. Kajian ini antara lain termasuk pendekatan intervensi struktural terhadap lingkungan/tatanan fisik, sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, budaya dan peraturan perundangan untuk mendukung upaya penanggulangan HIV dan AIDS sehingga lebih efektif: program Penguatan Pemangku Kepentingan di Lokasi dengan resiko penularan HIV yang tinggi; Program Komunikasi Perubahan Perilaku, Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, serta Pengobatan IMS di Puskesmas. Kajian lain adalah PMTS dengan dampak terhadap kelompok rentan lain seperti keluarga, buruh migran dll.

 Kajian mengenai hambatan dan atau dukungan pada PMTS di tataran struktural, yaitu pada norma dan struktur masyarakat, peraturan dan perundang-undangan serta mekanismenya, kebijakan anggaran pemerintah lokal dan nasional, dan secara konstruktif menemukan atau memperoleh pelajaran mengenai bagaimana mengatasi hambatan tersebut. Track ini juga terbuka untuk kajian mengenai ketimpangan dan ketidakadilan hubungan sosial pekerja seks yang menjadi tantangan upaya penanggulangan HIV dan AIDS (e.g. industri seks dan posisi pekerja seks dalam struktur hukum dan sosial-budaya Indonesia); kajian mengenai

(7)

7 pemberdayaan pekerja seks untuk meningkatkan kemandirian dalam membuat keputusan terkait pekerjaannya dan masyarakat yang terdampak prostitusi,; serta juga kajian mengenai seksualitas termasuk mengenai norma-norma yang dibangun atas pemahaman yang seragam terhadap seksualitas sehingga mengakibatkan tantangan stigma dan diskriminasi terhadapo populasi tertentu dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS.

 Bagi kelompok GWL, trak ini terbuka bagi tulisan mengenai norma-norma yang dibangun atas pemahaman yang seragam terhadap seksualitas sehingga mengakibatkan tidak diterimanya identitas seksualitas yang berbeda dengan pandangan tersebut serta dampak dan tantangan terhadap upaya penanggulangan HIV di kelompok GWL dan lesbian.

Rekomendasi Pernas AIDS IV:

 Peningkatan cakupan program Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) yang bersifat paripurna untuk mengantisipasi pembangunan berskala besar hingga 2025, khususnya yang memberikan perhatian kepada

 Dalam implementasi PMTS, selain kebijakan nasional, diperlukan juga pengkajian situasi lokal serta penguatan inisiatif yang telah dibangun masyarakat setempat. Setiap daerah perlu mencari model implementasi Program PMTS yang sesuai dengan konteks daerah

 Peningkatan kualitas layanan kesehatan seksual, IMS, VCT dan CST yang memiliki pemahaman atas isu keberagaman seksualitas dan gender serta membuat sistem rujukan dengan lembaga komunitas dan kelompok dukungan serta meningkatkan pemahaman “treatmen as prevention” dan pemberdayaan positif pada layanan CST dan orang terinfeksi HIV

Track C : Perawatan, Dukungan & Pengobatan untuk HIV, termasuk upaya Penguatan Sistem Kesehatan dan Hasil Penelitian Biomedis

Fokus utama dari perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS adalah untuk peningkatan kualitas hidup dan kesehatan orang terinfeksi HIV (ODHA) dan untuk pengendalian perkembangan virus HIV serta menahan perkembangan infeksi menjadi AIDS. Termasuk didalamnya adalah peningkatan informasi kepada masyarakat mengenai HIV dan VCT, perluasan layanan VCT dan adanya kolaborasi yang intensif antara penyedia layanan kesehatan dengan LSM dan kelompok-kelompok sasaran.

Prioritas pembahasan Track C adalah sbb:

 Kajian mengenai Penguatan dan pengembangan layanan serta manajemen kesehatan pencegahan dan perawatan serta IO yang kompeten, termasuk penambahan fasilitas dan SDM kesehatan yang dibutuhkan untuk VCT, perawatan,

(8)

8 dukungan dan pengobatan untuk HIV dan AIDS serta Infeksi Oportunistik (IO) dan ko-infeksi di berbagai setting (terbuka, tertutup)

 Kajian klinis medis dengan inovasinya terhadap penanganan medis ODHA

 Kajian mengenai Perawatan berbasis masyarakat dan dukungan bagi ODHA, termasuk dukungan psikologis dan sosial.

 Kajian mengenai Pendidikan dan pelatihan mengenai pengobatan untuk memberdayakan ODHA untuk menangani kesehatan mereka.

Rekomendasi Pernas AIDS IV:

 Perluasan Akses Layanan Pengobatan ARV untuk semakin mendekatkan layanan pengobatan bagi yang mebutuhkan dan mendorong peningkatan kepatuhan minum obat

 Perluasan akses layanan konseling dan testing HIV hingga ke tingkat Puskesmas mulai dari pendekatan VCT/PITC yang informed consent

 Perluasan akses layanan pemeriksaan CD4 untuk monitoring inisiasi pengobatan dan mendukung upaya positive prevention bagi orang dengan HIV

 Perluasan Akses Layanan Pencegahan HIV dari Ibu ke Anak melalui integrasi layanan PMTCT di Layanan KIA dan pemberian pelatihan yang berkelanjutan bagi para pekerja kesehatan terkait.

 Perbaikan manajemen obat ARV untuk menjamin keberlanjutan pengobatan bagi Orang dengan HIV dan Penyediaan obat ARV untuk Anak-anak

 Pengembangan sistem perawatan berkelanjutan (Continuum of Care) serta perbaikan kerjasama program TB dan HIV

 Perluasan Akses Layanan Pemulihan Korban Napza untuk mengurangi dampak buruk penularan HIV di kalangan pengguna Napza suntik melalui peningkatan akses layanan methadone (PTRM)

TRACK D : Pencegahan HIV dan Mitigasi Dampak pada Masyarakat Umum

Status epidemi HIV di Indonesia saat ini masih terkonsentrasi pada populasi paling berisiko kecuali di Papua yang telah mulai masuk ke populasi umum. Namun perhatian terhadap upaya pencegahan penyebaran epidemi HIV dan AIDS dalam populasi umum serta mitigasi dampak epidemi tetap perlu mendapatkan perhatian khusus.

Prioritas pembahasan dalam Track D adalah sbb:

 Kajian mengenai upaya yang telah dilakukan, tantangan dan dampak epidemi terhadap beberapa kelompok dalam populasi umum yang rentan terhadap infeksi HIV karena posisi tawar yang rendah dalam struktur masyarakat seperti anak, remaja, perempuan, buruh migran dan atau pekerja sektor tertentu yang mobile dan sering terpisah dari keluarga intinya karena tuntutan pekerjaan.

(9)

9  Kajian mengenai upaya yang telah dilakukan, keberhasilan, cost-effectiveness dan rekomendasi untuk memanfaatkan kemitraan bersama media massa dan atau media internet dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia  Kajian mengenai mitigasi dampak sosial dan ekonomi dari HIV dan AIDS. Hal-hal yang

perlu mendapat perhatian misalnya: peranan dan masalah ganda perempuan sebagai caregiver yang terinfeksi HIV, kebutuhan dan masalah khusus perempuan di kesehatan reproduksi, stigma dan diskriminasi, masalah pekerjaan dan ekonomi akibat dari dampak status HIV atau karena ditinggal pasangannya sebagai pencari nafkah utama, akses dan layanan kesehatan khusus untuk anak, penanganan buruh migran yang terinfeksi HIV, hak pekerja yang terinfeksi HIV, Jamkesmas dan Asuransi, Penanganan remaja yang terinfeksi HIV.

Rekomendasi Pernas AIDS IV:

 Tantangan pada mitigasi dampak pada anak dan keluarga adalah perlunya kebijakan komprehensif dengan perluasan layanan ARV anak dan peningkatan program PMTCT  Pemerintah merevitalisasi program untuk meningkatkan jumlah remaja yang akses

ke layanan ramah remaja, termasuk mereka yang membutuhkan layanan kondom, kehamilan tak diinginkan dan penggunaan napza.

 Perlu peningkatan pemberdayaan daerah termasuk desa dan tempat terpencil dalam penanggulangan AIDS, melalui kerjasama antar pihak, termasuk dengan sektor swasta.

 Dibutuhkan strategi komunikasi yang mampu mengakomodasi variasi karakteristik target pendengar, termasuk radio komunitas, forum komunikasi, seni budaya dan berbagai media yang memperhatikan kearifan lokal.

 Perlu upaya intensif untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai HIV dan AIDS, untuk dapat mengurangi stigma dan diskriminasi.

 Beberapa daerah menunjukkan peningkatan dukungan pemerintah dalam penanggulangan AIDS dan belajar advokasi dari daerah lain dapat membantu daerah untuk belajar menghadapi pemangku kepentingan dalam advokasi perencanaan dan penganggaran.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) latar belakang terjadinya upacara tradisional Susuk Wangan; (2) nilai pendidikan yang terdapat

Terlihat pada grafik, temperatur terendah yang dapat dicapai adah 25 o C, ini adalah temperatur terendah yang dapat dicapai dari semua variasi pengujian alat direct evaporative

Dari permasalahan diatas, kami selaku penulis PKM PENGABDIAN MASYARAKAT berharap dengan adanya perpustakaan tersebut, para anak yatim dan dhuafa mempunyai semangat yang

penyapuan areal yang rendah tersebut memberikan arti bahwa dengan harga mobility ratio yang besar maka hanya sebagian areal reservoir saja yang tersapu oleh air pada saat

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa metabolit yang dihasilkan oleh isolat fungi endofit FEF2 dan bakteri endofit BEF1 memiliki aktivitas antimikroba.. Hal

Beberapa jenis spons kelas Demospongiae memiliki distribusi yang luas yaitu pada habitat padang lamun di rataan terumbu hingga habitat terumbu karang pada kedalaman 7 meter hingga

Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain.

Kriteria kelulusan peserta didik dari Ujian Pendidikan Kesetaraan untuk semua mata pelajaran ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi.. Kelulusan peserta didik dari