Kontrak Belajar
Sistem Penilaian
Aspek Penilaian Prosentase
Ujian Akhir Semester 35 %
Ujian Tengah Semester 35 %
Tugas Mandiri 20 %
Partisipasi di Kelas 10 %
1. Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia;
2. Pancasila sebagai Sistem Filsafat;
3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa;
4. Pancasila sebagai Dasar Negara;
5. Pancasila sebagai Sistem Etika;
6. Pancasila sebagai Dasar Nilai
Tidak ada bangsa yang dapat mencapai
kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika tidak sesuatu yang
dipercayainya itu memiliki dimensi moral guna menopang peradaban. (John Gardner:1992)
Para pendiri bangsa Indonesia sadar bahwa
mendirikan sebuah bangsa perlu pedoman hidup. Mereka sangat sadar bahwa negara-bangsa yang akan mereka bentuk memerlukan sebuah
Fase konseptualisasi Pancasila:
1. Fase pembuahan: dimulai pada 1920-an dalam
bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antarideologi dan gerakan, seiring
dengan proses “penemuan” Indonesia;
2. Fase Perumusan: masa persidangan pertama
BPUPK, Panitia Sembilan, hingga hingga perumusan Piagam Jakarta.
3. Fase Pengesahan: mulai sejak 18 Agustus 1945
yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.
Proses perumusan Pancasila bukan proses
yang tiba-tiba; melainkan memerlukan suatu proses perenungan mendalam (refleksi) dari para pendiri negara (Kaelan, 2008: 38-44).
Pancasila sebagai pandangan hidup berakar
a. Masyakarat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad
pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh
Kristen.
b. Sebelum pengaruh agama-agama datang, masyarakat nusantara telah bersikap religius-spiritual yang kita kenal dengan penganut animisme dan dinamisme;
c. Penguasa menghormati otoritas kegamaan sebagai bagian dari ketundukannya kepada Tuhan;
Kerajan Kutai: ditemukan nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk kenduri untuk keselamatan raja dan sedekah kepada para Brahmana. (Kaelan, 2000: 29). Terdapat nilai integrasi sosial,
kebersamaan dan nilai ketuhanan.
Kerajaan Sriwijaya: Perdagangan sampai ke negeri seberang. Menjalin kerjasama ekonomi dan politik antara bangsa untuk kemaslahatan bersama (nilai internasionalisme)
Kerajaan Majapahit: Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kerajaan Kerajaan Islam: Menolak stratifikasi kasta di
Penjajah tidak hanya memasuki otoritas
kekuasaan politik dan ekonomi, namun juga aspek teritori wilayah, sehingga perlawanan terpecah;
Perlawanan Kerajaan Demak, Kerajaan Aceh,
Rakyat Ternate, Kerajaan Mataram, dll.
Politik etis: Irigasi, Migrasi dan Edukasi.
Pembentukan Perhimpunan Indonesia (1924),
menyemai semangat nasionalime untuk Indonesia merdeka berdasar 4 prinsip,
persatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan kemandirian.
Tan Malaka menulis Naar de Republik
Indonesia (menuju republik Indonesia merdeka), semangat nasionalisme.
Tjokroaminoto, pemimpin Sarikat Islam (SI)—
mengkonsepsikan sintesis antara Islam, sosialisme, dan demokrasi.
Soekarno (1926) menulis esai berjudul:
Momentum kebangsaan Sumpah Pemuda (28 Oktober
1928), menyatukan berbagai elemen kebangsaan dengan berbagai latar perbedaan menuju kesatuan
tanah air dan bangsa dengan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Perumusan dasar falsafah negara (philosofische
grondslag):
a. Pendirian BPUPK
b. Persidangan pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni 1945).
Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPK meminta
Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Soekarno (1 Juni 1945)
1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; 5. Kesejahteraan
5. Semangat Gotong Royong (Keadilan Sosial)
(Tukiran Taniredjo, dkk: 12) 3. Mufakat atau
demokrasi 4. Kesejahteraan
sosial
Soekarno memberi nama Pancasila.
“Dasar-dasar negara telah saya usulkan. Bilanganya lima. Inikah panca dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membahas dasar...
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya
Usulan prinsip yang disampaikan oleh M. Yamin dan Soepomo masih belum mendekati apa yang dimaksud dengan “dasar falsafah” (Yudi Latief: 2011:12)
Usulan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 juga masih sebatas usulan bersifat pribadi.
BPUPK membentuk panitia kecil untuk menampung
usul-usul yang masuk dan melaporkan kepada sidang pleno BPUPK. Panitia kecil dipimpin
Soekarno.
Soekarno secara tidak resmi membentuk “panitia
Hasil “panitia sembilan” dilaporkan pada
persidangan kedua BPUPK (10-17 Juli 1945); Mendapatkan respon terkait pencatuman tujuh
kata anak kalimat sila pertama “dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Persidangan kedua BPUPK membentuk beberapa panitia kecil: panitia perancang hukum dasar, panitian perancang keuangan dan ekonomi dan panitia perancang pembelaan tanah air;
Jadi pada sidang kedua tersusun rancangan UUD, terdiri dari: dasar negara (Pancasila) dalam
Kemudian pada12 Agustus 1945 dibentuk
PPKI untuk mempercepat persiapan terakhir pembentukan pemerintahan Indonesia
merdeka dan menetapkan konstitusi.
Pertemuan pertama PPKI pada 18 Agustus
1945,setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia17 Agustus 1945:
a. Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden RI;
b. Menyetujui naskah Piagam Jakarta sebagai
pembukaan UUD 1945 dengan
penghapusan “tujuh kata”, bagian kalimat
Pemberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Undang-Undang Dasar Semenetara 1950;
Pasal 134 UUDS 1950, Konstituente ditugaskan untuk membentuk UUD baru.
Mulai muncul silang-pendapat yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila;
Perdebatan di konstituante: Piagam Jakarta atau Pancasila yang disahkan 18 Agustus 1945, hasilnya mengalami
kebuntuan.
Dekrit 5 Juli 1959: Pembubaran konstituante, UUD 1945 kembali berlaku, pembentukan MPRS.
Soekarno menafsirkan Pancasila sebagai kesatuan paham dan doktrin“Manipol/USDEK” untuk menyatukan
fragmentasi ideologi di masyarakat yang terbelah dalam kubu Nasionalis, Islam, dan Komunis. (TAP MPRS No.
Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”.
Menurut Soeharto, perdebatan soal pancasila telah menghabiskan energi bangsa dan harus segera diakhiri. Selanjutnya, saatnya bangsa mengamalkan pancasila dan bukan
memperdebatkannya.
Soeharto meninjau TAP MPRS No. I/MPRS/1960 dan UU 22/1961 tentang Perguruan Tinggi
Karena kekhawatiran perbedaan berlarut-larut terkait pancasila, Soeharto pada 13 April 1968 menetapkan Inpres no.12/1968 yang membakukan susunan dan kata-kata dalam Pancasila;
Untuk melaksanakan Pancasila “secara murni dan
konsekuen”, pada 22 Maret 1978 ditetapkan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila;
Namun, obsesi Soeharto akan terciptanya stabilitas politik membuatnya sangat mencurigai berbagai pandangan dan ideologi organisasi maupun
kelompok masyarakat;
Di depan sidang DPR 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto secara resmi mengajukan konsepsi
Pada saat orde baru berkuasa, Pancasila
merupakan seperangkat ideologi untuk
menopang kekuasaan rezim yang otoriter.
Anggota, tokoh, maupun organisasi yang
Di era reformasi, dilakukan amandemen UUD 1945, dengan persyaratan antara lain: tidak mengubah
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Amandemen UUD 1945 mengatur lebih lengkap hak asasi manusia dibandingkan sebelum amandemen; Meluasnya jaminan hak-hak asasi manusia melalui
pasal-pasal di dalam UUD 1945 merupakan kemajuan dalam membangun pondasi hukum bernegara;
Namun di satu sisi, masyarakat masih mengalami
Adanya stigma negatif terhadap Pancasila
mengakibatkan memudarnya nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
Di sisi yang lain, Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara harus tetap dipertahankan.
Untuk itu, diperlukan upaya untuk memahami
kembali cita-cita bangsa yang dicerminkan di dalam Pancasila;
Keberadaan nilai-nilai Pancasila perlu terus
dibina, dikembangkan dan dilestarikan.