• Tidak ada hasil yang ditemukan

52133049 andragogi 3 id. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "52133049 andragogi 3 id. doc"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendahuluan

Ada dua aliran inkuiri yang menjadi landasan teori belajar dan mengajar orang dewasa yaitu “scientific stream”, dan “artistic atau intuitive/reflective stream”. Aliran “Scientific” adalah menggali atau menemukan teori baru tentang belajar orang dewasa melalui penelitian dan eksperimen.

Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instiusi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C Lindeman dalam penerbitannya “The Meaning of Adult Education” pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh ahli filsafat pendidikan John Dewey.

Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa ialah “Pengalaman Peserta”. Jika pendidikan adalah kehidupan, maka kehidupan adalah juga pendidikan. Baginya, pengalaman

merupakan buku teks yang hidup bagi peserta didik orang dewasa. Lindeman mengidentifikasikan beberapa asumsi kunci tentang peserta didik (pebelajar) orang dewasa yang didukung oleh riset dan menjadi fondasi teori belajar orang dewasa modern yaitu sebagai berikut:

1. Pebelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan

kepuasan.

2. Orientasi pebelajar orang dewasa ialah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pelajaran sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan “subject matter”.

3. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pemelajaran orang dewasa, sehingga metode pemelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning)

(2)

learning), sehingga peran guru sebagai instruktur

5. Perbedaan diantara pebelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.

Isu tentang pendidikan orang dewasa:

1. Apakah tujuan pendidikan orang dewasa?

2. Apakah hubungan antara isi dan metoda pemelajaran untuk orang dewasa?

3. Apakah interes individu mempengaruhi isi kurikulum pendidikan orang dewasa, atau apakah masyarakat yang menentukannya?

4. Apakah implikasi dari teori-teori yang berbeda, atau sifat manusia dan masyarakat terhadap perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan orang dewasa?

Peserta pelatihan orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah:

1. Mereka yang berperilaku sebagai orang dewasa – ialah orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa, dan

2. Mereka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa.

Mereka (pebelajar) yang dianggap dewasa menurut criteria No.1, ialah seseorang yang secara sosial telah berperan sebagai orang dewasa seperti pekerja, suami-istri, orangtua, warga masyarakat yang

(3)

Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh Professor T.T Ten Have pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar “Science of Andragogy”. Andragogy yang berarti “The art and science of helping adults learn” didasarkan oleh temuan-temuan sebelumnya yaitu atas dasar keunikan dan karakteristik orang dewasa belajar yaitu mereka akan belajar dengan baik bila setting/iklimnya informal,

nyaman, fleksibel dan tidak terancam.

Dalam model pedagogi, guru mengambil tanggung jawab untuk membuat semua keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana bahan-bahan tersebut dipelajari, kapan dipelajari dan bagaimana cara menilainya. Itu semua disebut pendidikan yang diarahkan oleh guru, dengan asumsi: bahwa kebutuhan untuk tahu, konsep diri peserta didik, peranan pengalaman, kesiapan belajar, orientasi untuk belajar dan motivasi dipengaruhi lebih banyak oleh factor yang berasal dari luar/eksternal.

Model Andragogy dilain pihak tidak demikian karena: kebutuhan untuk tahu (the need to know), konsep diri pebelajar (the learner’s self

concept), peran pengalaman pebelajar (the role of the learner’s experience), kesiapan belajar (readiness to learn), orientasi belajar (orientation of learning) dan motivasi lebih banyak ditentukan dari dalam diri si pelajar itu sendiri.

Strategi pengembangan model, berdasarkan hasil analisis teoretik yang mengarah kepada pengembangan orang yang selaras dengan upaya perubahan kearah transformasional diturunkan dari salah satu wujud organisasi berbasis pengetahuan.

Pengetahuan dan kekuatan pikir, keterampilan dan pengalaman, serta kemauan untuk memanfaatkan hal-hal ke arah inovatif, maka

kandungan intelektual dari para pelaku terbentuk dari kompetensi berwawasan aspiratif, penuh etika dan selalu mau belajar inovatif.

(4)

Gambar tersebut, menunjukkan arah perubahan tuntutan

kepemimpinan yang diperlukan yaitu, menggali kemampuan (asses capabilities), menen-tukan arah, membangun kompetensi, dan memimpin perubahan.

Membangun kompetensi, memimpin pegawai berpengetahuan (knowledge workers), mesti dengan kompetensi, teladan dan

dorongan bukan dengan perintah dan kontrol. Oleh sebab itu, dalam strategi model pengembangan ditata berdasarkan pada peran

konsultatif dan membimbing (coaching) seperti disarankan Tobin (1996), melalui tahapan :

1. Fokus pada tujuan pengembangan

Pengembangan bertujuan pada membangun dan memelihara landasan yang kokoh, untuk mencapai tujuan organisasi. Membantu organisasi untuk mengidentifikasi dan mengakses manusia bersumber daya, membimbing dalam usaha penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang baru.

2. Fokus pada pemanfaatan potensi sumber daya internal dan eksternal

Pemanfaatan potensi melalui jaringan pengetahuan (knowledge network), seperti komputerisasi baik yang bersifat database

maupun melalui bulletin board. Memfasilitasi dan membimbing tim pembelajar untuk mencapai pengetahuan dan keterampilan

bersifat kesinambungan. Dan memberikan percontohan praktik lapangan yang dilandasi konsep yang fleksibel.

3. Fokus pada kebutuhan

Pengembangan bertolak dari kebutuhan individu, tuntutan pekerjaan dan pencapain tujuan organisasi.

(5)

Pengembangan fokus pada perbaikan kinerja berdasarkan penilaian objektif di lapangan.

B. Peran Instruktur dalam Pelatihan

Menurut Rogers, kunci yang kritis akan peran instruktur tersebut adalah “hubungan pribadi antara instruktur dengan peserta didik”. Kualitas perilaku instruktur yang harus dipenuhi ialah: (1) keaslian/ ketulusan, (2) adanya kepedulian, penghargaan, kepercayaan dan respek, dan (3) pengertian yang empati dan sensitive serta mendengarkan dengan sungguh persoalan peserta didik.

Selanjutnya Rogers memberi rambu-rambu bagi instruktur sebagai berikut:

 Instruktur hendaknya menciptakan iklim atau mood yang kondusif bagi grup atau peserta pelatihan

 Instruktur harus membantu pebelajar secara individual atau grup untuk mengklarifikasi tujuan mengikuti pelatihan

 Instruktur menghargai tujuan masing-masing peserta dan

mengimplementasikannya sehingga mempunyai makna bagi peserta dan menjadi motivasinya dalam latihan

 Instruktur hendaknya cerusaha mengorganisasikan dan mempermudah tersedianya berbagai sumber, sehingga pebelajar dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing.

 Instruktur hendaknya menjadi sumber belajar yang fleksibel untuk digunakan oleh grup. Ia harus menjadi konselor, dosen, penasehat dan seorang yang berpengalaman dalam bidangnya.

 Dalam merespon ekspresi grup/kelas ia harus menerima baik secara intelektual maupun emosi dan harus memberi perhatian baik secara individual maupun grup/kelas.

 Jika iklim kelas telah diterima oleh pebelajar, instruktur bias menjadi partisipan anggota warga belajar dan bias mengemukakan pandangan-pandangannya seperti peserta lainnya.

 Instruktur hendaknya mengambil inisiatif untuk berbagi pengalaman dalam grup baik menyangkut perasaan maupun pikiran-pikirannya.

 Melalui pengalaman di kelas, ia hendaknya tetap waspada terhadap perasaan/feeling yang dalam dan kuat.

(6)

Ahli lain Tough (1979) menjelaskan instruktur harus mempunyai karakteristik pribadi tertentu yaitu: ia seorang yang terbuka dan mau berkembang, bukannya orang yang tertutup, negatip, statis, defensive dan takut dikritik atau orang yang curiga terhadap orang lain.

Sebenarnya menurut Tough instruktur juga seseorang peserta didik yang selalu ingin tumbuh dan mendapatkan pengalaman baru, dan cenderung bersifat spontan, otentik dan bebas dalam bertindak dan unik sebagai pribadi, bukan steriotipe.

Malcohm Knowles (1980) menyusun karakteristik peran seorang

pengajar orang dewasa (andragogical teacher) yang operasional sebagai berikut :

Peran Pengajar Orang Dewasa

Kondisi belajar Prinsip-prinsip Pemelajaran

Pebelajar membutuhkan

belajar 1. Instruktur membantu pebelajar mengungkap kemungkinan baru untuk memenuhi kebutuhan-nya.

(7)

Lingkungan belajar ditandai oleh kondisi fisik yang nyaman, enak, saling percaya, dan menghargai, saling membantu, bebas menge-mukakan pendapat, dan meneri-ma perbedaan.

meningkatkan kemampuan. 3. Membantu setiap pebelajar

mendiagnosa kekurangannya, yaitu selisih antara aspirasinya dengan kemampuannya sekarang.

4. Instruktur membantu pebelajar mengidentifikasi problem

kehidupannya akibat kesenjangan kemampuan.

5. Instruktur menyediakan kondisi fisik yang kondusif untuk belajar orang dewasa seperti penempatan kursi, temperatyr, ventilasi, penerangan, dan sebagainya yang memungkinkan interaksi antara mereka.

6. Instruktur menerima masing-masing pebelajar sebagai pribadi yang memiliki harga diri yang harus

dihargai baik perasaan dan ide-idenya. 7. Instruktur membangun hubungan

saling percaya dan saling membantu antara pebelajar dengan mendorong kerjasama dan menahan diri dari pengaruh persaingan.

8. Instruktur mengemukakan perasaannya dan menjadi rekan sepemelajaran dalam lingkup gemar meneliti (inquiry).

9. Instruktur melibatkan pebelajar dalam menfor-mulasikan tujuan pemelajaran sesuai kebutuhan peserta didik, institusi, guru, mata pelatihan, maupun masyarakat.

10. Instruktur memberi pemikiran tentang ketersediaan belajar, pemilihan materi, dan metode dan melibatkan pebelajar untuk membuat keputusan diantara pilihan-pilihan yang ada menjadi satu. 11. Instruktur membantu pebelajar

meng-organisasikan diri untuk

bertanggungjawab bersama dalam proses penelitian/penemuan bersama. 12. Instruktur membantu pebelajar

mengeksploitasi pengalamannya sendiri sebagai sumber belajar melalui teknik diskusi, main peran, studi kasus, proyek, dan sebagainya. 13. Instruktur menyesuaikan penyajian

sumber-sumbernya dengan tingkat pengalaman pebelajar

(8)

Pebelajar mencari tujuan peng-alaman belajar sebagai tujuan mereka

Pebelajar menerima tanggung-jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai pemelajar-an sehingga mereka mempunyai

komitmen akan keputusan bersama.

Pebelajar berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar.

Proses belajar dikaitkan dan digunakan dalam

pengalaman belajar.

Pebelajar mempunyai ke-mampuan menuju ke tujuan

terintegrasi.

15. Instruktur melibatkan pebelajar dalam mengembangkan criteria yang dapat sama-sama diterima untuk mengukur kemajuan belajarnya.

(9)

belajarnya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Belajar Orang

Dewasa

Secara umum ada dua factor yang mempengaruhi belajar orang dewasa yaitu factor internal dan factor eksternal. Faktor internal sangat besar pengaruhnya terhadap belajar orang dewasa. Faktor-faktor tersebut berasal dari diri mereka sendiri yaitu factor fisiologis dan factor psikologis.

Faktor fisiologis meliputi: pendengaran, penglihatan, dan kondisi fisiologis lainnya. Faktor psikologis meliputi: kecerdasan, motivasi, ingatan, lupa, kebutuhan, perhatian, dan kemampuan berfikir.

Faktor eksternal ialah semua factor yang berasal dari luar diri mereka seperti factor fisik, social, alam sekitar, kurikulum, bahan ajar dan metode pemelajaran, system evaluasi, dan sebagainya.

1. Faktor Fisiologis

Pendengaran

Kejelasan Pendengaran

(10)

tahun akan mampu mendengarkan dengan jelas suara yang berjarak 8 sampai 10 meter. Bila usia mencapai sekitar 40 tahun, umumnya ia mampu mendengarkan pembicaraan yang berjarak sekitar 5 meter.

Mengingat kondisi tersebut diatas seorang instruktur, harus pandai mengatur tempat duduk warga belajar selama proses pemelajaran, sehingga semua dapat mendengarkan dengan jelas.

Deskriminasi Nada

Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan seseorang dalam membedakan suara nada rendah dari nada tinggi, suara latar (back sound) dari suara utama akan menurun. Bila usia mencapai 40 tahun umumnya kemampuan mendengarkan tuturan melalui alat-alat elektronik akan mengalami kesulitan, terutama bila penuturannya tidak jelas dan kecepatannya tinggi.

Ucapan/tuturan seorang pengajar/widyaiswara yang peserta didiknya berusia di atas 40 tahun sebaiknya berkecepatan sekitar 80 sampai 100 kata per menit dan dengan artikulasi yang jelas.

Penglihatan

Intensitas Penglihatan

Kemampuan melihat bagi sesorang akan melemah sejalan dengan bertambahnya usia. Pebelajar dengan usia kurang lebih 20 tahun mampu membaca pada ruangan dengan penerangan lampu 40 Watt, namun bagi pebelajar dengan usia 40 tahun keatas memerlukan penerangan yang lebih dari itu yaitu sekitar 60-100 Watt. Oleh karena itu tulisan bahan ajar, maupun tulisan pada alat Bantu mengajar perlu disesuaikan dengan kemampuan tersebut.

(11)

Kemampuan membaca bahan ajar seperti handout, buku, jurnal, dan sebagainya. Akan mengalami kemunduran dengan bertambahnya usia terutama jarak dekat maupun penglihatan jauh.

Pebelajar dengan usia sekitar 40 tahun bila tanpa kacamata umumnya mampu membaca bahan ajar pada jarak kurang lebih 40-50 cm, oleh karena itu huruf-huruf bahan ajar sebaiknya dicetak berukuran 8-10 point, disamping itu agar dicetak dengan huruf yang mudah

dibedakan.

Kemampuan membedakan warna

Peserta dengan usia 40 tahun atau lebih umumnya kemampuannya dalam membnedakan warna terutama yang halus akan menurun, dan hanya bisa membedakan warna-warna yang mencolok seperti, merah, hitam, hijau dan biru. Oleh karena itu disarankan, penggunaan warna-warna yang halus pada medeia/alat Bantu mengajar perlu

dihindarkan.

Ketelitian Penglihatan

Sejalan dengan bertambahnya usia, ketelitian seseorang dalam membaca tulisan dari baris satu ke baris lainnya akan berkurang. Oleh karena itu untuk konsumsi pebelajar dengan usia 40 tahun, atau lebih spasi pengetikan antar baris disarankan sebesar 1,5 sampai 2 spasi.

Kondisi Fisiologis

Keefektifan proses pelatihan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiologis pebelajar seperti: kesegaran jasmani, keletihan, kurang tidur, sakit yang diderita, dan kekurangan gizi. Oleh karena itu jam pertemuan, strategi pemelajaran, dan kegiatan lainnya yang dipilih harus

(12)

2. Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi keefektifan belajar orang dewasa secara garis besar terdiri atas: kecerdasan, bakat, motivasi, perhatian, berfikir, ingatan/lupa dan lain sebagainya.

Faktor Kecerdasan

Faktor kecerdasan (IQ) adalah faktor yang penting dalam proses pemelajaran, karena factor inilah kemampuan dan ketajaman berpikir seseorang akan diuji. Bagi mereka yang mempunyai kecerdasan yang tinggi tugas-tugas belajar diharapkan akan dapat diselesaikan dalam waktu singkat, sedangkan bagi mereka yang mempunyai kecerdasan yang rendah akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk

menyelesaikan tugas-tugas belajarnya tersebut.

Menurut penelitian kecerdasan populasi pada umumnya mengikuti kurve normal. Dalam kurve tersebut menunjukkan bahwa kuranglebih 34% akan berada pada jarak 1 deviasi standard (SD) di atas dan atau di bawah rerata (mean). Lebih dari itu kurang lebih 14 % berada pada jarak 2 deviasi standard disebelah kanan dan disebelah kiri rerata, sedangkan sisanya kurang lebih 2% berada pada jarak 3 deviasi standard disebelah kiri dan sebelah kanan rerata.

Bila peserta didik mempunyai IQ rata-rata, maka ia akan dapat menyelesaikan tugas-tugas belajar secara normal, sedangkan bagi mereka yang mempunyai IQ lebih tinggi mereka diharapkan dapat menyelesaikan tugas-tugas belajarnya lebih cepat.

(13)

Fenomena seperti dijelaskan d atas harus difahami oleh semua tenaga kependidikan, karena mempunyai implikasi yang berarti terutama pada proses pemelajaran.

Motivasi

Motivasi berasall dari kata motiv yaitu keadaan yang ada dalam diri pebelajar yang mendorong untuk bertindak dan melakukan semua kegiatan dan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuannya. Dari sisi psikologis motif merupakan kekuatan (inner drive) yang

mempengaruhi tingkah laku untuk melakukan kegiatan.

Menurut John B Carol seorang psikolog dari Harvad University, motivasi seseorang akan mempengaruhi ketekunan (perseverance) dalam belajar. Semakin kuat motivasi pebelajar, semakin tekun pula ia dalam belajar. Jadi fungsi motifasi dalam proses pemelajaran

merupakan semangat (energize) bagi pebelajar, disamping sebagai pengarah (direct) dan kemudian menetapkan/memutuskan tingkah laku yang berupa tindakan yang dianggap paling tepat untuk mencapai tujuan.

Malcom Knowles (1980) menjelaskan bahwa pebelajar orang dewasa mempunyai motivasi yang berbeda dengan pebelajar yang masih muda karena mereka sudah matang sehingga mereka sudah mempunyai kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri (self directing) untuk belajar sepanjang mereka membutuhkan. Namun demikian pengajar/ instruktur tetap harus dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif agar motivasi mereka tetap terjaga terutama motivasi internal.

Perhatian

Perhatian dapat dibedakan menjadi: perhatian disengaja, perhatian spontan, perhatian intensif, perhatian memusat dan perhatian memancar.

(14)

berpariasi dan menarik, sehingga pebelajar (warga belajar) dapat memelihara perhatiannya selama proses pemelajaran berlangsung.

Berfikir

Berfikir ialah suatu aktifitas mental pada seseorang yang berupa

pelukisan gagasan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mencari hubungan sebab-akibat, hubungan ubahan satu dengan lainnya secara logis dan rasional.

Proses berfikir dalam diri pebelajar meliputi: pembentukan pengerian sebagai fondasi untuk berfikir lebih lanjut, pemahaman/identifikasi masalah, penyusunan argument untuk pembentukan/pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan dan generalisasi.

Kemampuan berfikir dapat dikembangkan melalui pengkajian permasalahan dan pemecahan masalah yang disertai dengan argumentasi berdasarkan teori/pengalaman.

Ingatan/Lupa

Memori/ingatan adalah kegiatan kognitif yang memungkinkan pebelajar mengemukakan kembali (retrieval) pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Mengingat merupakan kemampuan untuk mengemukakan kembali pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki/diperoleh dimasa lampau.

Ingatan mengikuti fase tertentu yaitu fase fiksasi (pencemaran), retensi (penyimpanan dan evokasi/reproduksi (pengungkapan kembali).

Agar retensi seseorang menjadi kuat, maka belajar harus dilakukan berulang-ulang dan menggunakan metode dan waktu yang tepat.

(15)

Meetzel (1977) menjelaskan bahwa, seseorang setelah selesai belajar, setelah beberapa lama ia tidak dapat lagi mengingat secara

keseluruhan apa yang telah mereka pelajari. Bagian yang masih dalam ingatan, sejalan dengan bertambahnya waktu, ingatan tersebut akan berkurang, dan sebagian lagi masih tersisa dalam ingatan meskipun dalam waktu relative lama.

Agar penurunan tidak drastic, bagian-bagian pelajaran yang terlupakan harus dipelajari lagi yang disebut belajar lanjut (Over Learning).

Belajar lanjut ialah aktifitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik melebihi waktu untuk pertamakalinya bahan pelajaran tersebut dikuasai tanpa kesalahan.

Review/Resitasi

Review atau resitasi ialah cara belajar untuk mereproduksi pelajaran secara aktif, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan.

Resitasi mengharuskan pebelajar untuk merangkum apa yang telah dipelajari, mengecek penguasaan terhadap bahan yang telah dipelajari, dan memberikan perhatian dan mengulang/mempelajari bagian-bagian yang sulit yang menghambat kemajuan belajar.

Molly (1967) menemukan data bahwa review/resitasi adalah cara yang efektif untuk mempertahankan agar hasil belajar yang telah dicapai dapat dipertahankan secara tuntas. Penelitiannya menunjukkan bahwa pebelajar yang merivew pelajaran secara berkala, jumlah pengetahuan yang lupa menjadi berkurang, sehingga retensi pelajaran tersebut masih dalam kategori tuntas. Disarankan, review dilaksanakan setelah waktu berjalan 24 jam, setelah belajar permulaan. Review yang kedua dilaksanakan pada minggu pertama dab review ketiga pada bulan tersebut. Review sebaiknya tidak hanya menyangku ulangan, tetapi juga harus meliputi organisasi bahan, sistematika, pengertian baru, wawasan baru dan hubungan baru antar topic maupun pelajaran lainnya yang lebih fungsional serta lebih baik dibandingkan dengan tahap penguasaan yang pertama tanpa kesalahan (over learning).

Fakor Lingkungan Belajar

(16)

Lingkungan Kampus

Lingkungan kampus, lebih-lebih ruangan tempat belajar mempengaruhi efektifitas pemelajaran orang dewasa. Penerangan, pertukaran udara, tempat duduk, penataan kursi, ases keluar masuk, fleksibelitas ruang, sound system, sangat berpengaruh terhadap belajar orang dewasa. Oleh karena itu penataan ruang harus dipersiapkan secara cermat, sehingga warga belajar orang dewasa dapat berinteraksi dengan sesame peserta dan instruktur dan sumber-sumber lainnya dengan baik.

Lingkungan di Luar Kampus

Lingkungan di luar kampus turut memberikan pengaruh terhadp pemelajaran orang dewasa, terutama factor social, ekonomi, dan budaya. Faktor budaya dari daerah peserta berasal dapat memberi pengaruh terhadap pemelajaran orang dewasa. Penelitian menunjukkan budaya yang kurang kompetitif yang berasal dari daerah peserta akan menyebabkan daya juang (fighting spirit) peserta cenderung kurang tinggi dan sebaliknya.

Faktor Sistem Penyajian

Kurikulum

Struktur krikulum yang rigid, kurang menguntungkan bagi pebelajar orang dewasa, karena banyak pokok-pokok bahasan atau topic-topik yang tidak merupakan kebutuhan pebelajar orang dewasa. Kurikulum sebaiknya harus fleksibel yang mengharuskan pebelajar dapat

mempelajari sesuai yang benar-benar dibutuhkan.

(17)

Bahan ajar sebaiknya disusun dalam urutan logis, sistematis dan dari urutan yang mudah mengarah ke tingkat yang lebih tinggi, dan setiap penggal harus bermakna dan berguna bagi peserta didik dalam

kehidupan sehjari-hari/pekrjaannya.

Metode Penyajian

Metode penyajian sangat penting artinya bagi pebelajar orang dewasa. Metode yang dipilih harus dapat menggerakan pebelajar untuk aktif mencapai tujuan pemelajaran dengan komposisi kira-kira 30% ceramah, 60% latihan, dan 10% evaluasi. Disamping itu metode penyajian juga harus mempertimbangkan karakter pebelajar orang dewasa dimana suasananya harus dibuat informal, fleksibel, tidak mengancam, dan nyaman sesuai dengan karakter unik pebelajar orang dewasa.

Dalam pendekatan andragogi, seorang instruktur, agen pembaharuan, mempersiapkan terlebih dahulu sejumlah prosedur untuk melibatkan pebelajar/ warga belajar dalam:

1. Menciptakan kondisi yang kondusif untuk belajar bagi pebelajar orang dewasa

2. Menciptakan mekanisme perencanaan bersama-sama 3. Mendiagnosis kebutuhan belajar

4. Memformulasikan tujuan program yang memenuhi kebutuhan institusi, pebelajar dan masyarakat.

5. Merencanakan pola pengalaman belajar

6. melaksanakan pengalaman belajar (kegiatan) yang sesuai dengan materi dan metode pemelajaran, dan

7. melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mendiagnosis ulang kebutuhan belajar (Knowles, 1980).

(18)

Perbandingan Asumsi dan Disain Pedagogi dan Andragogi

Asumsi Disain

Pedagogi Andragogi Pedagogi Andragogi

Konsep

diri Tergantung Meningkatdapat mengarah kan diri sendiri

Iklim Berorientasi otoritas

berguna Pebelajar kaya pengalama

n Berdasarkan tingkat perkemban

Oleh guru Analisis nersama

Waktu Lamaran perlu waktu

Lamaran

segera Formulasi Tujuan

Oleh guru Negosiasi (bersama-sama)

(19)

Evaluasi Oleh guru Diagnosis kebutuhan bersama

 Penilaian program bersama

Ada beberapa pertimbangan untuk menciptakan kondisi/lingkungan yang kondusif untuk belajar bagi orang dewasa yaitu berdasarkan beberapa aliran psikologi.

Berdasarkan teori psikologi ekologi, keadaan lingkungan fisik seperti temperature, ventilasi, kemudahan mendapatkan makanan dan

minuman, ruang istirahat, tempat duduk yang enak dipakai (nyaman), penerangan, bahkan akustik ruangan berpengaruh terhadap kualitas pemelajaran orang dewasa. Bahkan warna ruang berpegaruh langsung terhadap mood warga belajar.

Disamping itu, ukuran layout/penataan ruang juga berdampak langsung terhadap kualitas pemelajaran. Knowles (1980), Alford (1968)

menyarankan penataan ruang yang berukuran besar sebagai tempat umum. Bentuk oval, hexagonal, bundar sangat dianjurkan karena mendorong tumbuhnya interaksi amtar pebelajar/peserta.

Para psikologi aliran behaviourist juga mendukung gagasan tersebut, karena akan muncul umpan balik dengan segera (immediate feedback) selama proses pemelajaran. Ahli-ahli psikologi humanistikpun

mendukung gagasan tersebut, karena lingkungan tersebut akan mendorong peran aktif peserta (Dewey) dan mendorong penggunaan daya yang konstruktif selama proses pemelajaran.

(20)

Lebih jauh ahli-ahli psikologi kognitif menekankan pentingnya iklim psikologis yang teratur, tujuan yang jelas, penjelasan dan pengharapan dan kesempatan yang baik, keterbukaan sustem, kejujuran dan umpan balik yang objektif. Iklim yang diciptakan selanjutnya harus dapat mendorong tumbuhnya eksperimen dan toleransi terhadap kesalahan yang dibuat pebelajar.

Ahli-ahli psikologi kepribadian menekankan pentingnya iklim psikologis dimana perbedaan individu dan budaya dihargai, sehingga

kekhawatiran/kecemasan yang berlebihan bias dikontrol untuk

mendorong motivasi, Motivasi berprestasi ditumbuhkan, demikian pula motivasi berafiliasi juga didorong; sehingga perasaan/feeling juga dipertimbangkan sebagai hal yang relevan sebagaimana ide-ide dan skill. Iklim belajar diharapkan juga bias menumbuhkan “mental yang sehat” (Waetjen & Leeper, 1966).

Ahli-ahli psikologi humanistic menyarankan iklim belajar harus membuat peserta didik merasa aman, diperhatikan, diterima,

dipercaya, dihargai dan dimengerti, sehingga iklim harus menekankan pada kolaborasi, bukan persaingan, menumbuhkan loyalitas grup, mendukung hubungan interpersonal dan norma partisipasi interaktif.

Aspek lain yang mempengaruhi iklim belajar ialah struktur organisasi. Penelitian menunjukkan struktur organisasi yang sangat hierarkis mengurangi motivasi dan perbaikan diri dan lebih banyak menghambat balajar seperti kekhawatiran yang berlebihan, daripada organisasi yang strukturnya lebih bersifat fungsional dan ikatan dalam grup kerja atau satuan tugas (Marrow, 1968).

Knowles menyimpulkan dalam model andragogi, setting iklim adalah komponen yang paling krusial dalam keseluruhan proses kependidikan. Jika iklim belajar tidak benar-benar menjunjung nilai-nilai organisasi kemanusian, maka semua komponen lainnya akan tidak banyak bermanfaat.

(21)

Perbedaan yang sangat mencolok dalam konsep pedagogi dan andragogi ialah peranan pebelajar dalam partisipasinya pada perencanaan isi program pelatihan/pemelajaran. Karena dalam andragogi peserta didik adalah “self directing of learning” maka supaya kebutuhan belajar

mereka dapat diakomodasikan, dan mempunyai komitmen, mereka perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan program/isi pelatihan,

sehingga otoritas tidak sepenuhnya ada ditangan guru, programmer, atau trainer/pelatih, melainkan juga tanggung jawab pebelajar.

4. Mendiagnosis Kebutuhan Belajar

Untuk menyusun tujuan pelatihan/pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku, unjuk kerja atau kompetensi, ada tiga sumber data yang dipakai yaitu: individu, organisasi dan masyarakat.

Menurut teori psikologi kognitif, humanities, dan pendidikan orang dewasa, peserta didik mempunyai persepsi sendiri tentang jadi apa yang ia inginkan, apa yang ingin dicapai dan sampai tingkat apa yang ingin diraih, adalah merupakan pijakan (starting point) untuk menyusun tujuan pelatihan/ pemelajaran.

Persepsi organisasi yang perlu diperhitungkan, diperoleh melalui analisis system dan analisa unjuk kerja (Magner, 1972) dan analisis internal uraian pekerjaan (job description), laporan produktivitas, laporan supervisor/ penyelia, daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) dan studi tentang efekstifitas kerja.

Persepsi social yang perlu diperhitungkan adalah unjuk kerja atau kompetensi berdasarkan analisa para ahli, para professional, laporan penelitian, buku-buku literature, maupun laporan periodic.

(22)

Menurut teori andragogi, komponen yang kritis dalam analisa tersebut ialah mencari kesenjangan antara kemampuan/kompetensi pebelajar yang sekarang dan kemampuan/kompetensi yang diinginkan, sehinga penilaian bersifat “self assesment”. Programmer dapat mengembangkan instrument dan prosedur untuk mendapatkan data tersebut di atas yang dapat diisi oleh pebelajar secara obyektif.

4. Menyusun Tujuan Program Pelatihan

Para ahli psikologi dangan keahliannya, berbeda pendapat tentang penyusunan tujuan pemelajaran dan pelatihan, dan bahkan perbedaan tersebut kadang-kadang menjadi pertentangan.

Aliran behavioris misalnya berpendapat bahwa tujuan pelatihan/ pemelajaran tidak artinya bila tidak dinyatakan dalam kalimat yang berbentuk perilaku/behaviour yang tepat, dapat diukur dan dapat dilihat/observable.

Tough (1979) dalam analisisnya bagaimana peserta didik orang dewasa terlibat dalam proyek-proyek pemelajaran yang independent menyatakan bahwa tujuan selalu berkembang sesuai dengan konsep inkuiri dimana tingkat, kesempatan, dan kompetensi selalu berubah.

Maslow (1970) dengan konsepsinya bahwa “self actualization” adalah tujuan ahir dari pemelajaran, formulasi tujuan pelatihan adalah proses yang sangat dinamis yang terjadi melalui interaksi pebelajar dengan pengalamannya.

Sebagai kesimpulan, tentang penyusunan tujuan pemelajaran adalah kompromi dari teori-teori tersebut di atas yaitu untuk pelatihan

(23)

4. Merencanakan Pola Pengalaman Belajar

Menuut teori andragogi pola pengalaman belajar meliputi pemilihan masalah berdasarkan identifikasi oleh peserta didik melalui diagnosis diri (self diagnostic) dan pemilihan format yang cocok (pemelajaran melalui aktivitas individu, grup atau kelas). Perencanaan unit-unit belajar berdasarkan pengalaman dan menggunakan metode dan bahan, dan menyusunnya dalam sekuen berdasarkan kesiapan belajar.

Tough (1979) menyarankan program sebaiknya terdiri dari proyek-proyek individu dan grup secara simultan, dan masing-masing proyek harus relevan dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik harus dapat memanfaatkan tenaga ahli, guru, rekan-rekan sepemelajaran, bahkan sumber-sumber belajar dari masyarakat dan bahan-bahan cetak maupun software dan audio visual lainnya.

4. Melaksanakan Kegiatan Pemelajaran

Faktor ang sangat krusial dalam melaksanakan kegiatan pemelajaran ialah kualitas tenaga pengajar. Umumnya tenaga pengajar menguasai dan hanya tahu bagaimana mengajar dengan pendekatan pedagogi, dan kurang memahami konsep andragogi secara tubtas. Kita harus melatih diri kita menjadi tenaga pengajar orang dewasa (andragogical teacher) melalui pelatihan baik program preservice maupun service.

4. Evaluasi Program

(24)

Evaluasi reaksi ialah untuk mendapatkan data tentang respon pebelajar terhadap program yang meliputi: apa yang paling mereka sukai dan apa yang paling mereka tidak sukai, dan apa presepsinya terhadap program pelatihan.

4. Metode Pemelajaran

Setelah selesai merumuskan tujuan pemelajaran dan alat evaluasi, seorang pengajar juga harus memikirkan bagaimana menstransfer

pengetahuan, skill, nilai-nilai, sikap dan lain sebagainya kepada pebelajar orang dewasa secara efekti dan efesien menurut karakter dan cara-cara orang dewasa belajar.

Adapun metode pemelajaran yang digunakan, kegiatan pemelajaran harus menghargai peserta.

Beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode pemelajaran antara lain:

1. Karakteristik pebelajar orang dewasa 2. Tujuan pemelajaran

3. Kegunaan metode yaitu dapat menggerakkan pebelajar menuju ke tujuan pemelajaran

4. Waktu yang tersedia 5. Biaya

6. Sumber daya manusia

7. Fasilitas yang diperlukan dan yang tersedia

8. Rasio teori berbanding praktik, kira-kira sebagai berikut:

o ceramah kurang lebih 30 % o latihan kurang lebih 60 %

o evaluasi kurang lebih 10%

(25)

Diagram tersebut, dapat dilihat bila peserta dalam tugas-tugasnya nanti banyak menggunakan skill kognitif yang tinggi seperti aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (judgment) maka metode harus dipilih sehingga kegiatan lebuh banyak pada peserta/pembelajar seperti metode diskusi, latihan memecahkan masalah, role plays (main peran), dan studi kasus.

Jika peserta diharapkan mampu menerapkan kemampuannya, membuat keputusan, memecahkan masalah atau menilai dan membuat judgment metode ceramah kurang cocok untuk keperluan tersebut. Tetapi bila peserta didik diharapkan hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, maka metode ceramah diskusi, dan Tanya jawab cukup memadahi.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa metode, dengan tujuan, keuntungan dan kelemahan serta persyaratan dan prosedur penggunaannya.

1. Metode ceramah/Lecture

Metode ceramah ialah presentasi bahan dengan oral yang sudah dipersiapkan oleh tenaga instruktur/dosen/ahli/widyaiswara.

Tujuan ceramah

1. untuk presentasi materi yang factual secara langsung dan logis 2. untuk presentasi pendangan/pendapat pada masalah yang

controversial

(26)

4. untuk memberi inspirasi peserta

5. untuk mendorong berfikir dan belajar lebih jauh terhadap problem dan untuk membuka diskusi pada topik tertentu.

Keuntungan

1. cocok untuk segala ukuran audience 2. mudah diorganisasikan

3. beberapa orang lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan daripada membaca.

Keterbatasan

1. sangat sulit mencari tenaga ahli yang sekaligus pembicara yang baik 2. partisipasi peserta menjadi pasif

3. pengaruh atau dampak terhadap peserta sulit diukur, karena umpan balik terbatas.

4. hanya beberapa pertanyaan yang bias dibahas, dan tantangan yang dapat diungkap sangat kecil.

Persyaratan Ruangan

1. Penataan kursi harus memadai, sehingga semua pebelajar melihat dan mendengarkan pembicaraan dengan enak.

2. Panggung untuk pembicara lebih tinggi dari tempat duduk peserta/pebelajar

Prosedur pelaksanaan

1. Ketua/moderator memperkenalkan pembicara kepada audience dengan beberapa komentar tentang posisi pembicara, pengalaman dan kualifikasi khususnya.

2. Jika alat-alat Bantu seperti film, slide, peta, dan lain sebagainya digunakan, alat-alat Bantu tersebut harus cocok dengan masalah dan audience dan harus meningkatkan intens peserta dan bukannya mengganggu.

(27)

2. Demonstrasi

Demonstrasi adalah presentasi yang menggambarkan bagaimana melakukan sesuatu atau menggunakan sesuatu prosedur. Biasanya diikuti dengan meminta peserta/pebelajar melakukan kegiatan di bawah petunjuk instructor. Pada dasarnya demonstrasi adalah presentasi visual yang dibantu dengan diskusi.

Tujuannya

1. mengajar peserta/pebelajar untuk melakukan tugas atau skill 2. untuk memperlihatkan teknik baru atau prosedur

3. untuk meyakinkan peserta/pebelajar bahwa produk baru, atau cara baru lebih efisien.

Keuntungan:

1. Peserta akan lebih yakin apa yang dilihat, dari pada apa yang didengar atau dibaca.

2. Bahan nyata atau model yang digunakan

3. Kecepatan fleksibel, dan pendemo dapat mengubah kegiatan sesuai keinginan peserta dan dapat dilakukan berulang-ulang

Keterbatasan

1. Memakan waktu dan biaya, lebih-lebih alat-alat berat sulit didatangkan.

2. Jika obyek sangat kecil, jumlah peserta/pebelajar dapat mencoba

Persyaratan fisik

1. Tempat demonstrasi lebih tinggi dari peserta/pebelajar dan penerangan harus cukup

2. Materi/bahan yang akan didemonstrasikan harus cukup.

Prosedur Pelaksanaan

(28)

2. Demonstrator/pendemo mempresentasikan demonya, dan diikuti Tanya jawab.

3. Peserta mencoba sesuai dengan yang telah didemonstrasikan, di bawah bimbingan demonstrator.

3. Brainstorming

Brainstorming (curah pendapat) adalah teknik dimana berfikir kreatif dikumpulkan sebelum melakukan kegiatan/aplikasi. Idenya ialah untuk mendapatkan ide-ide yang mungkin bias diterapkan. Peserta didorong secara bebas mengemukakan pendapat tanpa gangguan dari yang lain.

Tujuan

 Untuk mendapatkan ide yang baru sebanyak mungkin sebelum didiskusikan/ dievaluasi

 Untuk mendorong peserta berfikir di luar masalah-masalah praktik sehari-hari

 Untuk memecahkan masalah, dimana cara-cara yang konversional tidak mampu lagi untuk memecahkannya.  Untuk mengembangkan berfikir kreatif

Keuntungan:

 Banyak peserta didik akan bebas mengemukakan pendapat dalam brainstorming

 Penyesuaian masalah yang tidak terpecahkan akan ditemukan  Semua peserta dapat didorong berpartisipasi.

Keterbatasan

 Banyak peserta kesulitan bebas dari hal-hal praktik & hal-hal yang sudah diketahui

 Banyak ide-ide, saran-saran, mungkin tidak berharga/bermanfaat.  Pada sisi evaluasi perlu mengkritik ide-ide teman sendiri.

(29)

 Ruangan dilengkapi dengan alat Bantu untuk mencatat secara tepat dan dapat disimpan bila suatu saat digunakan lagi.

 Meja sebaiknya bulat, atau semi bulat agar brainstorming berjalan efektif.

Prosedur

 Ketua menjelaskan prosedur yang digunakan, dicatat dan dipilih sebagai saran-saran.

 Setelah ide-ide muncul, harus dicatat dan semua anggita tahu  Ide-ide diskusikan untuk menentukan jika mempunyai nilai praktis

untuk memecahkan masalah yang ada.

3. Studi Kasus (Case Study)

Studi kasus adalah catatan yang detail akan kejadian, kejadian yang berurutan dan berseri, yang dapat dipresentasikan dalam grup baik secara lisan maupun tertulis.

Tujuan

 Untuk mempresentasikan masalah dimana grup/kelompok memberi perhatian

 Untuk mempresentasikan dan menganalisa untuk memecahkan masalah yang mirip dengan yang dihadapi oleh grup tersebut.  Untuk mengajarkan proses memecahkan masalah

Keuntungan

 Memberi catatan secara mendetail terhadap masalah yang sedang dipelajari

 Membantu peserta melihat berbagai alternative pemecahan masalah  Membantu peserta mengembangkan kemampuan analisis dan

pemecahan masalah.

(30)

 Beberapa individu tidak melihat masalah dalam kasus yang relevan dengan situasi atau grupnya.

 Memerlukan banyak waktu & pembahasan untuk mengembangkan kasus

 Beberapa anggota grup berlebihan dalam berpartisipasi sedangkan lainnya tidak aktif.

Persyaratan Ruangan

Persyaratan ruangan berpariasi dari presentasi satu dengan lainnya. Bila kasus dipresentasikan melalui acting, panggung diperlukan. Bila alat Bantu visual diperlukan, ruangan harus cocok dengan tuntutan tersebut. Bila studi kasus dalam bentuk tulisan, kursi, meka dan alat-alat tulis untuk mencatat sangat diperlukan.

Prosedur pelaksanaan

 Materi bila tertulis diberikan kepada peserta untuk dibaca sebelumnya

 Teknik yang cocok untuk presentasi & diskusi perlu dipilih, dan bagian tertentu perlu dicoba/dilatih bila perlu

 Moderator memperkenalkan topic, menjelaskan apa studi kasusnya, tanggungjawab individu, kemudian memimpin diskusi dan aktivitas lainnya. Diskusi grup untuk mencari solusi masalah, ditempatkan pada bagian kedua

3. Panel

Panel adalah sebuah grup yang terdiri dari 4 sampai 8 orang dengan keahlian khusus, menjelaskan/melaksanakan pembicaraan secara teratur pada topik yang telah ditentukan.

Tujuan

 Untuk mengidentifikasi dan mencari problem atau isu-isu penting.  Untuk memberi peserta pemahaman berbagai aspek dari satu

masalah/problem

(31)

Keuntungan

 Panel menimbulkan kontrak informal dengan peserta.

 Pergantian pembicara dan pandangan menumbuhkan interes peserta dan mendorong diskusi

Keterbatasan

 Panel tidak dapat mencover semua aspek dalam masalah, atau menekankan secara berlebihan dalam suatu aspek.

 Aspek-aspek dalam masalah mungkin tidak dalam urutan yang logis  Perbedaan pendapat yang tajam antara anggota panel dapat

mengganggu kemajuan pemecahan masalah

 Untuk mengendalikan diskusi supaya maju/efektif memerlukan moderator yang terampil.

Persyaratan ruangan

 Kursi peserta ditata sedemikian rupa sehingga mereka dapat melihat & mendengar pembicara dengan enak.

 Panggung harus cukup luas sehingga semua panelis dapat duduk dan menghadap kepeserta dengan leluasa.

 Sound system harus ditata sedemekian rupa sehingga pembicaraan dapat didengar dari mana saja dengan jelas.

Prosedur Pelaksanaan

 Anggota panel diperkenalkan oleh moderator. Masing-masing

membuat pertanyaan/penjelasan sebelum bertukar ide dan komentar mulai.

 Panel dapat digunakan untuk mengembangkan masalah/subyek melalui pembicaraan singkat. Mungkin bias diikuti oleh forum untuk memerluas diskusi dan melibatkan peserta.

3. Main Peran (Role Playing)

(32)

mendiskusikan implikasi dari problem yang didramatisasikan, untuk dicari pemecahannya, meliputi:

1. Menguji masalah dalam hubungan manusia

2. Mencari kemungkinan pemecahan masalah yang menimbulkan emosi untuk memberi pemahaman dan mengubah perilaku untuk memecahkan masalah.

Keuntungan

 Merupakan jalan yang didramakan untuk mempresentasikan masalah & mendorong diskusi

 Dapat memberi jalan untuk berbagai solusi dan mencari pemecahan masalah tanpa membahayakan kehidupan nyata, dan pendekatan coba dan salah.

 Memungkinkan peserta untuk bertukar pikiran.

Keterbatasan

 Beberapa orang terlalu berorientasi pada dirinya pada dirinya dan sukses berakting, sedangkan lainnya malu-malu dan kelihatan tidak lucu/demam panggung.

 Rale play/main peran pada audience yang banyak kurang sukses karena pengaruh intimidasi audience terhadap beberapa pemain.

Persyaratan fisik/ruangan

 Problem atau situasi didefinisikan secara jelas oleh grup sebelum main peran dimulai, dengan scenario.

 Pemain harus diseleksi terlebih dahulu, dan perlu diberi semangat/pemanasan untuk mendapatkan spirit

 Pemimpin memperbolehkan anggota berakting sesuai peran untuk memperjelas pemahaman

 Setelah diskusi, pemain periode kedua dipilih untuk memainkan kembali scenario.

(33)

Warwick menyatakan “team teaching” adalah sebagai berikut:

A form of organisation which individual teachers decide to pool

resources, and expertise in order to decive and implement a scheme of work suitable to the needs of their students and their facilities of their reaching institution”.

J.T. Shaplin mengenai team teaching menyatakan sebagai berikut:

Two or more teachers are given responsibility, working together for all, or a significant part of the instructution of the same group of students”.

I.J. Singer menulis team teaching sebagai berikut:

An arrangement whereby two or more teachers with of with out teacher aids, cooperatively plan, intrust and evaluate one are more scasses in a appropriate intrucional space and given length of time, so as to take advantage of the special competen cies of the team members”.

1. Dari definisi-definisi team teaching dapatlah disimpulkan bahwa team teaching merupakan “suatu bentuk organisasi instruksional”

termasuk di dalamnyapengajar/WI dan karyasiswa/mahasiswa

bertugas di dalamnya, dimana dosen/WI mempunyai tanggung jawab untuk semua gabungan organisasi dari teknik-teknik mengajar

tersebut. Pengembangan secara rasional team teaching, diperlukan perhatian:

1. Kewajaran dan karakteristik dari kelompok karyasiswa

2. Tugas-tugas dan tujuan-tujuan yang akan dan harus diperoleh kelompok karyasiswa.

(34)

Bahwa penggunaan team teaching harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan akan tujuan yang harus diyakini dan pertimbangan-pertimbangan realisasi yang paling menguntungkan/efisien.

2. Goffman mengusulkan bahwa karakteristik yang harus ada pada team teaching ialah:

o Co-operation o Cohesion

o Mutual dependence o Familiarity

Konsep dari Goffman di atas dan sebagaimana telah ia kembangkan banyak dipakai dan dilaksanakan dengan dua atau lebih beberapa pengajar menciptakan kesamaan pendapat dalam mengajar untuk melaksanakan team teaching.

Kesamaan pendapat dalam merencanakan pemelajaran dengan team teaching ini haruslah meliputi:

 perencanaan bersama instruksional dan evaluasi

 pengelompokkannya siswa/mahasiswa untuk tujuan-tujuan

khusus(group besar untuk lecture, grup kecil untuk tujuan diskusi, studi private).

 penjadwalan harian maupun mingguan  penggunaan alat-alat Bantu mengajar

 perimbangan kemampuan WI/Dosen dengan mengingat bakat, peranan dan statusnya

 penggunaan ruangan media dari sumber media  peranan dan status karyasiswa yang sedang belajar  metode-metode pemelajaran yang akan dipergunakan

 organisasi team reaching dan hubungan antara WI/Dosen dengan karyasisiwa/mahasiswa

 biaya yang harus dipikirkan.

2. Team teaching dapat dibedakan:

Single discipline team” (Team untuk satu disiplin ilmu) 

Interdisciplinary team” (Team Teaching untuk antar

(35)

School within school team? (Team Teaching untuk sekolah).

Team Teaching untuk satu disiplin ilmu biasanya terdiri dari dua atau tiga instruktur yang berasal dari bagian atau jurusan yang sama, secara bersama-sama pelaksanakan pengajaran pada suatu kelompok pebelajar.

Waktu mengajarnya secara berurutan/berdampingan.

Sedangkan team teaching untuk antar ilmu dimaksudkan untuk

kepentingan suatu kelompok karyasiswa/mahasiswa menerima program pelajaran yang berbeda dari team instruktur yang berasal dari berbagai disiplin ilmu.

Sedangkan team yang ketiga (school within school) merupakan kelompok WI/Dosen yang berasal dari berbagai disiplin lilmu, bertanggung jawab akan sekelompok karyasiswa yang sama, merupakan kebulatan yang dilaksanakan dalam waktu yang agak luas, biasanya memakan waktu dan kelas diusahakan terpelihara untuk tujuan team.

3. Materi Pemelajaran

Biasanya materi terdiri dari suatu pokok-pokok penyajian (key presentation) di dalam kelas atau grup yang besar kemudian diikuti/dilanjutkan dengan kegiatan kelompok-kelompok kecil.

Key presentation memerlukan teknik atau cara yang berbeda daripada yang digunakan didalam kelas biasa. Aktivitas didalam kelompok kecil harus memenuhi kebutuhan karyasiswa dan membangkitkan partisipasi. Aktivitas tersebut antara lain:

 Tutorial

 Tugas Proyek (proyek work)  Studi kasus (case study) Diskusi  Tugas-tugas praktis

(36)

 Independent study, misalnya:

1. Tugas-tugas rumah

2. Tugas-tugas perpustakaan 3. Tugas-tugas laboratorium 4. Tugas-tugas resoures center

4. Langkah-langkah Perencanaan

Langkah-langkah ini menyangkut

 Pengangkatan anggota-anggota dan ketua team, staf pembantu.  Menetapkan tujuan team, course dan mata pelajaran

 Jangka waktu, jumlah karya siswa, akomodasi yang tersedia  Keperluan-keperluan khusus

 Jadwal pemelajaran panjangnya periode mengajar, perbandingan antara staf pengajar dan karyasiswa, ruangan-ruangan untuk kelas besar dan kelompok-kelompok dengan fasilitas-fasilitasnya, staf ahli.  Metode dan urut-urutan mengajar, scheme of work (program kerja)  Sumber-sumber khusus, bahan-bahan dan alat-alat, pembiayaan  Penilaian (test, proyek, paper, continuous monitoring)

 Pertemuan untuk menilai efektifitas team teaching.

5. Karakteristik Cara Lama, Keuntungan Team Teaching dan Kelemahannya

Karakteristik/cirri-ciri pemelajaran cara lama (konvensional):

 Pembagian mata pelajaran (bidang studi) dan kurangnya integrasi

 Seringnya dan terbukti menyimpang dari tujuan yang telah disepakati

 Adanya konflik yang timbul karena pengaruh gaya instruktur dan teknik mengajarnya

 Sering tidak teraturnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan

 Adanya perbedaan dan ketidakteraturan yang diperlukan dalam menghadapi perbaikan/revisi dan sebagainya.

 Adanya penggunaan yang salah dari bahan

(37)

Dengan menggunakan team teaching akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

o Lebih efektif mengembangkan skill instruktur dan tenaga ahli

serta sumber-sumbernya yang lain.

o Instruktur saling belajar dari yang lainnya

o Adanya integrasi subyek yang dapat menimbulkan lebih efektif

yang dapat menopang konsentrasi dalam pemelajaran.

o Dapat membentuk dan menimbulkan fasilitas yang

berkelanjutan untuk pengembangan kurikulum

o Adanya pertanggungjawaban yang kolektif terhadap pelajaran

(course)

o Keuntungan pada pebelajar adanya usaha membentuk

kesamaan level mereka untuk menggoalkan tujuan yang hendak dicapainya

o Sumber tenaga ahli dan spesialis yang dapat dikonsentrir

(terpusat)

o Tugas instruktur yang dirasakan sukar dapat diatasi bersama o Pebelajar dapat diidentifikasi oleh team dan sebaliknya

o Membantu dan mendorong tenaga yunior dalam team

o Lebih efektif dalam tugas-tugas serta evaluasi pada pebelajar

dan lebih reliable

o Team teaching akan menyajikankemampuan mengajar dari

semua anggota team dari pada kualifikasi formal serta kesenioran

o Adanya integrasi bentuk dalam beban tugas pebelajar o Jalur kounikasi dalam pemelajaran yang lebih efektif dan

terarah

Sekalipun demikian team teaching juga masih mempunyai kelemahan seperti:

o Tidak terintegrasinya secara penuh dan efektif

o Organisasi team sendiri kadang-kadang menimbulkan konfik

otoritas

o Perbedaan personal, lama pelatihan, pengalaman, dapat

membuat kurang kerjasama sesame team.

(38)

Untuk menggunakan Team Teaching dalam proses pemelajaran perlu dipikirkan sebaik-baiknya dan setertib-tertibnya: bahwa team teaching merupakan “term” yang sifatnya deskriptif bukannya definitive, dan berhasilnya team teaching ini tergantung dari penggunaan/kemampuan mengajar yang efektif dan waktu, dan usaha kerjasama seluruh staf pengajar.

Sebelum team teaching ini dilaksanakan, terlebih dahulu harus ada keputusan yang jelas dan konkrit dari pimpinan team dapat diterima oleh semua staf/anggota team.

Apa yang dikerjakan oleh team teaching, kalaupun tidak meningkatkan skill instruktur, juga mempersilahkan guru Bekerja untuk suatu grup yang besar agar lebih baik dari grup kecil dengan cara kelas tradisional, yang berarti team teaching mempunyai potensi untuk mengembangkan instruksional yang lebih luas. Juga team teaching memberikan

keuntungan untuk kerjasama dengan kelompok professional lain dalam merencana, ide-ide penyajian isi materi dan program-program evaluasi. Dan bahkan team teaching akan membuka tembok system

Instruksional lama yang berselubung dan mengundang kemampuan dan keuntungan beberapa instruktur untuk memfokuskan problem-problem instruksional pada umumnya. Dalam mengorganisir team teaching, diperlukan hati-hati dalam mempertimbangkan kuliah individu diantara sejumlah staf. Team haruslah orang-orang yang dapat Bekerja baik dengan anggota-anggotanya.

Komposisi dari team dapat bervariasi, boleh terdiri dari beberapa guru/dosen yang berdiploma/sertifikat, dengan dibantu oleh pembantu (tanpa sertifikat guru), untuk membentuk kerjasama dalam team.

Konsisten bahwa prinsip penggunaan tenaga sebaiknya dapat dimanfaatkan dengan seefesien mungkin, baik pengalaman dan

kemampuannya, sedangkan dari suatu team terdiri dari tenaga-tenaga yang harus saling mengisi, maka kerjasama harus dapat diusahakan sebaik-baiknya.

(39)

1. Peranan dan status instruktur

Pemilihan person team teaching

1. Dua atau lebih tenaga professional

2. Dua atau lebih tenaga professional/sertifikat dan dibantu oleh tenaga pembantu

3. Dua atau lebih full time professional diasistensi oleh spesialis atas dasar kebutuhan yang mengikat.

2. Peranan dan status dari pebelajar

Dengan memperhatikan organisasi grup sebatas kelompok belajar, yang harus diperhatikan:

1. Isi materi yang akan dipelajari (content) 2. Prosedur instruksiona

3. Besarnya tiap kelompok (learning group size) 4. Komposisi pebelajar (student composition) 5. Lamanya waktu dikelas

6. Seringnya pertemuan di kelas (frequency of class meetings)

3. Kemungkinan-kemungkinan kesempatan belajar pebelajar

4. Hubungan antara dosen/staff dengan pebelajar 5. Beban tugas masing-masing pebelajar

6. Metode-metode mengajar yang dipergunakan 7. Organisasi team

8. Jadwal waktu yang direncanakan

9. Penggunaan sumber media yang tersedia 10.Pembiayaan yang harus dipertimbangkan

Disamping metode-metode di atas masih banyak lagi metode yang dapat dipakai untuk pemelajaran orang dewasa.

(40)

Tabel Metode Pembelajaran & Tujuan Pemelajaran

Jika tujuan pemelajaran adalah sbb:

Maka metode yang cocok adalah sbb:

Pengetahuan Ceramah, Debat, Panel, Kolokium,

Film, Televisi, Slide, Membaca

Pemahaman Demonstrasi, Promotisasi, Diskusi

pemecahan masalah, Diskusi kasus, Permainan.

Skill/keterampilan Drill, Coaching (latihan), Role Play, Skill Practive exercise, dan driil.

Attitude/perilaku Role play, Metode kasus, T-grup, Diskusi pengalaman

(41)

RUJUKAN PUSTAKA

Anaemena, E. I. (1985). A comparison of andragogy and pedagogy as instructional

methodologies toward cognitive achievement in basic electronics in technical

colleges of Aambra State of Nigeria. (UMI No. 8611718).

Apps, J. W. (1981).

The Adult Learner On Campus: A Guide for Instructors And

Administrators

. Chicago: Follett Publishing Company.

Ashley-Baisden, D. M. (2001). The effects of age on adult learners’ preferences for

instructional delivery. (UMI No. 3010921).

Aslanian, C. B. (2001).

Adult Students Today

. NY: The College Board.

Association of American Colleges and Universities (2002). Greater expectations: A new

vision for learning as a national goes to college. Washington, D. C.:

AAC&U.

Barr, R. & Tagg, J. (1995). From teaching to learning: A new paradigm for

undergraduate education.

Change

, 27, 12-25.

(42)

Bates, R. A., Holton, E. F., & Burnett, M. F. (1999). Assessing the impact of influential

observations on multiple regression analysis in human resource researcher.

Human Resource Development Quarterly

, 10, (Winter), 343-363.

Bates, R. A. (1997). The impact of training content validity, organizational commitment,

learning, performance utility, and transfer climate on transfer of training in an

industrial setting. (UMI No. 9735977)

Beck, C. (2001). Matching teaching strategies to learning style preferences.

The Teacher

Educator

, Muncie, Summer 2001.

http:// proquest.umi.com/ pqdweb?

Did=000000102752234

.

Beder, H. & Carrea, N. (1988). The effects of andragogical teacher training on adult

students’ attendance and evaluation of their teachers.

Adult Education

Quarterly

,

38(2), 75-87.

Blackwood, C. & White, B. (1991). Technology for teaching and learning improvement.

In Galbraith (Ed),

Facilitating Adult Learning: A Transactional

Process

. Malabar,

Fl: Krieger Publishing Co.

Bowden, R. & Merritt, R. (1995). The adult learner challenge: Instructionally and

administratively.

Education

, 115, (3).

Coit, F. B.(1972).

Instructional System Development for Vocational and Technical

Training.

New Jersey:Educational Technology Publication.

Dale,R.(1985).

Educational, Training (Employment : Towards a new Vocationalsm.

(43)

Dokumentasi Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. (2000-2005). Jakarta:

Depdiknas

Dubois,D.D.(1993).

Comtepency-Based Performance Improvement: A Strategy for

Organiztional Change.USA

:Pan-American Conventions.

Gasskov.V. (2000).

Managing Vocational Training Systems

. Geneva : International

Labour Office.

Gambar

Gambar tersebut, menunjukkan arah perubahan tuntutan kepemimpinan yang diperlukan yaitu, menggali kemampuan (asses capabilities), menen-tukan arah, membangun kompetensi, dan memimpin perubahan.
Tabel Metode Pembelajaran & Tujuan Pemelajaran

Referensi

Dokumen terkait

1. Gaya adalah suatu tarikan atau dorongan yang bekerja pada benda. Gaya merupakan besaran vektor yang mempunyai nilai (besar) dan

Mengingat bahwa ekstrak tanaman kembang telang memiliki efek antimikroba yang merupakan patogen penyebab penyakit pada manusia, sangat menarik jika efek ekstrak

No Uraian Jumlah 1.. 165.832,- atau dalam satu bulan produksi produsen memperoleh keuntungan sebesar Rp 4.974.969,- .2) Profitabilitas industri minyak kelapa di

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya, serta Surat Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi Nomor : 602.1/03.B/POKJA-DPU/PT.BM/IX/2013 Tanggal 17 September

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu

Lebih lanjut penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perbedaan tingkat kekerasan emosional pada remaja pria dan remaja wanita yang berpacaran.. Subjek dalam penelitian ini

Tesis saya berjudul : “Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran Merakit Komputer Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Di Smk Bina

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rantai pemasaran dan faktor yang mempengaruhi kinerja kelembagaan pemasaran ikan komoditas utama di