• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kedongori ecamatan Dempet Demak T2 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kedongori ecamatan Dempet Demak T2 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Manajemen Berbasis Sekolah

2.1.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari School Based Management (SBM) disebutkan oleh Bank Dunia (2007:2) SBM is the decentralization of authority from the central government to the school level (well, 2005). MBS adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada sekolah. Dornseif (1996: 1) mendefinisikan:

“SBM describes a collection of practices in which more people at the school level make decisions for the school. It often begins with decentralisation; a delegation of certain powers from the central office to the school, that may include any range of power from a few, limited areas to nearly everything”.

Artinyabahwa manajemen berbasis sekolah adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan banyak orang (pihak) pada suatu sekolah dalam pembuatan keputusan. MBS dimulai dengan desentralisasi, delegasi kekuatan tertentu dari pusat ke sekolah yang meliputi jangkauan kekuasaan dari yang kecil, yang terbatas sampai yang mencakup semua kebijakan.

(2)

9 mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih bisa memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan.

Pengertian MBS disampaikan oleh Cook (2007:129) “…SBM is an increase in decision-making at the school level. This is in distinction decision-making at the government level (national or local) or at the level of the classroom teacher”.

Manajemen berbasis sekolah adalah peningkatan peran pengambilan keputusan pada tingkat sekolah. MBS terkait pembedaan wewenang pengambilan keputusan pada tingkap pemerintah baik pusat maupun daerah juga pada tingkat guru kelas.

Rohiat (2009:47) menyampaikan bahwa MBS dapat

diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi, fleksibilitas kepada sekolah, mendorong secara langsung partisipasi warga sekolah dan masyarakat, meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pemerintah dan peraturan perundangan.

Dari pendapat tentang definisi MBS diatas dapat disimpulkan bahwa MBS adalah pemberian otonomi lebih luas kepada sekolah agar dapat mengelola dan mengerahkan semua sumberdaya dan sumber dana, penetapan kebutuhan sesuai prioritas dan kemampuan, untuk mencapai tujuan sekolah.

(3)

10 kewenangan/kemadirian, yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan merdeka/tidak tergantung.

Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi sekolah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. (Depdiknas, 2000: 9).

Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, siswa, karyawan, orang tua dan tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.

2.2Tujuan MBS

Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk mendirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara rinci tujuan MBS disampaiakan oleh Rohiat (2009:50-51) adalah:

1. Meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan

diperoleh melalui otonomi yang lebih besar pada sekolah agar lebih inisiatif dan kreatif.

2. Sekolah dapat memanfaatkan sumber daya

(4)

11 3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,

ancaman dan tantangan sendiri.

4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.

5. Keputusan yang diambil sekolah lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah.

6. Penggunaan sumber daya lebih efektif dan efisien karena adanya kontrol oleh warga sekolah.

7. Tercapainya transparansi dan akuntabilitas sekolah.

8. Tanggung jawab yang lebih besar oleh sekolah dalam mewujudkan kualitas pendidikan.

9. Persaingan sehat antar sekolah melalui inovasi-inovasi pendidikan.

10.Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan.

Kajian tentang keefektifan pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari masalah input, proses, output dan outcome (Mulyasa, 2007:85). Keefektifan MBS Komponen-komponen MBS yang di monitor dan dievaluasi dalam implementasi MBS menurut Rohiat (2009:79) yaitu:

1) Konteks

Konteks adalah eksternalitas sekolah berupa demand dan support yang berpengaruh pada input sekolah. Dengan kata lain, konteks sama artinya dengan kebutuhan. Dengan demikian, evaluasi konteks berarti evaluasi tentang kebutuhan. Yang

(5)

12

Alat yang tepat untuk melakukan evaluasi konteks adalah needs assesment.

2) Input

Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia dan siap karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input ini dapat berupa barang dan perangkat-perangkat lunak (ide dan harapan). Secara garis besar input dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu harapan, sumber daya dan input manajemen. Yang termasuk input, antara lain: visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, sumber daya sekolah, siswa, manajemen berbasis sekolah, dan sebagainya.

3) Proses

Adalah berubahnya sesuatu menjadi adi sesuatu yang lain. Dalam MBS sebagai sistem, proses terdiri dari: proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses evaluasi sekolah.

4) Output

Adalah hasil nyata dari pelaksanaan program MBS. Hasil nyata tersebut dapat berupa academic achievement maupun non academic achievement. Fokus evaluasi pada output adalah mengevaluasi sejauh mana sasaran yang diharapkan (kualitas, kuantitas, waktu) telah dicapai program MBS.

5) Out come

(6)

13

dan sebagainya. Untuk melakukan evaluasi ini, pada umumnya digunakan analisis biaya manfaat.

2.3 Ruang Lingkup Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen berbasis sekolah merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat (Mulyasa, 2007: 33).

(7)

14 untuk meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Menurut Made Pidarta (2004: 3), manajemen merupakan proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Yang dimaksud sumber di sini ialah mencakup orang-orang, alat-alat, media, bahan-bahan, uang, dan sarana.

Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan. Menurut Mulyasa (2007: 35) karakteristik manajemen berbasis sekolah antara lain:

a. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah

Manajemen berbasis sekolah memberikan otonomi luas kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program manajemen berbasis sekolah dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik sesuai tuntutan masyarakat.

b.Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua

(8)

15 masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

c. Kepemimpinan Yang Demokratis dan Profesional Dalam manajemen berbasis sekolah, pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti program sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.

d.Team Work Yang Kompak dan Transparan

Dalam manajemen berbasis sekolah, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Keberhasilan manajemen berbasis sekolah merupakan hasil sinergi dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan.

(9)

16 pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan.

Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.

Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum yang menyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.

(10)

17 yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro. Manajemen berbasis sekolah yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disinsentif.

Manajemen sekolah pada hakekatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup di bidang kajian menajemen sekolah juga merupakan ruang lingkup dan bidang kajian menajamen pendidikan.

Komponen-komponen yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, menurut Mulyasa (2003: 42), adalah sebagai berikut:

a. Manajemen Manajemen berbasis sekolah dan Program Pengajaran

(11)

18 pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu level sekolahyang paling penting adalah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan manajemen berbasis sekolah tersebut dengan kegiatan pembelajaran.

b.Manajemen Tenaga Kependidikan

Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen

personalia pendidikan bertujuan untuk

mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantuanggota mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi

c. Manajemen Kesiswaan

(12)

19 Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin.

d.Manajemen Sarana dan Prasana Pendidikan

Mulyasa (2003: 49) sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

(13)

20 pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi dan penghapusan serta penataan.

2.4Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi merupakan proses menggambar, mengumpulkan serta menyajikan informasi eskritif tentang berharganya kewajaran tujuan, rancangan implementasi dan danpak suatu program sebagai masukan bagi pembuatan keputusan, melayani kebutuhan mempertanggungjawabkan dan pemahaman terhadap fenomena. Sanders & Sullins (2006: 1) mengungkapkan bahwa “program evaluation is the process of systematically determining the quality of program and how it can be improve” yang dapat diartikan bahwa evaluasi program merupakan upaya yang sistematik untuk menetukan kualitas suatu program agar program tersebut dapat ditingkatkan.

(14)

21 evaluasi mengalami perkembangan sesuai dengan

masanya. Pada masa awal, evaluasi sering diartikan sebagai upaya untuk menilai hasil belajar, berdasarkan bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan suatu perlakuan pembelajaran kepada peserta didik. Namun, seiring perkembangannya pengertian evaluasi bukan hanya menilai hasil belajar saja melainkan penilaian terhadap proses dan hasil belajar karena terdapat faktor-faktor lain yang mendukung keberhasilan pencapaian hasil belajar siswa, seperti kondisi fisik dan psikis siswa, kapasitas guru, sarana prasarana pendukung di sekolah, serta lingkungan pembentuk sekitarnya.

Istilah program diartikan sebagai “rencana”, dalam pengertian yang lebih praktis program adalah “suatu unit atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan

Ada beberapa macam model evaluasi, dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: Context, Input, Process, dan Product, sehingga bila disingkat menjadi Model CIPP.

(15)

22

a. CIPP memiliki pendekatan yang holistik dalam evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat proses implementasi. b. CIPP memiliki potensi untuk bergerak di wilayah

evaluasi formatif dan summatif. Sehingga sama baiknya dalam membantu melakukan perbaikan selama program berjalan, maupun memberikan informasi final.

Namun demikian, dalam pembuatan keputusan yang diartikan sebagai mengkonseptualisasikan sejumlah proses keputusan yang meliputi kesadaran, desain, pilihan, dan aksi, perlu diperhatikan peranan-peranan yang dimainkan oleh evaluator.

Diantaranya adalah memonitor sebuah program untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan mengidentifikasi konsep-konsep, alternatif permasalahan untuk dipecahkan dalam penyesuaian kebutuhan atau penggunaan kesempatan-kesempatan menilai pernyataan permasalan alternative dari kedudukan nilai

yang berada dan menilai apakah permasalahan

membutuhkan perubahan dan informasi mana yang dapat disediakan untuk menuntun aktifitas-aktifitas perubahan.

2.5Penelitian relevan

(16)

23 sehingga sekolah benar-benar siap dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah.

Manajemen berbasis sekolah merupakan model pengeloaan sekolah yang bertumpu pada tiga pilar utama yaitu,manajemen pengeloaan sekolah secara transparan dan akuntabel, peran serta masyarakat dan stakholder serta pembelajaran aktif,kreatif,efektif dan menyenangkan.

Penelitian berikutnya oleh Suraya ( 2009 ) Tesis Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat.

Implementasi Monitoring Dan Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah di MTsNAwayan Kabupaten Balangan Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tentang pemerintahan daerah, jika sebelumnya segala sesuatu serba sentralistik, maka sekarang semua urusan tidak terkecuali bidang pendidikan diserahkan kepada daerah.Begitu juga di Kabupaten Balangan otonomi daerah memberikan kewenangan dan keleluasaan mengatur dan mengelola sekolah sesuai dengan keadaan sekolah.

Adanya Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan otonomi kepada sekolah dan menekankan keputusan bersama dari semua warga sekolah dan masyarakat untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional, untuk itu juga diperlukan Implementasi Monitoring dan evaluasi.

(17)

24 implementasi monitoring dan evaluasi dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan di sekolah, dimana dari hasil implementasi monitoring dan evaluasi ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan dalam penyelenggaraan pendidikan di MTsN Awayan Kabupaten Balangan.

2.6Kerangka Pikir

Manajemen Berbasis

Sekolah

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Pengawasan

Kepala Sekolah Guru

komite Masyarakat

Evaluasi

1. Context 2. Input 3. Proses 4. product Otonomi

Daerah

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil utama dalam penelitian ini, antara lain: tidak terdapat perbedaan rape myth acceptance yang signifikan antara orangtua yang memiliki anak perempuan dewasa muda

Sebagai realisasi dari program kegiatan PPL yang dilaksanakan oleh penulis, penulis melaporkan serangkaian kegiatan yang dialami selama berada di lingkungan SMP Negeri 1

Dengan ini laporan praktik kerja lapangan angkatan 20 yang telah dilaksanakan pada :. Hari, tanggal : Senin, 17 April 17 – Senin,8

Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi motivasional dari lingkungan kerja dan

[r]

1. Dapat mengetahui kondisi-kondisi sekolah yang meliputi kondisi fisik, struktur organisasi sekolah, administrasi sekolah, tata tertib, kegiatan kesiswaan, sarana

dilakukan oleh mahasiswa program studi Kependidikan sebagai latihan mengajar. di Sekolah Latihan agar praktikan memperoleh pengalaman

Permasalahan yang akan dikaji pada Tugas Akhir kali ini adalah :. • Berapa volume air kondensat yang