• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah perkembangan Islam di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah perkembangan Islam di Indonesia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Agama

Perkembangan Islam di Nusantara

oleh

Nama : Nurmasyitah Kelas : IX A

NIS : 10110090

SMP Sukma Bangsa Bireuen, Cot Keutapang

(2)

Latar Belakang

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, keadaan dan corak kehidupan masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh tata susunan kasta-kasta yang menjadikan kehidupan masyarakat terbagi menjadi kelas-kelas masyarakat. Kehidupan manusia tidak dapat bebas di dalam masyarakat dan tidak ada hak yang sama dalam pergaulan sesama hidup manusia.

Kepercayaan yang berkembang di Indonesia pada masa sebelum datangnya Islam yaitu Animisme, Dinamisme, Hinduisme, dan Budhisme. Pada waktu agama Islam masuk di Indonesia, keadaan kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme masih sangat kuat. Banyak di antara kita tidak mengetahui pengetahuan tentang sejarah Islam di Indonesia. Maka dari itu, saya akan membahas tentang Sejarah Islam di Indonesia.

A. Teori Tentang Negeri Asal Islam di Indonesia

Negeri asal masuknya agama Islam ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat yang masih sekarang masih menimbulkan perdebatan. Terdapat tiga teori tentang negeri asal masuknya agama Islam di Indonesia, yaitu:

1. Teori India a. Teori Pertama

Teori ini menyatakan bahwa Islam Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar. Pendapat ini dipelopori oleh Pijnapel, yang menelusuri Islam Indonesia kepada pengikut mazhab Syafi’i dari Gujurat dan Malabar. Apalagi kawasan ini sering disebut dalam sejarah purbakala Indonesia. Pendapat ini diikuti oleh ilmuan di belakangnya seperti W. F. Stutterheim, J. C. Van Leur, T. W. Arnold, Bernard H. M. Vlekke, Schrieke, dan Clifford Geertz.

b. Teori Kedua

(3)

sebagai kota Hindu dan Gujarat baru jatuh ke tangan Muslim pada tahun 1297. Ia juga menyebutkan bahwa orang-orang Muslim sudah mapan selama berabad-abad di India Selatan, tanpa mempunyai kekuasaan politik, sebelum ekspansi kesultanan Delhi pada awal abad ke-14. Di samping itu, ia menyatakan bahwa mazhab Syafi’i tidak ghalib di Gujarat. Seluruh Hikayat Raja-raja Pasai mempunyai latar belakang yang sangat diwarnai oleh India Selatan.

2. Teori Benggali

Teori Benggali berpendapat bahwa Islam Indonesia berasal dari Benggali (Bangladesh sekarang). Pendapat ini dikembangkan oleh S. Fatimi. Dengan bersandar kepada pendapat Marcopolo dan Tome Pires. S. Fatimi menyimpulkan bahwa Islamnya kerajaan Samudera Pasai berasal dari Benggali. Hal itu dikuatkannya dengan sudah terjalinnya hubungan niaga antara Benggali dan Samudera Pasai sejak zaman purba. Di samping itu, Benggali ditaklukkan orang-orang Muslim dan diislamkan pada kira-kira tahun 1200, satu abad sebelum Gujarat dan India Selatan.

Dalam bukunya Tome Pires juga menggambarkan tentang Samudera Pasai. Di Samudera Pasai banyak bermukim saudagar Moor dan India, yang terpenting adalah orang-orang Benggala. Keterangan Pires inilah yang merupakan titik pangkal pendapat bahwa Islam di Indonesia diimpor dari Benggala.

3. Teori Arab

Adapun teori yang menyatakan Islam Indonesia berasal dari Arab, pertama kali dilontarkan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859) kemudian diikuti oleh Niemann (1861), de Hollander (1981), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan, bahwa Islam Indonesia berasal dari Mesir, dengan alasan Mesir menganut Mazhab Syafi’i ; Hollander berpendapat dari Hadramut juga dengan alasan negeri itu menganut mazhab Syafi’i ; sedangkan Veth hanya menyebutkan bahwa Islam Indonesia dibawa oleh orang-orang Arab, tanpa menyebutkan tempat asal. Di Indonesia pendapat ini dipopulerkan oleh Hamka. Teori yang dikembangkan Hamka ini mendapatkan perhatian dan pembenaran dalam seminar-seminar yang membahas sejarah masuknya Islam di Indonesia, baik nasional maupun lokal.

(4)

singkirkan pengenaannya terhadap sejarah asal-usul Islam di sini ”. Dia berpendapat bahwa dalam teori India itu penekanan didasarkan atas ciri-ciri “luar”. Dia menganjurkan agar penelusuran asal-usul Islam di sini dilakukan melalui kenyataan-kenyataan “dalam”. Dan tulisan serta bahasa dan kesusasteraan yang benar-benar merupakan ciri yang sah untuk memutuskan perkara ini. Menurutnya, tidak satupun laporan, rujukan atau sebutan yang merujuk kepada penulis India atau kepada kitab yang berasal dari India dan digubah oleh orang India. Mubaligh-mubaligh lama Islam di daerah ini pun terdiri dari orang-orang Arab.

B. Teori Tentang Masa Kedatangan Islam di Indonesia 1. Teori Pertama

Teori pertama, menyatakan bahwa Islam sudah datang di Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7/8 M. Di anatara ilmuan yang menganut teori ini adalah : J. C. Van Leur, T. W. Arnold, Hamka, Abdullah bin Nuh dan D. Shahab.

Di antara alasan yang dijadikan sandaran mereka adalah bahwa pada 674 di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (koloni) Arab Islam. Bangsa Arab sudah aktif dalam lapangan perniagaan laut sejak abad-abad pertama Masehi. Mereka telah lama mengenal jalur perdagangan laut melalui Samudera Indonesia

2. Teori Kedua

Teori kedua, menyatakan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-13. Di antara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouck Hurgronje. Pendapat ini kemudian diikuti oleh banyak sejarawan, seperti W. F. Stutterheim dan Bernard H. M. Vlekke. Pendapat ini di dasarkan pada batu nisan Sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni al-Malik al-Saleh yang wafat pada 1297. Alasan lainnya adalah keterangan Marcopolo yang menyatakan bahwa di Perlak pada tahun 1292, penduduknya telah memeluk agama Islam. Namun, dia menyatakan bahwa Perlak merupakan satu-satunya daerah Islam di Nusantara ketika itu.

(5)

Kedatangan Islam dan cara penyebarannya di kalangan golongan bangsawan dan rakyat umumnya, ialah dengan cara damai, melalui perdagangan dan dakwah yang dilakukan para pedagang, mubaligh-mubaligh atau orang-orang alim.

Indonesia sekarang merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Penyebaran Islam di Indonesia diakui dengan cara-cara damai. Saluran-saluran islamisasi dan cara pelaksanaannya tentu tidak sedikit. Saluran-saluran itu saling berkaitan, sehingga saluran yang satu memperkuat saluran yang lain. Misalnya saluran perdagangan diperkuat dengan saluran perkawinan, saluran-saluran tasawuf diperkuat dengan saluran pendidikan, dan seterusnya.

Saluran-saluran itu diantaranya adalah: 1. Saluran Perdagangan

Saluran perdagangan sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada saat itu pedagang-pedagang muslim turut serta ambil bagian dalam perdagangan dengan di kawasan Indonesia. Penggunaan perdagangan sebagai saluran islamisasi dimungkinkan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara kegiatan berdagang dan kewajiban dakwah. Proses Islamisasi melalui saluran perdagangan dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Mula-mula mereka berdatangan di pusat-pusat perdagangan dan di antaranya kemudian ada yang tinggal, baik untuk sementara waktu maupun menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan, yang disebut Pekojan. Lingkungan mereka makin luas dan dengan cara demikian lambat laun timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.

2. Saluran Perkawinan

(6)

3. Saluran Tasawuf

Tasawuf juga merupakan salah satu saluran penting dalam proses Islamisasi. Para guru terekat memegang peranan penting juga dalamorganisasi masyarakat kota-kota pelabuhan. Mereka adalah guru-guru pengembara yang mengajarkan teosofi yang telah bercampur, yang dikenal luas oleh bangsa Indonesia tetapi yang sudah menjadi keyakinannya. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Mereka siap untuk memelihara kelanjutan dengan masa lampau dan menggunakan istilah-istilah dan anasir-anasir budaya pra-Islam dalam hubungan Islam. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran mistik Indonesia-Hindu adalah Hamzah al-Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani di Aceh, Syekh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa.

4. Saluran Pendidikan

Kecuali melalui Tasawuf, Islamisasi juga dilakukan melalui lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sudah berdiri sejak pertama kali Islam datang ke Indonesia. Di Aceh lembaga-lembaga pendidikan Islam itu mengambil bentuk yang beragam sehingga memunculkan beberapa nama, seperti meunasah, dayah dan rangkang. Di Sumatera Barat dikenal lembaga pendidikan Islam surau. Di Kalimantan dikenal lembaga pendidikan Islam langgar. Sementara di Jawa dikenal pondok dan pesantren. Belum lagi kalau dimasukkan ke dalam kriteria lembaga pendidikan Islam pengajian-pengajian al-Qur’an yang berlangsung di rumah-rumah alim ulama.

Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut dilangsung pembinaan calon guru-guru agama, kyai-kyai atau ulama-ulama. Setelah menamatkan pendidikan, mereka kembali ke kampung masing-masing atau ke desa-desanya, tempat mereka menjadi tokoh keagamaan. 5. Saluran Kesenian

(7)

dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya diganti menjadi nama-nama pahlawan Islam.

Pokok Pembahasan

Penyebaran Islam di Nusantara adalah proses menyebarnya agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Islam dibawa ke Nusantara oleh pedagang dari Gujarat, India selama abad ke-11, meskipun Muslim telah mendatangi Nusantara sebelumnya. Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui jumlah penganut Hindu dan Buddhisme sebagai agama dominan bangsa Jawa dan Sumatra. Bali mempertahankan mayoritas Hindu, sedangkan pulau-pulau timur sebagian besar tetap menganut animisme sampai abad 17 dan 18 ketika agama Kristen menjadi dominan di daerah tersebut.

Penyebaran Islam didorong oleh meningkatnya jaringan perdagangan di luar Nusantara. Pedagang dan bangsawan dari kerajaan besar Nusantara biasanya adalah yang pertama mengadopsi Islam. Kerajaan yang dominan, termasuk Kesultanan Mataram (di Jawa Tengah sekarang), dan Kesultanan Ternate dan Tidore di Kepulauan Maluku di timur. Pada akhir abad ke-13, Islam telah berdiri di Sumatera Utara, abad ke-14 di timur laut Malaya, Brunei, Filipina selatan, di antara beberapa abdi kerajaan di Jawa Timur, abad ke-15 di Malaka dan wilayah lain dari Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia). Meskipun diketahui bahwa penyebaran Islam dimulai di sisi barat Nusantara, kepingan-kepingan bukti yang ditemukan tidak menunjukkan gelombang konversi bertahap di sekitar setiap daerah Nusantara, melainkan bahwa proses konversi ini rumit dan lambat.

Meskipun menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia, bukti sejarah babak ini terkeping-keping dan umumnya tidak informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat terbatas. Ada perdebatan di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara kala itu.[1]:3 Bukti

utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan beberapa kesaksian peziarah, tetapi bukti ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat tertentu pada waktu tertentu. Bukti ini tidak bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit seperti bagaimana gaya hidup dipengaruhi oleh agama baru ini, atau seberapa dalam Islam mempengaruhi masyarakat. Dari bukti ini tidak bisa diasumsikan, bahwa karena penguasa saat itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses Islamisasi daerah itu telah lengkap dan mayoritas penduduknya telah memeluk Islam; namun proses konversi ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan terus berlangsung di Nusantara, bahkan tetap berlangsung sampai hari ini di Indonesia modern.

Awal sejarah

(8)

peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara. Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan kesaksian beberapa peziarah, tetapi hal ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat tertentu pada waktu tertentu. Baik pemerintah kolonial Hindia Belanda maupun Republik Indonesia lebih memilih situs peninggalan Hindu dan Buddha di Pulau Jawa dalam alokasi sumber daya mereka untuk penggalian dan pelestarian purbakala, kurang memberi perhatian pada penelitian tentang awal sejarah Islam di Indonesia. Dana penelitian, baik negeri maupun swasta, dihabiskan untuk pembangunan masjid-masjid baru, daripada mengeksplorasi yang lama. Sebelum Islam mendapat tempat di antara masyarakat Nusantara, pedagang Muslim telah hadir selama beberapa abad. Sejarawan Merle Ricklefs (1991) mengidentifikasi dua proses tumpang tindih dimana Islamisasi Nusantara terjadi: antara orang Nusantara mendapat kontak dengan Islam dan dikonversi menjadi muslim, dan/atau Muslim Asia asing (India, China, Arab, dll) menetap di Nusantara dan bercampur dengan masyarakat lokal. Islam diperkirakan telah hadir di Asia Tenggara sejak awal era Islam. Dari waktu khalifah ketiga Islam, 'Utsman' (644-656) utusan dan pedagang Muslim tiba di China dan harus melewati rute laut Nusantara, melalui Nusantara dari dunia Islam. Melalui hal inilah kontak utusan Arab antara tahun 904 dan pertengahan abad ke-12 diperkirakan telah terlibat dalam negara perdagangan maritim Sriwijaya di Sumatra. Kesaksian awal tentang kepulauan Nusantara terlacak dari Kekhalifahan Abbasiyah, menurut kesaksian awal tersebut, kepulauan Nusantara adalah terkenal di antara pelaut Muslim terutama karena kelimpahan komoditas perdagangan rempah-rempah berharga seperti Pala, Cengkeh, Lengkuas dan banyak lainnya.

Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di Nusantara. Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang terbaca tertulis tahun 475 H (1082 M), meskipun milik seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan tersebut tidak diangkut ke Jawa di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi Nusantara berasal dari Sumatera Utara, Marco Polo dalam perjalanan pulang dari China pada tahun 1292, melaporkan setidaknya satu kota Muslim, dan bukti pertama tentang dinasti Muslim adalah nisan tertanggal tahun 696 H (1297 M), dari Sultan Malik al-Saleh, penguasa Muslim pertama Kesultanan Samudera Pasai, dengan batu nisan selanjutnya menunjukkan diteruskannya pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah pemikiran Syafi'i, yang kemudian mendominasi

(9)

Menurut wilayah

Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara dengan cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad ke-14 sampai akhir abad ke-19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir.[5] Namun klaim ini kemudian

dibantah oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa, seperti Suku Sunda di Jawa Barat dan kerajaan Majapahit di Jawa Timur ditaklukkan oleh Muslim Jawa. Kerajaan Hindu-Buddha Sunda Pajajaran ditaklukkan oleh kaum Muslim di abad ke-16, sedangkan bagian pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa Timur yang Hindu-Buddha sering berperang.[1]:8 Penyebaran

terorganisir Islam juga terbukti dengan adanya Wali Sanga (sembilan orang suci) yang diakui mempunyai andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama periode ini.

Malaka

Didirikan sekitar awal abad ke-15 , negara perdagangan Melayu Kesultanan Malaka (sekarang bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat perdagangan paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim asing, dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara. Parameswara sendiiri diketahui telah dikonversi ke Islam, dan mengambil nama Iskandar Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang merupakan Suku Hui muslim dari negeri China. Di Malaka dan di tempat lain batu-batu nisan bertahan dan menunjukkan tidak hanya penyebaran Islam di kepulauan Melayu, tetapi juga sebagai agama dari sejumlah budaya dan penguasa mereka pada akhir abad ke-15.

Sumatera Utara

Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh di Sumatera Utara, masing-masing dengan tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari abad ke-14, batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur adalah bukti penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi bahasa Sansekerta atas kata-kata Arab, menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433) yang ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan penerjemah Cheng Ho: "negara-negara utama di bagian utara Sumatra sudah merupakan Kesultanan Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan Malaka, penguasanya Iskandar Shah adalah Muslim dan juga warganya, dan mereka percaya dengan sangat taat".

Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di Utara pulau Sumatera didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan pertama dan kedua

Kesultanan Pedir (sekarang Pidie), Muzaffar Syah, dimakamkan 902 H (1497 M) dan Ma'ruf Syah, dimakamkan 917 H (1511 M). Kesultanan Aceh didirikan pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara Pulau Sumatra dan salah satu yang paling kuat di seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama Kesultanan Aceh adalah Ali Mughayat Syah yang nisannya bertanggal tahun 936 H (1530 M).

(10)

penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut, menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan sepanjang pantai timur ke Palembang, para penguasanya adalah Muslim, sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatera, seperti Pasai dan Minangkabau penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orang-orang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam terus memperoleh penganut baru.

Setelah kedatangan rombongan kolonial Portugis dan ketegangan yang mengikuti tentang kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Aceh Alauddin al-Kahar (1539-1571) mengirimkan dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman I tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti Utsmani kemudian dikirim laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian berlayar dengan kekuatan 22 kapal membawa tentara, peralatan militer dan perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh Laksamana Portugis Fernão Mendes Pinto, armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh terdiri dari beberapa orang Turki dan kebanyakan Muslim dari pelabuhan Samudera Hindia.

Jawa Tengah dan Jawa Timur

Prasasti-prasasti dalam aksara Jawa Kuno, bukan bahasa Arab, ditemukan pada banyak

serangkaian batu nisan bertanggal sampai 1369 M di Jawa Timur, menunjukkan bahwa mereka hampir pasti adalah Jawa pribumi, bukan Muslim asing. Karena dekorasi rumit dan kedekatan dengan lokasi bekas ibukota kerajaan Hindu-Buddha Majapahit, Louis-Charles Damais (peneliti dan sejarawan) menyimpulkan bahwa makam ini adalah makam orang-orang Jawa pribumi yang sangat terhormat, bahkan mungkin keluarga kerajaan.[8] Hal ini menunjukkan bahwa beberapa

elit Kerajaan Majapahit di Jawa telah memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan Kerajaan Hindu-Buddha berada di puncak kejayaannya.

Ricklefs (1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan bertanggal di wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa Islam di Jawa berasal dari pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk kerajaan Majapahit. Sebagai sebuah kerajaan dengan kontak politik dan perdagangan yang luas, Majapahit hampir pasti telah melakukan kontak dengan para pedagang Muslim, namun kemungkinan adanya abdi dalem keraton yang berpengalaman untuk tertarik pada agama kasta pedagang masih sebatas dugaan. Sebaliknya, guru Sufi-Islam yang dipengaruhi mistisisme dan mungkin mengklaim mempunyai kekuatan gaib, lebih mungkin untuk diduga sebagai agen konversi agama para elit istana Jawa yang sudah lama akrab dengan aspek mistisisme Hindu dan Buddha.[1]:5

(11)

demikian mereka menjadi "Jawa". Perang antara Muslim-pantai dan Hindu-Buddha-pedalaman ini juga terus berlanjut lama setelah jatuhnya Majapahit oleh Kesultanan Demak, bahkan permusuhan ini juga terus berlanjut lama setelah kedua wilayah tersebut mengadopsi Islam.[1]:8

Kapan orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim Tionghoa, Ma Huan, utusan Kaisar Yongle, mengunjungi pantai Jawa pada 1416 dan melaporkan dalam bukunya, Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433), bahwa hanya ada tiga jenis orang di Jawa: Muslim dari wilayah barat Nusantara, Tionghoa (beberapa adalah Muslim) dan Jawa yang bukan Muslim. Karena batu-batu nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima puluh tahun sebelumnya, laporan Ma Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah diadopsi oleh sebagian abdi dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.

Sebuah nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik, pelabuhan di Jawa Timur dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun, dia adalah orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi pesisir Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari sembilan rasul Islam di Jawa (disebut Wali Sanga) meskipun tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad ke-15-an, Kerajaan Majapahit yang kuat di Jawa berada di penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan Demak pada tahun 1520.

Jawa Barat

Suma Oriental ("Dunia Timur") yang ditulis Tome Pires melaporkan juga bahwa Suku Sunda di Jawa Barat bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi Islam. Sebuah penaklukan oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16. Dalam studinya tentang Kesultanan Banten, Martin van Bruinessen berfokus pada hubungan antara mistik dan keluarga kerajaan,

mengkontraskan bahwa proses Islamisasi dengan yang yang berlaku di tempat lain di Pulau Jawa: "Dalam kasus Banten, sumber-sumber pribumi mengasosiasikan "tarekat" tidak dengan perdagangan dan pedagang, tetapi dengan raja, kekuatan magis dan legitimasi politik." Ia menyajikan bukti bahwa Sunan Gunungjati diinisiasi ke dalam aliran "Kubra", "Shattari", dan "Naqsyabandiyah" dari sufisme.

Daerah lain

Tidak ada bukti dari penerapan Islam oleh orang Nusantara sebelum abad ke-16 di daerah luar Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku, dan Kesultanan Brunei dan Semenanjung Melayu.

(12)

Meskipun kerangka waktu bagi masuknya Islam di wilayah Indonesia dapat ditentukan secara luas, sumber-sumber utama sejarah tidak bisa menjawab banyak pertanyaan yang spesifik, sehingga kontroversi terus mengelilingi topik ini. Sumber-sumber seperti tidak menjelaskan mengapa konversi signifikan orang pribumi Nusantara menjadi Islam tidak dimulai hingga beberapa abad bahkan setelah para Muslim asing mengunjungi dan tinggal di Nusantara.

Sumber-sumber ini juga tidak cukup menjelaskan asal-usul dan perkembangan "aliran" istimewa Islam di Nusantara, atau bagaimana Islam menjadi agama yang dominan di Nusantara.[1]:8 Untuk

mengisi kekosongan celah sejarah ini, banyak peneliti mencari referensi ke legenda-legenda Melayu dan Nusantara tentang konversi pribumi Nusantara ke Islam.

Ricklefs berpendapat bahwa meskipun legenda-legenda ini bukanlah catatan historis yang dapat diandalkan tentang peristiwa yang sebenarnya, legenda-legenda ini berharga dalam memberi titik terang mengenai beberapa peristiwa, melalui wawasan mereka yang tersebar di masyarakat, ke dalam sifat pembelajaran dan kekuatan magis, latar belakang asing dan hubungan perdagangan para guru Islam awal, dan proses konversi yang bergerak dari atas (golongan elit keraton) ke bawah. Legenda ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana generasi muda Nusantara (Indonesia) melihat proses Islamisasi ini. Sumber-sumber ini termasuk:

Hikayat Raja-raja Pasai - sebuah teks Bahasa Melayu Kuno yang menceritakan

bagaimana Islam datang ke negeri "Samudra" (Kesultanan Samudera Pasai, sekarang di Aceh) di mana Kerajaan Islam di Nusantara yang pertama didirikan.

Sejarah Melayu - teks Bahasa Melayu Kuno, yang seperti juga Hikayat Raja-raja Pasai menceritakan kisah konversi Samudra, tetapi juga bercerita tentang konversi Raja Malaka (Parameswara).

Babad Tanah Jawi - nama generik yang digunakan untuk sejumlah besar manuskrip, di mana konversi ke dalam bahasa Jawa yang pertama diatributkan pada Wali Sanga ("sembilan orang suci").

Sejarah Banten - Sebuah teks Jawa yang berisi cerita konversi.

(13)

Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia

Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepas dari peran aktif para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat. Di antara Ulama tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hamzah Fansuri

Ia hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590. Pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia, Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra Arab.

b. Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari

Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu; Sayid Ba Alwi bin Abdullah Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain sebagainya.

c. Syaikh Abdussamad Al-Palimbani

Ia merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan. Ayahnya adalah seorang Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.

d. Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani

(14)

Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali. Selain itu ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.

Pada tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal pengetahuan agamanya ia banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di wilayahnya yang tertarik denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau tidak betah tinggal di kampung halamannya. Karena itu pada tahun 1855 ia berangkat ke Haramain dan menetap disana hingga beliau wafat pada tahun 1897 M/1314 H.

e. Wali Songo

Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat sembilan orang ulama yang memiliki peran sangat besar. Mereka dikenal dengan sebutan wali songo.

Para wali ini umumnya tinggal di pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Para wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah penting, yaitu; Surabaya, Gresik dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah), serta di Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru seperti, kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Adapun wali-wali tersebut yaitu; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria.

Kesenian dalam Islam

Konsep Seni Menurut Perspektif Islam

(15)

tamadun Islam di mana tujuan seni Islam ini adalah kerana Allah swt. Walaupun seni merupakan salah satu unsur yang disumbangkan tetapi Allah melarang penciptaan seni yang melampaui batas. Firman Allah swt yang bermaksud : "Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas."

Keindahan merupakan salah satu ciri keesaan, kebesaran dan kesempurnaan Allah swt lantas segala yang diciptakanNya juga merupakan pancaran keindahanNya. Manusia dijadikan sebagai makhluk yang paling indah dan paling sempurna. Bumi yang merupakan tempat manusia itu ditempatkan juga dihiasi dengan segala keindahan. Allah swt bukan sekadar menjadikan manusia sebagai makhluk yang terindah tetapi juga mempunyai naluri yang cintakan keindahan. Di sinilah letaknya keistimewaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain sama ada malaikat, jin dan haiwan. Konsep kesenian dan kebudayaan dalam Islam berbeza dengan peradaban Islam yang lain.

Dalam pembangunan seni, kerangka dasarnya mestilah menyeluruh dan meliputi aspek-aspek akhlak, iman, matlamat keagamaan dan falsafah kehidupan manusia. Seni mestilah merupakan satu proses pendidikan yang bersifat positif mengikut kaca mata Islam, menggerakkan semangat, memimpin batin dan membangunkan akhlak. Ertinya seni mestilah bersifat "Al-Amar bil Ma'ruf dan An-Nahy 'an Munkar" (menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran) serta

membangunkan akhlak masyarakat, bukan membawa kemungkaran dan juga bukan sebagai perosak akhlak ummah. Semua aktiviti kesenian manusia mesti ditundukkan kepada tujuan terakhir (keredhaan Allah dan ketaqwaan). Semua nilai mestilah ditundukkan dalam

hubunganNya serta kesanggupan berserah diri. Seni juga seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan ketaqwaan.

Prinsip-prinsip (ciri-ciri) Kesenian Islam

1. Mengangkat martabat insan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai persekitaran dan sejagat. Alam sekitar galerinya, manakala manusia menjadi seniman yang menggarap segala unsur kesenian untuk tunduk serta patuh kepada keredhaan Allah swt. 2. Mementingkan persoalan akhlak dan kebenaran yang menyentuh aspek-aspek estetika, kemanusiaan, moral dan lain-lain lagi.

3. Kesenian Islam menghubungkan keindahan sebagai nilai yang tergantung kepada keseluruhan kesahihan Islam itu sendiri. Menurut Islam, kesenian yang mempunyai nilai tertinggi ialah yang mendorong ke arah ketaqwaan, kema'rufan, kesahihan dan budi yang mantap.

4. Kesenian Islam terpancar daripada wahyu Allah, sama seperti undang-undang Allah dan SyariatNya. Maknanya ia harus berada di bawah lingkungan dan peraturan wahyu. Ini yang membezakan kesenian Islam dengan kesenian bukan Islam.

(16)

Islam tidak pernah menolak kesenian selagi dan selama mana kesenian itu bersifat seni untuk masyarakat dan bukannya seni untuk seni. Terdapat lima hukum dalam seni jika diperincikan. Antaranya:

(a) Wajib : Jika kesenian itu amat diperlukan oleh muslim yang mana tanpanya individu tersebut boleh jatuh mudarat seperti keperluan manusia untuk membina dan mencantikkan reka bentuk binaan masjid serta seni taman (landskap) bagi maksud menarik orang ramai untuk mengunjungi rumah Allah swt tersebut.

(b) Sunat : Jika kesenian itu diperlukan untuk membantu atau menaikkan semangat penyatuan umat Islam seperti dalam nasyid, qasidah dan selawat kepada Rasulullah saw yang diucapkan beramai-ramai dalam sambutan Maulidur Rasul atau seni lagu (tarannum) al-Quran.

(c) Makruh : Jika kesenian itu membawa unsur yang sia-sia (lagha) seperti karya seni yang tidak diperlukan oleh manusia.

(d) Haram : Jika kesenian itu berbentuk hiburan yang :

 Melekakan manusia sehingga mengabaikan kewajipan-kewajipan yang berupa tanggungjawab asas terhadap Allah swt khasnya seperti ibadah dalam fardhu ain dan kifayah.

 Memberi khayalan kepada manusia sehingga tidak dapat membezakan antara yang hak (betul) dan yang batil (salah).

 Dicampuri dengan benda-benda haram seperti arak, judi, dadah dan pelbagai kemaksiatan yang lain.

 Ada percampuran antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram seperti pergaulan bebas tanpa batas dalam bentuk bersuka-suka yang melampau.

 Objek atau arca dalam bentuk ukiran yang menyerupai patung sama ada dibuat daripada kayu, batu dan lain-lain.

 Disertai dengan peralatan muzik yang diharamkan oleh Islam seperti alat-alat tiupan, bertali, tabuhan yang bertutup di bahagian atas dan bawah serta alat-alat muzik dari tekanan jari. Sesetengah ulama mengatakan harus hukumnya jika digunakan untuk pendidikan dan tidak menarik kepada konsep al-Malahi (hiburan yang keterlaluan) juga alat-alat muzik di atas boleh digunakan untuk tujuan dakwah Islamiyyah, seperti yang pernah dibuat oleh Rabiatul Adawiyyah.

 Seni yang merosakkan akhlak dan memudaratkan individu atau yang berbentuk tidak bermoral seperti tarian terkini (kontemporari).

(17)

(e) Harus : Apa saja bentuk seni yang tidak ada nas yang mengharamkannya. Matlamat Kesenian

Dalam Islam, seni tidaklah bermatlamatkan hiburan, tujuan keduaniaan ataupun keseronokan. Islam telah menggariskan kesenian sesuai mengikut naluri dan fitrah semulajadi manusia. Sewajarnyalah juga manusia mengemudi seni mengikut fitrah manusia yang sedia ada

berbekalkan sempadan syariah demi kesejahteraan jiwa dan dunia manusia. Bahkan sekiranya betul pembawaan seni itu, ia dikira ibadah pula. Alangkah ruginya manusia Muslim yang tidak tahu bagaimama untuk membawa kecenderungan makhluk sejenisnya ke arah ketaqwaan kepada Allah swt. Seni Islam dibentuk untuk melahirkan seseorang yang benar-benar baik dan beradab. Konsep seni Islam dan pembawaannya haruslah menjurus ke arah konsep tauhid dan pengabdian kepada Allah swt. Motif berseni haruslah bermatlamatkan perkara-perkara ma'ruf (kebaikan), halal dan berakhlak. Jiwa seni mestilah ditundukkan kepada fitrah asal kejadian manusia kerana kebebasan jiwa dalam membentuk seni adalah menurut kesucian fitrahnya yang dikurniakan Allah swt. Fungsi seni tidak kurang sama dengan akal supaya manusia menyedari perkaitan antara alam, ketuhanan dan rohani atau dengan alam fizikal. Lantas ia menyedari keagungan Tuhan dan keunikan penciptaanNya.

Seni dalam Islam menanam rasa khusyu' ke pada Allah di samping memberi ketenangan di jiwa manusia sebagai makhluk Allah yang diciptakan dengan fitrah yang gemar kepada kesenian dan keindahan. Oleh sebab itu seni dalam Islam tidak berslogan 'seni untuk seni' tetapi 'seni kerana Allah untuk manusia, makhluk dan alam sekitar'. Kesenian Islam terpancar daripada tauhid yang merupakan satu penerimaan dan penyaksian terhadap keesaan Allah swt maka seni yang

berpaksikan tauhid dapat menanamkan sifat bertaqwa dan beriman. Seni juga dapat meningkatkan daya intelek dan bukan sahaja emosi.

Bidang-bidang Kesenian Islam a) Tulisan Khat

Seni khat ialah satu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, penyusunannya dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Khat merupakan seni tulisan indah yang mempunyai nilai-nilai kehalusan dan kesenian. Nilainya tinggi kerana ianya mudah dirobah mengikut penulisan, bahkan tulisannya seolah-olah mempunyai irama. Ia juga

disandarkan pada subjek-subjek yang berkaitan dengan agama dan digunakan untuk menulis ayat-ayat suci dan kata-kata bijak pandai (hukama').

(18)

Kepentingan Seni Khat

1. Ia mempunyai kaitan denganpeningkatan tahap tamadun itu sendiri. Sebab itu ia merupakan hasil aktiviti masyarakat maju dan bertamadun.

2. Salah satu maksud dalam saranan Nabi Muhamad s.a.w agar umat Islam membaca dan menulis ayat-ayat al-Quran dengan baik. Dan dengan cara ini difikrkan untuk memudahkan lagi mereka mempelajari dan menghafalnya.

3. Keindahan tulisan merupakan kelembutan jari dan kehalusan pemikiran serta citarasa penulisnya.

4. Rasulallah s.a.w menggalakkan penulisan khat. Sabda Rasullah yang bermaksud : " Hendaklah kamu mengindahkan seni khat keran ianya narata kunci rezeki".

5. Saidina Ali pernah berkata : "Serikan anak-anakmu dengan ilmu seni tulis kerana tulisan merupakan perkara yang paling mustahak dan menyeronokkan".

Jenis-jenis Seni Khat

Tamudun Islam kaa dengan seni-seni tulisan tangannya juga dikenali sebagai sei khat. Khatnya mengandungi lapan model utama dan selain itu merupakan cabang dari lapan-lapan model ini. Antaranya khat utama ialah Kufi, Thuluth, Nasakh, Farisi, Riq'ah, Diwani, Diwani Jali dan Raihani.

Khat Kufi berasal dai Kufah. Pada zaman Abasiah khat ini digunakan sebagai hiasan pada pelbagai bangunan masjid, pemerintahan, kubah atau menara azan dan ditulis dalam bentuk ukiran timbul.

Khat Thuluth kebanyakannya digunakan hanya untuk hiasan seperti dalam mashaf thmani (al-Quran), nama buku atau kitab serta untuk tujuan lain.

Khat Nasakh merupakan tulisan yang paling banyak digunakan dalam penulisan buku-buku berkenaan keagamaan. Ini kerana tulisan khat jenis ini mudah dibaca, jelas serta tidak mengelirukan

Khat Farisi mula dikembangkan di Parsi (Persia). Bentuk hurufnya condong sedikit ke kanan. Ia banyak digunakan untuk penulisan buku kesusasteraan, nama dan tajuk karangan pada majalah dan surat khabar. Karangan berbahasa Urdu juga biasanya ditulis dengan khat ini.

(19)

Khat Diwani. Diwani membawa erti catatanatau antologi karangan. Digunakan secara meluas emasa pemerinatahan Sultan Khedewy sekitar tahun 1220H di Mesir. Ia digunakan untuk

penulisan surat rasmi seperti surat perjanjian, surat penghargaan dan sebagainya. Fungsinya juga adalah sebagai hiasan.

Khat Diwani Jali. juka dibandingkan dengan khat diwani, ia lebih banyak bentuknya , rumit penulisannya, lebih indah dan estatik. Ia digubah dalam bentuk perahu, ikan, burung dan sebagainya.

Khat Raihani hampir menyerupai khat thuluth, huruf-hurufnya agak lebar dan panjang serta ditambah dengan tanda-tanda syakal.

b) Penulisan (Sastera)

Manakala seni penulisan ula dikaitkan dengan seni kesusatetraan. Seni kesusasteraan

sememangnya mendapat sambutan yang sangat hangat di kalangan umat Islam dan ianya terjadi kerana kesusateraan Islam bersumberkan Quran dan sunnah yang mana kesusasteraan al-Quran dapat dilihat dari dua aspek iaitu keindahan bahasa dan dari segi isinya. Di sini dapat dilihat bahawa hasil atau sumbangan kesusateraan yang berteraskan al-Quran dan al-Sunnah telah menyebabkan ramai kaum musyrikin yang telah memeluk agama Islam hanya apabila mendengar al-Quran. Contohnya al-Walid l-Mughirah yang merupakan penyair yang terkenal pada zaman Jahiliyyah dan pengkritik yang paling tajam terhadap Rasulallah s.a.w, Umar al-Khattab serta Labid, Rabiah dan Jubair bin Mat'am.

AlQuran telah berjaya melumpuhkan keangkuhan dan kejaguhan sasterawan Arab dari segu keindahan bahasa kesusteraan dan yang lebih menakjubkan lagi ianya bukan sahaja

menggetarkan jiwa mereka yang memahami bahasa arab malah melintasi batas periadi, bahasa, keturunan, kebudayaan, geografi, pangkat dan sebagainya. Kesusteraan Islam mula disebarkan oleh Rasulallah s.a.w dan terus berkemabang pada zaman khalifah-khalifah al-Rashidin,

Umaiyah dan Abbasiyyah. Selain al-Quran, karya kesusteraan Islam juga meliputi Syair, Rubai', Burdah, Prosa dan sebagainya.

c) Lukisan dan Arca ( Ukiran)

(20)

Seni lukis ula bermula pada zaman khalifah Muawiyah di Damsyik dan ia biasnya tertera pada helaian-helaian safhah a-Quran yang dihiasi dengan corak lukisan bunga dan gambar berbentuk araesque dengan pilihan warna emas, buku-buku sejarah yang dihiasi dengan gambar-gambar warna yang cantik seperti kitab al-Tarikh Syahnama dan buku hikayat alfun alLaial dan buku-buku cerita. Seni lukis Islam biasanya terhad kepada lukisan keindahan alam dan tidak termasuk benda-benda bernyawa yan boleh menjadi pujaan seperti haiwan, dewa atau patung.

d) Seni binaan.

Satu lagi seni Islam ialah seni bina di mana ianya menapai tahap yang mengagumkan. Seni bina bermaksud satu bidang seni untuk mendirikan bangunan, reka bentuk yang direka oleh manusia. Menurut Ibn Khaldun seni bina merupakan satu daripada asas tamadun yang paling utama yag merupakan lambang atau menifestasi daripada sesuatu tamadun. Oleh itu berdasarkan

pencapaian ini maka keagungan dan ketinggian sesuatu tamadun itu dapat diukur. Buktinya daat dilihat melalui tamadun-tamadun purba yang agung. Pada zaman tersebut, seni bina

yang bermutu dihasilkan dan masih lagi wujd waluun dalam bentuk yang telah usang dan hampir runtuh.

Aspek seni bina Islam yang terpenting yang harus diperhatikan iala seni bina masjid. Ini adalah kerana Islam telah meletakkan tempat ibadah sebagai cri terpenting sesebuah bandar. Ini dapat kita perhatikan daripada sirah Rasullah s.a.w tatkala baginda berhijrah ke Madinah, perkara yang pertama baginda lakukan ialah mencari tapak yang sesuai untuk membina masjid. Masjid

pertama menjadi lanmbang kekuatan aqidah, kesatuan dan perpaduan umat Muslimin. Masjid pertama yang didirikan di Madinah ialah Masjid al-Nabawi yang digunakan oleh Rasulallah s.q.w sebagai pusat tarbiah (pendidikan) dan pentadbiran dalam menyusun strategi ekonomi, peradaban, perang dan sebagainya. Selari dengan perkembangan masa dan kepentinganya, masjid ekemudiannya dikembangkan dan diperindahkan dengan pelbagai unsur dekoratif-ornamentif berdasarkan latarbelakang budaya persekitaran umat Islam.

Seni bina masjid menjadi lambang keagungan tamadun berbanding dengan barat, kerana unsur-unsur ketamadunan yang dikembangkan di kota-kota raya Islam mementingkan nilai kerohanian dan pada masa yang sama pembangunan fizikal dankebendaan tidak dipinggirkan. Konsep penting dalamseni bina Islam ialah pencapaian iman dan amal, taqwa dan tawadhu', aman dan damai serta merendah hati kepada keagungan Allah s.w.t. Pengagunan dan erhiasan bukanlah menjadi matlamat seni bina Islam, tetapi kerana kreativiti dan inovasi mat, artis, seniman dan arkitek Muslim, ia menjadi suatu seni yang bernilai tinggi yang disepadukan bersama

penggunaan corak, warna dan eka bentuk yang dibuat berdasarkan ajaran al-Quran. Kepentingan seni bina masjid di bandar silam Islam digambarkan dengan terdapat 241 buah masjid. Di

Kaherah pada abad ke 15 masehi pula terdapat 88 buah masjid jamek (masjid uatama) dan 19 masjid kecil

(21)

banyak mengetengahkan bentuk-bentuk blat yang merupakan bentuk yang paling sempurna yang mencerminan kelembutan dan kehalusan seolah-lah ia tidak berkesedahan.

Selain daripada masjid, seni bina Islam juga merangkumi bangunan-bangunan kediaman, kedai, jambatan, saluranair, rumah rehat, bilik mandi, perpustakaan, sekolah dan sebagainya. Seni bina mencirikan kepada lambang islam dan berlandaskan tauhid kepada Allah s.w.t serta

menitikberatkan kepada reka bentuk islam banyak dipengaruhi oleh seni bina masjid seperti istana-istana, taj Mahal, kota-kota seperti kta Baghdad malah di Malaysia sendiri seerti bangunan Sultan Abdul Samad, bangunan kerertapi tanah melayu, bangunan daya bumi dan pintu gerbang darul ehsan.

e) Seni Muzik ( Suara, lagu dan Bunyi)

Antara hiburan yang dapat menghiburkan jiwa dan menenangkan hati serta menenangkan telnga ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam selagi tidak dicampuri lirij-lirik koto, cabul dan yang dapat mengarahkan kepada perbuatan dosa dan dengan muzik yang tida membangkitkan nafsu bahkan disunatkan hiburan itu seperti pada hari raya, perkhawinan, aqiqah dan waktu lahirnya seorang bayi. Daripada Aisyah r.a bahawa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat lelaki Ansar, maka nabi bertanya : "Hai Aisyah ! Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab rang-orang ansar gemar sekali terhadap hiburan".

Tidak terdapat perkataan arab yang boleh diertikadengan istilah Inggeris "muzik" yang

(22)

Daftar Pustaka

http://pub.kliksaya.com?refid=210879

http://ukhuwahislah.blogspot.com/2013/06/makalah-sejarah-perkembangan-islam-di_7436.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Penyebaran_Islam_di_Nusantara

http://mklh6sejarahperkembanganislam.blogspot.com/

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk kosakata dasar baru di setiap desa yang dijadikan sebagai titik pengamatan di Kabupaten Ketapang, Kapuas Hulu, dan Sambas bervariasi, yaitu kosakata (1) baRu di

Hasil penelitian yakni pada strategi penanganan banjir dan rob di Kota Semarang menghasilkan strategi bekerjasama dengan dinas/instansi, LSM, dan stakeholder

Kombinasi analgesik atau sering disering disebut analgesia multimodal merupakan penggunaan dua atau lebih obat analgesik yang memiliki cara kerja yang berbeda secara

Penilaian kinerja yang akan diusulkan akan dibandingkan dengan Daftar Penilaian Pelaksaan Pekerjaan (DP3) dari segi skala, kriteria dan manfaat sehingga penelitian

Pencapaian Lokasi P&R terhadap Pusat Perdagangan; lokasi yang memberikan kemudahan agar pengguna kendaraan pribadi dapat memarkir kendaraannya dan menggunakan angkutan

Ketiga cara pengadukan tersebut tentunya mempunyai kegunaan masing-masing dalam pengerjaannya, biasanya adukan Manual, Molen dan Ready Mix digunakan tergantung kondisi

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal

Tugas akhir ini menjelaskan analisa AHTS ( Anchor Handling Tug Supply ) MP Premier , sebagai wahana yang digunakan dalam operasi towing FSO Arco Ardjuna dari Jurong Port