• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rag

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rag"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 1

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PERKOTAAN DI INDONESIA

Raga Hudori

Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, FEB, Universitas Airlangga Kampus B Unair, Jln. Airlangga No.4 Surabaya – Indonesia

Email: raga_hudori@yahoo.co.id

Dibawah Bimbingan Drs.Ec. TRI HARYANTO, MP., Ph.D

ABSTRACT

Indonesia is experiencing problems of food security, the data shows that food prices continue

to rise. The rising food prices will worsen the household food security. The purpose of this study

was to analyze the effect of socioeconomic characteristic i.e sex, household size, income,

credit, age and education to urban household food security in Indonesia. This study uses logit

regression model. The data used was taken from IFLS 5 published by Research and

Development Corporation (RAND). The results showed that all variable have significantly effect

to urban households food security in Indonesia. This study suggested that the policy could

increase the purchasing power of food by increasing people's income or decreasing food

prices on the market.

Keyword: household food security, socio-economics, urban

PENDAHULUAN

Makanan adalah kebutuhan dasar kehidupan. Setiap individu berusaha memperoleh makanan maupun asupan makanan yang cukup. Asupan yang cukup dalam hal kuantitas dan kualitas adalah kunci untuk hidup sehat dan produktif. Pentingnya makanan ditunjukkan pada fakta bahwa makanan menyumbang sebagian besar dari anggaran rumah tangga (Purwaningsih dkk, 2014).

(2)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 2

Persediaan pangan yang cukup secara nasional maupun regional tidak menjamin adanya ketahanan pangan rumah tangga. Saliem dan Sumedi (2001) menunjukkan bahwa walaupun ketahan pangan di tingkat regional tergolong terjamin namun di regional bersangkutan masih ditemukan rumah tangga yang tergolong rawan pangan dengan proporsi relatif tinggi. Dampak dari kerawanan pangan dan kekurangan gizi dapat terjadi pada semua umur, baik orang tua, dewasa, anak-anak, bayi maupun ibu hamil. Hasil analisis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 menunjukkan lebih dari setengah jumlah kabupaten/kota di Indonesia memiliki prevalensi balita kurang gizi lebih dari 25 persen, sementara proporsi penduduk yang mengkonsumsi energy kurang dari 2.100 kkal/kap/hari sebesar 64 persen.

Ketahanan pangan sangat dipengaruhi oleh harga pangan di pasaran yang akan mempengeruhi kemampuan rumah tangga dalam mengakses makanan. Omonona dan Agoi (2007) menjelaskan bahwa dalam tingkat rumah tangga, akses pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh makanan dari produksi dan persediaan mereka sendiri, baik dari pasar atau dari sumber lain.

Menurut ADB (2012) sebagian besar Negara di Asia seperti Indonesia mengalami masalah akses pangan dan penggunaan pangan terutama pada rumah tangga miskin. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida S, mengatakan bahwa penanggulangan kerawanan pangan di Indonesia akan sangat tergantung dari harga dan ketersediaan pangan (Charisma, 2014).

Sumber: FAO STAT

Gambar 1

Perkembangan Indeks Harga Pangan Tahun 2000-2014

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dihadapkan pada masalah ketahanan pangan yang tidak bisa diremehkan. Dapat dilihat pada Gambar 1 perkembangan harga pangan di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data dari Food and Agricultural Organization (FAO) memperlihatkan bahwa sejak tahun 2000 Domestic Food Price Level Index di Indonesia cenderung mengalami mengalami peningkatan.

0 2 4 6 8

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(3)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 3

Gambar 1 menunjukkan bahwa secara trend Indeks harga pangan di Indonesia cenderung meningkat dan berada di atas rata-rata dunia. Peningkatan harga pangan dapat memperburuk ketahanan pangan rumah tangga di Indonesia terutama jika kenaikan harga terjadi pada makanan pokok (FAO, 2008). Kenaikan harga pangan akan menurunkan daya beli rumah tangga, sehingga rumah tangga tersebut akan mengurangi pengeluarannya untuk makanan dengan mengurangi kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi.

Dampak lain dari naiknya harga pangan nasional adalah naiknya pengeluaran konsumsi masyarakat terhadap makanan. Data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya peningkatan pengeluaran rata-rata makanan per kapita di Indonesia dari tahun 2011-2014, secara rincinya dapat dilihat pada Gambar 2:

Sumber: BPS, 2016

Gambar 2

Rata-Rata Pengeluaran Makanan per Kapita di Indonesia, 2011-2014 (Rupiah)

Kenaikan rata-rata pengeluaran konsumsi pangan ini mengindikasikan pengeluaran minimum yang harus dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi pangan meningkat, baik untuk rumah tangga miskin maupun rumah tangga tidak miskin. Menurut FAO (2008), adanya kenaikan kenaikan harga makanan pokok akan menurunkan real income. Penurunan real income tidak akan berdampak besar pada rumah tangga dengan penghasilan yang tinggi, akan tetapi penurunan real income dampaknya lebih besar pada rumahtangga dengan pendapatan yang rendah, sehingga agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pangan maka rumah tangga akan melakukan tindakan seperti membeli makanan yang kurang berkualitas, mengurangi pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan, dan mengurangi kuantitas makanan. Tindakan tersebut membuat rumah tangga menjadi malnutrisi dan mudah terserang penyakit (Eicher 1990).

Penelitian ini hanya berfokus pada lingkup perkotaan. Fokus pada perkotaan dipilih karena rumah tangga perkotaan lebih rentan terhadap perubahan harga pangan (Webb & Rogers, 2003). Selain itu adanya peristiwa urbanisasi menyebabkan terganggunya ketahanan pangan. Menurut Arene dan Anyaeji (2010), pertumbuhan penduduk yang cepat di daerah

(4)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 4

perkotaan merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi pangan, permintaan pangan dan status gizi individu pada rumah tangga. BPS (2014) menunjukkan bahwa persentase penduduk perkotaan di Indonesia mengalami peningkatan yang besar. Pada tahun 2010 persentase penduduk perkotaan di Indonesia mencapai 49,8%, pada tahun 2015 persentase penduduk perkotaan meningkat menjadi 53,3%, dan diprediksi pada tahun 2020 persentasenya meningkat menjadi 56,7%. Adanya peningkatan penduduk ini tentu menjadi masalah untuk menjaga ketahanan pangan di perkotaan.

LANDASAN TEORI

Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Ketahanan Pangan menurut FAO (1992) adalah situasi dimana setiap orang sepanjang waktu memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk hidup yang sehat dan aktif. Konsep ketahanan pangan ini bisa diterapkan pada tingkat global, nasional, regional, rumah tangga maupun individu.

Calon (1990) mengatakan bahwa ketahanan pangan berhubungan dengan kecukupan pangan dan diukur berdasarkan kemampuan rumah tangga dalam mengonsumsi makanan pokoknya. Ketahanan pangan tergantung pada simpanan uang yang dapat digunakan untuk membeli makanan pokok dan faktor produksi seperti lahan dan tenaga kerja.

Sumber: Pieters, 2013

Gambar 3

Dimensi Ketahanan Pangan Tingkat Mikro

Pieters (2013) dalam konsepnya menjelaskan ketersediaan pangan, akses pangan, dan utilitas pangan merupakan faktor-faktor dalam menentukan status ketahanan pangan dan gizi suatu individu atau rumah tangga. stabilitas pangan merupakan stabilitas dari status ketahanan pangan dan gizi karena adanya negative shocks dan berhubungan dengan waktu. Stabilitas pangan dipengaruhi oleh dua faktoy yaitu, kerentanan dan daya tahan.

Ketahanan Pangan dan Gizi

Status Pangan

Stabilitas Pangan

Keters-ediaan

Pangan

Akses

Pangan

Utilitas

(5)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 5

Ketersediaan pangan di tingkat mikro sangat berhubungan dengan ketersediaan makanan secara keseluruhan yang ditentukan oleh produksi pangan dalam negeri, impor pangan komersial dan bantuan pangan (FAO, 2006). Dimensi ketersedian pangan mencerminkan sisi penawaran dan akan terpengaruh oleh faktor-faktor yang berdampak pada penawaran pangan domestic dan kemampuan untuk membiayai impor pangan (Barrett dan Lentz, 2009).

Akses pangan tingkat rumah tangga dianggap baik ketika sebuah rumah tangga memiliki kesempatan untuk mendapatkan makanan dengan kuantitas dan kualitas yang cukup untuk memastikan makanan yang aman dan bergizi (FAO, 2006). Rumah tangga harus memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan untuk memperoleh makanan. Faktor penting yang mempengaruhi akses pangan adalah sumberdaya rumah tangga, harga pangan, preferensi makanan dan faktor sosio-politik seperti diskriminasi dan kesetaraan gender.

Pemanfaatan makanan mengacu asupan makanan individu dan kemampuannya untuk menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan yang dimakan. Oleh karena itu pemanfaatan makanan tidak hanya berhubungan dengan jumlah makanan yang dimakan tetapi juga untuk kualitas makanan. makanan yang dikonsumsi oleh seorang individu harus dengan kuantitas dan kualitas yang tidak hanya memenuhi kebutuhan subsisten tetapi juga kebutuhan energi untuk aktivitas sehari-hari (UN World Food Program, 2007).

Kerentanan dalam pangan dapat digambarkan sebagai risiko bahwa makanan dan status gizi rumah tangga terganggu oleh negative shock. Rumah tangga umumnya menghadapi beberapa negative shock dari waktu ke waktu, dan setiap gangguan dapat mempengaruhi kesejahteraan dan ketahanan pangan rumah tangga.

Daya tahan pangan dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan rumah tangga untuk kembali menjadi normal setelah adanya negative shock. Daya tahan pangan juga dapat dikatakan tindakan yang dilakukan rumah tangga untuk mengembalikan status pangannya (Pieters dkk, 2013).

Ketahanan Pangan Perkotaan

Pada dasarnya terdapat perbedaan yang mencolok antara ketahanan pangan perkotaan dan ketahanan pangan pedesaan. Arene dan Mbata (2008) menjelaskan bahwa pada perkotaan lebih cenderung bersifat food buyer sehingga upah dan pekerjaan berpengaruh terhadap ketahanan pangan, sedangkan pada perdesaan cenderung bersifat food seller sehingga tingkat produksi berpengaruh terhadap ketahanan pangan.

(6)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 6

pendorong seperti penurunan pertanian menyebabkan terjadinya perpindahan kemiskinan dari desa ke kota.

Jenis Kelamin dan Ketahanan Pangan

Carter dkk (2010) menjelaskan bahwa kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan lebih cenderung rawan pangan. Hal ini disebabkan karena perempuan cenderung memiliki peran sosial yang berbeda dari laki-laki. perempuan lebih terfokus pada makan dan merawat keluarga mereka. Perempuan bisa mengorbankan asupan makanan mereka untuk memberi makan anak-anak atau suami mereka ketika keluarga terancam oleh kerawanan pangan.

Ukuran Rumah Tangga dan Ketahanan Pangan

Agboola dan Balcilar (2012) membuktikan bahwa jumlah anggota rumah tangga yang lebih kecil dapat menjamin ketahanan pangan rumah tangga. ukuran rumah tangga yang besar yang akan menimbulkan dependency ratio (rasio ketergantungan) yang tinggi. Semakin banyak anggota keluarga maka penghasilan keluarga akan dibagi pada orang yang lebih banyak. Pembagian yang lebih banyak akan membuat bagian yang diterima oleh setiap keluarga semakin sedikit. Begitu pula dengan makanan, semakin banyak anggota keluarga maka akan mempengaruhi jumlah konsumsi setiap anggota rumah tangga (Mannaf, 2012).

Pendapatan dan Ketahanan Pangan

Menurut Sidhu dkk (2008), pendapatan rumah tangga merupakan faktor penting untuk mengakses pangan. Rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi akan meningkatkan pengeluarannya untuk pangan, hal ini karena rumah tangga akan meningkatkan kualitas pangannya yang lebih sehat. Rumah tangga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk membeli makanan agar tetap dapat tumbuh sehat (FAO, 2008).

Kredit dan Ketahanan Pangan

(7)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 7

Umur dan Ketahanan Pangan

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas seseorang adalah umur. Menurut Notoatmojo (2003:34) semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin banyak. Umur dapat mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir. Semakin dewasa seseorang, diharapkan akan semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa, mampu berpikir secara rasional, semakin mampu mengendalikan emosi serta sifat lainnya yang menunjukkan kematangan intelektual dalam psikologis.

Pendidikan dan Ketahanan Pangan

Quandt dkk (2004) menjelaskan bahwa anggota rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi untuk kesehatan anak dan makanan yang lebih baik. Selain itu, orang berpendidikan tinggi memiliki lebih banyak pengetahuan dan keterampilan untuk mengatur keuangan, menabung dan menggunakan sumber daya.

Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis rumah tangga yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Arene dan Anyaeji (2010) dengan menggunakan regresi logit. Model pada regresi logit adalah sebagai berikut:

𝐿𝑖 = ln (

1−𝑃𝑖𝑃𝑖

) = 𝛽

0

+ 𝛽

1

𝑠𝑒𝑥 + 𝛽

2

ℎℎ𝑠𝑖𝑧𝑒 + 𝛽

3

𝑙𝑜𝑔𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 + 𝛽

4

𝑐𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 + 𝛽

5

𝑎𝑔𝑒 +

𝛽

6

𝑒𝑑𝑢 + 𝜀

Dimana:

Li : Status ketahanan pangan rumah tangga (D=1 jika rumah tangga tahan pangan, sebaliknya D=0)

sex : Jenis kelamin kepala rumah tanggga. (D=1 jika laki-laki, sebaliknya D=0)

hhsize : Jumlah anggota rumah tangga

logincome : Log pendapatan kepala rumah tangga

credit : Pengetahuan tempat meminjam uang (D=1 jika memiliki pengetahuan, sebaliknya D=0)

age : Umur kepala rumah tangga

edu : Pendidikan terakhir kepala rumah tangga (D=1 jika pendidikan terakhir SMA/sederajat dan perguruan tinggi, sebaliknya D=0)

(8)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 8

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif inferensial. Pendekatan kuantitatif inferensial dilakukan melalui metode regresi logit. Metode regresi logit digunakan ketika variabel dependen berbentuk qualitative binary. Tujuan penggunaan metode regresi logit adalah untuk menemukan probabilitas dari suatu kejadian, dalam hal ini adalah probabilitas rumah tangga untuk berstatus rawan pangan (Gujarati dan Porter, 2012: 172).

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan berupa data cross section. Data bersumber dari data IFLS 5 (Indonesia Family Life Survey), FAO STAT, dan BPS (Badan Pusat Statistik) yang diperoleh melalui survey rumah tangga.

Status ketahanan pangan rumah tangga merupakan variabel dummy dengan membagi rumah tangga menjadi dua yaitu, rumah tangga tahan pangan dan rumah tangga rawan pangan [D=1 jika rasio pengeluaran pangan ≥1, sebaliknya D=0]. Rasio pengeluaran pangan merujuk kepada Omonona & Agoi (2007) dan Arene & Anyaeji (2010), yaitu:

𝐹𝑖 = 2 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑅𝑇

3

⁄ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑅𝑇

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data survei rumah tangga yang dihimpun dari IFLS 5 didapat total sampel sebanyak 8026 rumahtangga perkotaan. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa persentase jumlah rumahtangga rawan pangan wilayah perkotaan di Indonesia sangat besar. Rumah tangga digolongkan rawan pangan jika rasio pengeluaran pangannya bernilai ˂ 1 atau dapat dikatakan nilai pengeluaran pangan rumah tangga per kapita < Rp 270.502, sehingga dapat diartikan bahwa rumah tangga yang tergolong rawan pangan tidak memiliki akses pangan yang baik. Dari hasil sampel dihasilkan persentase rumahtangga dengan status rawan pangan di Indonesia adalah sebesar 42,31% atau 3396 rumahtangga. Dan persentase rumah tangga dengan status tahan pangan di Indonesia adalah sebesar 57,69% atau 4630 rumahtangga.

(9)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 9

Tabel 1

Hasil Estimasi Model Logit Ketahanan Pangan Rumah Tangga Perkotaan di Indonesia

Variabel LOGIT Angka dalam kurung ( ) adalah standard error.

Variabel jenis kelamin kepala rumah tangga memiliki pengaruh positif terhadap ketahanan pangan rumah tangga, artinya kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di Indonesia. Jika dilihat dari nilai odds ratio maka kepala rumahtangga berjenis kelamin laki-laki memiliki probabilitas tahan pangan lebih besar 1,733 kali lebih besar dibandingkan dengan berjenis kelamin perempuan. Menurut Ramachandran (2006), penyebab kerawanan pangan pada kepala rumahtangga berjenis kelamin perempuan disebabkan karena adanya diferensiasi upah. Laki-laki mendapat upah yang lebih besar dibanding perempuan, sehingga ketahanan pangan pada kepala rumahtangga perempuan terancam karena sebagian besar pendapatannya habis untuk pengeluaran makanan.

(10)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 10 terhadap anggota rumahtangga yang tidak bekerja, sehingga rasio ketergantungan yang tinggi akan membuat pendapatan rill menurun.

Variabel pendapatan kepala rumah tangga memiliki pengaruh positif terhadap ketahanan pangan rumahtangga, artinya peningkatan pendapatan kepala rumah tangga dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumahtangga perkotaan di Indonesia. Menurut Hardiansyah dkk (2002) meningkatnya pendapatan biasanya menyebabkan peningkatan pada penyediaan kebutuhan pangan dan terdapat kecenderungan perubahan pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi lebih beragam atau jenis pangan yang dikonsumsi harganya lebih mahal.

Variabel kredit secara signifikan berpengaruh terhadap ketahanan. Pengetahuan terhadap kredit memiliki hubungan positif dalam mempengaruhi ketahanan pangan. Dengan nilai odds ratio sebesar 1,20359 berarti rumah tangga yang memiliki pengetahuan terhadap kredit memiliki probabilitas ketahanan pangan 1,203 kali lebih besar dibandingkan rumah tangga tidak memiliki pengetahuan terhadap kredit. Hal ini disebabkan karena rumah tangga yang memiliki pengetahuan terhadap kredit yang baik dapat melakukan pinjaman untuk menjaga konsumsi dan produksi pangannya apabila terjadi masalah dalam rumah tangganya (Aidoo dkk, 2013).

Umur kepala rumah tangga memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap ketahanan pangan rumah tangga, yang berarti meningkatnya umur kepala rumah tangga akan menurunkan ketahanan pangan rumah tangga. jika dilihat dari nilai odds ratio yang sebesar 0,989952 menunjukkan bahwa kepala rumah tangga yang lebih muda 1 tahun memiliki probabilitas 1,0101 kali lebih besar. Hal ini disebabkan karena umur kepala rumah tangga yang lebih muda dapat melakukan pekerjaan yang lebih berat dibandingkan kepala rumah tangga yang tua. Selain itu kepala rumah tangga yang tua sebagian besar sudah pensiun dari pekerjaan mereka sehingga tidak memiliki pendapatan (Bashir dkk, 2012).

(11)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 11 lebih baik. Orang berpendidikan tinggi memiliki lebih banyak pengetahuan dan keterampilan untuk mengatur keuangan, menabung dan menggunakan sumber daya (Quandt dkk, 2004)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis model dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis kelamin kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, pendapatan kepala rumah tangga, kredit, umur kepala rumah tangga dan pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di Indonesia secara simultan.

2. .Jenis kelamin kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, pendapatan kepala rumah tangga, kredit, umur kepala rumah tangga, dan pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di Indonesia secara parsial.

DAFTAR REFERENSI

ADB. (2012). Food Security and Poverty: Key Challenges and Policy Issues. Filipina: ADB Avenue

Aidoo, Robert, dkk. 2013. Determinant of Household Food Security in The Sekyere-afram Plains District of Ghana. 1st Annual International Interdisciplinary Conference.

Agboola, Mary O dan Mehmet Balcilar. 2012. Impact of food security on urban poverty: a case study of Lagos State, Nigeria. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 62: 1225 – 1229

Arene, C.J. dan Anyaeji R.C. 2010. Determinants of Food Security among Households in Nsukka Metropolis of Enugu State, Nigeria. Pakistan Journal of Social Sciences, 30(1): 9-16

Babatunde, Raphael O, dan Matin Qaim. 2010. Impact of Off-Farm Income on Food Security and Nutrition in Nigeria. Food Policy, 35: 308-311

Barrett, Christhoper B, dan Lentz E C. 2009. Food Insecurity, The International Studies Compendium Project. UK: Wiley-Blackwell Publishing.

Barrett, Christopher B. 2002. Food Security and Food Assistance Programs. Handbook of Agricultural Economics, 2: 1-75.

Bashir, Muhammad K, dkk. 2012. The Determinants of Rural Household Food Security for Landless Households of the Punjab, Pakistan. Working Paper 1208.

Calon, Monique L H. 1990. Population, Farming System and Food Security, Paper no.7(E). International Course for Development Oriented Research in Agriculture.

(12)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 12 Charisma, Adristy. 2014. Atasi Kemiskinan, Kuncinya Ketahanan Pangan. (Online). (http://bisnis.tempo.co/read/ news/2014/02/22/090556437/atasi-kemiskinan-kuncinya-ketahanan-pangan, diakses 14 juni 2016)

Chinnakali, Palanivel, dkk. 2014. Prevalence of Household-level Food Insecurity and Its Determinants in an Urban Resettlement Colony in North India. J Health Popul Nutr, 32(2): 227-236.

Clay, Edward, dkk. 1998. Introduction in Food Strategis in Bangladesh. Government of Bangladesh dan Comission of the European Communities, University Press Ltd.

Eicher, C.K, Staatz J.M. 1990. Agricultural Development in the Third World. London: The Johnd Hopskins University Press.

Esturk, Ozlem dan M Necat Oren. 2014. Impact of Household Socio-Economic Factors on Food Security: Case of Adana. Pakistan Journal of Nutrition 13(1): 1-6

FAO. 1992. Food and Agricultural Organization Committee on World Food security. Rome 28: 14-15.

_____. 1996. World Food Summit 13-17 November 1996. Rome, Italy.

_____. 2008. An Introduction to the Basic Concepts of Food Security. FAO Food Security Programme.

Getaneh, T, A Assefa dan Z Taddesse. 1998. Protein Energy Malnutrition in Urban Children: Prevelance and Determinants. Eth. Med. J, 36 (3).

Grobler, Wynand C J. 2016. Perceptions of Poverty: A Study of Food Secure and Food Insecure Households in an Urban Area in South Africa. Procedia Economics and Finance, 35: 224-231.

Gujarati, Damodar N dan Dawn C Poter. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku 2 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat

Hardiansyah dkk. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: PSKPG IPB dan PPKP Deptan.

Hudori, Raga.,-041211133085. 2016. Pengaruh Karakteristik Sosioekonomi Terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Perkotaan di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

Iorlamen, T.R, G.A Abu, W.L Lawal. 2013. Comparative Analysis on Socio-economic Factors Between Food Secure and Food Insecure Households among Urban Households in Benue State, Nigeria. J Agri Sci, 4(2): 63-68

(13)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 13 Kartika, T W W. 2005. Analisis Coping Strategy dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Majasih Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Keenan, D Palmer dkk. 2001. Measures of Food Insecurity/Security. JNE, 33: 49-58

Khomsan, Ali. 1996. Ketersediaan dan Distribusi Pangan dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga, Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Yogyakarta: Departemen Pertanian RI

Li, Yun dan Wen Yu. 2010. Households Food Security in Poverty-Stricken Regions: Evidence from Western Rural China. Agriculture and Agricultural Science Procedia, 1: 386-395

Mannaf, Maksuda. 2012. Socioeconomic Factors Influencing Food Security Status of Maize Growing Household in Selected Area of Bogra District. Bangladesh J. Agric. Econs, 35: 177-187

Maxwell, Daniel G. 1996. Measuring Food Security: The Frequency of Severity of Copying Strategies. Food Policy, 21 (3): 291-303.

Maxwell, Simon dan Thimoty R Frankenberger. 1992. Household Food Security Concept, Indicators and Measurement. New York: UNICEF dan IFAD

Napoli, Marion. 2011. Towards a Food Insecurity Multidimensional Index (FIMI), Master In Human Development and Food Security. Universita Degli Studi

Notoatmodjo, S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Omonona, Bolarin T dan Grace A Agoi. 2007. An Analysis of Food Security Situation Among Nigerian Urban Households: Evidence From Lagos State, Nigeria. Journal Central Auropean Agriculture, 8 (3): 397-406

Pieters, Hannah, dkk. 2013. Conceptual Framework for The Analysis of The Determinants of Food and Nutrition Security. Food Secure Working Paper No. 13.

Purwaningsih, Yunastiti, dkk. 2014. Pola Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Quandt, S.A dkk. 2004. Household food security among migrant and seasonal Latino farmworkers in North Carolina. Publ. Health Rep, 119: 568-576.

Ramachandran, Nira. 2006. Women and Food Security in South Asia. United Nation University Research Paper 2006(131).

Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara.

(14)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya 14 Saliem, H.P dan Sumedi. 2001. Studi Dinamika Produksi Padi Tahun 2001 dan Identifikasi Faktor Penyebabnya, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan ARMP II (Agriculture Research Management Project).

Sidhu, R S, dkk. 2008. Food and Nutritional Insecurity and its Determinants in Food Surplus Areas: The Case Study of Punjab State. Agricultural Economics Research Review, 21: 91-98

Stamoulis, Kostas dan Alberto Zezza. 2003. A Conceptual Framework for National Agricultural, Rural Development, and Food Security Strategies and Policies. ESA Working Paper No. 03-17.

UN World Food Program. 2007. World Hunger Series 2007: Hunger and Health. Earthscan. Webb, Patrick dan Beatrice Rogers. 2003. Addressing the “In” in Food Insecurity. Occasional

Paper No.1. US: USAID office of Food for Peace

Weber, Michael T dan Thomas S Jayne. 1991. Food Security and its Relationship to Technology, Institutions, Policies, and Human Capital. Michigan State University Press.

Gambar

Gambar 1 Perkembangan Indeks Harga Pangan Tahun 2000-2014
Gambar 2 Rata-Rata Pengeluaran Makanan per Kapita di Indonesia, 2011-2014 (Rupiah)
Gambar 3 Dimensi Ketahanan Pangan Tingkat Mikro
Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Bentuk gambar/desain pada batik

Jelutung rawa (Dyera lowii Hook.F) adalah salah satu jenis pohon lokal unggulan hutan rawa gambut yang memiliki hasil ganda yaitu getah dan kayu yang bernilai

Menurut penulis, aturan pemberian bonus yang terdapat dalam marketing plan KK Indonesia berdasarkan hasil yang dilakukan oleh distributor tersebut tidak semata-mata

Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam Peraturan

Buku ini juga membahas permasalahan spektrum 4G yang akan digunakan di Indonesia, teknologi akses jamak OFDMA dan SC-FDMA yang digunakan pada jaringan 4G, arsitektur jaringan 4G

Ada pengaruh antara posisi dan intensitas pencahayaan saat menggunakan gadget terhadap penurunan tajam penglihatan pada anak usia sekolah (6-.. 12 tahun) di

Melihat permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka penulis menggunakan pendekatan (metode analisis) deskriptif/komparatif yaitu suatu analisis yang menguraikan

(2) Disamping perjanjian kerja, yang pada pokoknya mengenai pekerjaan yang dijalankan oleh buruh di bawah pimpinan majikan, untuk sesuatu waktu dengan menerima upah terdapat pula